Laporan 1. Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi Kain
1. I. TUJUAN
ο Melakukan dekomposisi kain dengan menentukan nomor benang, tetal
benang, berat kain
ο Menentukan jenis anyaman
II. DASAR TEORI
Dekomposisi kain merupakan suatu cara menganalisis kain contoh, sehingga
dari hasil analisis tersebut dapat diperoleh data-data yang dapat dipakai untuk
membuat kembali kain yang sesuai dengan contoh tersebut proses praktik
dekomposisi yang telah dilakukan untuk pengujian komposisi pada kain contoh tetal ,
berat panjang , nomor benang , jenis anyaman dan lain lain.
Benang adalah susunan serat serat yang teratur ke arah memanjang dengan
garis tengah dan jumlah antihan tertentu yang diperoleh dari suatu pengolahan yang
disebut pemintalan. Serat-serat yang digunakan untuk membuat benang berasal dari
alam atau pun buatan. Serat-serat tersebut ada yang mempunyai panjang terbatas
(disebut stapel) dan ada yang mempunyai panjang tidak terbatas (disebut filamen).
Dalam dekomposisi kain hal yang utama yang harus diketahui terlebih dahulu
adalah anyaman kain tersebut. Anyaman kain secara sederhana ada 3 macam yaitu
anyaman polos, anyaman keper dan anyaman satin. Secara umum anyaman kain tenun
adalah silangan antara benang lusi dengan benang pakan sehingga terbentuk kain
tenun. Benang lusi adalah benang yang sejajar dengan panjang kain tenun biasanya
digambarkan kearah vertical, sedangkan benang pakan adalah benang yang sejajar
dengan lebar kain dan biasanya digambarkan kearah horizontal.
Pada selembar kain selalu memiliki bagian-bagian yang penting, yang biasa
ada pada konstruksi kain. Konstruksi kain yang paling sederhana, akan terlihat:
- Nomor benang (lusi dan pakan) beserta konstruksi benang
- Tetal kain (Kerapatan benang pad kain)
- Lebar kain
Salah satu cara untuk membuat design struktur pada kain tenunan adalah
dengan penggunaan anyaman. Sebelum pembuatan design pada kain tenun dengan
bantuan anyaman dilaksanakan di dalam proses menenun, maka perlu disiapkan
dahulu rencana gambar anyaman yang biasa dituangkan dalam bentuk gambar-
gambar anyaman yang dhubungkan dengan kegiatan peralatan pada mesin tenun yang
akan membantu dalam pembentukan design pada kain tenun tersebut.
2. PENOMERAN BENANG
Penomeran benang dapat menyatakan kehalusan atau ketebalan benang yang
dibuat. Oleh karena itu kehalusan benang atau nomer benang dinyatakan dengan
perbandingan antara panjang dan beratnya. Sistem penomeran ini digunakan untuk
memudahkan dalam pemakaian selanjutnya dan memudahkan dalam pembuatan
benang. Dengan demikian seorang pembeli tidak perlu harus membawa contoh
benang ke pembuat benang, cukup memberikan suatu nomer yang artinya ketebalan,
kehalusan benang yng diinginkan sudah tercakup pada nomer yang disampaikan.
Penomeran benang dapat menyatakan kehalusan atau ketebalan suatu benang yang
dibuat. Oleh karena itu kehalusan benang atau nomer benang dinyatakan dengan
perbandingan antara panjang dan beratnya. Sistem penomeran benang terdiri dari dua
cara yaitu sistem langsung yang didasarkan pada satuan panjang benang yang tetap
dan sistem tidak langsung yang didasarkan pada satuan berat benang yang tetap.
1. Sistem Penomeran Langsung/ Panjang Tetap
Sistem penomeran langsung berdasarkan pada berat benang untuk setiap
satu standar untaian benang (standar hank) dengan panjang yang tetap. Sistem
penomeran ini umumnya digunakan untuk benang filamen seperti sutera, rayon,
poliester, nilon dan sebagainya. Satuan yang dikenal dalam sistem ini adalah
dalam denier dan tex.
ο DENIER (Td)
Denier adalah sistem penomeran yang dikhususkan untuk benang-
benang monofilamen atau multifilamen yang dinyatakan sebagai berat (g)
untuk setiap panjang 9000 m benang. Contoh penomoran sistem denier adalah
sebagai berikut :
- Td 1 : artinya suatu benang yang beratnya 1 gram mempunyai
panjang 9000 m
- Td 100 : artinya suatu benang yang beratnya 100 gram
mempunai panjang 9000 m
Pada penomoran benang dengan menggunakan sistem langsung, maka
semakin kecil nomer benang, kehalusan benang tersebut akan semakin halus
atau semakin kecil benangnya. Sebaliknya semakin besar nomer benang, akan
semakin besar benangnya. Perhitungan nomer benang untuk penomeran
sistem langsung atau panjan tetap dapat dinyatakan dengan rumus umum
sebagaimana yang ditunjukkan persamaan berikut :
3. N = nomer benang
B = berat benang
U = panjang benang dalam satu untaian standar
P = panjang benang
Untuk penomoran dengan sistem Td (denier) perhitungan nomor
benang dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
2. Sistem Penomeran Tidak Langsung
Sistem penomoran tidak langsung atau berat tetap didasarkan pada panjang
serat setiap berat tertentu yang tetap. Dengan sistem penomeran tidak langsung
atau berat tetap, maka jika nomer benang makin besar maka benang akan semakin
halus atau semakin kecil, sebaliknya makin kecil benangnya makin besar
nomernya. Sistem penomeran ini ada bermacam β macam antara lain nomer
Inggris, Perancis, International metrik dan lainnya.
ο Penomeran benang menurut nomer Inggris ( Ne1)
Penomeran benang menurut nomer Inggris dengan notasi Ne1
merupakan perbandingan antara panjang benang dalam satuan hank persatuan
berat benang dalam satuan pound, yang dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut :
Ne1 1 artinya suatu benang dengan panjang 1 hank (840 yard) benang
tersebut mempunyai berat sebesar 1 pounds (lb)
ο Penomeran benang dengan nomer metrik (Nm)
Sistem penomeran metrik merupakan sistem penomeran internasional.
Sistem penomeran dengan berat tetap berdasarkan pada panjang benang dalam
satuan meter berbanding terbalik dengan berat dalam satuan gram, sehingga
persamaannya dapat ditulis seperti persamaan berikut ini:
4. Nm 1 menunjukkan dalam berat satu gram maka panjang benang
tersebut adalah satu meter.
Perhitungan nomor benang untuk sistem tidak langsung dapat dinyatakan
dengan rumus umum seperti yang ditunjukkan oleh persamaan:
Keterangan :
N : nomer benang
U : panjang benang dalam satu untaian standar
B : berat benang
P : panjang benang
Untuk penomoran dengan sistem Ne1 perhitungan nomor benang dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut:
ο Anyaman Polos
Anyaman polos adalah anyaman dasar yang paling sederhana, paling tua
danpaling banyak digunakan diantara anyaman lainnya. Nama yang biasanya
digunakan pada anyaman polos diantaranya adalah; anyaman blacu,
plat,tabby, taffeta, atau plain. Karakteristik anyaman polos adalah :
1) Mempunyai raport yang paling kecil dari semua jenis anyaman
2) Bekerjanya benang-benang lusi dan pakan paling sederhana yaitu 1 naik,1
turun.
3) Ulangan raport kearah horizontal atau kearah pakan diulangi setelah 2helai
pakan. Sedangkan kearah lusi ( vertical ) diulangi setelah 2 helailusi.
4) Jumlah silangan paling banyak diantara jenis anyaman lain
5) Anyaman polos paling sering dikombinasikan dengan faktor-
faktorkonstruksi kain yang lain dari pada jenis anyaman yang lainnya.
5. 6) Tetal lusi dan tetal pakan pada anyaman polos mempunyai
perpencaranyang lebih besar dari pada anyaman lain. Demikian
pula dengan perpencaran berat kain lebih besar dari pada anyaman lain.
7) Anyaman polos lebih sesuai untuk diberi rupa yang lain dengan
jalanmengadakan perubahan-perubahan desain, baik desain structural
maupundesain permukaan dibandingkan dengan anyaman lain.i. Pada
umumnya, kain dengan anyaman polos penutupan kain berkisar pada 25 β
75 %.
8) Anyaman polos dapat digunakan untuk kain yang jarang dan
tipisdengan hasil yang memuaskan dari pada menggunakan anyaman lain.
Kain yang jarang dengan anyaman polos berkisar pada pabrik over 25
β 50 %. Kain yang termasuk jenis ini adalah chiffon, voile. Untuk kain padat
biasanya menggunakan benang pakan yang lebih besar dari pada benang lusi.
Pabrik cover berkisar 70-100%. Karakteristik jenis ini cenderung
menunjukkan rip (rusuk) horizontal pada permukaan kain.
TETAL BENANG (KERAPATAN)
Dalam menentukan standar konstruksi kain terdapat unsur-unsur yang meliputi
anyaman, nomor benang, tetal benang lusi dan pakan per satuan panjang dan lebar
kain. Tetal benang harus diketahui terlebih dahulu karena akan digunakan sebagai
pedoman arah kain dan nomor benang.
Tetal benang adalah kerapatan atau jumlah helai benang kusi atau pakan untuk
suatu panjang tertentu dari kain (untuk lusi kearah lebar dan untuk pakan kearah
panjang)
Tetal lusi adalah jumlah benang lusi setiap panjang ukuran tertentu di ukur ke
arah lebar kain Tetal pakan adalah jumlah benang pakan setiap lebar tertentu di ukur
ke arah panjang kain.
Ukuran berat kain dapat dinyatakan senbagai berikut :
ο Berat tiap gr/m2
ο Berat tiap gr/yard
Yang mana tiap yard = 0,9144 m = 36 inci dan 1 inci = 2,54 cm
Rumus :
ο Berat gr/m2 =
πΏπ’ππ ππππ π₯ π΅ππππ‘ ππππ
πΏπ’ππ π πππππ
6. ο Berat gr/yard =
150 π₯ 91,44
πΏπ’ππ π πππππ
x berat
Untuk dapat membuat rencana tenun, perlu mempelajari komposisi kain dan
mengerti arti dari gambar/istilah yang tertera pada kain anatara lain :
1. Benang Lusi
Dalam anyaman kain tenun benang lusi digambarkan dalam bentuk
bidang sempit yang panjang dan vertikal (tegak) yang dibatasi oleh dua garis
yang sejajar satu terhadap lainnya.
Persilangan antara garis biru dan ungu pertama menggambarkan 1
helai benang lusi. Cara menghitung ataupun memberi angka benang-benang
lusi selalu dilakukan di kiri menuju kanan.
2. Benang pakan
Benang pakan digambarkan dalam bentuk bidang sempit horizontal
(mendatar). Seperti pada benang lusi, maka bidang yang menggambarkan
benang pakan ini dibatasi oleh 2 garis sejajar.
Biru : lusi, merah : pakan
Bidang yang terletak pada benang merah dan biru menggambarkan 1
helai benang pakan. Cara menghitung benang pakan selalu dilakukan dari
bawah menuju atas.
3. Silangan benang
Lusi dan pakan membuat sudut 90 derajat di dalam tenunan. Tenunan
terjadi karena adanya silangan-silangan antara benang lusi dengan benang
7. pakan. Yang dimaksud silangan lusi disini adalah perpindahan dari efek
lusi/pakan atas ke efek lusi/pakan bawah.
Bentuk benang lusi yang terbentuk di atas benang pakan ini disebut
efek lusi atau tempat persilangan antara benang lusi dan benang pakan disebut
titik silang. Benang pakan menyilang di atas benang lusi disebut efek pakan
titik silangnya disebut titik silang pakan.
4. Efek lusi dan efek pakan
Efek lusi ialah benang lusi yang berada di atas benang pakan dan
terletak diantara dua silangan benang lusi. Efek pakan ialah benang pakan
yang berada di atas beanang lusi dan terletak di antara 2 silangan benang
pakan.
Makin banyak jumlah silangan dalam tenunan, makin pendek efek
benang yang diperoleh. Sebaliknya makin sedikit silangan-silangan dalam
tenunan makin panjang efek benang yang diperolehnya.
5. Bekerjanya benang lusi dan benang pakan
Menggambar anyaman tekstil dilakukan di atas kertas yang mempinyai
garis sejajar vertikal dan horizontal. Kedua garis tersebut membentuk kotak-
kotak kecil, kertas semacam ini disebut kertas patrun atau design paper.
8. Bidang-bidang diantara garis-garis vertikal selalu benang lusi dan yang
horizontal selalu benang pakan. Kotak kecil merupakan simbol titik silang.
Efek lusi atas
digambarkan dengan
memberi warna atau
tanda pada tiap kotak di
kertas desain.
6. Angka loncat
Efek lusi pada benang-benang lusi sesudah lusi nomor 1 secara
berturut-turut selalu dimulai dengan meloncat (pindah) ke atas sebanyak satu
helai atau lebih lembar benang pakan terhadap efek benang lusi sebelumnya.
Banyaknya loncatan atau perpindahan efek lusi tersebut dinyatakan dengan
sebuah angka yang disebut angka loncat.
7. Rapot anyaman
Yang dimaksud dengan rapot anyaman adalah satuan terkecil dari lusi
dan pakan di dalam suatu jenis anyaman. Satuan mana diulangi dengan cara
yang sama di dalam tenunan, baik ke arah vertikal ataupun ke arah horizontal.
Dalam gambar menunjukkan bahwa garis tebal pada sudut kiri bawah
menunjukkan batas dari satu rapot anyaman. Disini satu rapot anyaman terdiri
dari 4 helai benang lusi dan 4 helai pakan.
9. III. ALAT DAN BAHAN
IV. PROSEDUR
a. CARA KERJA
1. Siapkan kain contoh uji berukuran 20 cm x 20 cm yang kemudian digunting
menjadi berukuran 10 cm x 10 cm.
2. Menentukan arah lusi dan pakan pada kain uji (arah lusi diberi tanda panah),
dimana lusi dicari dengan merasakan benang yang kaku dan keras karena
telah diberi kanji. Dapat juga dengan melihatnya ke arah cahaya. Yang
terlihat lurus-lurus (dan ada bagian-bagian yang tebal) adalah benang lusi.
Bisa juga searah dengan arah pingggiran kain tersebut.
3. Menghitung tetal lusi dan tetal pakan :
- Ratakan kain tanpa tegangan pada meja pemeriksa
- Dengan loop dibantu dengan jarum hitung jumlah lusi dan pakan setiap
inchi
- Pengujian dilakukan paling sedikit 3 tempat yang berbeda
4. Menimbang kain contoh uji dengan ukuran 10 x 10 cm, kemudian catat
beratnya.
5. Mengambil benang lusi dari 2 (dua) sisi yang berbeda pada kain contoh uji
tersebut sebanyak 4 (empat) helai β 5 (lima) helai, Lalu menimbangnya satu
persatu dan cari rata- rata nomer benang tersebut. Demikian pula untuk
benang pakannya.
6. Menghitung nomor benang lusi dan pakan dari masing-masing dari data yang
sudah diperoleh.
7. Melalukan perhitungan terhadap berat lusi dan pakan untuk memperoleh
selisih berat dalam %.
Alat : 1. Timbangan analitik
2. Loop
3. Jarum
4. Mistar/penggaris
5. Gunting
Bahan : 1. Kain sampel
10. b. CARA PEMBUATAN SAMPEL
Membuat sample kain :
- Ambil kain yang akan dilakukan dekomposisi
- Potong sekitar 10 cm kain
- Ambil beberapa benang lalu tarik benang dan ukur pakai penggaris
hingga ukuran menjadi 10 cm karena 10 cm kain yang dipotong masih
terdapat crimp sehingga benang tidaklah 10 cm
- Bila sudah diukur dengan penggaris, samakan dengan kain tadi
panjangnya
- Potong kain sepanjang benang yang diukur 10 cm tadi sehingga ketika
diukur pakai penggaris kain kurang dari 10 cm
- Buat 3 sampel kain
Membuat sample benang :
- Ambil kain yang sudah dipotong benang panjangnya kurang dari 10 cm
- Ambil 5 benang pakan dengan cara ditiriskan
- Ambil 5 benang lusi dengan cara ditiriskan
V. DATA PENGAMATAN
1. Tabel No benang
Nomor
Berat
Lusi Pakan
1.
2.
3.
4.
5.
0,0021
0,0017
0,0019
0,0017
0,0018
0,0016
0,0020
0,0022
0,0016
0,0017
Rata - rata 0,00184 0,00182
2. Hasil Pengamatan
a) Tetal :
- Benang pakan : 77; 77; 77 / inchi
- Benang lusi : 86; 86; 86 / inchi
11. b) Anyaman :
- Kain berbentuk anyaman polos
c) Berat kain dalam timbangan :
- 1,1743 g
- 1,1712 g
- 1,1623 g
d) Jenis serat : stapel
e) Panjang sampel 10 cm = 0,1 m
f) Berat lusi (g) :
- Lusi : 0,0021; 0,0017; 0,0019; 0,0017; 0,0018
- Pakan : 0,0016; 0,0020; 0,0022; 0,0016; 0,0017
3. PERHITUNGAN
a. Tetal Benang /cm :
ο β π·ππππ = (77 + 77 + 77) : 3 = 77/inch
77 helai = 2,54 cm
x helai = 1 cm
2,54 cm x = 77 Γ 1
X = 30,3149 helai/cm
ο β π³πππ = (86 + 86 + 86) : 3 = 86/inch
86 helai = 2,54 cm
x helai = 1 cm
2,54 cm x = 86 Γ 1
X = 33,852 helai/cm
b. AVG Berat Kain =
1,1743+1,1712+1,1623
3
= 1,1692
ο Berat kain timbang = 1,1692 x 100 cm
= 116,92 g
c. Nomor Benang :
ο β π³πππ
o Panjang =
10 cm+10 cm+10 cm+10cm+10 cm
5
= 10 cm = 0,1 m
o Berat =
0,0021+0,0017 +0,0019 +0,0017 +0,0018
5
13. f. Berat kain timbang = (1,1743 + 1,1712 + 1,1623) : 3
= 1,1692 x 100
= 116,92
g. Selisih
Selisih =
(πππ,ππππβππππ,πππ)
πππ,ππππ
x 100
= 0,4701 %
VI. PEMBAHSAN
Berdasarkan ciri-ciri yang dilihat dan di amati diketahui bahwa kain sempel
yang diteliti merupakan kain anyaman polos, karena memiliki hasil anyaman garis
miring yang tidak putus-putus. Pada kain yang diteliti terdapat jumlah tetal lusi lebih
besar dibandingkan jumlah tetal pakan hal ini menunjukkan bahwa kain yang diteliti
merupakan kain anyaman keper lusi. Juga selisih berat didapatkan sebesar 0,4701 %
artinya percobaan yang dilakukan baik. Karena apabila hasil selisih yang didapatkan
lebih dari 10 % maka praktikum dianggap kurang baik karena jauh dari literature.
VII. KESIMPULAN
Pada kain terlihat garis miring yang tidak putus-putus, garis miring berjalan ke
arah kiri atas dan permukaan atas dan bawah berbeda. Dengan data :
ο Tetal lusi : 86 helai/inch = 33,8582 helai/ cm
ο Tetal pakan : 77 helai/inch = 30,3149 helai/cm
ο Berat kain cara penimbangan dan cara perhitungan hampir sama yaitu
116,9200 gr dan 117,4723 gr dengan selisih 0,4701%
ο Kain sampel memiliki nomor benang lusi Ne1 32,0991 dan nomor
benang pakan Ne1 32,419
ο Anyaman pada kain adalah anyaman polos
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Muh. Zayri, ST. Pengantar Ilmu Tekstil 2. 2013
BPK Desain Tekstil I
BPK Praktek Desin Tekstil I
Ir. Sulistyadi, MT. BPK Praktek Evaluasi Fisika Tekstil. 2020
IX. LAMPIRAN