1. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia setelah krisis moneter 1997 menyebabkan perusahaan mengalami kerugian besar dan kesulitan membayar gaji pekerja, meningkatkan ketegangan antara perusahaan dan pekerja.
2. Konflik sosial terjadi di beberapa wilayah Indonesia pada masa reformasi akibat ketegangan antar etnis dan agama.
3. Pemerintah berupaya memulihkan ekonomi dengan bantuan IMF dan Bank Dunia, namun kebij
2. Kondisi Sosial dan Ekonomi
Setelah 21 Mei 1998
Sejak krisis moneter yang melanda
pada pertengahan tahun 1997, perusahaan
perusahaan swasta mengalami kerugian yang
tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan
mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya
untuk membayar gaji pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah
yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan
mengalami kerugian yang cukup besar dan disisi
lain para pekerja menuntut kenaikan gaji.
Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji
sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan,
akhirnya banyak perusahaan yang mengambil
tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan
terjadilah PHK.
3. Tuntutan reformasi menghendaki adanya perubahan dan perbaikan
di segala aspek kehidupan yang lebih baik. Praktiknya tuntutan reformasi
telah disalah gunakan para petualang politik untuk kepentingan pribadi dan
kelompoknya. Pada awal reformasi, di beberapa wilayah sering terjadi
pertentangan, di antaranya :
Kalimantan Barat, yang melibatkan etnis Melayu, Dayak, dan Madura;
Kalimantan Tengah, yang melibatkan etnis Madura dengan etnis dayak;
Sulawesi Selatan tepatnya di Poso, semula konflik sosial kemudian
berkembang ke konflik antar agama;
Maluku, konflik sosial juga berkembang ke konflik agama.
4. Konflik sosial yang terjadi di kalimantan Barat
Kalimantan Barat adalah daerah yang kerap mengalami konflik antar
etnis. Konflik sosial yang terjadi di Kalimantan Barat melibatkan etnik
Melayu, Dayak, dan Madura. Kejadian bermula dari tertangkapnya seorang
pencuri di Desa Parisetia, Kecamatan Jawai, Sambas, Kalimantan Barat yang
kemudian dihakimi hingga tewas pada tanggal 19 Januari 1999. Kebetulan
pencuri tersebut beretnis Madura, sedangkan penduduk Parisetia beretnis
Dayak dan Melayu. Entah isu apa yang beredar di masyarakat menyebabkan
penduduk Desa Sarimakmur yang kebanyakan dihuni etnis Madura
melakukan aksi balas dendam dengan menyerang dan merusak segala sesuatu
di Desa Parisetia. Akibatnya, terjadi aksi saling balas dendam antaretnis
tersebut dan menjalar ke berbagai daerah di Kalimantan Barat. Pemerintah
berusaha mendamaikan konflik tersebut dengan mengajak tokoh masyarakat
dari masing-masing etnis yang ada untuk membentuk Forum Komunikasi
Masyarakat Kalimantan Barat. Dengan wadah tersebut segala permasalahan
dicoba diselesaikan secara damai.
5. Konflik sosial yang terjadi di kalimantan Tengah
Konflik sosial di Kalimantan Barat
ternyata terjadi juga di Kalimantan
Tengah. Konflik ini terjadi antara suku
Dayak asli dan warga
migran Madura dari pulau
Madura. Konflik tersebut pecah pada 18
Februari 2001 ketika dua warga Madura
diserang oleh sejumlah warga
Dayak. Konflik tersebut mengakibatkan
lebih dari 500 kematian, dengan lebih
dari 100.000 warga Madura kehilangan
tempat tinggal. Banyak warga Madura
yang juga ditemukan dipenggal
kepalanya oleh suku Dayak.
6. Sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku
Dayak selama konflik ini. Ada sejumlah cerita yang
menjelaskan insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi
mengklaim bahwa ini disebabkan oleh
serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor
mengatakan bahwa kebakaran ini disebabkan oleh warga
Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak mulai
membakar rumah-rumah di permukiman Madura. Profesor
Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa
pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi
mempertahankan diri setelah beberapa anggota mereka
diserang.
7. Konflik sosial yang terjadi di Sulawesi Tengah
konflik sosial yang terjadi di poso adalah bagian dari konflik individu
yang dalam masyarakat yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan
bertalian satu sama lain. Pendapat mengenai akar dari masalah yang
bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini menyangkut soal suku dan
agama. Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama
yang mendasari konflik sosial itu adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal
mula kerusuhan poso 1 berawal dari :
a) Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy tuntuh bisalembah di dekat masjid
pesantren Darusalam pada bulan ramadhan;
b) Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku – suku pendatang seperti
bugis, jawa, dan gorontalo, serta kaili pada kerusuhan ke III;
c) Pemaksaan agama kristen kepada masyarakat muslim di daerah
pedalaman;
d) Penyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbol–simbol
perjuangan ke agamaan kristiani pada kerusuhan ke III;
e) Pembakaran rumah – rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada
kerusuhan III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar ruamh
penduduk antara pihak kristen dan islam;
8. f) Terjadi pembakaran rumah ibadah gereja dan
masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak,
pembakaran rumah penduduk asli poso di
lombogia, sayo, kasintuvu;
h) Adanya pelatihan militer kristen di desa kelei yang
berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum meledak
kerusuhan III.
sebelum meledak kerusuhan III. pada intinya budaya
pada masyarakat poso mempunyai fungsi untuk
mempertahankan pola atas nilai – nilai sintuvu maroso
yang selama ini menjadi panutan masyrakat poso itu
sendiri. adanya Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy
tuntuh bisalembah di dekat masjid pesantren
Darusalam pada bulan ramadhan merupakan bentuk
pelanggaran terhadap nilai nilai yang selama ini
manjadi landasan hidup bersama. Pada satu sisi muslim
terusik ketentramannya dalam menjalankan ibadah di
bulan ramadhan kemudian menimbulkan reaksi balik
untuk melakukan tindakan pembalasan terhadap
pelaku pelanggaran nilai – nilai tersebut.
9. Disisi lain bagi masyarakat kristiani hal ini menimbulkan masalah baru
mengingat saksi mata tidak di tujukan terhadap pelaku melainkan pada
pengrusakan hotel dan sarana maksiat serta operasi miras, yang di anggap
telah menggangu kehikmatan masyrakat kristiani merayakan natal, karena
harapan mereka operasi–operasi tersebut di laksanakan setelah hari natal.
Pandangan kedua tehadap akar masalah konflik sosial yang terjadi di poso
adalah dalam hal ini adanya perkelahian antar pemuda yang di akibatkan oleh
minuman keras. Tidak di terapkan hukum secara adil maka ada kelompok
yang merasa tidak mendapat keadilan misalnya adanya keterpihakan,
menginjak hak asasi manusia dan lain- lain. kerusuhan yang terjadi di poso
menimbulkan dampak sosial yang cukup besar jika di liat dari kerugian yang
di akibatkan konflik tersebut. Selain kehilangan nyawa dan harta benda,
secara psikologis bendampak besar bagi mereka yang mengalami kerusuhan
itu, Dampak psikologis tidak akan hilang dalam waktu singkat. Jika dilihat
dari keseluruhan, kerusuhan poso bukan suatu kerusuhan biasa, melainkan
merupakan suatu tragedi kemanusiaan sebagai buah hasil perang sipil. Satu
kerusuhan yang dilancarkan secara sepihak oleh kelompok merah, terhadap
penduduk muslim kota poso dan minoritas penduduk muslim di pedalaman
kabupaten poso yang tidak mengerti sama sekali dengan permasalahan yang
muncul di kota poso.
10. Konflik sosial yang terjadi di Maluku
Konflik sosial yang dipicu oleh konflik agama juga terjadi di Maluku. Kejadian
diawali dengan bentrokan antara warga Batumerah, Ambon, dan sopir
angkutan kota pada tanggal 19 Januari 1999. Namun, seperti konflik yang
terjadi di wilayah Indonesia lainnya, tanpa tahu isu apa yang beredar di
masyarakat, terjadi ketegangan antarwarga. Puncaknya terjadi kerusuhan
massa dengan disertai pembakaran Masjid Al-Falah. Warga Islam yang tidak
terima segera membalas dengan pembakaran dan perusakan gereja. Konflik
meluas menjadi antaragama. Namun, anehnya konflik yang semula
antaragama berkembang menjadi gerakan separatis. Sebagian warga Maluku
pada tanggal 25 April 2002 membentuk Front Kedaulatan Maluku dan
mengibarkan bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di beberapa tempat.
Upaya menurunkan bendera tersebut menimbulkan korban. Mereka gigih
mempertahankannya. Sampai sekarang konflik Maluku itu belum dapat
diatasi dengan tuntas.
11. Kondi si Ekonomi set el ah 21 Mei
1998
Pada awal 1997 tidak banyak pihak (termasuk di Indonesia)
yang memperkirakan Indonesia termasuk salah satu
negara Asia yang secara ekonomi rentan terhadap
serangan para spekulan mata uang. Meningkatnya angka
pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menurunnya angka
kemiskinan rata-rata sejak periode 1970-an memperkuat
optimisme bahwa Indonesia bakal kuat menghadapi
ancaman krisis moneter yang melanda kawasan Asia
tersebut. Dengan menunjuk pada indikator-indikator
makro ekonomi Indonesia, Bank Dunia (1997) bahkan
mengatakan bahwa perekonomian Indonesia berada di
dalam kondisi siap menghadapi krisis moneter.
12. Optimisme serupa masih diperlihatkan pemerintah Indonesia ketika pada
minggu kedua Mei 1997 mata uang Thailand Baht mulai menjadi sasaran
para spekulan. Optimisme menjadi berbalik ketika Juli 1997 efek menular
cepat dirasakan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Kuatnya tekanan
yang diduga dilakukan oleh para spekulan mata uang asing memaksa Bank
Sentral Thailand pada 2 Juli 1997 mengambangkan nilai tukar Baht. Krisis
negara-negara ASEAN berlanjut dengan turunnya nilai mata uang Filipina
(Peso), Malaysia (Ringgit), dan Indonesia (Rupiah). Krisis moneter di
Indonesia kemudian berlanjut menjadi krisis ekonomi. Karena tidak bisa
mengatasi krisis ekonomi tersebut dan desakan dari rakyat akhirnya
pemerintahan orde baru jatuh, ditandai dengan lengsernya presiden Soeharto.
13. Masa reformasi yang bertekad untuk memperbarui kehidupan dalam
segala bidang. Berkaitan dengan perkembangan ekonomi masa reformasi,
dapat berpijak pada TAP MPR No.XVI/MPR/1998, yang mengatur tentang
tanah (land), tenaga kerja (labor), dan modal (capital) sebagai tiga faktor
produksi utama dalam perekonomian. Dalam pelaksanaan Demokrasi
Ekonomi tidak boleh dan harus ditiadakan terjadinya penumpukan aset dan
pemusatan ekonomi pada seseorang, sekelompok orang, atau perusahaan,
yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan. Dengan TAP
MPR No.XVI/MPR/1998 tersebut, pemerintah ingin merombak sistem
ekonomi dari versi ekonomi kapitalis menjadi ekonomi indonesia yang
berdasar pancasila dan khususnya sila keempat pancasila yakni demokrasi
ekonomi atau kerakyatan. Oleh karena itu, sistemnya disebut sistem ekonomi
kerakyatan.
14. Selama tiga bulan kekuasaan B.J. Habibie, ekonomi indonesia belum
mengalami perubahan yang berarti. Nilai rupiah terhadap mata uang asing masih
lemah diatas Rp10.000,00 per dolar Amerika Serikat. Persediaan sembilan bahan
pokok di pasaran juga makin berkurang dan harganya meningkat cepat. Akibatnya
antrian panjang masyarakat membeli beras dan minyak goreng mulai terlihat di
berbagai tempat. Karena keadaan ekonomi yang sangat parah menyebabkan
masyarakat indonesia melakukan segala tindakan untuk sekedar mencukupi
kebutuhan. Salah satunya dengan melakukan penjarahan. Penjarahan merupakan
pemandangan yang biasa dijumpai pada awal-awal pemerintahan B.J. Habibie.
Pemerintah indonesia berusaha keras untuk memulihkan perekonomian indonesia
dengan menjalin kerja sama dengan bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter
Internasional (IMF). Namun kebijaksanaan ekonomi pemerintah atas saran dua
lembaga keuangan dunia malah memperburuk situasi ekonomi nasional. Dua lembaga
keuangan dunia itu menyarankan agar subsidi pemerintah untuk listrik, BBM, dan
telepon dicabut. Akibatnya terjadi kenaikan biaya pada tiga sektor tersebut sehingga
rakyat semakin terjepit.
15. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat lima
sektor kebijakan yang harus digarap, yaitu :
a. perluasan lapangan kerja secara terus menrus melalui investasi dalam dan luar
negeri se-efisien mungkin.
b. Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari hari untuk memenuhi permintaan
pada harga yang terjangkau.
c. Penyediaan fasilitas umum seperti rumah, air minum, listrik, bahan baker,
komunikasi, angkutan dengan harga terjangkau.
d. Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan
harga terjangkau.
e. Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga
yang terjangkau pula.
Pihak pemerintah telah berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis.Tetapi
tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang singkat.Oleh karena itu,
pemerintah membuat skala prioritas yang artinya hal mana yang hendaknya dilakukan
agar Indonesia keluar dari krisis. Terpilihnya presiden Abdurrahman Wahid (Gus
Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik menggantikan Gus Dur bertugas untuk
meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat dengan meningkatkan kehidupan
ekonomi masyarakat. Namun dengan kondisi perekonomian Negara yang ditinggalkan
oleh pemerintahan Soeharto, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang Presiden
dalam waktu singkat.Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan penyelesaian
secara bertahap berdasarkan skala prioritas.
16. PERKEMBANGAN POLI TI K SETELAH 21
MEI 1998
1. Pengangkatan Habibie Menjadi Presiden Republik Indonesia
Setelah B.J. Habibie dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21
Mei 1998. Tugas Habibie menjadi Presiden menggantikan Presiden Soeharto
sangatlah berat yaitu berusaha untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda
Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Habibie yang manjabat sebagai presiden menghadapi keberadaan Indonesia yang serba
parah, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Langkah-langkah yang
dilakukan oleh Habibie adalah berusaha untuk dapat mengatasi krisis ekonomi dan
politik. Untuk menjalankan pemerintahan, Presiden Habibie tidak mungkin dapat
melaksanakannya sendiri tanpa dibantu oleh menteri-menteri dari kabinetnya.
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie
membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet
itu terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur
militer (ABRI), Golkar, PPP, dan PDI.
17. 2. Kebebasan Menyampaikan Pendapat
Pada masa pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka
umum. Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan
pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau demontrasi.
Namun khusus demontrasi, setiap organisasi atau lembaga yang ingin melakukan
demontrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan
tempat untuk melakukan demonstrasi tersebut. Hal ini dilakukan karena pihak
kepolisian mengacu kepada UU No.28 tahun 1997 tentang Kepolisian Republik
Indonesia. Namun, ketika menghadapi para pengunjuk rasa, pihak kepolisian sering
menggunakan pasal yang berbeda-beda. Pelaku unjuk rasa yang di tindak dengan
pasal yang berbeda-beda dapat dimaklumi karena untuk menangani penunjuk rasa
belum ada aturan hukum jelas. Untuk menjamin kepastian hukum bagi para
pengunjuk rasa, pemerintahan bersama (DPR) berhasil merampungkan perundang-
undangan yang mengatur tentang unjuk rasa atau demonstrasi. adalah UU No. 9
tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Adanya
undang – undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memulai pelaksanaan
sistem demokrasi yang sesungguhnya. Namun sayangnya, undang-undang itu belum
memasyarakat atau belum disosialisasikan dalam kehidupan masarakat. Penyampaian
pendapat di muka umum dapat berupa suatu tuntutan, dan koreksi tentang suatu hal.
18. 3. Masalah Dwifungsi ABRI
Menanggapi munculnya gugatan terhadap peran dwifungsi ABRI menyusul
turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, ABRI melakukan langkah-
langkah pembaharuan dalam perannya di bidang sosial-politik.
Setelah reformasi dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat
DPR mulai dikurangi secara bertahap yaitu dari 75 orang menjadi 38 orang.
Langkah lain yang di tempuh adalah ABRI semula terdiri dari empat
angkatan yaitu Angkatan Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun
mulai tanggal 5 Mei 1999 Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian
berganti nama menjadi Kepolisian Negara. Istilah ABRI pun berubah menjadi
TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
19. 4. Reformasi Bidang Hukum
Pada masa Pemerintahan Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum
Reformasi hukum itu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang dimasyarakat.
Tindakan yang dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum
mendapatkan sambutan baik dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi
hukum yang dilakukannya mengarah kepada tatanan hukum yang ditambakan oleh
masyarakat.
Ketika dilakukan pembongkaran terhadapat berbagai produksi hukum atau undang-
undang yang dibuat pada masa Orde Baru, maka tampak dengan jelas adanya karakter
hukum yang mengebiri hak-hak.
Selama pemerintahan Orde Baru, karakter hukum cenderung bersifat konservatif,
ortodoks maupun elitis. Sedangkan hukum ortodoks lebih tertutup terhadap
kelompok-kelompok sosial maupun individu didalam masyarakat. Pada hukum yang
berkarakter tersebut, maka porsi rakyat sangatlah kecil, bahkan bisa dikatakan tidak
ada sama sekali.
Oleh karena itu, produk hukum dari masa pemerintahan Orde Baru sangat tidak
mungkin untuk dapat menjamin atau memberikan perlindungan terhadap Hak-hak
Asasi Manusia (HAM), berkembangnya demokrasi serta munculnya kreativitas
masyarakat.
20. 5. Sidang Istimewa MPR
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, telah dua kali lembaga tertinggi Negara
melaksanakan Sidang Istimewa, yaitu pada tahun 1967 digelar Sidang Istimewa MPRS
yang kemudian memberhentikan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto
menjadi Presiden Rebuplik Indonesia. Kemudian Sidang Istimewa yang dilaksanakan
antara tanggal 10 – 13 Nopember 1998 diharapkan MPR benar-benar mencurahkan
aspirasi masyarakat dengan perdebatan yang lebih segar, lebih terbuka dan dapat
menampung, aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat. Hasil dari Sidang Istimewa
MPR itu memutuskan 12 Ketetapan.
6. Pemilihan Umum Tahun 1999
Pemilihan Umum yang dilaksanakan tahun 1999 menjadi sangat penting, karena
pemilihan umum tersebut diharapkan dapat memulihkan keadaan Indonesia yang
sedang dilanda multikrisis. Pemilihan umum tahun 1999 juga merupakan ajang pesta
rakyat Indonesia dalam menunjukkan kehidupan berdemokrasi. Maka sifat dari
pemilihan umum itu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
21. Presiden Habibie kemudian menetapkan tanggal 7 Juni 1999 sebagai waktu pelaksanaan
pemilihan umum tersebut. Selanjutnya lima paket undang-undang tentang politik dicabut.
Sebagai gantinya DPR berhasil menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga udang-
undang itu disahkan pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie.
Ketiga udang-udang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum, susunan
serta kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Munculnya undang-undang politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya
kehidupan politik di Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai
politik bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di Indonesia
pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai politik yang berhasil
mengikuti pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena aturan seleksi partai-partai politik
diberlakukan dengan cukup ketat.
Pelaksanaan pemilihan umum ditangani oleh sebuah lembaga yang bernama Komisi Pemilihan
Umum (KPU). Anggota KPU terdiri dari wakil-wakil dari pemerintah dan wakil-wakil dari
partai-partai politik peserta pemilihan umum. Banyak pengamat menyatakan bahwa pemilihan
umum tahun 1999 akan terjadi kerusuhan, namun pada kenyataannya pemilihan umum berjalan
dengan lancar dan aman. Setelah penghitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU), hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak
di anataranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai
Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional. Hasil pemilihan umum tahun 1999 hingga saat
terakhir pengumuman hasil perolehan suara dari partai-partai politik berjalan dengan aman dan
dapat di terima oleh suara partai peserta pemilihan umum.