Dokumen tersebut membahas tentang farmakoterapi gagal ginjal yang mencakup definisi, prevalensi, etiologi, patogenesis, dan klasifikasi gagal ginjal akut dan kronik."
1. FARMAKOTERAPI GAGAL GINJAL
KELOMPOK 1
- Adi Nurmesa
- Ahmad Hukama
- Islan Nor
- Khairullah Azhar
- M. Irwan Hidayat
- Mizwar
- Muhammad Fauzi
- Robi Faisal
- Tsurhaby Haris
- Wahyu Saputra
2. PENDAHULUAN
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah
penduduk terbesar di dunia masih menghadapi berbagai
permasalahan kesehatan yang cukup komplek. Selain
masih menghadapi berbagai permasalahan yang lazim
terjadi di negara-negara berkembang seperti kurang gizi,
penyakit menular atau penyakit tropis dan infeksi.
Berdasarkan perkiraan WHO pada tahun 2012,
angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71
tahun, dan pada tahun yang sama WHO memperkirakan
angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kronis di
Indonesia mencapai 54% dari seluruh penyebab
kematian, melebihi angka kematian yang disebabkan
karena penyakit menular dan kecelakaan. Salah satu
penyakit kronis yang angka kejadiannya diperkirakan
meningkat setiap tahunnya adalah penyakit gagal ginjal
kronis.
3. Ginjal merupakan salah satu organ penting
di dalam tubuh kita, dengan fungsi utama untuk
menyaring (filtrasi) dan mengeluarkan zat-zat
sisa metabolisme (racun) dari darah menjadi
urin. Selain hal tersebut, ginjal juga berperan
dalam mengatur keasaman darah dan
keseimbangan ion yang sangat penting agar
berbagai fungsi penting dalam tubuh kita dapat
berjalan secara normal.
4. DEFINISI
Ginjal merupakan sepasang organ yang berbentuk
seperti kacang, masing-masing berukuran sekira
kepalan tangan, yang terletak di bagian belakang
perut bagian atas di kedua sisi tulang belakang.
Secara normal fungsi ginjal adalah
membersihkan darah dari produk limbah dan
membuangnya ke urine. Ginjal juga berfungsi
menyeimbangkan unsur-unsur mineral penting,
seperti natrium dan kalium, serta memproduksi
hormon yang diperlukan untuk mengatur
tekanan darah dan produksi sel darah merah
5.
6. Apa itu Gagal Ginjal??
Gagal Ginjal (renal failure) merupakan istilah non-spesifik
yang menggambarkan penurunan fungsi ginjal seperti di
atas. Jika pada setiap tahap proses penyaringan ginjal
diblokir baik karena kerusakan ginjal langsung
(misalnya karena diabetes) atau oleh penyumbatan tidak
langsung (seperti oleh batu ginjal), maka itu dapat
menyebabkan gagal ginjal. Ada dua jenis utama gagal
ginjal, yaitu gagal ginjal akut dan kronik. Gagal ginjal
akut (GGA) atau Acute Renal Failure (ARF) terjadi
ketika ginjal tiba-tiba berhenti menyaring produk
limbah dari darah. Sedangkan, Gagal ginjal kronik
(GGK) atau Chronic Renal Failure (CRF) berkembang
perlahan-lahan dan berangsur memberat dengan sedikit
gejala pada tahap awal.
7. PREVALENSI
• Penyakit gagal ginjal di Indonesia dari tahun ke tahun
kian meningkat. Tentu ini tak mengagetkan mengingat
peningkatan populasi pasien diabetes dan hipertensi
sebagai penyumbang terbanyak pasien gagal ginjal di
Indonesia.
• Berdasarkan data yang dirilis PT. Askes pada tahun 2010
jumlah pasien gagal ginjal ialah 17.507 orang. Kemudian
meningkat lagi sekira lima ribu lebih pada tahun 2011
dengan jumlah pasti sebesar 23.261 pasien, Pada tahun
2011 ke 2012 terjadi peningkatan yakni 24.141 pasien,
bertambah 880.
• Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit
ginjal dan saluran kemih telah menyebabkan kematian
sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini
menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat
ke-12 tertinggi angka kematian.
8.
9. ETIOLOGI PENYAKIT GINJAL AKUT
1. Prerenal
Hipovolemia (kekurangan volume cairan)
Gangguan hemodinamik ginjal yang menyebabkan
hipoperfusi renal.
2. Renal/instrinsik
Penyakit glomerulus
Nekrosis tubular akut
Nefritis interstisial
Obstruksi intratubular
10. 3. Postrenal
Dapat disebabkan oleh urolitiasis, bekuan darah,
keganasan, kompresi ekstrarenal (fibrosis
retroperitoneum), hipertrofi prostat, atau
striktur.
11. Faktor Resiko Penyakit Gangguan Ginjal Akut
Hipovolemia
Hipotensi
Obat nefrotoksik
Sepsis
Tindakan bedah risiko tinggi
12. ETIOLOGI PENYAKIT GINJAL KRONIK
Glomerulonefritis
Diabetes mellitus menyebabkan nefropatidiabetik
Hipertensi
Uropati obstruktif (batu saluran kemih, tumor)
Lupus eritematosus sistemik, amiloidosis, penyakit
ginjal polikistik.
Penggunaan obat-obatan (obat anti-inflamasi non-
steroid, antibiotik, siklosporin, takrolimus)
13. FAKTOR RESIKO PENYAKIT GINJAL KRONIS
Tidak dapat dimodifikasi Dapat dimodifikasi
Usia (usia tua) Hipertensi
Jenis kelamin (laki-laki lebih
cepat)
Proteinuria
Ras ( ras Afrika-Amerika lebih
capat)
Albuminuria
Genetik Glikemia
Hilangnya massa ginjal Obesitas
Dislipenia
Merokok
Kadar asam urat
15. GAGAL GINJAL AKUT
1. Gagal ginjal akut prarenal
GGA prarenal adalah keadaan yang paling ringan
yang dengan cepat dapat reversibel bila perfusi
ginjal segera diperbaiki. GGA prarenal ini
merupakan kelainan fungsional tanpa adanya
kelainan histologi/morfologi pada nefron.
Namun bila hipoperusi ginjal tidak segera
diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya NTA
16. 2. Gagal ginjal akut postrenal
GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana
pembentukan urin cukup, namun alirannya
dalam saluran kemih terhambat. Penyebab
tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga
karena ekstravasasi
17. 3. Gagal ginjal akut renal
GGA renal ini merupakan akibat penyakit ginjal
primer seperti glomerulonefritis, nefrosklerosis,
penyakit kolagen, nefritis interstisial akut
karena obat, kimia atau kuman
NTA, nefropati vasomotor akut terjadi karena
iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA prerenal
atau pengaruh bahan nefrotoksik. Bila iskemia
ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat
mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikal akut
(NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada
seluruh kortek yg bersifat ireversibel.
18. Gagal Ginjal Kronis
Stadium 1
Stadium pertama disebut penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN
normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi
ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban
kerja yang berat pada ginjal tersebut, sseperti tes
pemekatan urine yang lama dengan mengadakan tes
GFR yang teliti.
19. Stadium 2
Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal,
bila lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah
rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada
tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat
diatas batas normal. Peningkatan konsetrasi
BUN ini berbeda –beda, bergantung pada kadar
protein dalam makanan.
Pada stadium ini kadar kereatinin serum juga
mulai meningkat melebihi kadar
normal.azetemia biasanya ringan (kecuali bila
pasien mengalami stress akibat infeksi, gagal
jantung, atau dehidrasi).
20. Stadium 3
Stadium ketiga dan stadium akhir gagal ginjal
progresif disebut penyakit ginjal stadium akhir
(ESRD) atau uremia. ESRD terjadi apabila sekitar
90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya
sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR
hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihkan
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau
kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar
bun akan meningkat dengan sangat menyolok
sebagai respons terhadap GFR yang mengalami
sedikit penurunan pada ESRD, pasien mulai
merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena
ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostatis cairan elektrolit dalam tubuh.
21. GAGAL GINJAL KRONIK
• Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis
yang disebabkan penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan
tahap akhir Ada beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang
dipublikasikan oleh National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut diantaranya
adalah :
1. Tahap pertama (stage 1) Merupakan tahap dimana telah terjadi
kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/min/1.73
m2) atau LFG normal.
2. Tahap kedua (stage 2) Reduksi LFG mulai berkurang sedikit
(kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2.
3. Tahap ketiga(stage 3) Reduksi LFG telah lebih banyak
berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73.
4. Tahap keempat (stage 4) Reduksi LFG sangat banyak berkurang
yaitu 15-29 mL/min/1.73.
5. .Tahap kelima (stage 5) Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG
yaitu <15 ml/min/1.73.
22. PATOGENESIS GGA
• Sesuai klasifikasinya, gagal ginjal akut terjadi
akibat gangguan perfusi renal, akibat kerusakan
struktural ginjal, akibat obstruksi aliran urin
dari tubulus ginjal ke uretra, atau akibat
perubahan hemodinamik pada glomerulus.
• Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan
laju filtrasi glomerulus relatif konstan yang
diatur suatu mekanisme autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke ginjal dan GFR dapat
terjadi akibat :
23. 1. Obstruksi tubulus
• Obstruksi tubulus/NTA mengakibatkan deskuamasi
sel-sel tubulus yang nekrotik dan materi-materi
protein lainnya yg kemudian membentuk silinder-
silinder dan menyumbat lumen tubulus.
• Pembengkakan selular akibat iskemia awal juga ikut
menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat
iskemia. Tekanan intratubulus meningkat sehingga
tekanan filtrasi glomerulus menurun.
• Obstruksi tubulus dapat merupkaan faktor penting
pada GGA yg disebabkan logam berat, etilen glikol,
atau iskemia berkepanjangan
24. 2. Kebocoran cairan tubulus
• Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa
filtrasi glomerulus terus berlangsung normal
tetapi cairan tubulus ‘bocor’ keluar dari lumen
melalui sel-sel tubulus yang rusak dan masuk ke
dalam sirkulasi peritubular.
• Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada
NTA yang berat yg merupakan dasar anatomik
dari mekanisme ini
25. 3. Penurunan permeabilitas glomerulus
Pada keadaan tertentu sel-sel endotel kapiler
glomerulus mengalami perubahan yg
mengakibatkan menurunnya permeabilitas luas
permukaan filtrasi. Akibatnya ada penurunan
ultrafiltrasi glomerulus.
26. 4. Disfungsi vasomotor
Dalam keadaan normal hipoksia ginjal
merangsang ginjal mensintesis PGE dan PGA
(vasodilator kuat), sehingga aliran darah ginjal
diredistribusi ke korteks yg mengakibatkan
diuresis. Agaknya iskemia akut yg berat atau
berkepanjangan dapat menghambat ginjal untuk
mensintesis prostaglandin. Penghambat
prsotaglandin seperti aspirin diketahui
menurunkan RBF pd orang normal dan dpt
menyebabkan NTA.
27. 5. Umpan balik tubuloglomerulus
Teori tubuloglomerulus menganggap bahwa
kerusakan primer terjadi pada tubulus
proksimal. Tubulus proskimal yg menjadi rusak
akibat iskemia atau nefrotoksain gagal
menyerap jumlah normal natrium yang terfiltasi
dan air. Akibatnya makula densa mendeteksi
adanya peningkatan kadar natrium pada cairan
tubulus distal dan merangsang peningkatan
produksi renin dari sel-sel jukstaglomerulus.
Terjadi aktivasi angiotensin II yg menyebabkan
vasokontriksi arteriol aferen mengakibatkan
penurunan aliran darah ginjal dan GFR.
28. PATOGENESIS GGK
• Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab
pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak
maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah
penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal mengalami gangguan
dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi.
• Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan
metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D
yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam
mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi
berkurang akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan
demineralisasi ulang yang akhirnya tulang menjadi rusak.
Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia
sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin)
berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak
bertenaga.
29. • Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan
jumlah glomerulus yang berfungsi.penurunan laju
filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence
kretinin urine tamping 24 jam yang menunjukkan
penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat
megakibatkan edema, CHF dan hipertensi. Hipotensi
dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin
dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko
hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare 20
menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga
status uremik memburuk. Asidosis metabolic akibat
ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+ ) yang
berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal
tidak mampu menyekresi ammonia (NH3 - ) dan
megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3 - ).
30. Penurunan eksresi fosfat dan asam organic yang terjadi. Anemia
terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang
dipreduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah dan produksi eritropoitein menurun
sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan
keletihan, angina dan sesak nafas. Ketidakseimbangan kalsium
dan fosfat merupakan gangguan metabolism. Kadar kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan
kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh
tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan
terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam,
2007).
31. GEJALA KLINIK
Gagal Ginjal Akut
• Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah
jumlah volume urine berkurang dalam bentuk oligouri bila
produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin < 50
ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan
konsentrasi terganggu, dalam keadaan ini disebut high output
renal failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana
BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita
yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan
manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari
faktor penyebabnya.
• Gejala klinik dari penyakit ini sulit dikenali dan tergantung
pada kondisi pasien. Pasien rawat jalan biasanya tidak
mengalami kondisi akut, sedangkan pasien rawat inap
umumnya mengalami ARF setelah kejadian katastrofik.
• Gejala pada pasien rawat jalan umumnya berupa perubahan
pada kebiasaan urinasi, berat badan, atau nyeri di sisi tubuh.
Gejala termasuk edema, urin berwarna atau berbusa,
penurunan volume urin dan terjadi hipotensi ortostatik.
32. DIAGNOSIS
Urinalisis adalah alat untuk mendeteksi dan
membedakan berbagai aspek penyakit ginjal,
yang sering terjadi tanpa disadari karena
biasanya penyakit ginjal tanpa gejala. Urinalisis
dapat digunakan untuk mendeteksi dan
memantau perkembangan penyakit seperti
diabetes mellitus, glomerulonefritis, dan infeksi
saluran kemih kronis.
33. PEMERIKSAAN KIMIA URIN
Proteinurea Hematuria
Konsentrasi
ion hidrogen
Berat jenis
Laju Filtrasi
Glomerolus
Tes
Pengasaman
Urine
Tes
Konversi
Natriu
39. PENGUKURAN FUNGSI GINJAL
Indeks kuantitatif standar fungsi ginjal diukur dari
GFR. Berbagai metode dapat digunakan untuk
mengukur estimasi fungsi ginjal dalam perawatan
akut dan rawat jalan. Perkiraan GFR penting
sebagai awal dan pemantauan pasien dengan
penyakit ginjal kronis. Hal ini penting untuk
mengenali kondisi yang dapat mengubah fungsi dan
patologi ginjal. Sebagai contoh, asupan protein,
seperti pemberian larutan infus asam amino, dapat
meningkatkan GFR. Asupan protein telah
menunjukan hubungan protein dan GFR pada
subyek sehat.
40. PROSEDUR DIAGNOSTIK KUALITATIF
Etiologi penyakit ginjal dapat dievaluasi dengan
menggunakan beberapa teknik diagnostik kualitatif,
termasuk radiografi, ultrasonografi, magnetic
resonance imaging, dan biopsi. Standar radiografi
dari ginjal, ureter, dan kandung kemih dapat
menghhasilkan perkiraan ukuran ginjal,
mengidentifikasi keberadaan ginjal dan
klasifikasinya. Meskipun mudah untuk melakukan
tes, hasilnya minimal, dan perlu evaluasi yang lebih
rinci. Pada urogram intravena (sebelumnya dikenal
sebagai pyelogram intravena) melibatkan
administrasi agen kontras untuk memudahkan
visualisasi dari sistem pengumpulan kemih.
41. PROSEDUR DIAGNOSTIK GGA
Ketika sumber gagal ginjal tidak jelas setelah
pemeriksaan fisik, dan penilaian nilai laboratorium,
maka gunakanlah teknik seperti radiografi, CT scan,
atau ultrasonografi dapat membantu, dan obstruksi
postrenal sering diidentifikasi dengan
ultrasonogram dan atau CT sacan ginjal.
ultrasonografi ginjal merupakan sarana yang
berguna untuk mendeteksi obstruksi atau
hidronefrosis. Nephrolithiases sekecil 5 nm atau
penyempitan pada saluran ureter dapat dideteksi
dengan ultrasonografi, prosedur yang lebih invasif,
seperti sistoskopi atau biopsi.
42. PROSEDUR DIAGNOSTIK GGK
Membutuhkan hasil pengukuran serum kreatinin,
estimasi GFR, dan penilaian dari urine (urinalisis)
untuk protein dan atau ekskresi albumin. CKD
tahap 3, 4, dan 5 membutuhkan pemeriksaan lebih
lanjut seperti komplikasi CKD dengan anemia,
penyakit kardiovaskular, penyakit metabolik tulang,
kekurangan gizi, dan gangguan cairan dan elektrolit.
Karena tahap awal CKD sering tidak terdeteksi,
diagnosis membutuhkan tingkat kecurigaan yang
tinggi pada pasien dengan kondisi kronis seperti
hipertensi dan diabetes.
43. KOMPLIKASI GAGAL GINJAL AKUT
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia,
asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum
yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik.
Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema
paru, yang dapat menimbulkan keadaan gawat.
Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi
melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel,
kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi,
atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang
berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan
henti jantung dalam keadaan diastolik.
Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat
ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga
meningkatkan anion gap
45. KOMPLIKASI GAGAL GINJAL KRONIS
1. Hipertensi
Fungsi ginjal akan lebih cepat mengalami
kemunduran jika terjadi hipertensi berat. Selain itu,
komplikasi ekstrarenal (missal, retinopati dan
ensefalopati) juga dapat terjadi. Biasanya hipetensi
dapat di control secara efektif dengan pembatasan
natrium dan cairan, serta melalui ultrafiltrasi bila
penderita sedang menjalani hemodialisis, karena
lebih dari 90% hipertensi bergantung volume.
46. 2. Hiperkalemia
Salah satu komplikasi yang paling serius pada
penderita uremia adalah hiperklemia. Bila k+
serum mencapai kadar sekitar 7mEq/L, dapat
terjadi disritmia yang serius dan juga henti
jantung.
Selain itu, hiperkalemia makin diperberat lagi
oleh hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis.
47. 3. Anemia
Anemia merupakan temuan yang hampir selalu
ditemukan pada pasien penyakit ginjal lanjut, dan
hematokrit 18% hingga 20% lazim terjadi. Penyabab
anemia adalah multifaktorial, termasuk defisiensi
produksi eritropoitein, factor dalam sirkualasi yang
tampaknya menghambat eritropoietin, pemendekan
waktu paruh sel darah merah, peningkatan
kehilangan darah saluran cerna akibat kelainan
trombosit, defisiensi asam folat dan besi, dan
kehilangan darah dari hemodialisis atau sampel uji
laboratorium.
48. 4. Asidosis
Asidosis metabolit kronik yang ringan pada
penderita uremia biasanya akan menjadi stabil
pada kadar bikarbonat plasma 16 sampai 20
mEq/l. keadaan ini biasanya tidak berkembang
melewati titik tersebut karena produksi H+
diimbangi oleh dapar tulang.
49. 5. Oseteodistrofi ginjal
Salah satu tindakan pengobatan terpenting untuk
mencegah timbulnya hiperparatiroidisme
sekunder dan segala akibatnya adalah diet
rendah fosfat dengan pemberian agen yang
dapat mengikat fosfat dalam usus.
50. TERAPI GAGAL GINJAL AKUT
• Terapi Non farmakologi
mempertahankan curah jantung dan tekanan darah
yang cukup
Pengobatan yang terkait penurunan aliran darah
renal harus dihentikan. Menghindari penggunaan
zat nefrotoksik .
Terapi penggantian ginjal (Renal Replacement
Therapy/RRT), seperti hemodialysis dan dialysis
peritoneal
RRT dengan jeda (intermitten) seperti hemodialysis
Beberapa variasi RRT kontinu telah dikembangkan
51. Terapi Farmakologi
Diuretik
o Diuretik Loop (ex : Furosemid, bumetanid, as.
Etakrinat)
o Diuretik Osmotik (ex : Manitol)
o Diuretik Benzotiadiazid (ex : Tiazid)
o Diuretik Hemat Kalium (ex : Triamteren,
amilorid)
Adrenergik Reseptor Agonis
oKerja langsung (ex : dopamin)
52. Diuretik Loop
Indikasi simptomatik hiperkalsemia
Kontra indikasi pada penurunan volume dan penurunan Na+ yang parah, hipersensitif
terhadap sulfonamide (untuk diuretic bergugus-sulfonamida) dan
anuria yang tidak responsive terhadap satu dosis uji diuretic loop.
Mekanisme
kerja
menghambat reabsorbsi elektrolit di ansa Henle asendens bagian
epitel tebal; tempat kerjanya di permukaan sel epitel bagian luminal
(yang menghadap ke lumen tubuli)
Efek samping reaksi toksik berupa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
yang sering terjadi, hiperurisemia, gangguan saluran cerna, depresi
elemen darah, rash kulit, disfungsi hati. Hipoglikemia akut,
ketulian,ototoksisitas.
Interaksi penggunaan bersama sefalosporin dapat meningkatkan nefrotoksisitas
sefalosporin, antiinflamasi nonsteroid terutama indometasin dan
kortikosteroid melawan kerja furosemide.
Contoh Furosemid, bumetanid, as. Etakrinat
53. Diuretik Osmotik
Indikasi mencegah gagal ginjal akut pada tindakan operasi atau
untuk mengatasi oliguria.
Kontra indikasi penyakit ginjal dengan anuria, kongesti atau udem paru yang berat,
dehidrasi hebat dan pendarahan intrakarnial kecuali bila akan
dilakukan kraniotomi.
Mekanisme kerja 1) Tubuli proksimal : penghambatna reabsorbsi natrium dan air
melalui daya osmotiknya, 2) Ansa Henle : penghambatan reabsorbsi
natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medulla menurun,
3) Duktus koligentes : penghambatan reabsorbsi natrium dan air
akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrate yang
tinggi, atau adanya factor lain.
Efek samping sakit kepala, mual dan muntah, dilain pihak hilangnya air dalam
keadaan elektrolit yang berlibihan dapat menyebabkan
hypernatremia dan dehidrasi.
Contoh Manitol
54. Diuretik Benzotiadiazid
Indikasi udem akibat payah jantung ringan sampai
sedang, udem akibat penyakit hati dan ginjal
kronis.
Kontra indikasi pada individu yang hipersensitivitas terhadap
sulfonamide
Mekanisme
kerja
penghambatan terhadap reabsorbsi natrium klorida
Efek samping penurunan cairan ekstraselular, hipotensi, hypokalemia,
hiponatremia, hipokloremia, alkalosis metabolic,
hipomagnesemia, hiperkalsemia, dan hiperurikemia
Interaksi berkurangnya absorbsi tiazid oleh NSAID, methenamin
mengurangi keefektifan tiazid, amfoterisin B dan
kortikosteroid meningkatkan resiko hypokalemia yang
diinduksi oleh diuretic tiazid
Contoh tiazid
55. Diuretik hemat kalium
Indikasi udem
Kontra indikasi hyperkalemia, pada pasien yang beresiko tinggi menderita
hyperkalemia
Mekanisme kerja penghambatan reabsorbsi natrium dan sekresi kalium dengan
jalan antagonism kompetitif (spironolakton) atau secara
langsung (triamterene, amilorid)
Efek samping Hiperkalemia, mual muntah, diare, sakit kepala, kram kaki,
pening
Interaksi penghambat ACE dapat mengurangi sekresi aldosterone,
sehingga terjadinya hipovolemia dan hyperkalemia menjadi
besar
Contoh Triamteren, amilorid
56. Adrenergik reseptor agonis
Indikasi glaucoma, anestesi lokal, syok anafilaksis, asma
Kontra indikasi pada penderita yang sedang diobati dengan penghambat MAO
Mekanisme
kerja
- Bekerja langsung pada reseptor α maupun β dengan menimbulkan
efek saraf simpatis.
- Agonis bekerja tidak langsung. Obat golongan ini menghambat
reuptake NE ke dalam neuron presinaptik dan menyebabkan
pelepasan NE dari simpananya ke dalam sitoplasma.
- Agonis bekerja ganda. Merangsang langsung adrenoseptor maupun
memacu pelepasan NE dari neuron adrenergik.
Efek samping nausea, muntah, takikardi, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala,
hipertensi dan peningkatan tekanan diastolik.
Contoh dopamine, epineprin, norepineprin
57. TERAPI GAGAL GINJAL KRONIK
Terapi Non farmakologi
Diet rendah protein (0,6 sampai 0,75 g/kg/hari)
dapat membantu memperlambat perkembangan
CKD pada pasien dengan atau tanpa diabetes,
meskipun efeknya cenderung kecil.
58. Terapi Farmakologi
Pada Hiperglikemia
Terapi intensif dapat termasuk insulin atau obat
oral dan melibatkan pengukuran kadar gula
darah setidaknya tiga kali sehari
Perkembangan CKD dapat dibatasi melalui
control optimal terhadap hiperglikemia dan
hipertensi.
59. Pada Penderita Hipertensi
Kontrol tekanan darah
diawali dengan pemberian inhibitor ACE
(Angiotensin-Converting Enzyme) atau bloker
reseptor angiotensin II
Klirens (clearance) inhibitor ACE menurun
pada kondisi CKD, sehingga sebaiknya terapi
dimulai dengan pemberian dosis terendah .
Hiperlipidemia
penggunaan obat-obatan penurun kolesterol.
terlihat pada penggunaan statin (inhibitor 3-
hidroksi-3-metilglutaril koenzim A
reduktase/Inhibitor HMG A reduktase)
60. Obat Hiperglikemia
Insulin
Indikasi DM tipe 1
Mekanisme kerja beberapa peneliti mendapatkan bahwa adenilsiklase
dihambat, sedangkan enzim fosfodiesterase dirangsang.
Hal tersebut menerangkan penurunan kadar AMP pada
beberapa keadaan. Insulin meningkatkan K+ ke dalam
sel, efek serupa terjadipada Mg++ dan diduga ion-ion
tersebut bertindak sebagai second messenger yang
memperantarai kerja insulin.
Efek samping reaksi alergi, lipoidistrofi, gangguan penglihatan
Interaksi beberapa hormone melawan efek hipoglikemia insulin
misalnya hormone pertumbuhan, kortikotropin,
glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin dan glucagon.
Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang
glikogenolisis. Hipoglikemia cenderung terjadi pada
penderita yang mendapat penghambat adrenoreseptor
β,obat ini juga mengaburkan takikardi akibat
hipoglikemia.
61. Antidiabetes Oral
Sulfonilurea
Indikasi DM tipe 2
Kontra indikasi pada penderita yang sedang diobati dengan penghambat MAO
Mekanisme kerja merangsang sekresi insulin di pancreas
Peringatan/perhatian tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita yang
kebutuhan insulinnya tidak stabil, diabetes mellitus berat,
kehamilan dan keadaan gawat.
Interaksi obat yang dapat meningkatkan reiko hipoglikemia sewaktu
pemberian sulfonylurea ialah insulin, alkohol, fenformin,
sulfonamide, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon,
probenezid, dll. Propranolol dan obat penghambat adrenoseptor β
lainnya menghambat reaksi takikardi,berkeringat dan tremor pada
hipoglikemia oleh berbagai sebab termasuk oleh ADO, sehingga
keadaan hipoglikemi memberat tanpa diketahui.
Contoh tolazamid, glipizid
62. Biguanida
Indikasi terapi diabetes dewasa
Kontra indikasi penyakit hati berat, penyakit ginjal dengan uremia
dan penyakit jantung kongestif, ibu hamil
Mekanisme kerja tidak melalui perangsangan sekresi insulin tetapi
langsung terhadap organ sasaran
Peringatan/perhati
an
tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita
yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, diabetes mellitus
berat, kehamilan dan keadaan gawat.
Contoh fenformin
63. Obat Hipertensi
Inhibitor ACE
Kontra indikasi Ibu hamil
Mekanisme kerja penghambat ACE mengurangi pembentukan Angiotensin II sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosterone yang
menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air, serta retensi
kalium akibatnya terjadi penurunan TD pada penderita hipertensi
esensial maupun hipertensi renovaskuler. Karena efek vasokontriksi
Angiotensin II paling kuat antara lain pada pembuluh darah ginjal,
maka berkurangnya pembentukan Angiotensin II oleh penghambat
ACE menimbulkan vasodilatasi renal yang kuat, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah ginjal.
Efek samping Batuk kering, rash, gangguan pengecap, udem angioneurotik, Gagal
ginjal akut yang reversible dapat terjadi pada penderita dengan
stenosis arteri ginjal pada kedua ginjal atau satu-satunya ginjal yang
berfungsi, proteinuria, hyperkalemia.
Interaksi efek hipotensi penghambat ACE dilawan oleh obat-obat AINS,
terutama indometasin, melalui hambatan sintesis prostaglandin yang
bersifat vasodilator dan berperan penting dalam aliran darah ginjal
serta metabolism air dan garam. Pada akhirnya AINS menyebabkan
retensi natrium dan air, yang mengurangi efek hampir semua AH.
Contoh Kaptopril, enalapril, lisinopril
64. Obat Hiperlipidemia
Penghambat HMGCoA reduktase
Indikasi menurunkan kadar LDL kolesterol plasma
Kontra indikasi ibu hamil
Mekanisme kerja statin memberikan efek utamanya –penurunan kadar LDL-
melalui gugus mirip asam mevalonat yang menghambat
HMG-CoA reduktase secara kompetitif melalui
penghambatan produk.
Efek samping Miopati
Interaksi antibiotic makrolida tertentu (misal eritromisin), antifungi
azol (misal intrakonazol), siklosporin, antidepresan
fenilpiperazin, nefazodon dan inhibitor protease
menyebabkan peningkatan konsentrasi statin dan
metabolit aktifnya dalam plasma.
Perhatian beberapa pasien menderita rhabdomyolisis dengan
myoglobinuria dan gagal ginjal. Lovastatin harus digunakan
secara berhati-hati pada keadaan ini.
Contoh lovastatin, simvastatin.
65. PANDUAN TERAPI GAGAL GINJAL AKUT
Cari dan perbaiki faktor pre dan pasca renal
Evaluasi obat – obatan yang telah diberikan
Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal
Perbaiki dan atau tingkatkan aliran urin
Monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timbang
badan tiap hari
Cari dan obati komplikasi akut
66. Asupan nutrisi yang cukup sejak dini
Cari focus infeksi dan atasi infeksi sejak dini
Perawatan menyeluruh yang baik ( kateter, kulit,
psikologis )
Segera memulai terapi dialysis sebelum timbul
komplikasi
Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas
bersihan ginjal.
67. TERAPI GAGAL GINJAL KRONIS
Stadium (I, II, III, IV)
Terapi Konservatif
(terapi diet dan
medikamentosa)
tujuan
mempertahankan sisa
fungsi ginjal yang
secara perlahan akan
masuk ke stadium V
atau fase gagal ginjal
68. TERAPI PASIEN KHUSUS GGA
Ibu
Hamil
• Wanita dengan penyakit ginjal harus diberikan aspirin dosis rendah sebagai profilaksis
terhadap pre-eklampsia, dengan pengobatan dimulai dalam trimester pertama
Hipertensi
• Hipertensi ditanggulangi dengan diuretika, bila perlu dikombinasi dengan kaptopril 0,3
mg/kgBB/kali. Pada hipertensi krisis dapat diberikan klonidin drip atau nifedipin
sublingual (0,3 mg/kgBB/kali) atau nitroprusid natrium 0,5 mg/kgBB/menit.
Infeksi
• Pemasangan kateter vesika urinaria, bila tidak perlu lagi, sebaiknya segera
dilepas karena merupakan penyebab infeksi nosokomial.Pemakaian obat yang
bersifat nefrotoksik sedapat mungkin dihindarkan. Dosis antibiotika harus
disesuaikan dengan sifat ekskresinya.
DM
• Non farmakologi
• farmakologi
69. TERAPI PASIEN KHUSUS GGK
Hipertensi
• Non Farmakologi
• Farmakologi (Obat-obatan yang sering dipakai adalah diuretika, beta-blockers, vasodilator,
simpatolitik sentral, ACE Inhibitor, calcium channel blocker)
Anemia
• Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, Pemberian eritropoitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Dalam pemberian EPO ini, status besi harus selalu diperhatikan
karena EPO memerlukan besi dalam mekanisme kerjanya.
Gastrointestinal
• Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik
Sistem
Kardiovaskular
• Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular adalah,
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian
anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit
70. DAFTAR PUSTAKA
1. Price, A.S., dan M.L. Wilson., 1995, Pathophysiology. Clinical
Concepts Of Disease Processes, ed.4 buku 2, Alih bahasa dr. Peter
Anugerah, Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Guyton & Hall., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11, Alih
bahasa dr.Irawati dkk, Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Yulinah, Elin dkk., ISO FARMAKOTERAPI 2, Jakarta : Penerbit
Ikatan Apoteker Indonesia.
4. Stein, Jay H., 2001, Kelainan Ginjal dan Elektrolit. Panduan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
5. Sinto, Robert & G.Nainggolan.,2010, Acute Kidney Injury:
Pendekatan Klinis dan Tata Laksana, Majalah Kedokteran
Indonesia, Vol.60 No.2, Ikatan Dokter Indonesia
6. Dipiro, Joseph T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R. Matzke, B. G. Wells, and
L. M. Posey, 2008, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach, 7th ed., McGraw-Hill, New York
7. Tidy, Dr.Colin., 2008, Renal Disease in Pregnancy, Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists
8. Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. Harrison’s
principle of internal medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc;
2005.p.1644-53.