Proses pengelosan bertujuan untuk mengubah bentuk gulungan benang dari cone ke cone atau streng ke cone agar sesuai dengan proses selanjutnya. Proses ini melibatkan penggulungan benang pada mesin kelos beralur spiral untuk memperbaiki mutu benang dan menyesuaikan bentuk gulungan. Langkah-langkah pengelosan meliputi penimbangan cone, penggulungan benang, dan pengukuran produksi teoritis dan nyata untuk menentukan efisiensi
1. PERTENUNAN
I. Maksud & Tujuan
•
Maksud
: Untuk mengetahui dan memahami mekanisme proses serta
cara kerja dari mesin-mesin tenun mulai dari persiapan
pertenunan sampai proses pertenunan.
•
Tujuan
:
- Memahami & mengamati bentuk mesin-mesin tenun.
- Mengetahui fungsi dari masing-masing mesin .
- Mengetahui proses pembuatan kain tenun,baik dengan
ATM maupun ATBM.
- Membedakan cara kerja antara ATM dan ATBM.
- Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari mesin ATM dan
ATBM
II. Teori dasar
Proses persiapan pertenunan bertujuan untuk memperbaiki sejauh mungkin kualitas
benang sehingga dalam proses selanjutnya tidak mengalami banyak kesulitan,kemacetan
atau banyak menimbulkan noda-noda karena rusak.Selain itu,membuat gulungan yang
sesuai dengan proses selanjutnya,baik dalam bentuk maupun volumenya.Sebelum masuk
ke persiapan pertenunan dan proses perenunan,beberapa hal yang harus diketahui yaitu :
•
Pengetahuan nomor benang
•
Teknik menyambung benang
Pengetahuan nomor benang
Penomoran benang adalah perbandingan panjang dan berat benang.
1
2. Penomoran benang dilakukan untuk menyatakan kehalusan dari sehelai benang, kita
dapat mengukur diameternya sepewrti kawat, hal ini disebabkan karena bentuk
penampang yang tidak menentu, serta ketidak rataan diameter benang. Oleh karena
itu kehalusan benang dinyatakan dengan perantaraan suatu perbandingan antara
panjang dan beratnya.
Nomor benang = Panjang (P)
Berat (B)
Sistem penomoran benang terbagi menjadi 2 yaitu :
1.Sistem penomoran langsung/panjang tetap(direct system)
Yaitu semakin besar/kasar benangnya maka makin besar juga nomornya dan makin
kecil atau halus benangnya maka semakin kecil nomornya
Rumus untuk menghitung no benang :
N= UxB
P
Ket : N = nomor benang
U = panjang untaian standar
B= berat benang
P = panjang benang
Yang termasuk dalam sistem penomoran ini :Titer denier(Td), Dram,Grex,dll.
2. Sistem penomoran tidak langsung/berat tetap (indirect system)
Yaitu semakin besar atau kasar benangnya maka akan semakin kecil nomornya.
Dan makin kecil atau halus benangnya maka makin tinggi nomornya.
Rumus untuk menghitung no benang :
N =
P
UxB
Ket : N = Nomor benang
P = Panjang benang
2
3. U = Panjang untaian standar
B = Berat benang
Yang termasuk sistem penomoran ini : Ne dan Nm
Teknik menyambung benang
Selain dari system penomoran benang, dalam persiapan pertenunan juga
terdapat teknik penyambungan benang. Penyambungan
dapat dilakukan dengan
tangan atau dapat pula dengan alat penyambung. Penyambungan dengan tangan
dilakukan dengan cara menyambungkan tiap helai ujung benang satu per satu dari
mulai sisi sebelah kanan hingga semua benang habis tersambung. Bentuk simpul
yang biasa dipergunakan adalah bentuk weaver knot atau bentuk lilitan dengan
mempergunakan minyak. Cara yang terakhir ini biasa dilakukan pada benang lusi
yang
halus.
Sedangkan
penyambungan.
Cara
untuk
lain
benang-benang yang
penyambungan
dapat
kasar
pula
biasa
dilakukan
dilakukan
dengan
mempergunakan dengan alat weaver knotter. Cara ini penyambungan akan lebih
cepat serta menghasilkan sambungan yang ujung-ujungnya relatif lebih rendah dan
sama
panjang. Pada
ujungnya
benang
penyambungan
agar sependek
pada
Penarikan
waktu
hendaknya
benang
mungkin sehingga
penarikan
melewati
dilakukan dengan
hendaknya diusahakan ujung-
mempermudah
proses jalannya
dropper, mata gun dan
hati-hati
agar
sisir tenun.
supaya lilitan
atau
sambungan tidak terlepas kembali.. Proses penarikan dianggap cukup jika simpulsimpul sambungan semuanya telah melewati penjepit kain.(ring staple).
Sistem penyambungan dilihat dari prosesnya terbagi 3 macam yaitu :
1. Sistempenyambungan benang dengan tangan
a. Sambungan berbutir (spot knotted)
Biasanya sambungan ini diterapkan pada benang filamen. Kelemahan
sambungan ini adalah mudah lepas kembali pada saat ditarik, karena ujung
sambungan kurang panjang, atau benang yang licin, atau dalam penyambungan
benang dengan nomer yang berbeda.
3
4. b. Sambungan pilinan
Sifatnya hanya sementara saja, digunakan pada mesin tenun yang memakai 2
boom / jacquard berfungsi untuk melewatkan lusi dari beam ke sisir tenun (reed).
c. Sambungan mati
Sambungan ini hanya digunakan untuk menyambung benang dengan nomer
yang sama, khususnya untuk benang filamen. Sambungan ini tidaklah stabil
sehingga mudah menimbulkan gaya torsi pada saat-saat ada tegangan yang akan
mengganggu dalam proses pertenunan.
Gambar proses penyambungan benang
Gambar 1.1 Sambungan Pilinan
Gambar 1.2 Sambungan Berbutir
Gambar 1.3 Sambungan Mati
d. Sambungan tenun (weave knot)
Jenis sambungan ini adalah jenis sambungan yang sering digunakan pada proses
pertenunan. Ada beberapa jenis sambungan tenun yang disesuaikan dengan sifat
dan bahan dari benang tersebut. Jenis sambungan tersebut adalah:
1. Sambungan tenun untuk benang staple . Bentuk jenis sambungan ini dapat
dilihat pada gambar 1.4
2. Sambungan tenun untuk benang wool. Bentuk jenis sambungan ini dapat
dilihat pada gambar 1.5
3. Sambungan tenun untuk benang filamen. Bentuk jenis sambungan ini
dapat dilihat pada gambar 1.6
Gambar 1.4 Sambungan Staple
Gambar 1.5 Sambungan Wool
Gambar 1.6 Sambungan Filament
4
5. 2. Sistem penyambungan benang dengan alat (knotter)
3. Sistem penyambungan benang dengan mesin (tying machine)
Yaitu dilakukan pada saat proses penggantian beam lusi yang kosong dan dalam
posisi benang putus, dengan catatan kontruksi kain sama , jumlah lusi sama,
lebarnya sama, dan tetal lusinya sama (tying head)
Dalam proses pertenunan juga diperlukan benang lusi dan benang pakan dalam berbagai
bentuk.
Macam-macam dari bentuk gulungan benang :
-
Cop
-
Cone
-
Cheese
-
Streng
-
Bobin cakra
-
Palet
Dalam proses pertenunan terdapat 2 proses yaitu :
1. Proses persiapan pertenunan (pre-weaving)
2. Proses pertenunan ( weaving )
Proses persiapan pertenunan :
Benang lusi
1. Penyetrengan
2. Pengelosan
3. Penggintiran
4. Penghanian
5. Pencucukan
6. Penyambungan
Benang pakan
1. Penyetrengan
2. Pengelosan
3. Pemaletan
5
6. •
I.
WINDING (pengelosan)
Maksud dan Tujuan
∗
Maksud
: Untuk melakukan proses pengelosan dari bentuk cone
ke cone dan dari bentuk strange ke cone.
∗
Tujuan
: - Mengetahui proses pengelosan dari bentuk strange
ke cone dan dari bentuk cone ke cone.
- Memahami cara kerja mesin kelos.
-Memahami faktor yang berpengaruh pada mesin
pengelosan.
II.
Teori dasar
Pengelosan adalah merubah bentuk gulungan dari bentuk cone ke cone
atau bentuk streng ke cone. Tujuannya adalah menyesuaikan bentuk gulungan
benang dengan proses berikutnya,memperbaiki mutu benang.Mesin kelos yang
digunakan adalah mesin kelos silinder beralur spiral.Pada mesin kelos ini,yaitu
pada sleeved silinder alurnya berupa spiral. Tergantung daripada
konstruksinya,dalam setiap spindle drum jumlah spiralnya berbeda-beda,
dengan demikian setiap kali putaran dari silinder akan menghasilkan juga jumlah
spiral gulungan benang yang berbeda-beda . Misalnya : satu silinder dengan 2
spiral, 2,5 spiral,3 spiral.
Mesin kelos ini bisa digunakan untuk melayani cheese maupun cones
bobin.Diameter dari sleeved silinder tidak perlu besar karena banyaknya spiral
pada silinder ini telah menentukan jumlah spiral pada penggulungan benang.
Dengan demikian sudut gulungan yang diperoleh juga tidak dapat berubah.
Untuk memperoleh penggulungan differensial maka pada tempat-tempat
tertentu dispiralnya/slips dibuat pendangkalan (slips terputus-putus).Kebaikan
6
7. dari sistem ini,yaitu benang digulung diatas silinder,sedangkan benang ditarik
melalui slips/spiral yang lembut sehingga jalannya benang/tegangan lebih
teratur dan tidak akan menimbulkan bulu-bulu pada benang.
Secara umum, tujuan dari proses pengelosan antara lain adalah :
•
Untuk memperbaiki mutu benang yang dikelos, mutu yang mencangkup :
kekuatan benang, kerataan benang, kebersihan benang dari sambungan –
sambungan yang kurang baik.
•
Untuk mengurangi biaya produksi,sebagai akibat dari meningkatnya effisiensi
perusahaan.
•
Untuk menyesuaikan dengan bentuk gulungan yang diperlukan paad proses
selanjutnya.
III.
Alat dan bahan
Alat dan bahan yang diperlukan dalam proses winding :
Mesin winding beralur
Neraca analitik
Jangka sorong
Rolimeter
Papper cone
Benang Ne1 30/2 (streng to cone)
Benang Ne1 30 s (cone to cone)
IV.
Langkah kerja
Langkah-langkah dari proses pengelosan :
•
Menimbang cone kosong
•
Memasang cone pada cradle
7
8. •
Menjalankan mesin
•
Menyinggungkan cone pada poros friksi
•
Mencatat waktu proses
•
Menimbang cone isi benang
•
Menghitung produksi nyata
•
Menghitung produksi teoritis
•
Menghitung efisiensi mesin
V.
Alur proses
Cone / cheese (Positif)
Cone / cheese
Cradl
Cradl
e
Proses friksi
Tensione
Tensione
r
Slub
Slub
catcher
Lappet /pengantar
Lappet /
Cone / streng
Cone / streng
8
9. Gambar Alur Proses Winding
VI.
Data percobaan
A. MENGHITUNG PRODUKSI TEORITIS
Diketahui :
Waktu = 16,18 menit (Cone to Cone)
= 14,41 menit (Streng to Cone)
Pulli 1 = 4,605 cm
Pulli 2 =
S
33
3,14
= 10,51 cm
Pulli 3 =
πd
57
3,14
= 18,15 cm
Diameter Drum (d)
Nmotor = 1400 put / men
S1 = 8,36 cm
S2 = 5,37 cm
= 8,210 cm
S3 = 3,37 cm
= 17,10 cm
Š = 5,70 cm
Pr oduksiTeoritis = N (π d ) xS
2
2
Cone to Cone
NDrum beralur
= Nmotorx ( puli 1 / puli 2 )
9
10. = 1400 x (4,605 /10,510)
= 613,42 put / menit
Produk teoritis = 613,42 x √ { (3,14×8,210)2 + 5,702 }
= 16203,28 cm / menit
Panjang produk = produksi teoritis x 0,01 m / cm x waktu
=16203,28 cm / mnt x 0,01 m / cm x 16,18 mnt
= 2621,69 m
Berat produk
= P produk / ( Ne x 768 m / lbs )
= 2621,69 m / ( 30 x 768 m / lbs )
= 0,1138 lbs x 453,6 g / lbs = 51,61 g
Streng to Cone
NDrum beralur
= Nmotorx ( puli 1 / puli 3 )
= 1400 x (4,605 /18,150)
= 355,21 put / menit
Produk teoritis = 355,21 x √ { (3,14×8,210)2 + 5,702 }
= 9382,80 cm / menit
Panjang produk = produksi teoritis x 0,01 m / cm x waktu
= 9382,80 cm / mnt x 0,01 m / cm x 14,41 mnt
= 1352,06 m
Berat produk
= P produk / ( Ne x 768 m / lbs )
= 1352,06 m / ( 15 x 768 m / lbs )
= 0,1174 lbs x 453,6 g / lbs = 53,24 g
B.
MENGHITUNG PRODUKSI NYATA
Diketahui :
Berat Cone kosong
= 33,00 gram (Cone to Cone)
10
11. = 26,12 gram (Streng to Cone)
Berat isi Cone
= 78,14 gram (Cone to Cone)
= 74,46 gram (Streng to Cone)
Produksi Nyata = Cone isi benang – Cone
tanpa benang
Data Hasil :
= 78,14 g – 33,00 g
= 45,14 g
Berat Benang Streng to Cone
= 74,46 g – 26,12 g
= 48,34 g
C.
η=
Berat Benang Cone to Cone
MENGHITUNG EFISIENSI
produksiNyata
x100%
produksiTeoritis
Cone to Cone
η=
45,14 g
x100% = 87,45%
51,61g
Streng to Cone
η=
48,34 g
x100% = 90,80%
53,24 g
VII. Diskusi
•
Dalam proses pengelosan,pengubahan bentuk bisa dari bentuk strange ke
cone ataupun dari bentuk cone ke cone.Dalam proses pengelosan,terdapat
drum beralur sehingga hasil pengelosan benang beralur,ini bertujuan
mengurangi tegangan pada benang.
11
12. •
Pada saat proses pengelosan,apabila ada benang yang putus maka harus
disambung dengan teknik penyambungan benang dengan
tangan.Penyambungan benang dilakukan seefisien mungkin karena
mempengaruhi waktu produksi dan efisiensi mesin.
•
Pemberian beban pada tension washer harus tepat agar gulungan yang
dihasilkan padat. Jika beban yang diberikan pada tension washer terlalu
berat maka benang akan mudah putus dan sebaliknya apabila beban terlalu
ringan maka gulungan yang dihasilkan akan gembos.
VIII. Kesimpulan
Proses pengelosan dilakukan untuk mengubah gulungan benang dari
bentuk strange ke cone atau dari bentuk cone ke cone.Pengubahan bentuk
gulungan dimaksudkan untuk mempermudah pada proses selanjutnya.
12
13. •
TWISTING ( penggintiran )
I. Maksud & Tujuan
Maksud
: Untuk melakukan proses penggintiran atau pemberian antihan
pada benang sehingga benang lebih kuat pada proses
pertenunan khususnya pada benang lusi.
Tujuan
: - Untuk meningkatkan kekuatan benang.
- Untuk memperbesar diameter benang.
- Untuk mengubah arah antihan pada benang yaitu arah S atau
arah Z.
II.
Teori dasar
Proses penggintiran adalah proses merangkap dua helai benang atau lebih
menjadi satu sambil diberi puntiran yang telah ditentukan dengan panjang dan
satuan tertentu. Hasil dari proses ini disebut benang gintir. Puntiran/gintiran yang
diberikan pada benang bila dinyatakan dalam satuan panjang dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu :
Twist persentimeter (TPC)
Satuan ini biasa digunakan untuk jenis benang kapas.
Twist perinchi (TPI)
13
14. Satuan ini banyak digunakan dalam dunia tekstil karena menganut
sistim internasional, juga digunakan untuk benang kapas (Ne1)
Twist permeter (TPM)
Satuan ini biasa digunakan untuk benang dengan nomor Td, untuk
benang filament.
Proses perangkapan ada dua cara yaitu:
(a)
Penggintiran langsung
Pada proses ini, benang yang digunakan merupakan benang-benang
single, yang mana perangkapan benang langsung dilakukan diatas
mesin.
Keuntungan dari cara ini adalah :
•
•
Prosesnya pendek
Tidak perlu mesin perangkap
Kekurangan dari cara ini adalah :
•
Setiap helai benang susah dikontrol keadaannya maupun
tegangannya sehingga hasil gintirannya kurang rata.
•
Untuk mesin yang tidak dilengkapi dengan stop motion, pada
setiap pengantar benang single kemungkinan besar terjadi salah
gintir.
(b)
Penggintiran tidak langsung
Pada proses ini, benang yang digunakan adalah benang
rangkap. Jadi, pada proses ini perangkapan benang tidak dilakukan di
atas mesin gintir.
Keuntungan dari cara ini adalah :
14
15. •
Tegangan tiap helai benang terkontrol
•
Kemungkinan putus benang kecil
•
Kemungkinan salah gintir kecil
•
Efisiensi dan mutu benang dapat ditingkatkan
Kerugian dari cara ini adalah :
Diperlukan suatu proses tambahan, yaitu proses perangkapan benang.
III.
Alat dan Bahan
1. Mesin twister penggintiran turun.
2. Bobin kosong
3. Benang yang akan digintir
IV.
Cara kerja
1. Memasukkan atau melakukan benang yang akan diproses melalui kawat penghantar,
batang penghantar, press dan delivery roll, lapet, traveller, kemudian dililitkan pada
bobin, dan masuk pada spindel.
2. Menjalankan mesin dengan cara menekan tombol on pada mesin sambil mengamati
jalannya proses awal pada penggintiran.
3. Menyambung benang bila putus dengan cara sambungan tenun.
4. Mencari arah twist benang asal. Untuk mengetahui arah twist benang asal dapat
diketahui dengan cara memuntir kekanan dan ke kiri. Apabila twist benang terbuka
dengan memilin kekanan, berarti twist awalnya S, dan apabila twist lepas saat memilin
kekiri berarti twist asalnya Z.
5. Menentukan arah twist gintir.
6. Memasang pita spindle sesuai dengan rencana.
15
16. Apabila twist menghendaki arah S , maka dapat ditempuh dengan cara pengaturan
pita spindle sebagai berikut :
Dalam mesin gintir ada dua jenis pengikatan spindle. Pengikatan ini maksudnya
adalah jenis putaran arah twist ataupun jenis putaran arah antihan:
a)
Arah antihan S, lihat gambar :
b) Arah antihan Z, lihat gambar :
TIN ROL
V.
JOCKEY
PULLEY
SPINDEL
Alur proses
2
3
Keterangan :
1
5
6
2. Benang (cones )
17
4
1. Rak benang
3. Kawat penghantar
4. Batang penghantar
5. Press roll
7
6. Delivery roll
7. Lapet
8. Balooning
9. Traveller
8
10.Ring roll
11.Bobin
12.Spindle
13.Alat pengerem
9
10
14.Pita spindle
15.Tin roll
16.Jockey pulley
17.Kawat penghubung stop motion
16
17. 11
15
14
13
16
12
Gambar 1. Mesin Gintir turun Twister
VI.
Data percobaan
Perhitungan Produksi Teoritis
Pada mesin TPI (Twist Per Inchi) dan TFO (Two For One) , perhitungan produksi
teoritis dapat dicari dengan menggunakan formulasi :
TPI =
N spindel
n π D Delivery roll
Produksi = N spindel
TPI
TFO =
2 N spindel
n π D Delivery roll
Keterangan : N = Putaran per menit (rpm)
Istilah
n π D = Kecepatan permukaan (KP)
Kecepatan keliling (KK), dan Spid Surice (SS)
Perhitungan Produksi Nyata
Perhitungan produksi nyata dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
17
18. Penimbanagn secara langsung take-up dan take-up isis dan pengukuran aktual putaran
spindel dan jumlah twist aktual
Penimbangan
Pada cara ini, sebelum proses menggintir dimulai, take-up kosong ditimbang
dan hasil proses ditimbang kembali nuntuk mendapatkan netto benang dan netto
benang itulah merupakan produksi aktual mesin TFO.
Pengukuran
Dengan cara ini , perhitungan produksi nyata tidak didasarkan pada jumkah
waktu mesin untuk berhenti,akan tetapi berdasarkan pada pengukuran aktual yang
akan dijadikan variabel dalam perhitungan.
Perhitungan Effisiensi
Seperti yang telah dijelaskan pada bab yang ke-2,perhitungan effisiensi mesin
dapat didekati dengan formula dibawah :
Ef = Pn
x100 %
Pt
Dimana :
Pn
:
Produksi nyata dalam satuan berat per waktu
Pt
:
Produksi teoritis dalam satuan berat per waktu
VII.
Diskusi
•
Kualitas benang yang akan digintir harus diperhatikan karena jika benang
yang akan digintir tidak baik maka akan menghambat proses penggintiran,
seperti : benang akan sering putus sehingga akan mengakibatkan
18
19. banyaknya sambungan dan gulungan yang dihasilkan memiliki kerataan
yang kurang baik.
•
Pada saat penyetelan arah twist harus benar-benar diperhatikan letak /
posisi dari pita spindle (jangan sampai terbalik antara arah twist S dengan Z)
VIII.
Kesimpulan
Proses penggintiran pada benang dilakukan untuk menambah
kekuatan pada benang sehingga benang lebih kuat pada proses
pertenunan.
Sistem penggintiran ada 2 macam yaitu :
1. System penggintiran langsung
Yaitu system penggintiran dimana digunakan benang single.
2. System penggintiran tidak langsung.
Yaitu system penggintiran dimana digunakan benang double.
19
20. •
I.
WARPING ( Penghanian)
Maksud & Tujuan
Maksud
: Untuk melakukan proses penggulungan benang lusi pada bip
tenun.
Tujuan
: - Untuk menggulung benang pada bip tenun.
- Untuk memahami proses penghanian dengan mesin hani
sectional.
II. Teori dasar
Penghanian adalah proses penggulungan benang pada beam baik itu secara
langsung maupun tidak langsung dengan jumlah helai tertentu dan panjang tertentu.
Proses ini menjadi sangat penting dalam tahap mempersiakan proses pertenunan
karena pada saat proses pertenunan benang mengalami gesekan – gesekan
ataupun gaya – gaya dari mesin tenun yang digunakan.
Persyaratan pada boom tenun yang baik:
20
21. 1. Benang yang digulung harus sama panjang.
2. Letak benang yang digulung harus sejajar.
3. Benang yang digulun pada boom tenun harus penuh.
4. Letak benang pada boom tenun harus lebih lebar 1”-2” dari lebar disisir tenun.
5. Panjang benang harus lebih panjang dari panjang kain yang akan ditenun (harus
memperhitungkan faktor mengkeret dan limbah).
6. Permukaan benang pada boom tenun harus rata.
7. Cakra boom tidak boleh miring.
8. Putus benang harus sedikit mungkin (1-2 kali putus / 1.000.000 yard)
Warping adalah salah satu bentuk persiapan yang dilakukan untuk membuat beam
lusi. Proses penghanian pada umumnya melalui tahapan-tahapan berikut :
∗
Perencanaan, ini dilakukan untuk menghitung kapasitas crell yang digunakan yang
akan disesuaikan dengan jumlah total lusi (Total End) yang akan direncanakan.
∗
Penyusunan, ini dilakukan dengan menempatkan bobin-bobin benang lusi pada
creel mesin hani sesuai dengan rencana haninya.
∗
Pembuatan (manufacturing), yaitu pembuatan beam baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Teknik Penghanian (warping):
1. Sectional warping
- Seksi /ban
- Sisir hani
- Menghani dengan tetal sesungguhnya.
2. Direct warping
- Bearn hani
- Sisir expansi
- Menghani dengan lebar kain sesungguhnya
III. Alat & Bahan
21
22. 1. Mesin hani seksional.
2. Creel
3. Pisau pengambil benang.
4. Sisir silang
5. Sisir hani
IV. Cara kerja
Cara kerja pada proses penghanian seksional :
1. Menyiapkan rencana hani sesuai dengan kain yang akan dibuat
2. Memasang cone pada creel sesuai dengan rencana.
3. Mencucuk benang secara berururtan pada sisir silang.
4. Mencucuck benang pada sisir Hani.
5. Membuat bandul pada ujung benang supaya benang dapat dikaitkan pada
tambur.
6. Menggulung benang seksi per seksi pada tambur.
7. Setelah penggulungan pada tambur selesai, maka benang digulung pada
beam tenun.
22
23. V. Alur proses
Sisir hani
BEAM LUSI
TAMBUR
+
+
Sisir silang
10×
Skema proses penghanian sectional
VI. Data percobaan
Mencari lebar penghanian :
No benang lusi x No benang pakan x lebar kain
Tetal lusi
x tetal pakan
30s x 30/2 x 50 “
m= 3%
120 “ x 70 “
∑ lusi = 120 “ x 50 “ = 6000 helai
23
24. Lebar penghanian = 50 “ + (50 x 3/100) = 51,5 “
∑ Ban/seksi = ∑ lusi/kapasitas creel (kapasitas creel max=600)
= 6000/600 = 10 Ban
VII. Diskusi
Pemasangan benang pada creel harus disesuaikan, yaitu secara vertikal
untuk di creel dan horizontal pada pengantar benang atau stop motion, sehingga
tidak akan terjadi persilangan diantara benang-benang yang dipasang tersebut
dan akan memperlancar proses penghanian.
Pada saat pencucukan benang k esisir silang harus berurutan yaitu untuk
benang ganjil dan genap tidak boleh tertukar atau terlewat. Benang ganjil untuk
lubang bebas dan benang genap untuk lubang yang tidak bebas. Salah
pemasangan akan mengakibatkan susahnya benang pada saat disilang dan juga
pencucukan pada sisir hani.
Pada waktu mengunci jarak repeat/band satu gulungan pada alat pengunci
harus sejajar dengan lurus dan tidak boleh bergeser karena akan menyebabkan
band tertumpuk atau renggang.
VIII. Kesimpulan
Penghanian terdiri dari dua macam yaitu :
Penghanian langsung
Penghanian sementara atau menggunakan tambur
Pada mesin hani seksi lusi dihani pada kerapatan yang sebenarnya tetapi tidak pada
lebar yang sebenarnya.
Proses penghanian sangat membutuhkan dan mengutamakan ketelitian saat
mencucuk benang pada sisir silang dan sisir hani.
24
25. •
DRAWING-IN (pencucukan)
I. Maksud & Tujuan
Maksud
: Untuk melakukan proses pencucukan pada proses pertenunan
Tujuan
: - Memahami proses mencucuk pada proses pertenunan.
- Mengetahui cara mencucuk dengan baik dan benar.
II. Teori Dasar
Pencucukan merupakan proses memasukan tiap-tiap benang lusi pada lubang
dropper, mata gun yang ada pada masing-masing gun serta sisir tenun yang sesuai
dengan rencana desain kain tenun yang akan dibuat yang selanjutnya dicucuk pada
lubang-lubang sisir. Proses memasukan benang-benang lusi pada lubang-lubang
dropper, mataa gun dan sisir dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara
25
26. manual menggunakan tangan dan dengan menggunakan mesin cucuk (drawing-n
Machine)
Proses pencucukan adalah proses yang sangat penting dalam persiapan
pertenunan. Pencucukan akan menentukan kenampakan kain tenunnya. Proses
mencucuk akan dipengaruhi oleh jenis anyaman yang akan dibuat, banyaknya gun
yang dipakai, tetal lusi dan alat pembentuk mulut lusi yang digunakan.
Yang termasuk dalam proses pencucukan adalah :
Memasukan benang lusi pada dropper.
Memasukan benang lusi pada gun.
Memasukan benang lusi pada sisir tenun.
Proses pencucukan berdasarkan cara mencucuk dibagi menjadi dua bagian yaitu :
Mencucuk dengan tangan
Mencucuk dengan mesin
Dalam proses pencucukan terdapat pola-pola tertentu, adapun macam-macam
cucukan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Cucukan lurus
2. Cucukan silang/cucukan loncat
3. Cucukan sisir tenun
.
III. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah :
26
27.
Alat cucuk tangan dengan peralatannya
Boom tenun berisi benang lusi.
IV. Cara kerja
Membuat Rencana Tenun dengan ATBM
1. Tentukan jenis anyaman yang akan kita buat
2. Tentukan jumlah gun yang akan kita gunakan
3. Tentukan jenis cucukan yang digunakan
4. Tetukan jenis injakan yang digunakan.
5. Tentukan ikatan gun pada injakan dengan cara :
a. Gun yang diharuskan naik diikatkan pada injakan yang akan di
injak
b. Gun yang diharuskan turun diikatkan pada injakan yang tidak
diinjak pada peluncuran pakan yang bersangkutan
Membuat Rencana Tenun dengan Doby
1. Tentukan jenis anyaman yang akan kita buat
2. Tentukan jumlah gun yang akan digunakan
3. Tentukan jenis cucukan yang akan digunakan
4 Tentukan rencana paku rang akan dugunakan dengan cara
a.
Paku doby dipasang pada lubang doby yang nantinya akan
bersentuhan dengan platina pada mesin doby, hingga akan
timbul efek lusi
b. Gun yang diharuskan turun atau diam, lubang doby tidak di
pasang paku
Menentukan Cucukan Helai per Lubang pada Sisir
1. Tentukan jumlah lusi total
2. Tentukan lebar kain yang akan dibuat
3. Hitunglah mengkeret benang pakan
27
28. 4. Hitunglah jumlah lubang pada sisir tenun untuk setiap 2 inchi
(Inggris)
5. Tentukan lebar sisir efektif, dengan cara menghitung lebar kain jika tidak
dipengaruhi oleh mengkeret benang pakan.
6. Hitunglah jumlah lubang total yang diperlukan untuk mencucuk benang lusi total
dengan lebar, selebar sisir efektif.
7. Jumlah helai per lubang sisir dapat diperoleh dengan membagi jumlah lusi total
terhadap jumlah lubang total selebar sisir efektif
8. Maka nomor sisir adalah Jumlah lubang setiap 2 inchi ( sisitem Inggris) per
jumlah helai untuk tiap lubang
Mencucuk benang lusi pada Dropper dan Gun
1. Lihatlah rencana tenun yang akan kita buat
2. Tempatkan beam lusi pada dudukan mesin cucuk
3. Pasangkan sejumlah dropper, dan gun serta sisir pada dudukan mesin cucuk
4. Mulailah mencucuk
Mencucuk Benang Lusi pada Sisir
1. Ukurlah lebar sisir efektif yang digunakan kemudian berilah tanda
2. Memulai Proses pencucukan.
V. Alur proses
Skema pencucukan menjadi kain (Kontruksi kain)
SISIR TENUN
MATA GUN
SISIR
DROPPER
BENANG LUSI
TENUN
28
ROLL KAIN
GUN
BEAM LUSI
29. VI. Data Percobaan
Jenis cucukan lusi. Misalkan:
a) Cucukan lusi
b)
: 1,2, 3,4
Cucukan pinggir
: 1,2,3,4
x 8 (Memperkuat
pinggiran kain agar tidak mudah lepas)
Gambar contoh cucukan lusi
Misalkan NST = 24 lubang / kisi dalam 2 inchi = 24/2
TL/inchi = 24
Gambar cucukan lurus
4
4
X
3
X
2
1
Gambar cucukan silang
X
X
Reapeat cucukan
X
3
X
2
1
Reapeat cucukan
X
X
29
30. RENCANA TENUN
Prinsip dalam rencana tenun
B
C
Keterangan:
= Anyaman
= Cucukan lusi
= Ikatan gun (pada ATMB)
= urutan penginjakan
(ATMB)
Pegging plan (ATM dobby)
“benang lusi yang jalannya sama
dicucuk pada gun yang sama”
A
D
Contoh rencana tenun untuk Alat Tenun Bukan Mesin (ATMB)
a) 1 rol 2 injakan
X
X
.
X
X
.
30
1
2
2
2
31. X
X
b) 2 rol 4 injakan
X
X
X
X
.
X
.
X
X
X
.
.
X
.
.
X
X
.
X
.
X
X
X
1
2
2
2
X
3
2
2
4
31
32. Keterangan:
X
.
gun yang naik
gun yng turun
VII. Diskusi
•
Proses mencucuk harus dilakukan dengan hati-hati dan disesuaikan dengan
rancana mencucuknya. Karena jika terjadi kesalahan pada waktu mencucuk
ataupun ada lubang yang terlewat, maka akan mempengaruhi kenampakkan
kainnya sehingga kainnya menjadi cacat.
•
Dalam melakukan proses pencucukan benang dari boom diusahakan jangan
saling bersilangan. Jika ini terjadi maka akan terjadi putus benang sehinnga
efesiensi produksi akan turun.
•
Dalam melakukan pencucukan, jumlah mata gun tiap kamran harus
diperhatikan jangan sampai kekurangan matagun. Jika hal ini terjadi maka harus
dilakukan pencucukan ulang dan penambahan matagun .
•
Apabila ada enang putus,maka droper akan turun ke bawah,dan enang di
sambung dengan sambungan tenun.
VIII. Kesimpulan
•
Pencucukan akan mempengaruhi kenampakan kainnya.
•
Proses pencucukan dimulai dari dropper, mata gun dan sisir tenun.
•
Proses mencucuk dilakukan sesuai dengan rencana cucukan untuk helai
perlubangnya.
•
Sebelum proses mencucuk,harus ada rencana tenun terlebih dahulu sehingga
proses pencucukan akan lebih mudah dan mendapatkan corak kain yang
diinginkan.
32
33. MACAM-MACAM ALAT TENUN DALAM PERTENUNAN
1)
Alat Tenun Tangan
Gedogan
Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM)
2) Alat Tenun Mesin (ATM)
ATM Teropong (Shuttle Loom)
ATM Tanpa Teropong (Shuttleless Loom)
•
ATBM (alat tenun bukan mesin)
Alat tenun bukan mesin adalah alat tenun yang sumber gerakan dari tenaga
manusia dengan menggunakan gerakan tangan dan kaki. Oleh karena itu
konstruksi dan mekanisme peralatan pada alat tenun tersebut harus dapat
digerakan dengan tenaga yang seringan mungkin dan mudah dalam
pelayanannya.
Peralatan ATBM umumnya terbuat dari bahan kayu yang kuat agar
memudahkan dalam pembuatan anyaman dan tahan lama. Hal ini sesuai dengan
kemampuan para pengrajin tekstil ATBM yang masih banyak terdapat di daerahdaerah pedesaan, dimana sebagian besar peralatannya dibuat sendiri dengan
bahan baku yang terdapat disekelilingnya.
Gerakan-gerakan pokok dalam proses pembuatan kain pada ATBM pada
prinsipnya sama dengan ATM.
33
34. Gerakan-gerakan pada proses pertenunan :
Gerakan pokok proses pertenunan (Primary Motion)
Pembukaan mulut lusi (Shedding Motion)
Penyisipan benang (Picking Motion)
Pengetekan (Beat-up Motion)
Gerakan tambahan (Secondary Motion)
Penggulungan kain (Take-up Motion)
Penggulungan benang lusi (Let-off Motion)
Gerakan tambahan (Auxillary Motion) / Otomatis
ATBM terbagi mejadi 3 bagian utama yaitu :
1. Bagian kerangka
Bagian kerangka ATBM terdiri dari bagian-bagian tetap, yaitu rangka samping,
palang-palang, gandar-gandar.
2. Perlengkapan pokok
a. Peralatan pembentuk mulut lusi
Peralatan ini terdiri dari:
•
Injakan
•
Gun
•
Rol/kerek
•
Tali penghubung injakan dengan gun
•
Tali penghubung gun dengan kerek
•
Tali pita pada rol/kerek
b. Peluncuran benang pakan
Peralatan ini terdiri dari :
•
Laci beserta lace
34
35. •
Kayu-kayu penggerak lade
•
Picker
•
Kayu-kayu pengungkit dan tali-tali
•
Teropong beserta palet
Mekanisme Peluncuran Pakan pada ATBM
Gerakan peluncuran teropong terjadi karena adanya gerakan maju dari lade.
Gerakan maju lade akan mendororng batang-batang pemukul,yang menyebabkan
tali pengubung menarik picker untuk memukul teropong yang ada dalam laci
menuju
laci
yang
satunya.
Karena
perbandingan
panjang
lengan
tuas
menyebabkan gerakan lade yang relatif lambat menjadi gerakan cepat yang
mampu mendorong teropong dengan cepat. Gerakan lade mundur akan
menyebabkan pengetekan benang pakan yang telah diluncurkan. Gerakan maju
lade kemabali akan menarik tali yang menyebabkan picker tertarik dan memukul
teropong yang berada pada sisi yang terakhir menuju ke sisi semula kemudian
lade bergerak mundur untuk merapatkan benang pakan, dan seterusnya.
10
11
12
13
14
11
1
2
3
15
4
16
5
17
6
18
7
8
35
19
20
9
36. Keterangan gambar :
1. Lade
11. Batang Pemukul
2. Laci
12. Mata gun
3. Sisir tenun
13. Rol/kerek
4. Teropong
14. Gun/kamran
5. Balok dada
15. Balok pembesut
6. Gigi rachet
16. Benang lusi
7. Pemutar gigi rachet
17. Boom lusi
8. Boom kain
18. Piringan rem
9. Injakan
19. Batang pengerem
10. Rangka ATBM
20. Bandul pengerem
Fungsi dari bagian mesin ATBM :
1. Lade, fungsinya sebagai tempat landasan teropong dan tempat sisir.
2. Laci, fungsinya sebagai ruangan untuk teropong sebelum dipukul oleh picker.
3. Sisir tenun, fungsinya untuk mengatur lebar kain yang akan dibuat, untuk
merapatkan benang pakan yang telah diluncurkan dan untuk mengatur tetal
lusi.
4. Teropong, fungsinya untuk meluncurkan benang pakan dari kanan ke kiri atau
sebaliknya dan tempat palet.
5. Balok dada, fungsinya untuk pengantar jalannya kain yang telah terbentuk dan
agar kain tetap datar.
36
37. 6. Gigi rachet, fungsinya sebagai alat untuk penggulungan kain secara manual.
7. Pemutar gigi rachet, fungsinya untuk memutarkan roda gigi rachet.
8. Boom kain, fungsinya untuk menggulung kain yang telah terbentuk agar tidak
terjadi penumpukan kain dan juga untuk menjaga ketegangan benang lusi
agar konstan.
9. Injakan, fungsinya untuk menurunkan dan menaikkan kamran pada saat
injakan diinjak, antara injakan dan kamran digunakan tali pengikat.
10.Rangka, fungsingya sebagai penopang bagian-bagian yang lainnya agar dapat
bekerja sesuai dengan kegunaannya.
11.Batang pemukul, fungsinya untuk menarik picker agar teropong terpukul dan
meluncur.
12.Mata gun, fungsinya untuk memasukkan benang lusi agar dapat naik turun
sesuai gerakan kamran.
13.Rol/kerek, fungsinya menghubungkan dua kamran yang bekerjanya saling
berlawanan,sehingga pada saat salah satu kamran naik maka kamran yang
lainnya akan turun.
14.Gun/kamran, fungsinya untuk menaikkan atau menurunkan kelompok benangbenang lusi yang dicucuk dalam mata gun agar terbentuk mulut lusi.
15.Balok pembesut, fungsinya untuk pengantar benang-benang lusi pada saat
penguluran.
16.Palet , fungsinya untuk temapt menggulung benang pakan yang terdapat pada
teropong
17.Boom lusi, fungsinya sebagai tempat digulungnya benang-benang lusi yang
akan ditenun pada proses pertenunan.
18.Piringan rem, fungsinya untuk landasan pengereman putaran boom lusi
19.Batang pengerem, fungsinya untuk mengerem atau melepaskan rem pada saat
penggulungan kain (secara manual).
20.Bandul, fungsinya untuk memberi beban pada batang pengerem sehingga
terjadi pengereman pada piringan pengerem.
21.Tempat sisir, fungsinya untuk tempat sisir agar sisir tetap berada ditempatnya.
37
38. •
ATM (alat tenun mesin)
ATM adalah alat tenun mesin yang cara kerjanya sudah tidak manual.Alat ini
menggunakan mesin dalam proses pertenunan kain.
Media peluncur pakan ATM :
o ATM teropong (shutle)
o ATM Shuttle less : rapier,air jet,water jet,projectil
Pada ATM,pengikatan gun/corak ada 3 yaitu :
1. Tappet cam
2. Dobby
3. Jacguard
Alat pembuka mulut lusi pada ATM :
o
Crank
o
Cam
o
Dobby
o
Jacquard
Pada ATM shuttle,terdapat beberapa otomatisasi :
Otomatisasi penggantian pakan
Cop change, shuttle change
Otomatisasi peraba pakan
Sistem mekanik,sistem elektrik,sistem optik
38
39. Otomatisasi penjaga lusi putus
Cara droper,cara gun
Bagian ATM :
1)
Rangka samping : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian
yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya
2)
Rangka penghubung bawah : fungsingnya sebagai penopang
bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya
3)
Rangka penghubung belakang : fungsingnya sebagai penopang
bagian-bagian yang lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya
4)
Gandar layang : fungsinya untuk pengantar benang-benang lusi
pada saat penguluran
5)
Rangka atas : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang
lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya
6)
Kuda-kuda : fungsingnya sebagai penopang bagian-bagian yang
lainnya agar dapat bekerja sesuai dengan kegunaannya
7)
Poros utama : fungsinya sebagai penghubung utama dari gerakan
dari motor ke bagian-bagian yang lain dan menggerakkan lade
39
40. Poros pukulan : berfungasi menghubungkan gerakan dari poros
8)
utama ke bagian pemukulan teropong dan peralatan pembukaan mulut lusi
Pulley poros utama : pulley yang berfungsi untuk menggerakan
9)
poros utama
10)
Steer
11)
Roda gigi poros utama : roda gigi yang fungsinya sebagai
penghubung utama dari gerakan dari motor ke bagian-bagian yang lain dan
menggerakkan lade
Roda gigi poros pukulan : berfungasi menghubungkan gerakan
12)
dari poros utama ke bagian pemukulan teropong dan peralatan pembukaan
mulut lusi
13)
Poros lade (sley) : berfungsi menghubungkan dari poros utama ke
tempat landasan teropong dan tempat sisir.
40
41. Daftar Pustaka
Widayat, S.Teks. Serat-serat tekstil. STTT .Bandung
Wibowo Moerdoko et al. 1973. Evaluasi Tekstil Bagian Fisika. STTT.
Bandung.
Teknologi Persiapan Pertenunan. STTT. Bandung
Lembar Tugas. STTT. Bandung
Soeparliek, Liek S.Teks, dkk. 1973.Teknologi Pertenunan. Bandung : ITT.
41