1. I. TUJUAN
1. Menghilangkan pigmen/warna alam pada kain kapas dengan menggunakan
H2O2 sehingga dapat diperoleh kain yang putih dan bersih.
2. Membandingkan hasil proses pengelantangan dengan menggunakan pH yang
berbeda sehingga dapat diketahui efek dari variasi pH pada hasil
pengelantangan.
II. DASAR TEORI
Serat merupakan bahan baku yang digunakan dalam pembuatan benang dan
kain. Serat tekstil ada yang dibuat dari bahan baku bersumber dari alam atau dari hasil
manufaktur atau disebut serat sintetis yang pembuatannya secara kimia. Semua serat
memiliki ciri-ciri bawaan dan sifat masing-masing serat yang beragam, tidak dapat
dipisahkan dari karakteristik dan mempunyai/memiliki berbagai macam sifat.
Beberapa bahan yang termasuk tekstil adalah seperti benang, tali, kain, karpet dan lain
sebagainya.
Serat tekstil dapat digolongkan berdasarkan sumbernya ataupun struktur
molekul penyusunnya. Penggolongan serat tekstil berdasarkan sumbernya terbagi
menjadi dua golongan besar yaitu serat alam dan serat buatan. Penggolongan
berdasarkan serat alam masih dibagi menjadi serat tumbuh-tumbuhan (selulosa), serat
hewan (protein) dan serat mineral, Sedangkan pada serat buatan/sintetis dibagi
menjadi dua golongan yaitu serat organik (polimer alam dan polimer buatan) dan serat
anorganik.
A. Serat Kapas
Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman kapas. Tanaman kapas
termasuk dalam jenis Gossypium. Tanaman yang berhasil dikembangkan adalah
jenis Gossypium Hirsutum dan Gossypium Barbadense. Kedua tanaman berasal
dari Amerika, Gossypium hirsutum kemudian terkenal dengan nama kapas
”Upland” atau kapas Amerika dan Gossypium Barbadense kemudian dikenal
dengan nama kapas ”Sea Island”. Kapas upland merupakan kapas yang paling
banyak diproduksi dan digunakan untuk serat tekstil, sedangkan kapas sea island
meskipun produksinya tidak terlalu banyak, tetapi kualitasnya sangat baik karena
2. seratnya halus dan panjang. Oleh karena itu kapas sea island digunakan untuk
tekstil kualitas tinggi.
Serat kapas merupakan serat yang zat penyusun utama paling banyak
adalah selulosa sehingga serat kapas tergolong dalam serat selulosa/tumbuh-
tumbuhan. Klasifikasi mutu kapas ditentukan oleh grade, panjang stapel dan
karakter. Grade kapas ditentukan oleh warna, kotoran dan persiapan.
1. Komposisi Serat Kapas
Tabel 1. Komposisi Serat Kapas
Susunan Kandungan (%)
Selulosa 94
Air 1,3
Pektin 1,2
Lilin 0,6
Abu 1,2
Pigmen dan zat lain 1,7
(Noerati ,2013; 6-7)
a. Selulosa
Analis menunjukkan bahwa serat kapas tersusun atas selulosa.
Selulosa ( C₆H₁₀O₅ ) merupakan polimer linier yang tersusun dari
kondensasi molekul-molekul glukosa C₆H₁₂O₆.
b. Pektat atau Pektin
Pektin adalah zat yang penting di antara zat-zat bukan selulosa yang
menyusun serat. Pektin adalah 10 karbohidrat dengan berat molekul
tinggi dan struktur yang hampir sama dengan selulosa. Perbedaanya
yaitu selulosa pecah ke dalam glukosa, sedangkan pektin terurai menjadi
galaktosa, pentosa, asam poligalakturonat dan metil alkohol.
c. Protein
Protein diperkirakan bahwa zat-zat protein yang terdapat dalam
kapas adalah sisa-sisa protoplasma yang tertinggal dalam lumen setelah
selnya mati pada saat buah membuka.
3. d. Lilin
Lilin adalah zat-zat yang diekstraksi dari kapas dengan menggunakan
pelarut-pelarut organik. Lilin ini tersebar ke seluruh dinding primer
sehingga merupakan lapisan pelindung yang tahan air pada serat-serat
kapas mentah. Adanya lilin dalam serat akan mempermudah pemintalan
karena bertindak sebagai pelumas, tetapi akan mengurangi geseran
antara serat yang menyebabkan kekuatan benangnya turun.
e. Debu
Debu berasal dari daun, kulit buah dan kotoran-kotoran yang
menempel pada serat. Analis menunjukkan bahwa penyusun utama debu
adalah magnesium, kalsium, kalium karbonat, fosfat, sulfat, khlorida dan
garam – garam karbonat. Proses yang dilakukan seperti pemasakan dan
pengelantangan akan mengurangi kadar debu di dalam kapas.
(Rosyida ,2013; 12-13)
2. Sifat-sifat Serat Kapas
Serat kapas berasal dari tanaman, oleh karena itu serat kapas
termasuk serat selulosa, sehingga sifat kimia serat kapas mirip seperti sifat
selulosa. Di dalam larutan alkali kuat serat kapas akan menggembung
sedangkan dalam larutan asam sulfat 70% serat kapas akan larut.
Tabel 2. Karakteristik Serat Kapas
1. Daya serap : Higroskopik, MR 8,5%
2. Kimia : - Tidak tahan asam
- Alkali berpengaruh sedikit terhadap
kapas, kecuali alkali kuat dengan
konsentrasi tinggi menyebabkan
penggelembungan serat, misal dalam
proses merserisasi.
3. Stabilitas dimensi : Terjadi penyusutan bila dalam
pencucian berlebih
4. 4. Kekuatan : - 2 – 3 g/denier
- meningkat 10% dalam kondisi basah
- menurun oleh zat pengoksidasi
karena terjadi oksi-selulosa,
pemutihan berlebih, penyinaran
dalam keadaan lembab, dan
pemanasan yang lama diatas suhu
140˚C.
5. Mulur : 4 – 13 %
6. Warna : - Tidak putih tetapi kecoklat – coklatan
(krem)
- Jika berwarna keabu-abuan, karena
pengaruh cuaca
- Jika warna putih kebiru-biruan,
karena jamur
(Noerati ,2013; 8)
Bahan tekstil yang terbuat dari serat alam seperti selulosa dan protein
memiliki kandungan kotoran alami yang cukup tinggi, sedangkan bahan
tekstil dari serat sintetik umumnya sudah bersih, namun kadang masih
terdapat kotoran luar saat proses pembuatan benang atau kainnya. Bahan
tekstil mentah atau grey dari serat alam masih banyak mengandung kotoran –
kotoran, baik kotoran alam, kotoran luar maupun kotoran yang ditambahkan
seperti minyak pelumas yang terdapat pada bahan serat – serat sintetik.
Kotoran alam adalah kotoran yang berasal dari tanaman itu sendiri berupa
lemak, minyak, lilin, malam, pektin, pigmen, protein dan sebagainya yang
tumbuh bersama serat – serat alam tersebut. Sedangkan kotoran luar adalah
kotoran yang menempel pada serat yang bukan merupakan kotoran bawaan
dari serat, contoh : debu, ranting, daun, minyak dan sebagainya. Kotoran –
kotoran ini dapat mengganggu/menghalangi keberhasilan dan penyerapan
pada proses – proses lebih lanjut seperti pada proses pengelantangan,
pencelupan, pencapan, dan penyempurnaan.
5. Adapun proses tekstil dalam persiapa penyempurnaan yang dilakukan
pada kain mentah (grey) yaitu proses mekanik yang dilakukan dengan
gerakan – gerakan fisik/mekanik seperti penyikatan bulu, pencukuran bulu,
dan pembakaran bulu serta ada pula proses kimiawi yang dilakukan
menggunakan bahan-bahan kimia seperti proses hilang kanji, pemasakan,
merserisasi, kostisasi, merserisasi, dan pengelantangan.
B. Pengelantangan
Pengelantangan dikerjakan terhadap bahan tekstil bertujuan
menghilangkan warna alami yang disebabkan oleh adanya pigmen-pigmen alam
atau zat-zat lain, sehingga diperoleh bahan yang putih. Pigmen-pigmen alam pada
bahan tekstil umumnya terdapat pada bahan dari serat-serat alam baik serat
tumbuh-tumbuhan maupun serat binatang yang tertentu selama masa
pertumbuhan. Sedangkan bahan tekstil dari serat sintetik tidak perlu dikelantang,
karena pada proses pembuatan seratnya sudah mengalami pemurnian dan
pengelantangan, tetapi untuk bahan tekstil yang terbuat dari campuran serat
sintetik dan serat alam diperlukan proses pengelantangan terutama prosesnya
ditujukan terhadap serat alamnya. Untuk menghilangkan pigmen-pigmen alam
tersebut hanya dapat dilakukan dalam proses pengelantangan dengan
menggunakan zat pengelantang yang bersifat oksidator atau reduktor yang akan
mendekomposisi ikatan rangkap dan terkonjugasi dari senyawa pigmen menjadi
ikatan tunggal sehingga senyawa ini menjadi tidak berwarna dan dapat larut
dalam air. Hal ini menyebabkan distribusi pemantulan cahaya oleh permukaan
kain menjadi lebih seragam dan lebih putih.
Pengelantangan dapat dilakukan sampai memperoleh bahan yang putih
sekali, misalnya untuk bahan-bahan yang akan dijual sebagai benang putih atau
kain putih, tetapi dapat pula dilakukan hanya sampai setengah putih khususnya
untuk bahan-bahan yang akan dicelup atau berdasarkan penggunaan akhirnya.
(Noerati, 2013, 237)
Maksud dari pengelantangan adalah untuk menghilangkan kotoran-
kotoran organik yang berwujud sebagai pigmen-pigmen warna alami. Pigmen-
pigmen warna alami ini tidak bisa hilang hanya dengan proses pemasakan saja,
tetapi harus dengan proses pengelantangan.
6. Proses pengelantangan dapat berlangsung karena senyawa-senyawa
organik yang mempunyai ikatan rangkap dioksidasi menjadi ikatan tunggal
sehingga bahan tekstil tersebut menjadi putih.
(Lubis, 1994; 48-49)
1. Zat Pengelantang
Dalam pertekstilan dikenal dua jenis zat pengelantang yaitu zat
pengelantang yang bersifat oksidator dan yang bersifat reduktor. Zat
pengelantang yang bersifat oksidator pada umumnya digunakan untuk
pengelantangan serat – serat selulosa dan beberapa di antaranya dapat pula
dipakai untuk serat-serat binatang dan serat-serat sintetis. Sedangkan zat
pengelantang yang bersifat reduktor hanya dapat digunakan untuk
pengelantangan serat-serat binatang. Zat pengelantang yang bersifat oksidator ada
dua golongan, yaitu yang mengandung khlor dan yang tidak mengandung khlor.
Tabel 3. Zat Pengelantang
Sifat Zat Contoh Zat
Oksidator yang mengandung khlor - Kaporit (CaClO2)
- Natrium Hipoklorit (NaOCl)
- Natrium Khlorit (NaOClO2)
Oksidator yang tidak mengandung
khlor
- Hidrogen Peroksida (H2O2)
- Natrium Peroksida (Na2O2)
- Natrium Perborat (NaBO3)
- Kalium Bikhromat (K2Cr2O7)
- Kalium Permanganat
(KMnO2)
Reduktor - Sulfur Dioksida (SO2)
- Natrium Sulfit (Na2SO3)
- Natrium Bisulfit (NaHSO3)
- Natrium Hidrosulfit
(Na2S2O4)
(Noerati, 2013; 238-239)
7. a. Zat Pengelantang yang tidak mengandung khlor
Zat pengelantang oksidator yang tidak mengandung khlor seperti NaBO2,
KMnO4, Na2O2, K2Cr2O7 jarang digunakan sebagai zat pengelantang secara
sendiri-sendiri, dalam pemakaiannya lebih banyak digabungkan dengan zat
pengelantang yang lain. Zat pengelantang reduktor dapat juga digunakan dalam
proses pengelantangan seperti sulfur dioksida, natrium sulfit, natrium bisulfit
jarang digunakan untuk serat selulosa dan lebih banyak digunakan pada serat-
serat protein.
(Lubis,1994; 59)
Pada umumnya zat pengelantang peroksida yang sering digunakan di
industri tekstil adalah hidrogen peroksida yang diperdagangkan juga dikenal
perhidrol. Dalam perdagangan hidrogen peroksida berupa larutan yang
kepekatannya berkisar 35 – 50% (130 – 200 volume) dan distabilkan dengan
asam.
Sifat hidrogen peroksida mudah larut dalam air pada berbagai
perbandingan, jika dipanaskan mudah terurai melepaskan gas oksigen sehingga
sangat efektif digunakan untuk pengelantangan.
(Sunarto, 2008; 95)
- H2O2
Hidrogen Peroksida adalah cairan tidak berwarna yang mudah larut
dalam air dalam semua perbandingan campuran. zat pengelantang yang
mempunyai potensial redoks yang rendah (810-840 mV) oleh karena itu
paling banyak digunakan karena mudah pemakaiannya dan cocok atau baik
untuk proses dingin maupun panas, dalam waktu singkat maupun lama.
Seperti halnya zat oksidator lain, hidrogen peroksida juga sangat bergantung
pada Ph.
(Lubis,1994; 57)
Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :
8. Gambar 1. Mekanisme reaksi H2O2 (Lubis,1994; 59)
Hidrogen Peroksida terdisosiasi dalam air seperti terlihat pada pers (2).
Ion perhidrosil yang dihasilkan sangat tidak stabil sehingga mudah terurai
membebaskan ion On yang aktif sebagai zat pengelantang (pers 3). Dengan
penambahan alkali maka kesetimbangan pada persamaan (2) akan mengarah
ke kanan, sehingga jumlah ion perhidroksil akan bertambah dan aktivitas
pengelantang bertambah pula (pers 3).
Diharapkan pelepasan atom On terjadi perlahan-lahan dan merata
supaya atom On tersebut tidak terbuang ke udara sebelum bereaksi dengan
serat atau menyerang serat dengan tidak terkendali.Cara yang digunakan
untuk mengendalikan penguraian hidrogen peroksida adalah menggunakan
stabilisator.
Dalam waktu bersamaan terbentuk pula molekul oksigen yang tidak
aktif seperti persamaan (5). Hal ini terjadi apabila dalam suasana asam serta
adanya katalisator (Fe, Cu, Mn). (Lubis,1994; 60)
Faktor – faktor yang mempengaruhi peruraian H2O2 :
1. Pengaruh Suhu
Pada suhu rendah larutan H2O2 lebih stabil, makin tinggi suhu maka
peruraiannya akan lebih cepat. Kestabilan H2O2 adalah 35% pada suhu 20℃
dan 40℃. Proses pengelantangan ini dilakukan pada suhu 80-85℃, di bawah
suhu tersebut maka peruraiannya akan lambat, tetapi dengan bertambahnya
suhu penguraian akan bertambah cepat. Waktu pengerjaan yang lebih lama
menimbulkan penguraian yang lebih banyak.
9. 2. Pengaruh pH
Pengaruh pH sangat berpengaruh pada kenaikan derajat putih yang
merupakan tujuan dari pengelantangan. Faktor lain yang dipengaruhi adalah
penurunan kekuatan tarik dari kain. Dalam suasana asam (pH < 7) H2O2 stabil,
sedangkan dalam suasana basa / alkali (pH > 7) H2O2 mudah terurai
melepaskan oksigen. Makin besar pH, penguraiannya makin cepat.
Tabel 4. Pengaruh pH Terhadap Waktu
pH Waktu
6,8
7,1
7,9
8,9
9,9
3 jam 10 menit
2 jam 50 menit
2 jam 10 menit
1 jam 10 menit
25 menit
(Sunarto, 2008; 95)
3. Pengaruh Stabilisator
Pengelantangan dengan menggunakan H2O2 memerlukan alkali untuk
membantu pembentukan ion perhidroksil yang aktif mengelantang. Penguraian
H2O2 dapat diperlambat dengan penambahan zat stabilisator meskipun
pengelantangannya dilakukan pada pH dan suhu yang tinggi. Ada beberapa
macam zat stabilisator yang dapat digunakan dalam pengelantangan dengan
hidrogen peroksida di antaranya seperti Natrium Silikat (Na2SiO3),
Magnesium Oksida (MgO) atau Magnesium Hidroksida (Mg(OH)3),
Magnesium Silikat, Natrium Metafosfat, Natrium – Trifosfat dan lain-lain.
Jenis zat stabilisator yang banyak digunakan dalam pengelantangan adalah
Natrium Silikat (Na2SiO3).
4. Pengaruh Katalisator (logam)
Logam-logam tertentu seperti besi, tembaga, mangan, nikel dan khrom
dapat berfungsi sebagai katalisator yang dapat mempercepat reaksi peruraian
h2o2 ke arah pembentukan molekul yang tidak aktif. Pada suhu mendidih
adanya logam-logam tersebut akan mempercepat kehilangan kekuatan H2O2.
10. Hidrogen Peroksida banyak digunakan dalam proses pengelantangan karena
memiliki keuntungan antara lain :
- Daya oksidasi hidrogen peroksida yang lebih kecil dibandingkan dengan zat
pengelantang lain, oleh karena itu kemungkinan kerusakan serat lebih kecil.
- Tidak memerlukan proses anti khlor.
- Hasil derajat putih yang dihasilkan stabil, tidak mudah berubah menjadi
kuning.
- Stabilitas dalam penyimpanan yang tinggi.
- Berbentuk larutan yang tidak berbau.
(Lubis,1994; 60-65)
Gambar 2. Hubungan jumlah H2O2, Waktu reaksi dengan derajat putih (Lubis,1994; 66)
Gambar 3. Hubungan konsentrasi H2O2 dalam larutan alkali dengan derajat putih
(Lubis,1994; 66)
11. III. ALAT DAN BAHAN
IV. RESEP DAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN BAHAN PRAKTEK
1. RESEP
a. Resep Pengelantangan :
- H2O2 (35%) : 14 𝑐𝑐
𝐿⁄
- Na2SiO3 : 1
𝑔𝑟
𝐿⁄
- Pembasah : 1 𝑐𝑐
𝐿⁄
- NaOH (K) : 0,16
𝑔𝑟
𝐿⁄
- Suhu : 80 – 85℃
- Squester – T : 0,5
𝑔𝑟
𝐿⁄
- Waktu : 60 menit
- VLOT : 1:30
b. Resep Pencucian Sabun :
- Detergen : 2
𝑔𝑟
𝐿⁄
- Suhu : 70-80℃
- Waktu : 10 menit
- VLOT : 1:30
Alat : 1. Timbangan Analitik
2. Beker Glass
3. Pengaduk
4. Termometer
5. Bunsen
Bahan : 1. NaOH (K)
2. Squester – T
3. Pembasah
4. Detergen / Sabun
5. H2O2 (35%)
6. Na2SiO3
12. 2. PERHITUNGAN
a. Perhitungan Resep Pengelantangan :
Diket : BB : 24,074 gr
H2O2(35%) : 15 𝑐𝑐
𝐿⁄
NaOH(k) : 0,16
𝑔𝑟
𝐿⁄
Pembasah : 1 𝑐𝑐
𝐿⁄
Na2SiO3 : 1
𝑔𝑟
𝐿⁄
Squester- T : 0,5
𝑔𝑟
𝐿⁄
VLOT : 1:30
Jawab : a. Kebutuhan air :
- Air = BB x BL
= 24,074 gr x 30
= 722,22 cc = 0,7222 L → 0,73 L
b. Kebutuhan zat kimia :
- H2O2 = 15 𝑐𝑐
𝐿⁄ x Air
= 15 𝑐𝑐
𝐿⁄ x 0,73 L
= 10,95 cc
- Na2SiO3 = 1
𝑔𝑟
𝐿⁄ x Air
= 1
𝑔𝑟
𝐿⁄ x 0,73 L
= 0,73 L
- Pembasah = 1 𝑐𝑐
𝐿⁄ x Air
= 1 𝑐𝑐
𝐿⁄ x 0,73 L
= 0,73 cc
- Squester-T = 0,5
𝑔𝑟
𝐿⁄ x Air
= 0,5
𝑔𝑟
𝐿⁄ x 0,73 L
13. = 0,365 gr
- NaOH (k) = 0,160
𝑔𝑟
𝐿⁄ x Air
= 0,160
𝑔𝑟
𝐿⁄ x 0,73 L
= 0,1168 gr → 0,117 gr
b. Perhitungan Resep Pencucian Sabun :
Diket : BB : 24,074 gr
Detergen : 2
𝑔𝑟
𝐿⁄
Waktu : 10 menit
Suhu : 70-80℃
VLOT : 1:30
Jawab : a. Kebutuhan Air :
- Air = BB x BL
= 24,074 x 30
= 722,22 cc = 0,7222 L → 0,73 L
b. Kebutuhan Detergen :
- Detergen = 2
𝑔𝑟
𝐿⁄ x Air
= 2
𝑔𝑟
𝐿⁄ x 0,73 L
= 1,46 gr
14. V. FUNGSI ZAT
Tabel 5. Fungsi Zat Kimia dan Zat Bantu
No Nama Zat Fungsi
1 NaOH
Zat bantu untuk peruraian H2O2 agar lebih cepat
menghasilkan –On dan –OOH sehingga proses
pengelantangan lebih cepat.
2 Detergen
Mendispersi, mengemulsi dan mengangkat kotoran
dari bahan tekstil.
3 Squester – T
Zat bantu untuk mengikat ion-ion logam berat dan
zat-zat sadah yang ada pada air proses sehingga tidak
mengganggu berlangsungnya proses.
4 Pembasah
Sebagai zat bantu untuk menurunkan tegangan antar
muka pada kain dan larutan proses sehingga kain
mudah menyerap larutan proses.
5 H2O2
Sebagai zat penglantang yang dapat
memutus/mengoksidasi ikatan rangkap pada pigmen
dan kotoran organik lainnya sehingga didapatkan kain
yang putih dan bersih.
6 Na2SiO3
Zat stabilisator (zat yang menstabilkan peruraian
H2O2 agar tidak terlalu cepat).
VI. CARA KERJA
Cara pengelantangan menggunakan H2O2 :
- Siapkan kain yang sudah dilakukan pemasakan
- Bersihkan kain dari serabut-serabut benang yang tidak teranyam agar
tidak lepas saat dilakukan proses pemasakan
- Timbang 2 kain untuk mendapatkan total Berat Bahan (BB)
- Hitung kebutuhan air, kebutuhan zat kimia, kebutuhan pencucian
sabun
- Membuat larutan pengelantangan sesuai dengan resep dengan
mengambil air 0,73 L lalu masukkan ke dalam beaker glass
- Tambahkan 0,73 cc pembasah kemudian homogenkan (diaduk)
15. - Tambahkan 0,365 gr squester-T kemudian homogenkan (diaduk)
- Tambahkan 0,73 gr Na2SiO3 kemudian homogenkan (diaduk)
- Tambahkan 0,117 gr NaOH (k) kemudian homogenkan (diaduk)
- Panaskan larutan proses pada nyala api bunsen hingga mencapai suhu
antara 80-85℃
- Masukkan 10,95 cc H2O2 kemudian homogenkan (diaduk)
- Masukkan 2 kain secara bersamaan kemudian sambil diaduk-aduk
- Kerjakan kain pada larutan proses selama 60 menit pada suhu 80-85℃
sambil diaduk-aduk
- Setelah itu kain diangkat dan menyiapkan air panas untuk dilakukan
pencucian
- Panaskan 0,73 L air untuk pencucian panas hingga mencapai suhu 70-
80℃
- Masukkan kain sambil diaduk-aduk selama waktu 10 menit
- Panaskan 0,73 L air lagi dan tambahkan 1,46 gr detergen untuk
pencucian panas dengan sabun pada suhu 70-80℃ selama 10 menit
- Angkat kain dari air pencucian sabun
- Panaskan 0,35 L air untuk pencucian panas hingga mencapai suhu 70-
80℃
- Masukkan kain sambil diaduk-aduk dalam waktu 10 menit
- Angkat kain dari air proses
- Keringkan di bawah sinar matahari sampai kering
- Lakukan pengondisian di laboratorium selama ± 2 jam
- Lakukan tes evaluasi penurunan berat dengan menimbang masing-
masing kain menggunakan timbangan analitik
- Hitung % penurunan berat masing-masing kain
- Lakukan tes evaluasi yang kedua daya serap dengan memotong kain
menjadi 7 bagian masing – masing ukuran 2,5 x 5 cm
- Masing – masing bagian digaris 1 cm pertama dan 1 cm kedua
- Lakukan tes dengan uji kapiler dengan mengamati kecepatan daya
serap kain saat menyerap larutan sambil diberi waktu dengan
stopwatch
- Lakukan dengan teliti pada 7 potongan kain tadi
16. - Catat waktu yang dibutuhkan kain untuk menyerap larutan dalam 1 cm
- Hitung rata – rata waktu yang dibutuhkan pada 7 potongan kain saat
menyerap larutan
- Lakukan uji yang terakhir yaitu membandingkan hasil pengelantangan
antara pH 9 dengan pH 11
VII. FLOW PROSES
Proses Pengelantangan Secara Perendaman
Kain Kapas
(Setelah pemasakan)
VIII. HASIL PRAKTEK
Tabel 6. Penurunan Berat pada Kain Kapas dengan Metoda Pad Steam
No Nama Mahasiswa
Penurunan Berat (%)
pH = 9 pH = 11
1 Abed Rozaq 0,85 -
2 Dhany Agung 0,65 -
3 Lestari S 0,75 -
4 Annisa Erny - 0,70
Pencucian
1. Timbang berat kain Pengelantangan
Suhu : 80 - 85℃,
Waktu : 60menit
Pengeringan di
bawah sinar
matahari
1. Panas
2. Sabun
3. Panas
Pengkondisian
di lab ± 2 jam
Evaluasi
1. % PenurunanBerat
2. Uji Daya Serap
3. Derajat putih
17. 5 Aji Indras Laksono - 0,82
6 Erika Pangesti - 0,82
Rata - rata 0,75 % 0,78 %
Tabel 7. Hasil Uji Daya Serap pada Kain Kapas (Uji Kapiler)
No Nama Mahasiswa
Daya Serap (det/cm)
pH = 9 pH = 11
1 Abed Rozaq 3,004 -
2 Dhany Agung 2,99 -
3 Lestari S 3,16 -
4 Annisa Erny - 2,33
5 Aji Indras Laksono - 2,29
6 Erika Pangesti - 2,32
Rata - rata 3,05 det/cm 2,31 det/cm
Hasil dari kain dengan proses pengelantangan pada pH = 9 didapatkan kain
dengan rata-rata % penurunan berat bahan dan daya serap yang lebih rendah
dibandingkan dengan kain yang diproses pada pH = 11. Sedangkan kain yang
diproses pada pH = 11 didapatkan kain yang mempunyai derajat putih lebih tinggi
dari pada kain yang dikerjakan pada pH = 9.
18. IX. DISKUSI ANALISA
Kain kapas merupakan kain yang terbuat dari benang kapas. Dari proses
hilang kanji dan proses pemasakan ternyata tidak dapat menghilangkan seluruh
kotoran alam pigmen. Maka, untuk menghilangkan pigmen harus dilakukan proses
pengelantangan. Proses pengelantangan adalah proses yang dilakukan pada kain grey
yang bertujuan untuk menghilangkan warna kuning yang terdapat pada bahan tekstil
yang disebabkan karena pigmen-pigmen alam sehingga didapatkan kain yang putih.
Dari hasil praktek yang telah dilakukan pada proses pengelantangan dengan
pH = 9 dan pH = 11 didapatkan hasil evaluasi yang berbeda, yaitu:
1. Pengelantangan pada pH = 9
Hasil tes pengurangan % penurunan berat bahan yang dilakukan dengan cara
penimbangan dengan timbangan analitik didapatkan rata – rata penurunan berat
yaitu 0,75 % lebih kecil dibanding penggunaan pH 11. Hal ini terjadi karena H2O2
dengan penggunaan NaOH pH 9 dalam menghasilkan -On dan -OOH yang sedikit
sehingga daya oksidasi kotoran kurang maksimal. Penggunaan konsentrasi / pH
NaOH dalam penggunaan sangat berpengaruh dalam menguraikan H2O2 dalam
menghasilkan -On dan -OOH untuk memutus/mengoksidasi ikatan rangkap pada
pigmen dan kotoran organik lainnya sehingga didapatkan kain yang putih dan
bersih. Apabila penggunaan konsentrasi NaOH kecil maka oksidator dalam
meghasilkan -On dan -OOH pun kecil sehingga fungsi oksidator dalam
menguraikan, mumutus dan mengoksidasi zat pigmen menjadi kecil tidak
maksimal akibatnya didapatkan penurunan berat sedikit. Oleh sebab itu
didapatkan hasil penurunan berat yang tidak tinggi dibanding pH 11.
Hasil tes daya serap yang dilakukan menggunakan cara kapiler pada proses
pengelantangan ini didapatkan rata – ratanya antara 3 – 4 det/cm, yaitu 3,05
det/cm. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengelantangan menggunakan H2O2
pada pH = 9 didapatkan hasil daya serap yang termasuk baik, sehingga cocok
untuk proses selanjutnya. Hal ini terjadi karena dalam proses pengelantangan
menggunakan oksidator ini akan menghasilkan ion -On dan -OOH yang
mengoksidasi kotoran alam seperti pigmen alam yang tidak terlalu besar dalam
menguraikan, memutus/mengoksidasi pigmen yang terdapat pada bahan sehingga
didapatkan hasil uji daya serap yang baik. Uji daya serap pada kain setelah proses
19. pengelantangan dilakukan untuk mengetahui kualitas daya serap kain apakah kain
memiliki daya serap yang baik sehingga mengindikasi pula bahwa kotoran telah
berkurang maupun sudah hilang.
Hasil dari derajat putih didapatkan bahwa dari pH 9 didapatkan kain yang
tidak terlalu putih dan bersih dibanding pH 11. Hal ini disebabkan karena
penggunaan konsentrasi NaOH yang kecil maka oksidator dalam menghasilkan
ion -On dan -OOH sedikit sehingga pengoksidasian pigmen sedikit/tidak terlalu
besar oleh karena itu didapatkan kain yang tidak terlalu bersih dan putih dibanding
kain yang dikerjakan pada pH 11.
2. Pengelantangan pada pH = 11
Hasil tes pengurangan % penurunan berat bahan yang dilakukan dengan
cara penimbangan dengan timbangan analitik didapatkan rata – rata % penurunan
berat yaitu 0,78 % , hasil ini lebih besar dari pada kain yang diproses pada ph = 9.
Hal ini menunjukkan bahwa proses pengelantang pada kain kapas dengan pH yang
lebih besar maka oksidator dalam menghasilkan -On dan -OOH akan besar, maka
dari itu dalam mengoksidasi pigmen menjadi lebih maksimal sehingga kotoran
yang dibersihkan lebih banyak dibandingkan dengan pH 9. Oleh sebab itu
didapatkan hasil penurunan berat lebih besar dibandingkan dengan pH 9.
Hasil tes daya serap yang dilakukan menggunakan cara kapiler pada proses
pengelantangan ini didapatkan rata – ratanya antara 2 – 3 det/cm, yaitu 2,31
det/cm. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengelantangan menggunakan H2O2
pada pH = 11 dapat melakukan prosesnya secara maksimal karena didapatkan
hasil daya serap yang sangat baik sehingga cocok untuk proses menggunakan pad.
Hal ini terjadi karena penggunaan konsentrasi NaOH yang lebih besar dalam
proses pengelantangan, maka oksidator dalam menghasilkan ion -On dan -OOH
yang dapat memutus ikatan ragkap pada pigmen dan kotoran organik sangat besar
sehingga kotoran yang dibersihkan lebih maksimal akibatnya didapatkan hasil uji
daya serap yang lebih baik dibandingkan pH 9.
Hasil dari derajat putih didapatkan bahwa dari pH 11 didapatkan kain yang
lebih putih dan bersih dibanding pH 9. Hal ini disebabkan karena penggunaan
konsentrasi NaOH yang besar, maka oksidator yang digunakan akan menghasilkan
20. ion -On dan –OOH yang besar sehingga pengoksidasian pigmen pada serat besar
dalam membersihkan kotoran menjadi maksimal, oleh sebab itu didapatkan kain
yang lebih bersih dan putih dibanding pH 9.
Faktor yang berpengaruh dalam proses pengelantangan adalah jenis serat
untuk menentukan ketepatan pemilihan cara dan konsentrasi zat pengelantang,
kondisi proses seperti pH larutan, suhu/temperatur, dan waktu yang digunakan
sehingga hasil yang didapat bisa sempurna.
X. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan hasil pengelantangan
dengan hasil yang paling baik adalah penggunaan pH 11 dibanding pH 9.
XI. DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Arifin. Teknologi Persiapan Penyempurnaan. Bandung : STTT, 1994
Noerati, dkk. 2013, Teknologi Tekstil diambil dari :
http://educloud.fkip.unila.ac.id/index.php?dir=Sertifikasi%20Guru/MODUL%2
0PLPG%202013%20A/39%20Modul%20Tekstil/&file=39%20Modul%20PLP
G%20Tekstil%202013-%20Draft%202.pdf (22 April 2019)
Rosyida, Ainur. BPK Praktek Pengelantangan 1. Surakarta : ATW, 2013
Rosyida, Ainur. BPK Serat – Serat Tekstil. Surakarta : ATW, 2013
Soeparlie, Liek. Teknologi Persiapan Pertenunan, Institut Teknologi Tekstil,
Bandung, 1975.
Sunarto, 2008, Teknologi Pencelupan dan Pengecapan Jilid 1 untuk SMK, Jakarta :
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional
Suprapto, Agus.Teknologi Persiapan Penyempurnaan. Bandung : STTT, 2005
XII. LAMPIRAN