PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
Bacaan antikorupsi gratifikasi ppih
1. GRATIFIKASI DAN TINDAK KORUPSI
Diedit oleh: dr. H. Eddy Siswanto, MPHM
A. PERIHAL GRATIFIKASI
1. Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001
Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau
tanpa sarana elektronik.
Pengecualian:
Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
2. Peraturan yang Mengatur Gratifikasi
Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian
suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya,
Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK
3. Penjelasan Aturan Hukum
Pasal 12 UU No. 20/2001:
• Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp
1 miliar:
• Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya.
2. • Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
4. Sanksi
Pasal 12B ayat (2) UU no. 31/1999 jo UU No. 20/2001
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
B. WAJIB LAPOR
1. Penyelenggara Negara Yang Wajib Melaporkan Gratifikasi yaitu:
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II pasal 2, meliputi :
• Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara.
• Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara
• Menteri
• Gubernur
• Hakim
Pejabat Negara Lainnya :
• Duta Besar
• Wakil Gubernur
• Bupati / Walikota dan Wakilnya
• Pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis :
• Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD
• Pimpinan Bank Indonesia.
• Pimpinan Perguruan Tinggi.
• Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan
Militer.
• Jaksa
• Penyidik.
• Panitera Pengadilan.
3. • Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek.
• Pegawai Negeri
Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan No.
20 tahun 2001 meliputi :
• Pegawai pada : MA, MK
• Pegawai pada L Kementrian/Departemen &LPND
• Pegawai pada Kejagung
• Pegawai pada Bank Indonesia
• Pimpinan dan Pegawai pada Sekretariat MPR/DPR/DPD/DPRD Propinsi/Dati II
• Pegawai pada Perguruan Tinggi
• Pegawai pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Keppres maupun PP
• Pimpinan dan pegawai pada Sekr. Presiden, Sekr. Wk. Presiden, Sekkab dan Sekmil
• Pegawai pada BUMN dan BUMD
• Pegawai pada Badan Peradilan
• Anggota TNI dan POLRI serta Pegawai Sipil dilingkungan TNI dan POLRI
• Pimpinan dan Pegawai dilingkungan Pemda Dati I dan Dati II
C. PERBEDAAN ANTARA GRATIFIKASI DENGAN SUAP MENYUAP
Perbedaan gratifikasi dengan suap dapat dibaca pada table berikut ini.
Perbedaan Suap Gratifikasi
Pengaturan 1. Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (Wetboek van
Strafrecht, Staatsblad 1915 No
73)
2. UU No. 11 Tahun 1980
tentang Tindak Pidana Suap
(“UU 11/1980”)
3. UU No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan UU No. 31
Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
1. UU No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan UU No. 31
Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi serta diatur pula dalam
UU No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi
(“UU Pemberantasan Tipikor”)
2. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
03/PMK.06/2011 tentang
Pengelolaan Barang Milik
4. Korupsi serta diatur pula dalam
UU No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi
(“UU Pemberantasan Tipikor”)
Negara yang Berasal Dari
Barang Rampasan Negara dan
Barang Gratifikasi.
Definisi Barangsiapa menerima sesuatu
atau janji, sedangkan ia
mengetahui atau patut dapat
menduga bahwa pemberian
sesuatu atau janji itu
dimaksudkan supaya ia berbuat
sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu dalam tugasnya, yang
berlawanan dengan
kewenangan atau kewajibannya
yang menyangkut kepentingan
umum, dipidana karena
menerima suap dengan pidana
penjara selama-lamanya 3 (tiga)
tahun atau denda sebanyak-
banyaknya Rp.15.000.000.-
(lima belas juta rupiah) (Pasal 3
UU 3/1980).
Pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi,
pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Gratifikasi
tersebut baik yang diterima di
dalam negeri maupun di luar
negeri dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana
elektronik atau tanpa sarana
elektronik (Penjelasan Pasal
12B UU Pemberantasan
Tipikor)
Sanksi
UU 11/1980:
Pidana penjara selama-
lamanya 3 (tiga) tahun atau
denda sebanyak-banyaknya
Rp.15.000.000.- (lima belas juta
rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).
KUHP:
pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah (Pasal 149)
UU Pemberantasan Tipikor:
Dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda
paling sedikit Rp 50.000.000,00
Pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh)
tahun, dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) (Pasal 12B
ayat [2] UU Pemberantasan
TipikoR)
5. (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) pegawai
negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah
atau janji padahal diketahui atau
patut diduga, bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan
dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji
tersebut ada hubungan dengan
jabatannya (Pasal 11 UU
Pemberantasan Tipikor).
Jadi, selain pengaturan suap dan gratifikasi berbeda, definisi dan sanksinya juga berbeda. Dari
definisi tersebut di atas, tampak bahwa suap dapat berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan
pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Jika melihat pada ketentuan-ketentuan tersebut,
dalam suap ada unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada intensi atau
maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya. Sedangkan
untuk gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, namun dapat dianggap sebagai
suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban
atau tugasnya.
Jadi, dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia memang masih belum terlalu jelas
pemisahan antara perbuatan pidana suap dan perbuatan pidana gratifikasi karena perbuatan
gratifikasi dapat dianggap sebagai suap jika diberikan terkait dengan jabatan dari pejabat negara
yang menerima hadiah tersebut.
Hal tersebut berbeda dengan pengaturan di Amerika yang mana antara suap dan gratifikasi yang
dilarang dibedakan. Perbedaannya adalah jika dalam gratifikasi yang dilarang, pemberi gratifikasi
memiliki maksud bahwa pemberian itu sebagai penghargaan atas dilakukannya suatu tindakan
resmi, sedangkan dalam suap pemberi memiliki maksud (sedikit banyak) untuk mempengaruhi
suatu tindakan resmi (sumber: “Defining Corruption: A Comparison of the Substantive Criminal
Law of Public Corruption in the United States and the United Kingdom”, Greg Scally: 2009).
Sehingga jelas pembedaan antara suap dan gratifikasi adalah pada tempus (waktu) dan
intensinya (maksudnya).
6. Mengenai faktor apa yang mendasari adanya perumusan mengenai delik gratifikasi, kami
merujuk pada salah satu penjelasan yang diamuat dalam Buku Saku Memahami Gratifikasi
yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di dalam buku tersebut (hal. 1)
dijelaskan sebagai berikut:
Terbentuknya peraturan tentang gratifikasi ini merupakan bentuk kesadaran bahwa gratifikasi
dapat mempunyai dampak yang negatif dan dapat disalahgunakan, khususnya dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga unsur ini diatur dalam perundang-undangan
mengenai tindak pidana korupsi. Diharapkan jika budaya pemberian dan penerimaan gratifikasi
kepada/oleh Penyelenggara Negara dan Pegawai Negeri dapat dihentikan, maka tindak pidana
pemerasan dan suap dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan.
Di dalam buku tersebut juga dijelaskan contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan
sebagai gratifikasi yang sering terjadi, yaitu (hal. 19):
1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh
rekanan atau bawahannya
2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor
pejabat tersebut
3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi
secara cuma-cuma
4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan
5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap;
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
4. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.