Perkembangan peradaban islam di indonesia pada masa penjajahan barat dan penj...
Konflik Agama di Maluku
1. Konflik Antar Kaum Beragama di Maluku.
Bab I Pendahuluan.
A. Latar Belakang Masalah
Republik Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang terdiri dengan masyarakat
majemuk di mana terdapat beragam identitas etnik, suku, adat, ras, dan agama, serta bahasa. Di
Indonesia terdapat 300 lebih kelompok suku bangsa yang sifatnya berbeda dari kelompok lain. Di
samping hal itu, mereka mempunyai identitas yang berbeda dan menggunakan lebih dari 200
bahasa khas. Kira-kira 240 juta penduduk Indonesia tersebar di lebih dari 14.000 pulau dan
kurang lebih 1,5 persen jumlah penduduknya hidup dengan cara tradisional.Di Indonesia juga
terdapat beragamnya agama. Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2%
penduduk Indonesia, sisanya beragama Protestan (8,9%), Katolik (3%), Hindu (1,8%), Buddha
(0,8%), dan lain-lain (0,3%),Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dapat disebut sebagai
masyarakat yang manjemuk karena terdiri dari beragam etnik, suku, adat, ras, dan agama, serta
kebudayaan sebagai identitas yang berbeda-beda. Namun, dalam rangka menjaga kesatuan,
Indonesia memiliki semboyan nasional yaitu “Bhinneka tunggal ika” yang artinya berbeda-beda
tetapi satu. Semboyan nasional Indonesia ini merupakan satu bentuk keberagaman yang
terintegrasi yang mengidentifikasikan bentuk negara Indonesia. Selain itu, bahasa Indonesia juga
merupakan bentuk kesatuan yang mengintegrasikan masyarakat sebagai satu identitas yaitu
bangsa Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki tingkat Pluralitas (keragaman) yang
tinggi baik Etnis, Suku dan Agama, hal ini merupakan potensi nasional yang tidak ternilai serta
berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan nasional, namun dilain pihak dapat menjadi
sumber konflik dengan segala permasalahan yang sangat kompleks, sehingga perlu penanganan
secara khusus dan hati-hati Oleh Pemerintah Indonesia, Untuk menata pluralitas yang berpotensi
sebagai konflik menjadi sumber kekuatan dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional, perlu
penanganan secara terpadu, Konflik yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat merupakan
suatu kondisi eskalasi yang dipengaruhi berbagai faktor yang menyangkut seluruh aspek
kehidupan manusia seperti geografi, demografi, kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan keamanan, Indonesia ibarat sebuah taman yang ditumbuhi aneka bunga
berwarna-warni, Oleh Karena Itu jika keragaman itu tidak dikelola dengan baik, konflik akan
mudah pecah, Dua Orang Tokoh John Naisbitt dan Alfin Toffler memprediksikan tentang
menguatnya kesadaran etnik (Ethnic Consciousnes) di banyak negara pada abad ke-21. Berbagai
peristiwa pada dua dasawarsa terkahir abad ke-20 memang perlawanan terhadap dominasi negara
ataupun kelompok-kelompok etnik lain. Berjuta-juta nyawa telah melayang dan banyak orang
menderita akibat pertarungan-pertarungan itu. dan yg terakhir Samuel Huntington juga
memprediksikan munculnya perbenturan antar masyarakat di masa depan yang akan banyak
terjadi dalam bentuk perbenturan peradaban yaitu Clash Of Civilisation. Sentimen ideologis
yang selama ini dominan dalam perang dingin, berubah dengan sentimen agama dan budaya Dan
Benar-Benar Sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus Bangsa Ikut Terlibat dari
rentannya Tren Konflik Seperti Ini Di Abad ke-21.
Rentannya konflik merupakan sebab dari pertentangan kebudayaan antar identitas, Setiap
identitas etnik atau agama memiliki kebudayaan masing-masing yaitu pandangan, prinsip, dan
cara menjalani hidup, dan tujuan yang berbeda. Dalam mencapai tujuannya, masing-masing
2. kelompok memiliki cara dan kepentingannya yang berbeda namun harus bertemu dalam ruang
kompetisi. Diawali dengan pertentangan kepentingan yang dimiliki setiap identitas etnik atau
agama tersebut kemudian dapat memunculkan konflik. Konflik dapat terjadi pada antar kelompok
dengan identitas yang berbeda yang saling berinteraksi dalam wilayah yang sama. Dari interaksi
tersebut, pasti menimbulkan persepsi terhadap kelompok-kelompok tertentu yang terkadang
positif dan negatif karena perbedaan kepentingan tersebut. Oleh karena itu, sulit untuk
masyarakat Indonesia untuk menghindari konflik terutama konflik antar etnik termasuk suku
bangsa, adat, atau agama.Mari kita Melihat dari semua hal yang melatarbelakangi KonflikKonflik di Indonesia Pada politik jaman penjajahan, Belanda membuat segregasi terhadap
penduduk Hindia Belanda ke dalam empat kelas, yaitu bangsa Eropa, pribumi beragama Kristen,
bangsa Timur Asing dan Pribumi non-Kristen Hingga Akhirnya menjadi Salah satu Pemicu
konflik yang berbau sara di Indonesia terjadi Tepatnya di Maluku Utara, Tepatnya terjadi di
Ambon merupakan salah satu konflik yang didasarkat atas identitas agama, yaitu Islam dan
Kristen Hal ini menyebabkan warga Islam Indonesia termasuk Ambon merasa termarjinalisasi.
Masyarakat Ambon dan Maluku memang mengalami semacam segregasi wilayah berdasarkan
agama (Kristen dan Muslim) sebagaiwarisan sistem kolonialisme pemerintah Belanda. Warga
Islam dengan kondisi yang marjinal tetap dapat bertahan dengan bekerja sebagai pedagang dan
banyak pedagang datang dari sekitar Maluku yang menyebabkan Islam semakin bertahan Setelah
berakhirnya PRRI/Permesta, pemerintah pusat di Jawa mencoba memerintah Maluku dengan
sasaran mengubah sistem komunikasi (Adat Istiadat) yang sebetulnya telah merekatkan
persaudaraan antar kelompok (masyarakat) di Maluku.
Kendati demikian dominasi masyarakat Kristen di unsur-unsur pemimpin formal di pemerintahan
masih diakui Republik Maluku Selatan (RMS). Dan Pada tanggal 29 Desember 1949, NKRI
berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Maluku merupakan salah satu anggota dari
Republik Indonesia Timur. Indonesia bagian Timur bersama dengan Republik Indonesia adalah
dua komponen dari NKRI. Dalam kaitannya dengan Indonesia Timur, Salah Seorang Tokoh Ide
Agung Gede Agung mengatakan: 75% dari wilayah Indonesia Timur terdiri dari wilayah-wilayah
otonomi, di bawah kekuasaan raja (swapraja) dengan 115 pemerintah otonom. Sisanya adalah
wilayah-wilayah yang diperintah secara langsung (Rechstreeks Bestuurd Gebied) termasuk
wilayah-wilayah Minahasa, Maluku Selatan, Gorontalo, Makassar dan Lombok, yang merupakan
warisan dari pemerintah Hindia Belanda sebelumnya. Pengalihan kekuasaan dari pemerintah
Belanda ke pemerintah Indonesia menyebabkan perpecahan dalam NKRI pada tahun 1950.
Banyak komunitas Kristen Ambon, sebagian besar adalah tentara yang mendukung Negara
Indonesia Timur, prihatin dengan perubahan ini. Mereka menghadapi dilema berkaitan dengan
masa depan mereka, apakah akan termasuk dalam wilayah Indonesia atau di luar wilayah
Indonesia. Pada bulan April 1950, sebagai Presiden dari Republik Maluku Selatan (RMS),
Dr.Soumokil memproklamirkan kemerdekaan Maluku Selatan, Banyak raja, termasuk raja yang
beragama Islam mendukung RMS. Akan tetapi, pemberontakan RMS terhadap Republik
Indonesia gagal Hingga Akhirnya Diaspora pun terjadi secara besar besaran di Maluku Banyak
Pendukung RMS yang mengungsi ke Belanda pada tahun 1950-an, dan bahkan hingga sampai
dengan saat ini, RMS masih aktif secara politik di Belanda. Konflik yg terjadi di wilayah Maluku
ini juga sebenarnya bukan hanya Karena masalah agama tetapi juga timbul karena diganggu oleh
kepentingan polik rezim yg berkuasa, khususnya yang berkaitan dengan masalah adat Pela
Gandong dari pemerintahan Soeharto yaitu Orde Baru, kebijakan saat itu telah memarjinalisasi
warga Kristen karena warga Islam sebagai pedagang banyak memunculkan intelektual ekonomi
yang menduduki posisi dalam pemerintahan.Hal ini menyebabkan kebencian warga Kristen
terhadap warga Islam. Kebencian masih bisa diredakan karena pada saat itu masih sering
dilakukan pela gandong untuk meningkatkan keharmonisan hubungan antar agama di Ambon
selama Orde Baru, kebudayaan pela gandong mulai Dilibatkan dengan pendekatan keamaanan
3. (ABRI) di mana jika terjadi konflik maka akan dikenakan sanksi yang berat. Setelah jatuhnya
pemerintahan Soeharto, kebencian yang terpendam akhirnya menjadi konflik kerusuhan yang
besar, Upaya-upaya rekonsiliasi tetap dilakukan.
Namun, upacara panas pela gandong menjadi tidak efektif karena hanya 20% saja yang merasa
memiliki ikatan pela gandong, pendatang tidak merasa memiliki ikatan pela gandong tersebut dan
makin memanaskan hubungan Konflik sosial ekonomi yang terjadi di Ambon antara warga
Muslim baik pribumi maupun pendatang, yang perkonomiannya dianggap relatif baik karena
rata-rata berprofesi sebagai pedagang serta tiga puluh tahun terakhir lebih banyak berperan dalam
pemerintahan dan kelompok Kristen yang merasa termarjinalisasi oleh keadaan-keadan tersebut,
sebenarnya mempunyai sejarah yang panjang yang bisa kita runut dimulai dari awal
perkembangan kaum kapitalis modern pada jaman penjajahan Belanda.Pengalaman masa
demokrasi parlementer, menunjukkan betapa sulitnya menciptakan koalisi antarkelas yang
mampu berkuasa dan sekaligus mengelola ekonomi secara baik.
Pada awal dasawarsa tahun 1950-an, ekonomi Indonesia tumbuh sesaat sebagai akibat sampingan
perang Korea, yang mendorong pesatnya pertumbuhan permintaan suplai barang pada hampir
semua perkonomian negara-negara Asia Tenggara saat itu. Tetapi setelah itu, maraknya
persaingan politik yang tak kunjung selesai dan kebijakan pemerintah yang seringkali tidak tepat,
berakhir dengan keruntuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1965-1967. Kebijakan ekonomi orde
baru yang terlihat lebih baik yang terindikasikan hanya melalui pertumbuhan rata-rata diatas
enam persen selama kurang lebih dalam kurun setengah abad namun mengabaikan hak-hak sipil
dan politik rakyat serta maraknya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang
sangat kental dan tidak terkontrol, telah menyebabkan social cost yang sangat mahal berupa
keterpurukan perekonomian Indonesia untuk yang kesekian kalinya dan menyebabkan pula
terjadinya kerusuhan-kerusuhan di banyak tempat Indonesia, sebagai dampak dari tindak represi
yang sangat ketat yang dilakukan penguasa terhadap hak-hak rakyat. Tindakan represi yang
berlebihan dari pemerintah terhadap rakyat dengan dalih untuk menciptakan stabilitas untuk
mengamankan proses dan hasil-hasil pembangunan telah menyebabkan keharmonisan, kedamaian
dan persatuan diantara anak bangsa hanya terlihat di permukaan serta terlihat maya dan semu.
Hukum alam berlaku, melalui suatu penderitaan berkepanjangan yang diderita sebagaian warga
Muslim ternyata secara tidak langsung menyebabkan warga muslim lebih mampu untuk bertahan
hidup sebagai pedagang, ditambah dengan dorongan dari pedagang pendatang Muslim dari
sekitar Maluku telah menyebabkan mereka semakin survive dari waktu ke waktu. Dunia berputar,
ketika penjajahan hengkang dari bumi pertiwi dimulailah suatu babak baru hubungan warga
Muslim dan Kristen, kebijakan yang dijalankan rejim Soeharto dianggap oleh warga Kristen telah
memarjinalkan posisi mereka suatu anggapan yang menurut saya keliru, oleh karena warga
Muslim telah memetik buah dari perjuangan mereka yang sangat sulit dimasa lalu dengan
melahirkan pedagang dan para intelektual yang relatif lebih banyak baik dalam ekonomi maupun
posisi mereka dalam pemerintahan.
Perbedaan-perbedaan ini telah menyulut kebencian diantara warga Kristen terhadap warga Islam
yang teredam selama rezim orde baru berkuasa. Perbedaan-perbedaan tersebut oleh pemerintah
orde baru dieliminasi melalui pendekatan keamanan (Security Approach) yang sangat berlebihan,
setiap kali terjadi ketegangan langsung diredam dan orang-orang yang dianggap penggerak
terjadinya konflik dikenakan sanksi yang berat, demikianlah seterusnya keadaan ini terjadi
selama kurang lebih tiga puluh tahun. Benih-benih permusuhan terpendam, yang tampak di
permukaan adalah kehidupan antar penduduk yang harmonis, yang saling harga menghargai
setidak-tidaknya menurut penguasa pada waktu itu. Penguasa pada waktu itu tidak menyadari,
benih-benih dendam tersebut tidak akan terpupus begitu saja terlebih-lebih dengan dilakukannya
4. pendekatan keamanan yang sangat intens yang terjadi justru adalah penumpukan dendam-dendam
laten yang suatu ketika dipastikan meledak dengan sangat dahsyat. Pada bagian selanjutnya akan
dibahas apakah sesungguhnya penyebab-penyebab konflik yang terjadi di Ambon, apakah
memang murni perbedaan-perbedaan pandangan agama antara Islam dan Kristen ataukah kesan
itu sebetulnya hanya merupakan akibat dari penyebab lain yaitu masalah ekonomi atau material
semata.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan dilihat dalam Penulisan Proposal ini adalah :
Dari Penulisan latar belakang, maka saya dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut :
Konflik antar agama yang terjadi di Ambon jika dianalisa melalui interaksionisme simbolik
merupakan bentuk dari konstruksi pemerintah sebagai agen yang menentukan struktur
masyarakat Ambon dalam kelas supeordinat dan subordinat.
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, kelompok Kristen memiliki kedudukan yang lebih
tinggi sedangkan pada masa pemerintahan Orde Baru, kelompok Islam memiliki kondisi ekonomi
yang lebih baik yang menimbulkan kesenjangan sosial. Dalam struktur masyarakat yang awalnya
dikonstruksi oleh pemerintah, menimbulkan definisi kolektif yang kemudian mekonstruksi
keadaan struktur masyarakat juga. Adanya kondisi ekonomi yang berbeda menimbulkan
interpretasi atau definisi situasi pada satu kelompok bahwa terjadi ketidakadilan dan kesenjangan
dalam aspek ekonomi dan sosial. Konstruksi ketidakadilan ini yang kemudian menjadi konflik.
Namun dalam Persfektif masyarakat Indonesia konflik ini lebih disimbolkan sebagai konflik antar
agama.
D. Identifikasi Masalah
Berdasarkan judul tersebut diatas, maka saya mengidentifikasikan masalah pada:
• Masalah apa saja yang menyebabkan terjadinya kasus ini?
• Siapakah Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas kasus yang terjadi di Ambon?
• Bagaimana akhir dari penyelesaian masalah ini dan bagaimana peran-peran yg diambil
Oleh Pihak Pemerintah Indonesia?
D. Kerangka Pemikiran
Saya melihat Konflik Agama di Maluku sebagai Akibat Perubahan Sosial yg Terjadi Di
Wilayah Tersebut.
Melihat dari latar Belakang yg saya tuliskan diatas Konflik Maluku merupakan sebuah peristiwa
perubahan sosial yang begitu cepat tanpa dibarengi perkembangan rekayasa sosial untuk
merekatkan unsur-unsur masyarakat. Terlihat dari Sosialisasi nilai-nilai toleransi, kompetisi tidak
berlangsung dengan baik yang bertumpang tindih dengan korupsi, kolusi, dan nespotisme. Seperti
yang diketahui Pada masa lalu lebih dari separuh penduduk Maluku menganut agama Kristen dan
Katolik. Namun, karena migrasi dari daerah sekelilingya, komposisi itu berubah menjadi lebih
5. dari separuh penduduk Maluku beragama Islam. Masyarakat Kristen awalnya memperoleh
pendidikan lebih baik sehingga wajar bila birokrasi di daerah itu semula didominasi kelompok
itu. Akan tetapi, lambat laun masyarakat Islam mengejar ketertinggalan itu dan mulai masuk
dalam birokrasi. Pada saat bersamaan perdagangan dikuasai oleh masyarakat pendatang yang
umumnya beragama Islam. Dan kembali lagi melihat ke belakang terlihat bahwa konflik sosial
yang dahsyat itu berawal dari pergesekan orang per orang atau antarkelompok yang meluas
menjadi pertikaian antarkampung, antaretnik, dan akhirnya memuncak menjadi konflik
antarkelompok agama.dan akhirnya Efek domino konflik ini terlihat jelas.Kelompok minoritas
kalah, tersingkir, dan mengungsi ke tempat-tempat yang masih didominasi kelompoknya dengan
alasan keamanan. Di tempat pengungsian mereka berkeluh kesah dan membagikan perasaan
senasib.
Pada saat bersamaan isu-isu yang tidak jelas ujung pangkalnya bermunculan. Kelompok yang
berbeda agama masing-masing bersiap-siap mempersenjatai diri dan mulai berkembang isu
penyerangan. Akhirnya penyerangan yang sesungguhnya pun terjadi, kelompok yang kecil kalah
dan terusir. Demikian seterusnya, ibarat bola salju menggelinding dengan cepat menyapu seluruh
wilayah yang dilewatinya. Mengambil dari sebuah Pemikiran oleh seorang tokoh yaitu Karl Marx
formasi pertukaran ekonomis adalah hasil dari sebuah proses historis. Kapitalisme merupakan
bentuk sistem produksi yang khas dalam sejarah manusia. (karena masih ada sistem produksi lain
tertentu dari sistem produksi). Obyek-obyek fisik membentuk elemen-elemen di dalam suatu
rangkaian yang pasti dari hubungan-hubungan sosial, bukan seperti ekonom, modal, komoditi,
harga tidak tergantung pada mediasi manusia. Aktivitas produksi merupakan hubungan dialektis
antara kekuatan produksi (produktive forces) dan hubungan-hubungan produksi sebagai basis
atau substruktur.
Superstrukturnya adalah: ideologi, hukum, religi, institusi-institusi politik, dan budaya, yang
dimaksud dengan kekuatan produksi adalah cara-cara material maupun tenaga manusia dalam
produksi. Kondisi kekuatan produksi akan membawa kepada modus produksi tertentu. sehingga
bisa dibedakan aktivitas-aktivitas produktif (produksi subsistem ataukah produksi industrial),
hubungan-hubungan produksi tidak hanya eksis antara manusia dengan alam, tetapi juga antara
manusia dengan manusia lainnya. Hubungan produksi terbentuk dari kepemilikan ekonomis atas
kekuatan produktif. Kapitalis memiliki alat produksi, buruh hanya memiliki tenaga kerja. Artinya
buruh bergantung pada para kapitalis, modus kapitalis dalam produksi berakibat pada pembagian
kelas antara kelas proletariat dengan kelas kapitalis atau borjuis. dan nah terlihat hubungan kelas
ini menjadi konfliktual karena para buruh dipaksa menjalin hubungan yang tidak sederajat.
Menurutnya, selama masyarakat masih terbagi atas kelas-kelas, maka pada kelas yang
berkuasalah akan terhimpun segala kekuatan dan kekayaan, Hukum, filsafat, agama, dan kesenian
merupakan refleksi dari status ekonomi kelas tersebut.
Namun demikian, hukum-hukum perubahan berperanan dalam sejarah, sehingga keadaan tersebut
dapat berubah baik melalui suatu revolusi maupun secara damai. Akan tetapi selama masih ada
kelas yang berkuasa, maka tetap terjadi eksploitasi terhadap kelas yang lebih lemah. Oleh karena
itu selalu timbul pertikaian antara kelas-kelas tersebut, pertikaian mana akan berakhir apabila satu
kelas (yaitu kelas proletar) menang, sehingga terjadilah masyarakat tanpa kelas. dan juga Marx
berpendapat bahwa stratifikasi timbul karena dalam masyarakat berkembang pembagian kerja
yang memungkinkan perbedaan kekayaan, kekuasaan dan prestise yang jumlahnya sangat
terbatas sehingga sejumlah besar anggota masyarakat bersaing dan bahkan terlibat dalam konflik
untuk memilikinya. Anggota masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan, kekayaan atau prestise
berusaha memperolehnya, sedangkan anggota masyarakat yang memilikinya berusaha untuk
mempertahankannya bahkan memperluasnya. dilihat dalam kasus Maluku, terlihat jelas ada
6. kompetisi antara dua kelompok yang berbeda, yaitu kaum mayoritas (yang tersirat sebagai kaum
kuat) dan kaum minoritas (yang tersirat sebagai kaum lemah dan tidak dominan). Dulu, mungkin
kelompok agama Kristen yang menduduki status kuat karena merupakan kelompok mayoritas dan
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada kelompok minoritas, dalam hal ini
kelompok masyarakat beragama Islam.
Namun lambat laun komposisi masyarakat di Maluku berubah menjadi sebaliknya. Kelompok
masyarakat beragama Islam yang tadinya menjadi kelompok minoritas, menjadi kelompok
mayoritas. Belum lagi kelompok ini mengejar ketertinggalannya dalam bidang pendidikan,
sehingga dapat masuk pada system birokrasi Maluku. hingga Status kelompok Islam pun berubah
menjadi kelas yang lebih tinggi dari pada kelompok Kristen.dan Perubahan sosial ini sebetulnya
lambat, namun karena belum adanya persiapan untuk menanganinya, akhirnya konflik sosial
tersebut tumbuh juga. Pada sistem sosial seringkali dijumpai ketegangan baik dari dalam sistem
atau luar sistem. Ketegangan ini dapat berwujud konflik status sebagai hasil dari diferensiasi
struktur sosial yang ada. Teori ini melihat ketegangan sebagai variabel antara yang
menghubungkan antara hubungan antar individu seperti peran dan struktur organisasi dengan
perubahan sosial.
Perubahan pola hubungan antar individu menyebabkan adanya ketegangan sosial yang dapat
berupa kompetisi atau konflik bahkan konflik terbuka atau kekerasan. dalam Kompetisi atau
konflik inilah yang mengakibatkan adanya perubahan melalui aksi sosial bersama untuk merubah
norma dan nilai. Saling serang dalam konflik di Maluku adalah perwujudan dari konflik status
yang dijelaskan di atas, yang berupa aksi social. Aksi sosial merupakan sebuah gejala aksi
bersama yang ditujukan untuk merubah norma dan nilai dalam jangka waktu yang panjang Dalam
situasi konflik, masyarakat yang berselisih berusaha mengabaikan diri dengan memeperkokoh
solidaritas, membentuk organisasi kemasyarakatan untukkesejahteraan dan pertahanan bersama.
Dalam kasus Maluku, masyarakat membuat markas, pengungsian, dan benteng-benteng untuk
saling terlibat melindungi kelompok masing-masing.
Tujuan Manfaat:
Saya Berharap Agar Penulisan Makalah ini Dapat memberikan kontribusi berbagai pihak
antara lain:
1. Bagi Saya Sendiri.
• Tugas ini Bisa Melatih saya untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas-tugas dalam
semester-semester Berikutnya Selain itu penulis juga dapat mengembangkan wawasan
dan pengetahuan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial.
• Memetakan karakteristik konflik dengan pelbagai macam segi dari analisis konflik sosial
yang terjadi di lapangan penelitian (isu, aktor, dampak, dan penyelesaiannya).
2. Bagi Sesama Mahasiswa-Mahasiswa.
• Mengetahui dan memahami pengertian tentang suku, agama, ras dan antar golongan.
• Memahami bahwa Indonesia adalah bangsa multi-etnis sehingga dapat memicu terjadinya
konflik sosial.
• Untuk menganalisis masalah sosial terkait dengan Mengetahui bagaimana solusi konflik
sosial terkait SARA.
7. Metodologi Penelitian.
Saya memutuskan bahwa jenis Penulisan yang dipilih adalah deskriptif. Ada beberapa
argumentasi mengapa ini yang diambil.
•
•
•
•
Pertama metode ini dipakai karena bermaksud menggambarkan sebuah fenomena secara
mendalam, dalam hal ini adalah kasus konflik di Maluku.
Kedua Penelitian ini sederhana karena pada penulisan ini tidak perlu melakukan kontrol
dan manipulasi variabel penelitian.Dengan metode deskriptif, Penulisan memungkinkan
untuk melakukan hubungan antar variabel menguji hipotesis.
Ketiga Penelitian ini juga menggunakan penelitian pustaka dengan dukungan
buku-buku, artikel-artikel ataupun berbagai tulisan lainnya yang terkait dengan
tesis ini.
Keempat Penulisan deskriptif ini dipilih karena sesuai dengan tujuan Penulisan Makalah
ini, yaitu menggambarkan fakta dan objek subjeksecara tepat terkait konflik Di Maluku
dalam variasi permasalahan yang berkaitan dengan tingkah laku masyarakat tidak
terkecuali elit yangdipandang menjadi aktor konflik utama dalam pemekaran daerah di
Maluku Utara.
Sistematika Penulisan.
Dalam penyusunan Tugas Seminar HI ini pembahasan dan penganalisaannya diklasifikasikan
secara sistematis kedalam Beberapa Bab-bab yaitu:
• Bab I : Pendahuluan.
Dalam bab ini mengemukakan tentang Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penulisan,Dan Kerangka Pemikiran.
• Bab II : Metode Penelitian.
Dalam pembuatan tugas akhir ini, penulis membutuhkan data-data yang berhubungan dengan
kajian penulis, yaitu bersumber dari studi pustaka.
• Bab III : Analisis Dan Pembahasan.
Dalam bab ini diuraikan tentang segala sesuatu yang terkait dengan Konflik, saya juga melakukan
kajian mengenai apa saja yg terjadi Dalam Konflik Tersebut tersebut Hingga Selesai Dibahas
Secara Tuntas.
•
Bab IV : Penutup.
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan Daftar Pustaka.