SlideShare a Scribd company logo
1 of 41
PERTENUNAN

I. Maksud & Tujuan
•

Maksud

: Untuk mengetahui dan memahami mekanisme proses serta
cara kerja dari mesin-mesin tenun mulai dari persiapan
pertenunan sampai proses pertenunan.

•

Tujuan

:

- Memahami & mengamati bentuk mesin-mesin tenun.
- Mengetahui fungsi dari masing-masing mesin .
- Mengetahui proses pembuatan kain tenun,baik dengan
ATM maupun ATBM.
- Membedakan cara kerja antara ATM dan ATBM.
- Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari mesin ATM dan
ATBM

II. Teori dasar
Proses persiapan pertenunan bertujuan untuk memperbaiki sejauh mungkin kualitas
benang sehingga dalam proses selanjutnya tidak mengalami banyak kesulitan,kemacetan
atau banyak menimbulkan noda-noda karena rusak.Selain itu,membuat gulungan yang
sesuai dengan proses selanjutnya,baik dalam bentuk maupun volumenya.Sebelum masuk
ke persiapan pertenunan dan proses perenunan,beberapa hal yang harus diketahui yaitu :
•

Pengetahuan nomor benang

•

Teknik menyambung benang

Pengetahuan nomor benang
Penomoran benang adalah perbandingan panjang dan berat benang.

1
Penomoran benang dilakukan untuk menyatakan kehalusan dari sehelai benang, kita
dapat mengukur diameternya sepewrti kawat, hal ini disebabkan karena bentuk
penampang yang tidak menentu, serta ketidak rataan diameter benang. Oleh karena
itu kehalusan benang dinyatakan dengan perantaraan suatu perbandingan antara
panjang dan beratnya.
Nomor benang = Panjang (P)
Berat (B)
Sistem penomoran benang terbagi menjadi 2 yaitu :
1.Sistem penomoran langsung/panjang tetap(direct system)
Yaitu semakin besar/kasar benangnya maka makin besar juga nomornya dan makin
kecil atau halus benangnya maka semakin kecil nomornya
Rumus untuk menghitung no benang :
N= UxB
P
Ket : N = nomor benang
U = panjang untaian standar
B= berat benang
P = panjang benang
Yang termasuk dalam sistem penomoran ini :Titer denier(Td), Dram,Grex,dll.
2. Sistem penomoran tidak langsung/berat tetap (indirect system)
Yaitu semakin besar atau kasar benangnya maka akan semakin kecil nomornya.
Dan makin kecil atau halus benangnya maka makin tinggi nomornya.
Rumus untuk menghitung no benang :
N =

P
UxB

Ket : N = Nomor benang
P = Panjang benang

2
U = Panjang untaian standar
B = Berat benang
Yang termasuk sistem penomoran ini : Ne dan Nm
Teknik menyambung benang
Selain dari system penomoran benang, dalam persiapan pertenunan juga
terdapat teknik penyambungan benang. Penyambungan

dapat dilakukan dengan

tangan atau dapat pula dengan alat penyambung. Penyambungan dengan tangan
dilakukan dengan cara menyambungkan tiap helai ujung benang satu per satu dari
mulai sisi sebelah kanan hingga semua benang habis tersambung. Bentuk simpul
yang biasa dipergunakan adalah bentuk weaver knot atau bentuk lilitan dengan
mempergunakan minyak. Cara yang terakhir ini biasa dilakukan pada benang lusi
yang

halus.

Sedangkan

penyambungan.

Cara

untuk

lain

benang-benang yang

penyambungan

dapat

kasar

pula

biasa

dilakukan

dilakukan

dengan

mempergunakan dengan alat weaver knotter. Cara ini penyambungan akan lebih
cepat serta menghasilkan sambungan yang ujung-ujungnya relatif lebih rendah dan
sama

panjang. Pada

ujungnya
benang

penyambungan

agar sependek
pada

Penarikan

waktu

hendaknya

benang

mungkin sehingga

penarikan

melewati

dilakukan dengan

hendaknya diusahakan ujung-

mempermudah

proses jalannya

dropper, mata gun dan
hati-hati

agar

sisir tenun.

supaya lilitan

atau

sambungan tidak terlepas kembali.. Proses penarikan dianggap cukup jika simpulsimpul sambungan semuanya telah melewati penjepit kain.(ring staple).
Sistem penyambungan dilihat dari prosesnya terbagi 3 macam yaitu :
1. Sistempenyambungan benang dengan tangan
a. Sambungan berbutir (spot knotted)
Biasanya sambungan ini diterapkan pada benang filamen. Kelemahan
sambungan ini adalah mudah lepas kembali pada saat ditarik, karena ujung
sambungan kurang panjang, atau benang yang licin, atau dalam penyambungan
benang dengan nomer yang berbeda.

3
b. Sambungan pilinan
Sifatnya hanya sementara saja, digunakan pada mesin tenun yang memakai 2
boom / jacquard berfungsi untuk melewatkan lusi dari beam ke sisir tenun (reed).
c. Sambungan mati
Sambungan ini hanya digunakan untuk menyambung benang dengan nomer
yang sama, khususnya untuk benang filamen. Sambungan ini tidaklah stabil
sehingga mudah menimbulkan gaya torsi pada saat-saat ada tegangan yang akan
mengganggu dalam proses pertenunan.
Gambar proses penyambungan benang

Gambar 1.1 Sambungan Pilinan

Gambar 1.2 Sambungan Berbutir

Gambar 1.3 Sambungan Mati

d. Sambungan tenun (weave knot)
Jenis sambungan ini adalah jenis sambungan yang sering digunakan pada proses
pertenunan. Ada beberapa jenis sambungan tenun yang disesuaikan dengan sifat
dan bahan dari benang tersebut. Jenis sambungan tersebut adalah:
1. Sambungan tenun untuk benang staple . Bentuk jenis sambungan ini dapat
dilihat pada gambar 1.4
2. Sambungan tenun untuk benang wool. Bentuk jenis sambungan ini dapat
dilihat pada gambar 1.5
3. Sambungan tenun untuk benang filamen. Bentuk jenis sambungan ini
dapat dilihat pada gambar 1.6

Gambar 1.4 Sambungan Staple

Gambar 1.5 Sambungan Wool

Gambar 1.6 Sambungan Filament

4
2. Sistem penyambungan benang dengan alat (knotter)

3. Sistem penyambungan benang dengan mesin (tying machine)
Yaitu dilakukan pada saat proses penggantian beam lusi yang kosong dan dalam
posisi benang putus, dengan catatan kontruksi kain sama , jumlah lusi sama,
lebarnya sama, dan tetal lusinya sama (tying head)
Dalam proses pertenunan juga diperlukan benang lusi dan benang pakan dalam berbagai
bentuk.
Macam-macam dari bentuk gulungan benang :
-

Cop

-

Cone

-

Cheese

-

Streng

-

Bobin cakra

-

Palet

Dalam proses pertenunan terdapat 2 proses yaitu :
1. Proses persiapan pertenunan (pre-weaving)
2. Proses pertenunan ( weaving )
Proses persiapan pertenunan :
Benang lusi
1. Penyetrengan
2. Pengelosan
3. Penggintiran
4. Penghanian
5. Pencucukan
6. Penyambungan

Benang pakan
1. Penyetrengan
2. Pengelosan
3. Pemaletan

5
•

I.

WINDING (pengelosan)

Maksud dan Tujuan
∗

Maksud

: Untuk melakukan proses pengelosan dari bentuk cone
ke cone dan dari bentuk strange ke cone.

∗

Tujuan

: - Mengetahui proses pengelosan dari bentuk strange
ke cone dan dari bentuk cone ke cone.
- Memahami cara kerja mesin kelos.
-Memahami faktor yang berpengaruh pada mesin
pengelosan.

II.

Teori dasar
Pengelosan adalah merubah bentuk gulungan dari bentuk cone ke cone
atau bentuk streng ke cone. Tujuannya adalah menyesuaikan bentuk gulungan
benang dengan proses berikutnya,memperbaiki mutu benang.Mesin kelos yang
digunakan adalah mesin kelos silinder beralur spiral.Pada mesin kelos ini,yaitu
pada sleeved silinder alurnya berupa spiral. Tergantung daripada
konstruksinya,dalam setiap spindle drum jumlah spiralnya berbeda-beda,
dengan demikian setiap kali putaran dari silinder akan menghasilkan juga jumlah
spiral gulungan benang yang berbeda-beda . Misalnya : satu silinder dengan 2
spiral, 2,5 spiral,3 spiral.
Mesin kelos ini bisa digunakan untuk melayani cheese maupun cones
bobin.Diameter dari sleeved silinder tidak perlu besar karena banyaknya spiral
pada silinder ini telah menentukan jumlah spiral pada penggulungan benang.
Dengan demikian sudut gulungan yang diperoleh juga tidak dapat berubah.
Untuk memperoleh penggulungan differensial maka pada tempat-tempat
tertentu dispiralnya/slips dibuat pendangkalan (slips terputus-putus).Kebaikan

6
dari sistem ini,yaitu benang digulung diatas silinder,sedangkan benang ditarik
melalui slips/spiral yang lembut sehingga jalannya benang/tegangan lebih
teratur dan tidak akan menimbulkan bulu-bulu pada benang.
Secara umum, tujuan dari proses pengelosan antara lain adalah :
•

Untuk memperbaiki mutu benang yang dikelos, mutu yang mencangkup :
kekuatan benang, kerataan benang, kebersihan benang dari sambungan –
sambungan yang kurang baik.

•

Untuk mengurangi biaya produksi,sebagai akibat dari meningkatnya effisiensi
perusahaan.

•

Untuk menyesuaikan dengan bentuk gulungan yang diperlukan paad proses
selanjutnya.

III.

Alat dan bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam proses winding :


Mesin winding beralur



Neraca analitik



Jangka sorong



Rolimeter



Papper cone



Benang Ne1 30/2 (streng to cone)



Benang Ne1 30 s (cone to cone)

IV.

Langkah kerja

Langkah-langkah dari proses pengelosan :
•

Menimbang cone kosong

•

Memasang cone pada cradle

7
•

Menjalankan mesin

•

Menyinggungkan cone pada poros friksi

•

Mencatat waktu proses

•

Menimbang cone isi benang

•

Menghitung produksi nyata

•

Menghitung produksi teoritis

•

Menghitung efisiensi mesin

V.

Alur proses

Cone / cheese (Positif)
Cone / cheese
Cradl
Cradl
e

Proses friksi

Tensione
Tensione
r

Slub
Slub
catcher
Lappet /pengantar
Lappet /

Cone / streng
Cone / streng

8
Gambar Alur Proses Winding

VI.

Data percobaan

A. MENGHITUNG PRODUKSI TEORITIS
Diketahui :
 Waktu = 16,18 menit (Cone to Cone)
= 14,41 menit (Streng to Cone)
 Pulli 1 = 4,605 cm
 Pulli 2 =

S

33
3,14

= 10,51 cm

 Pulli 3 =

πd

57
3,14

= 18,15 cm

 Diameter Drum (d)



Nmotor = 1400 put / men



S1 = 8,36 cm



S2 = 5,37 cm



= 8,210 cm

S3 = 3,37 cm
= 17,10 cm
Š = 5,70 cm



Pr oduksiTeoritis = N (π d ) xS
2

2

Cone to Cone
NDrum beralur

= Nmotorx ( puli 1 / puli 2 )

9
= 1400 x (4,605 /10,510)
= 613,42 put / menit

Produk teoritis = 613,42 x √ { (3,14×8,210)2 + 5,702 }
= 16203,28 cm / menit
Panjang produk = produksi teoritis x 0,01 m / cm x waktu
=16203,28 cm / mnt x 0,01 m / cm x 16,18 mnt
= 2621,69 m
Berat produk

= P produk / ( Ne x 768 m / lbs )
= 2621,69 m / ( 30 x 768 m / lbs )
= 0,1138 lbs x 453,6 g / lbs = 51,61 g

Streng to Cone
NDrum beralur

= Nmotorx ( puli 1 / puli 3 )
= 1400 x (4,605 /18,150)
= 355,21 put / menit

Produk teoritis = 355,21 x √ { (3,14×8,210)2 + 5,702 }
= 9382,80 cm / menit
Panjang produk = produksi teoritis x 0,01 m / cm x waktu
= 9382,80 cm / mnt x 0,01 m / cm x 14,41 mnt
= 1352,06 m
Berat produk

= P produk / ( Ne x 768 m / lbs )
= 1352,06 m / ( 15 x 768 m / lbs )
= 0,1174 lbs x 453,6 g / lbs = 53,24 g

B.

MENGHITUNG PRODUKSI NYATA

Diketahui :


Berat Cone kosong

= 33,00 gram (Cone to Cone)

10
= 26,12 gram (Streng to Cone)
Berat isi Cone



= 78,14 gram (Cone to Cone)
= 74,46 gram (Streng to Cone)

Produksi Nyata = Cone isi benang – Cone
tanpa benang
Data Hasil :


= 78,14 g – 33,00 g

= 45,14 g



Berat Benang Streng to Cone

= 74,46 g – 26,12 g

= 48,34 g

C.

η=

Berat Benang Cone to Cone

MENGHITUNG EFISIENSI

produksiNyata
x100%
produksiTeoritis

Cone to Cone
η=

45,14 g
x100% = 87,45%
51,61g

Streng to Cone
η=

48,34 g
x100% = 90,80%
53,24 g

VII. Diskusi
•

Dalam proses pengelosan,pengubahan bentuk bisa dari bentuk strange ke
cone ataupun dari bentuk cone ke cone.Dalam proses pengelosan,terdapat
drum beralur sehingga hasil pengelosan benang beralur,ini bertujuan
mengurangi tegangan pada benang.

11
•

Pada saat proses pengelosan,apabila ada benang yang putus maka harus
disambung dengan teknik penyambungan benang dengan
tangan.Penyambungan benang dilakukan seefisien mungkin karena
mempengaruhi waktu produksi dan efisiensi mesin.

•

Pemberian beban pada tension washer harus tepat agar gulungan yang
dihasilkan padat. Jika beban yang diberikan pada tension washer terlalu
berat maka benang akan mudah putus dan sebaliknya apabila beban terlalu
ringan maka gulungan yang dihasilkan akan gembos.

VIII. Kesimpulan
Proses pengelosan dilakukan untuk mengubah gulungan benang dari
bentuk strange ke cone atau dari bentuk cone ke cone.Pengubahan bentuk
gulungan dimaksudkan untuk mempermudah pada proses selanjutnya.

12
•

TWISTING ( penggintiran )

I. Maksud & Tujuan
Maksud

: Untuk melakukan proses penggintiran atau pemberian antihan
pada benang sehingga benang lebih kuat pada proses
pertenunan khususnya pada benang lusi.

Tujuan

: - Untuk meningkatkan kekuatan benang.
- Untuk memperbesar diameter benang.
- Untuk mengubah arah antihan pada benang yaitu arah S atau
arah Z.

II.

Teori dasar
Proses penggintiran adalah proses merangkap dua helai benang atau lebih
menjadi satu sambil diberi puntiran yang telah ditentukan dengan panjang dan
satuan tertentu. Hasil dari proses ini disebut benang gintir. Puntiran/gintiran yang
diberikan pada benang bila dinyatakan dalam satuan panjang dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu :


Twist persentimeter (TPC)
Satuan ini biasa digunakan untuk jenis benang kapas.



Twist perinchi (TPI)

13
Satuan ini banyak digunakan dalam dunia tekstil karena menganut
sistim internasional, juga digunakan untuk benang kapas (Ne1)


Twist permeter (TPM)
Satuan ini biasa digunakan untuk benang dengan nomor Td, untuk
benang filament.

Proses perangkapan ada dua cara yaitu:

(a)

Penggintiran langsung



Pada proses ini, benang yang digunakan merupakan benang-benang
single, yang mana perangkapan benang langsung dilakukan diatas
mesin.



Keuntungan dari cara ini adalah :
•
•



Prosesnya pendek
Tidak perlu mesin perangkap

Kekurangan dari cara ini adalah :
•

Setiap helai benang susah dikontrol keadaannya maupun
tegangannya sehingga hasil gintirannya kurang rata.

•

Untuk mesin yang tidak dilengkapi dengan stop motion, pada
setiap pengantar benang single kemungkinan besar terjadi salah
gintir.

(b)

Penggintiran tidak langsung


Pada proses ini, benang yang digunakan adalah benang

rangkap. Jadi, pada proses ini perangkapan benang tidak dilakukan di
atas mesin gintir.


Keuntungan dari cara ini adalah :

14
•

Tegangan tiap helai benang terkontrol

•

Kemungkinan putus benang kecil

•

Kemungkinan salah gintir kecil

•

Efisiensi dan mutu benang dapat ditingkatkan



Kerugian dari cara ini adalah :

Diperlukan suatu proses tambahan, yaitu proses perangkapan benang.

III.

Alat dan Bahan
1. Mesin twister penggintiran turun.
2. Bobin kosong
3. Benang yang akan digintir

IV.

Cara kerja

1. Memasukkan atau melakukan benang yang akan diproses melalui kawat penghantar,
batang penghantar, press dan delivery roll, lapet, traveller, kemudian dililitkan pada
bobin, dan masuk pada spindel.
2. Menjalankan mesin dengan cara menekan tombol on pada mesin sambil mengamati
jalannya proses awal pada penggintiran.
3. Menyambung benang bila putus dengan cara sambungan tenun.
4. Mencari arah twist benang asal. Untuk mengetahui arah twist benang asal dapat
diketahui dengan cara memuntir kekanan dan ke kiri. Apabila twist benang terbuka
dengan memilin kekanan, berarti twist awalnya S, dan apabila twist lepas saat memilin
kekiri berarti twist asalnya Z.
5. Menentukan arah twist gintir.
6. Memasang pita spindle sesuai dengan rencana.

15
Apabila twist menghendaki arah S , maka dapat ditempuh dengan cara pengaturan
pita spindle sebagai berikut :
Dalam mesin gintir ada dua jenis pengikatan spindle. Pengikatan ini maksudnya
adalah jenis putaran arah twist ataupun jenis putaran arah antihan:
a)

Arah antihan S, lihat gambar :

b) Arah antihan Z, lihat gambar :

TIN ROL

V.

JOCKEY
PULLEY
SPINDEL
Alur proses

2

3
Keterangan :

1
5
6

2. Benang (cones )

17

4

1. Rak benang
3. Kawat penghantar
4. Batang penghantar
5. Press roll
7

6. Delivery roll
7. Lapet
8. Balooning
9. Traveller

8

10.Ring roll
11.Bobin
12.Spindle
13.Alat pengerem
9

10

14.Pita spindle
15.Tin roll
16.Jockey pulley
17.Kawat penghubung stop motion

16
11

15

14

13
16

12
Gambar 1. Mesin Gintir turun Twister

VI.

Data percobaan
Perhitungan Produksi Teoritis
Pada mesin TPI (Twist Per Inchi) dan TFO (Two For One) , perhitungan produksi
teoritis dapat dicari dengan menggunakan formulasi :
TPI =

N spindel
n π D Delivery roll

Produksi = N spindel
TPI
TFO =

2 N spindel
n π D Delivery roll

Keterangan : N = Putaran per menit (rpm)
Istilah

n π D = Kecepatan permukaan (KP)
Kecepatan keliling (KK), dan Spid Surice (SS)

Perhitungan Produksi Nyata
Perhitungan produksi nyata dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

17
Penimbanagn secara langsung take-up dan take-up isis dan pengukuran aktual putaran
spindel dan jumlah twist aktual

Penimbangan
Pada cara ini, sebelum proses menggintir dimulai, take-up kosong ditimbang
dan hasil proses ditimbang kembali nuntuk mendapatkan netto benang dan netto
benang itulah merupakan produksi aktual mesin TFO.

Pengukuran
Dengan cara ini , perhitungan produksi nyata tidak didasarkan pada jumkah
waktu mesin untuk berhenti,akan tetapi berdasarkan pada pengukuran aktual yang
akan dijadikan variabel dalam perhitungan.
Perhitungan Effisiensi
Seperti yang telah dijelaskan pada bab yang ke-2,perhitungan effisiensi mesin
dapat didekati dengan formula dibawah :
Ef = Pn

x100 %

Pt
Dimana :
Pn

:

Produksi nyata dalam satuan berat per waktu

Pt

:

Produksi teoritis dalam satuan berat per waktu

VII.

Diskusi
•

Kualitas benang yang akan digintir harus diperhatikan karena jika benang
yang akan digintir tidak baik maka akan menghambat proses penggintiran,
seperti : benang akan sering putus sehingga akan mengakibatkan

18
banyaknya sambungan dan gulungan yang dihasilkan memiliki kerataan
yang kurang baik.
•

Pada saat penyetelan arah twist harus benar-benar diperhatikan letak /
posisi dari pita spindle (jangan sampai terbalik antara arah twist S dengan Z)

VIII.

Kesimpulan
Proses penggintiran pada benang dilakukan untuk menambah
kekuatan pada benang sehingga benang lebih kuat pada proses
pertenunan.
Sistem penggintiran ada 2 macam yaitu :
1. System penggintiran langsung
Yaitu system penggintiran dimana digunakan benang single.
2. System penggintiran tidak langsung.
Yaitu system penggintiran dimana digunakan benang double.

19
•

I.

WARPING ( Penghanian)

Maksud & Tujuan
Maksud

: Untuk melakukan proses penggulungan benang lusi pada bip
tenun.

Tujuan

: - Untuk menggulung benang pada bip tenun.
- Untuk memahami proses penghanian dengan mesin hani
sectional.

II. Teori dasar

Penghanian adalah proses penggulungan benang pada beam baik itu secara
langsung maupun tidak langsung dengan jumlah helai tertentu dan panjang tertentu.
Proses ini menjadi sangat penting dalam tahap mempersiakan proses pertenunan
karena pada saat proses pertenunan benang mengalami gesekan – gesekan
ataupun gaya – gaya dari mesin tenun yang digunakan.

Persyaratan pada boom tenun yang baik:

20
1. Benang yang digulung harus sama panjang.
2. Letak benang yang digulung harus sejajar.
3. Benang yang digulun pada boom tenun harus penuh.
4. Letak benang pada boom tenun harus lebih lebar 1”-2” dari lebar disisir tenun.
5. Panjang benang harus lebih panjang dari panjang kain yang akan ditenun (harus
memperhitungkan faktor mengkeret dan limbah).
6. Permukaan benang pada boom tenun harus rata.
7. Cakra boom tidak boleh miring.
8. Putus benang harus sedikit mungkin (1-2 kali putus / 1.000.000 yard)
Warping adalah salah satu bentuk persiapan yang dilakukan untuk membuat beam
lusi. Proses penghanian pada umumnya melalui tahapan-tahapan berikut :
∗

Perencanaan, ini dilakukan untuk menghitung kapasitas crell yang digunakan yang
akan disesuaikan dengan jumlah total lusi (Total End) yang akan direncanakan.

∗

Penyusunan, ini dilakukan dengan menempatkan bobin-bobin benang lusi pada
creel mesin hani sesuai dengan rencana haninya.

∗

Pembuatan (manufacturing), yaitu pembuatan beam baik secara langsung maupun
tidak langsung.

Teknik Penghanian (warping):
1. Sectional warping
- Seksi /ban
- Sisir hani
- Menghani dengan tetal sesungguhnya.
2. Direct warping
- Bearn hani
- Sisir expansi
- Menghani dengan lebar kain sesungguhnya

III. Alat & Bahan
21
1. Mesin hani seksional.
2. Creel
3. Pisau pengambil benang.
4. Sisir silang
5. Sisir hani

IV. Cara kerja
Cara kerja pada proses penghanian seksional :
1. Menyiapkan rencana hani sesuai dengan kain yang akan dibuat
2. Memasang cone pada creel sesuai dengan rencana.
3. Mencucuk benang secara berururtan pada sisir silang.
4. Mencucuck benang pada sisir Hani.
5. Membuat bandul pada ujung benang supaya benang dapat dikaitkan pada
tambur.
6. Menggulung benang seksi per seksi pada tambur.
7. Setelah penggulungan pada tambur selesai, maka benang digulung pada
beam tenun.

22
V. Alur proses
Sisir hani
BEAM LUSI

TAMBUR
+

+

Sisir silang

10×
Skema proses penghanian sectional

VI. Data percobaan

Mencari lebar penghanian :
No benang lusi x No benang pakan x lebar kain
Tetal lusi

x tetal pakan

30s x 30/2 x 50 “

m= 3%

120 “ x 70 “

∑ lusi = 120 “ x 50 “ = 6000 helai

23
Lebar penghanian = 50 “ + (50 x 3/100) = 51,5 “
∑ Ban/seksi = ∑ lusi/kapasitas creel (kapasitas creel max=600)
= 6000/600 = 10 Ban

VII. Diskusi
Pemasangan benang pada creel harus disesuaikan, yaitu secara vertikal
untuk di creel dan horizontal pada pengantar benang atau stop motion, sehingga
tidak akan terjadi persilangan diantara benang-benang yang dipasang tersebut
dan akan memperlancar proses penghanian.
Pada saat pencucukan benang k esisir silang harus berurutan yaitu untuk
benang ganjil dan genap tidak boleh tertukar atau terlewat. Benang ganjil untuk
lubang bebas dan benang genap untuk lubang yang tidak bebas. Salah
pemasangan akan mengakibatkan susahnya benang pada saat disilang dan juga
pencucukan pada sisir hani.
Pada waktu mengunci jarak repeat/band satu gulungan pada alat pengunci
harus sejajar dengan lurus dan tidak boleh bergeser karena akan menyebabkan
band tertumpuk atau renggang.

VIII. Kesimpulan
Penghanian terdiri dari dua macam yaitu :


Penghanian langsung



Penghanian sementara atau menggunakan tambur

Pada mesin hani seksi lusi dihani pada kerapatan yang sebenarnya tetapi tidak pada
lebar yang sebenarnya.
Proses penghanian sangat membutuhkan dan mengutamakan ketelitian saat
mencucuk benang pada sisir silang dan sisir hani.

24
•

DRAWING-IN (pencucukan)

I. Maksud & Tujuan
Maksud

: Untuk melakukan proses pencucukan pada proses pertenunan

Tujuan

: - Memahami proses mencucuk pada proses pertenunan.
- Mengetahui cara mencucuk dengan baik dan benar.

II. Teori Dasar
Pencucukan merupakan proses memasukan tiap-tiap benang lusi pada lubang
dropper, mata gun yang ada pada masing-masing gun serta sisir tenun yang sesuai
dengan rencana desain kain tenun yang akan dibuat yang selanjutnya dicucuk pada
lubang-lubang sisir. Proses memasukan benang-benang lusi pada lubang-lubang
dropper, mataa gun dan sisir dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara

25
manual menggunakan tangan dan dengan menggunakan mesin cucuk (drawing-n
Machine)
Proses pencucukan adalah proses yang sangat penting dalam persiapan
pertenunan. Pencucukan akan menentukan kenampakan kain tenunnya. Proses
mencucuk akan dipengaruhi oleh jenis anyaman yang akan dibuat, banyaknya gun
yang dipakai, tetal lusi dan alat pembentuk mulut lusi yang digunakan.
Yang termasuk dalam proses pencucukan adalah :
 Memasukan benang lusi pada dropper.
 Memasukan benang lusi pada gun.
 Memasukan benang lusi pada sisir tenun.

Proses pencucukan berdasarkan cara mencucuk dibagi menjadi dua bagian yaitu :
 Mencucuk dengan tangan


Mencucuk dengan mesin
Dalam proses pencucukan terdapat pola-pola tertentu, adapun macam-macam

cucukan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Cucukan lurus
2. Cucukan silang/cucukan loncat
3. Cucukan sisir tenun

.
III. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah :

26


Alat cucuk tangan dengan peralatannya



Boom tenun berisi benang lusi.

IV. Cara kerja
Membuat Rencana Tenun dengan ATBM
1. Tentukan jenis anyaman yang akan kita buat
2. Tentukan jumlah gun yang akan kita gunakan
3. Tentukan jenis cucukan yang digunakan
4. Tetukan jenis injakan yang digunakan.
5. Tentukan ikatan gun pada injakan dengan cara :
a. Gun yang diharuskan naik diikatkan pada injakan yang akan di
injak
b. Gun yang diharuskan turun diikatkan pada injakan yang tidak
diinjak pada peluncuran pakan yang bersangkutan
Membuat Rencana Tenun dengan Doby
1. Tentukan jenis anyaman yang akan kita buat
2. Tentukan jumlah gun yang akan digunakan
3. Tentukan jenis cucukan yang akan digunakan
4 Tentukan rencana paku rang akan dugunakan dengan cara
a.

Paku doby dipasang pada lubang doby yang nantinya akan
bersentuhan dengan platina pada mesin doby, hingga akan
timbul efek lusi

b. Gun yang diharuskan turun atau diam, lubang doby tidak di
pasang paku
Menentukan Cucukan Helai per Lubang pada Sisir
1. Tentukan jumlah lusi total
2. Tentukan lebar kain yang akan dibuat
3. Hitunglah mengkeret benang pakan

27
4. Hitunglah jumlah lubang pada sisir tenun untuk setiap 2 inchi

(Inggris)

5. Tentukan lebar sisir efektif, dengan cara menghitung lebar kain jika tidak
dipengaruhi oleh mengkeret benang pakan.
6. Hitunglah jumlah lubang total yang diperlukan untuk mencucuk benang lusi total
dengan lebar, selebar sisir efektif.
7. Jumlah helai per lubang sisir dapat diperoleh dengan membagi jumlah lusi total
terhadap jumlah lubang total selebar sisir efektif
8. Maka nomor sisir adalah Jumlah lubang setiap 2 inchi ( sisitem Inggris) per
jumlah helai untuk tiap lubang
Mencucuk benang lusi pada Dropper dan Gun
1. Lihatlah rencana tenun yang akan kita buat
2. Tempatkan beam lusi pada dudukan mesin cucuk
3. Pasangkan sejumlah dropper, dan gun serta sisir pada dudukan mesin cucuk
4. Mulailah mencucuk

Mencucuk Benang Lusi pada Sisir
1. Ukurlah lebar sisir efektif yang digunakan kemudian berilah tanda
2. Memulai Proses pencucukan.

V. Alur proses

Skema pencucukan menjadi kain (Kontruksi kain)
SISIR TENUN

MATA GUN

SISIR

DROPPER
BENANG LUSI

TENUN

28
ROLL KAIN

GUN

BEAM LUSI
VI. Data Percobaan
Jenis cucukan lusi. Misalkan:
a) Cucukan lusi
b)

: 1,2, 3,4
Cucukan pinggir

: 1,2,3,4

x 8 (Memperkuat

pinggiran kain agar tidak mudah lepas)
Gambar contoh cucukan lusi
Misalkan NST = 24 lubang / kisi dalam 2 inchi = 24/2
TL/inchi = 24

Gambar cucukan lurus
4

4

X

3

X

2
1

Gambar cucukan silang

X
X

Reapeat cucukan

X

3

X

2
1

Reapeat cucukan
X

X

29
RENCANA TENUN
Prinsip dalam rencana tenun

B

C

Keterangan:
= Anyaman
= Cucukan lusi
= Ikatan gun (pada ATMB)
= urutan penginjakan
(ATMB)
Pegging plan (ATM dobby)
“benang lusi yang jalannya sama
dicucuk pada gun yang sama”

A

D

Contoh rencana tenun untuk Alat Tenun Bukan Mesin (ATMB)
a) 1 rol 2 injakan

X
X

.

X

X

.

30

1
2
2
2
X
X

b) 2 rol 4 injakan

X

X

X

X

.

X

.

X

X

X

.

.

X

.

.

X

X

.

X

.
X

X
X
1

2
2
2

X
3
2
2

4

31
Keterangan:
X
.

gun yang naik
gun yng turun
VII. Diskusi
•

Proses mencucuk harus dilakukan dengan hati-hati dan disesuaikan dengan

rancana mencucuknya. Karena jika terjadi kesalahan pada waktu mencucuk
ataupun ada lubang yang terlewat, maka akan mempengaruhi kenampakkan
kainnya sehingga kainnya menjadi cacat.
•

Dalam melakukan proses pencucukan benang dari boom diusahakan jangan

saling bersilangan. Jika ini terjadi maka akan terjadi putus benang sehinnga
efesiensi produksi akan turun.
•

Dalam melakukan pencucukan, jumlah mata gun tiap kamran harus

diperhatikan jangan sampai kekurangan matagun. Jika hal ini terjadi maka harus
dilakukan pencucukan ulang dan penambahan matagun .
•

Apabila ada enang putus,maka droper akan turun ke bawah,dan enang di

sambung dengan sambungan tenun.

VIII. Kesimpulan
•

Pencucukan akan mempengaruhi kenampakan kainnya.

•

Proses pencucukan dimulai dari dropper, mata gun dan sisir tenun.

•

Proses mencucuk dilakukan sesuai dengan rencana cucukan untuk helai
perlubangnya.

•

Sebelum proses mencucuk,harus ada rencana tenun terlebih dahulu sehingga
proses pencucukan akan lebih mudah dan mendapatkan corak kain yang
diinginkan.

32
MACAM-MACAM ALAT TENUN DALAM PERTENUNAN
1)

Alat Tenun Tangan
 Gedogan
 Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)

2) Alat Tenun Mesin (ATM)
 ATM Teropong (Shuttle Loom)
 ATM Tanpa Teropong (Shuttleless Loom)
•

ATBM (alat tenun bukan mesin)
Alat tenun bukan mesin adalah alat tenun yang sumber gerakan dari tenaga
manusia dengan menggunakan gerakan tangan dan kaki. Oleh karena itu
konstruksi dan mekanisme peralatan pada alat tenun tersebut harus dapat
digerakan dengan tenaga yang seringan mungkin dan mudah dalam
pelayanannya.
Peralatan ATBM umumnya terbuat dari bahan kayu yang kuat agar
memudahkan dalam pembuatan anyaman dan tahan lama. Hal ini sesuai dengan
kemampuan para pengrajin tekstil ATBM yang masih banyak terdapat di daerahdaerah pedesaan, dimana sebagian besar peralatannya dibuat sendiri dengan
bahan baku yang terdapat disekelilingnya.
Gerakan-gerakan pokok dalam proses pembuatan kain pada ATBM pada
prinsipnya sama dengan ATM.

33
Gerakan-gerakan pada proses pertenunan :



Gerakan pokok proses pertenunan (Primary Motion)

 Pembukaan mulut lusi (Shedding Motion)
 Penyisipan benang (Picking Motion)
 Pengetekan (Beat-up Motion)


Gerakan tambahan (Secondary Motion)

 Penggulungan kain (Take-up Motion)
 Penggulungan benang lusi (Let-off Motion)



Gerakan tambahan (Auxillary Motion) / Otomatis

ATBM terbagi mejadi 3 bagian utama yaitu :
1. Bagian kerangka
Bagian kerangka ATBM terdiri dari bagian-bagian tetap, yaitu rangka samping,
palang-palang, gandar-gandar.
2. Perlengkapan pokok
a. Peralatan pembentuk mulut lusi
Peralatan ini terdiri dari:
•

Injakan

•

Gun

•

Rol/kerek

•

Tali penghubung injakan dengan gun

•

Tali penghubung gun dengan kerek

•

Tali pita pada rol/kerek

b. Peluncuran benang pakan
Peralatan ini terdiri dari :
•

Laci beserta lace

34
•

Kayu-kayu penggerak lade

•

Picker

•

Kayu-kayu pengungkit dan tali-tali

•

Teropong beserta palet

Mekanisme Peluncuran Pakan pada ATBM



Gerakan peluncuran teropong terjadi karena adanya gerakan maju dari lade.
Gerakan maju lade akan mendororng batang-batang pemukul,yang menyebabkan
tali pengubung menarik picker untuk memukul teropong yang ada dalam laci
menuju

laci

yang

satunya.

Karena

perbandingan

panjang

lengan

tuas

menyebabkan gerakan lade yang relatif lambat menjadi gerakan cepat yang
mampu mendorong teropong dengan cepat. Gerakan lade mundur akan
menyebabkan pengetekan benang pakan yang telah diluncurkan. Gerakan maju
lade kemabali akan menarik tali yang menyebabkan picker tertarik dan memukul
teropong yang berada pada sisi yang terakhir menuju ke sisi semula kemudian
lade bergerak mundur untuk merapatkan benang pakan, dan seterusnya.

10

11

12

13

14

11

1
2
3

15

4

16

5

17

6

18

7
8

35

19

20
9
Keterangan gambar :
1. Lade

11. Batang Pemukul

2. Laci

12. Mata gun

3. Sisir tenun

13. Rol/kerek

4. Teropong

14. Gun/kamran

5. Balok dada

15. Balok pembesut

6. Gigi rachet

16. Benang lusi

7. Pemutar gigi rachet

17. Boom lusi

8. Boom kain

18. Piringan rem

9. Injakan

19. Batang pengerem

10. Rangka ATBM

20. Bandul pengerem

Fungsi dari bagian mesin ATBM :
1. Lade, fungsinya sebagai tempat landasan teropong dan tempat sisir.
2. Laci, fungsinya sebagai ruangan untuk teropong sebelum dipukul oleh picker.
3. Sisir tenun, fungsinya untuk mengatur lebar kain yang akan dibuat, untuk
merapatkan benang pakan yang telah diluncurkan dan untuk mengatur tetal
lusi.
4. Teropong, fungsinya untuk meluncurkan benang pakan dari kanan ke kiri atau
sebaliknya dan tempat palet.
5. Balok dada, fungsinya untuk pengantar jalannya kain yang telah terbentuk dan
agar kain tetap datar.

36
6. Gigi rachet, fungsinya sebagai alat untuk penggulungan kain secara manual.
7. Pemutar gigi rachet, fungsinya untuk memutarkan roda gigi rachet.
8. Boom kain, fungsinya untuk menggulung kain yang telah terbentuk agar tidak
terjadi penumpukan kain dan juga untuk menjaga ketegangan benang lusi
agar konstan.
9. Injakan, fungsinya untuk menurunkan dan menaikkan kamran pada saat
injakan diinjak, antara injakan dan kamran digunakan tali pengikat.
10.Rangka, fungsingya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat
bekerja sesuai dengan kegunaannya.
11.Batang pemukul, fungsinya untuk menarik picker agar teropong terpukul dan
meluncur.
12.Mata gun, fungsinya untuk memasukkan benang lusi agar dapat naik turun
sesuai gerakan kamran.
13.Rol/kerek, fungsinya menghubungkan dua kamran yang bekerjanya saling
berlawanan,sehingga pada saat salah satu kamran naik maka kamran yang
lainnya akan turun.
14.Gun/kamran, fungsinya untuk menaikkan atau menurunkan kelompok benangbenang lusi yang dicucuk dalam mata gun agar terbentuk mulut lusi.
15.Balok pembesut, fungsinya untuk pengantar benang-benang lusi pada saat
penguluran.
16.Palet , fungsinya untuk temapt menggulung benang pakan yang terdapat pada
teropong
17.Boom lusi, fungsinya sebagai tempat digulungnya benang-benang lusi yang
akan ditenun pada proses pertenunan.
18.Piringan rem, fungsinya untuk landasan pengereman putaran boom lusi
19.Batang pengerem, fungsinya untuk mengerem atau melepaskan rem pada saat
penggulungan kain (secara manual).
20.Bandul, fungsinya untuk memberi beban pada batang pengerem sehingga
terjadi pengereman pada piringan pengerem.
21.Tempat sisir, fungsinya untuk tempat sisir agar sisir tetap berada ditempatnya.

37
•

ATM (alat tenun mesin)
ATM adalah alat tenun mesin yang cara kerjanya sudah tidak manual.Alat ini
menggunakan mesin dalam proses pertenunan kain.
Media peluncur pakan ATM :
o ATM teropong (shutle)
o ATM Shuttle less : rapier,air jet,water jet,projectil
Pada ATM,pengikatan gun/corak ada 3 yaitu :
1. Tappet cam
2. Dobby
3. Jacguard
Alat pembuka mulut lusi pada ATM :
o

Crank

o

Cam

o

Dobby

o

Jacquard

Pada ATM shuttle,terdapat beberapa otomatisasi :
 Otomatisasi penggantian pakan
Cop change, shuttle change
 Otomatisasi peraba pakan
Sistem mekanik,sistem elektrik,sistem optik

38
 Otomatisasi penjaga lusi putus
Cara droper,cara gun

Bagian ATM :

1)

Rangka samping : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian
yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya

2)

Rangka penghubung bawah : fungsingnya sebagai penopang
bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya

3)

Rangka penghubung belakang : fungsingnya sebagai penopang
bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya

4)

Gandar layang : fungsinya untuk pengantar benang-benang lusi
pada saat penguluran

5)

Rangka atas : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang
lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya

6)

Kuda-kuda : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang
lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya

7)

Poros utama : fungsinya sebagai penghubung utama dari gerakan
dari motor ke bagian-bagian yang lain dan menggerakkan lade

39
Poros pukulan : berfungasi menghubungkan gerakan dari poros

8)

utama ke bagian pemukulan teropong dan peralatan pembukaan mulut lusi
Pulley poros utama : pulley yang berfungsi untuk menggerakan

9)

poros utama
10)

Steer

11)

Roda gigi poros utama : roda gigi yang fungsinya sebagai
penghubung utama dari gerakan dari motor ke bagian-bagian yang lain dan
menggerakkan lade
Roda gigi poros pukulan : berfungasi menghubungkan gerakan

12)

dari poros utama ke bagian pemukulan teropong dan peralatan pembukaan
mulut lusi
13)

Poros lade (sley) : berfungsi menghubungkan dari poros utama ke
tempat landasan teropong dan tempat sisir.

40
Daftar Pustaka

 Widayat, S.Teks. Serat-serat tekstil. STTT .Bandung
 Wibowo Moerdoko et al. 1973. Evaluasi Tekstil Bagian Fisika. STTT.
Bandung.

 Teknologi Persiapan Pertenunan. STTT. Bandung
 Lembar Tugas. STTT. Bandung
 Soeparliek, Liek S.Teks, dkk. 1973.Teknologi Pertenunan. Bandung : ITT.

41

More Related Content

What's hot

Konstruksi bahan tekstil
Konstruksi bahan tekstilKonstruksi bahan tekstil
Konstruksi bahan tekstilNaya Ti
 
5. laporan-atbm-dobby-12-mei-2015
5. laporan-atbm-dobby-12-mei-20155. laporan-atbm-dobby-12-mei-2015
5. laporan-atbm-dobby-12-mei-2015Muhammad Pandu Wong
 
STANDARD FOR FABRICS (SUITING) PER SNI
STANDARD FOR FABRICS (SUITING) PER SNISTANDARD FOR FABRICS (SUITING) PER SNI
STANDARD FOR FABRICS (SUITING) PER SNIroellys
 
Analysis of rejected ring cops in autoconer winding machine
Analysis of rejected ring cops in autoconer winding machineAnalysis of rejected ring cops in autoconer winding machine
Analysis of rejected ring cops in autoconer winding machineTaukir Kabir Tusar
 
Important parts on ring frame
Important parts on ring frameImportant parts on ring frame
Important parts on ring frameMdibrahimkhalil31
 
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGINPENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGINaji indras
 
Spin plan for 80s combed yarn
Spin plan for 80s combed yarnSpin plan for 80s combed yarn
Spin plan for 80s combed yarnSwaraz Mollick
 
Math problem of combing machine
Math problem of combing machineMath problem of combing machine
Math problem of combing machineA Liar
 
Investigation Periodic Faults in Yarn
Investigation Periodic Faults in YarnInvestigation Periodic Faults in Yarn
Investigation Periodic Faults in YarnEngr Rizwan
 
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2aji indras
 
Find out the production of lap former machine in kg
Find out the production of lap former machine in kgFind out the production of lap former machine in kg
Find out the production of lap former machine in kgAmit Biswas
 
Recent development of winding machine
Recent development of winding machineRecent development of winding machine
Recent development of winding machineShad Ibna Shoiel
 
Laporan 1. Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi Kain
Laporan 1.  Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi KainLaporan 1.  Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi Kain
Laporan 1. Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi Kainaji indras
 
Bu Ainur - Proses Hilang Kanji
Bu Ainur - Proses Hilang KanjiBu Ainur - Proses Hilang Kanji
Bu Ainur - Proses Hilang Kanjiaji indras
 

What's hot (20)

Konstruksi bahan tekstil
Konstruksi bahan tekstilKonstruksi bahan tekstil
Konstruksi bahan tekstil
 
Draw Frame.
Draw Frame.Draw Frame.
Draw Frame.
 
5. laporan-atbm-dobby-12-mei-2015
5. laporan-atbm-dobby-12-mei-20155. laporan-atbm-dobby-12-mei-2015
5. laporan-atbm-dobby-12-mei-2015
 
Analisa serat scr kualitatif & kuantitatif
Analisa serat scr kualitatif & kuantitatifAnalisa serat scr kualitatif & kuantitatif
Analisa serat scr kualitatif & kuantitatif
 
Pengelosan
PengelosanPengelosan
Pengelosan
 
STANDARD FOR FABRICS (SUITING) PER SNI
STANDARD FOR FABRICS (SUITING) PER SNISTANDARD FOR FABRICS (SUITING) PER SNI
STANDARD FOR FABRICS (SUITING) PER SNI
 
Analysis of rejected ring cops in autoconer winding machine
Analysis of rejected ring cops in autoconer winding machineAnalysis of rejected ring cops in autoconer winding machine
Analysis of rejected ring cops in autoconer winding machine
 
Important parts on ring frame
Important parts on ring frameImportant parts on ring frame
Important parts on ring frame
 
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGINPENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
PENCELUPAN KAIN KAPAS SECARA BATCHING (CPB) DENGAN ZAT WARNA REAKTIF DINGIN
 
Spin plan for 80s combed yarn
Spin plan for 80s combed yarnSpin plan for 80s combed yarn
Spin plan for 80s combed yarn
 
Math problem of combing machine
Math problem of combing machineMath problem of combing machine
Math problem of combing machine
 
Carding machine
Carding machineCarding machine
Carding machine
 
Investigation Periodic Faults in Yarn
Investigation Periodic Faults in YarnInvestigation Periodic Faults in Yarn
Investigation Periodic Faults in Yarn
 
Carding (1)
Carding (1)Carding (1)
Carding (1)
 
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
Bu Ainur - Proses Pengelantangan H2O2
 
Find out the production of lap former machine in kg
Find out the production of lap former machine in kgFind out the production of lap former machine in kg
Find out the production of lap former machine in kg
 
Recent development of winding machine
Recent development of winding machineRecent development of winding machine
Recent development of winding machine
 
fabric manufacturing technology-1
fabric manufacturing technology-1fabric manufacturing technology-1
fabric manufacturing technology-1
 
Laporan 1. Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi Kain
Laporan 1.  Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi KainLaporan 1.  Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi Kain
Laporan 1. Praktek Evaluasi Tekstil I Dekomposisi Kain
 
Bu Ainur - Proses Hilang Kanji
Bu Ainur - Proses Hilang KanjiBu Ainur - Proses Hilang Kanji
Bu Ainur - Proses Hilang Kanji
 

Viewers also liked (13)

Tenun
TenunTenun
Tenun
 
Alat tenun
Alat tenunAlat tenun
Alat tenun
 
Smk teknologi pembuatan-benang-dan-pembuatan-kain-1_abdul.pdf
Smk teknologi pembuatan-benang-dan-pembuatan-kain-1_abdul.pdfSmk teknologi pembuatan-benang-dan-pembuatan-kain-1_abdul.pdf
Smk teknologi pembuatan-benang-dan-pembuatan-kain-1_abdul.pdf
 
Resume pertenunan gw
Resume pertenunan gwResume pertenunan gw
Resume pertenunan gw
 
Tenunan
TenunanTenunan
Tenunan
 
TEDx Manchester: AI & The Future of Work
TEDx Manchester: AI & The Future of WorkTEDx Manchester: AI & The Future of Work
TEDx Manchester: AI & The Future of Work
 
Makalah Proses pemintalan leleh,kering dan basah
Makalah Proses pemintalan leleh,kering dan basahMakalah Proses pemintalan leleh,kering dan basah
Makalah Proses pemintalan leleh,kering dan basah
 
Pendekatan mrp dengan metode eoq pada industri benang textile
Pendekatan mrp dengan metode eoq pada industri benang textilePendekatan mrp dengan metode eoq pada industri benang textile
Pendekatan mrp dengan metode eoq pada industri benang textile
 
Pemintalan
PemintalanPemintalan
Pemintalan
 
Bab 2 -proses-pembentukan-logam-smt2
Bab 2 -proses-pembentukan-logam-smt2Bab 2 -proses-pembentukan-logam-smt2
Bab 2 -proses-pembentukan-logam-smt2
 
Jacquard Loom - Power Point Presentation
Jacquard Loom - Power Point PresentationJacquard Loom - Power Point Presentation
Jacquard Loom - Power Point Presentation
 
Warping
WarpingWarping
Warping
 
Pemintalan benang
Pemintalan benangPemintalan benang
Pemintalan benang
 

Similar to Pertenunan

penggintiran up twister
penggintiran up twisterpenggintiran up twister
penggintiran up twisterAndri Lesmana
 
5.TALI TEMALI DASAR.pptx
5.TALI TEMALI DASAR.pptx5.TALI TEMALI DASAR.pptx
5.TALI TEMALI DASAR.pptxtaringhitam
 
74152686 10653-sni-03-0090-1999-bronjong-kawat
74152686 10653-sni-03-0090-1999-bronjong-kawat74152686 10653-sni-03-0090-1999-bronjong-kawat
74152686 10653-sni-03-0090-1999-bronjong-kawatDeny Dratistyono
 
pengamatan proses direct twisting terhadap putus benang sd 180-98 (2).pdf
pengamatan proses direct twisting terhadap putus benang sd 180-98 (2).pdfpengamatan proses direct twisting terhadap putus benang sd 180-98 (2).pdf
pengamatan proses direct twisting terhadap putus benang sd 180-98 (2).pdfDennifryramdhaniAkar
 
Handout pengujian-benang
Handout pengujian-benangHandout pengujian-benang
Handout pengujian-benangWage Karsana
 
T1-Bab5-Jahitan
T1-Bab5-JahitanT1-Bab5-Jahitan
T1-Bab5-Jahitansmrsmart
 
Laporan workshop skru benang
Laporan workshop skru benangLaporan workshop skru benang
Laporan workshop skru benangPais Dt
 
Prakarya - Makrame
Prakarya - MakramePrakarya - Makrame
Prakarya - MakrameFamous3_
 
Konstruksi benang dan tali pada jaring penangkapan ikan
Konstruksi benang dan tali pada jaring penangkapan ikanKonstruksi benang dan tali pada jaring penangkapan ikan
Konstruksi benang dan tali pada jaring penangkapan ikanYusep Sugianto
 
Mechanical-fasterener standard for engineering.pdf
Mechanical-fasterener standard for engineering.pdfMechanical-fasterener standard for engineering.pdf
Mechanical-fasterener standard for engineering.pdfDeni Prasetyo
 

Similar to Pertenunan (20)

penggintiran up twister
penggintiran up twisterpenggintiran up twister
penggintiran up twister
 
Lap 1. konstruksi, cr lidah, kekusutan
Lap 1. konstruksi, cr lidah, kekusutanLap 1. konstruksi, cr lidah, kekusutan
Lap 1. konstruksi, cr lidah, kekusutan
 
Lap 1. konstruksi, cr lidah, kekusutan
Lap 1. konstruksi, cr lidah, kekusutanLap 1. konstruksi, cr lidah, kekusutan
Lap 1. konstruksi, cr lidah, kekusutan
 
Jahitan
JahitanJahitan
Jahitan
 
5.TALI TEMALI DASAR.pptx
5.TALI TEMALI DASAR.pptx5.TALI TEMALI DASAR.pptx
5.TALI TEMALI DASAR.pptx
 
74152686 10653-sni-03-0090-1999-bronjong-kawat
74152686 10653-sni-03-0090-1999-bronjong-kawat74152686 10653-sni-03-0090-1999-bronjong-kawat
74152686 10653-sni-03-0090-1999-bronjong-kawat
 
pengamatan proses direct twisting terhadap putus benang sd 180-98 (2).pdf
pengamatan proses direct twisting terhadap putus benang sd 180-98 (2).pdfpengamatan proses direct twisting terhadap putus benang sd 180-98 (2).pdf
pengamatan proses direct twisting terhadap putus benang sd 180-98 (2).pdf
 
Handout pengujian-benang
Handout pengujian-benangHandout pengujian-benang
Handout pengujian-benang
 
Lap 2. pita potong & kekakuan
Lap 2. pita potong & kekakuanLap 2. pita potong & kekakuan
Lap 2. pita potong & kekakuan
 
T1 Jahitan
T1 JahitanT1 Jahitan
T1 Jahitan
 
T1-Bab5-Jahitan
T1-Bab5-JahitanT1-Bab5-Jahitan
T1-Bab5-Jahitan
 
Laporan workshop skru benang
Laporan workshop skru benangLaporan workshop skru benang
Laporan workshop skru benang
 
Lap 2. pita potong & kekakuan
Lap 2. pita potong & kekakuanLap 2. pita potong & kekakuan
Lap 2. pita potong & kekakuan
 
Prakarya - Makrame
Prakarya - MakramePrakarya - Makrame
Prakarya - Makrame
 
Pemintalan serat sutera
Pemintalan serat suteraPemintalan serat sutera
Pemintalan serat sutera
 
Jahitan
JahitanJahitan
Jahitan
 
Desain Mesin Pemipil Jagung
Desain Mesin Pemipil JagungDesain Mesin Pemipil Jagung
Desain Mesin Pemipil Jagung
 
Konstruksi benang dan tali pada jaring penangkapan ikan
Konstruksi benang dan tali pada jaring penangkapan ikanKonstruksi benang dan tali pada jaring penangkapan ikan
Konstruksi benang dan tali pada jaring penangkapan ikan
 
Mechanical-fasterener standard for engineering.pdf
Mechanical-fasterener standard for engineering.pdfMechanical-fasterener standard for engineering.pdf
Mechanical-fasterener standard for engineering.pdf
 
Gambar jeratan
Gambar jeratanGambar jeratan
Gambar jeratan
 

More from Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Pertenunan

  • 1. PERTENUNAN I. Maksud & Tujuan • Maksud : Untuk mengetahui dan memahami mekanisme proses serta cara kerja dari mesin-mesin tenun mulai dari persiapan pertenunan sampai proses pertenunan. • Tujuan : - Memahami & mengamati bentuk mesin-mesin tenun. - Mengetahui fungsi dari masing-masing mesin . - Mengetahui proses pembuatan kain tenun,baik dengan ATM maupun ATBM. - Membedakan cara kerja antara ATM dan ATBM. - Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari mesin ATM dan ATBM II. Teori dasar Proses persiapan pertenunan bertujuan untuk memperbaiki sejauh mungkin kualitas benang sehingga dalam proses selanjutnya tidak mengalami banyak kesulitan,kemacetan atau banyak menimbulkan noda-noda karena rusak.Selain itu,membuat gulungan yang sesuai dengan proses selanjutnya,baik dalam bentuk maupun volumenya.Sebelum masuk ke persiapan pertenunan dan proses perenunan,beberapa hal yang harus diketahui yaitu : • Pengetahuan nomor benang • Teknik menyambung benang Pengetahuan nomor benang Penomoran benang adalah perbandingan panjang dan berat benang. 1
  • 2. Penomoran benang dilakukan untuk menyatakan kehalusan dari sehelai benang, kita dapat mengukur diameternya sepewrti kawat, hal ini disebabkan karena bentuk penampang yang tidak menentu, serta ketidak rataan diameter benang. Oleh karena itu kehalusan benang dinyatakan dengan perantaraan suatu perbandingan antara panjang dan beratnya. Nomor benang = Panjang (P) Berat (B) Sistem penomoran benang terbagi menjadi 2 yaitu : 1.Sistem penomoran langsung/panjang tetap(direct system) Yaitu semakin besar/kasar benangnya maka makin besar juga nomornya dan makin kecil atau halus benangnya maka semakin kecil nomornya Rumus untuk menghitung no benang : N= UxB P Ket : N = nomor benang U = panjang untaian standar B= berat benang P = panjang benang Yang termasuk dalam sistem penomoran ini :Titer denier(Td), Dram,Grex,dll. 2. Sistem penomoran tidak langsung/berat tetap (indirect system) Yaitu semakin besar atau kasar benangnya maka akan semakin kecil nomornya. Dan makin kecil atau halus benangnya maka makin tinggi nomornya. Rumus untuk menghitung no benang : N = P UxB Ket : N = Nomor benang P = Panjang benang 2
  • 3. U = Panjang untaian standar B = Berat benang Yang termasuk sistem penomoran ini : Ne dan Nm Teknik menyambung benang Selain dari system penomoran benang, dalam persiapan pertenunan juga terdapat teknik penyambungan benang. Penyambungan dapat dilakukan dengan tangan atau dapat pula dengan alat penyambung. Penyambungan dengan tangan dilakukan dengan cara menyambungkan tiap helai ujung benang satu per satu dari mulai sisi sebelah kanan hingga semua benang habis tersambung. Bentuk simpul yang biasa dipergunakan adalah bentuk weaver knot atau bentuk lilitan dengan mempergunakan minyak. Cara yang terakhir ini biasa dilakukan pada benang lusi yang halus. Sedangkan penyambungan. Cara untuk lain benang-benang yang penyambungan dapat kasar pula biasa dilakukan dilakukan dengan mempergunakan dengan alat weaver knotter. Cara ini penyambungan akan lebih cepat serta menghasilkan sambungan yang ujung-ujungnya relatif lebih rendah dan sama panjang. Pada ujungnya benang penyambungan agar sependek pada Penarikan waktu hendaknya benang mungkin sehingga penarikan melewati dilakukan dengan hendaknya diusahakan ujung- mempermudah proses jalannya dropper, mata gun dan hati-hati agar sisir tenun. supaya lilitan atau sambungan tidak terlepas kembali.. Proses penarikan dianggap cukup jika simpulsimpul sambungan semuanya telah melewati penjepit kain.(ring staple). Sistem penyambungan dilihat dari prosesnya terbagi 3 macam yaitu : 1. Sistempenyambungan benang dengan tangan a. Sambungan berbutir (spot knotted) Biasanya sambungan ini diterapkan pada benang filamen. Kelemahan sambungan ini adalah mudah lepas kembali pada saat ditarik, karena ujung sambungan kurang panjang, atau benang yang licin, atau dalam penyambungan benang dengan nomer yang berbeda. 3
  • 4. b. Sambungan pilinan Sifatnya hanya sementara saja, digunakan pada mesin tenun yang memakai 2 boom / jacquard berfungsi untuk melewatkan lusi dari beam ke sisir tenun (reed). c. Sambungan mati Sambungan ini hanya digunakan untuk menyambung benang dengan nomer yang sama, khususnya untuk benang filamen. Sambungan ini tidaklah stabil sehingga mudah menimbulkan gaya torsi pada saat-saat ada tegangan yang akan mengganggu dalam proses pertenunan. Gambar proses penyambungan benang Gambar 1.1 Sambungan Pilinan Gambar 1.2 Sambungan Berbutir Gambar 1.3 Sambungan Mati d. Sambungan tenun (weave knot) Jenis sambungan ini adalah jenis sambungan yang sering digunakan pada proses pertenunan. Ada beberapa jenis sambungan tenun yang disesuaikan dengan sifat dan bahan dari benang tersebut. Jenis sambungan tersebut adalah: 1. Sambungan tenun untuk benang staple . Bentuk jenis sambungan ini dapat dilihat pada gambar 1.4 2. Sambungan tenun untuk benang wool. Bentuk jenis sambungan ini dapat dilihat pada gambar 1.5 3. Sambungan tenun untuk benang filamen. Bentuk jenis sambungan ini dapat dilihat pada gambar 1.6 Gambar 1.4 Sambungan Staple Gambar 1.5 Sambungan Wool Gambar 1.6 Sambungan Filament 4
  • 5. 2. Sistem penyambungan benang dengan alat (knotter) 3. Sistem penyambungan benang dengan mesin (tying machine) Yaitu dilakukan pada saat proses penggantian beam lusi yang kosong dan dalam posisi benang putus, dengan catatan kontruksi kain sama , jumlah lusi sama, lebarnya sama, dan tetal lusinya sama (tying head) Dalam proses pertenunan juga diperlukan benang lusi dan benang pakan dalam berbagai bentuk. Macam-macam dari bentuk gulungan benang : - Cop - Cone - Cheese - Streng - Bobin cakra - Palet Dalam proses pertenunan terdapat 2 proses yaitu : 1. Proses persiapan pertenunan (pre-weaving) 2. Proses pertenunan ( weaving ) Proses persiapan pertenunan : Benang lusi 1. Penyetrengan 2. Pengelosan 3. Penggintiran 4. Penghanian 5. Pencucukan 6. Penyambungan Benang pakan 1. Penyetrengan 2. Pengelosan 3. Pemaletan 5
  • 6. • I. WINDING (pengelosan) Maksud dan Tujuan ∗ Maksud : Untuk melakukan proses pengelosan dari bentuk cone ke cone dan dari bentuk strange ke cone. ∗ Tujuan : - Mengetahui proses pengelosan dari bentuk strange ke cone dan dari bentuk cone ke cone. - Memahami cara kerja mesin kelos. -Memahami faktor yang berpengaruh pada mesin pengelosan. II. Teori dasar Pengelosan adalah merubah bentuk gulungan dari bentuk cone ke cone atau bentuk streng ke cone. Tujuannya adalah menyesuaikan bentuk gulungan benang dengan proses berikutnya,memperbaiki mutu benang.Mesin kelos yang digunakan adalah mesin kelos silinder beralur spiral.Pada mesin kelos ini,yaitu pada sleeved silinder alurnya berupa spiral. Tergantung daripada konstruksinya,dalam setiap spindle drum jumlah spiralnya berbeda-beda, dengan demikian setiap kali putaran dari silinder akan menghasilkan juga jumlah spiral gulungan benang yang berbeda-beda . Misalnya : satu silinder dengan 2 spiral, 2,5 spiral,3 spiral. Mesin kelos ini bisa digunakan untuk melayani cheese maupun cones bobin.Diameter dari sleeved silinder tidak perlu besar karena banyaknya spiral pada silinder ini telah menentukan jumlah spiral pada penggulungan benang. Dengan demikian sudut gulungan yang diperoleh juga tidak dapat berubah. Untuk memperoleh penggulungan differensial maka pada tempat-tempat tertentu dispiralnya/slips dibuat pendangkalan (slips terputus-putus).Kebaikan 6
  • 7. dari sistem ini,yaitu benang digulung diatas silinder,sedangkan benang ditarik melalui slips/spiral yang lembut sehingga jalannya benang/tegangan lebih teratur dan tidak akan menimbulkan bulu-bulu pada benang. Secara umum, tujuan dari proses pengelosan antara lain adalah : • Untuk memperbaiki mutu benang yang dikelos, mutu yang mencangkup : kekuatan benang, kerataan benang, kebersihan benang dari sambungan – sambungan yang kurang baik. • Untuk mengurangi biaya produksi,sebagai akibat dari meningkatnya effisiensi perusahaan. • Untuk menyesuaikan dengan bentuk gulungan yang diperlukan paad proses selanjutnya. III. Alat dan bahan Alat dan bahan yang diperlukan dalam proses winding :  Mesin winding beralur  Neraca analitik  Jangka sorong  Rolimeter  Papper cone  Benang Ne1 30/2 (streng to cone)  Benang Ne1 30 s (cone to cone) IV. Langkah kerja Langkah-langkah dari proses pengelosan : • Menimbang cone kosong • Memasang cone pada cradle 7
  • 8. • Menjalankan mesin • Menyinggungkan cone pada poros friksi • Mencatat waktu proses • Menimbang cone isi benang • Menghitung produksi nyata • Menghitung produksi teoritis • Menghitung efisiensi mesin V. Alur proses Cone / cheese (Positif) Cone / cheese Cradl Cradl e Proses friksi Tensione Tensione r Slub Slub catcher Lappet /pengantar Lappet / Cone / streng Cone / streng 8
  • 9. Gambar Alur Proses Winding VI. Data percobaan A. MENGHITUNG PRODUKSI TEORITIS Diketahui :  Waktu = 16,18 menit (Cone to Cone) = 14,41 menit (Streng to Cone)  Pulli 1 = 4,605 cm  Pulli 2 = S 33 3,14 = 10,51 cm  Pulli 3 = πd 57 3,14 = 18,15 cm  Diameter Drum (d)  Nmotor = 1400 put / men  S1 = 8,36 cm  S2 = 5,37 cm  = 8,210 cm S3 = 3,37 cm = 17,10 cm Š = 5,70 cm  Pr oduksiTeoritis = N (π d ) xS 2 2 Cone to Cone NDrum beralur = Nmotorx ( puli 1 / puli 2 ) 9
  • 10. = 1400 x (4,605 /10,510) = 613,42 put / menit Produk teoritis = 613,42 x √ { (3,14×8,210)2 + 5,702 } = 16203,28 cm / menit Panjang produk = produksi teoritis x 0,01 m / cm x waktu =16203,28 cm / mnt x 0,01 m / cm x 16,18 mnt = 2621,69 m Berat produk = P produk / ( Ne x 768 m / lbs ) = 2621,69 m / ( 30 x 768 m / lbs ) = 0,1138 lbs x 453,6 g / lbs = 51,61 g Streng to Cone NDrum beralur = Nmotorx ( puli 1 / puli 3 ) = 1400 x (4,605 /18,150) = 355,21 put / menit Produk teoritis = 355,21 x √ { (3,14×8,210)2 + 5,702 } = 9382,80 cm / menit Panjang produk = produksi teoritis x 0,01 m / cm x waktu = 9382,80 cm / mnt x 0,01 m / cm x 14,41 mnt = 1352,06 m Berat produk = P produk / ( Ne x 768 m / lbs ) = 1352,06 m / ( 15 x 768 m / lbs ) = 0,1174 lbs x 453,6 g / lbs = 53,24 g B. MENGHITUNG PRODUKSI NYATA Diketahui :  Berat Cone kosong = 33,00 gram (Cone to Cone) 10
  • 11. = 26,12 gram (Streng to Cone) Berat isi Cone  = 78,14 gram (Cone to Cone) = 74,46 gram (Streng to Cone) Produksi Nyata = Cone isi benang – Cone tanpa benang Data Hasil :  = 78,14 g – 33,00 g = 45,14 g  Berat Benang Streng to Cone = 74,46 g – 26,12 g = 48,34 g C. η= Berat Benang Cone to Cone MENGHITUNG EFISIENSI produksiNyata x100% produksiTeoritis Cone to Cone η= 45,14 g x100% = 87,45% 51,61g Streng to Cone η= 48,34 g x100% = 90,80% 53,24 g VII. Diskusi • Dalam proses pengelosan,pengubahan bentuk bisa dari bentuk strange ke cone ataupun dari bentuk cone ke cone.Dalam proses pengelosan,terdapat drum beralur sehingga hasil pengelosan benang beralur,ini bertujuan mengurangi tegangan pada benang. 11
  • 12. • Pada saat proses pengelosan,apabila ada benang yang putus maka harus disambung dengan teknik penyambungan benang dengan tangan.Penyambungan benang dilakukan seefisien mungkin karena mempengaruhi waktu produksi dan efisiensi mesin. • Pemberian beban pada tension washer harus tepat agar gulungan yang dihasilkan padat. Jika beban yang diberikan pada tension washer terlalu berat maka benang akan mudah putus dan sebaliknya apabila beban terlalu ringan maka gulungan yang dihasilkan akan gembos. VIII. Kesimpulan Proses pengelosan dilakukan untuk mengubah gulungan benang dari bentuk strange ke cone atau dari bentuk cone ke cone.Pengubahan bentuk gulungan dimaksudkan untuk mempermudah pada proses selanjutnya. 12
  • 13. • TWISTING ( penggintiran ) I. Maksud & Tujuan Maksud : Untuk melakukan proses penggintiran atau pemberian antihan pada benang sehingga benang lebih kuat pada proses pertenunan khususnya pada benang lusi. Tujuan : - Untuk meningkatkan kekuatan benang. - Untuk memperbesar diameter benang. - Untuk mengubah arah antihan pada benang yaitu arah S atau arah Z. II. Teori dasar Proses penggintiran adalah proses merangkap dua helai benang atau lebih menjadi satu sambil diberi puntiran yang telah ditentukan dengan panjang dan satuan tertentu. Hasil dari proses ini disebut benang gintir. Puntiran/gintiran yang diberikan pada benang bila dinyatakan dalam satuan panjang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :  Twist persentimeter (TPC) Satuan ini biasa digunakan untuk jenis benang kapas.  Twist perinchi (TPI) 13
  • 14. Satuan ini banyak digunakan dalam dunia tekstil karena menganut sistim internasional, juga digunakan untuk benang kapas (Ne1)  Twist permeter (TPM) Satuan ini biasa digunakan untuk benang dengan nomor Td, untuk benang filament. Proses perangkapan ada dua cara yaitu: (a) Penggintiran langsung  Pada proses ini, benang yang digunakan merupakan benang-benang single, yang mana perangkapan benang langsung dilakukan diatas mesin.  Keuntungan dari cara ini adalah : • •  Prosesnya pendek Tidak perlu mesin perangkap Kekurangan dari cara ini adalah : • Setiap helai benang susah dikontrol keadaannya maupun tegangannya sehingga hasil gintirannya kurang rata. • Untuk mesin yang tidak dilengkapi dengan stop motion, pada setiap pengantar benang single kemungkinan besar terjadi salah gintir. (b) Penggintiran tidak langsung  Pada proses ini, benang yang digunakan adalah benang rangkap. Jadi, pada proses ini perangkapan benang tidak dilakukan di atas mesin gintir.  Keuntungan dari cara ini adalah : 14
  • 15. • Tegangan tiap helai benang terkontrol • Kemungkinan putus benang kecil • Kemungkinan salah gintir kecil • Efisiensi dan mutu benang dapat ditingkatkan  Kerugian dari cara ini adalah : Diperlukan suatu proses tambahan, yaitu proses perangkapan benang. III. Alat dan Bahan 1. Mesin twister penggintiran turun. 2. Bobin kosong 3. Benang yang akan digintir IV. Cara kerja 1. Memasukkan atau melakukan benang yang akan diproses melalui kawat penghantar, batang penghantar, press dan delivery roll, lapet, traveller, kemudian dililitkan pada bobin, dan masuk pada spindel. 2. Menjalankan mesin dengan cara menekan tombol on pada mesin sambil mengamati jalannya proses awal pada penggintiran. 3. Menyambung benang bila putus dengan cara sambungan tenun. 4. Mencari arah twist benang asal. Untuk mengetahui arah twist benang asal dapat diketahui dengan cara memuntir kekanan dan ke kiri. Apabila twist benang terbuka dengan memilin kekanan, berarti twist awalnya S, dan apabila twist lepas saat memilin kekiri berarti twist asalnya Z. 5. Menentukan arah twist gintir. 6. Memasang pita spindle sesuai dengan rencana. 15
  • 16. Apabila twist menghendaki arah S , maka dapat ditempuh dengan cara pengaturan pita spindle sebagai berikut : Dalam mesin gintir ada dua jenis pengikatan spindle. Pengikatan ini maksudnya adalah jenis putaran arah twist ataupun jenis putaran arah antihan: a) Arah antihan S, lihat gambar : b) Arah antihan Z, lihat gambar : TIN ROL V. JOCKEY PULLEY SPINDEL Alur proses 2 3 Keterangan : 1 5 6 2. Benang (cones ) 17 4 1. Rak benang 3. Kawat penghantar 4. Batang penghantar 5. Press roll 7 6. Delivery roll 7. Lapet 8. Balooning 9. Traveller 8 10.Ring roll 11.Bobin 12.Spindle 13.Alat pengerem 9 10 14.Pita spindle 15.Tin roll 16.Jockey pulley 17.Kawat penghubung stop motion 16
  • 17. 11 15 14 13 16 12 Gambar 1. Mesin Gintir turun Twister VI. Data percobaan Perhitungan Produksi Teoritis Pada mesin TPI (Twist Per Inchi) dan TFO (Two For One) , perhitungan produksi teoritis dapat dicari dengan menggunakan formulasi : TPI = N spindel n π D Delivery roll Produksi = N spindel TPI TFO = 2 N spindel n π D Delivery roll Keterangan : N = Putaran per menit (rpm) Istilah n π D = Kecepatan permukaan (KP) Kecepatan keliling (KK), dan Spid Surice (SS) Perhitungan Produksi Nyata Perhitungan produksi nyata dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 17
  • 18. Penimbanagn secara langsung take-up dan take-up isis dan pengukuran aktual putaran spindel dan jumlah twist aktual Penimbangan Pada cara ini, sebelum proses menggintir dimulai, take-up kosong ditimbang dan hasil proses ditimbang kembali nuntuk mendapatkan netto benang dan netto benang itulah merupakan produksi aktual mesin TFO. Pengukuran Dengan cara ini , perhitungan produksi nyata tidak didasarkan pada jumkah waktu mesin untuk berhenti,akan tetapi berdasarkan pada pengukuran aktual yang akan dijadikan variabel dalam perhitungan. Perhitungan Effisiensi Seperti yang telah dijelaskan pada bab yang ke-2,perhitungan effisiensi mesin dapat didekati dengan formula dibawah : Ef = Pn x100 % Pt Dimana : Pn : Produksi nyata dalam satuan berat per waktu Pt : Produksi teoritis dalam satuan berat per waktu VII. Diskusi • Kualitas benang yang akan digintir harus diperhatikan karena jika benang yang akan digintir tidak baik maka akan menghambat proses penggintiran, seperti : benang akan sering putus sehingga akan mengakibatkan 18
  • 19. banyaknya sambungan dan gulungan yang dihasilkan memiliki kerataan yang kurang baik. • Pada saat penyetelan arah twist harus benar-benar diperhatikan letak / posisi dari pita spindle (jangan sampai terbalik antara arah twist S dengan Z) VIII. Kesimpulan Proses penggintiran pada benang dilakukan untuk menambah kekuatan pada benang sehingga benang lebih kuat pada proses pertenunan. Sistem penggintiran ada 2 macam yaitu : 1. System penggintiran langsung Yaitu system penggintiran dimana digunakan benang single. 2. System penggintiran tidak langsung. Yaitu system penggintiran dimana digunakan benang double. 19
  • 20. • I. WARPING ( Penghanian) Maksud & Tujuan Maksud : Untuk melakukan proses penggulungan benang lusi pada bip tenun. Tujuan : - Untuk menggulung benang pada bip tenun. - Untuk memahami proses penghanian dengan mesin hani sectional. II. Teori dasar Penghanian adalah proses penggulungan benang pada beam baik itu secara langsung maupun tidak langsung dengan jumlah helai tertentu dan panjang tertentu. Proses ini menjadi sangat penting dalam tahap mempersiakan proses pertenunan karena pada saat proses pertenunan benang mengalami gesekan – gesekan ataupun gaya – gaya dari mesin tenun yang digunakan. Persyaratan pada boom tenun yang baik: 20
  • 21. 1. Benang yang digulung harus sama panjang. 2. Letak benang yang digulung harus sejajar. 3. Benang yang digulun pada boom tenun harus penuh. 4. Letak benang pada boom tenun harus lebih lebar 1”-2” dari lebar disisir tenun. 5. Panjang benang harus lebih panjang dari panjang kain yang akan ditenun (harus memperhitungkan faktor mengkeret dan limbah). 6. Permukaan benang pada boom tenun harus rata. 7. Cakra boom tidak boleh miring. 8. Putus benang harus sedikit mungkin (1-2 kali putus / 1.000.000 yard) Warping adalah salah satu bentuk persiapan yang dilakukan untuk membuat beam lusi. Proses penghanian pada umumnya melalui tahapan-tahapan berikut : ∗ Perencanaan, ini dilakukan untuk menghitung kapasitas crell yang digunakan yang akan disesuaikan dengan jumlah total lusi (Total End) yang akan direncanakan. ∗ Penyusunan, ini dilakukan dengan menempatkan bobin-bobin benang lusi pada creel mesin hani sesuai dengan rencana haninya. ∗ Pembuatan (manufacturing), yaitu pembuatan beam baik secara langsung maupun tidak langsung. Teknik Penghanian (warping): 1. Sectional warping - Seksi /ban - Sisir hani - Menghani dengan tetal sesungguhnya. 2. Direct warping - Bearn hani - Sisir expansi - Menghani dengan lebar kain sesungguhnya III. Alat & Bahan 21
  • 22. 1. Mesin hani seksional. 2. Creel 3. Pisau pengambil benang. 4. Sisir silang 5. Sisir hani IV. Cara kerja Cara kerja pada proses penghanian seksional : 1. Menyiapkan rencana hani sesuai dengan kain yang akan dibuat 2. Memasang cone pada creel sesuai dengan rencana. 3. Mencucuk benang secara berururtan pada sisir silang. 4. Mencucuck benang pada sisir Hani. 5. Membuat bandul pada ujung benang supaya benang dapat dikaitkan pada tambur. 6. Menggulung benang seksi per seksi pada tambur. 7. Setelah penggulungan pada tambur selesai, maka benang digulung pada beam tenun. 22
  • 23. V. Alur proses Sisir hani BEAM LUSI TAMBUR + + Sisir silang 10× Skema proses penghanian sectional VI. Data percobaan Mencari lebar penghanian : No benang lusi x No benang pakan x lebar kain Tetal lusi x tetal pakan 30s x 30/2 x 50 “ m= 3% 120 “ x 70 “ ∑ lusi = 120 “ x 50 “ = 6000 helai 23
  • 24. Lebar penghanian = 50 “ + (50 x 3/100) = 51,5 “ ∑ Ban/seksi = ∑ lusi/kapasitas creel (kapasitas creel max=600) = 6000/600 = 10 Ban VII. Diskusi Pemasangan benang pada creel harus disesuaikan, yaitu secara vertikal untuk di creel dan horizontal pada pengantar benang atau stop motion, sehingga tidak akan terjadi persilangan diantara benang-benang yang dipasang tersebut dan akan memperlancar proses penghanian. Pada saat pencucukan benang k esisir silang harus berurutan yaitu untuk benang ganjil dan genap tidak boleh tertukar atau terlewat. Benang ganjil untuk lubang bebas dan benang genap untuk lubang yang tidak bebas. Salah pemasangan akan mengakibatkan susahnya benang pada saat disilang dan juga pencucukan pada sisir hani. Pada waktu mengunci jarak repeat/band satu gulungan pada alat pengunci harus sejajar dengan lurus dan tidak boleh bergeser karena akan menyebabkan band tertumpuk atau renggang. VIII. Kesimpulan Penghanian terdiri dari dua macam yaitu :  Penghanian langsung  Penghanian sementara atau menggunakan tambur Pada mesin hani seksi lusi dihani pada kerapatan yang sebenarnya tetapi tidak pada lebar yang sebenarnya. Proses penghanian sangat membutuhkan dan mengutamakan ketelitian saat mencucuk benang pada sisir silang dan sisir hani. 24
  • 25. • DRAWING-IN (pencucukan) I. Maksud & Tujuan Maksud : Untuk melakukan proses pencucukan pada proses pertenunan Tujuan : - Memahami proses mencucuk pada proses pertenunan. - Mengetahui cara mencucuk dengan baik dan benar. II. Teori Dasar Pencucukan merupakan proses memasukan tiap-tiap benang lusi pada lubang dropper, mata gun yang ada pada masing-masing gun serta sisir tenun yang sesuai dengan rencana desain kain tenun yang akan dibuat yang selanjutnya dicucuk pada lubang-lubang sisir. Proses memasukan benang-benang lusi pada lubang-lubang dropper, mataa gun dan sisir dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara 25
  • 26. manual menggunakan tangan dan dengan menggunakan mesin cucuk (drawing-n Machine) Proses pencucukan adalah proses yang sangat penting dalam persiapan pertenunan. Pencucukan akan menentukan kenampakan kain tenunnya. Proses mencucuk akan dipengaruhi oleh jenis anyaman yang akan dibuat, banyaknya gun yang dipakai, tetal lusi dan alat pembentuk mulut lusi yang digunakan. Yang termasuk dalam proses pencucukan adalah :  Memasukan benang lusi pada dropper.  Memasukan benang lusi pada gun.  Memasukan benang lusi pada sisir tenun. Proses pencucukan berdasarkan cara mencucuk dibagi menjadi dua bagian yaitu :  Mencucuk dengan tangan  Mencucuk dengan mesin Dalam proses pencucukan terdapat pola-pola tertentu, adapun macam-macam cucukan yang dapat dilakukan yaitu : 1. Cucukan lurus 2. Cucukan silang/cucukan loncat 3. Cucukan sisir tenun . III. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah : 26
  • 27.  Alat cucuk tangan dengan peralatannya  Boom tenun berisi benang lusi. IV. Cara kerja Membuat Rencana Tenun dengan ATBM 1. Tentukan jenis anyaman yang akan kita buat 2. Tentukan jumlah gun yang akan kita gunakan 3. Tentukan jenis cucukan yang digunakan 4. Tetukan jenis injakan yang digunakan. 5. Tentukan ikatan gun pada injakan dengan cara : a. Gun yang diharuskan naik diikatkan pada injakan yang akan di injak b. Gun yang diharuskan turun diikatkan pada injakan yang tidak diinjak pada peluncuran pakan yang bersangkutan Membuat Rencana Tenun dengan Doby 1. Tentukan jenis anyaman yang akan kita buat 2. Tentukan jumlah gun yang akan digunakan 3. Tentukan jenis cucukan yang akan digunakan 4 Tentukan rencana paku rang akan dugunakan dengan cara a. Paku doby dipasang pada lubang doby yang nantinya akan bersentuhan dengan platina pada mesin doby, hingga akan timbul efek lusi b. Gun yang diharuskan turun atau diam, lubang doby tidak di pasang paku Menentukan Cucukan Helai per Lubang pada Sisir 1. Tentukan jumlah lusi total 2. Tentukan lebar kain yang akan dibuat 3. Hitunglah mengkeret benang pakan 27
  • 28. 4. Hitunglah jumlah lubang pada sisir tenun untuk setiap 2 inchi (Inggris) 5. Tentukan lebar sisir efektif, dengan cara menghitung lebar kain jika tidak dipengaruhi oleh mengkeret benang pakan. 6. Hitunglah jumlah lubang total yang diperlukan untuk mencucuk benang lusi total dengan lebar, selebar sisir efektif. 7. Jumlah helai per lubang sisir dapat diperoleh dengan membagi jumlah lusi total terhadap jumlah lubang total selebar sisir efektif 8. Maka nomor sisir adalah Jumlah lubang setiap 2 inchi ( sisitem Inggris) per jumlah helai untuk tiap lubang Mencucuk benang lusi pada Dropper dan Gun 1. Lihatlah rencana tenun yang akan kita buat 2. Tempatkan beam lusi pada dudukan mesin cucuk 3. Pasangkan sejumlah dropper, dan gun serta sisir pada dudukan mesin cucuk 4. Mulailah mencucuk Mencucuk Benang Lusi pada Sisir 1. Ukurlah lebar sisir efektif yang digunakan kemudian berilah tanda 2. Memulai Proses pencucukan. V. Alur proses Skema pencucukan menjadi kain (Kontruksi kain) SISIR TENUN MATA GUN SISIR DROPPER BENANG LUSI TENUN 28 ROLL KAIN GUN BEAM LUSI
  • 29. VI. Data Percobaan Jenis cucukan lusi. Misalkan: a) Cucukan lusi b) : 1,2, 3,4 Cucukan pinggir : 1,2,3,4 x 8 (Memperkuat pinggiran kain agar tidak mudah lepas) Gambar contoh cucukan lusi Misalkan NST = 24 lubang / kisi dalam 2 inchi = 24/2 TL/inchi = 24 Gambar cucukan lurus 4 4 X 3 X 2 1 Gambar cucukan silang X X Reapeat cucukan X 3 X 2 1 Reapeat cucukan X X 29
  • 30. RENCANA TENUN Prinsip dalam rencana tenun B C Keterangan: = Anyaman = Cucukan lusi = Ikatan gun (pada ATMB) = urutan penginjakan (ATMB) Pegging plan (ATM dobby) “benang lusi yang jalannya sama dicucuk pada gun yang sama” A D Contoh rencana tenun untuk Alat Tenun Bukan Mesin (ATMB) a) 1 rol 2 injakan X X . X X . 30 1 2 2 2
  • 31. X X b) 2 rol 4 injakan X X X X . X . X X X . . X . . X X . X . X X X 1 2 2 2 X 3 2 2 4 31
  • 32. Keterangan: X . gun yang naik gun yng turun VII. Diskusi • Proses mencucuk harus dilakukan dengan hati-hati dan disesuaikan dengan rancana mencucuknya. Karena jika terjadi kesalahan pada waktu mencucuk ataupun ada lubang yang terlewat, maka akan mempengaruhi kenampakkan kainnya sehingga kainnya menjadi cacat. • Dalam melakukan proses pencucukan benang dari boom diusahakan jangan saling bersilangan. Jika ini terjadi maka akan terjadi putus benang sehinnga efesiensi produksi akan turun. • Dalam melakukan pencucukan, jumlah mata gun tiap kamran harus diperhatikan jangan sampai kekurangan matagun. Jika hal ini terjadi maka harus dilakukan pencucukan ulang dan penambahan matagun . • Apabila ada enang putus,maka droper akan turun ke bawah,dan enang di sambung dengan sambungan tenun. VIII. Kesimpulan • Pencucukan akan mempengaruhi kenampakan kainnya. • Proses pencucukan dimulai dari dropper, mata gun dan sisir tenun. • Proses mencucuk dilakukan sesuai dengan rencana cucukan untuk helai perlubangnya. • Sebelum proses mencucuk,harus ada rencana tenun terlebih dahulu sehingga proses pencucukan akan lebih mudah dan mendapatkan corak kain yang diinginkan. 32
  • 33. MACAM-MACAM ALAT TENUN DALAM PERTENUNAN 1) Alat Tenun Tangan  Gedogan  Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) 2) Alat Tenun Mesin (ATM)  ATM Teropong (Shuttle Loom)  ATM Tanpa Teropong (Shuttleless Loom) • ATBM (alat tenun bukan mesin) Alat tenun bukan mesin adalah alat tenun yang sumber gerakan dari tenaga manusia dengan menggunakan gerakan tangan dan kaki. Oleh karena itu konstruksi dan mekanisme peralatan pada alat tenun tersebut harus dapat digerakan dengan tenaga yang seringan mungkin dan mudah dalam pelayanannya. Peralatan ATBM umumnya terbuat dari bahan kayu yang kuat agar memudahkan dalam pembuatan anyaman dan tahan lama. Hal ini sesuai dengan kemampuan para pengrajin tekstil ATBM yang masih banyak terdapat di daerahdaerah pedesaan, dimana sebagian besar peralatannya dibuat sendiri dengan bahan baku yang terdapat disekelilingnya. Gerakan-gerakan pokok dalam proses pembuatan kain pada ATBM pada prinsipnya sama dengan ATM. 33
  • 34. Gerakan-gerakan pada proses pertenunan :  Gerakan pokok proses pertenunan (Primary Motion)  Pembukaan mulut lusi (Shedding Motion)  Penyisipan benang (Picking Motion)  Pengetekan (Beat-up Motion)  Gerakan tambahan (Secondary Motion)  Penggulungan kain (Take-up Motion)  Penggulungan benang lusi (Let-off Motion)  Gerakan tambahan (Auxillary Motion) / Otomatis ATBM terbagi mejadi 3 bagian utama yaitu : 1. Bagian kerangka Bagian kerangka ATBM terdiri dari bagian-bagian tetap, yaitu rangka samping, palang-palang, gandar-gandar. 2. Perlengkapan pokok a. Peralatan pembentuk mulut lusi Peralatan ini terdiri dari: • Injakan • Gun • Rol/kerek • Tali penghubung injakan dengan gun • Tali penghubung gun dengan kerek • Tali pita pada rol/kerek b. Peluncuran benang pakan Peralatan ini terdiri dari : • Laci beserta lace 34
  • 35. • Kayu-kayu penggerak lade • Picker • Kayu-kayu pengungkit dan tali-tali • Teropong beserta palet Mekanisme Peluncuran Pakan pada ATBM  Gerakan peluncuran teropong terjadi karena adanya gerakan maju dari lade. Gerakan maju lade akan mendororng batang-batang pemukul,yang menyebabkan tali pengubung menarik picker untuk memukul teropong yang ada dalam laci menuju laci yang satunya. Karena perbandingan panjang lengan tuas menyebabkan gerakan lade yang relatif lambat menjadi gerakan cepat yang mampu mendorong teropong dengan cepat. Gerakan lade mundur akan menyebabkan pengetekan benang pakan yang telah diluncurkan. Gerakan maju lade kemabali akan menarik tali yang menyebabkan picker tertarik dan memukul teropong yang berada pada sisi yang terakhir menuju ke sisi semula kemudian lade bergerak mundur untuk merapatkan benang pakan, dan seterusnya. 10 11 12 13 14 11 1 2 3 15 4 16 5 17 6 18 7 8 35 19 20 9
  • 36. Keterangan gambar : 1. Lade 11. Batang Pemukul 2. Laci 12. Mata gun 3. Sisir tenun 13. Rol/kerek 4. Teropong 14. Gun/kamran 5. Balok dada 15. Balok pembesut 6. Gigi rachet 16. Benang lusi 7. Pemutar gigi rachet 17. Boom lusi 8. Boom kain 18. Piringan rem 9. Injakan 19. Batang pengerem 10. Rangka ATBM 20. Bandul pengerem Fungsi dari bagian mesin ATBM : 1. Lade, fungsinya sebagai tempat landasan teropong dan tempat sisir. 2. Laci, fungsinya sebagai ruangan untuk teropong sebelum dipukul oleh picker. 3. Sisir tenun, fungsinya untuk mengatur lebar kain yang akan dibuat, untuk merapatkan benang pakan yang telah diluncurkan dan untuk mengatur tetal lusi. 4. Teropong, fungsinya untuk meluncurkan benang pakan dari kanan ke kiri atau sebaliknya dan tempat palet. 5. Balok dada, fungsinya untuk pengantar jalannya kain yang telah terbentuk dan agar kain tetap datar. 36
  • 37. 6. Gigi rachet, fungsinya sebagai alat untuk penggulungan kain secara manual. 7. Pemutar gigi rachet, fungsinya untuk memutarkan roda gigi rachet. 8. Boom kain, fungsinya untuk menggulung kain yang telah terbentuk agar tidak terjadi penumpukan kain dan juga untuk menjaga ketegangan benang lusi agar konstan. 9. Injakan, fungsinya untuk menurunkan dan menaikkan kamran pada saat injakan diinjak, antara injakan dan kamran digunakan tali pengikat. 10.Rangka, fungsingya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya. 11.Batang pemukul, fungsinya untuk menarik picker agar teropong terpukul dan meluncur. 12.Mata gun, fungsinya untuk memasukkan benang lusi agar dapat naik turun sesuai gerakan kamran. 13.Rol/kerek, fungsinya menghubungkan dua kamran yang bekerjanya saling berlawanan,sehingga pada saat salah satu kamran naik maka kamran yang lainnya akan turun. 14.Gun/kamran, fungsinya untuk menaikkan atau menurunkan kelompok benangbenang lusi yang dicucuk dalam mata gun agar terbentuk mulut lusi. 15.Balok pembesut, fungsinya untuk pengantar benang-benang lusi pada saat penguluran. 16.Palet , fungsinya untuk temapt menggulung benang pakan yang terdapat pada teropong 17.Boom lusi, fungsinya sebagai tempat digulungnya benang-benang lusi yang akan ditenun pada proses pertenunan. 18.Piringan rem, fungsinya untuk landasan pengereman putaran boom lusi 19.Batang pengerem, fungsinya untuk mengerem atau melepaskan rem pada saat penggulungan kain (secara manual). 20.Bandul, fungsinya untuk memberi beban pada batang pengerem sehingga terjadi pengereman pada piringan pengerem. 21.Tempat sisir, fungsinya untuk tempat sisir agar sisir tetap berada ditempatnya. 37
  • 38. • ATM (alat tenun mesin) ATM adalah alat tenun mesin yang cara kerjanya sudah tidak manual.Alat ini menggunakan mesin dalam proses pertenunan kain. Media peluncur pakan ATM : o ATM teropong (shutle) o ATM Shuttle less : rapier,air jet,water jet,projectil Pada ATM,pengikatan gun/corak ada 3 yaitu : 1. Tappet cam 2. Dobby 3. Jacguard Alat pembuka mulut lusi pada ATM : o Crank o Cam o Dobby o Jacquard Pada ATM shuttle,terdapat beberapa otomatisasi :  Otomatisasi penggantian pakan Cop change, shuttle change  Otomatisasi peraba pakan Sistem mekanik,sistem elektrik,sistem optik 38
  • 39.  Otomatisasi penjaga lusi putus Cara droper,cara gun Bagian ATM : 1) Rangka samping : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya 2) Rangka penghubung bawah : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya 3) Rangka penghubung belakang : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya 4) Gandar layang : fungsinya untuk pengantar benang-benang lusi pada saat penguluran 5) Rangka atas : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya 6) Kuda-kuda : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya 7) Poros utama : fungsinya sebagai penghubung utama dari gerakan dari motor ke bagian-bagian yang lain dan menggerakkan lade 39
  • 40. Poros pukulan : berfungasi menghubungkan gerakan dari poros 8) utama ke bagian pemukulan teropong dan peralatan pembukaan mulut lusi Pulley poros utama : pulley yang berfungsi untuk menggerakan 9) poros utama 10) Steer 11) Roda gigi poros utama : roda gigi yang fungsinya sebagai penghubung utama dari gerakan dari motor ke bagian-bagian yang lain dan menggerakkan lade Roda gigi poros pukulan : berfungasi menghubungkan gerakan 12) dari poros utama ke bagian pemukulan teropong dan peralatan pembukaan mulut lusi 13) Poros lade (sley) : berfungsi menghubungkan dari poros utama ke tempat landasan teropong dan tempat sisir. 40
  • 41. Daftar Pustaka  Widayat, S.Teks. Serat-serat tekstil. STTT .Bandung  Wibowo Moerdoko et al. 1973. Evaluasi Tekstil Bagian Fisika. STTT. Bandung.  Teknologi Persiapan Pertenunan. STTT. Bandung  Lembar Tugas. STTT. Bandung  Soeparliek, Liek S.Teks, dkk. 1973.Teknologi Pertenunan. Bandung : ITT. 41