Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan pasal 23, termasuk dasar hukum, pemotong, objek pajak, tarif, dan pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan pasal 23. Secara khusus membahas mengenai pemotong pajak, objek pajak seperti dividen, bunga, royalti, dan jasa tertentu, serta tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 23.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, fungsi, dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) serta sanksi yang diberikan jika tidak menyampaikan SPT tepat waktu. SPT digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Terdapat dua jenis SPT yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah 20 hari dan SPT Tahun
Makalah ini membahas tentang revaluasi aktiva tetap. Aktiva tetap dijelaskan sebagai aset perusahaan yang bersifat permanen dan digunakan lebih dari satu periode akuntansi. Revaluasi aktiva tetap adalah penilaian kembali atas aset perusahaan untuk menyesuaikan nilai buku dengan nilai pasar. Manfaat revaluasi mencakup peningkatan kinerja neraca dan kepercayaan investor serta penghematan pajak."
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)M Abdul Aziz
Dokumen tersebut membahas tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pada kelas Manajemen Universitas Bina Bangsa. Dokumen ini memberikan penjelasan mengenai pengertian pajak, dasar hukum KUP, jenis-jenis pajak, sistem pemungutan pajak, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan pasal 23, termasuk dasar hukum, pemotong, objek pajak, tarif, dan pelaksanaan pemotongan pajak penghasilan pasal 23. Secara khusus membahas mengenai pemotong pajak, objek pajak seperti dividen, bunga, royalti, dan jasa tertentu, serta tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 23.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, fungsi, dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) serta sanksi yang diberikan jika tidak menyampaikan SPT tepat waktu. SPT digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak oleh Wajib Pajak. Terdapat dua jenis SPT yaitu SPT Masa dan SPT Tahunan. Batas waktu penyampaian SPT Masa adalah 20 hari dan SPT Tahun
Makalah ini membahas tentang revaluasi aktiva tetap. Aktiva tetap dijelaskan sebagai aset perusahaan yang bersifat permanen dan digunakan lebih dari satu periode akuntansi. Revaluasi aktiva tetap adalah penilaian kembali atas aset perusahaan untuk menyesuaikan nilai buku dengan nilai pasar. Manfaat revaluasi mencakup peningkatan kinerja neraca dan kepercayaan investor serta penghematan pajak."
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)M Abdul Aziz
Dokumen tersebut membahas tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pada kelas Manajemen Universitas Bina Bangsa. Dokumen ini memberikan penjelasan mengenai pengertian pajak, dasar hukum KUP, jenis-jenis pajak, sistem pemungutan pajak, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan umum yang mencakup pengertian, subjek pajak, wajib pajak, objek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, cara menghitung pajak, dan cara pelunasan pajak.
Pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
Penghasilan yang dikenakan Pajak Final antara lain :
Penghasilan dari bunga tabungan dari bank.
Penghasilan dari bunga deposito dari bank.
Penghasilan jasa giro dari bank.
Penghasilan diskonto SBI/SBN
Penghasilan bunga/diskonto obligasi.
Penghasilan penjualan saham dibursa efek.
Penghasilan penyalur/dealer/agen produk BBM.
Penghasilan pengalihan/penjualan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan dari jasa konstruksi
Penghasilan perwakilan dagang asing.
Penghasilan usaha pelayaran/penerbangan.
Penghasilan dari penilaian kembali aktiva.
Penghasilan dengan peredaran usaha tertentu berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
Dokumen tersebut membahas mengenai prinsip pengakuan pajak masukan berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak masukan hanya dapat dikreditkan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu seperti berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan tercantum dalam faktur pajak yang sah. Terdapat pengecualian untuk pajak masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan se
Dokumen tersebut membahas kerangka kerja akuntansi sektor publik di Indonesia, termasuk standar-standar akuntansi seperti Standar Akuntansi Sektor Publik, Standar Audit Sektor Publik, Standar Akuntansi Biaya Sektor Publik, dan Standar Nomenklatur. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan akuntabilitas organisasi sektor publik.
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahanGendro Budi Purnomo
PSAK 25 mengatur tentang perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan koreksi kesalahan. Standar ini mewajibkan pengungkapan yang lebih rinci terkait perubahan kebijakan akuntansi dan dampaknya. Perubahan estimasi akuntansi diakui secara prospektif jika akibat informasi baru, sedangkan koreksi kesalahan diakui secara retrospektif.
SAK ETAP merupakan standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa akuntabilitas publik yang diringkas dari IFRS for SMEs. SAK ETAP berlaku sejak 1 Januari 2011 untuk perusahaan menengah ke bawah dan memberikan panduan penyajian laporan keuangan yang lebih sederhana.
Dokumen tersebut membahas ringkasan tentang perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Korea Selatan. P3B ini mengatur perlakuan pajak atas pendapatan seperti dividen, bunga, royalti, dan penghasilan dari usaha tetap di masing-masing negara untuk mencegah pemajakan ganda. Dokumen juga membahas pertukaran informasi perpajakan antar kedua negara guna mencegah penggelapan pajak.
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaNisa Uzumakiy
Dokumen tersebut membahas tentang perencanaan pajak melalui pemilihan bentuk badan usaha. Terdapat tiga bab yang membahas tentang bentuk usaha di Indonesia, pemilihan bentuk usaha perorangan dan badan, serta pengaruh pemilihan bentuk usaha terhadap alternatif perpajakan."
Dokumen tersebut membahas berbagai metode akuntansi untuk hutang jangka panjang seperti obligasi, wesel bayar, dan transaksi terkait lainnya. Termasuk pencatatan penerbitan, amortisasi premi atau diskonto, konversi menjadi saham, dan penghentian pengakuan.
Dokumen tersebut merangkum tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (SAPP) di Indonesia. SAPP adalah sistem yang terkomputerisasi untuk mencatat dan melaporkan transaksi keuangan pemerintah pusat. Tujuannya adalah menyediakan informasi keuangan yang akurat dan dapat dipercaya untuk perencanaan anggaran, pengelolaan aset, dan pertanggungjawaban keuangan. Laporan keuangan pemerintah
Dokumen tersebut membahas tentang definisi pajak, sistem self assessment dalam perpajakan di Indonesia, dan berbagai aspek administrasi perpajakan seperti NPWP, PKP, PTKP, dan kewajiban pelaporan Wajib Pajak.
Dokumen tersebut membahas tentang pengakuan pendapatan untuk kontrak konstruksi jangka panjang dengan dua metode, yaitu metode persentase penyelesaian dan metode kontrak selesai. Metode persentase penyelesaian mengakui pendapatan secara proporsional selama proses produksi berdasarkan tingkat penyelesaian fisik atau biaya. Sedangkan metode kontrak selesai hanya mengakui pendapatan pada saat penyelesaian kontrak. Dokumen ini jug
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi piutang pemerintah daerah, termasuk definisi piutang, pengakuan, pengukuran, klasifikasi, penilaian kualitas piutang, dan sistem akuntansi piutang SKPD dan PPKD.
Dokumen tersebut membahas contoh kasus pemotongan dan pelaporan PPh pasal 21/26 oleh PT Jaya Abadi untuk bulan Januari hingga Oktober 2014. Terdapat penghitungan PPh untuk pegawai tetap dan tidak tetap, pembuatan bukti pemotongan, penyetoran PPh yang dipotong, serta pelaporan SPT PPh melalui formulir-formulir terkait. Pada Oktober terdapat pegawai baru dan pegawai yang berhenti kerja sehingga dil
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang PerpajakanRoko Subagya
Dokumen tersebut membahas sanksi pidana dan administratif untuk pelanggaran ketentuan perpajakan. Terdapat sanksi berupa denda dan pidana penjara untuk tindakan seperti tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT yang tidak benar, menolak pemeriksaan, dan lainnya. Dokumen juga menjelaskan sanksi bagi pihak ketiga yang terlibat seperti tidak memberikan keterangan yang diminta.
Makalah ini membahas konsep dasar, dasar hukum, variabel-variabel, dan tata cara perhitungan Pajak Penghasilan Badan menurut peraturan perpajakan Indonesia. Termasuk penjelasan tentang tarif PPh Badan, fasilitas untuk UMKM, dan contoh perhitungan PPh Badan. Juga dijelaskan tata cara pelaporan SPT dan pembayaran PPh Badan.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pengisian SPT Tahunan PPh Badan. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan tentang definisi SPT Tahunan PPh, subjek dan objek pajak, penghasilan yang termasuk objek pajak, serta batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh."
Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan umum yang mencakup pengertian, subjek pajak, wajib pajak, objek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, cara menghitung pajak, dan cara pelunasan pajak.
Pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
Penghasilan yang dikenakan Pajak Final antara lain :
Penghasilan dari bunga tabungan dari bank.
Penghasilan dari bunga deposito dari bank.
Penghasilan jasa giro dari bank.
Penghasilan diskonto SBI/SBN
Penghasilan bunga/diskonto obligasi.
Penghasilan penjualan saham dibursa efek.
Penghasilan penyalur/dealer/agen produk BBM.
Penghasilan pengalihan/penjualan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan dari jasa konstruksi
Penghasilan perwakilan dagang asing.
Penghasilan usaha pelayaran/penerbangan.
Penghasilan dari penilaian kembali aktiva.
Penghasilan dengan peredaran usaha tertentu berdasarkan PP 46 Tahun 2013.
Dokumen tersebut membahas mengenai prinsip pengakuan pajak masukan berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak masukan hanya dapat dikreditkan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu seperti berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dan tercantum dalam faktur pajak yang sah. Terdapat pengecualian untuk pajak masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan se
Dokumen tersebut membahas kerangka kerja akuntansi sektor publik di Indonesia, termasuk standar-standar akuntansi seperti Standar Akuntansi Sektor Publik, Standar Audit Sektor Publik, Standar Akuntansi Biaya Sektor Publik, dan Standar Nomenklatur. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas pelaporan keuangan dan akuntabilitas organisasi sektor publik.
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahanGendro Budi Purnomo
PSAK 25 mengatur tentang perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi, dan koreksi kesalahan. Standar ini mewajibkan pengungkapan yang lebih rinci terkait perubahan kebijakan akuntansi dan dampaknya. Perubahan estimasi akuntansi diakui secara prospektif jika akibat informasi baru, sedangkan koreksi kesalahan diakui secara retrospektif.
SAK ETAP merupakan standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa akuntabilitas publik yang diringkas dari IFRS for SMEs. SAK ETAP berlaku sejak 1 Januari 2011 untuk perusahaan menengah ke bawah dan memberikan panduan penyajian laporan keuangan yang lebih sederhana.
Dokumen tersebut membahas ringkasan tentang perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Korea Selatan. P3B ini mengatur perlakuan pajak atas pendapatan seperti dividen, bunga, royalti, dan penghasilan dari usaha tetap di masing-masing negara untuk mencegah pemajakan ganda. Dokumen juga membahas pertukaran informasi perpajakan antar kedua negara guna mencegah penggelapan pajak.
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaNisa Uzumakiy
Dokumen tersebut membahas tentang perencanaan pajak melalui pemilihan bentuk badan usaha. Terdapat tiga bab yang membahas tentang bentuk usaha di Indonesia, pemilihan bentuk usaha perorangan dan badan, serta pengaruh pemilihan bentuk usaha terhadap alternatif perpajakan."
Dokumen tersebut membahas berbagai metode akuntansi untuk hutang jangka panjang seperti obligasi, wesel bayar, dan transaksi terkait lainnya. Termasuk pencatatan penerbitan, amortisasi premi atau diskonto, konversi menjadi saham, dan penghentian pengakuan.
Dokumen tersebut merangkum tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (SAPP) di Indonesia. SAPP adalah sistem yang terkomputerisasi untuk mencatat dan melaporkan transaksi keuangan pemerintah pusat. Tujuannya adalah menyediakan informasi keuangan yang akurat dan dapat dipercaya untuk perencanaan anggaran, pengelolaan aset, dan pertanggungjawaban keuangan. Laporan keuangan pemerintah
Dokumen tersebut membahas tentang definisi pajak, sistem self assessment dalam perpajakan di Indonesia, dan berbagai aspek administrasi perpajakan seperti NPWP, PKP, PTKP, dan kewajiban pelaporan Wajib Pajak.
Dokumen tersebut membahas tentang pengakuan pendapatan untuk kontrak konstruksi jangka panjang dengan dua metode, yaitu metode persentase penyelesaian dan metode kontrak selesai. Metode persentase penyelesaian mengakui pendapatan secara proporsional selama proses produksi berdasarkan tingkat penyelesaian fisik atau biaya. Sedangkan metode kontrak selesai hanya mengakui pendapatan pada saat penyelesaian kontrak. Dokumen ini jug
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi piutang pemerintah daerah, termasuk definisi piutang, pengakuan, pengukuran, klasifikasi, penilaian kualitas piutang, dan sistem akuntansi piutang SKPD dan PPKD.
Dokumen tersebut membahas contoh kasus pemotongan dan pelaporan PPh pasal 21/26 oleh PT Jaya Abadi untuk bulan Januari hingga Oktober 2014. Terdapat penghitungan PPh untuk pegawai tetap dan tidak tetap, pembuatan bukti pemotongan, penyetoran PPh yang dipotong, serta pelaporan SPT PPh melalui formulir-formulir terkait. Pada Oktober terdapat pegawai baru dan pegawai yang berhenti kerja sehingga dil
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang PerpajakanRoko Subagya
Dokumen tersebut membahas sanksi pidana dan administratif untuk pelanggaran ketentuan perpajakan. Terdapat sanksi berupa denda dan pidana penjara untuk tindakan seperti tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT yang tidak benar, menolak pemeriksaan, dan lainnya. Dokumen juga menjelaskan sanksi bagi pihak ketiga yang terlibat seperti tidak memberikan keterangan yang diminta.
Makalah ini membahas konsep dasar, dasar hukum, variabel-variabel, dan tata cara perhitungan Pajak Penghasilan Badan menurut peraturan perpajakan Indonesia. Termasuk penjelasan tentang tarif PPh Badan, fasilitas untuk UMKM, dan contoh perhitungan PPh Badan. Juga dijelaskan tata cara pelaporan SPT dan pembayaran PPh Badan.
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai pengisian SPT Tahunan PPh Badan. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan tentang definisi SPT Tahunan PPh, subjek dan objek pajak, penghasilan yang termasuk objek pajak, serta batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh."
PT Stapi Indonesia merupakan perusahaan perdagangan tekstil yang mengalami laba bersih sebesar Rp1,057,893,000 pada tahun 2010 berdasarkan laporan keuangan komersial. Perusahaan menghitung laba kena pajak dengan memperhitungkan beberapa koreksi antara lain biaya promosi, asuransi, bonus, dan dividen. Perusahaan memiliki akumulasi rugi fiskal tahun sebelumnya.
Dokumen tersebut merangkum tentang pajak penghasilan badan, mulai dari pengertian badan dan wajib pajak badan, dasar hukum pajak penghasilan badan, variabel-variabel perhitungan pajak penghasilan badan, serta tata cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak penghasilan badan.
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 MYABES HULU
Dokumen tersebut menjelaskan cara perhitungan pajak penghasilan badan untuk perusahaan dengan peredaran bruto di atas Rp.50 miliar. Tergantung besarnya peredaran bruto tahun sebelumnya, perhitungannya mengacu pada undang-undang atau peraturan pemerintah tertentu dengan tarif berbeda.
IKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSESAgung Parasara
Dokumen tersebut membahas tentang beban usaha yang dapat dan tidak dapat dikurangkan untuk keperluan perhitungan pajak penghasilan badan. Terdapat beberapa contoh beban usaha yang dapat dikurangkan seperti gaji karyawan, asuransi karyawan, dan beban operasional perusahaan. Sementara itu, contoh beban usaha yang tidak dapat dikurangkan antara lain tunjangan hari raya karyawan dan pemb
Dokumen tersebut menyajikan perhitungan biaya pokok penjualan dan persediaan akhir menggunakan tiga metode berbeda (FIFO, LIFO, rata-rata tertimbang) untuk transaksi pembelian dan penjualan perusahaan selama bulan Juli. Metode LIFO menghasilkan laba kotor dan persediaan akhir terendah dibandingkan metode lainnya.
Dokumen tersebut membahas tentang SPT Tahunan bagi WP Orang Pribadi, termasuk jenis-jenis WP OP berdasarkan kegiatan usahanya, formulir SPT yang harus digunakan, dan penjelasan singkat mengenai formulir tersebut. Formulir SPT Tahunan bagi WP OP terdiri atas Form 1770-SS, Form 1770-S, dan Form 1770, yang mana masing-masing formulir digunakan untuk kategori WP OP tertentu.
Dokumen tersebut merupakan laporan keuangan PT Larosa pada tanggal 31 Desember 2010 yang meliputi laporan kas kecil, jurnal penyesuaian, rekonsiliasi bank, dan faktor-faktor penyebab perbedaan saldo bank dan perusahaan.
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2011. Terdapat penjelasan mengenai objek dan bukan objek pajak, tarif pajak, penghasilan tidak kena pajak, sanksi untuk tidak menyampaikan SPT, contoh kasus pengisian SPT, dan simulasi pengisian SPT untuk kasus tertentu.
Dokumen tersebut membahas tentang pajak usaha apotek. Jenis pajak untuk usaha apotek mencakup Pajak Penghasilan (PPh) seperti PPh Pasal 21, 23, dan Final, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi pengusaha yang memiliki peredaran di atas Rp4,8 miliar. Pembukuan wajib dilakukan untuk menghitung besarnya pajak terutang, dan tarif pajak disesuaikan dengan bentuk usaha dan bes
Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan di Indonesia, meliputi pengertian pajak penghasilan, subjek dan objek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, cara menghitung dan melunasi pajak, serta pengisian SPT untuk wajib pajak orang pribadi dan badan.
Sistem perpajakan Indonesia mengatur perhitungan dan pemungutan pajak berdasarkan undang-undang. Terdapat tiga cara pemungutan pajak yang pernah diterapkan yaitu official assessment system, semi self assessment system beserta withholding system, dan saat ini full self assessment system dimana wajib pajak menghitung sendiri pajak terutangnya.
Pajak hiburan dikenakan pada penyelenggara hiburan seperti film, pertunjukan, dan olahraga. Beberapa jenis hiburan seperti kesenian rakyat dan keagamaan dibebaskan dari pajak. Tarif pajak bervariasi antara 10-75% tergantung jenis hiburan.
Dokumen tersebut membahas tentang penghitungan Pajak Penghasilan Badan, termasuk norma penghitungan penghasilan neto, penghasilan tidak kena pajak, dan penggabungan penghasilan dari dalam dan luar negeri dalam menghitung pajak terutang."
Dokumen tersebut membahas tentang bab pajak penghasilan yang mencakup subjek dan objek pajak, pengertian pajak subjektif dan objek pajak, penghitungan penghasilan neto, pengurangan yang diperkenankan dan tidak diperkenankan, kompensasi kerugian, penghasilan tidak kena pajak, depresiasi dan amortisasi, kredit pajak, serta pajak penghasilan pasal 21/26 beserta objeknya.
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)Tazman Super
PP Nomor 46 Tahun 2013 mengatur tentang pengenaan pajak penghasilan final sebesar 1% untuk wajib pajak dengan peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun guna meningkatkan kemudahan dan partisipasi wajib pajak dalam sistem perpajakan.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, jenis, subjek dan objek, peraturan, mekanisme perhitungan, dan syarat pengajuan e-FIN pajak penghasilan badan. Pajak penghasilan badan adalah pajak yang dikenakan kepada perusahaan berdasarkan penghasilan yang diperoleh, dengan tarif 25% untuk peredaran bruto di bawah Rp50 miliar.
Pajak penghasilan pasal 24 adalah pajak yang dipungut di luar negeri atas penghasilan wajib pajak luar negeri. Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam negeri. Subjek pajak penghasilan pasal 24 adalah wajib pajak dalam negeri, sedangkan objeknya adal
Dokumen tersebut membahas tentang pajak penghasilan di Indonesia. Ia menjelaskan pengertian pajak penghasilan, subjek yang dikenakan pajak penghasilan yaitu orang pribadi dan badan, serta bagaimana menghitung besaran pajak penghasilan berdasarkan tarif yang berlaku.
Dokumen tersebut membahas tentang Pajak Penghasilan Pasal 24 yang mengatur tentang kredit pajak luar negeri. Subjek PPh Pasal 24 adalah wajib pajak dalam negeri yang terutang pajak atas seluruh penghasilannya, termasuk dari luar negeri. Kredit pajak luar negeri hanya diberikan untuk pajak yang langsung dikenakan pada penghasilan dari luar negeri dan batas maksimum kredit adalah nilai terend
Dokumen tersebut memberikan contoh perhitungan Pajak Penghasilan Badan untuk perusahaan dengan peredaran bruto sampai Rp4,8 miliar untuk tahun pajak 2015. Jika peredaran bruto tahun sebelumnya sampai Rp4,8 miliar, pajak dihitung 1% per bulan dari penjualan bruto bulanan. Jika melebihi Rp4,8 miliar, mengikuti peraturan umum dengan tarif 50% dari tarif pajak badan.
Aplikasi e-SPT PPh 21 2014 merupakan aplikasi pengisian SPT PPh pasal 21 yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memudahkan wajib pajak dalam menghitung dan melaporkan pajak penghasilan pasal 21. Aplikasi ini memungkinkan penginputan data pegawai, perhitungan pajak, dan pembuatan laporan secara elektronik untuk setiap masa pajak.
Dokumen tersebut membahas konsep dan tujuan pembuatan kertas kerja pemeriksaan oleh auditor, termasuk jenis-jenis berkas yang digunakan, kriteria pembuatan kertas kerja yang baik, serta penyimpanan dan kepemilikan kertas kerja. Kertas kerja digunakan sebagai bukti pemeriksaan auditor dan pendukung opini audit.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan komponen-komponen pengendalian intern serta hubungannya dengan ruang lingkup pemeriksaan auditor.
2. Terdapat lima komponen pengendalian intern yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan.
3. Pengendalian intern hanya dapat memberikan keyakinan yang memadai dan terbat
Dokumen tersebut membahas tentang laporan keuangan, jurnal penutup, dan jurnal pembalik. Laporan keuangan berisi catatan informasi keuangan suatu perusahaan untuk menggambarkan kinerjanya. Jurnal penutup ditulis untuk menutup saldo akun nominal di akhir periode. Jurnal pembalik dibuat untuk membalik jurnal penyesuaian tertentu di awal periode berikutnya.
Dokumen tersebut memberikan penjelasan mengenai penagihan pajak (STP) meliputi pengertian STP, penyebab diterbitkannya STP, fungsi STP, tata cara pembayaran, kewajiban wajib pajak, sanksi perpajakan dan contoh kasus pengenaan sanksi berdasarkan undang-undang perpajakan.
Ppt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuanganYABES HULU
Dokumen ini membahas tentang akuntansi biaya yang mencakup konsep biaya, klasifikasi biaya, arus biaya, dan laporan keuangan. Terdapat berbagai jenis biaya seperti biaya produksi, biaya pemasaran, biaya administrasi yang diklasifikasikan berdasarkan objek, fungsi, hubungan dengan volume produksi. Arus biaya meliputi arus fisik dan keuangan yang terkait dengan proses produksi hingga penjualan. Laporan keuangan merupakan has
Dokumen tersebut merangkum sejarah perkembangan sistem perpajakan di Indonesia, mulai dari zaman kolonial hingga reformasi pajak tahun 1983 beserta perubahannya. Sistem perpajakan Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan berdasarkan undang-undang untuk menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan masyarakat.
Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908YABES HULU
Sistem yang digunakan penjajah untuk menguasai Nusantara meliputi:
1. Membangun benteng-benteng pertahanan untuk mengamankan wilayah jajahan
2. Menerapkan sistem ekonomi eksploitasi seperti monopoli perdagangan dan pungutan pajak
3. Menanamkan pengaruh budaya dan agama untuk melegitimasi kekuasaan kolonial
Penggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaanYABES HULU
Kerajaan Kutai, Sriwijaya, dan Majapahit memiliki nilai-nilai Pancasila seperti ketuhanan, persatuan, kerakyatan, dan kemanusiaan. Sistem pemerintahan Sriwijaya dan Majapahit memiliki persamaan dengan sistem pemerintahan Indonesia saat ini yang menganut presidensial dengan dibantu menteri dan lembaga negara lainnya. Lambang negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila berasal dari masa kerajaan Hindu-Buddha
Nilai nilai pancasila pada masa pergerakan nasionalYABES HULU
Organisasi kepemudaan pertama di Indonesia adalah Boedi Oetomo yang didirikan pada 1908. Pada 1928, Kongres Pemuda II menghasilkan Sumpah Pemuda yang menyatakan persatuan bangsa Indonesia melalui darah, tanah air, dan bahasa yang sama. Sidang BPUPKI dan PPKI menetapkan Pancasila sebagai dasar negara dengan lima sila kebangsaan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan, dan ketuhanan.
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka - abdiera.com, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 SMA/MA Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka, Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka
1. BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa
pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai
keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang
pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan
negara. Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional
maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga
meningkat.Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak
badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak
penghasilan badan.
Rumusan Masalah
1. Konsep Dasar PPh Badan
2. Dasar Hukum PPh Badan
3. Variabel – Variabel Dalam Perhitungan PPh Badan
4. Tata Cara Perhitungan, Penyetoran Dan Pelaporan
2. BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Konsep Dasar PPh Badan
A. Pengertian Badan
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya,
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
B. Wajib Pajak Badan
Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki
kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memproleh
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
C. Pajak Penghasilan Badan
Pada pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP.
Adapun subjek dari PPh Badan yaitu :
1. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia.
2. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT
di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
3. Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha
melalui BUT di Indonesia.
Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2.2 Dasar Hukum PPh Badan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh tahun 2009) mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 2009 dan sebagian besar aturan pelaksanaannya telah diterbitkan.
Perubahan ketentuan peraturan perpajakan ini mengakibatkan berubahnya bentuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh Badan). Sebagai tindak
lanjut penyampaian SPT PPh Badan, akan dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPT yang
memenuhi kriteria akan dilakukan pemeriksaan.
Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
Berdasarkan ketentuan UU Perpajakan tahun 2008 pasal 17 ayat 1, tarif Pajak Penghasilan untuk
Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut:
Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh
delapan persen) berkahir tahun 2009.
Tarif 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
Contoh:
Jumlah peredaran bruto dalam Tahun Pajak 2010 Rp 54.000.000.000,00 Jumlah Penghasilan
Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 4.000.000.000,00
PPh yang terutang
= 25% x Rp 4.000.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00
Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan
di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh
4. tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah. PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan
Penghasilan Kena Pajak.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 1.250.000.000,00
PPh yang terutang
= (25%-5%) x Rp1.250.000.000,00= Rp 250.000.000,00.
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif PPh bagi Wajib
Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke
bawah dalam ribuan rupiah penuh.
Fasilitas UMKM
Berdasarkan UU Pajak Penghasilan No 36 th 2008 Pasal 31E, Wajib Pajak badan dalam
negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Besarnya bagian peredaran bruto
dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penghitungan PPh terutang dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka penghitungan PPh
terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 25% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp
50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = (50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang
Mendapat Fasilitas) + (25% x Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang
Tidak Mendapat Fasilitas)
5. dimana
Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang Mendapat Fasilitas adalah
sebesar =
(4.800.000.000/ Peredaran Bruto) x Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak dari Peredaran Bruto Yang Tidak Mendapat Fasilitas Pajak
sebesar =
Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian Peredaran Bruto yang Mendapat
Fasilitas
Contoh Perhitungan
Contoh 1: Bila Peredaran Bruto Kurang dari atau sama dengan 4,8 Milyar
Peredaran bruto PT ARYA dalam tahun pajak 20xx sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat
miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT ARYA tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Contoh 2: Bila Peredaran Bruto Lebih Besar dari 4,8 Milyar
Peredaran bruto PT SOROS dalam tahun pajak 20xx sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh
miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
6. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 25%) x Rp480.000.000,00 = Rp 60.000.000,00
- 25% x Rp2.520.000.000,00 = Rp630.000.000,00(+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp690.000.000,00
3.3 Variabel-variabel Dalam Perhitugan PPh Badan
Pendapatan usaha dan penghasilan kena pajak
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan
ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu
sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
b. Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka
penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas.
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak – Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.
7. Namun, mulai tahun 2010, tariff PPh Badan adalah 25% dari penghasilan bruto
Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
Tahun Tarif Pajak
2009 28%
2010 dan selanjutnya 25%
PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek 5% lebih rendah dari yang
seharusnya
Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 Pengurangan 50% dari yang
seharusnya
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2008 PASAL
17 AYAT 1 (b) & AYAT 2
UNTUK TAHUN 2009 PELAPORAN PAJAK 2010
TARIF 28%
UNTUK TAHUN 2010 KEATAS PELAPORAN PAJAK 2011 KEATAS:
TARIF 25 %
FASILITAS PENGURANGAN TARIF (PASAL 31 E UU NO. 36 TAHUN 2008)
UNTUK :
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
CARA DAN CONTOH PERHITUNGAN UNTUK WP KATEGORI UMKM ATAU
YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN TARIF
8. UNTUK PEREDARAN BRUTO < Rp. 4.800.000.000 (Empat Miliyar Delapan Ratus Ribu
Rupiah)
PT. A MERUPAKAN UMKM MENPUNYAI PEREDARAN BRUTO Rp. 4.300.000.000
PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 500.000.000.
BERAPA PPh PASAL 29 (TAHUNAN) YANG TERUTANG??
JAWAB :
UNTUK TAHUN 2009 TAHUN PELAPORAN 2010
28% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 70.000.000,-
UNTUK TAHUN 2010 TAHUN PELAPORAN 2010 DAN SETERUSNYA
25% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 62.500.000,-
UNTUK WP YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN> Rp. 4.8 M
PT. ABC MEMPUNYAI PENGHASILAN BRUTO Rp. 20 MILYAR PENGHASILAN KENA
PAJAK Rp. 3 MILYAR. BERAPA PPh TAHUNAN TERUTANG ?
PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK YANG TERUTANG :
A. PENGHASILAN KENA PAJAK MENDAPAT FASILITAS PENGURANGAN TARIF
(4.800.000.000/PENGH.BRUTO) X PKP
(4.800.000.000/20.000.000.000) X Rp. 3.000.000.000,- = Rp. 720.000.000,-
B. PENGHASILAN KENA PAJAK TIDAK MENDAPATKAN FASILITAS
PENGURANGAN TARIF
PKP – PKP YG MENDAPATKAN FASILITAS
Rp. 3.000.000.000 – 720.000.000 = 2.280.000.000
PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2009 PELAPORAN 2010 :
28% X 50% X Rp. 720.000.000 = Rp. 100.800.000,-
28% X Rp 2.280.000.000 = Rp. 638.400.000,-
TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG = Rp. 739.200.000,-
PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2010 PELAPORAN 2011:
25% X 50% X Rp. 720.000.000,- =Rp. 90.000.000,-
25% X Rp.2.280.000.000,- =Rp. 570.000.000,-
TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG =Rp. 660.000.000,-
9. Biaya-biaya yang dapat dikurangkan
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi :
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian
bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya
perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak
Penghasilan.
b. Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
- Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; dan
- Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal
Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan
- Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
- Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP, yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang boleh
dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak,
biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
Pajak Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
10. penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dikurangkan atau dibebankan.
Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak boleh dikurangkan
atau dibebankan, apabila dividen yang diterimanya bukan merupakan Objek Pajak. Akan tetapi
dalam hal ini biaya bunga pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga
perolehan saham.
Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan
Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan
BUT, tidak boleh dikurangkan :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti : dividen, dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
b. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk
usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan Objek
Pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang
dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
11. h. Pajak Penghasilan.
i. Biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan atau orang yang menjadi
tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang
tidak boleh dikurangkan adalah :
a. Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
b.imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Penyusutan serta amortisasi
Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan. Biaya yang tidak
boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan.
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus,
melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
Sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap
penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah tahun
lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Contoh : pada bulan April 2007
wajib pajak menyewa sebuah kantor untuk jangka waktu lima tahun sebesar Rp.60 juta. Maka
biaya sewa tahun 2007 hanya sebesar Rp.60 juta x (9/60) atau sebesar Rp.9 juta saja.
Walaupun demikian, tidak ada larangan jika wajib pajak melakukan amortisasi atas biaya
sewa tersebut. Larangan hanya untuk pembebanan sekaligus. Metode untuk penyusutan dan
amortisasi untuk keperluan pajak sebagai berikut :
a. Garis Lurus (GL), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat
yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
12. b. Saldo Menurun (SM), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa
manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada
akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat
asas.
Berikut tarif yang berlaku untuk penyusutan :
Garis Lurus :
[1] kelompok 1 untuk aktiva dengan masa manfaat s.d. 4 tahun, tarifnya 25%; [2] kelompok 2
untuk aktiva dengan masa manfaat 8 tahun, tarifnya 12,5%; [3] kelompok 3 untuk aktiva dengan
masa manfaat 16 tahun, tarifnya 6,25%; dan [4] kelompok 4 untuk aktiva dengan masa manfaat
20 tahun, tarifnya 5%.
Saldo Menurun :
[1] kelompok 1 untuk aktiva dengan masa manfaat s.d. 4 tahun, tarifnya 50%; [2] kelompok 2
untuk aktiva dengan masa manfaat 8 tahun, tarifnya 25%; [3] kelompok 3 untuk aktiva dengan
masa manfaat 16 tahun, tarifnya 12,5%; dan [4] kelompok 4 untuk aktiva dengan masa manfaat
20 tahun, tarifnya 10%.
Jadi tarif penyusutan SM dua kali tarif penyusutan GL. Harap diingat, untuk keperluan
pajak, penyusutan dihitung per bulan. Seandainya kita beli aktiva tanggal 30 pun maka pada
bulan tersebut sudah boleh disusutkan. Selain itu, tarif diatas tidak berlaku untuk bangunan.
Bangunan hanya boleh dihitung dengan GL dan tarifnya 5%, kecuali jika bukan bangunan
permanen maka tarifnya 10% saja. Jika terjadi pengalihan aktiva atau kejadian luar biasa, seperti
kebakaran atau banjir, maka aktiva tersebut disusutkan sekaligus. Artinya, nilai buku yang ada
langsung dibiayakan. Sebaliknya, jika dijua maka harga jual merupakan penghasilan, jika
mendapat penggantian asuransi kerugian maka penggantian asuransi tersebut merupakan
penghasilan.
4.4 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran, dan Pelaporan
Perhitungan PPh Badan dilakukan pada setiap akhir tahun pajak. Jika ada kekurangan
pembayaran pajak, maka wajib disetorkan paling lambat tanggal 25 pada bulan ketiga setelah
tahun pajak berakhir. Pelaporan PPh Badan terutang setiap tahunnya dilaporkan dengan cara
membuat SPT Tahunan PPh Badan, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat paling
lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. PPh tsb disetor paling lambat
13. tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk
Masa). Dan paling lambat tanggal 25 Maret tahun berikutnya setelah tahun pajak perolehan
penghasilan yang berakhir (untuk Tahunan). Pembayaran PPh tersebut dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) paling lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan
penghasilan yang berakhir (untuk Masa). Dan paling lambat tgl 31 Maret tahun berikutnya
setelah tahun pajak perolehan penghasilan yangberakhir (untuk Tahunan).
Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan Kantor Penerima Pembayaran dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik.
Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan saran Wajib Pajak untuk melaporkan hal-hal yang
berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam
Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah dan
menandatangani serat menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak.
Angsuran Pajak Dalam Tahun Berjalan
Contoh Penghitungan Angsuran Pph 25
Pph Terutang Menurut Spt Tahunan Pph 2009 Sebesar Rp 50.000.000,00
Dikurangi :
a. Pph Yg Dipotong
Pemberi Kerja (Pph Psl. 21) Rp 15.000.000,00
b. Pph Yg Dipungut
14. Pihak Lain (Pph Psl. 22) Rp 10.000.000,00
c. Pph Yang Dipotong
Pihak Lain (Pph Psl 23) Rp 2.500.000,00
d. Kredit Pph
Luar Negeri (Pph Psl. 24) Rp 7.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak (Rp 35.000.000,00)
Selisih Rp 15.000.000,00
Besarnya Angsuran Yang Harus Dibayar Sendiri Setiap Bulan Utk Thn 2010 Sebesar : Rp
15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00
Apabila Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Hanya Meliputi Bagian Tahun Pajak
Yaitu Meliputi 6 Bulan Dalam Tahun 2009, Maka Besarnya Angsuran Bulanan Yang Harus
Dibayar Sendiri Setiap Bulan Dalam Tahun 2010 Adalah : Rp 15.000.000,- : 6 = Rp 2.500.000,-
1.1 Penghasilan Netto
Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk
dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak.
Untuk dapat menyajikan informasi dimaksud, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan.
Namun, disadari bahwa tidak semua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Semua
Wajib Pajak badan dan bentuk usaha tetap diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Wajib
Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah
peredaran bruto tertentu tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Untuk
memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak orang
pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan norma penghitungan. Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk
menentukan penghasilan neto, dibuat /disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau
data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal :
a. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau
15. b. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak
benar.
Norma Penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang belum mampu
menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto.
Syarat Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
1. wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Pencatatan
tersebut dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitung penghasilan
neto.
2. Memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
3. Wajib Pajak memperoleh penghasilan bruto tidak melebihi jumlah sesuai ketentuan.
Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur Jenderal Pajak
dalam jangka waktu yang ditentukan, Wajib Pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan pencatatan,
atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:
a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan; atau
b. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya
pada waktu dilakukan pemeriksaan sehingga mengakibatkan peredaran bruto dan penghasilan
neto yang sebenarnya tidak diketahui maka peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan
dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan
penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
1.2 Kompensasi Kerugian Fiskal
Apabila penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya didapat kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan netto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut
dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
16. Contoh :
PT Anugerah dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp.1.200.000.000,00. Dalam
5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT Anugerah sebagai berikut :
2010 : laba fiskal Rp.200.000.000,00
2011 : laba fiskal (Rp.300.000.000,00)
2012 : laba fiskal Rp NIHIL
2013 : laba fiskal Rp.100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp.800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.200.000.000 )
Laba fiskal tahun 2010 Rp. 200.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000)
Rugi fiskal tahun 2011 (Rp. 300.000.000)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2012 Rp NIHIL +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2013 Rp. 100.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 Rp. 900.000.000)
Laba fiskal tahun 2014 Rp. 800.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 100.000.000)
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp.100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak
boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011
sebesar Rp.300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun
2016, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun
2016.
1.3 Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan dasar penghitungan untuk menentukan
besarnya Pajak Penghasilan yang terhutang.
Bagi wajib pajak badan yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya
dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut :
17. - Peredaran bruto Rp. 6.000.000.000
- Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan (Rp.5.400.000.000)
- Laba usaha (penghasilan netto usaha) Rp. 600.000.000
- Penghasilan lainnya Rp.50.000.000
- Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara
penghasilan lainnya tersebut (Rp. 30.000.000)
Rp. 20.000.000
- Kompensasi Kerugian (Rp. 10.000.000)
- Penghasilan Kena Pajak Rp. 610.000.000
9.4 PPh Badan Terutang
Ø Dasar Pengenaan Pajak. Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar
pengenaan pajaknya. Untuk wajib pajak dalam negeri dan BUT yang menjadi dasar pengenaan
pajaknya adalah penghasilan kena pajak (PKP). Jika PKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah
sebesar penghasilan neto dikurangi dengan PTKP maka lain halnya dengan perhitungan
Penghasilan Kena Pajak untuk wajib pajak badan. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk wajib
pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto nya.
Ø
PKP WP Badan = Penghasilan Netto
Cara Menghitung PKP. Perhitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak badan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan pembukuan atau menggunakan norma
perhitungan penghasilan netto.
Menghitung PKP dengan menggunakan pembukuan
Untuk wajib pajak badan besarnya PKP sama dengan penghasilan nettonya yaitu penghasilan
bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang PPh .
PKP WP Badan = Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto - Biaya yang diperkenankan UU PPh
18. Menghitung PKP dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan netto
PKP WP Badan = Penghasilan Netto – Kompensasi Kerugian
= ( Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh ) – kompensasi Kerugian
Apabila dalam menghitung PKP nya wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan
penghasilan netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan persentase norma
perhitungan penghasilan netto dikali dengan jumlah peredaran usahanya.Dalam hal terdapat rugi
tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan maka
Ø Tarif PPh Wajib Pajak Badan
Pada Pasal 17 ayat 1 huruf (b) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan : “b. Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen)”.
Pada Pasal 17 ayat 2 huruf (a) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan “a. Tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf (b) menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak
tahun pajak 2010”.
Kemudian pada pasal 17 (2b) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dikatakan “ Wajib Pajak
badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh
persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen)
lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
a. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu sebesar
28%.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.
19. Contoh:
Jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2009 Rp 54.000.000.000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 4.000.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang = 28% x Rp 4.000.000.000 = Rp 1.120.000.000
b. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b)
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib
Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif
sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang = (28% - 5%) x Rp1.250.000.000 = Rp 287.500.000.
Lihat : Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan
bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
c. Tarif PPh Pasal 31E
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu
sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka
penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
20. PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
yang memperoleh fasilitas.
Contoh 1):
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000 dengan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000.
Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari
peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang
berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000.
Pajak Penghasilan yang terutang = 50% x 28% x Rp 500.000.000
= Rp 70.000.000
Contoh 2
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000 dengan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
= (Rp 4.800.000.000 : Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000
= Rp 480.000.000
jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
= Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang
= (50%x 28% x Rp480.000.000) + (28% x Rp2.520.000.000)
= Rp 67.200.000 + Rp 705.600.000
= Rp772.800.000
9.5 Kredit Pajak PPh Badan
21. Ketentuan pasal 25 Undang-undang pajak penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:
1. Wajib pajak membayar sendiri pajaknya (PPh pasal 25).
2. Melalui pemotongan atau pemungutan pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23, dan
24).
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan
pasal 23, serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.
b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.
Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Penghitungan Angsuran PPh pasal 25 Ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan
PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu xxx
Pengurangan/Kredit pajak:
PPh pasal 22 xxx
PPh pasal 23 xxx
PPh pasal 24 xxx
Total kredit pajak xxx (-)
Dasar penghitungan angsuran xxx
Angsuran PPh pasal 25 = dasar penghitungan angsuran/12 (atau jumlah bulan dalam bagian
tahun pajak)
Contoh
Pajak penghasilan yang terutang untuk PT Perdana berdasarkan surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan tahun 2009 sebesar Rp125.000.000.
Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di
luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh pasal 22) sebesar Rp30.000.000
Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh pasal 23) sebesar Rp15.000.000
22. Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp42.500.000 tetapi berdasar
ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh pasal 24) sebesar Rp40.000.000
Pajak penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain, dan yang dibayarkan atau
terutang di luar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 bulan dalam
tahun 2009.
Angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT Tahunan PPh tahun 2009 Rp 125.000.000
Kredit pajak:
PPh pasal 22 Rp30.000.000
PPh pasal 23 Rp15.000.000
PPh pasal 24 Rp40.000.000
Total kredit pajak Rp 85.000.000
Dasar penghitungan angsuran Rp 40.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan (PPh pasal 25)
dalam tahun 2010 adalah:
Rp40.000.000 : 8 = Rp5.000.000
9.6 PPh Kurang Bayar
Menurut UU PPh Pasal 29 yang berbunyi: “Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak
ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.”
Untuk memberikan kepastian batas waktu pembayaran PPh kurang bayar pada SPT Tahunan PPh
untuk tahun pajak 2008 (PPh Pasal 29), maka Dirjen Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran
Nomor SE-35/PJ/2009 Tentang Penegasan Mengenai Batas Waktu Penyampaian dan Pelunasan
Kekurangan Pembayaran Pajak Yang Terutang Berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
2008. Berdasarkan SE-35/PJ/2009 tersebut ditegaskan bahwa:
1. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling
lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
2. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
23. 3. Vb Pelunasan kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan terutang berdasarkan SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan harus dilakukan
sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan tersebut disampaikan, paling lama sesuai dengan batas
waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
angka 2.
Berarti untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2008 maka kekurangannya harus dilunasi
tanggal 31 Maret 2009, sedangkan untuk SPT Tahunan PPh Badan tahun 2008 maka
kekurangannya harus dilunasi paling lama tanggal 30 April 2008 (jika tahun buku adalah Jan
s.d.Des).
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 )
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang
masih harus dibayar.
SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun dalam hal:
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
Atas pajak yang tidak/kurang dibayar tersebut ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 2%
per bulan maksimum 24 bulan (berlaku baik atas PPh, PPN, maupun PPn BM).
2. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran. Atas jumlah
pajak yang terutang dikenakakan sanksi kenaikan sbb:
a. PPh Sendiri (Badan/Orang Pribadi/BUT), kenaikan sebesar 50%
b. PPh Pemotongan/Pemungutan, kenaikan sebesar 100%
c. PPN/PPn BM, kenaikan sebesar 100%.
d. Berdasarkan hasil pemeriksaan PPN/PPn BM disimpulkan bahwa ; terdapat PPN yang
seharusnya tidak dikompensasikan atau tidak dikenakan tarif 0%. Atas jumlah pajak yang
terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%.
e. Kewajiban Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (perihal pembukuan) dan Pasal
29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (berkenaan dengan pemeriksaan) tidak dipenuhi.
Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar:
i. 100% untuk PPh sendiri (PPh Orang Pribadi/Badan/BUT).
ii. 50% untuk PPh Pemotongan/Pemungutan.
24. f. SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 10 tahun telah lewat, dalam hal wajib pajak
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi bunga
48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
9.7 Angsuran PPh Pasal 25 tahun Barjalan
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), dikenal adanya satu sistem pembayaran
Pajak Penghasilan yang dilakukan di awal tahun pajak, sebelum suatu penghasilan yang menjadi
objek pajak dapat ditentukan (baca: dihitung). Sistem ini diatur dalam Pasal 25 UU PPh.
Pembayaran pajak yang diatur dalam pasal ini (biasanya diistilahkan sebagai PPh Pasal 25) akan
diperlakukan sebagai pembayaran pajak di muka dan akan diperhitungkan sebagai kredit pajak
pengurang atas PPh terutang yang dihitung pada akhir tahun pajak.
Rumus untuk menentukan besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh Wajib Pajak (baik
orang pribadi maupun badan) setiap bulannya dalam tahun berjalan adalah besarnya PPh terutang
tahun pajak sebelumnya (PPh terutang tahun berjalan diasumsikan akan sama dengan PPh
terutang tahun sebelumnya) dikurangi dengan kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak ketiga
(yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 dan PPh Pasal 26) dibagi 12 atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak (berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU PPh).
PPh Pasal 25 ini harus disetorkan oleh Wajib Pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
(misalkan untuk masa Januari, maka harus disetor paling lambat tanggal 15 Februari) serta
dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (misal untuk masa Januari, maka paling
lambat lapor adalah tanggal 20 Februari).
Lebih lanjut dalam Pasal 25 ayat (2) UU PPh, ditegaskan bahwa besarnya angsuran pajak (PPh
Pasal 25) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu
SPT Tahunan PPh disampaikan besarnya adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 untuk
bulan terakhir tahun pajak yang lalu (bulan Desember tahun sebelumnya).
Dengan adanya perbedaan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh antara orang pribadi
dengan badan di tahun 2009 ini, menyebabkan perlakuan Pasal 25 ayat (2) UU PPh ini akan
berbeda untuk orang pribadi dan badan.
Mulai tahun pajak 2009 ini, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun
pajak 2008 adalah tanggal 31 Maret 2009. Oleh sebab itu, untuk PPh Pasal 25 masa Januari 2009
25. (yang harus disetor paling lambat tanggal 15 Februari 2009) dan masa Februari 2009 (yang harus
disetor paling lambat tanggal 15 Maret 2009) batas waktu pelaporannya adalah sebelum batas
waktu SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2008 disampaikan, sehingga tidak dapat dihitung
besarnya angsuran PPh Pasal 25 dengan menggunakan Pasal 25 ayat (1) UU PPh. Maka untuk
kedua masa ini, dasar untuk menetapkan besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus disetorkan
adalah berdasarkan setoran untuk masa Desember 2008).
Untuk Wajib Pajak badan, selain PPh Pasal 25 masa Januari 2009 dan masa Februari 2009 yang
angsurannya tetap menggunakan angsuran berdasarkan masa Desember 2008, untuk masa Maret
2009 (yang harus disetorkan paling lambat tanggal 15 April 2009 dan batas penyetorannya ini
masih sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh badan) PPh Pasal 25-nya juga
mengikuti besarnya angsuran masa Desember 2008.
Barulah untuk setoran PPh Pasal 25 masa April 2009, Wajib Pajak badan harus
menyesuaikannya berdasarkan perhitungan pada angsuran Pasal 25 ayat (1).
26. BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Dan Saran
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya,
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Dasar Hukum Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (UU PPh tahun 2009) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 dan
sebagian besar aturan pelaksanaannya telah diterbitkan. Perubahan ketentuan peraturan
perpajakan ini mengakibatkan berubahnya bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh Badan). Sebagai tindak lanjut penyampaian SPT PPh
Badan, akan dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPT yang memenuhi kriteria akan dilakukan
pemeriksaan.
Tarif Pajak Penghasilan secara umum (disebut juga tarif Pasal 17) diterapkan atas Penghasilan
Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT untuk menghitung Pajak Penghasilan terutang
dalam satu tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak. Tarif umum ini dibedakan untuk Wajib
Pajak badan dalam negeri/BUT dan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Wajib pajak badan
juga memiliki berbagai fasilitas yang diberikan dengan ketentuan dan krietria tertentu agar
memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Sehingga penerimaan
negara disektor pajak menjadi maksimal.