Dokumen tersebut membahas tentang kegawatdaruratan ortopedi yang meliputi fraktur terbuka, compartment syndrome, osteomyelitis, dislokasi atau fraktur dislokasi serta traumatik amputasi. Dibahas pula diagnosis, patofisiologi, klasifikasi, komplikasi dan penatalaksanaan dari kondisi-kondisi tersebut.
2. PENDAHULUAN
• Saat ini penyakti musculoskeletal telah
menjadi masalah yang banyak dijumpai di
pusat pusat pelayanan kesehatan di seluruh
dunia. Bahkan WHO menetapkan dekade ini
(2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan
Persendian.
• Dengan bertambahnya jumlah kendaraan
kemungkinan terjadinya kecelakaan juga akan
meningkat drastis.
3. • Trauma yang paling sering terjadi adalah
fraktur, yang nantinya akan mengakibatkan
kejadian kejadian lainnya yang akan
mengancam nyawa jika tidak segera ditangani,
inilah yang disebut dengan kegawatdaruratan
orthopedi.
• Yang termasuk kegawatdaruratan orthopedi
antara lain : fraktur terbuka, compartment
syndrome, osteomyelitis, dislokasi atau
fraktur dislokasi serta traumatik amputation
4. OPEN FRACTURE
• Dikatakan fraktur terbuka jika terdapat
hubungan adalah daerah yang fraktur dengan
dunia luar, biasanya karena kulit di atasnya
sudah tidak intak.
5. KLASIFIKASI MENURUT
RAMON GUSTILLO
• Grade I
Garis patah sederhana, luka kurang dari 1 cm,
luka relatif bersih, kerusakan jaringan lunak
minimal
• Grade II
Garis patah sederhana, luka lebih dari 1 cm,
luka relatif bersih, kerusakan jaringan lunak
tidak banyak
6. • Grade III
Disertai kerusakan jaringan lunak yang luas,
yang kemudian dibagi lagi menjadi :
Grade III A apabila fraktur dapat ditutup
dengan jaringan lunak
Grade III B apabila fraktur tidak dapat ditutup
dengan jaringan lunak
Grade III C disertai kerusakan arteri yang
membutuhkan perbaikan secepat mungkin tanpa
menghiraukan luas kerusakan jaringan lunak
9. ANAMNESA
• Apa yang menyebabkan terjadinya trauma
mechanism of injury
• Kapan terjadinya trauma golden period
• Di mana terjadinya trauma tempat kotor
atau bersih
• Penyulit fraktur patologis, usia tua
10. PEMERIKSAAN FISIK
• Look kulit intak, pembengkakan,
deformitas, kontusio
• Feel nyeri, nadi dan sensori bagian distal
• Movement krepitasi, range of movement
(ROM), false movement
11. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
• Lokasi pasti dari fraktur
• Jenis fraktur
• Tingkat keparahan fraktur
• Kelaianan jaringan lunak di sekitar daerah
fraktur
• Sebagai salah satu pertimbangan penanganan
fraktur
12. PENATALAKSANAAN
• Life saving resusitasi sesuai ATLS (ABC)
• Pencegahan atau penanganan infeksi
Antibiotika dan ATS / HTIG
• Debridement segera mungkin
• Perawatan luka terbuka atau tertutup
• Stabilisasi fraktur eksternal atau internal
fiksasi
• Perawatan pasca tindakan
13. KOMPLIKASI
Early Late
Lokal Osteomyelitis, arthritis, Kontraktur dan kekakuan
compartment syndrome, sendi, penyakit degeneratif
robekan otot, ligamen dan sendi, non union,
tendon, kerusakan saraf, malunion, delayed union,
pembuluh darah dan organ miositis, tardy nerve palsy
visceral, thrombosis vena,
nekrosis kulit
Sistemik Emboli lemak, emboli paru, Gagal ginjal
syok, pneumonia, tetanus
14. COMPARTMENT SYNDROME
• Merupakan suatu sindrom yang terjadi karena
peningkatan tekanan intrakompartmen yaitu
kompartmen osteofasial yang tertutup
sehingga mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.
• Kompartmen osteofasial berisi tulang,
pembuluh darah, saraf dan otot yang
dibungkus oleh suatu fascia.
15. • Paling sering terjadi pada :
Fraktur elbow
Fraktur antebrachii
Fraktur tibia 1/3 proximal
17. ETIOLOGI
• Penurunan volume kompartmen penutupan defek
fascia, traksi internal berlebihan pada fraktur
esktrimitas
• Peningkatan tekanan eksternal balutan yang
terlalu ketat, berbaring di atas lengan, pemasangan
gips
• Peningkatan tekanan pada struktur kompartmen
pendarahan atau trauma vascular, luka bakar,
penggunaan otot berlebihan, gigitan ular, obstruksi
vena
18. PATOFISIOLOGI
• Patofisiologi terjadinya kompartmen sindrom
ini melibatkan hemostasis jaringan lokal yang
menyebabkan peningkatan tekanan jaringan,
penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis
jaringan lokal yang disebabkan hipoksia
• .Jika tidak segera ditangani akan
menyebabkan kerusakan yang ireversibel
pada otot dan saraf.
19. • Iskemia jaringan dimulai ketika tekanan
intrakompartmen meningkat di atas 30
mmHg.
• Sel otot akan mengalami nekrosis dan
digantikan jaringan fibrosa, saraf akan diliputi
kontriksi epineurium yang menebal dan sendi
akan menabal serta menolak setiap gerakan
pasif
22. ANAMNESA
• Dari anamnesa dicari kira kira apa yang
menyebabkan terjadinya kompartmen
sindrom ini, misalnya adanya nyeri hebat yang
terjadi setelah ada riwayat trauma (fraktur),
setelah olahraga berlebihan atau karena
pemasangan gips.
23. PEMERIKSAAN FISIK
• Painfull (nyeri) gerakan ekstensi pasif,
karena sel otot menjadi hipersensitif akibat
kondisi hipoksia
• Pale / Pallor (pucat)
• Parestesia (kesemutan)
• Paralisis (kelumpuhan)
• Pulseless (nadi melemah atau hilang)
jangan ditunggu sampai keluar
24. PENGUKURAN TEKANAN INTRA
KOMPARTMEN
• Dilakukan pada pasien pasien yang tidak sadar, tidak
kooperatif, pada anak anak, pasien yang sulit
berkomunikasi, pasien dengan trauma kepala,
medulla spinalis atau saraf perifer, atau jika diagnosis
dengan pemeriksaan fisik kurang jelas.
• Tekanan intrakompartmen normal adalah 0 mmHg.
Di atas 30 mmHg mulai terjadi proses iskemia
jaringan, jika di atas 40 mmHg langsung dilakukan
tindakan segera
25. PENATALAKSANAAN
• Bedah fasciotomy harus segera dilakukan
jika tekanan intrakompartmen di atas 30 – 40
mmHg. Tujuannya adalah untuk menurunkan
tekanan intrakompartmen dengan segera
sehingga memperbaiki perfusi otot.
• Non bedah hindari elevasi, pemberian
SABU, membuka gips atau bebat tekan, terapi
cairan, diuretik dan manitol jika diperlukan
untuk mengurangi tekanan intrakompartmen
29. OSTEOMYELITIS
• Merupakan suatu proses inflamasi yang akut
maupun kronis dari tulang dan strukturnya
yang disertai secara sekunder oleh infeksi
organism pyogenik
• Infeksi yang berkaitan dengan osteomyelitis
bisa local atau menembus periosteum,
korteks, sumsum tulang di jaringan cancellous.
• Bateri pathogen bervariasi berdasarkan umur
penderita dan mekanisme infeksi.
31. EPIDEMOLOGI
• Osteomielitis sering ditemukan pada usia
dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada
bayi dan ‘infant’.
• Anak laki-laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4:1).
• Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang
panjang seperti femur, tibia, radius, humerus,
ulna, dan fibula.
32. ETIOLOGI OSTEOMYELITIS
• Hematogen osteomyelitis
Biasanya terjadi pada anak anak, jika terjadi
pada orang dewasa mungkin ada suatu
imunokompromised misalnya diabetes
melitus.
• Direct trauma atau contagious inoculation
osteomyelitis karena trauma atau
pembedahan
33. OSTEOMYELITIS AKUT
• Keluhan utama yang muncul biasanya nyeri
lokal, bengkak, dan rasa hangat pada daerah
yang terinfeksi.
• Hal-ini sering muncul sehubungan dengan
demam dan malaise.
34. OSTEOMYELITIS KRONIS
• Osteomielitis kronis dapat muncul pada
presentasi awal sekalipun; tidak harus seorang
pasien melalui tahap akut, sub akut, kemudian
baru menjadi kronik
• Beberapa hal yang dapat mendahului
terjadinya osteomyelitis kronik adalah terapi
osteomyelitis akut yang tidak adekuat,
trauma, osteomyelitis hematogen, iatrogenik
seperti internal fiksasi atau infeksi tuberculosa
35. PATOFISIOLOGI
• Kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka
penetrasi langsung, melalui penyebaran
hematogen dari situs infeksi didekatnya ataupun
dari struktur lain yang jauh, atau selama
pembedahan dimana jaringan tubuh terpapar
dengan lingkungan sekitarnya.
• Secara singkat, patofisiologi osteomielitis
tergantung dari derajat kerusakan jaringan lunak
dan ketidak mampuan suplai darah, instabilitas
fragmen fraktur, inokulasi flora bakteri dan
sistem imun dari penjamu (host).
36. TAHAP PERKEMBANGAN
OSTEOMYELITIS
• Inflamasi tahap ini mewakili peradangan awal
dengan kongesti vaskuler dan tekanan intraosseus
yang meningkat. Obstruksi dari aliran darah mencul
pada trombosis intravaskuler.
• Supurasi nanah di dalam tulang memaksakan
jalannya menuju sistem havers dan membentuk abses
subperiosteal dalam 2-3 hari.
• Sekuestrum Meningkatnya tekanan, obstruksi
vaskuler, dan trombus yang infektif di sekitar
pembuluh darah periosteal dan endosteal,
menyebabkan nekrosis tulang dan formasi sekuestrum
sekitar 7 hari.
38. • Involukrum ini adalah formasi tulang baru
dari permukaan periosteum.
• Resolusi atau progresi menuju komplikasi
dengan antibiotik dan terapi pembedahan
pada awal dari penyakit, osteomielitis dapat
sembuh tanpa komlikasi sama sekali.
39. OSTEOMYELITIS ANAK
• S.aureus adalah agen kausatif pada 70-90% kasus
pediatri.
• Pada anak yang lebih tua, organisme yang menginfeksi
selain S.aureus, dapat juga Grup A beta-Streptococcus
hemolitikus, Mycobacterium, Salmonella, bakteri
gram-negatif, sifilis, dan fungal, serta agen viral
menjadi penyebab yang lebih jarang pada
osteomielitis.
• Abses Brodie adalah bentuk terlokalisir dari
osteomielitis yang muncul pada tahap subakut tanpa
melewati gejala akut. Evaluasi histologi menunjukkan
kavitas abses intraoseus tergaris oleh jaringan
granulasi.
41. DIAGNOSIS
• Anamnesa dan pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan radiologis foto rontgen, CT
scan, MRI
• Pemeriksaan kultur darah atau jaringan tulang
42. ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIK
• Riwayat trauma pada daerah yang
bersangkutan, riwayat infeksi di tempat lain
(paru paru, ISK dll), demam, malaise,
anoreksia, nyeri, bengkak, pada anak anak
dapat ditemukan ggn pertumbuhan
• Bengkak, nyeri tekan, kemerahan dan rasa
hangat pada daerah yang terkena, kadang
disertai limfodenopati regional
47. PENATALAKSANAAN
OSTEOMYELITIS AKUT
• MRS (tirah baring dan hidrasi)
• Splint untuk mencegah kontraktur, pemasangan
skin traksi
• Antibiotika intravena
• Drain secara terbuka dengan general anastesi.
Dilakukan jika ada gejala pus yang dalam yaitu
swelling, edema, fluktuasi, pyreksia, toksemia, nyeri
dan tidak ada perbaikan dengan pemberian antibiotika
selama 3 hari
• Setelah tanda infeksi menurun dimulai rehabilitasi
jalan dengan kruk, full weight bearing setelah 3-4
minggu
48. PENATALAKSANAAN
OSTEOMYELITIS KRONIS
• Antibiotika Asam fusidat / Clindamycin /
Chepalosporin
• Lokal dengan pasta colostomy untuk
menghentikan ekskoriasi
• Insisi abses
• Operasi
Eksisi sequester
Eksisi soft tissue yang terinfeksi
49. KOMPLIKASI OSTEOMYELITIS AKUT
• Penyebaran infeksi ke tempat lain (bakteremia
/ sepsis)
• Athritis supuratif
• Bone growth arrested
• Osteomyelitis kronis
50. KOMPLIKASI OSTEOMYELITIS KRONIS
• Gangguan sirkulasi
• Kerusakan saraf (nervus medianus)
• Suddeck atrhophy
• Mal union, delayed union, non union
• Kekakuan sendi
• Terutama pada pergelangan akibat pemakaian
bidai terlalu lama
• Suddeck atrhophy
• Rupture tendon
51. UNSTABLE PELVIS
• Sebagian besar fraktur pelvis bersifat stabil dan
terjadi dengan mekanisme low-energy injury
• Yang paling umum/sering terjadi adalah
kecelakaan kendaraan bermotor. Pasien dengan
cedera ini tidak hanya memiliki cedera pada
osseus tetapi seiring waktu juga sering kali
mengancam kehidupan
• Kematian setelah luka ini biasanya disebabkan
oleh perdarahan, kegagalan beberapa system
organ, atau sepsis
52. • Fraktur pelvis dapat bersifat unstable apabila
cincin pelvis mengalami kerusakan pada 2 tempat
atau lebih, biasanya terjadi karena high energy
injury.
• Pada daerah pelvis terdapat plexus plexus vena,
jika ada trauma seringkali menyebabkan
pecahnya pembuluh darah ini, dan pendarahan
baru berhenti jika cavum pelvis terisi penuh
dengan darah. Pada fraktur unstable, pendarahan
tidak berhenti karena pelvis tidak terfiksasi
dengan sempurna
• Yang paling sering karena kecelakaan kendaraan
bermotor dan jatuh dari ketinggian.
54. PENATALAKSANAAN
• Tujuan perawatan fraktur pelvis tidak stabil
adalah sama dengan patah tulang yang lain
• Prioritas awal pada pasien dengan hemodinamika
tidak stabil adalah dilakukan resusitasi agresif
dan pencegahan perdarahan lebih lanjut.
• Fiksasi eksternal diindikasikan sebagai
pengobatan langsung pada pasien yang
hemodinamika nya tidak stabil dengan fraktur
panggul yang tidak stabil.
55. • Buka reduksi dan fiksasi internal (ORIF) lebih
disukai untuk pengelolaan definitif dan telah
terbukti memberikan hasil yang lebih unggul.
• ORIF merupakan kontraindikasi untuk pasien
yang tidak stabil dan sakit kritis atau mereka yang
berat patah tulang terbuka dengan debridement
luka yang tidak memadai, menghancurkan
cedera, dan penempatan dari sebuah tabung
suprapubik operasi di lapangan.
57. DISLOKASI DAN FRAKTUR DISLOKASI
• Keadaan dimana tulang-tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis tulang lepas dari sendi
(brunner & suddarth)
• Merupakan suatu kedaruratan yang
membutuhkan pertolongan segera
• Dislokasi jarang terjadi pada anak-anak muda,
anak-anak lebih rentan terhadap patah tulang
daripada dislokasi.
58. PATOFISIOLOGI
• Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan
sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari
posisinya yang normal di dalam sendi.
• Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit
atau trauma karena dapatan (acquired) atau
karena sejak lahir (kongenital).
• Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang di-sertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dislokasi.
59. DIAGNOSIS
• Anamnesa mencari faktor resiko atau
penyebab terjadinya dislokasi dan fraktur
dislokasi
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan radiologis Xray dan MRI
60. ANAMNESA
• Sejak kapan terjadinya, untuk membedakan antara
kelainan kongenital dengan kelainan yang didapat
• Riwayat terjadinya trauma, misalnya trauma olahraga
atau karena kecelakaan
• Adanya riwayat fraktur dengan penyebab yang tidak
jelas atau adakah penyakit kegananasan (fraktur
patologis), perlu ditanyakan jika tidak ditemukan
adanya riwayat terjadinya trauma
• Lokasi terjadinya dislokasi, perbedaan tempat
terjadinya akan menentukan penatalaksanaan yang
berbeda beda juga.
61. PEMERIKSAAN FISIK
• Nyeri pada daerah yang mengalami trauma
• Pembengkakan
• Kesulitan menggunakan atau memindahkan
area yang terluka dengan cara yang normal
• Kecacatan pada daerah dislokasi
• Kehangatan, memar atau kemerahan pada
daerah yang terluka
62. DISLOKASI RAHANG
• Seringkali terjadi ketika seseorang membuka
mulut terlalu lebar dan biasanya tidak dapat
tertutup kembali dengan bantuan otot otot
wajah dan membutuhkan adanya tekanan
dengan daya paksa yang cukup.
• Dapat menyebabkan terjadinya nyeri yang kronis
pada kedua rahang dan kepala yang sangat hebat
sehingga menyebabkan kesulitan berkonsentrasi.
Gejala gejala ini bervariasi tergantung dari tingkat
keparahan dislokasi dan berapa lama seseorang
telah mengalami trauma tersebut.
64. GEJALA KLINIS DISLOKASI RAHANG
• Gejala yang awal terjadi biasanya adanya sakit
kepala dan spasme dan nyeri otot pada daerah
wajah, rahang dan leher, kadang disertai juga
dengan adanya suara seperti orang mengunyah
(crunch noise) pada daerah yang mengalami
dislokasi (sekitar telinga).
• Gejala jangka panjangnya dapat menyebabkan
gangguan tidur, kelelahan, gejala frustasi, mudah
marah, depresi dan lain lain akibat gangguan
dalam melakukan aktivitas antara lain makan,
minum, berbicara dan lain lain.
65. PENATALAKSANAAN
DISLOKASI RAHANG
• Reposisi rahang ditekan kebawah dengan
mempergunakan ibu jari yang sudah dilindungi
balutan, ibu jari tersebut diletakkan pada geraham
paling belakang, tekanan tersebut harus mantap tetapi
pelan-pelan bersamaan dengan penekanan jari-jari
yang lain mengangkat dagu penderita keatas. Tindakan
dikatakan berhasil bila rahang tersebut menutup
dengan cepat dan keras.
• Pengobatan simptomatis dapat digunakan obat
obatan analgesik (Paracetamol) untuk mengurangi rasa
nyeri
67. DISLOKASI BAHU
• Dikatakan dislokasi bahu bila os humerus
terlepas dari scapula pada glenohumeral joint.
• Sendi pada bagian bahu adalah sendi yang
memiliki area pergerakan (ROM) yang paling
luas dibanding seluruh sendi yang ada di
tubuh manusia. Sebagian besar dislokasi sendi
yang terjadi adalah dislokasi pada sendi bahu.
• Berdasarkan arah dislokasinya, dapat terjadi
kea rah anterior, posterior dan inferior
68. GEJALA KLINIS DISLOKASI BAHU
• Sendi bahu tidak dapat digerakan
• Korban menggendong tangan yang sakit
dengan tangan yang lain
• Korban tidak bisa memegang bahu yang
berlawanan
• Kontur bahu hilang
• Bongkol sendi tidak teraba pada tempatnya
69. REPOSISI HENNIPEN
• Secara perlahan dielevasikan sehingga bongkol
sendi masuk kedalam mangkok sendi. Pasien
duduk atau tidur dengan posisi 45 derajat, siku
pasien ditahan oleh tangan kanan penolong dan
tangan kiri penolong melakukan rotasi arah
keluar (eksterna) sampai 90 derajat dengan
lembut dan perlahan, jika korban merasa nyeri,
rotasi eksterna sementara dihentikan sampai
terjadi relaksasi otot, kemudian dilanjutkan.
Sesudah relaksasi eksterna mencapai 90 derajat
maka reposisi akan terjadi.
70.
71. REPOSISI STIMSON
• Pasien tidur tengkurap, kemudian tangan yang
dislokasi digantung tempat tidur diberi beban
10-15 pound selama 30 menit biasanya akan
terjadi reposisi jika tidak berhasil
dapatditolong dengan pergerakan rotasi dan
kemudian interna.
72.
73. DISLOKASI PANGGUL
• Bisa karena kongenital, bisa karena didapat
• Dislokasi panggul yang didapat biasanya terjadi karena
tekanan dengan gaya yang hebat, paling sering terjadi pada
kecelakaan kendaraan bermotor. Jatuh dari ketinggian,
misalnya tangga, juga menimbulkan gaya tekan yang cukup
besar untuk menimbulkan terjadinya dislokasi panggul.
• Karena gaya yang bekerja cukup besar, biasanya disertai
juga dengan adanya kelaianan lain seperti adanya fraktur
pada daerah pelvis.
• Pada orang tua resiko terjadinya dislokasi panggul
meningkat mengingat kerapuhan tulang yang meningkat
seiring bertambahnya usia.
74.
75. PENATALAKSANAAN
• Reduction / Reposisi Reposisi ini prinsipnya adalah
menyatukan kembali caput femoris pada acetabulum.
Dapat dilakukan secara terbuka maupun secara
tertutup. Pada anak usia 6 bulan – 2 tahun dapat
dilakukan dengan reposisi secara tertutup dengan
menggunakan anastesi dan muscle relaxan. Jika
reposisi secara tertutup ini gagal, dilakukan reposisi
secara terbuka dengan operasi.
• Retain / Imobilisasi / Fiksasi Dilakukan setelah
reposisi. Penderita disaran memakai cast atau braces
dengan tujuan untuk mempertahankan posisi sendi
selama proses penyembuhan dari tulang.
76. • Rehabilitation Dapat dilakukan selama 2-3
bulan tergantung dari keadaan pasien. Tujuan
dilakukan rehabilitasi ini adalah mengurangi
pembengkakan, memelihara gerakan sendi,
melatih kekuatan otot dan mempercepat
kembalinya fungsi normal dari sendi dan tulang.
5-7 hari setelah terjadinya trauma, pasien mulai
diajarkan untuk melakukan gerakan pasif untuk
meningkatkan flexibilitas pergerakan sendi.
Penggunaan alat bantu berjalan perlu diberikan,
antara lain kruk (tongkat).
77. TRAUMATIK AMPUTASI
• Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan
memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh
bagian ekstremitas.
• Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
adalam kondisi pilihan terakhir manakala
masalah organ yang terjadi pada ekstremitas
sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain atau manakala kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh
penderita secara utuh atau merusak organ tubuh
yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi
infeksi.
78.
79. BEBERAPA KASUS AMPUTASI
• Fraktur multipel organ tubuh yang tidak mungkin
dapat diperbaiki
• Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin
diperbaiki
• Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang
berat
• Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke
anggota tubuh lainnya
• Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi
secara konservatif
• Deformitas organ
80. JENIS AMPUTASI
• Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi
infeksi yang berat dimana pemotongan pada
tulang dan otot pada tingkat yang sama. Biasanya
dilakukan pada kasus kasus yang gawat.
• Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi
yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif
kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan
memotong kurang lebih 5 cm di bawah potongan
otot dan tulang.
81. • Amputasi semi terbuka / tertutup selain kedua
jenis amputasi di atas, dikenal juga dengan istilah
amputasi semi open. Prinsip amputasi ini sama
dengan amputasi tertutup, tapi jahitannya lebih
jarang. Jika luka terjadi pada golden periode,
jenis amputasi ini adalah yang cocok digunakan.
• Tujuan mengapa jenis amputasi ini dijahit
situasional adalah :
Jika masih ada kotoran, maka dapat keluar dengan
sendirinya fungsi drainage
Jika sudah tidak ada kotoron, jahitan akan kering dan
luka akan tertutup sehingga tidak perlu dilakukan
operasi ulang
84. INDIKASI AMPUTASI (3D)
• Dead
Penyakit vaskular perifer menyebabkan hampir
90% amputasi. Sebab lainnya yang menyebabkan
kematian tulang adalah, luka bakar, trauma, dan
frostbite.
• Dangerous
Contohnya adalah tumor malignant, sepsis dan
crush injury.
• Damn nuisance
85. PENATALAKSANAAN
• Fungsi vital penderita diperbaiki
• Hentikan pendarahan
• Luka dibungkus secara steril atau bersih lalu
dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap
air lalu diikat. Selanjutnya dimasukkan ke
dalam kantong plastik II yang berisi campuran
air dan potongan es batu (4 derajat celcius)
• Penderita dibawa ke RS dengan fasilitas
replantasi
86. • Pemotongan otot pada amputasi memegang
prinsip otot bagian medial bertemu dengan otot
lateral dan otot bagian anterior bertemu dengan
otot posterior
• Kemudian dijahit membentuk bentukan klonus
(bulat lancip), pemotongan dengan bentuk
seperti ini bertujuan untuk pemasangan protese.
• Protese baru dipasang ketika pembengkakan dan
tanda tanda infeksi sudah mereda, karena jika
diukur pada saat masih bengkak maka ukurannya
akan berubah, dan pada saat luka masih infeksi
akan menimbulkan rasa sakit.
• Selama belum terpasang protese, harus
dilakukan fisioterapi dulu.