SlideShare a Scribd company logo
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa
pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai
keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang
pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan
negara. Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional
maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga
meningkat.Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak
badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak
penghasilan badan.
Rumusan Masalah
1. Konsep Dasar PPh Badan
2. Dasar Hukum PPh Badan
3. Variabel – Variabel Dalam Perhitungan PPh Badan
4. Tata Cara Perhitungan, Penyetoran Dan Pelaporan
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Konsep Dasar PPh Badan
A. Pengertian Badan
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya,
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
B. Wajib Pajak Badan
Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki
kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memproleh
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
C. Pajak Penghasilan Badan
Pada pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP.
Adapun subjek dari PPh Badan yaitu :
1. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia.
2. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT
di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha
melalui BUT di Indonesia.
Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2.2 Dasar Hukum PPh Badan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh tahun 2009) mulai berlaku
pada tanggal 1 Januari 2009 dan sebagian besar aturan pelaksanaannya telah diterbitkan.
Perubahan ketentuan peraturan perpajakan ini mengakibatkan berubahnya bentuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh Badan). Sebagai tindak
lanjut penyampaian SPT PPh Badan, akan dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPT yang
memenuhi kriteria akan dilakukan pemeriksaan.
Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
Berdasarkan ketentuan UU Perpajakan tahun 2008 pasal 17 ayat 1, tarif Pajak Penghasilan untuk
Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut:
 Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh
delapan persen) berkahir tahun 2009.
 Tarif 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
Contoh:
Jumlah peredaran bruto dalam Tahun Pajak 2010 Rp 54.000.000.000,00 Jumlah Penghasilan
Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 4.000.000.000,00
PPh yang terutang
= 25% x Rp 4.000.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00
 Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan
di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh
tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah. PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan
Penghasilan Kena Pajak.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 1.250.000.000,00
PPh yang terutang
= (25%-5%) x Rp1.250.000.000,00= Rp 250.000.000,00.
Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif PPh bagi Wajib
Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
 Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke
bawah dalam ribuan rupiah penuh.
Fasilitas UMKM
Berdasarkan UU Pajak Penghasilan No 36 th 2008 Pasal 31E, Wajib Pajak badan dalam
negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)
mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Besarnya bagian peredaran bruto
dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Penghitungan PPh terutang dapat dibedakan menjadi dua
yaitu:
 Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka penghitungan PPh
terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 25% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
 Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp
50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = (50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang
Mendapat Fasilitas) + (25% x Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang
Tidak Mendapat Fasilitas)
dimana
 Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang Mendapat Fasilitas adalah
sebesar =
(4.800.000.000/ Peredaran Bruto) x Penghasilan Kena Pajak
 Penghasilan Kena Pajak dari Peredaran Bruto Yang Tidak Mendapat Fasilitas Pajak
sebesar =
Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian Peredaran Bruto yang Mendapat
Fasilitas
Contoh Perhitungan
Contoh 1: Bila Peredaran Bruto Kurang dari atau sama dengan 4,8 Milyar
Peredaran bruto PT ARYA dalam tahun pajak 20xx sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat
miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif
sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT ARYA tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00
Contoh 2: Bila Peredaran Bruto Lebih Besar dari 4,8 Milyar
Peredaran bruto PT SOROS dalam tahun pajak 20xx sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh
miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
- (50% x 25%) x Rp480.000.000,00 = Rp 60.000.000,00
- 25% x Rp2.520.000.000,00 = Rp630.000.000,00(+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp690.000.000,00
3.3 Variabel-variabel Dalam Perhitugan PPh Badan
Pendapatan usaha dan penghasilan kena pajak
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan
ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu
sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
b. Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka
penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas.
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh
fasilitas yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak – Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.
Namun, mulai tahun 2010, tariff PPh Badan adalah 25% dari penghasilan bruto
Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
Tahun Tarif Pajak
2009 28%
2010 dan selanjutnya 25%
PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek 5% lebih rendah dari yang
seharusnya
Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 Pengurangan 50% dari yang
seharusnya
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2008 PASAL
17 AYAT 1 (b) & AYAT 2
UNTUK TAHUN 2009 PELAPORAN PAJAK 2010
TARIF 28%
UNTUK TAHUN 2010 KEATAS PELAPORAN PAJAK 2011 KEATAS:
TARIF 25 %
FASILITAS PENGURANGAN TARIF (PASAL 31 E UU NO. 36 TAHUN 2008)
UNTUK :
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
CARA DAN CONTOH PERHITUNGAN UNTUK WP KATEGORI UMKM ATAU
YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN TARIF
UNTUK PEREDARAN BRUTO < Rp. 4.800.000.000 (Empat Miliyar Delapan Ratus Ribu
Rupiah)
PT. A MERUPAKAN UMKM MENPUNYAI PEREDARAN BRUTO Rp. 4.300.000.000
PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 500.000.000.
BERAPA PPh PASAL 29 (TAHUNAN) YANG TERUTANG??
JAWAB :
UNTUK TAHUN 2009 TAHUN PELAPORAN 2010
28% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 70.000.000,-
UNTUK TAHUN 2010 TAHUN PELAPORAN 2010 DAN SETERUSNYA
25% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 62.500.000,-
UNTUK WP YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN> Rp. 4.8 M
PT. ABC MEMPUNYAI PENGHASILAN BRUTO Rp. 20 MILYAR PENGHASILAN KENA
PAJAK Rp. 3 MILYAR. BERAPA PPh TAHUNAN TERUTANG ?
PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK YANG TERUTANG :
A. PENGHASILAN KENA PAJAK MENDAPAT FASILITAS PENGURANGAN TARIF
(4.800.000.000/PENGH.BRUTO) X PKP
(4.800.000.000/20.000.000.000) X Rp. 3.000.000.000,- = Rp. 720.000.000,-
B. PENGHASILAN KENA PAJAK TIDAK MENDAPATKAN FASILITAS
PENGURANGAN TARIF
PKP – PKP YG MENDAPATKAN FASILITAS
Rp. 3.000.000.000 – 720.000.000 = 2.280.000.000
PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2009 PELAPORAN 2010 :
28% X 50% X Rp. 720.000.000 = Rp. 100.800.000,-
28% X Rp 2.280.000.000 = Rp. 638.400.000,-
TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG = Rp. 739.200.000,-
PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2010 PELAPORAN 2011:
25% X 50% X Rp. 720.000.000,- =Rp. 90.000.000,-
25% X Rp.2.280.000.000,- =Rp. 570.000.000,-
TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG =Rp. 660.000.000,-
Biaya-biaya yang dapat dikurangkan
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung berdasarkan penghasilan
bruto dikurangi :
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian
bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya
perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak
Penghasilan.
b. Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
- Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; dan
- Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal
Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan
- Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
- Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP, yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang boleh
dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak,
biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek
Pajak Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dikurangkan atau dibebankan.
Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak boleh dikurangkan
atau dibebankan, apabila dividen yang diterimanya bukan merupakan Objek Pajak. Akan tetapi
dalam hal ini biaya bunga pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga
perolehan saham.
Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan
Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan
BUT, tidak boleh dikurangkan :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti : dividen, dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
b. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk
usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan
biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja
dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan Objek
Pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang
dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
h. Pajak Penghasilan.
i. Biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan atau orang yang menjadi
tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang
tidak boleh dikurangkan adalah :
a. Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya;
b.imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Penyusutan serta amortisasi
Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai
hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan. Biaya yang tidak
boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan.
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus,
melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.
Sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap
penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah tahun
lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Contoh : pada bulan April 2007
wajib pajak menyewa sebuah kantor untuk jangka waktu lima tahun sebesar Rp.60 juta. Maka
biaya sewa tahun 2007 hanya sebesar Rp.60 juta x (9/60) atau sebesar Rp.9 juta saja.
Walaupun demikian, tidak ada larangan jika wajib pajak melakukan amortisasi atas biaya
sewa tersebut. Larangan hanya untuk pembebanan sekaligus. Metode untuk penyusutan dan
amortisasi untuk keperluan pajak sebagai berikut :
a. Garis Lurus (GL), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat
yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
b. Saldo Menurun (SM), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa
manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada
akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat
asas.
Berikut tarif yang berlaku untuk penyusutan :
Garis Lurus :
[1] kelompok 1 untuk aktiva dengan masa manfaat s.d. 4 tahun, tarifnya 25%; [2] kelompok 2
untuk aktiva dengan masa manfaat 8 tahun, tarifnya 12,5%; [3] kelompok 3 untuk aktiva dengan
masa manfaat 16 tahun, tarifnya 6,25%; dan [4] kelompok 4 untuk aktiva dengan masa manfaat
20 tahun, tarifnya 5%.
Saldo Menurun :
[1] kelompok 1 untuk aktiva dengan masa manfaat s.d. 4 tahun, tarifnya 50%; [2] kelompok 2
untuk aktiva dengan masa manfaat 8 tahun, tarifnya 25%; [3] kelompok 3 untuk aktiva dengan
masa manfaat 16 tahun, tarifnya 12,5%; dan [4] kelompok 4 untuk aktiva dengan masa manfaat
20 tahun, tarifnya 10%.
Jadi tarif penyusutan SM dua kali tarif penyusutan GL. Harap diingat, untuk keperluan
pajak, penyusutan dihitung per bulan. Seandainya kita beli aktiva tanggal 30 pun maka pada
bulan tersebut sudah boleh disusutkan. Selain itu, tarif diatas tidak berlaku untuk bangunan.
Bangunan hanya boleh dihitung dengan GL dan tarifnya 5%, kecuali jika bukan bangunan
permanen maka tarifnya 10% saja. Jika terjadi pengalihan aktiva atau kejadian luar biasa, seperti
kebakaran atau banjir, maka aktiva tersebut disusutkan sekaligus. Artinya, nilai buku yang ada
langsung dibiayakan. Sebaliknya, jika dijua maka harga jual merupakan penghasilan, jika
mendapat penggantian asuransi kerugian maka penggantian asuransi tersebut merupakan
penghasilan.
4.4 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran, dan Pelaporan
Perhitungan PPh Badan dilakukan pada setiap akhir tahun pajak. Jika ada kekurangan
pembayaran pajak, maka wajib disetorkan paling lambat tanggal 25 pada bulan ketiga setelah
tahun pajak berakhir. Pelaporan PPh Badan terutang setiap tahunnya dilaporkan dengan cara
membuat SPT Tahunan PPh Badan, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat paling
lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. PPh tsb disetor paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk
Masa). Dan paling lambat tanggal 25 Maret tahun berikutnya setelah tahun pajak perolehan
penghasilan yang berakhir (untuk Tahunan). Pembayaran PPh tersebut dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) paling lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan
penghasilan yang berakhir (untuk Masa). Dan paling lambat tgl 31 Maret tahun berikutnya
setelah tahun pajak perolehan penghasilan yangberakhir (untuk Tahunan).
Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan Kantor Penerima Pembayaran dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik.
Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan saran Wajib Pajak untuk melaporkan hal-hal yang
berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam
Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah dan
menandatangani serat menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak.
Angsuran Pajak Dalam Tahun Berjalan
Contoh Penghitungan Angsuran Pph 25
Pph Terutang Menurut Spt Tahunan Pph 2009 Sebesar Rp 50.000.000,00
Dikurangi :
a. Pph Yg Dipotong
Pemberi Kerja (Pph Psl. 21) Rp 15.000.000,00
b. Pph Yg Dipungut
Pihak Lain (Pph Psl. 22) Rp 10.000.000,00
c. Pph Yang Dipotong
Pihak Lain (Pph Psl 23) Rp 2.500.000,00
d. Kredit Pph
Luar Negeri (Pph Psl. 24) Rp 7.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak (Rp 35.000.000,00)
Selisih Rp 15.000.000,00
Besarnya Angsuran Yang Harus Dibayar Sendiri Setiap Bulan Utk Thn 2010 Sebesar : Rp
15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00
Apabila Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Hanya Meliputi Bagian Tahun Pajak
Yaitu Meliputi 6 Bulan Dalam Tahun 2009, Maka Besarnya Angsuran Bulanan Yang Harus
Dibayar Sendiri Setiap Bulan Dalam Tahun 2010 Adalah : Rp 15.000.000,- : 6 = Rp 2.500.000,-
1.1 Penghasilan Netto
Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk
dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak.
Untuk dapat menyajikan informasi dimaksud, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan.
Namun, disadari bahwa tidak semua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Semua
Wajib Pajak badan dan bentuk usaha tetap diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Wajib
Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah
peredaran bruto tertentu tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Untuk
memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak orang
pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan norma penghitungan. Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk
menentukan penghasilan neto, dibuat /disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau
data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal :
a. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau
b. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak
benar.
Norma Penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang belum mampu
menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto.
Syarat Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
1. wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Pencatatan
tersebut dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitung penghasilan
neto.
2. Memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
3. Wajib Pajak memperoleh penghasilan bruto tidak melebihi jumlah sesuai ketentuan.
Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur Jenderal Pajak
dalam jangka waktu yang ditentukan, Wajib Pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan pencatatan,
atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:
a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan; atau
b. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya
pada waktu dilakukan pemeriksaan sehingga mengakibatkan peredaran bruto dan penghasilan
neto yang sebenarnya tidak diketahui maka peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan
dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan
penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
1.2 Kompensasi Kerugian Fiskal
Apabila penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya didapat kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan netto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut
dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Contoh :
PT Anugerah dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp.1.200.000.000,00. Dalam
5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT Anugerah sebagai berikut :
2010 : laba fiskal Rp.200.000.000,00
2011 : laba fiskal (Rp.300.000.000,00)
2012 : laba fiskal Rp NIHIL
2013 : laba fiskal Rp.100.000.000,00
2014 : laba fiskal Rp.800.000.000,00
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.200.000.000 )
Laba fiskal tahun 2010 Rp. 200.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000)
Rugi fiskal tahun 2011 (Rp. 300.000.000)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2012 Rp NIHIL +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2013 Rp. 100.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 Rp. 900.000.000)
Laba fiskal tahun 2014 Rp. 800.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 100.000.000)
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp.100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak
boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011
sebesar Rp.300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun
2016, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun
2016.
1.3 Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan dasar penghitungan untuk menentukan
besarnya Pajak Penghasilan yang terhutang.
Bagi wajib pajak badan yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya
dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut :
- Peredaran bruto Rp. 6.000.000.000
- Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan (Rp.5.400.000.000)
- Laba usaha (penghasilan netto usaha) Rp. 600.000.000
- Penghasilan lainnya Rp.50.000.000
- Biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara
penghasilan lainnya tersebut (Rp. 30.000.000)
Rp. 20.000.000
- Kompensasi Kerugian (Rp. 10.000.000)
- Penghasilan Kena Pajak Rp. 610.000.000
9.4 PPh Badan Terutang
Ø Dasar Pengenaan Pajak. Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar
pengenaan pajaknya. Untuk wajib pajak dalam negeri dan BUT yang menjadi dasar pengenaan
pajaknya adalah penghasilan kena pajak (PKP). Jika PKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah
sebesar penghasilan neto dikurangi dengan PTKP maka lain halnya dengan perhitungan
Penghasilan Kena Pajak untuk wajib pajak badan. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk wajib
pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto nya.
Ø
PKP WP Badan = Penghasilan Netto
Cara Menghitung PKP. Perhitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak badan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan pembukuan atau menggunakan norma
perhitungan penghasilan netto.
Menghitung PKP dengan menggunakan pembukuan
Untuk wajib pajak badan besarnya PKP sama dengan penghasilan nettonya yaitu penghasilan
bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang PPh .
PKP WP Badan = Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto - Biaya yang diperkenankan UU PPh
Menghitung PKP dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan netto
PKP WP Badan = Penghasilan Netto – Kompensasi Kerugian
= ( Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh ) – kompensasi Kerugian
Apabila dalam menghitung PKP nya wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan
penghasilan netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan persentase norma
perhitungan penghasilan netto dikali dengan jumlah peredaran usahanya.Dalam hal terdapat rugi
tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan maka
Ø Tarif PPh Wajib Pajak Badan
Pada Pasal 17 ayat 1 huruf (b) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan : “b. Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen)”.
Pada Pasal 17 ayat 2 huruf (a) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan “a. Tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf (b) menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak
tahun pajak 2010”.
Kemudian pada pasal 17 (2b) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dikatakan “ Wajib Pajak
badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh
persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen)
lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
a. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu sebesar
28%.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.
Contoh:
Jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2009 Rp 54.000.000.000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 4.000.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang = 28% x Rp 4.000.000.000 = Rp 1.120.000.000
b. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b)
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib
Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif
sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang = (28% - 5%) x Rp1.250.000.000 = Rp 287.500.000.
Lihat : Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan
bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
c. Tarif PPh Pasal 31E
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh
persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu
sebagai berikut:
PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak
2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka
penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh
fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
yang memperoleh fasilitas.
Contoh 1):
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000 dengan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000.
Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari
peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang
berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000.
Pajak Penghasilan yang terutang = 50% x 28% x Rp 500.000.000
= Rp 70.000.000
Contoh 2
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000 dengan Penghasilan
Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
= (Rp 4.800.000.000 : Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000
= Rp 480.000.000
jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
= Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang
= (50%x 28% x Rp480.000.000) + (28% x Rp2.520.000.000)
= Rp 67.200.000 + Rp 705.600.000
= Rp772.800.000
9.5 Kredit Pajak PPh Badan
Ketentuan pasal 25 Undang-undang pajak penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya
angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:
1. Wajib pajak membayar sendiri pajaknya (PPh pasal 25).
2. Melalui pemotongan atau pemungutan pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23, dan
24).
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak
untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan
tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan
pasal 23, serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22.
b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.
Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Penghitungan Angsuran PPh pasal 25 Ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan
PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu xxx
Pengurangan/Kredit pajak:
PPh pasal 22 xxx
PPh pasal 23 xxx
PPh pasal 24 xxx
Total kredit pajak xxx (-)
Dasar penghitungan angsuran xxx
Angsuran PPh pasal 25 = dasar penghitungan angsuran/12 (atau jumlah bulan dalam bagian
tahun pajak)
Contoh
Pajak penghasilan yang terutang untuk PT Perdana berdasarkan surat pemberitahuan tahunan
pajak penghasilan tahun 2009 sebesar Rp125.000.000.
Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di
luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:
 Pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh pasal 22) sebesar Rp30.000.000
 Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh pasal 23) sebesar Rp15.000.000
 Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp42.500.000 tetapi berdasar
ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh pasal 24) sebesar Rp40.000.000
Pajak penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain, dan yang dibayarkan atau
terutang di luar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 bulan dalam
tahun 2009.
Angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT Tahunan PPh tahun 2009 Rp 125.000.000
Kredit pajak:
PPh pasal 22 Rp30.000.000
PPh pasal 23 Rp15.000.000
PPh pasal 24 Rp40.000.000
Total kredit pajak Rp 85.000.000
Dasar penghitungan angsuran Rp 40.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan (PPh pasal 25)
dalam tahun 2010 adalah:
Rp40.000.000 : 8 = Rp5.000.000
9.6 PPh Kurang Bayar
Menurut UU PPh Pasal 29 yang berbunyi: “Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak
ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.”
Untuk memberikan kepastian batas waktu pembayaran PPh kurang bayar pada SPT Tahunan PPh
untuk tahun pajak 2008 (PPh Pasal 29), maka Dirjen Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran
Nomor SE-35/PJ/2009 Tentang Penegasan Mengenai Batas Waktu Penyampaian dan Pelunasan
Kekurangan Pembayaran Pajak Yang Terutang Berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak
2008. Berdasarkan SE-35/PJ/2009 tersebut ditegaskan bahwa:
1. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling
lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
2. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
3. Vb Pelunasan kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan terutang berdasarkan SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan harus dilakukan
sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan tersebut disampaikan, paling lama sesuai dengan batas
waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan
angka 2.
Berarti untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2008 maka kekurangannya harus dilunasi
tanggal 31 Maret 2009, sedangkan untuk SPT Tahunan PPh Badan tahun 2008 maka
kekurangannya harus dilunasi paling lama tanggal 30 April 2008 (jika tahun buku adalah Jan
s.d.Des).
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 )
SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah
kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang
masih harus dibayar.
SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun dalam hal:
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
Atas pajak yang tidak/kurang dibayar tersebut ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 2%
per bulan maksimum 24 bulan (berlaku baik atas PPh, PPN, maupun PPn BM).
2. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran. Atas jumlah
pajak yang terutang dikenakakan sanksi kenaikan sbb:
a. PPh Sendiri (Badan/Orang Pribadi/BUT), kenaikan sebesar 50%
b. PPh Pemotongan/Pemungutan, kenaikan sebesar 100%
c. PPN/PPn BM, kenaikan sebesar 100%.
d. Berdasarkan hasil pemeriksaan PPN/PPn BM disimpulkan bahwa ; terdapat PPN yang
seharusnya tidak dikompensasikan atau tidak dikenakan tarif 0%. Atas jumlah pajak yang
terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%.
e. Kewajiban Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (perihal pembukuan) dan Pasal
29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (berkenaan dengan pemeriksaan) tidak dipenuhi.
Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar:
i. 100% untuk PPh sendiri (PPh Orang Pribadi/Badan/BUT).
ii. 50% untuk PPh Pemotongan/Pemungutan.
f. SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 10 tahun telah lewat, dalam hal wajib pajak
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi bunga
48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
9.7 Angsuran PPh Pasal 25 tahun Barjalan
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), dikenal adanya satu sistem pembayaran
Pajak Penghasilan yang dilakukan di awal tahun pajak, sebelum suatu penghasilan yang menjadi
objek pajak dapat ditentukan (baca: dihitung). Sistem ini diatur dalam Pasal 25 UU PPh.
Pembayaran pajak yang diatur dalam pasal ini (biasanya diistilahkan sebagai PPh Pasal 25) akan
diperlakukan sebagai pembayaran pajak di muka dan akan diperhitungkan sebagai kredit pajak
pengurang atas PPh terutang yang dihitung pada akhir tahun pajak.
Rumus untuk menentukan besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh Wajib Pajak (baik
orang pribadi maupun badan) setiap bulannya dalam tahun berjalan adalah besarnya PPh terutang
tahun pajak sebelumnya (PPh terutang tahun berjalan diasumsikan akan sama dengan PPh
terutang tahun sebelumnya) dikurangi dengan kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak ketiga
(yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 dan PPh Pasal 26) dibagi 12 atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak (berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU PPh).
PPh Pasal 25 ini harus disetorkan oleh Wajib Pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
(misalkan untuk masa Januari, maka harus disetor paling lambat tanggal 15 Februari) serta
dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (misal untuk masa Januari, maka paling
lambat lapor adalah tanggal 20 Februari).
Lebih lanjut dalam Pasal 25 ayat (2) UU PPh, ditegaskan bahwa besarnya angsuran pajak (PPh
Pasal 25) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu
SPT Tahunan PPh disampaikan besarnya adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 untuk
bulan terakhir tahun pajak yang lalu (bulan Desember tahun sebelumnya).
Dengan adanya perbedaan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh antara orang pribadi
dengan badan di tahun 2009 ini, menyebabkan perlakuan Pasal 25 ayat (2) UU PPh ini akan
berbeda untuk orang pribadi dan badan.
Mulai tahun pajak 2009 ini, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun
pajak 2008 adalah tanggal 31 Maret 2009. Oleh sebab itu, untuk PPh Pasal 25 masa Januari 2009
(yang harus disetor paling lambat tanggal 15 Februari 2009) dan masa Februari 2009 (yang harus
disetor paling lambat tanggal 15 Maret 2009) batas waktu pelaporannya adalah sebelum batas
waktu SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2008 disampaikan, sehingga tidak dapat dihitung
besarnya angsuran PPh Pasal 25 dengan menggunakan Pasal 25 ayat (1) UU PPh. Maka untuk
kedua masa ini, dasar untuk menetapkan besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus disetorkan
adalah berdasarkan setoran untuk masa Desember 2008).
Untuk Wajib Pajak badan, selain PPh Pasal 25 masa Januari 2009 dan masa Februari 2009 yang
angsurannya tetap menggunakan angsuran berdasarkan masa Desember 2008, untuk masa Maret
2009 (yang harus disetorkan paling lambat tanggal 15 April 2009 dan batas penyetorannya ini
masih sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh badan) PPh Pasal 25-nya juga
mengikuti besarnya angsuran masa Desember 2008.
Barulah untuk setoran PPh Pasal 25 masa April 2009, Wajib Pajak badan harus
menyesuaikannya berdasarkan perhitungan pada angsuran Pasal 25 ayat (1).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan Dan Saran
Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya,
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Dasar Hukum Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan (UU PPh tahun 2009) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 dan
sebagian besar aturan pelaksanaannya telah diterbitkan. Perubahan ketentuan peraturan
perpajakan ini mengakibatkan berubahnya bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh Badan). Sebagai tindak lanjut penyampaian SPT PPh
Badan, akan dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPT yang memenuhi kriteria akan dilakukan
pemeriksaan.
Tarif Pajak Penghasilan secara umum (disebut juga tarif Pasal 17) diterapkan atas Penghasilan
Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT untuk menghitung Pajak Penghasilan terutang
dalam satu tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak. Tarif umum ini dibedakan untuk Wajib
Pajak badan dalam negeri/BUT dan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Wajib pajak badan
juga memiliki berbagai fasilitas yang diberikan dengan ketentuan dan krietria tertentu agar
memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Sehingga penerimaan
negara disektor pajak menjadi maksimal.
REFERENSI
http://hastari-hayu.blogspot.com/2012/01/pph-badan.html
https://kp2kppacitan.wordpress.com/2012/07/09/cara-perhitungan-pph-tahunan-badan/

More Related Content

What's hot

PPh Pasal 25
PPh Pasal 25PPh Pasal 25
PPh Pasal 25
Membangun city
 
Presentasi pph
Presentasi pphPresentasi pph
Presentasi pph
Muhammad Amri
 
Ppt p ph final
Ppt p ph finalPpt p ph final
Ppt p ph final
arnisyah
 
PPN pengkreditan pajak masukan
PPN   pengkreditan pajak masukanPPN   pengkreditan pajak masukan
PPN pengkreditan pajak masukan
karomah95
 
STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIKSTANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Desi Nurmalasari
 
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahanKebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Gendro Budi Purnomo
 
Contoh ngisi spt ppn 1111
Contoh ngisi spt ppn 1111Contoh ngisi spt ppn 1111
Contoh ngisi spt ppn 1111
Tobagus Makmun
 
Ringkasan materi-sak-etap
Ringkasan materi-sak-etapRingkasan materi-sak-etap
Ringkasan materi-sak-etap
heri baskoro
 
Tax treaty indonesia korea selatan
Tax treaty indonesia   korea selatanTax treaty indonesia   korea selatan
Tax treaty indonesia korea selatan
Rina Noviyanti
 
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaKel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Nisa Uzumakiy
 
Wesel bayar jangka panjang
Wesel bayar jangka panjangWesel bayar jangka panjang
Wesel bayar jangka panjang
Firdha Aryati
 
Contoh kasus-spt-pph-psl-21
Contoh kasus-spt-pph-psl-21Contoh kasus-spt-pph-psl-21
Contoh kasus-spt-pph-psl-21Vio Subagyo
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah PusatSistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sujatmiko Wibowo
 
8 ketentuan umum dan tatacara perpajakan
8 ketentuan umum dan tatacara perpajakan8 ketentuan umum dan tatacara perpajakan
8 ketentuan umum dan tatacara perpajakan
natal kristiono
 
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
iyandri tiluk wahyono
 
Akuntansi Piutang PEMDA
Akuntansi Piutang PEMDAAkuntansi Piutang PEMDA
Akuntansi Piutang PEMDA
Mahyuni Bjm
 
Pelaporan Keuangan Publik
Pelaporan Keuangan PublikPelaporan Keuangan Publik
Pelaporan Keuangan Publik
Sujatmiko Wibowo
 
011 simulasi contoh pph21
011 simulasi contoh pph21011 simulasi contoh pph21
011 simulasi contoh pph21
Tobagus Makmun
 
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang PerpajakanSeri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Roko Subagya
 

What's hot (20)

PPh Pasal 25
PPh Pasal 25PPh Pasal 25
PPh Pasal 25
 
Pph badan
Pph badanPph badan
Pph badan
 
Presentasi pph
Presentasi pphPresentasi pph
Presentasi pph
 
Ppt p ph final
Ppt p ph finalPpt p ph final
Ppt p ph final
 
PPN pengkreditan pajak masukan
PPN   pengkreditan pajak masukanPPN   pengkreditan pajak masukan
PPN pengkreditan pajak masukan
 
STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIKSTANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
 
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahanKebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
 
Contoh ngisi spt ppn 1111
Contoh ngisi spt ppn 1111Contoh ngisi spt ppn 1111
Contoh ngisi spt ppn 1111
 
Ringkasan materi-sak-etap
Ringkasan materi-sak-etapRingkasan materi-sak-etap
Ringkasan materi-sak-etap
 
Tax treaty indonesia korea selatan
Tax treaty indonesia   korea selatanTax treaty indonesia   korea selatan
Tax treaty indonesia korea selatan
 
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaKel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
 
Wesel bayar jangka panjang
Wesel bayar jangka panjangWesel bayar jangka panjang
Wesel bayar jangka panjang
 
Contoh kasus-spt-pph-psl-21
Contoh kasus-spt-pph-psl-21Contoh kasus-spt-pph-psl-21
Contoh kasus-spt-pph-psl-21
 
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah PusatSistem Akuntansi Pemerintah Pusat
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
 
8 ketentuan umum dan tatacara perpajakan
8 ketentuan umum dan tatacara perpajakan8 ketentuan umum dan tatacara perpajakan
8 ketentuan umum dan tatacara perpajakan
 
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
 
Akuntansi Piutang PEMDA
Akuntansi Piutang PEMDAAkuntansi Piutang PEMDA
Akuntansi Piutang PEMDA
 
Pelaporan Keuangan Publik
Pelaporan Keuangan PublikPelaporan Keuangan Publik
Pelaporan Keuangan Publik
 
011 simulasi contoh pph21
011 simulasi contoh pph21011 simulasi contoh pph21
011 simulasi contoh pph21
 
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang PerpajakanSeri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Seri KUP :: Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
 

Viewers also liked

PPH WAJIB PAJAK BADAN
PPH WAJIB PAJAK BADANPPH WAJIB PAJAK BADAN
PPH WAJIB PAJAK BADAN
YABES HULU
 
Bahan sosialisasi spt tahunan badan
Bahan sosialisasi spt tahunan badanBahan sosialisasi spt tahunan badan
Bahan sosialisasi spt tahunan badan
heri baskoro
 
Soal kasus-pph-badan
Soal kasus-pph-badanSoal kasus-pph-badan
Soal kasus-pph-badan
wahyana
 
Pajak penghasilan wp badan
Pajak penghasilan wp badanPajak penghasilan wp badan
Pajak penghasilan wp badan
YABES HULU
 
Modul rekonsiliasi-fiskal
Modul rekonsiliasi-fiskalModul rekonsiliasi-fiskal
Modul rekonsiliasi-fiskal
YABES HULU
 
P ph badan oleh pm
P ph badan oleh pmP ph badan oleh pm
P ph badan oleh pm
Arief Tersenyum
 
Daftar Koreksi Fiskal Perpajakan
Daftar Koreksi Fiskal PerpajakanDaftar Koreksi Fiskal Perpajakan
Daftar Koreksi Fiskal PerpajakanHengky Manurung
 
(Cepat) Perhitungan pajak
(Cepat) Perhitungan pajak(Cepat) Perhitungan pajak
(Cepat) Perhitungan pajakRetna Rindayani
 
SPT Tahunan Badan dan OP Kategori PP No. 46 Tahun 2013
SPT Tahunan Badan dan OP Kategori PP No. 46 Tahun 2013SPT Tahunan Badan dan OP Kategori PP No. 46 Tahun 2013
SPT Tahunan Badan dan OP Kategori PP No. 46 Tahun 2013
Ainia Mila
 
Daftar Penghasilan yang dikenakan PPh Final
Daftar Penghasilan yang dikenakan PPh FinalDaftar Penghasilan yang dikenakan PPh Final
Daftar Penghasilan yang dikenakan PPh Final
jonathangonzalezkex
 
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 M
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 MPerhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 M
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 M
YABES HULU
 
IKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSES
IKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSESIKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSES
IKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSES
Agung Parasara
 
FIFO,LIFO,RATA-RATA TERTIMBANG
FIFO,LIFO,RATA-RATA TERTIMBANGFIFO,LIFO,RATA-RATA TERTIMBANG
FIFO,LIFO,RATA-RATA TERTIMBANG
YABES HULU
 
P3B AFRIKA SELATAN, ARAB SAUDI, AUSTRALIA, CHINA, INGGRIS, MALAYSIA, SINGAPUR...
P3B AFRIKA SELATAN, ARAB SAUDI, AUSTRALIA, CHINA, INGGRIS, MALAYSIA, SINGAPUR...P3B AFRIKA SELATAN, ARAB SAUDI, AUSTRALIA, CHINA, INGGRIS, MALAYSIA, SINGAPUR...
P3B AFRIKA SELATAN, ARAB SAUDI, AUSTRALIA, CHINA, INGGRIS, MALAYSIA, SINGAPUR...
YABES HULU
 
Spt tahunan wp orang pribadi
Spt tahunan wp orang pribadiSpt tahunan wp orang pribadi
Spt tahunan wp orang pribadi
Triyani Budianto
 
27801452 contoh-soal-pajak-dan-pembahasannya
27801452 contoh-soal-pajak-dan-pembahasannya27801452 contoh-soal-pajak-dan-pembahasannya
27801452 contoh-soal-pajak-dan-pembahasannya
RPG Gultom
 
Kas kecil PT larosa
Kas kecil PT larosaKas kecil PT larosa
Kas kecil PT larosa
YABES HULU
 
Sosialisasi Pengisian SPT untuk Karyawan
Sosialisasi Pengisian SPT untuk KaryawanSosialisasi Pengisian SPT untuk Karyawan
Sosialisasi Pengisian SPT untuk Karyawan
Bramasto Aditomo
 
PPh Pasal 21 + soal
PPh Pasal 21 + soalPPh Pasal 21 + soal
PPh Pasal 21 + soal
YABES HULU
 
Bab ii pengertian bop
Bab ii pengertian bopBab ii pengertian bop
Bab ii pengertian bop
YABES HULU
 

Viewers also liked (20)

PPH WAJIB PAJAK BADAN
PPH WAJIB PAJAK BADANPPH WAJIB PAJAK BADAN
PPH WAJIB PAJAK BADAN
 
Bahan sosialisasi spt tahunan badan
Bahan sosialisasi spt tahunan badanBahan sosialisasi spt tahunan badan
Bahan sosialisasi spt tahunan badan
 
Soal kasus-pph-badan
Soal kasus-pph-badanSoal kasus-pph-badan
Soal kasus-pph-badan
 
Pajak penghasilan wp badan
Pajak penghasilan wp badanPajak penghasilan wp badan
Pajak penghasilan wp badan
 
Modul rekonsiliasi-fiskal
Modul rekonsiliasi-fiskalModul rekonsiliasi-fiskal
Modul rekonsiliasi-fiskal
 
P ph badan oleh pm
P ph badan oleh pmP ph badan oleh pm
P ph badan oleh pm
 
Daftar Koreksi Fiskal Perpajakan
Daftar Koreksi Fiskal PerpajakanDaftar Koreksi Fiskal Perpajakan
Daftar Koreksi Fiskal Perpajakan
 
(Cepat) Perhitungan pajak
(Cepat) Perhitungan pajak(Cepat) Perhitungan pajak
(Cepat) Perhitungan pajak
 
SPT Tahunan Badan dan OP Kategori PP No. 46 Tahun 2013
SPT Tahunan Badan dan OP Kategori PP No. 46 Tahun 2013SPT Tahunan Badan dan OP Kategori PP No. 46 Tahun 2013
SPT Tahunan Badan dan OP Kategori PP No. 46 Tahun 2013
 
Daftar Penghasilan yang dikenakan PPh Final
Daftar Penghasilan yang dikenakan PPh FinalDaftar Penghasilan yang dikenakan PPh Final
Daftar Penghasilan yang dikenakan PPh Final
 
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 M
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 MPerhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 M
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp50 M
 
IKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSES
IKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSESIKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSES
IKHTISAR BIAYA YANG DEDUCTIBLE DAN NON DEDUCTIBLE EXPENSES
 
FIFO,LIFO,RATA-RATA TERTIMBANG
FIFO,LIFO,RATA-RATA TERTIMBANGFIFO,LIFO,RATA-RATA TERTIMBANG
FIFO,LIFO,RATA-RATA TERTIMBANG
 
P3B AFRIKA SELATAN, ARAB SAUDI, AUSTRALIA, CHINA, INGGRIS, MALAYSIA, SINGAPUR...
P3B AFRIKA SELATAN, ARAB SAUDI, AUSTRALIA, CHINA, INGGRIS, MALAYSIA, SINGAPUR...P3B AFRIKA SELATAN, ARAB SAUDI, AUSTRALIA, CHINA, INGGRIS, MALAYSIA, SINGAPUR...
P3B AFRIKA SELATAN, ARAB SAUDI, AUSTRALIA, CHINA, INGGRIS, MALAYSIA, SINGAPUR...
 
Spt tahunan wp orang pribadi
Spt tahunan wp orang pribadiSpt tahunan wp orang pribadi
Spt tahunan wp orang pribadi
 
27801452 contoh-soal-pajak-dan-pembahasannya
27801452 contoh-soal-pajak-dan-pembahasannya27801452 contoh-soal-pajak-dan-pembahasannya
27801452 contoh-soal-pajak-dan-pembahasannya
 
Kas kecil PT larosa
Kas kecil PT larosaKas kecil PT larosa
Kas kecil PT larosa
 
Sosialisasi Pengisian SPT untuk Karyawan
Sosialisasi Pengisian SPT untuk KaryawanSosialisasi Pengisian SPT untuk Karyawan
Sosialisasi Pengisian SPT untuk Karyawan
 
PPh Pasal 21 + soal
PPh Pasal 21 + soalPPh Pasal 21 + soal
PPh Pasal 21 + soal
 
Bab ii pengertian bop
Bab ii pengertian bopBab ii pengertian bop
Bab ii pengertian bop
 

Similar to PPh BADAN

Bab3 pph
Bab3 pphBab3 pph
Bab3 pph
Ike Hanisyah
 
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas UsahaPeraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
ARIEF DJUNAEDI
 
Materi PPh Badan.pptx
Materi PPh Badan.pptxMateri PPh Badan.pptx
Materi PPh Badan.pptx
RevaYuliani2
 
BINCANG PAJAK APOTEK.pptx
BINCANG PAJAK APOTEK.pptxBINCANG PAJAK APOTEK.pptx
BINCANG PAJAK APOTEK.pptx
Musdalifahn1
 
Tentang KUP
Tentang KUPTentang KUP
Tentang KUP
Sunarto Saputra
 
PPt Pajak Penghasilan Umum.pptx
PPt Pajak Penghasilan Umum.pptxPPt Pajak Penghasilan Umum.pptx
PPt Pajak Penghasilan Umum.pptx
SitiAsiah55
 
Sistem perpajakan indonesia
Sistem perpajakan indonesiaSistem perpajakan indonesia
Sistem perpajakan indonesia
sprtmnyd
 
Makalah ptkp1
Makalah ptkp1Makalah ptkp1
Makalah ptkp1
Faisal Tanjung
 
34 p ph-pph-op-dan-badan
34 p ph-pph-op-dan-badan34 p ph-pph-op-dan-badan
34 p ph-pph-op-dan-badanNisa Gunsay
 
Dino
DinoDino
PERHITUNGAN PPH BADAN_P2.pdf
PERHITUNGAN PPH BADAN_P2.pdfPERHITUNGAN PPH BADAN_P2.pdf
PERHITUNGAN PPH BADAN_P2.pdf
AyuDesta1
 
Tugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakanTugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakan
kristina105
 
Pajak Penghasilan Umum
Pajak Penghasilan UmumPajak Penghasilan Umum
Pajak Penghasilan Umum
DharaniKassapa
 
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
Tazman Super
 
PPH BADAN ( MUH AKHYAR).pptx
PPH BADAN ( MUH AKHYAR).pptxPPH BADAN ( MUH AKHYAR).pptx
PPH BADAN ( MUH AKHYAR).pptx
EridaniFernando
 
PPh Pasal 24 (Umiatul Azizah)
PPh Pasal 24 (Umiatul Azizah) PPh Pasal 24 (Umiatul Azizah)
PPh Pasal 24 (Umiatul Azizah)
Umiatulazizah
 
Bab I
Bab IBab I
PPh PASAL 24
PPh PASAL 24PPh PASAL 24

Similar to PPh BADAN (20)

Bab3 pph
Bab3 pphBab3 pph
Bab3 pph
 
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas UsahaPeraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
 
Materi PPh Badan.pptx
Materi PPh Badan.pptxMateri PPh Badan.pptx
Materi PPh Badan.pptx
 
BINCANG PAJAK APOTEK.pptx
BINCANG PAJAK APOTEK.pptxBINCANG PAJAK APOTEK.pptx
BINCANG PAJAK APOTEK.pptx
 
Tentang KUP
Tentang KUPTentang KUP
Tentang KUP
 
PPt Pajak Penghasilan Umum.pptx
PPt Pajak Penghasilan Umum.pptxPPt Pajak Penghasilan Umum.pptx
PPt Pajak Penghasilan Umum.pptx
 
Sistem perpajakan indonesia
Sistem perpajakan indonesiaSistem perpajakan indonesia
Sistem perpajakan indonesia
 
Makalah ptkp1
Makalah ptkp1Makalah ptkp1
Makalah ptkp1
 
Pajak penghasilan umum
Pajak penghasilan umumPajak penghasilan umum
Pajak penghasilan umum
 
34 p ph-pph-op-dan-badan
34 p ph-pph-op-dan-badan34 p ph-pph-op-dan-badan
34 p ph-pph-op-dan-badan
 
Dino
DinoDino
Dino
 
PERHITUNGAN PPH BADAN_P2.pdf
PERHITUNGAN PPH BADAN_P2.pdfPERHITUNGAN PPH BADAN_P2.pdf
PERHITUNGAN PPH BADAN_P2.pdf
 
Tugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakanTugas 1 kristina perpajakan
Tugas 1 kristina perpajakan
 
Pajak Penghasilan Umum
Pajak Penghasilan UmumPajak Penghasilan Umum
Pajak Penghasilan Umum
 
PAJAK KOPERASI.pptx
PAJAK KOPERASI.pptxPAJAK KOPERASI.pptx
PAJAK KOPERASI.pptx
 
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
 
PPH BADAN ( MUH AKHYAR).pptx
PPH BADAN ( MUH AKHYAR).pptxPPH BADAN ( MUH AKHYAR).pptx
PPH BADAN ( MUH AKHYAR).pptx
 
PPh Pasal 24 (Umiatul Azizah)
PPh Pasal 24 (Umiatul Azizah) PPh Pasal 24 (Umiatul Azizah)
PPh Pasal 24 (Umiatul Azizah)
 
Bab I
Bab IBab I
Bab I
 
PPh PASAL 24
PPh PASAL 24PPh PASAL 24
PPh PASAL 24
 

More from YABES HULU

Daftar Undeductible Expenses biaya fiskal
Daftar Undeductible Expenses biaya fiskalDaftar Undeductible Expenses biaya fiskal
Daftar Undeductible Expenses biaya fiskal
YABES HULU
 
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp4,8 s/d Rp50m
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp4,8 s/d Rp50mPerhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp4,8 s/d Rp50m
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp4,8 s/d Rp50m
YABES HULU
 
Perhitungan pph badan smp rp4,8 m
Perhitungan pph badan smp rp4,8 mPerhitungan pph badan smp rp4,8 m
Perhitungan pph badan smp rp4,8 m
YABES HULU
 
PPH Pasal 21
PPH Pasal 21PPH Pasal 21
PPH Pasal 21
YABES HULU
 
Silmulasi pph ps.21 e-spt
Silmulasi pph ps.21 e-sptSilmulasi pph ps.21 e-spt
Silmulasi pph ps.21 e-spt
YABES HULU
 
Kertas kerja pemeriksaan kap
Kertas kerja pemeriksaan kapKertas kerja pemeriksaan kap
Kertas kerja pemeriksaan kap
YABES HULU
 
Pengendalian intern
Pengendalian internPengendalian intern
Pengendalian intern
YABES HULU
 
Materi bop
Materi bopMateri bop
Materi bop
YABES HULU
 
Formulir 1111 a2
Formulir 1111 a2Formulir 1111 a2
Formulir 1111 a2YABES HULU
 
Accounting
AccountingAccounting
Accounting
YABES HULU
 
Menyusun laporan keuangan
Menyusun laporan keuanganMenyusun laporan keuangan
Menyusun laporan keuangan
YABES HULU
 
Accounting
AccountingAccounting
Accounting
YABES HULU
 
SURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT TAGIHAN PAJAKSURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT TAGIHAN PAJAK
YABES HULU
 
Ppt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuangan
Ppt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuanganPpt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuangan
Ppt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuangan
YABES HULU
 
Accounting, Laporan Keuangan, Jurnal Penutup, Jurnal Pembalik
Accounting, Laporan Keuangan, Jurnal Penutup, Jurnal PembalikAccounting, Laporan Keuangan, Jurnal Penutup, Jurnal Pembalik
Accounting, Laporan Keuangan, Jurnal Penutup, Jurnal Pembalik
YABES HULU
 
Sejarah pajak
Sejarah pajakSejarah pajak
Sejarah pajak
YABES HULU
 
Implementasi sila pertama
Implementasi sila pertamaImplementasi sila pertama
Implementasi sila pertama
YABES HULU
 
Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908
Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908
Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908
YABES HULU
 
Penggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaan
Penggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaanPenggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaan
Penggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaan
YABES HULU
 
Nilai nilai pancasila pada masa pergerakan nasional
Nilai   nilai pancasila pada masa pergerakan nasionalNilai   nilai pancasila pada masa pergerakan nasional
Nilai nilai pancasila pada masa pergerakan nasional
YABES HULU
 

More from YABES HULU (20)

Daftar Undeductible Expenses biaya fiskal
Daftar Undeductible Expenses biaya fiskalDaftar Undeductible Expenses biaya fiskal
Daftar Undeductible Expenses biaya fiskal
 
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp4,8 s/d Rp50m
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp4,8 s/d Rp50mPerhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp4,8 s/d Rp50m
Perhitungan PPh badan untuk peredaran bruto diatas Rp4,8 s/d Rp50m
 
Perhitungan pph badan smp rp4,8 m
Perhitungan pph badan smp rp4,8 mPerhitungan pph badan smp rp4,8 m
Perhitungan pph badan smp rp4,8 m
 
PPH Pasal 21
PPH Pasal 21PPH Pasal 21
PPH Pasal 21
 
Silmulasi pph ps.21 e-spt
Silmulasi pph ps.21 e-sptSilmulasi pph ps.21 e-spt
Silmulasi pph ps.21 e-spt
 
Kertas kerja pemeriksaan kap
Kertas kerja pemeriksaan kapKertas kerja pemeriksaan kap
Kertas kerja pemeriksaan kap
 
Pengendalian intern
Pengendalian internPengendalian intern
Pengendalian intern
 
Materi bop
Materi bopMateri bop
Materi bop
 
Formulir 1111 a2
Formulir 1111 a2Formulir 1111 a2
Formulir 1111 a2
 
Accounting
AccountingAccounting
Accounting
 
Menyusun laporan keuangan
Menyusun laporan keuanganMenyusun laporan keuangan
Menyusun laporan keuangan
 
Accounting
AccountingAccounting
Accounting
 
SURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT TAGIHAN PAJAKSURAT TAGIHAN PAJAK
SURAT TAGIHAN PAJAK
 
Ppt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuangan
Ppt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuanganPpt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuangan
Ppt konsep,klasifikasi biaya,arus biaya,dan laporan keuangan
 
Accounting, Laporan Keuangan, Jurnal Penutup, Jurnal Pembalik
Accounting, Laporan Keuangan, Jurnal Penutup, Jurnal PembalikAccounting, Laporan Keuangan, Jurnal Penutup, Jurnal Pembalik
Accounting, Laporan Keuangan, Jurnal Penutup, Jurnal Pembalik
 
Sejarah pajak
Sejarah pajakSejarah pajak
Sejarah pajak
 
Implementasi sila pertama
Implementasi sila pertamaImplementasi sila pertama
Implementasi sila pertama
 
Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908
Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908
Penggalian nilai nilai pancasila di masa sebelum 1908
 
Penggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaan
Penggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaanPenggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaan
Penggalian nilai nilai pancasila di masa kerajaan
 
Nilai nilai pancasila pada masa pergerakan nasional
Nilai   nilai pancasila pada masa pergerakan nasionalNilai   nilai pancasila pada masa pergerakan nasional
Nilai nilai pancasila pada masa pergerakan nasional
 

Recently uploaded

Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptxAksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
dhenisarlini86
 
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024 Kabupaten Temanggung .pdf
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024  Kabupaten Temanggung .pdfKalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024  Kabupaten Temanggung .pdf
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024 Kabupaten Temanggung .pdf
SDNBotoputih
 
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdfTugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
SafaAgrita1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMKPanduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
PujiMaryati
 
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptxPEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
dwiwahyuningsih74
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
d2spdpnd9185
 
Dialog Prestasi Peperiksaan Akhir Tahun 2023
Dialog Prestasi Peperiksaan Akhir Tahun 2023Dialog Prestasi Peperiksaan Akhir Tahun 2023
Dialog Prestasi Peperiksaan Akhir Tahun 2023
AINARAHYUBINTISULAIM
 
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdfCP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
andimagfirahwati1
 
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa IndonesiaPengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
sucibrooks86
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Fathan Emran
 
REVIEW KSP PERMENDIKBUDRISTEK 12 TH 2024.pptx
REVIEW KSP PERMENDIKBUDRISTEK 12 TH 2024.pptxREVIEW KSP PERMENDIKBUDRISTEK 12 TH 2024.pptx
REVIEW KSP PERMENDIKBUDRISTEK 12 TH 2024.pptx
adityanoor64
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
RizkiArdhan
 
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
juliafnita47
 
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Herry Prasetyo
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
BAHAN MENGAJAR MATEMATIK KEPADA KANAK - KANAK
BAHAN MENGAJAR MATEMATIK KEPADA KANAK - KANAKBAHAN MENGAJAR MATEMATIK KEPADA KANAK - KANAK
BAHAN MENGAJAR MATEMATIK KEPADA KANAK - KANAK
HUMAH KUMARASAMY
 
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptxpdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
vivi211570
 
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 

Recently uploaded (20)

Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptxAksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
Aksi Nyata Topik Membangun Komunitas Belajar dalam Sekolah_Dhenis.pptx
 
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024 Kabupaten Temanggung .pdf
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024  Kabupaten Temanggung .pdfKalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024  Kabupaten Temanggung .pdf
Kalender Pendidikan tahun pelajaran 2023/2024 Kabupaten Temanggung .pdf
 
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdfTugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
Tugas 3.1_BAB II_Kelompok 2 Tahap Inquiry .pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMKPanduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
Panduan E_KSP SMK 2024 Program Kemendikbud SMK
 
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptxPEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI kelas. pptx
 
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdfDemonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
Demonstrasi Konseptual Modul 2.1 - RPP Berdiferensiasi.pdf
 
Dialog Prestasi Peperiksaan Akhir Tahun 2023
Dialog Prestasi Peperiksaan Akhir Tahun 2023Dialog Prestasi Peperiksaan Akhir Tahun 2023
Dialog Prestasi Peperiksaan Akhir Tahun 2023
 
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdfCP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
CP dan ATP bahasa indonesia fase B kelas 12.pdf
 
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa IndonesiaPengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
Pengenalan Morfologi & Tata Bahasa Indonesia
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 4 Fase B Kurikulum merdeka
 
REVIEW KSP PERMENDIKBUDRISTEK 12 TH 2024.pptx
REVIEW KSP PERMENDIKBUDRISTEK 12 TH 2024.pptxREVIEW KSP PERMENDIKBUDRISTEK 12 TH 2024.pptx
REVIEW KSP PERMENDIKBUDRISTEK 12 TH 2024.pptx
 
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
Menyambut Masyarakat 4.0 dan Indonesia Emas 2045
 
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
AKSI NYATA PENDIDIKAN INKLUSIF (perubahan kecil dengan dampak besar)
 
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
Modul AJar Rekayasa Perangkat Lunak 2024
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
BAHAN MENGAJAR MATEMATIK KEPADA KANAK - KANAK
BAHAN MENGAJAR MATEMATIK KEPADA KANAK - KANAKBAHAN MENGAJAR MATEMATIK KEPADA KANAK - KANAK
BAHAN MENGAJAR MATEMATIK KEPADA KANAK - KANAK
 
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Biologi Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptxpdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
pdf-powerpoint-kesehatan-reproduksi-remaja-ppt-kespro-remaja-_compress (1).pptx
 
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PJOK Kelas 1 Fase A Kurikulum Merdeka
 

PPh BADAN

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pajak secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban warga negara berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan negara dalam Pembangunan Nasional, tanpa adanya imbalan secara langsung yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang Perpajakan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara. Dengan semakin berkembangnya kondisi usaha dan bisnis baik ditingkat nasional maupun internasional, maka penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri juga meningkat.Badan atau perusahaan merupakan subjek pajak dalam negeri dimana wajib pajak badan ini merupakan penyumbang bagi penerimaan negara dari sektor pajak yaitu pajak penghasilan badan. Rumusan Masalah 1. Konsep Dasar PPh Badan 2. Dasar Hukum PPh Badan 3. Variabel – Variabel Dalam Perhitungan PPh Badan 4. Tata Cara Perhitungan, Penyetoran Dan Pelaporan
  • 2. BAB II PEMBAHASAN 1.1 Konsep Dasar PPh Badan A. Pengertian Badan Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. B. Wajib Pajak Badan Wajib Pajak Badan adalah Badan seperti yang dimaksud pada UU KUP, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan atau memiliki kewajiban subjektif dan kewajiban objektif serta telah mendaftarkan diri untuk memproleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). C. Pajak Penghasilan Badan Pada pasal 1 UU Pajak Penghasillan, Pajak Penghasilan adalah Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Badan seperti yang dimaksud dalam UU KUP. Adapun subjek dari PPh Badan yaitu : 1. Wajib Pajak Badan dalam negeri, yaitu badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. 2. Wajib Pajak Badan luar negeri, yaitu badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, dan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
  • 3. Indonesia yang menerima penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia. Yang menjadi objek pajak PPh Badan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak badan yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2.2 Dasar Hukum PPh Badan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh tahun 2009) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 dan sebagian besar aturan pelaksanaannya telah diterbitkan. Perubahan ketentuan peraturan perpajakan ini mengakibatkan berubahnya bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh Badan). Sebagai tindak lanjut penyampaian SPT PPh Badan, akan dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPT yang memenuhi kriteria akan dilakukan pemeriksaan. Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Berdasarkan ketentuan UU Perpajakan tahun 2008 pasal 17 ayat 1, tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut:  Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen) berkahir tahun 2009.  Tarif 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Contoh: Jumlah peredaran bruto dalam Tahun Pajak 2010 Rp 54.000.000.000,00 Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 4.000.000.000,00 PPh yang terutang = 25% x Rp 4.000.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00  Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh
  • 4. tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Penghasilan Kena Pajak. Contoh: Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 1.250.000.000,00 PPh yang terutang = (25%-5%) x Rp1.250.000.000,00= Rp 250.000.000,00. Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.  Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Fasilitas UMKM Berdasarkan UU Pajak Penghasilan No 36 th 2008 Pasal 31E, Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Besarnya bagian peredaran bruto dapat dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Penghitungan PPh terutang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:  Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: PPh terutang = 50% X 25% X seluruh Penghasilan Kena Pajak  Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: PPh terutang = (50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang Mendapat Fasilitas) + (25% x Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang Tidak Mendapat Fasilitas)
  • 5. dimana  Penghasilan Kena Pajak dari Bagian Peredaran Bruto Yang Mendapat Fasilitas adalah sebesar = (4.800.000.000/ Peredaran Bruto) x Penghasilan Kena Pajak  Penghasilan Kena Pajak dari Peredaran Bruto Yang Tidak Mendapat Fasilitas Pajak sebesar = Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian Peredaran Bruto yang Mendapat Fasilitas Contoh Perhitungan Contoh 1: Bila Peredaran Bruto Kurang dari atau sama dengan 4,8 Milyar Peredaran bruto PT ARYA dalam tahun pajak 20xx sebesar Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Penghitungan pajak yang terutang: Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT ARYA tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Pajak Penghasilan yang terutang: (50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp70.000.000,00 Contoh 2: Bila Peredaran Bruto Lebih Besar dari 4,8 Milyar Peredaran bruto PT SOROS dalam tahun pajak 20xx sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang: Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 = Rp480.000.000,00
  • 6. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: Rp3.000.000.000,00 – Rp480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang: - (50% x 25%) x Rp480.000.000,00 = Rp 60.000.000,00 - 25% x Rp2.520.000.000,00 = Rp630.000.000,00(+) Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang Rp690.000.000,00 3.3 Variabel-variabel Dalam Perhitugan PPh Badan Pendapatan usaha dan penghasilan kena pajak Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak b. Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu: (Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak – Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.
  • 7. Namun, mulai tahun 2010, tariff PPh Badan adalah 25% dari penghasilan bruto Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap Tahun Tarif Pajak 2009 28% 2010 dan selanjutnya 25% PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek 5% lebih rendah dari yang seharusnya Peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 Pengurangan 50% dari yang seharusnya BERDASARKAN UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2008 PASAL 17 AYAT 1 (b) & AYAT 2 UNTUK TAHUN 2009 PELAPORAN PAJAK 2010 TARIF 28% UNTUK TAHUN 2010 KEATAS PELAPORAN PAJAK 2011 KEATAS: TARIF 25 % FASILITAS PENGURANGAN TARIF (PASAL 31 E UU NO. 36 TAHUN 2008) UNTUK : Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). CARA DAN CONTOH PERHITUNGAN UNTUK WP KATEGORI UMKM ATAU YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN TARIF
  • 8. UNTUK PEREDARAN BRUTO < Rp. 4.800.000.000 (Empat Miliyar Delapan Ratus Ribu Rupiah) PT. A MERUPAKAN UMKM MENPUNYAI PEREDARAN BRUTO Rp. 4.300.000.000 PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 500.000.000. BERAPA PPh PASAL 29 (TAHUNAN) YANG TERUTANG?? JAWAB : UNTUK TAHUN 2009 TAHUN PELAPORAN 2010 28% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 70.000.000,- UNTUK TAHUN 2010 TAHUN PELAPORAN 2010 DAN SETERUSNYA 25% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 62.500.000,- UNTUK WP YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN> Rp. 4.8 M PT. ABC MEMPUNYAI PENGHASILAN BRUTO Rp. 20 MILYAR PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 3 MILYAR. BERAPA PPh TAHUNAN TERUTANG ? PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK YANG TERUTANG : A. PENGHASILAN KENA PAJAK MENDAPAT FASILITAS PENGURANGAN TARIF (4.800.000.000/PENGH.BRUTO) X PKP (4.800.000.000/20.000.000.000) X Rp. 3.000.000.000,- = Rp. 720.000.000,- B. PENGHASILAN KENA PAJAK TIDAK MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN TARIF PKP – PKP YG MENDAPATKAN FASILITAS Rp. 3.000.000.000 – 720.000.000 = 2.280.000.000 PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2009 PELAPORAN 2010 : 28% X 50% X Rp. 720.000.000 = Rp. 100.800.000,- 28% X Rp 2.280.000.000 = Rp. 638.400.000,- TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG = Rp. 739.200.000,- PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2010 PELAPORAN 2011: 25% X 50% X Rp. 720.000.000,- =Rp. 90.000.000,- 25% X Rp.2.280.000.000,- =Rp. 570.000.000,- TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG =Rp. 660.000.000,-
  • 9. Biaya-biaya yang dapat dikurangkan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi : a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan. b. Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing. f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan. h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat : - Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; dan - Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan - Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan - Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak, biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak Dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
  • 10. penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh dikurangkan atau dibebankan. Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak boleh dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang diterimanya bukan merupakan Objek Pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga pinjaman tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham. Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT, tidak boleh dikurangkan : a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti : dividen, dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan. e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan merupakan Objek Pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
  • 11. h. Pajak Penghasilan. i. Biaya atau pengeluaran pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan atau orang yang menjadi tanggungannya. j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan adalah : a. Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya; b.imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya; c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan. Penyusutan serta amortisasi Biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. Sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan sesuai dengan jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Contoh : pada bulan April 2007 wajib pajak menyewa sebuah kantor untuk jangka waktu lima tahun sebesar Rp.60 juta. Maka biaya sewa tahun 2007 hanya sebesar Rp.60 juta x (9/60) atau sebesar Rp.9 juta saja. Walaupun demikian, tidak ada larangan jika wajib pajak melakukan amortisasi atas biaya sewa tersebut. Larangan hanya untuk pembebanan sekaligus. Metode untuk penyusutan dan amortisasi untuk keperluan pajak sebagai berikut : a. Garis Lurus (GL), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.
  • 12. b. Saldo Menurun (SM), yaitu dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas. Berikut tarif yang berlaku untuk penyusutan : Garis Lurus : [1] kelompok 1 untuk aktiva dengan masa manfaat s.d. 4 tahun, tarifnya 25%; [2] kelompok 2 untuk aktiva dengan masa manfaat 8 tahun, tarifnya 12,5%; [3] kelompok 3 untuk aktiva dengan masa manfaat 16 tahun, tarifnya 6,25%; dan [4] kelompok 4 untuk aktiva dengan masa manfaat 20 tahun, tarifnya 5%. Saldo Menurun : [1] kelompok 1 untuk aktiva dengan masa manfaat s.d. 4 tahun, tarifnya 50%; [2] kelompok 2 untuk aktiva dengan masa manfaat 8 tahun, tarifnya 25%; [3] kelompok 3 untuk aktiva dengan masa manfaat 16 tahun, tarifnya 12,5%; dan [4] kelompok 4 untuk aktiva dengan masa manfaat 20 tahun, tarifnya 10%. Jadi tarif penyusutan SM dua kali tarif penyusutan GL. Harap diingat, untuk keperluan pajak, penyusutan dihitung per bulan. Seandainya kita beli aktiva tanggal 30 pun maka pada bulan tersebut sudah boleh disusutkan. Selain itu, tarif diatas tidak berlaku untuk bangunan. Bangunan hanya boleh dihitung dengan GL dan tarifnya 5%, kecuali jika bukan bangunan permanen maka tarifnya 10% saja. Jika terjadi pengalihan aktiva atau kejadian luar biasa, seperti kebakaran atau banjir, maka aktiva tersebut disusutkan sekaligus. Artinya, nilai buku yang ada langsung dibiayakan. Sebaliknya, jika dijua maka harga jual merupakan penghasilan, jika mendapat penggantian asuransi kerugian maka penggantian asuransi tersebut merupakan penghasilan. 4.4 Tata Cara Perhitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Perhitungan PPh Badan dilakukan pada setiap akhir tahun pajak. Jika ada kekurangan pembayaran pajak, maka wajib disetorkan paling lambat tanggal 25 pada bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. Pelaporan PPh Badan terutang setiap tahunnya dilaporkan dengan cara membuat SPT Tahunan PPh Badan, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir. PPh tsb disetor paling lambat
  • 13. tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk Masa). Dan paling lambat tanggal 25 Maret tahun berikutnya setelah tahun pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk Tahunan). Pembayaran PPh tersebut dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) paling lambat tgl 20 bulan berikutnya setelah masa pajak perolehan penghasilan yang berakhir (untuk Masa). Dan paling lambat tgl 31 Maret tahun berikutnya setelah tahun pajak perolehan penghasilan yangberakhir (untuk Tahunan). Pelaksanaan pembayaran pajak dapat dilakukan Kantor Penerima Pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan saran Wajib Pajak untuk melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan. SPT harus diisi dengan benar, lengkap, dan jelas dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin dan angka arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani serat menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. Angsuran Pajak Dalam Tahun Berjalan Contoh Penghitungan Angsuran Pph 25 Pph Terutang Menurut Spt Tahunan Pph 2009 Sebesar Rp 50.000.000,00 Dikurangi : a. Pph Yg Dipotong Pemberi Kerja (Pph Psl. 21) Rp 15.000.000,00 b. Pph Yg Dipungut
  • 14. Pihak Lain (Pph Psl. 22) Rp 10.000.000,00 c. Pph Yang Dipotong Pihak Lain (Pph Psl 23) Rp 2.500.000,00 d. Kredit Pph Luar Negeri (Pph Psl. 24) Rp 7.500.000,00 Jumlah Kredit Pajak (Rp 35.000.000,00) Selisih Rp 15.000.000,00 Besarnya Angsuran Yang Harus Dibayar Sendiri Setiap Bulan Utk Thn 2010 Sebesar : Rp 15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00 Apabila Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Hanya Meliputi Bagian Tahun Pajak Yaitu Meliputi 6 Bulan Dalam Tahun 2009, Maka Besarnya Angsuran Bulanan Yang Harus Dibayar Sendiri Setiap Bulan Dalam Tahun 2010 Adalah : Rp 15.000.000,- : 6 = Rp 2.500.000,- 1.1 Penghasilan Netto Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar sesuai dengan kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi dimaksud, Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan. Namun, disadari bahwa tidak semua Wajib Pajak mampu menyelenggarakan pembukuan. Semua Wajib Pajak badan dan bentuk usaha tetap diwajibkan menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan. Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan neto bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto tertentu, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan norma penghitungan. Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk menentukan penghasilan neto, dibuat /disusun sedemikian rupa berdasarkan hasil penelitian atau data lain, dan dengan memperhatikan kewajaran. disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Penggunaan Norma Penghitungan tersebut pada dasarnya dilakukan dalam hal-hal : a. tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik, yaitu pembukuan yang lengkap, atau
  • 15. b. pembukuan atau catatan peredaran bruto Wajib Pajak ternyata diselenggarakan secara tidak benar. Norma Penghitungan akan sangat membantu Wajib Pajak yang belum mampu menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung penghasilan neto. Syarat Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto Wajib Pajak yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto 1. wajib menyelenggarakan pencatatan tentang peredaran brutonya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitung penghasilan neto. 2. Memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dalam tahun pajak yang bersangkutan. 3. Wajib Pajak memperoleh penghasilan bruto tidak melebihi jumlah sesuai ketentuan. Apabila Wajib Pajak orang pribadi yang berhak bermaksud untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, tetapi tidak memberitahukannya kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu yang ditentukan, Wajib Pajak tersebut dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan, wajib menyelenggarakan pencatatan, atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi: a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan; atau b. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaan sehingga mengakibatkan peredaran bruto dan penghasilan neto yang sebenarnya tidak diketahui maka peredaran bruto Wajib Pajak yang bersangkutan dihitung dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. 1.2 Kompensasi Kerugian Fiskal Apabila penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan netto atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
  • 16. Contoh : PT Anugerah dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp.1.200.000.000,00. Dalam 5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT Anugerah sebagai berikut : 2010 : laba fiskal Rp.200.000.000,00 2011 : laba fiskal (Rp.300.000.000,00) 2012 : laba fiskal Rp NIHIL 2013 : laba fiskal Rp.100.000.000,00 2014 : laba fiskal Rp.800.000.000,00 Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut : Rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.200.000.000 ) Laba fiskal tahun 2010 Rp. 200.000.000 + Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000) Rugi fiskal tahun 2011 (Rp. 300.000.000) Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000) Laba fiskal tahun 2012 Rp NIHIL + Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp.1.000.000.000) Laba fiskal tahun 2013 Rp. 100.000.000 + Sisa rugi fiskal tahun 2009 Rp. 900.000.000) Laba fiskal tahun 2014 Rp. 800.000.000 + Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp. 100.000.000) Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp.100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp.300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016. 1.3 Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak (PKP) merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya Pajak Penghasilan yang terhutang. Bagi wajib pajak badan yang menyelenggarakan pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut :
  • 17. - Peredaran bruto Rp. 6.000.000.000 - Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Rp.5.400.000.000) - Laba usaha (penghasilan netto usaha) Rp. 600.000.000 - Penghasilan lainnya Rp.50.000.000 - Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya tersebut (Rp. 30.000.000) Rp. 20.000.000 - Kompensasi Kerugian (Rp. 10.000.000) - Penghasilan Kena Pajak Rp. 610.000.000 9.4 PPh Badan Terutang Ø Dasar Pengenaan Pajak. Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk wajib pajak dalam negeri dan BUT yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah penghasilan kena pajak (PKP). Jika PKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah sebesar penghasilan neto dikurangi dengan PTKP maka lain halnya dengan perhitungan Penghasilan Kena Pajak untuk wajib pajak badan. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk wajib pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto nya. Ø PKP WP Badan = Penghasilan Netto Cara Menghitung PKP. Perhitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak badan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan pembukuan atau menggunakan norma perhitungan penghasilan netto. Menghitung PKP dengan menggunakan pembukuan Untuk wajib pajak badan besarnya PKP sama dengan penghasilan nettonya yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang PPh . PKP WP Badan = Penghasilan Netto = Penghasilan Bruto - Biaya yang diperkenankan UU PPh
  • 18. Menghitung PKP dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan netto PKP WP Badan = Penghasilan Netto – Kompensasi Kerugian = ( Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh ) – kompensasi Kerugian Apabila dalam menghitung PKP nya wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan penghasilan netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan persentase norma perhitungan penghasilan netto dikali dengan jumlah peredaran usahanya.Dalam hal terdapat rugi tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan maka Ø Tarif PPh Wajib Pajak Badan Pada Pasal 17 ayat 1 huruf (b) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan : “b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen)”. Pada Pasal 17 ayat 2 huruf (a) UU Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan “a. Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (b) menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010”. Kemudian pada pasal 17 (2b) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dikatakan “ Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. a. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu sebesar 28%. PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak.
  • 19. Contoh: Jumlah peredaran bruto dalam tahun pajak 2009 Rp 54.000.000.000 Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 4.000.000.000 Pajak Penghasilan yang terutang = 28% x Rp 4.000.000.000 = Rp 1.120.000.000 b. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b) Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan penghasilan kena pajak. Contoh: Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000 Pajak Penghasilan yang terutang = (28% - 5%) x Rp1.250.000.000 = Rp 287.500.000. Lihat : Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka. c. Tarif PPh Pasal 31E Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: PPh terutang = 50% X 28% X seluruh Penghasilan Kena Pajak 2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
  • 20. PPh Terutang =(50% X 28%) X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu: (Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) X Penghasilan Kena Pajak Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas. Contoh 1): Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000. Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000. Pajak Penghasilan yang terutang = 50% x 28% x Rp 500.000.000 = Rp 70.000.000 Contoh 2 Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000. Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang: Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas = (Rp 4.800.000.000 : Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000 = Rp 480.000.000 jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas = Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000 Pajak Penghasilan yang terutang = (50%x 28% x Rp480.000.000) + (28% x Rp2.520.000.000) = Rp 67.200.000 + Rp 705.600.000 = Rp772.800.000 9.5 Kredit Pajak PPh Badan
  • 21. Ketentuan pasal 25 Undang-undang pajak penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan: 1. Wajib pajak membayar sendiri pajaknya (PPh pasal 25). 2. Melalui pemotongan atau pemungutan pihak ketiga (PPh pasal 21, 22, 23, dan 24). Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23, serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22. b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24. Dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Penghitungan Angsuran PPh pasal 25 Ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu xxx Pengurangan/Kredit pajak: PPh pasal 22 xxx PPh pasal 23 xxx PPh pasal 24 xxx Total kredit pajak xxx (-) Dasar penghitungan angsuran xxx Angsuran PPh pasal 25 = dasar penghitungan angsuran/12 (atau jumlah bulan dalam bagian tahun pajak) Contoh Pajak penghasilan yang terutang untuk PT Perdana berdasarkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun 2009 sebesar Rp125.000.000. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut:  Pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh pasal 22) sebesar Rp30.000.000  Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh pasal 23) sebesar Rp15.000.000
  • 22.  Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp42.500.000 tetapi berdasar ketentuan yang dapat dikreditkan (PPh pasal 24) sebesar Rp40.000.000 Pajak penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain, dan yang dibayarkan atau terutang di luar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak yang meliputi masa 8 bulan dalam tahun 2009. Angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2010 adalah: PPh terutang berdasar SPT Tahunan PPh tahun 2009 Rp 125.000.000 Kredit pajak: PPh pasal 22 Rp30.000.000 PPh pasal 23 Rp15.000.000 PPh pasal 24 Rp40.000.000 Total kredit pajak Rp 85.000.000 Dasar penghitungan angsuran Rp 40.000.000 Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan (PPh pasal 25) dalam tahun 2010 adalah: Rp40.000.000 : 8 = Rp5.000.000 9.6 PPh Kurang Bayar Menurut UU PPh Pasal 29 yang berbunyi: “Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.” Untuk memberikan kepastian batas waktu pembayaran PPh kurang bayar pada SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2008 (PPh Pasal 29), maka Dirjen Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor SE-35/PJ/2009 Tentang Penegasan Mengenai Batas Waktu Penyampaian dan Pelunasan Kekurangan Pembayaran Pajak Yang Terutang Berdasarkan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2008. Berdasarkan SE-35/PJ/2009 tersebut ditegaskan bahwa: 1. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 2. Batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
  • 23. 3. Vb Pelunasan kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan harus dilakukan sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan tersebut disampaikan, paling lama sesuai dengan batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2. Berarti untuk SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2008 maka kekurangannya harus dilunasi tanggal 31 Maret 2009, sedangkan untuk SPT Tahunan PPh Badan tahun 2008 maka kekurangannya harus dilunasi paling lama tanggal 30 April 2008 (jika tahun buku adalah Jan s.d.Des). Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( Pasal 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ) SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun dalam hal: 1. Berdasarkan hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Atas pajak yang tidak/kurang dibayar tersebut ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan (berlaku baik atas PPh, PPN, maupun PPn BM). 2. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Tegoran. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakakan sanksi kenaikan sbb: a. PPh Sendiri (Badan/Orang Pribadi/BUT), kenaikan sebesar 50% b. PPh Pemotongan/Pemungutan, kenaikan sebesar 100% c. PPN/PPn BM, kenaikan sebesar 100%. d. Berdasarkan hasil pemeriksaan PPN/PPn BM disimpulkan bahwa ; terdapat PPN yang seharusnya tidak dikompensasikan atau tidak dikenakan tarif 0%. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%. e. Kewajiban Pasal 28 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (perihal pembukuan) dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (berkenaan dengan pemeriksaan) tidak dipenuhi. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar: i. 100% untuk PPh sendiri (PPh Orang Pribadi/Badan/BUT). ii. 50% untuk PPh Pemotongan/Pemungutan.
  • 24. f. SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 10 tahun telah lewat, dalam hal wajib pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi bunga 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. 9.7 Angsuran PPh Pasal 25 tahun Barjalan Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), dikenal adanya satu sistem pembayaran Pajak Penghasilan yang dilakukan di awal tahun pajak, sebelum suatu penghasilan yang menjadi objek pajak dapat ditentukan (baca: dihitung). Sistem ini diatur dalam Pasal 25 UU PPh. Pembayaran pajak yang diatur dalam pasal ini (biasanya diistilahkan sebagai PPh Pasal 25) akan diperlakukan sebagai pembayaran pajak di muka dan akan diperhitungkan sebagai kredit pajak pengurang atas PPh terutang yang dihitung pada akhir tahun pajak. Rumus untuk menentukan besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh Wajib Pajak (baik orang pribadi maupun badan) setiap bulannya dalam tahun berjalan adalah besarnya PPh terutang tahun pajak sebelumnya (PPh terutang tahun berjalan diasumsikan akan sama dengan PPh terutang tahun sebelumnya) dikurangi dengan kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak ketiga (yaitu PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24 dan PPh Pasal 26) dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak (berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU PPh). PPh Pasal 25 ini harus disetorkan oleh Wajib Pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya (misalkan untuk masa Januari, maka harus disetor paling lambat tanggal 15 Februari) serta dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (misal untuk masa Januari, maka paling lambat lapor adalah tanggal 20 Februari). Lebih lanjut dalam Pasal 25 ayat (2) UU PPh, ditegaskan bahwa besarnya angsuran pajak (PPh Pasal 25) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum batas waktu SPT Tahunan PPh disampaikan besarnya adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu (bulan Desember tahun sebelumnya). Dengan adanya perbedaan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh antara orang pribadi dengan badan di tahun 2009 ini, menyebabkan perlakuan Pasal 25 ayat (2) UU PPh ini akan berbeda untuk orang pribadi dan badan. Mulai tahun pajak 2009 ini, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh orang pribadi tahun pajak 2008 adalah tanggal 31 Maret 2009. Oleh sebab itu, untuk PPh Pasal 25 masa Januari 2009
  • 25. (yang harus disetor paling lambat tanggal 15 Februari 2009) dan masa Februari 2009 (yang harus disetor paling lambat tanggal 15 Maret 2009) batas waktu pelaporannya adalah sebelum batas waktu SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2008 disampaikan, sehingga tidak dapat dihitung besarnya angsuran PPh Pasal 25 dengan menggunakan Pasal 25 ayat (1) UU PPh. Maka untuk kedua masa ini, dasar untuk menetapkan besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus disetorkan adalah berdasarkan setoran untuk masa Desember 2008). Untuk Wajib Pajak badan, selain PPh Pasal 25 masa Januari 2009 dan masa Februari 2009 yang angsurannya tetap menggunakan angsuran berdasarkan masa Desember 2008, untuk masa Maret 2009 (yang harus disetorkan paling lambat tanggal 15 April 2009 dan batas penyetorannya ini masih sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh badan) PPh Pasal 25-nya juga mengikuti besarnya angsuran masa Desember 2008. Barulah untuk setoran PPh Pasal 25 masa April 2009, Wajib Pajak badan harus menyesuaikannya berdasarkan perhitungan pada angsuran Pasal 25 ayat (1).
  • 26. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dan Saran Menurut UU No.28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 3, Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial poltik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Dasar Hukum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh tahun 2009) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009 dan sebagian besar aturan pelaksanaannya telah diterbitkan. Perubahan ketentuan peraturan perpajakan ini mengakibatkan berubahnya bentuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT PPh Badan). Sebagai tindak lanjut penyampaian SPT PPh Badan, akan dilaksanakan penelitian SPT dan atas SPT yang memenuhi kriteria akan dilakukan pemeriksaan. Tarif Pajak Penghasilan secara umum (disebut juga tarif Pasal 17) diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan BUT untuk menghitung Pajak Penghasilan terutang dalam satu tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak. Tarif umum ini dibedakan untuk Wajib Pajak badan dalam negeri/BUT dan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Wajib pajak badan juga memiliki berbagai fasilitas yang diberikan dengan ketentuan dan krietria tertentu agar memudahkan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Sehingga penerimaan negara disektor pajak menjadi maksimal.