1. OTONOMI DAERAH, KONFLIK DAN
MASALAH ETINISITAS
Kelompok 2
Aditya Nuraeni (1158010008)
Ahmad Dicky Ramadhani (1158010015)
Ahmad Faizal Alamsyah (1158010016)
Ahmad Soni Nurhadiansyah (1158010017)
Ai Sumyati (1158010018)
Ajeng Nuni (1158010019)
Annisa Septa Adji P (1158010035)
Anton Hilman (1158010036)
Pembimbing : Dr. Engkus SE., M.Si
2. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah suatu hak, wewenang, serta kewajiban daerah
otonom guna untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan suatu
pemerintahan dan kepentingan suatu masyarakat daerah tersebut yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut :
1. F. Sugeng Istianto
Menurut Sugeng Istianto menyatakan bahwa Otonomi daerah ialah
suatu Hak dan wewenang guna untuk mengatur serta mengurus
sebuah rumah tangga daerah.
3. Dasar Hukum Otonomi Daerah
1. Dasar Hukum yang pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Dasar Hukum yang kedua Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 mengenai
Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, serta Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, dan perimbangan keuangan Pusat dan
Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Dasar Hukum yang ketiga Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 mengenai
Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
4. Dasar hukum yang keempat UU No. 31 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.
5. dasar hukum yang terakhir UU No. 33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
4. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti
saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai
suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik Menurut Robbin
Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai
The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap
dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan
kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik
5. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
a) Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk,
sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction,
dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang
kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan
dan aspirasi karyawan.
b) Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap
sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu
yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok. atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau
pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna
mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk
melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
6. c). Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini
cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya
konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang,
damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan
tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap
anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan
kreatif.
7. Latar belakang konflik
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
8. Pengertian Etnisitas
Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan
kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma
bahasa, sejarah, geografis dan hubungan kekerabatan
(Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang No. 40 tahun
2008)
9. Adapun pengertian etnisitas menurut para ahli
1. Fredrick Barth
Etnis adalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa
ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai
budaya.
2. Hassan Shadily MA
Suku bangsa atau etnis adalah segolongan rakyat yang masih dianggap mempunyai
hubungan biologis.
3. Menurut Perspektif Teori Situasional
Etnis merupakan hasil dari adanya pengaruh yang berasal dari luar kelompok.
Salah satu faktor luar yang sangat berpengaruh terhadap etnisitas adalah
kolonialisme, yang demi kepentingan administratif pemerintah kolonial telah
mengkotak-kotakkan warga jajahan ke dalam kelompok-kelompok etnik dan ras
(Rex dalam Simatupang, 2003). Untuk seterusnya sisa warisan kolonial itu
terus dipakai sampai sekarang.
10. Etnis atau suku yang ada di Indonesia
1. Pulau Sumatra : suku Aceh, Minangkabau, Melayu, Bengkulu, Batak,
Mentawai, Nias, Palembang, Lampungh
2. Pulau Kalimantan : suku Dayak, Banjar, Melayu
3. Pulau Jawa : suku Jawa, Sunda, Badui, Tengger, Betawi
4. Pulau Sulawesi : suku Minahasa, Sangir, Bolang Mangondo, Gorontalo,
Toraja, Bugis, Makasar, Mandar
5. Pulau Bali : suku Bali Aga, orang Bali pendatan
6. Pulau Maluku : suku Ambon, Kei, Tual, Dobo, Morotai
7. Pulau Papua : suku Waigeo, Bantanta, Timika, Asmat, Dani, Kubu Anak
dalam
8. Pulau Nusa Tenggara : suku Sasak, Dompu, Helong, Timor, Lio, Alor
11. Faktor - Faktor Penyebab Konflik Etnisitas
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebab sebab terjadinya konflik
antara lain sebagai berikut.
1. Perbedaan Antarperorangan
Perbedaan ini dapat berupa perbedaan perasaan, pendirian, atau pendapat. Hal
ini mengingat bahwa manusia adalah individu yang unik atau istimewa, karena
tidak pernah ada kesamaan yang baku antara yang satu dengan yang lain.
Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
konflik sosial, sebab dalam menjalani sebuah pola interaksi sosial, tidak mungkin
seseorang akan selalu sejalan dengan individu yang lain.
12. 2. Perbedaan Kebudayaan
Perbedaan kebudayaan mempengaruhi pola pemikiran dan tingkah laku
perseorangan dalam kelompok kebudayaan yang bersangkutan. Selain
perbedaan dalam tataran individual, kebudayaan dalam masing-masing
kelompok juga tidak sama. Setiap individu dibesarkan dalam lingkungan
kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkungan kelompok masyarakat yang
samapun tidak menutup kemungkinan akan terjadi perbedaan kebudayaan,
karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya tidak sama
13. 3. Bentrokan Kepentingan
Bentrokan kepentingan dapat terjadi di bidang ekonomi, politik, dan
sebagainya. Hal ini karena setiap individu memiliki kebutuhan dan
kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan sesuatu.
Demikian pula halnya dengan suatu kelompok tentu juga akan memiliki
kebutuhan dan kepentingan yang tidak sama dengan kelompok lain.
Misalnya kebijakan mengirimkan pemenang Miss Indonesia untuk
mengikuti kontes Miss World. Dalam hal ini, pemerintah menyetujui
pengiriman tersebut, karena dipandang sebagai kepentingan untuk
promosi kepariwisataan dan kebudayaan.
14. Berbagai Fenomena Konflik Antar Etnis di
Indonesia
1. Konflik Dayak Madura.
Terjadi dua kali kerusuhan berskala besar antara suku Dayak dan
Madura, yaitu peristiwa sampit (2001), dan Senggau Ledo (1996).
Kedua kerusuhan ini merembet ke hampir semua wilayah Kalimantan
dan berakhir dengan pengusiran dan pengungsian ribuan warga
Madura, dengan jumlah korban hingga mencapai 500-an orang.
Perangantar suku ini menjadi masalah sosial yang me-nasional
15. 2. Konflik melayu madura.
Pada bulan februari – April 1999, konflik etnis kembali terjadi di
Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, yang untuk pertama
kalinya antara orang melayu dengan madura. Akibatnya sekitar
25 ribu Madura terpaksa diungsikan di Pontianak. Berbeda
dengan pengungsi akibat konflik dayak- madura pada tahun
1996/1997 yang masih bisa kembali ke tempat tinggalnya di
Sambas, kali ini mereka tidak bisa kembali dan terpaksa tinggal
di berbagai tempat pengungsian.
16. 3. KonflikAmbon.
Konflik fisik di Ambon secara kasat mata dipicu oleh percekcokan di terminal
Batu Merah antara Usman, pemuda Bugis yang tinggal di kawasan Islam, Batu
Merah Bawah, dan Yopie Saiya, pemuda Ambon dari kawasan Kristen, Mardika,
tanggal 19 Januari 1999, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri. Peristiwa sepele,
dan dianggap biasa oleh masyarakat setempat, dalam sekejab menimbulkan
pertikaian antar kelompok agama dan suku bangsa, dan meledak menjadi
kerusuhan besar di seantero kota Ambon. Kerusuhan itu bahkan meluas ke
seluruh Pulau Ambon tanpa dapat dikendalikan. Kerusuhan yang berlarut-larut di
Pulau Ambon yang semula berpenduduk 312.000 jiwa ini memakan banyak
korban jiwa.
17. 4. Konflik Papua.
Jika dilihat dari sejarah, konflik di tanah papua sudah bisa di rasakan sejak awal
kemerdekaan indonesia. Kekisruan makin terlihat ketika daerah ini tergabung kepada
Indonesia setelah adanya penandatangan kesepakan politik antara RI-Belanda yang
difasilitasi PBB pada 1962. Semenjak terintegrasi dengan Indonesia, pergolakan di
Papua tidak juga surut, hal ini di sebabkan dari ada perbedaan presepsi mengenai
landasan historis penyatuan kawasan tersebut dengan Indonesia. Gerakan-gerakan
separatis bersenjata bermunculan dan menyeruak di sepanjang lebih dari tiga dekade
bergabungnya papua dengan indonesia, juga bermunculan adanya indikasi pelanggaran
Hak asasi manusia.
18. 5. Konflik Poso.
Poso adalah kota pinggiran pantai yang tenang-tenang saja di Provinsi SulawesiTengah
yang pedesaan itu. Bagi orang kristen, 24 Desember 1998 adalah Malam Natal,
sementara bagi orang-orang Muslim itu persis di tengah-tengah bulan puasa Ramadhan.
Ketika seorang remaja kristen dari lingkungan Muslim Kayamanya, meletuslah huru-
hara, yang terbatas hanya di kota Poso.Tak lama kemudian tiap orang sependapat bahwa
sumber masalahnya adalah alkohol, dan masalah itu dilupakan.Tetapi pada april 2000
kekerasan yang lebih serius meledak di kota, yang kemudian merembet ke seantero
Kabupaten Poso. Pada Mei 2000, pasukan Kristen membantai sekitar delapan puluh
orang Muslim disebuah daerah kantong Muslim kecil yang tengah berlindung disebuah
masjid yang bernamaWalisongo, tak jauh di selatan Kota Poso
19. Cara Mengatasi Konflik Etnisitas Di
Indonesia
1. Konsiliasi
Konsiliasi berasal dari kata consilation yang memiliki arti
perdamaian. Cara ini digunakan dalam menyelesaikan suatu
konflik melalui upaya mempertemukan dua pihak yang bertikai
atau berselisih guna tercapainya kesepakatan untuk
mengadakan damai di antar keduanya. Terjadinya konsiliasi
ini dapat berasal dari keingian salah satu pihak sehingga
menjadi pemrakarsa atau keinginan kedua belah pihak yang
berselisih
20. 2. Mediasi
Mediasi berasal dari kata mediation yang berarti perantara atau
media. Mediasi dijadikan sebagai salah cara untuk menyelesaikan
suatu konflik dengan menggunakan jasa pihak ketiga sebagai
perantara (media) yang menjadi penghubung di antara kedua belah
pihak yang berselisih.
21. 3. Arbitrasi
Arbitrasi berasal dari kata arbitration, sedangkan yang
menentukan keputusan disebut arbiter. Penyelesaian
konflik dengan cara arbitrasi yaitu melalui suatu lembaga
yang dipimpin oleh seseorang yang berperan untuk
memutuskan. Arbitrasi dapat berlaku di masyarakat, baik
masyarakat yang sudah memiliki lembaga pengadilan
secara formal maupu informal dan nonformal.
22. 4. Paksaan
Paksaan atau coercion dijadikan sebagai alternatif dalam
menyelesaikan konflik apabila terjadi ketidak seimbangan diantara
kedua belah pihak yang bertikai. Ketidak seimbangan tersebut dapat
mengakibatkan pihak yang lemah tidak dapat mengambil keputusan
untuk menyelesaikan pertikaiannya, karena pihak lawan lebih kuat.
Padahal konflik tersebut harus terselesaikan karena dapat
menimbulkan dampak negatif bagi salah satu pihak yang bertikai.
mengadakan kepatuhan kepada pihak yang kuat.
23. 5. Detente
Détente memiliki arti mengendorkan atau
mengurangi tegangan. Dalam menyelesaikan
suatu konflik, détente lebih bersifat persuasif
terhadap kedua belah pihak yang berselisih.
24. kesimpulan
. Indonesia adalah Negara yang luas dan memiliki daerah daerah yang masih
menjunjung tinggi kebiasaan dan kebudayaannya. Indonesia memiliki berbagai etnis
dan suku yang berada, serta etnis atu suku yang indonesia sangat memegang teguh
akan kebudayaan serta adat istiadatnya. Adapun Yang namanya bermasyarakat pasti
akan ada yang namanya konfik karena ketidak samaan pemikiran individualism yang
satu dengan individualisme yang lain,tapi dari ketidak samaan tersebut passti ada
penyebab dan indikator-indikator permasalahnya, disini lah sangat perlu adanya cara
mengatasi permasalahan-permasalah konflik etnis yang ada di indonesia, dan cara
menyelesaikan permasalahnnya adalah dengan cara konsialisasi, mediasi, arbitasi,
paksaan, dan detente.
25. Perbedaan adalah hal yang
sangat wajar dan kodrat dari
Tuhan YME, agar kita saling
mengenal. Ingatlah pelangi akan
indah apabila warnanya
berbeda-beda. Tumbuhkanlah
sikap toleransi diantara kita.
“ Tak penting apapun agamamu
atau sukumu, kalo kamu bisa
melakukan sesuatu yang baik
untuk semua orang, orang tidak
pernah Tanya agamamu”
@gusdur
Terima Kasih