1. Laporan kasus tentang pasien wanita berusia 43 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati dan diagnosa cholelithiasis dan cholesistitis. 2. Pemeriksaan menemukan batu empedu multiple pada pemeriksaan USG abdomen. 3. Pasien dirawat inap dan diberi tatalaksana medikamentosa serta diet rendah lemak dan pulih dengan baik.
1. 1
LAPORAN KASUS
CHOLELITHIASIS
DISUSUN OLEH :
Oleh
M. Rezza Rizaldi
PEMBIMBING :
dr. Ratna Wilian
SUPERVISOR :
dr. Dodi Sp.PD
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PROGRAM INTERNSHIP
BAGIAN PENYAKIT DALAM
2. 2
RSM SITI KHODIJAH GURAH
KEDIRI
2022
LEMBAR PENGESAHAN
PORTOFOLIO KASUS
CHOLELITIASIS
Mengetahui,
Supervisor
dr. Dodi, Sp.PD
Pembimbing Penulis
3. 3
dr. Ratna Willian dr. Moh. Rezza Rizaldi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan
jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial
ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis
khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negara-negara
berkembang cenderung meningkat.1
Indonesia mendapatakan porsi 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu
empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu
empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi2.
Prevalensi tergantung usia, jenis kelamin, dan etnis. Kasus batu empedu lebih
umum ditemukan pada wanita. Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4-
F, yakni Fatty (gemuk), Fourty ( 40th), Fertile (subur), dan Female (wanita). Wanita
lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski
wanita dan usia 40th tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa
wanita di bawah 40th dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus (DM),
baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat
kolesterol tinggi. Bahkan, anak – anak pun bisa mengalaminya, terutama anak dengan
penyakit kolesterol herediter.2
4. 4
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. TA
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Brenggolo RT/RW 03/03 Kediri
Tanggal masuk : 10/03/2020
No. RM : 015385
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Nyeri ulu hati
2. Anamnesa terpimpin
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri ulu hati yang dialami
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, sakit bertambah berat dan tidak
bisa ditahan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Keluhan telah sering dirasakan
hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke
bahu. Pasien juga mengeluh mual serta muntah, serta terdapat demam tapi
pasien sudah periksa ke klinik dan mendingan. Pasien mengeluhkan BAB
berwarna sedikit pucat. Pasien juga mengeluhkan adanya BAK berwarna
seperti teh pekat Riwayat pasien berobat di penyakit dalam di RS HVA
dengan keluhan yang sama 2 tahun yang lalu, setelah itu pasien tidak
kontrol kembali setalah dirasa keluhan sudah membaik.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
riwayat hipertensi (-)
5. 5
riwayat diabetes mellitus (-)
riwayat asma disangkal
riwayat penyakit jantung disangkal
riwayat alergi obat disangkal
riwayat minum alkohol (-)
riwayat merokok.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak diketahui
C. Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 89 x/menit
Suhu badan : 36.7oC
Pernafasan : 20 x/menit
Pemeriksaan Kulit :
Warna : kuning langsat
Turgor : kembali cepat
Jaringan parut : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterik : tidak ada
Pucat : tidak ada
6. 6
Pemeriksaan Kepala :
Bentuk kepala : Mesosefal
Rambut : Tidak mudah dicabut, distribusi merata.
Pemeriksaan Mata
Palpebra : Edema (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
Pemeriksaan Hidung : Sekret (-/-), epistaksis (-)
Pemeriksaan Leher
Kelenjar tiroid : Tidak membesar
Retraksi suprasternal : (-)
JVP : Tidak meningkat
Pemeriksaan Dada :
Depan Kanan Kiri
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
Inspeksi : retraksi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
7. 7
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing (-),
krepitasi (-)
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing (-)
krepitasi (-)
Belakang Kanan Kiri
Palpasi : ketinggalan gerak (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing (-),
krepitasi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing (-),
krepitasi(-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 line midclavicula kiri
Auskultasi : S1 & S2 reguler, Bising jantung (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi (-), sikatrik (-
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan region hipokondrium dextra (+) Nyeri
Epigastrium (+), organomegali (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-).
8. 8
Genitalia
Tidak diperiksa.
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
DR LEUKOSIT 14.920 Sel/mm3
HAEMOGLOBIN 11,9 g/dl
HCT 33,7 %
TROMBOSIT 188x103/uL
RBC 3,91x106/uL
MCV 86.2
MCH 30.4
MCHC 35.3
Kimia Darah Urea 21
Creatinin 1.2
Glukosa Sewaktu 114
Kolesterol Total 145
Trigliserida 100
Imuno-serologi HbsAg Non reaktif
TEST LIVER SGOT 120 u/l
SGPT 122 u/l
9. 9
Radiologi (USG Abdomen)
- Hepar : ukuran besar normal, sol (-) vascula / bile duct tidak dilatasi,
echo parenkim homogen isoechoic, permukaan licin, tepi tajam.
- GB : dinding baik, echo batu ukuran ± 1cm, multiple (5-8
Biji), sludge (+), nyeri tekan probe (+)
- Lien & pankreas : ukuran dan echo parenkim normal, sol (-).
- Ginjal kanan & kiri : ukuran dan echo corticomedullar normal. Tidak
tampak batu/ mass/ dilatasi
- Uterus & Adneksa : Besar dan bentuk normal, myoma (-) Massa (-)
Kista (-)
- VU : dinding baik, batu/masa (-)
- Kesan : Cholelithiasis multiple
disertai tanda-tanda kolesistitis
2 Diagnosis Kerja
Diagnosis Kerja : Cholesistitis Ec Cholelithiasis
3 Tatalaksana
Medikamentosa
IVFD RL 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
Inj. Metamizole 500mg/8 jam
Inj. Omeprazole 20mg/24 jam
Inj. Ondansentron 8mg/8 Jam
Po. Ursodeoxycholic acid 3x250mg
Po. Sukralfat syrup 3x1cth
Non Medikamentosa
Removal batu empedu dg tindakan Operasi Laparatomi cholesistektomi
Non Bedah dengan Extracorporeal Shock Wave lithotripsy (ESWL)
4 Follow up
10. 10
Tanggal
Subjective (S), Objective (O),
Assesment (A)
Planning (P)
06-03-22 S : nyeri ulu hati tembus ke
belakang, demam sudah mereda
setalah minum obat, mual muntah.
O : KU = SS/GC/GCS 15
TD : 120/80 mmHg, N: 89x/i, P:
20x/i, S: 36,7o
Mata : Sklera Ikterik (+/+)
Abdomen : supel, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan hipokondrium
dextra (+), defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 TPM
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/8 Jam
Po. Sukralfat 3x1 cth
Po. braxidin 3x1 tab
07-03-22 S : Nyeri ulu hati berkurang, mual
berkurang tidak muntah, demam mereda,
masih terasa pegal dibagian belakang dada
sampai perut
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 110/70 mmHg, N: 78x/i, P:
20x/i, S: 36,2o
Mata: Sklera ikterik (+/+)
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/8 Jam
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
11. 11
08-03-22 S : mual muncul kembali tapi tidak sampai
muntah. demam (-)
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 110/70 mmHg, N: 78x/i, P:20x/i
S; 36.9
Mata : Skelera ikterik (+/+)
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/8 Jam
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
09-03-22 S : Sempat demam kemarin malam, nafsu
makan mulai membaik, muntah (-), nyeri
perut berkurang.
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 120/70 mmHg, N: 88x/i, P:20x/i
S; 37.2
Mata : Sklera Ikterik (+/+)
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/KP
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
12. 12
10-03-22 S : Nyeri Perut kanan atas kadang kadang
kambuh. terutama saat mencoba
beraktivitas
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 120/80 mmHg, N: 84x/i, P:20x/i
S; 36.5
Mata : Sklera Ikterik (+/+) Berkurang
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/Kp
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
S : Nyeri Perut kanan atas sudah
mendingan dan bisa beraktivitas ringan.
nafu makan (+), mual (-). muntah (-)
O : KU = SS/GC/CM/GCS 15
TD : 110/80 mmHg, N: 82x/i, P:20x/i
S; 36.8
Mata : Sklera Ikterik (+/+) Berkurang
Abdomen : supel, peristaltik (+)
kesan normal, defans (-)
A : Cholesistitis EC Cholelithiasis
R/ IVFD RL 20 tpm
Inj. Cetriaxone 1gr/12j/iv
Inj. Norages 1Amp/8 Jam
Inj. Pumpitor 1Amp/24 Jam
Inj.Ondansentron4mg/Kp
Po. Sukralfat 3x1 cth
diet makanan rendah lemak
pasien boleh pulang kontrol
poli dalam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
13. 13
A. Definisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(cholecystolithiasis) atau di dalam saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada
kedua-duanya3.
Gambar 1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2013)
B. Anatomi Kandung Empedu
Sistem biliaris dan hati tumbuh bersama. Berasal dari divertikulum yang
menonjol dari foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar dan sistem biliaris.
Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gallbladder (kandung empedu), ductus
cysticus, ductus biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya
menjadi hati dan ductus hepaticus biliaris.1
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah pear/alpukat dengan
panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu . Apabila kandung empedu
mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka infundibulum menonjol seperti
kantong (kantong Hartmann). Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX
14. 14
kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam
omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk
duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna
menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2cm,
diameter 2-3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali
membentuk duplikasi (lipatan-lipatan) yang disebut Valve of Heister, yang mengatur
pasase bile ke dalam kandung empedu dan menahan alirannya dari kandung empedu.4
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale
dengan batas atas porta hepatis sedangkan batas bawahnya distal papila Vateri. Bagian
hulu saluran empedu intrahepatik bermuara ke saluran yang paling kecil yang disebut
kanikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus
interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutkan ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi bergantung pada letak muara duktus
sistikus. Ductus choledochus berjalan menuju duodenum dari sebelah belakang, akan
menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens.
Dalam keadaan normal, ductus choledochus akan bergabung dengan ductus
pancreaticus Wirsungi (baru mengeluarkan isinya ke duodenum) Tapi ada juga keadaan
di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung dulu. Pada
pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction. Tempat muaranya ini disebut Papilla Vatteri. Ujung
distalnya dikelilingi oleh sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan.
V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
15. 15
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf
yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.1
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus hepaticus
communis. Ductus hepaticus bergabung dengan Ductus cysticus membentuk Ductus
choledochus5.
Gambar 2. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2013)
C. Fisiologi
16. 16
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1000ml/hari. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini
mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.4 Kandung empedu mensekresi
glikoprotein dan H+. Glikoprotein berfungsi untuk memproteksi jaringan mukosa,
sedangkan H+ berfungsi menurunkan pH yang dapat meningkatkan kelarutan kalsium,
sehingga dapat mencegah pembentukan garam kalsium. Pengaliran cairan empedu
diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan
tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan
disimpan di dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu akan
berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke dalam duodenum.2,5
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas, asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel
hati.
Absorpsi kandung empedu Fungsi primer dari kandung empedu adalah
memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu
memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik sampai
5-10 kali dan mengurangi volumenya 80%-90%. Meskipun secara primer merupakan
suatu organ pengarbsorpsi, terjadi sekresi mukus selama keadaan patologis seperti
misalnya pembentukan batu empedu dan kadang-kadang dengan obstruksi duktus
kistikus.
17. 17
Aktivitas motoris kandung empedu dan traktus biliaris Pendidikan tradisional
mengajarkan bahwa empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode
interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Informasi yang
lebih baru menunjukkan bahwa aliran empedu terjadi dalam bentuk yang kontinu,
dengan pengosongan kandung empedu terjadi secara konstan. Faktor- faktor yang
bertanggung jawab untuk pengisian kandung empedu dan pengosongannya adalah
hormonal, neural, dan mekanikal. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan
hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi
pengosongan kandung empedu; lemak merupakan stimulus yamg lebih kuat. Reseptor
CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu.
Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120menit setelah konsumsi makanan.
Motilin, sekretin, histamin, dan prostaglandin semuanya terlihat mempunyai pengaruh
yang berbeda pada proses kontraksi. Faktor neural yang predominan dalam menagtur
aktivitas motoris kandung empedu adalah stimulasi kolinergik yang menimbulkan
kontraksi kandung empedu. Pengisisan kandung empedu terjadi saat tekanan dalam
duktus biliaris (berkaitan dengan aliran dan tekanan sfingter) lebih besar daripada
tekanan di dalam kandung empedu. Sejumlah peptida usus, telah terlibat sebagai faktor
endogen yang dapat mempengaruhi proses ini.
Aktivitas motoris traktus biliaris dan sfingter Oddi Aliran empedu ke dalam
duodenum tergantung pada koordinasi kontraksi kandung empedu dan relaksasi
sfingter Oddi. Makanan merangsang dilepaskannya CCK, sehingga mengurangi fase
aktivitas dari sfingter Oddi yang berkontraksi, menginduksi relaksasi, oleh karena itu
memungkinkan masuknya empedu ke dalam duodenum.
Pembentukan empedu Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organik,
dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Komposisi elektrolit dari
empedu sebanding dengan cairan ekstraseluler. Kandungan protein relatif rendah. Zat
terlarut organik yang predominan adalah garam empedu, kolesterol dan fosfolipid.
Asam empedu primer, asam xenodeoksikolat dan asam kolat, disintesis dalam hati dari
kolesterol. Konjugasi dengan taurin atau glisis terjadi di dalam hati. Kebanyakan
kolesterol yang ditemukan dalam empedu disintesis de novo dalam hati. Asam empedu
18. 18
merupakan pengatur endogen penting untuk metabolisme kolesterol. Pemberian asam
empedu menghambat sintesis kolesterol hepatik tetapi meningkatkan absorpsi
kolesterol. Lesitin merupakan lenih dari 90% fosfolipid dalam empedu manusia.
Sirkulasi enterohepatik dari asam empedu Lebih dari 80% asam empedu
terkonjugasi secara aktif diabsorpsi dalam ileum terminalis. Akhirnya, kurang lebih
separuh dari semua asam empedu yang diabsorpsi dalam usus dibawa kembali melalui
sirkulasi porta ke hati. Sistem ini memungkinkan kumpulan garam empedu yang relatif
sedikit untuk bersikulasi ulang 6-12 kali perhari dengan hanya sedikit yang hilang
selama tiap perjalanan. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang diekskresikan dalam
feses.
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %
Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %
Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %
Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %
Elektrolit - -
Tabel 1. Komposisi cairan empedu
Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
19. 19
o Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi
partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
o Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin
yang larut dalam lemak
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut
terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu.4
Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang
segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh
albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria
maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak4.
D. Epidemiologi
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang
dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan
angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat
dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun,
semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
20. 20
1. Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis.
Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2. Usia.
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol
dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga.
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
21. 21
7. Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama.
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu.6
E. Patogenesis
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi,
faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung
empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada
pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung
empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri
dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi
yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu
banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan
lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol
dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel
hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam
tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa
tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus melalui
Ductus cysticus. Dalam perjal anannya melalui Ductus cysticus, batu tersebut dapat
22. 22
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus cysticus karena
diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana
sebagai batu Ductus cysticus3.
F. Patofisiologi Batu Empedu
1. Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari
10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu
besar dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol lain
mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi biasanya
terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe ini
biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan bersegi
atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya bervariasi
dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu kolesterol
merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak. Apakah batu
itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama pada
pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu dewngan
kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan batu empedu
kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan
tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi
relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu).
Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi koleterol dibandingkan
dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam empedu.4 Kolesterol disekresikan
ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol- fosfolipid. Kolesterol dpertahankan
dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah kompeks konjugasi garam embedu-
fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel kolesterol-fosfolipid. Keberadaan
vesikel dan micelles dalam satu kompartemen yang aquaeous mempermudah
berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi vesikuler terjadi pada saat vesikel
lipid tergabung dengan micelle. Vesikel fosfolipid bergabung dengan micelle dan
lebih mudah terjadi dibanding vesikel kolesterol. Sehingga vesikel tersebut
23. 23
mengandung kadar kolesterol yang tinggi, menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi
kristal kolesterol. Pada enmedu yang tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol
dalam vesikel tidak terlalu penting. Dalam empedu yang mengalami supersaturasi,
zona kpadat kolesterol terbentuk pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol
tinggi, yasng menyebabkan tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak
sepertiga kolesterol bilier ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel
kolesterol-fosfolipid membawa
mjayoritas kolesterol bilier. 4
Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol
terjadi dalam empat tahap:
Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa
lain yang membentuk matriks batu.
Gambar 3. Batu kolesterol (Boundless.com, 2013)
2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap
karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan batu pigmen
coklat hanya memiliki sedikit kesamaanm, sehingga harus dipertimbangkan
sebagai entitas yang berbeda. 4
Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan kadang
berspikula. Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium bilirubuinat, karbonat,
24. 24
dan fosfat, seringnya terbentuk secara tidak langsung dari kelainan hemolitik
seperti sferositosis herediter dan penyakit sickle cell, dan pada mereka yang
mengalami sirosis. Seperti batu kolesterol, batu tipe ini hampir selalu terrbentuk
dalam kandung empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih sulit larut
daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubin terjadi pada empedu
secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun
terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi
bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya
sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan menyebabkan
peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi dengan kalsium
terjadi. 4
Gambar 4. Batu Pigmen Hitam (medscape.com, 2013)
Batu colat biasanya berukuran kurang dari 1 cm, berwarna coklat
kekunhingan, lembut dan biasanya lembek. Batu ini dapat terbentuk dalam
kandung empedu ataupun dalam duktus biliaris, biasanya secara sekunder
terbentuk karena infeksi bakterial yang menyebabklan stasis empedu. P[resipitat
kalsium bilirubinat dan sbadan sel bakteri membentuk mayoritas bagian dari batu
ini. Bakteri spereti Escherichia coli mensekresikan beta-glukoronidase yang
secara enzim memecah bilirubin glukoronid untuk memproduksi bilirubin tidak
terkonjugasi yang tidak dapat larut. Substansi ini ke,mudian terpresipitasi dengan
kalsium, berasama dengan badan sel bakteri yang mati, membentuk batu coklat
yang halus dalam trktus biliaris. 4
25. 25
Gambar 5. Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013)
G. Manifestasi Klinis
1. Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)
a. Asimptomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan
gejala (asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat
cholecystitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia,
mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu
kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimptomatik.
Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu
asimptomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi
setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan
cholecystectomy rutin dalam semua pasien dengan batu empedu
asimptomatik4.
b. Simptomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris,
nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan
berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam
dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik
biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik
26. 26
biliaris3,4.
c. Komplikasi
Cholecystitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang
paling umum dan sering menyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya
diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung
empedu, berkaitan dengan obstruksi Ductus cysticus atau dalam infundibulum.
Gambaran tipikal dari cholecystitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang
tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya
oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini
bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar
kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah
dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari- hari. Pada
pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas
abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (pasien berhenti bernafas sewaktu
perut kanan atas ditekan). Massa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam
20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami cholecystectomy
terbuka atau laparoskopik4.
2. Batu Saluran Empedu (Choledocholithiasis)
Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
Cholangitis. Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya Cholangiti
tersebut. Cholangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya Cholangitis
bakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias Charcot yaitu demam dan
menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi Cholangitis, biasanya
berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Pentade Reynold,
berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau
penurunan kesadaran sampai koma3.
Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius
27. 27
karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu
Ductus choledochus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta
dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode
parah Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil
melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus choledochus
distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu.
Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.
H. Diagnosis
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran
terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di
daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan- lahan
tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4
2. Pemeriksaan Fisik
a. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis
kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang
tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
b. Batu saluran empedu
28. 28
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang.
Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin
darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.4
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi,
akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap
kali terjadi serangan akut.
Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat – Oksalat
Transaminase ) dan aspartat aminotransferase ( SGPT = Serum Glutamat –
Piruvat Transaminase ) merupakan enzym yang disintesis dalam konsentrasi
tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan
sel hati, tapi bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu terutama
obstruksi saluran empedu.
Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar
yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena
sel ductus meningkatkan sintesis enzym ini.
Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik
dan alkali fosfatase pada umumnya meningkat dan bertahan lebih lama
dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin.
Waktu protombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin
K tergantung dari cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal
ini dapat diatasi dengan pemberian vitamin K secara parenteral.1,7
29. 29
b. Pemeriksaan radiologis
o Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.
Gambar 5. Foto rongent pada kolelitiasis.4
o Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem
yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum
rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada
dengan palpasi biasa.4
30. 30
Gambar 6. Kolelitiasis pada USG4
o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup
baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat
batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.4
o Kolangiografi transhepatik perkutan
Merupakan cara yang baik untuk mengetahui adanya obstruksi
dibagian atas kalau salurannya melebar, meskipun saluran yang
ukurannya normal dapat dimasuki oleh jarum baru yang "kecil sekali"
Gangguan pembekuan, asites dan kolangitis merupakan kontraindikasi.4
o Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde (ERCP = Endoscopic
retrograde kolangiopankreatograft)
Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus pankreatikus melalui
ampula Vater dapat diselesaikan secara endoskopis. Lesi obstruksi
bagian bawah dapat diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat
diperoleh informasi tambahan yang berharga, misalnya tumor ampula,
erosis batu melalu ampula, karsinoma yang menembus duodenum dan
sebagainya) Tehnik ini lebih sulit dan lebih mahal dibandingkan
31. 31
kolangiografi transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan
komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien yang salurannya tak melebar
atau mempunyai kontraindikasi sebaiknya dilakukan kolangiografi
transhepatik, ERCP semakin menarik karena adanya potensi yang 'baik
untuk mengobati penyebab penyumbatan tersebut (misalnya:
sfingterotomi untuk jenis batu duktus koledokus yang tertinggal).8
Gb 7. ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus intrahepatik (panah
panjang)
o CT scan
32. 32
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu yang melebar, massa
hepatik dan massa retroperitoneal (misalnya, massa pankreatik).Bila
hasil ultrasound masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.8
Gb 8. CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple
I. Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan
mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan
dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul
keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi
dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu kolesterol
dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring
hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm
dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1
b. Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut
kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya
adalah angka kekambuhan yang tinggi2.
c. Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
33. 33
Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk
pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat.
2. Penanganan operatif
a. Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung emedu
yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan ini
dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya
untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun
ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter
dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang
menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu.
Dengan menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu
yang merembes dari sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas
apabila inflamasi sudah hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu
dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4.
Gambar 9. Percutaneous Colescystostomy (medicc.jp, 2010)
34. 34
c. Open cholecystectomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu
empedu simptomatik. Indikasi yang paling umum untuk cholecystectomy adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh cholecystitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini
menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani cholecystectomy terbuka pada
tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65
tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka
kematian mencapai 0,5 %4.
d. Cholecystectomy laparoscopy
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu perawatan di rumah
sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang
berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat
mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi.
Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor Ductus cysticus dan
trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris sering dibicarakan, namun
umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi
kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas
normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
e. Cholecystectomy minilaparotomy
Modifikasi dari tindakan cholecystectomy terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah5.
35. 35
BAB IV
KESIMPULAN
Kolelitiasis dipengaruhi oleh beberapa factor, di antaranya etnis, jenis
kelamin, komorbiditas, dan genetic. Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah
sekitar 10-20 %, dan biasanya terjadi pada orang dewasa tua dan lanjut usia.
Prevalensi kolelitiasis di Asia dan Africa lebih rendah daripada negara Barat. Angka
kejadian pada wanita lebih banyak 2-3 kali lebih banyak daripada pria. Risiko
terjadinya kolelitiasis juga meningkat dengan bertambahnya umur.
Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu, batu kolesterol, batu pigmen atau batu
bilirubin yang terdiri dari kalsium bilirubinat, serta batu campuran. Patofisiologi
dari terjadinya batu tersebut berbeda-beda. Pada Asia lebih banyak batu pigmen.
Kebanyakan kolelitiasis tidak mempunyai gejala maupun tanda.
Perpindahan batu menuju ductus cysticus menyebabkan kolik selain itu dapat
menyebabkan kolesistitis akut. Kolangitis dapat terjadi ketika batu menghambat
duktus hepaticus atau ductus billiaris sehingga mengakibatkan infeksi dan inflamasi.
Kolelitiasis kronik menyebabkan fibrosis dan hilangnya fungsi dari kandung
empedu, selain itu merupakan factor predisposisi terjadinya kanker pada kandung
empedu.
Ultrasonografi merupakan modalitas yang terpilih jika terdapat kecurigaan
penyakit kandung empedu dan saluran empedu.
Pengobatan pada kolelitiasis tergantung pada tingkat dari penyakitnya. Jika
tidak ada gejala maka tidak diperlukan kolesistektomi. Tapi jika satu kali saja terjadi
gejala, maka diperlukan kolesistektomi. Selain itu juga dapat dilakukan penanganan
non operatif dengan cara konservatif yaitu melalui obat (ursodioksilat) dan ESWL.
36. 36
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3.
Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2012.380-4.
2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of
Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.459-64.
3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
4. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United States
America : McGraw Hill, 2012.1188-1218.
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 2005. 430-44.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 2007. 1028-1029.
7. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :
Sabiston Textbook of Surgery 17th edition. 2004. Pennsylvania : Elsevier.
8. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary Surgery.
In : Washington Manual of Surgery 5th edition. 2008. Washington : Lippincott
Williams & Wilkins.