Laporan kasus ini membahas kasus seorang anak perempuan berusia 13 tahun yang mengeluhkan bengkak pada wajah dan kaki. Pemeriksaan fisik menunjukkan edema pada wajah dan ekstremitas bawah. Diagnosis bandingnya adalah sindrom nefrotik atau reaksi anafilaktik. Diagnosis kerjanya adalah edema anasarka dengan dugaan sindrom nefrotik atau reaksi anafilaktik.
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
Edema Anasarka.pdf
1. Laporan Kasus
Edema Anasarka ec Suspect Sindrom Nefrotik
Pembimbing: dr. Wiwik Windarti, Sp.A
Oleh: Michela Hengrawi Harianto
2. Identitas Pasien
Nama : An. CQA
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 25 Juli 2009
Waktu Masuk RS : 04 Oktober 2022
Status Kepesertaan : BPJS
3. Keluhan Utama
Bengkak pada wajah dan
kedua tungkai bawah dari paha
hingga ujung kaki.
Pasien datang dengan keluhan bengkak pada kedua tungkai bawah dari paha
hingga ujung kaki dan wajah sejak malam (sekitar 20.00 WIB) sebelum masuk
RS. Bengkak muncul secara tiba-tiba dan baru pertama kali mengeluhkan hal ini.
Awalnya bengkak pada kedua tungkai, kemudian pada wajah. Bengkak disertai
gatal dan muncul bentol-bentol kemerahan. Nyeri dan kesulitan berjalan
disangkal. Pagi ini sebelum masuk RS, bentolan sudah menghilang namun
bengkak masih ada sehingga pasien ke IGD untuk berobat. Keluhan batuk, pilek,
demam, sesak, nyeri perut, mual, muntah, penurunan nafsu makan disangkal.
Nyeri saat berkemih disangkal dan kencing berwarna kuning seperti biasanya.
Pasien mengatakan sebelum keluhan muncul, ada makan udang, namun biasanya
jika makan udang, tidak pernah seperti ini. Riwayat tergigit serangga disangkal,
riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal.
Riwayat Penyakit Sekarang
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat asma,
hipertensi, diabetes melitus.
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit
keluarga.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan tidak ada riwayat pengobatan
apapun sebelumnya.
Riwayat alergi obat-obatan, makanan dan atopik
disangkal.
Riwayat Alergi
5. Riwayat Kehamilan & Persalinan
Selama kehamilan, ibu sering memeriksakan kandungan
ke dokter. Antenatal care kurang lebih 4 kali selama
kehamilan. Ibu tidak pernah mengeluhkan adanya
masalah saat kehamilan. Riwayat abortus dan lahir mati
tidak ada. Riwayat mengonsumsi alkohol dan merokok
tidak ada. Pasien merupakan anak ke 2 dari 3
bersaudara, lahir spontan, langsung menangis, dengan
berat badan lahir 3300gram.
Pasien ASI eksklusif dari lahir hingga usia 2 tahun,
MPASI dimulai saat pasien berusia 6 bulan. Saat ini
pasien makan makanan yang sama dengan orang
rumah. Selama sakit tidak ada penurunan nafsu
makan. Peningkatan BB selama sakit disangkal.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan imunisasi lengkap dari lahir
hingga usia saat ini sesuai dengan umurnya.
Riwayat Imunisasi
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 132/98 mmHg
Frekuensi nadi : 92x/menit
Frekuensi napas : 24x/menit
Suhu : 36.5°C
SpO2 : 98%
Dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2022 pukul 13.00 WIB
Antropometri
BB : 52 kg
TB : 158 cm
BMI : 20.83
TB/U : 0 < Z < +1
BMI/U : 0 < Z < +1
9. Status Generalis
Kepala Normocephal, wajah tampak bengkak, ruam kemerahan (-)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pembengkakan pada palpebra superior (+/+) minimal
Hidung Sekret (-/-), napas cuping hidung (-)
Mulut Mukosa bibir lembab, sianosis (-)
Leher Pembesaran KGB (-)
Thorax
Inspeksi: dada simetris, retraksi (-), jejas (-), warna kulit sama dengan sekitar
Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: suara napas dasar vesikuler pada kedua lapang paru, wheezing (-/-), ronkhi (-/-), bunyi
jantung S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2022 pukul 13.00 WIB
10. Status Generalis
Abdomen
Inspeksi: supel, tidak tampak membesar, datar
Auskultasi: bising usus (+) 8x/menit
Palpasi: nyeri tekan (-), undulasi (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi: timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas edema pada kedua ekstremitas inferior, akral hangat, CRT <2 detik, sianosis (-)
Dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2022 pukul 13.00 WIB
11. Pemeriksaan Penunjang
No Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai normal
1 Leukosit 7.480/mm3 4.500-13.500 /mm3
2 Eritrosit 4.27 juta/mm3 4.1-5.1 juta/mm3
3 Hemoglobin 12.2 g/dl 12.0-16.0 g/dl
4 MCH 28.5 pg 26.0-32.0 pg
5 MCV 82.9 fl 78.0-95.0 fl
6 MCHC 34.4 g/dl 32.0-36.0 g/dl
7 Hematokrit 35.4% 36-45 %
8 Platelet 341.000 mm3 150.000-450.000/mm3
12 GDS 104 mg/dl 70-110 mg/dl
13 Ureum 20.4 mg/dl 5-25 mg/dl
14 Creatinin 0.64 mg/dl 0.12-1.06 mg/dl
15 Protein total 5.73 g/dl 6-8 g/dl
16 Albumin 3.7 g/dl 3.7-5.5 g/dl
Saran pemeriksaan penunjang:
- Kadar Kolesterol
- Pemeriksaan SGOT/SGPT
- USG abdomen
- Skin prick test
- Tes serologi hepatitis B dan C
- ANA test
Dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2022
14. ● Memberikan edukasi kepada orang tua pasien dan pasien mengenai penyakit yang diderita oleh pasien,
rencana terapi dan prognosis
● Edukasi pasien mengenai pengobatan yang akan diberikan dan efek samping yang akan dialami oleh pasien.
Dilakukan pemantauan terhadap tanda-tanda vital pasien sebelum dan pasca pemberian obat-obatan.
● Mengatur pola makan, perlunya mengkonsumsi protein yang cukup tidak berlebih ataupun kurang. Makanan
yang mengandung tinggi protein seperti telur, gandum, susu, dan ayam. Diet rendah garam (1-2g/hari)
● Bila pasien kembali mengeluhkan keluhan yang sama di kemudian hari, maka perlu dilakukan kontrol ke
dokter spesialis anak untuk evaluasi dan tatalaksana lebih lanjut.
● Menghindari faktor-faktor yang diduga dapat mencetuskan keluhan pada pasien. Anjurkan pasien untuk
melakukan screening alergi dengan skin prick test.
Tatalaksana Non-medikamentosa
15. Edema pada Pediatri
Edema → pembengkakan teraba pada tubuh yang dihasilkan oleh ekspansi volume cairan interstisial.
Akumulasi cairan di ruang interstisial ini terjadi karena filtrasi kapiler melebihi jumlah cairan yang dikeluarkan
oleh drainase limfatik.
Penyebab paling umum
anasarka: gagal jantung, sirosis,
gagal ginjal, dan kehamilan.
Penyebab lain dari anasarca
adalah obstruksi vena, luka
bakar, trauma, keganasan.
Mekanisme Edema
• Peningkatan tekanan hidrolik kapiler → gagal jantung, penyakit
ginjal, sirosis dini, kehamilan, obat-obatan, obstruksi vena atau
keadaan insufisiensi seperti DVT, kongesti vena hepatik
• Peningkatan permeabilitas kapiler → luka bakar, trauma, sepsis,
reaksi alergi, asites maligna
• Obstruksi limfatik → keganasan, Pasca diseksi kelenjar getah bening
• Hipoalbuminemia → sindrom nefrotik, penyakit hati, malnutrisi
Kattula SR, Avula K, Baradhi KM. Anasarca. StatPearls. 2022
16. • Anamnesis harus mencakup waktu terjadinya edema, dan perubahan posisi, dan apakah itu
unilateral atau bilateral, dan riwayat pengobatan serta penilaian untuk penyakit sistemik.
• Akumulasi kronis dari edema yang lebih umum disebabkan oleh onset atau eksaserbasi
kondisi sistemik seperti gagal jantung kongestif (CHF), penyakit ginjal, atau penyakit hati.
• Edema dependen yang disebabkan oleh insufisiensi vena lebih mungkin membaik dengan
elevasi dan memburuk dengan ketergantungan.
• Edema yang berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik plasma (misalnya,
malabsorpsi, gagal hati, sindrom nefrotik) tidak berubah dengan ketergantungan.
Kattula SR, Avula K, Baradhi KM. Anasarca. StatPearls. 2022
17. • Pemeriksaan fisik dapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan harus difokuskan pada
identifikasi pola edema – edema perifer vs edema paru, pitting vs non-pitting edema, dan adanya distensi
vena jugularis.
• Pasien dengan edema paru terutama mengeluh dispnea saat aktivitas dan ortopnea. Pemeriksaan fisik
biasanya menunjukkan ronki basah, kemungkinan diastolik gallop (S3), dan murmur jantung. Penyakit
jantung dan ginjal adalah penyebab umum dari edema paru.
• Edema perifer biasanya terdeteksi dengan adanya pitting setelah tekanan diterapkan pada area edema
setidaknya selama 5 detik. Pitting mencerminkan pergerakan kelebihan air interstisial sebagai respons
terhadap tekanan.
• Edema nonpitting menunjukkan obstruksi limfatik atau hipotiroidisme. Onset akut edema kaki unilateral
yang tidak dapat dijelaskan harus meningkatkan kemungkinan deep vein thrombosis (DVT).
Kattula SR, Avula K, Baradhi KM. Anasarca. StatPearls. 2022
18. • Tes laboratorium rutin seperti panel metabolik yang komprehensif dapat membantu menilai fungsi
ginjal, albumin, dan tes fungsi hati. Urinalisis harus dilakukan pada semua anak dengan edema.
• Pengujian dipstick pada prinsipnya mendeteksi albumin dan membutuhkan tambahan protein
sulfosalisilat acid presipitasi test (SAS) untuk mendeteksi globulin dan protein Bence-Jones.
• Rasio protein/kreatinin urin atau urin 24 jam untuk protein dapat meniadakan kebutuhan tes SAS.
Temuan dipstick positif yang nyata untuk protein dalam kombinasi dengan hipoalbuminemia dan
edema klinis hampir diagnostik sindrom nefrotik.
Kattula SR, Avula K, Baradhi KM. Anasarca. StatPearls. 2022
19. • Radiografi dada sangat membantu dalam
mendeteksi gagal jantung, edema paru, dan
efusi pleura.
• Ultrasonografi memungkinkan dokter untuk
mengkarakterisasi ukuran ginjal dan menilai
penyakit ginjal kistik dan hidronefrosis.
• Ekokardiografi jantung dapat mengevaluasi
fungsi ventrikel, menilai adanya efusi
perikardial, dan membantu diagnosis penyakit
jantung.
• Acute edema blister
• Acute kidney injury (AKI)
• Acute myeloid leukemia (AML)
• Chronic Kidney Disease (CKD)
• Congestive Heart Failure (CHF)
• IgA Nephropathy
• Sirosis hepatis
• Glomerulonefritis membranoproliferative
• Efusi perikardial
• Defek septum ventrikel.
Diagnosis Banding
Edema pada Pediatri
Kattula SR, Avula K, Baradhi KM. Anasarca. StatPearls. 2022
20. Secara keseluruhan, metode yang paling
efektif untuk mengelola edema adalah
penggunaan terapi medis khusus yang
diarahkan untuk menginduksi remisi sindrom
nefrotik. Sampai mencapai remisi atau ketika
mengelola anak-anak dengan steroid resistant
nephrotic syndrome (SRNS).
Indikasi penambahan intervensi medis spesifik (diuretik,
diuretik + albumin, terapi medis lainnya) dalam
pengelolaan edema pada anak dengan sindrom nefrotik:
• Edema paru, efusi pleura, dan/atau hipoksia
• Congestive Heart Failure
• Volume-related hypertension
• Oliguria—kekhawatiran akan berkembangnya AKI
• Infeksi kulit/selulitis
• Asites yang signifikan dengan ketidaknyamanan
• Edema skrotum/labial yang parah
• Kesulitan tidur berhubungan dengan edema
• Ketidaknyamanan pada seluruh tubuh
Kallash M, Mahan JD. Mechanisms and management of edema in pediatric nephrotic syndrome. Pediatric Nephrology. 2020.
21. Mengurangi intake garam
Restriksi cairan
Pemantauan rutin status volume individu (urine output, tekanan darah, denyut jantung, dan
pengisian kapiler), elektrolit, dan fungsi ginjal
Memberikan nutrisi yang cukup dengan asupan protein normal sesuai usia
Peninggian ekstremitas dan penggunaan kaus kaki kompresi
Langkah Umum Mengontrol Edema pada Anak dengan Sindrom Nefrotik
Kallash M, Mahan JD. Mechanisms and management of edema in pediatric nephrotic syndrome. Pediatric Nephrology. 2020.
22. Langkah Umum Mengontrol Edema pada Anak dengan Sindrom Nefrotik
Hindari pemasangan kateter sentral
Penggunaan angiotensinogen convertase enzyme inhibitor (ACEis) dan/atau angiotensin-
receptor blocker (ARBs)
Gaya hidup aktif sesuai toleransi
Menghindari obat nefrotoksik termasuk NSAID
Kallash M, Mahan JD. Mechanisms and management of edema in pediatric nephrotic syndrome. Pediatric Nephrology. 2020.
23. Kelainan kronik yang umum,
dicirikan dengan adanya
perubahan permeabilitas
dinding kapiler glomerulus,
yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk
membatasi hilangnya
protein.
• Proteinuria massif (≥ 40
mg/m3 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin
sewaktu >2 mg/mg atau
dipstik ≥+2)
• Hipoalbuminemia ≤ 2,5
g/dL
• Edema
• Dapat disertai
hiperkolesterolemia
Berdasarkan etiologinya,
sindrom nefrotik dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
• Sindrom nefrotik
bawaan/kongenital
• Sindrom nefrotik
primer/idiopatik
• Sindrom nefrotik sekunder
Gejala Etiologi
Sindrom Nefrotik
Wang CS, Greenbaum LA. Nephrotic Syndrome. Pediatr Clin North Am. 2019;66(1):73-85.
24. Manifestasi Klinis
• Edema merupakan gejala klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% daripada berat
badan dan didapatkan anasarka.
• Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten, biasanya awalnya tampak pada daerah-
daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum
atau labia). Akhirnya sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka). Sembab berpindah
dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada pagi hari waktu bangun
tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada siang harinya. Bengkak
bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema).
• Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia.
Amalia TQ. Aspek Klinis, Diagnosis dan Tatalaksana Sindroma Nefrotik pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika. 2020
25. Diagnosis
• Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut, tungkai, atau seluruh
tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin keruh
atau jika terdapat hematuria berwarna kemerahan.
• Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata, tungkai atau adanya asites dan
edema skrotum/labia; terkadang ditemukan hipertensi.
• Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan urinalisis dan dapat ditemukan proteinuria massif. Proteinuria
masif adalah kadar proteinuria: > 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin
pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+ dan dapat disertai hematuria. Pada pemeriksaan darah
didapatkan hipoalbuminemia (<2,5 g/dL), hiperkolesterolemia (>200 mg/dL) dan laju endap darah yang
meningkat. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
Amalia TQ. Aspek Klinis, Diagnosis dan Tatalaksana Sindroma Nefrotik pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika. 2020
26. Diitetik
• Pemberian diit tinggi protein
dianggap merupakan
kontraindikasi karena akan
menambah beban glomerulus
untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan
menyebabkan sklerosis
glomerulus.
• Diit protein normal sesuai
RDA 1,5-2 g/kgbb/hari
• Diit rendah garam (1-2 g/hari)
• Restriksi cairan dianjurkan
selama ada edema berat.
Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-3
mg/kgbb/hari
• Pada SN idiopatik, kortikosteroid
merupakan pengobatan awal.Jenis
steroid yang diberikan →
prednison atau prednisolon.
• Terapi inisial pada anak dengan
sindrom nefrotik idiopatik tanpa
kontraindikasi steroid sesuai
dengan anjuran ISKDC adalah
diberikan prednison 60 mg/m2
LPB/hari atau 2 mg/kgbb/hari
(maksimal 80 mg/hari) dalam dosis
terbagi, untuk menginduksi remisi
Diuretik Kortikosteroid
Tatalaksana
Amalia TQ. Aspek Klinis, Diagnosis dan Tatalaksana Sindroma Nefrotik pada Anak. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika. 2020
27. Pembahasan
• Selama proses anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien tidak ditemukan adanya tanda-tanda akumulasi
kronis dari edema yang mengarah pada onset atau eksaserbasi kondisi sistemik dikarenakan pada
anamnesis, pasien mengatakan bahwa ini merupakan kejadian pertama kali, sehingga sulit untuk
menentukan etiologi penyebabnya.
• Etiologi penyebab masih tidak dapat ditemukan dikarenakan tidak diketahui penyebab edema pada
pasien. Kecurigaan terhadap sindrom nefrotik dapat ditentukan dikarenakan ditemukannya 2 dari 4
tanda sindroma nefrotik pada pasien, yaitu edema dan hipertensi.
• Pemeriksaan tambahan yang seharusnya bisa dilakukan pada pasien, seperti pemeriksaan SGOT/SGPT
untuk menilai apakah adanya kerusakan hati atau tidak pada pasien dan pemeriksaan USG abdomen.
Pemeriksaan skin prick test juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan reaksi alergi.
28. Pembahasan
• Tatalaksana yang telah diberikan pada pasien berupa furosemide 1 x 20mg secara IV dan Cetirizine
1 x 10mg PO, serta pemberian edukasi berupa kontrol ke poli anak untuk penegakkan diagnosis
dan tatalaksana lebih lanjut.
• Furosemide bekerja dengan menghambat area pengikat klorida pada cotransporter Na-K-2-CL,
atau NKCC-2 yang terdapat pada pars asenden lengkung Henle, termasuk makula densa →
menyebabkan peningkatan ekskresi air, juga natrium, klorida, magnesium, kalsium, hidrogen, dan
kalium
• Cetirizine → selektivitas tinggi terhadap reseptor histamin H1 di sel-sel efektor pada traktus
gastrointestinal, pembuluh darah dan traktus respiratorius, dengan menginhibisi efek histamin
Khan TM, Patel R, Siddiqui AH. Furosemide. StatPearls Publishing. 2022
US National Library of Medicine. Cetirizine. Pubchem. 2022
29. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and
includes icons by Flaticon and infographics & images by Freepik
Thank You