SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
1
LAPORAN KASUS
CHOLELITHIASIS
DISUSUN OLEH :
Oleh
M. Rezza Rizaldi
PEMBIMBING :
dr. Ratna Wilian
SUPERVISOR :
dr. Dodi Sp.PD
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PROGRAM INTERNSHIP
BAGIAN PENYAKIT DALAM
2
RSM SITI KHODIJAH GURAH
KEDIRI
2022
LEMBAR PENGESAHAN
PORTOFOLIO KASUS
CHOLELITIASIS
Mengetahui,
Supervisor
dr. Dodi, Sp.PD
Pembimbing Penulis
3
dr. Ratna Willian dr. Moh. Rezza Rizaldi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan
jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial
ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis
khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negara-negara
berkembang cenderung meningkat.1
Indonesia mendapatakan porsi 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu
empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu
empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi2.
Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih
umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4-
F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita
lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski
wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa
wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus (DM),
baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat
kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan
penyakit kolesterol herediter.2
4
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. TA
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Brenggolo RT/RW 03/03 Kediri
Tanggal masuk : 10/03/2020
No. RM : 015385
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri ulu hati
2. Anamnesa terpimpin
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati yang dialami
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, sakit bertambah berat dan tidak
bisa ditahan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Keluhan telah sering dirasakan
hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke
bahu. Pasien juga mengeluh mual serta muntah, serta terdapat demam tapi
pasien sudah periksa ke klinik dan mendingan. Pasien mengeluhkan BAB
berwarna sedikit pucat. Pasien juga mengeluhkan adanya BAK berwarna
seperti teh pekat Riwayat pasien berobat di penyakit dalam di RS HVA
dengan keluhan yang sama 2 tahun yang lalu, setelah itu pasien tidak
kontrol kembali setalah dirasa keluhan sudah membaik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 riwayat hipertensi (-)
5
 riwayat diabetes mellitus (-)
 riwayat asma disangkal
 riwayat penyakit jantung disangkal
 riwayat alergi obat disangkal
 riwayat minum alkohol (-)
 riwayat merokok.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak diketahui
C. Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Suhu badan : 36.7oC
Pernafasan : 20 x/menit
Pemeriksaan Kulit :
 Warna : kuning langsat
 Turgor : kembali cepat
 Jaringan parut : tidak ada
 Sianosis : tidak ada
 Ikterik : tidak ada
 Pucat : tidak ada
6
Pemeriksaan Kepala :
 Bentuk kepala : Mesosefal
 Rambut : Tidak mudah dicabut, distribusi merata.
Pemeriksaan Mata
 Palpebra : Edema (-/-)
 Konjungtiva : Anemis (-/-)
 Sklera : Ikterik (-/-)
 Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
Pemeriksaan Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-)
Pemeriksaan Leher
 Kelenjar tiroid : Tidak membesar
 Retraksi suprasternal : (-)
 JVP : Tidak meningkat
Pemeriksaan Dada :
Depan Kanan Kiri
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
7
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing (-),
krepitasi (-)
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing (-)
krepitasi (-)
Belakang Kanan Kiri
Palpasi : ketinggalan gerak (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing (-),
krepitasi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing (-),
krepitasi(-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 line midclavicula kiri
Auskultasi : S1 & S2 reguler, Bising jantung (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi (-), sikatrik (-
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan region hipokondrium dextra (+) Nyeri
Epigastrium (+), organomegali (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-).
8
Genitalia
Tidak diperiksa.
D. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
DR LEUKOSIT 14.920 Sel/mm3
HAEMOGLOBIN 11,9 g/dl
HCT 33,7 %
TROMBOSIT 188x103/uL
RBC 3,91x106/uL
MCV 86.2
MCH 30.4
MCHC 35.3
Kimia Darah Urea 21
Creatinin 1.2
Glukosa Sewaktu 114
Kolesterol Total 145
Trigliserida 100
Imuno-serologi HbsAg Non reaktif
TEST LIVER SGOT 120 u/l
SGPT 122 u/l
9
 Radiologi (USG Abdomen)
- Hepar : ukuran besar normal, sol (-) vascula / bile duct tidak dilatasi,
echo parenkim homogen isoechoic, permukaan licin, tepi tajam.
- GB : dinding baik, echo batu ukuran ± 1cm, multiple (5-8
Biji), sludge (+), nyeri tekan probe (+)
- Lien & pankreas : ukuran dan echo parenkim normal, sol (-).
- Ginjal kanan & kiri : ukuran dan echo corticomedullar normal. Tidak
tampak batu/ mass/ dilatasi
- Uterus & Adneksa : Besar dan bentuk normal, myoma (-) Massa (-)
Kista (-)
- VU : dinding baik, batu/masa (-)
- Kesan : Cholelithiasis multiple
disertai tanda-tanda kolesistitis
2 Diagnosis Kerja
Diagnosis Kerja : Cholesistitis Ec Cholelithiasis
3 Tatalaksana
Medikamentosa
IVFD RL 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj. Metamizole 500mg/8 jam
Inj. Omeprazole 20mg/24 jam
Inj. Ondansentron 8mg/8 Jam
Po. Ursodeoxycholic acid 3x250mg
Po. Sukralfat syrup 3x1cth
Non Medikamentosa
Removal batu empedu dg tindakan Operasi Laparatomi cholesistektomi
Non Bedah dengan Extracorporeal Shock Wave lithotripsy (ESWL)
4 Follow up
10
Tanggal
Subjective (S), Objective (O),
Assesment (A)
Planning (P)
06-03-22 S : nyeri ulu hati tembus ke
belakang, demam sudah mereda
setalah minum obat, mual muntah.
O : KU = SS/GC/GCS 15
TD : 120/80 mmHg, N: 89x/i, P:
20x/i, S: 36,7o
Mata : Sklera Ikterik (+/+)
Abdomen : supel, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan hipokondrium
dextra (+), defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 TPM
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/8 Jam
Po. Sukralfat 3x1 cth
Po. braxidin 3x1 tab
07-03-22 S : Nyeri ulu hati berkurang, mual
berkurang tidak muntah, demam mereda,
masih terasa pegal dibagian belakang dada
sampai perut
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 110/70 mmHg, N: 78x/i, P:
20x/i, S: 36,2o
Mata: Sklera ikterik (+/+)
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/8 Jam
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
11
08-03-22 S : mual muncul kembali tapi tidak sampai
muntah. demam (-)
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 110/70 mmHg, N: 78x/i, P:20x/i
S; 36.9
Mata : Skelera ikterik (+/+)
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/8 Jam
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
09-03-22 S : Sempat demam kemarin malam, nafsu
makan mulai membaik, muntah (-), nyeri
perut berkurang.
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 120/70 mmHg, N: 88x/i, P:20x/i
S; 37.2
Mata : Sklera Ikterik (+/+)
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/KP
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
12
10-03-22 S : Nyeri Perut kanan atas kadang kadang
kambuh. terutama saat mencoba
beraktivitas
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 120/80 mmHg, N: 84x/i, P:20x/i
S; 36.5
Mata : Sklera Ikterik (+/+) Berkurang
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/Kp
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
S : Nyeri Perut kanan atas sudah
mendingan dan bisa beraktivitas ringan.
nafu makan (+), mual (-). muntah (-)
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 110/80 mmHg, N: 82x/i, P:20x/i
S; 36.8
Mata : Sklera Ikterik (+/+) Berkurang
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/Kp
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
pasien boleh pulang kontrol
poli dalam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13
A. Definisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau di dalam saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada
kedua-duanya3.
Gambar 1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2013)
B. Anatomi Kandung Empedu
Sistem biliaris dan hati tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang
menonjol dari foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris.
Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gallbladder (kandung empedu), ductus
cysticus, ductus biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya
menjadi hati dan ductus hepaticus biliaris.1
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan
panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung empedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti
kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX
14
kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk
duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2cm,
diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali
membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur
pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.4
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale
dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri. Bagian
hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut
kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus
sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah belakang, akan
menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens.
Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan bergabung dengan ductus
pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga keadaan
di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung dulu. Pada
pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung
distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan.
V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
15
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf
yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.1
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus hepaticus
communis. Ductus hepaticus bergabung dengan Ductus cysticus membentuk Ductus
choledochus5.
Gambar 2. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2013)
C. Fisiologi
16
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000ml/hari. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini
mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.4 Kandung empedu mensekresi
glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk memproteksi jaringan mukosa,
sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang dapat meningkatkan kelarutan kalsium,
sehingga dapat mencegah pembentukan garam kalsium. Pengaliran cairan empedu
diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan
tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan
disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu akan
berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum.2,5
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas, asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel
hati.
Absorpsi kandung empedu Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik sampai
5-10 kali dan mengurangi volumenya 80%-90%. Meskipun secara primer merupakan
suatu organ pengarbsorpsi, terjadi sekresi mukus selama keadaan patologis seperti
misalnya pembentukan batu empedu dan kadang-kadang dengan obstruksi duktus
kistikus.
17
Aktivitas motoris kandung empedu dan traktus biliaris Pendidikan tradisional
mengajarkan bahwa empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode
interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Informasi yang
lebih baru menunjukkan bahwa aliran empedu terjadi dalam bentuk yang kontinu,
dengan pengosongan kandung empedu terjadi secara konstan. Faktor- faktor yang
bertanggung jawab untuk pengisian kandung empedu dan pengosongannya adalah
hormonal, neural, dan mekanikal. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan
hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi
pengosongan kandung empedu; lemak merupakan stimulus yamg lebih kuat. Reseptor
CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu.
Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120menit setelah konsumsi makanan.
Motilin, sekretin, histamin, dan prostaglandin semuanya terlihat mempunyai pengaruh
yang berbeda pada proses kontraksi. Faktor neural yang predominan dalam menagtur
aktivitas motoris kandung empedu adalah stimulasi kolinergik yang menimbulkan
kontraksi kandung empedu. Pengisisan kandung empedu terjadi saat tekanan dalam
duktus biliaris (berkaitan dengan aliran dan tekanan sfingter) lebih besar daripada
tekanan di dalam kandung empedu. Sejumlah peptida usus, telah terlibat sebagai faktor
endogen yang dapat mempengaruhi proses ini.
Aktivitas motoris traktus biliaris dan sfingter Oddi Aliran empedu ke dalam
duodenum tergantung pada koordinasi kontraksi kandung empedu dan relaksasi
sfingter Oddi. Makanan merangsang dilepaskannya CCK, sehingga mengurangi fase
aktivitas dari sfingter Oddi yang berkontraksi, menginduksi relaksasi, oleh karena itu
memungkinkan masuknya empedu ke dalam duodenum.
Pembentukan empedu Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organik,
dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Komposisi elektrolit dari
empedu sebanding dengan cairan ekstraseluler. Kandungan protein relatif rendah. Zat
terlarut organik yang predominan adalah garam empedu, kolesterol dan fosfolipid.
Asam empedu primer, asam xenodeoksikolat dan asam kolat, disintesis dalam hati dari
kolesterol. Konjugasi dengan taurin atau glisis terjadi di dalam hati. Kebanyakan
kolesterol yang ditemukan dalam empedu disintesis de novo dalam hati. Asam empedu
18
merupakan pengatur endogen penting untuk metabolisme kolesterol. Pemberian asam
empedu menghambat sintesis kolesterol hepatik tetapi meningkatkan absorpsi
kolesterol. Lesitin merupakan lenih dari 90% fosfolipid dalam empedu manusia.
Sirkulasi enterohepatik dari asam empedu Lebih dari 80% asam empedu
terkonjugasi secara aktif diabsorpsi dalam ileum terminalis. Akhirnya, kurang lebih
separuh dari semua asam empedu yang diabsorpsi dalam usus dibawa kembali melalui
sirkulasi porta ke hati. Sistem ini memungkinkan kumpulan garam empedu yang relatif
sedikit untuk bersikulasi ulang 6-12 kali perhari dengan hanya sedikit yang hilang
selama tiap perjalanan. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang diekskresikan dalam
feses.
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -
Tabel 1. Komposisi cairan empedu
 Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
19
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi
partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin
yang larut dalam lemak
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut
terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu.4
 Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang
segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh
albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria
maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak4.
D. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan
angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat
dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
20
1. Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2. Usia.
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga.
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
21
7. Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama.
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu.6
E. Patogenesis
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi,
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi
yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu
banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan
lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol
dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel
hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam
tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa
tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus melalui
Ductus cysticus. Dalam perjal anannya melalui Ductus cysticus, batu tersebut dapat
22
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus cysticus karena
diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana
sebagai batu Ductus cysticus3.
F. Patofisiologi Batu Empedu
1. Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari
10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu
besar dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol lain
mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi biasanya
terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe ini
biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan bersegi
atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya bervariasi
dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu kolesterol
merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak. Apakah batu
itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama pada
pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu dewngan
kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan batu empedu
kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan
tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi
relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu).
Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi koleterol dibandingkan
dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam empedu.4 Kolesterol disekresikan
ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol- fosfolipid. Kolesterol dpertahankan
dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah kompeks konjugasi garam embedu-
fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel kolesterol-fosfolipid. Keberadaan
vesikel dan micelles dalam satu kompartemen yang aquaeous mempermudah
berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi vesikuler terjadi pada saat vesikel
lipid tergabung dengan micelle. Vesikel fosfolipid bergabung dengan micelle dan
lebih mudah terjadi dibanding vesikel kolesterol. Sehingga vesikel tersebut
23
mengandung kadar kolesterol yang tinggi, menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi
kristal kolesterol. Pada enmedu yang tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol
dalam vesikel tidak terlalu penting. Dalam empedu yang mengalami supersaturasi,
zona kpadat kolesterol terbentuk pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol
tinggi, yasng menyebabkan tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak
sepertiga kolesterol bilier ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel
kolesterol-fosfolipid membawa
mjayoritas kolesterol bilier. 4
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi dalam empat tahap:
 Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
 Pembentukan nidus.
 Kristalisasi/presipitasi.
 Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa
lain yang membentuk matriks batu.
Gambar 3. Batu kolesterol (Boundless.com, 2013)
2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap
karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan batu pigmen
coklat hanya memiliki sedikit kesamaanm, sehingga harus dipertimbangkan
sebagai entitas yang berbeda. 4
Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan kadang
berspikula. Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium bilirubuinat, karbonat,
24
dan fosfat, seringnya terbentuk secara tidak langsung dari kelainan hemolitik
seperti sferositosis herediter dan penyakit sickle cell, dan pada mereka yang
mengalami sirosis. Seperti batu kolesterol, batu tipe ini hampir selalu terrbentuk
dalam kandung empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih sulit larut
daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubin terjadi pada empedu
secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun
terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi
bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya
sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan menyebabkan
peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi dengan kalsium
terjadi. 4
Gambar 4. Batu Pigmen Hitam (medscape.com, 2013)
Batu colat biasanya berukuran kurang dari 1 cm, berwarna coklat
kekunhingan, lembut dan biasanya lembek. Batu ini dapat terbentuk dalam
kandung empedu ataupun dalam duktus biliaris, biasanya secara sekunder
terbentuk karena infeksi bakterial yang menyebabklan stasis empedu. P[resipitat
kalsium bilirubinat dan sbadan sel bakteri membentuk mayoritas bagian dari batu
ini. Bakteri spereti Escherichia coli mensekresikan beta-glukoronidase yang
secara enzim memecah bilirubin glukoronid untuk memproduksi bilirubin tidak
terkonjugasi yang tidak dapat larut. Substansi ini ke,mudian terpresipitasi dengan
kalsium, berasama dengan badan sel bakteri yang mati, membentuk batu coklat
yang halus dalam trktus biliaris. 4
25
Gambar 5. Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013)
G. Manifestasi Klinis
1. Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)
a. Asimptomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat
cholecystitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia,
mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu
kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimptomatik.
Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu
asimptomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi
setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan
cholecystectomy rutin dalam semua pasien dengan batu empedu
asimptomatik4.
b. Simptomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris,
nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan
berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam
dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik
biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik
26
biliaris3,4.
c. Komplikasi
Cholecystitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang
paling umum dan sering menyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya
diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung
empedu, berkaitan dengan obstruksi Ductus cysticus atau dalam infundibulum.
Gambaran tipikal dari cholecystitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang
tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya
oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini
bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar
kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah
dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari- hari. Pada
pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas
abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas sewaktu
perut kanan atas ditekan). Massa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam
20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami cholecystectomy
terbuka atau laparoskopik4.
2. Batu Saluran Empedu (Choledocholithiasis)
Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
Cholangitis. Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya Cholangiti
tersebut. Cholangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya Cholangitis
bakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias Charcot yaitu demam dan
menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi Cholangitis, biasanya
berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Pentade Reynold,
berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau
penurunan kesadaran sampai koma3.
Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius
27
karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu
Ductus choledochus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta
dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode
parah Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil
melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus choledochus
distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu.
Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di
daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan- lahan
tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4
2. Pemeriksaan Fisik
a. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
b. Batu saluran empedu
28
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.4
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi,
akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap
kali terjadi serangan akut.
Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat – Oksalat
Transaminase ) dan aspartat aminotransferase ( SGPT = Serum Glutamat –
Piruvat Transaminase ) merupakan enzym yang disintesis dalam konsentrasi
tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan
sel hati, tapi bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu terutama
obstruksi saluran empedu.
Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar
yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena
sel ductus meningkatkan sintesis enzym ini.
Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik
dan alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih lama
dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin.
Waktu protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin
K tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal
ini dapat diatasi dengan pemberian vitamin K secara parenteral.1,7
29
b. Pemeriksaan radiologis
o Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.

Gambar 5. Foto rongent pada kolelitiasis.4
o Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum
rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada
dengan palpasi biasa.4
30
Gambar 6. Kolelitiasis pada USG4
o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat
batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.4
o Kolangiografi transhepatik perkutan
Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi
dibagian atas kalau salurannya melebar, meskipun saluran yang
ukurannya normal dapat dimasuki oleh jarum baru yang "kecil sekali"
Gangguan pembekuan, asites dan kolangitis merupakan kontraindikasi.4
o Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic
retrograde kolangiopankreatograft)
Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui
ampula Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi
bagian bawah dapat diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat
diperoleh informasi tambahan yang berharga, misalnya tumor ampula,
erosis batu melalu ampula, karsinoma yang menembus duodenum dan
sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih mahal dibandingkan
31
kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan
komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar
atau mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi
transhepatik, ERCP semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik
untuk mengobati penyebab penyumbatan tersebut (misalnya:
sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus yang tertinggal).8
Gb 7. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah
panjang)
o CT scan
32
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa
hepatik dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila
hasil ultrasound masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.8
Gb 8. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple
I. Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan
dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul
keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi
dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu kolesterol
dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring
hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm
dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1
b. Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya
adalah angka kekambuhan yang tinggi2.
c. Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
33
Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk
pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat.
2. Penanganan operatif
a. Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung emedu
yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan ini
dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya
untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun
ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter
dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang
menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu.
Dengan menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu
yang merembes dari sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas
apabila inflamasi sudah hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu
dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4.
Gambar 9. Percutaneous Colescystostomy (medicc.jp, 2010)
34
c. Open cholecystectomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simptomatik. Indikasi yang paling umum untuk cholecystectomy adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh cholecystitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini
menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani cholecystectomy terbuka pada
tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65
tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka
kematian mencapai 0,5 %4.
d. Cholecystectomy laparoscopy
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu perawatan di rumah
sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang
berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat
mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor Ductus cysticus dan
trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris sering dibicarakan, namun
umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi
kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas
normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
e. Cholecystectomy minilaparotomy
Modifikasi dari tindakan cholecystectomy terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah5.
35
BAB IV
KESIMPULAN
Kolelitiasis dipengaruhi oleh beberapa factor, di antaranya etnis, jenis
kelamin, komorbiditas, dan genetic. Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah
sekitar 10-20 %, dan biasanya terjadi pada orang dewasa tua dan lanjut usia.
Prevalensi kolelitiasis di Asia dan Africa lebih rendah daripada negara Barat. Angka
kejadian pada wanita lebih banyak 2-3 kali lebih banyak daripada pria. Risiko
terjadinya kolelitiasis juga meningkat dengan bertambahnya umur.
Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu, batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat, serta batu campuran. Patofisiologi
dari terjadinya batu tersebut berbeda-beda. Pada Asia lebih banyak batu pigmen.
Kebanyakan kolelitiasis tidak mempunyai gejala maupun tanda.
Perpindahan batu menuju ductus cysticus menyebabkan kolik selain itu dapat
menyebabkan kolesistitis akut. Kolangitis dapat terjadi ketika batu menghambat
duktus hepaticus atau ductus billiaris sehingga mengakibatkan infeksi dan inflamasi.
Kolelitiasis kronik menyebabkan fibrosis dan hilangnya fungsi dari kandung
empedu, selain itu merupakan factor predisposisi terjadinya kanker pada kandung
empedu.
Ultrasonografi merupakan modalitas yang terpilih jika terdapat kecurigaan
penyakit kandung empedu dan saluran empedu.
Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat dari penyakitnya. Jika
tidak ada gejala maka tidak diperlukan kolesistektomi. Tapi jika satu kali saja terjadi
gejala, maka diperlukan kolesistektomi. Selain itu juga dapat dilakukan penanganan
non operatif dengan cara konservatif yaitu melalui obat (ursodioksilat) dan ESWL.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2012.380-4.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.459-64.
3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
4. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United States
America : McGraw Hill, 2012.1188-1218.
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 2005. 430-44.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 2007. 1028-1029.
7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :
Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania : Elsevier.
8. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary Surgery.
In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008. Washington : Lippincott
Williams & Wilkins.

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Porto folio amoebiasis
Porto folio amoebiasisPorto folio amoebiasis
Porto folio amoebiasis
 
Tetanus Neonatorum
Tetanus NeonatorumTetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum
 
Inversio uteri
Inversio uteriInversio uteri
Inversio uteri
 
Atresia duodeni
Atresia duodeniAtresia duodeni
Atresia duodeni
 
LEAFLET STUNTING.docx
LEAFLET STUNTING.docxLEAFLET STUNTING.docx
LEAFLET STUNTING.docx
 
Pankreatitis akut ppt by skl
Pankreatitis  akut ppt by sklPankreatitis  akut ppt by skl
Pankreatitis akut ppt by skl
 
Tumor jinak & mioma uteri
Tumor jinak & mioma uteriTumor jinak & mioma uteri
Tumor jinak & mioma uteri
 
lapkas soft tissue
lapkas soft tissuelapkas soft tissue
lapkas soft tissue
 
Penyakit pada selaput paru paru
Penyakit pada selaput paru paruPenyakit pada selaput paru paru
Penyakit pada selaput paru paru
 
Retensi urine
Retensi urineRetensi urine
Retensi urine
 
Osteoporosis (Sejenis Makalah/Karya Tulis Ilmiah)
Osteoporosis (Sejenis Makalah/Karya Tulis Ilmiah)Osteoporosis (Sejenis Makalah/Karya Tulis Ilmiah)
Osteoporosis (Sejenis Makalah/Karya Tulis Ilmiah)
 
Mola hidatidosa dan Koriokarsinoma, endometriosis
Mola hidatidosa dan Koriokarsinoma, endometriosisMola hidatidosa dan Koriokarsinoma, endometriosis
Mola hidatidosa dan Koriokarsinoma, endometriosis
 
Apendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronikApendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronik
 
Peritonitis
PeritonitisPeritonitis
Peritonitis
 
Leaflet isk
Leaflet iskLeaflet isk
Leaflet isk
 
Tb duplex lama aktif
Tb duplex lama aktifTb duplex lama aktif
Tb duplex lama aktif
 
Kista ginjal
Kista ginjalKista ginjal
Kista ginjal
 
Ileus Obstruktif.pptx
Ileus Obstruktif.pptxIleus Obstruktif.pptx
Ileus Obstruktif.pptx
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Pneumothoraks
PneumothoraksPneumothoraks
Pneumothoraks
 

Similar to CHOLELITHIASIS

119497230 gastropati-nsaid
119497230 gastropati-nsaid119497230 gastropati-nsaid
119497230 gastropati-nsaidRais Reskiawan
 
PPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxPPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxSuciMayvera1
 
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptxPPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptxLintangFifgiAndila
 
Status pasien sindrom nefrotik
Status pasien sindrom nefrotikStatus pasien sindrom nefrotik
Status pasien sindrom nefrotikFiqha Rosa
 
PPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxPPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxSuciMayvera1
 
Case Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart DiseaseCase Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart DiseaseDondy Juliansyah
 
COD Tn MN Miki.ppt
COD Tn MN Miki.pptCOD Tn MN Miki.ppt
COD Tn MN Miki.pptssusere14e57
 
Mini CEX BPH.pptx
Mini CEX BPH.pptxMini CEX BPH.pptx
Mini CEX BPH.pptxFransYensen
 
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptxPPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptxAlisiaNurjannah
 
Lapsus interna ckd
Lapsus interna ckdLapsus interna ckd
Lapsus interna ckdRenitaArdani
 
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2dDokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2dnajmiatulislami
 
Nurtika CBD Diare Kronis.pptx
Nurtika CBD Diare Kronis.pptxNurtika CBD Diare Kronis.pptx
Nurtika CBD Diare Kronis.pptxNurtika2
 
91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajarhomeworkping4
 
Emcase 12 agustus 2023.pptx
Emcase 12 agustus 2023.pptxEmcase 12 agustus 2023.pptx
Emcase 12 agustus 2023.pptxhaniffakhruddin2
 
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptxLapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptxsyahda nabilla
 

Similar to CHOLELITHIASIS (20)

119497230 gastropati-nsaid
119497230 gastropati-nsaid119497230 gastropati-nsaid
119497230 gastropati-nsaid
 
PPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxPPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptx
 
LASKAP ANAK ITP (2) copy.pptx
LASKAP ANAK ITP (2) copy.pptxLASKAP ANAK ITP (2) copy.pptx
LASKAP ANAK ITP (2) copy.pptx
 
file.pdf
file.pdffile.pdf
file.pdf
 
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptxPPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
PPT Kasus Kecil Rheumatologi LINTANG edit.pptx
 
Status pasien sindrom nefrotik
Status pasien sindrom nefrotikStatus pasien sindrom nefrotik
Status pasien sindrom nefrotik
 
PPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptxPPT LAPKAS AMAY.pptx
PPT LAPKAS AMAY.pptx
 
Case Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart DiseaseCase Thyroid Heart Disease
Case Thyroid Heart Disease
 
COD Tn MN Miki.ppt
COD Tn MN Miki.pptCOD Tn MN Miki.ppt
COD Tn MN Miki.ppt
 
219107733 case-ckd
219107733 case-ckd219107733 case-ckd
219107733 case-ckd
 
Mini CEX BPH.pptx
Mini CEX BPH.pptxMini CEX BPH.pptx
Mini CEX BPH.pptx
 
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptxPPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
PPT CRS Fikri Arfu Riza.pptx
 
Lapsus interna ckd
Lapsus interna ckdLapsus interna ckd
Lapsus interna ckd
 
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2dDokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
Dokumen tips laporan_kasus_ckd_562babf2d
 
Psmba.pptx
Psmba.pptxPsmba.pptx
Psmba.pptx
 
Nurtika CBD Diare Kronis.pptx
Nurtika CBD Diare Kronis.pptxNurtika CBD Diare Kronis.pptx
Nurtika CBD Diare Kronis.pptx
 
Belajar i.pptx
 Belajar i.pptx Belajar i.pptx
Belajar i.pptx
 
91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar91722104 case-dr-andi-fajar
91722104 case-dr-andi-fajar
 
Emcase 12 agustus 2023.pptx
Emcase 12 agustus 2023.pptxEmcase 12 agustus 2023.pptx
Emcase 12 agustus 2023.pptx
 
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptxLapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
Lapsus_Choledocolithiasis + Cholesistitis_Syahda Nabilla Aristawidya.pptx
 

Recently uploaded

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 

Recently uploaded (20)

1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 

CHOLELITHIASIS

  • 1. 1 LAPORAN KASUS CHOLELITHIASIS DISUSUN OLEH : Oleh M. Rezza Rizaldi PEMBIMBING : dr. Ratna Wilian SUPERVISOR : dr. Dodi Sp.PD DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PROGRAM INTERNSHIP BAGIAN PENYAKIT DALAM
  • 2. 2 RSM SITI KHODIJAH GURAH KEDIRI 2022 LEMBAR PENGESAHAN PORTOFOLIO KASUS CHOLELITIASIS Mengetahui, Supervisor dr. Dodi, Sp.PD Pembimbing Penulis
  • 3. 3 dr. Ratna Willian dr. Moh. Rezza Rizaldi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negara-negara berkembang cenderung meningkat.1 Indonesia mendapatakan porsi 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi2. Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4- F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus (DM), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan penyakit kolesterol herediter.2
  • 4. 4 BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama : Ny. TA Umur : 43 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Brenggolo RT/RW 03/03 Kediri Tanggal masuk : 10/03/2020 No. RM : 015385 B. Anamnesis 1. Keluhan Utama Nyeri ulu hati 2. Anamnesa terpimpin Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati yang dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, sakit bertambah berat dan tidak bisa ditahan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Keluhan telah sering dirasakan hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke bahu. Pasien juga mengeluh mual serta muntah, serta terdapat demam tapi pasien sudah periksa ke klinik dan mendingan. Pasien mengeluhkan BAB berwarna sedikit pucat. Pasien juga mengeluhkan adanya BAK berwarna seperti teh pekat Riwayat pasien berobat di penyakit dalam di RS HVA dengan keluhan yang sama 2 tahun yang lalu, setelah itu pasien tidak kontrol kembali setalah dirasa keluhan sudah membaik. 3. Riwayat Penyakit Dahulu  riwayat hipertensi (-)
  • 5. 5  riwayat diabetes mellitus (-)  riwayat asma disangkal  riwayat penyakit jantung disangkal  riwayat alergi obat disangkal  riwayat minum alkohol (-)  riwayat merokok. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak diketahui C. Pemeriksaan Fisik Kesan Umum : Sakit Sedang Kesadaran : Compos Mentis Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 89 x/menit Suhu badan : 36.7oC Pernafasan : 20 x/menit Pemeriksaan Kulit :  Warna : kuning langsat  Turgor : kembali cepat  Jaringan parut : tidak ada  Sianosis : tidak ada  Ikterik : tidak ada  Pucat : tidak ada
  • 6. 6 Pemeriksaan Kepala :  Bentuk kepala : Mesosefal  Rambut : Tidak mudah dicabut, distribusi merata. Pemeriksaan Mata  Palpebra : Edema (-/-)  Konjungtiva : Anemis (-/-)  Sklera : Ikterik (-/-)  Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-) Pemeriksaan Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-) Pemeriksaan Leher  Kelenjar tiroid : Tidak membesar  Retraksi suprasternal : (-)  JVP : Tidak meningkat Pemeriksaan Dada : Depan Kanan Kiri Inspeksi : retraksi (-) Palpasi : ketinggalan gerak (-). Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru Inspeksi : retraksi (-) Palpasi : ketinggalan gerak (-). Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
  • 7. 7 Auskultasi : - Suara dasar : vesikuler - Suara tambahan : Ronkhi kering (-), wheezing (-), krepitasi (-) Auskultasi : - Suara dasar : vesikuler - Suara tambahan : Ronkhi kering (-), wheezing (-) krepitasi (-) Belakang Kanan Kiri Palpasi : ketinggalan gerak (-) Perkusi : sonor Auskultasi : - Suara dasar : vesikuler - Suara tambahan : Ronkhi kering (-), wheezing (-), krepitasi (-) Palpasi : ketinggalan gerak (-) Perkusi : sonor Auskultasi : - Suara dasar : vesikuler - Suara tambahan : Ronkhi kering (-), wheezing (-), krepitasi(-) Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 line midclavicula kiri Auskultasi : S1 & S2 reguler, Bising jantung (-) Pemeriksaan Abdomen Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi (-), sikatrik (- Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal Palpasi : Nyeri tekan region hipokondrium dextra (+) Nyeri Epigastrium (+), organomegali (-) Perkusi : Timpani, shifting dullness (-).
  • 8. 8 Genitalia Tidak diperiksa. D. Pemeriksaan Penunjang  Laboratorium DR LEUKOSIT 14.920 Sel/mm3 HAEMOGLOBIN 11,9 g/dl HCT 33,7 % TROMBOSIT 188x103/uL RBC 3,91x106/uL MCV 86.2 MCH 30.4 MCHC 35.3 Kimia Darah Urea 21 Creatinin 1.2 Glukosa Sewaktu 114 Kolesterol Total 145 Trigliserida 100 Imuno-serologi HbsAg Non reaktif TEST LIVER SGOT 120 u/l SGPT 122 u/l
  • 9. 9  Radiologi (USG Abdomen) - Hepar : ukuran besar normal, sol (-) vascula / bile duct tidak dilatasi, echo parenkim homogen isoechoic, permukaan licin, tepi tajam. - GB : dinding baik, echo batu ukuran ± 1cm, multiple (5-8 Biji), sludge (+), nyeri tekan probe (+) - Lien & pankreas : ukuran dan echo parenkim normal, sol (-). - Ginjal kanan & kiri : ukuran dan echo corticomedullar normal. Tidak tampak batu/ mass/ dilatasi - Uterus & Adneksa : Besar dan bentuk normal, myoma (-) Massa (-) Kista (-) - VU : dinding baik, batu/masa (-) - Kesan : Cholelithiasis multiple disertai tanda-tanda kolesistitis 2 Diagnosis Kerja Diagnosis Kerja : Cholesistitis Ec Cholelithiasis 3 Tatalaksana Medikamentosa IVFD RL 20 TPM Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam Inj. Metamizole 500mg/8 jam Inj. Omeprazole 20mg/24 jam Inj. Ondansentron 8mg/8 Jam Po. Ursodeoxycholic acid 3x250mg Po. Sukralfat syrup 3x1cth Non Medikamentosa Removal batu empedu dg tindakan Operasi Laparatomi cholesistektomi Non Bedah dengan Extracorporeal Shock Wave lithotripsy (ESWL) 4 Follow up
  • 10. 10 Tanggal Subjective (S), Objective (O), Assesment (A) Planning (P) 06-03-22 S : nyeri ulu hati tembus ke belakang, demam sudah mereda setalah minum obat, mual muntah. O : KU = SS/GC/GCS 15 TD : 120/80 mmHg, N: 89x/i, P: 20x/i, S: 36,7o Mata : Sklera Ikterik (+/+) Abdomen : supel, peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan hipokondrium dextra (+), defans (-) A : Cholesistitis EC Cholelithiasis R/ IVFD RL 20 TPM Inj. Norages 1Amp/8 Jam Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam Inj.Ondansentron4mg/8 Jam Po. Sukralfat 3x1 cth Po. braxidin 3x1 tab 07-03-22 S : Nyeri ulu hati berkurang, mual berkurang tidak muntah, demam mereda, masih terasa pegal dibagian belakang dada sampai perut O : KU = SS/GC/CM/GCS 15 TD : 110/70 mmHg, N: 78x/i, P: 20x/i, S: 36,2o Mata: Sklera ikterik (+/+) Abdomen : supel, peristaltik (+) kesan normal, defans (-) A : Cholesistitis EC Cholelithiasis R/ IVFD RL 20 tpm Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv Inj. Norages 1Amp/8 Jam Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam Inj.Ondansentron4mg/8 Jam Po. Sukralfat 3x1 cth diet makanan rendah lemak
  • 11. 11 08-03-22 S : mual muncul kembali tapi tidak sampai muntah. demam (-) O : KU = SS/GC/CM/GCS 15 TD : 110/70 mmHg, N: 78x/i, P:20x/i S; 36.9 Mata : Skelera ikterik (+/+) Abdomen : supel, peristaltik (+) kesan normal, defans (-) A : Cholesistitis EC Cholelithiasis R/ IVFD RL 20 tpm Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv Inj. Norages 1Amp/8 Jam Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam Inj.Ondansentron4mg/8 Jam Po. Sukralfat 3x1 cth diet makanan rendah lemak 09-03-22 S : Sempat demam kemarin malam, nafsu makan mulai membaik, muntah (-), nyeri perut berkurang. O : KU = SS/GC/CM/GCS 15 TD : 120/70 mmHg, N: 88x/i, P:20x/i S; 37.2 Mata : Sklera Ikterik (+/+) Abdomen : supel, peristaltik (+) kesan normal, defans (-) A : Cholesistitis EC Cholelithiasis R/ IVFD RL 20 tpm Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv Inj. Norages 1Amp/8 Jam Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam Inj.Ondansentron4mg/KP Po. Sukralfat 3x1 cth diet makanan rendah lemak
  • 12. 12 10-03-22 S : Nyeri Perut kanan atas kadang kadang kambuh. terutama saat mencoba beraktivitas O : KU = SS/GC/CM/GCS 15 TD : 120/80 mmHg, N: 84x/i, P:20x/i S; 36.5 Mata : Sklera Ikterik (+/+) Berkurang Abdomen : supel, peristaltik (+) kesan normal, defans (-) A : Cholesistitis EC Cholelithiasis R/ IVFD RL 20 tpm Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv Inj. Norages 1Amp/8 Jam Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam Inj.Ondansentron4mg/Kp Po. Sukralfat 3x1 cth diet makanan rendah lemak S : Nyeri Perut kanan atas sudah mendingan dan bisa beraktivitas ringan. nafu makan (+), mual (-). muntah (-) O : KU = SS/GC/CM/GCS 15 TD : 110/80 mmHg, N: 82x/i, P:20x/i S; 36.8 Mata : Sklera Ikterik (+/+) Berkurang Abdomen : supel, peristaltik (+) kesan normal, defans (-) A : Cholesistitis EC Cholelithiasis R/ IVFD RL 20 tpm Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv Inj. Norages 1Amp/8 Jam Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam Inj.Ondansentron4mg/Kp Po. Sukralfat 3x1 cth diet makanan rendah lemak pasien boleh pulang kontrol poli dalam BAB III TINJAUAN PUSTAKA
  • 13. 13 A. Definisi Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau di dalam saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada kedua-duanya3. Gambar 1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2013) B. Anatomi Kandung Empedu Sistem biliaris dan hati tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang menonjol dari foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gallbladder (kandung empedu), ductus cysticus, ductus biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya menjadi hati dan ductus hepaticus biliaris.1 Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX
  • 14. 14 kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2cm, diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.4 Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens. Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan bergabung dengan ductus pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
  • 15. 15 hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.1 Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus bergabung dengan Ductus cysticus membentuk Ductus choledochus5. Gambar 2. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2013) C. Fisiologi
  • 16. 16 Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000ml/hari. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.4 Kandung empedu mensekresi glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk memproteksi jaringan mukosa, sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang dapat meningkatkan kelarutan kalsium, sehingga dapat mencegah pembentukan garam kalsium. Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu akan berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum.2,5 Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :  Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.  Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati. Absorpsi kandung empedu Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik sampai 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80%-90%. Meskipun secara primer merupakan suatu organ pengarbsorpsi, terjadi sekresi mukus selama keadaan patologis seperti misalnya pembentukan batu empedu dan kadang-kadang dengan obstruksi duktus kistikus.
  • 17. 17 Aktivitas motoris kandung empedu dan traktus biliaris Pendidikan tradisional mengajarkan bahwa empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Informasi yang lebih baru menunjukkan bahwa aliran empedu terjadi dalam bentuk yang kontinu, dengan pengosongan kandung empedu terjadi secara konstan. Faktor- faktor yang bertanggung jawab untuk pengisian kandung empedu dan pengosongannya adalah hormonal, neural, dan mekanikal. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu; lemak merupakan stimulus yamg lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120menit setelah konsumsi makanan. Motilin, sekretin, histamin, dan prostaglandin semuanya terlihat mempunyai pengaruh yang berbeda pada proses kontraksi. Faktor neural yang predominan dalam menagtur aktivitas motoris kandung empedu adalah stimulasi kolinergik yang menimbulkan kontraksi kandung empedu. Pengisisan kandung empedu terjadi saat tekanan dalam duktus biliaris (berkaitan dengan aliran dan tekanan sfingter) lebih besar daripada tekanan di dalam kandung empedu. Sejumlah peptida usus, telah terlibat sebagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi proses ini. Aktivitas motoris traktus biliaris dan sfingter Oddi Aliran empedu ke dalam duodenum tergantung pada koordinasi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi. Makanan merangsang dilepaskannya CCK, sehingga mengurangi fase aktivitas dari sfingter Oddi yang berkontraksi, menginduksi relaksasi, oleh karena itu memungkinkan masuknya empedu ke dalam duodenum. Pembentukan empedu Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Komposisi elektrolit dari empedu sebanding dengan cairan ekstraseluler. Kandungan protein relatif rendah. Zat terlarut organik yang predominan adalah garam empedu, kolesterol dan fosfolipid. Asam empedu primer, asam xenodeoksikolat dan asam kolat, disintesis dalam hati dari kolesterol. Konjugasi dengan taurin atau glisis terjadi di dalam hati. Kebanyakan kolesterol yang ditemukan dalam empedu disintesis de novo dalam hati. Asam empedu
  • 18. 18 merupakan pengatur endogen penting untuk metabolisme kolesterol. Pemberian asam empedu menghambat sintesis kolesterol hepatik tetapi meningkatkan absorpsi kolesterol. Lesitin merupakan lenih dari 90% fosfolipid dalam empedu manusia. Sirkulasi enterohepatik dari asam empedu Lebih dari 80% asam empedu terkonjugasi secara aktif diabsorpsi dalam ileum terminalis. Akhirnya, kurang lebih separuh dari semua asam empedu yang diabsorpsi dalam usus dibawa kembali melalui sirkulasi porta ke hati. Sistem ini memungkinkan kumpulan garam empedu yang relatif sedikit untuk bersikulasi ulang 6-12 kali perhari dengan hanya sedikit yang hilang selama tiap perjalanan. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang diekskresikan dalam feses. Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu Air 97,5 gm % 95 gm % Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm % Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm % Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm % Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm % Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm % Elektrolit - - Tabel 1. Komposisi cairan empedu  Garam Empedu Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah :
  • 19. 19 o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.4  Bilirubin Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak4. D. Epidemiologi Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi. Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
  • 20. 20 1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. 2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. 3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. 4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. 5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga. 6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
  • 21. 21 7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. 8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.6 E. Patogenesis Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5. Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6. Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus melalui Ductus cysticus. Dalam perjal anannya melalui Ductus cysticus, batu tersebut dapat
  • 22. 22 menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus cysticus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu Ductus cysticus3. F. Patofisiologi Batu Empedu 1. Batu Kolesterol Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari 10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu besar dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol lain mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi biasanya terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe ini biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan bersegi atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya bervariasi dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak. Apakah batu itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama pada pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu dewngan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan batu empedu kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi koleterol dibandingkan dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam empedu.4 Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol- fosfolipid. Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah kompeks konjugasi garam embedu- fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel kolesterol-fosfolipid. Keberadaan vesikel dan micelles dalam satu kompartemen yang aquaeous mempermudah berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi vesikuler terjadi pada saat vesikel lipid tergabung dengan micelle. Vesikel fosfolipid bergabung dengan micelle dan lebih mudah terjadi dibanding vesikel kolesterol. Sehingga vesikel tersebut
  • 23. 23 mengandung kadar kolesterol yang tinggi, menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting. Dalam empedu yang mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol tinggi, yasng menyebabkan tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak sepertiga kolesterol bilier ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel kolesterol-fosfolipid membawa mjayoritas kolesterol bilier. 4 Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:  Supersaturasi empedu dengan kolesterol.  Pembentukan nidus.  Kristalisasi/presipitasi.  Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu. Gambar 3. Batu kolesterol (Boundless.com, 2013) 2. Batu pigmen Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat hanya memiliki sedikit kesamaanm, sehingga harus dipertimbangkan sebagai entitas yang berbeda. 4 Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan kadang berspikula. Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium bilirubuinat, karbonat,
  • 24. 24 dan fosfat, seringnya terbentuk secara tidak langsung dari kelainan hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit sickle cell, dan pada mereka yang mengalami sirosis. Seperti batu kolesterol, batu tipe ini hampir selalu terrbentuk dalam kandung empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih sulit larut daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubin terjadi pada empedu secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan menyebabkan peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi dengan kalsium terjadi. 4 Gambar 4. Batu Pigmen Hitam (medscape.com, 2013) Batu colat biasanya berukuran kurang dari 1 cm, berwarna coklat kekunhingan, lembut dan biasanya lembek. Batu ini dapat terbentuk dalam kandung empedu ataupun dalam duktus biliaris, biasanya secara sekunder terbentuk karena infeksi bakterial yang menyebabklan stasis empedu. P[resipitat kalsium bilirubinat dan sbadan sel bakteri membentuk mayoritas bagian dari batu ini. Bakteri spereti Escherichia coli mensekresikan beta-glukoronidase yang secara enzim memecah bilirubin glukoronid untuk memproduksi bilirubin tidak terkonjugasi yang tidak dapat larut. Substansi ini ke,mudian terpresipitasi dengan kalsium, berasama dengan badan sel bakteri yang mati, membentuk batu coklat yang halus dalam trktus biliaris. 4
  • 25. 25 Gambar 5. Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013) G. Manifestasi Klinis 1. Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis) a. Asimptomatik Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat cholecystitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimptomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimptomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan cholecystectomy rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimptomatik4. b. Simptomatik Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik
  • 26. 26 biliaris3,4. c. Komplikasi Cholecystitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering menyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi Ductus cysticus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari cholecystitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari- hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Massa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami cholecystectomy terbuka atau laparoskopik4. 2. Batu Saluran Empedu (Choledocholithiasis) Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi Cholangitis. Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya Cholangiti tersebut. Cholangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya Cholangitis bakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi Cholangitis, biasanya berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Pentade Reynold, berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma3. Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius
  • 27. 27 karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu Ductus choledochus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode parah Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus choledochus distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif. H. Diagnosis 1. Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan- lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4 2. Pemeriksaan Fisik a. Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. b. Batu saluran empedu
  • 28. 28 Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.4 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat – Oksalat Transaminase ) dan aspartat aminotransferase ( SGPT = Serum Glutamat – Piruvat Transaminase ) merupakan enzym yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan sel hati, tapi bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi saluran empedu. Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena sel ductus meningkatkan sintesis enzym ini. Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik dan alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin. Waktu protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin K tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian vitamin K secara parenteral.1,7
  • 29. 29 b. Pemeriksaan radiologis o Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. Gambar 5. Foto rongent pada kolelitiasis.4 o Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.4
  • 30. 30 Gambar 6. Kolelitiasis pada USG4 o Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.4 o Kolangiografi transhepatik perkutan Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi dibagian atas kalau salurannya melebar, meskipun saluran yang ukurannya normal dapat dimasuki oleh jarum baru yang "kecil sekali" Gangguan pembekuan, asites dan kolangitis merupakan kontraindikasi.4 o Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic retrograde kolangiopankreatograft) Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui ampula Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat diperoleh informasi tambahan yang berharga, misalnya tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih mahal dibandingkan
  • 31. 31 kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar atau mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi transhepatik, ERCP semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik untuk mengobati penyebab penyumbatan tersebut (misalnya: sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus yang tertinggal).8 Gb 7. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah panjang) o CT scan
  • 32. 32 CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa hepatik dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila hasil ultrasound masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.8 Gb 8. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple I. Penatalaksanaan 1. Konservatif a. Lisis batu dengan obat-obatan Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1 b. Disolusi kontak Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi2. c. Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
  • 33. 33 Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat. 2. Penanganan operatif a. Cholecystostomy Kolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung emedu yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan ini dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu. Dengan menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu yang merembes dari sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas apabila inflamasi sudah hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4. Gambar 9. Percutaneous Colescystostomy (medicc.jp, 2010)
  • 34. 34 c. Open cholecystectomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simptomatik. Indikasi yang paling umum untuk cholecystectomy adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh cholecystitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani cholecystectomy terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %4. d. Cholecystectomy laparoscopy Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor Ductus cysticus dan trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga. e. Cholecystectomy minilaparotomy Modifikasi dari tindakan cholecystectomy terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah5.
  • 35. 35 BAB IV KESIMPULAN Kolelitiasis dipengaruhi oleh beberapa factor, di antaranya etnis, jenis kelamin, komorbiditas, dan genetic. Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah sekitar 10-20 %, dan biasanya terjadi pada orang dewasa tua dan lanjut usia. Prevalensi kolelitiasis di Asia dan Africa lebih rendah daripada negara Barat. Angka kejadian pada wanita lebih banyak 2-3 kali lebih banyak daripada pria. Risiko terjadinya kolelitiasis juga meningkat dengan bertambahnya umur. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu, batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat, serta batu campuran. Patofisiologi dari terjadinya batu tersebut berbeda-beda. Pada Asia lebih banyak batu pigmen. Kebanyakan kolelitiasis tidak mempunyai gejala maupun tanda. Perpindahan batu menuju ductus cysticus menyebabkan kolik selain itu dapat menyebabkan kolesistitis akut. Kolangitis dapat terjadi ketika batu menghambat duktus hepaticus atau ductus billiaris sehingga mengakibatkan infeksi dan inflamasi. Kolelitiasis kronik menyebabkan fibrosis dan hilangnya fungsi dari kandung empedu, selain itu merupakan factor predisposisi terjadinya kanker pada kandung empedu. Ultrasonografi merupakan modalitas yang terpilih jika terdapat kecurigaan penyakit kandung empedu dan saluran empedu. Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat dari penyakitnya. Jika tidak ada gejala maka tidak diperlukan kolesistektomi. Tapi jika satu kali saja terjadi gejala, maka diperlukan kolesistektomi. Selain itu juga dapat dilakukan penanganan non operatif dengan cara konservatif yaitu melalui obat (ursodioksilat) dan ESWL.
  • 36. 36 DAFTAR PUSTAKA 1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2012.380-4. 2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.459-64. 3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9. 4. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United States America : McGraw Hill, 2012.1188-1218. 5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 2005. 430-44. 6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 2007. 1028-1029. 7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In : Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania : Elsevier. 8. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary Surgery. In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008. Washington : Lippincott Williams & Wilkins.