SlideShare a Scribd company logo
1 of 64
PENGGOLONGAN KORUPSI
Pengelolaan Keuangan Negara / Daerah ?????
KKN
PEMAHAMAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI
 Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang
merusak dan mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa. Pelbagai peraturan
peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memberantas korupsi
telah diterbitkan. Namun, praktik korupsi masih terus berulang dan semakin
kompleks dalam realisasinya.
 Pada tahun 2010, menurut data Pacific Economic and Risk Consultansy, Indonesia
menempati urutan teratas sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam
kenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi disetiap tingkatan dan aspek
kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),
Proyek Pengadaan Barang/Jasa di instansi pemerintah, sampai proses
penegakkan hukum.
 Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar
oleh masayarakat umum, seperti memberi hadiah kepada Pejabat / Pegawai
Negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itu
dipandang lumrah sebagai kebiasaan dari budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini
lama-lama menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.
 Kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung di kalangan masyarakat salah
satunya disebabkan karena masih kurangnya pemahaman mereka terhadap pengertian
korupsi. Selama ini, kosakata korupsi sudah populer di Indonesia. Hampir semua orang
pernah mendengar kata korupsi. Dari mulai rakyat yang tinggal di pedalaman, mahasiswa,
pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum sampai pejabat negara. Namun jika
ditanya kepada mereka apa itu korupsi, jenis perbuatan apa saja yang bisa dikategorikan
tindak pidana korupsi? Hampir dipastikan sangat sedikit yang bisa menjawab secara benar
bentuk / jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh undang-undang.
 Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas di dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besar
pengertian korupsi didalam undang-undang tersebut dirujuk dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) yang lahir sebelum negara ini merdeka. Namun hingga saat ini
pemahaman masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat kurang.
 Menjadi lebih memahami pengertian korupsi juga bukan sesuatu hal yang mudah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kebiasaan berperilaku koruptif yang
selama ini dianggap sebgai hal wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai Tindak Pidana
Korupsi. Seperti Gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan
berhubungan dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dapat menjadi salah satu bentuk Tindak Pidana Korupsi.
 Mengetahui bentuk / jenis perbuatan yang bisa dikategorikan
sebagai korupsi adalah upaya dini untuk mencegah agar
seseorang tidak melakukan korupsi.
Apa Yang Dimaksud Dengan Korupsi ?
 Korupsi bersasal bahasa latin “Corruptio,” atau “Corruptos”
Kata tersebut kemudian diadopsi ke dalam beberapa bahasa, diantaranya yaitu :
Bahasa Inggris : Corruption ( Corrupt )
Bahasa Belanda : Corruptie
Bahasa Indonesia : Korupsi
 Korupsi secara harfiah bisa berarti :
1. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan
ketidakjujuran
2. Perbuatan yg buruk (penggelapan, uang, penerimaan uang sogok, dsb)
3. Perbuatan yg kenyataan menimbulkan keadaan yg bersifat buruk
 Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang dalam 30 buah Pasal
dalam UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 7 (tujuh) bentuk / jenis tindak pidana
korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan
yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
Ketigapuluh bentuk / jenis tindak pidana korupsi tersebut pada
dasarnya dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap - Menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
7
KORUPSI
UU NO 31 TH 1999
JO
UU NO 20 TH 2001
KERUGIAN
KEUANGAN
NEGARA
Ps 2 & 3
SUAP
MENYUAP
Ps
5,6,11,12,13
PENGGELAPAN
DLM JABATAN
Ps 8, 9,
Ps 10.a,b c
PERBUATAN
PEMERASAN
Ps 12, e,g, f
PERBUATAN CURANG
Ps 7 ayat (1) a,b,C,d
Ps 7 (2)
Ps 12.b
Benturan
Kepentingan
Ps 12 i
Gratifikasi
Ps 12 c
Selain defenisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas,
masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi. Jenis tindak pidana lain tersebut tertuang dalam Pasal 21, 22,
23, dan 24 Bab III UU No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi.
Janis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi
terdiri atas :
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.
2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak
benar.
3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.
4. Saksi atau Ahli yang tidak memberika keterangan atau memberi
keterangan palsu.
5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan
keterangan atau memberi keterangan palsu.
6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI
Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana
korupsi, harus memenuhi rumusan unsur-unsur sebagaimana termuat
dalam masing-masing Pasal, yaitu :
Unsur Pasal 2 :
 Setiap orang ;
 Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi ;
 Dengan cara melawan hukum ;
 Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Unsur Pasal 3 :
 Setiap orang ;
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
korporasi ;
 Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana ;
 Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan ;
 Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf a :
 Setiap orang ;
 Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu ;
 Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya.
Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf b :
 Setiap orang ;
 Memberi sesuatu ;
 Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Unsur Pasal 13 :
 Setiap orang ;
 Memberi hadiah atau janji ;
 Kepada Pegawai Negeri ;
 Dengan mengingat kekuasan atau wewenang yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
Unsur Pasal 5 ayat (2) :
 Pegawai Negeri atau Penyelanggara Negara ;
 Menerima pemberian atau janji ;
 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b
Unsur Pasal 12 huruf a :
 Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Menerima hadiah atau janji ;
 Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ;
 Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Unsur Pasal 12 huruf b :
 Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;
 Menerima hadiah ;
 Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ;
 Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Menerima Hadiah atau Janji
berhubungan dengan Jabatannya
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan
paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50
juta dan paling banyak Rp 250 juta
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara
 Menerima hadiah atau janji
 Padahal diketahuinya
 Atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan
dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya
dengan jabatannya.
Pasal 5 ayat (1) huruf a
 Memberi atau menjanjikan sesuatu;
 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;
 dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya;
 yang bertentangan dengan kewajibannya.
Menyuap Pegawai Negeri atau Penyelenggara
Negara
Dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh
juta rupiah
Pasal 7 ayat (1) huruf a
 Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;
 Melakukan perbuatan curang;
 Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan
bangunan ;
 Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan
barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang .
Pemborong Berbuat Curang
Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah
Pasal 7 ayat (1) huruf b
 Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan;
 Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat
bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ;
 Dilakukan dengan sengaja ;
 Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf a .
Pengawas Membiarkan Kecurangan
Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah
Pasal 12 huruf e
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan
paling banyak Rp 1 miliar:
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
 Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain;
 Secara melawan hukum;
 Memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima bayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri;
 Menyalahgunakan kekuasaannya.
Pegawai Negeri / Penyelenggara
Negara Memeras
Turut Serta Dalam Pengadaan
Pasal 12 huruf i
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan
paling banyak Rp 1 miliar:
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
 Dengan sengaja;
 Langsung atau tidak langsung turut serta dalam
pemborongan, pengadaan, atau persewaan;
 Pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau
sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
Pasal 12B ayat (1)
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan
dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
 yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh
penerima gratifikasi;
 yang nilainya kurang dari Rp 10 juta pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
GRATIFIKASI
Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12 B
UU No. 20 Tahun 2001
 Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,
rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan
fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri
maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan
sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik .
 Pengecualian
 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :
 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1)
tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang
diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Sanksinya
Pasal 12B ayat (2)
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp
1 miliar.
Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi
30
H
A
R
I
K
E
R
J
A
7 Hari Kerja sejak
ditetapkan statusnya
Pasal 16, 17 & 18
UU No. 30
th. 2002
Waktu 30 hari
kerja
sejak diterima
Pasal
12C
UU
No. 20
th
2001
Penerima
Gratifikasi
Laporan Tertulis
kepada KPK
Dapat memanggil
Penerima Gratifikasi
SK Pimpinan
KPK ttg
Status Gratifikasi
Proses
Penetapan Status
Pimpinan KPK
melakukan
penelitian
Penerima
Gratifikasi
Menteri
Keuangan
Modus Operandi Korupsi
PENYIMPANGAN
PROSEDUR
PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI PEMERINTAH
TIDAK SESUAI PERATURAN PER UU AN.
BUKU/DAFTAR YG BIASA DIGUN PEMERIKSAAN ADM
MARK - UP
PERBUATAN
CURANG
GRATIFIKASI
( SUAP )
PENGGELAPAN
PEMALSUAN
HARGA / JUMLAH
-PERENCANAAN, -PELAKSANAAN
-PELAPORAN
PENGADAAN BARANG/JASA TIDAK SESUAI OWNER ESTIMATE
PENERIMA TIDAK MELAPOR KEPADA KPK
UANG DAN SURAT BERHARGA DALAM JABATAN
DALAM JABATANPEMERASAN
TERLIBAT PEMBORONGAN, PENGADAAN,PERSEWAAN PADAHAL IA PENGURUS/PENGAWAS
Sebagaimana UU NO 31 / 1999 yang telah diubah
denganUU NO 20 / 2001Pelaku KORUPSI
-Perbuatan curang, membahayakan
keamanan umum (Psl 7)PEMBORONG
-Suap (Psl 5,6,11,12,13)
-Setiap orang
-Pegawai negeri
-Penylgr negara
-Hakim
-Advokat
-UU Lain yang menyebut -----korupsi
SUBYEK PERBUATAN AKIBAT
SETIAP
ORANG
-Merugikan Ku /
ekonomi Negara
-Merugikan individu,
instansi, dunia usaha
& masyarakat
-Bangsa dan negara
terpuruk
-Memperkaya diri, orang lain, koorporasi
secara melawan hukum (Psl 2)
-Menguntungkan diri, orang lain, koorporasi
dengan menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana karena jabatan
/kedudukan (Psl 3)
-Pegawai negeri
-Selain PN
-Penggelapan uang/surat berharga (Psl 8)
-Pemalsuan, menghilangkan, merusakkan
buku-buku/daftar-daftar (Psl 9, 10)
Melawan Hukum untuk Memperkaya Diri dan
Menyalahgunakan Kewenangan
Pasal 2 (Break of Law)
 secara melawan hukum;
 memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau korporasi;
Setiap
Orang
atau
Korpo-
rasi
Yang dapat
merugikan keuangan
negara atau
perekonomian
negara
Pasal 3 (Abuse of Power)
- dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi;
- menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan
atau kedudukan;
ECW
Neloe
Formil dan materiil
(perbuatan tercela)
Korporasi :
adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang
terorganisasi baik merupakan badan hukum
maupun bukan badan hukum.
PERLUASAN PENGERTIAN PEGAWAI NEGERI
1. Orang yang mendapat gaji, upah dari negara atau
korporasi.
2. Orang yang menerima Modal atau fasilitas dari
negara.
Yang dimaksud dengan fasilitas dari negara adalah
perlakuan istimewa yang diberikan dalam berbagai
bentuk misalnya bunga pinjaman yang tidak wajar,
pemberian ijin yang eksklusif termasuk keringanan
biaya masuk, pemberian harga atau pajak yang tidak
wajar (bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku).
PIDANA KHUSUS
PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI
PREVENTIF
(Pencegahan)
REPRESIF
(Penindakan)
Pelaksanaan Program
Binmatkum
Penyelidikan
Penyidikan
Penuntutan
UPAYA PENEGAKAN HUKUM :
 Preventif, yaitu strategi yang diarahkan untuk
mencegah terjadinya tindak pidana dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor
penyebab atau peluang terjadinya tindak pidana.
 Detektif, yaitu strategi yang diarahkan untuk
mengidentifikasi tindak pidana yang sering terjadi.
 Represif, yaitu strategi yang diarahkan untuk
menangani atau memproses pelaku tindak pidana
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
PERAN SERTA MASYARAKAT
1. Pasal 41 UU 31/1999 Jo UU 20/2001 : Pada intinya masyarakat dapat
berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi.
2. Wujud dari peran serta masyarakat tersebut berupa :
 Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan
telah terjadi tindak pidana korupsi.
 Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan
memberikan informasi adanya dugaan TPK kepada Aparat Penegak
Hukum yang menangani perkara TPK.
 Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab
kepada penegak hukum yang menangani TPK.
 Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya
yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 hari.
 Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
Penyelidikan
Adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Tugas penyelidikan adalah sangat penting karena merupakan landasan
yang kuat didalam menunjang tugas penyidikan.
Sumber Informasi Sebagai Dasar Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi
didapat dari :
1. Laporan atau Pengaduan Masyarakat
2. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI
3. Temuan sendiri.
4. Media massa.
L / satuan operasi
L / satuan TO
L / satuan penyelidikan
Jaksa
Kesimpulan
 Kegiatan penyelidikan dilakukan segera setelah aparat penegak hukum menerima
informasi / laporan / pengaduan tentang dugaan adanya suatu tindak pidana
korupsi. Kegiatan penyelidikan ditujukan untuk Mencari, Menggali, Mengumpulkan
Bahan Keterangan, dan Data-Data sebanyak dan selengkap mungkin dari berbagai
sumber, baik dilakukan secara terbuka maupun tertutup, yang selanjutnya bahan
keterangan dan data-data tersebut diolah dalam satu proses sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan.
 Oleh karena tugas penyelidikan berfungsi sebagai dasar untuk tugas penyidikan
selanjutnya maka hasil tugas penyelidikan tersebut diharapkan dapat memberikan
kesimpulan bahwa :
Apakah suatu peristiwa pidana itu adalah merupakan suatu kejahatan yang
sekaligus dapat menentukan arah dan alat bukti yang telah diperoleh, sehingga
dapat mempermudah penyidikanya.
Selanjutnya dari bahan keterangan dan data maupun dokumen yang diperoleh
tersebut diolah dalam satu proses analisa yuridis sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan tentang “Apakah suatu perkara yang dilakukan penyelidikan
tersebut telah diperoleh ataupun ditemukan bukti permulaan / bukti awal
yang cukup telah terjadinya suatu tindak pidana ?”
“ BUKTI PERMULAAN “
 Dalam hal Penyidik yang melakukan Penyidikan menetapkan seorang yang karena
perbuatannya atau keadaannya patut diduga sebagai tersangka pelaku tindak pidana, maka
penetapan Penyidik itu harus didasarkan pada “Bukti Permulaan” (Prima Facie Evident)
 Demikian pula dalam hal Penyidik melakukan tindakan penangkapan terhadap seorang yang
diduga keras sebagai pelaku tindak pidana, maka perintah penangkapan itu harus didasarkan
pada “Bukti Permulaan”
“ BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP “
 Adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana.
 Sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) alat bukti yang sah.
ALAT BUKTI YANG SAH :
1. Keterangan Saksi
2. Keterangan Ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan Terdakwa
 Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP diterangkan bahwa : “Yang dimaksud dengan Bukti
Permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana
sesuai dengan bukyi Pasal 1 butir 14”
 Pasal tersebut menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan
sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul melakukan tindak
pidana.
 Dengan membaca penjelasan Pasal 17, ternyata apa yang dimaksud dengan Bukti
Permulaan (Prima Facie Evident) masih tetap tidak jelas, apakah bukti permulaan itu
berbentuk Barang Bukti ataukah berbentuk Alat Bukti Yang Sah.
 Hal ini dapat menimbulkan munculnya berbagai penafsiran, berhubung tindakan
Penyidikan itu mempunyai tujuan utama untuk mengumpulkan Bukti yang pada
akhirnya akan bermuara pada penyajian pembuktian di muka sidang Pengadilan, maka
penafsiran terhadap pengertian “Bukti” harus didasarkan dan tidak boleh dilepaskan
dari pengertian “Alat-Alat Bukti Yang Sah”
 Dengan demikian dapat diketahui bahwa alat pembuktian yang berlaku dan bernilai
untuk memutuskan bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak pidana
adalah “Alat Bukti Yang Sah” sekurang-kurangnya sebanyak 2 (dua) alat bukti yang
sah.
 Untuk dapat lebih memahami bahwa yang dimaksud dengan pengertian Bukti
Permulaan itu adalah merupakan alat bukti yang sah, maka hal tersebut perlu
dikaitkan dengan keseluruhan proses peradilan perkara pidana yang dimulai
dari proses PENYIDIKAN, yaitu dalam bentuk serangakaian tindakan
PENYIDIK dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam KUHAP untuk
mencari serta mengumpulkan “Bukti” (alat-alat bukti dan barang bukti) yang
dengan bukti itu tindak pidana yang ditangani menjadi terang / jelas
(jenis/kualifikasinya, apakah pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan,
pembunuhan, atau korupsi) dan sekaligus untuk menentukan dan menemukan
siapa orang yang menjadi tersangka pelaku tindak pidana yang sedang ditangani
oleh Penyidik yang bersangkutan.
 Sebagai target utama dari tindakan penyidikan adalah mengumpulkan bukti
yang terdiri dari barang bukti dan alat bukti yang sah.
 Dengan demikian alat bukti yang dikumpulkan/diketemukan/diperoleh dalam
pemeriksaan Penyidikan tersebut dinamakan sebagai Bukti Permulaan, karena
kedudukan dan dan fungsinya baru sebagai “Calon Alat Bukti Yang Sah”.
 Calon alat bukti tersebut setelah disajikan atau diajukan oleh Penuntut Umum di
muka persidangan, maka calon alat bukti yang sah atau bukti permulaan
tersebut benar-benar berubah menjadi “Alat Bukti Yang Sah
Penyidikan
Adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi
dan guna menemukan tersangkanya.
 Kegiatan penyidikan tindak pidana korupsi bertujuan
untuk mencari dan menemukan unsur-unsur tindak
pidana korupsi berikut alat bukti yang sah. Dengan
demikian dalam kegiatan penyidikan ini diarahkan pada
konstruksi pasal-pasal yang disangkakan.
 Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 109 Ayat (1)
KUHAP yang berbunyi : “Dalam hal Penyidik telah mulai
melakukan suatu penyidikan peristiwa yang merupakan
tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada
Penuntut Umum.” Pemberitahuan tersebut disampaikan
oleh Penyidik kepada Penuntut Umum melalui SPDP.
 Sasaran / target tindakan Penyidikan adalah mengupayakan PEMBUKTIAN
tentang tindak pidana yang terjadi, agar tindak pidananya menjadi terang /
jelas dan sekaligus menemukan siapa tersangka pelakunya.
 Adapun yang dimaksud dengan “Pembuktian” adalah upaya menyajikan /
mengajukan alat-alat bukti yang sah dan barang bukti di depan sidang
Pengadilan untuk membuktikan kesalahan terdakwa sesuai dengan Surat
Dakwaan Penuntut Umum.
 Upaya pembuktian dilakukan dengan cara-cara yang diatur dalam KUHAP,
yaitu dengan melakukan kegiatan / tindakan mencari / menemukan /
mengumpulkan / menyita alat-alat bukti yang sah dan barang bukti, yang
selanjutnya melalui proses penuntutan, alat-alat bukti tersebut oleh Penuntut
Umum diajukan ke depan persidangan .
Dari ketentutan tersebut diatas menimbulkan Penafsiran yang
berbeda-beda tentang pengertian Pra Penuntutan, yaitu :
1. Pra Penuntutan ditafsirkan sebagai sarana koordinasi antara
Penyidik dengan Penuntut Umum sebelum Berkas Perkara
dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum.
2. Kewenangan Penuntut Umum untuk memberikan petunjuk dan
pengarahan kepada Penyidik untuk kesempurnaan Berkas Perkara.
3. Segala tindakan Penuntut Umum yang dilakukanya, sebelum
Berkas Perkara dilimpahkan ke Pengadilan.
Dalam Pasal 14 Huruf (b) KUHAP menyebutkan bahwa :
“Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan Pra Penuntutan apabila
ada kekurangan-kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan
ketentutan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam
rangka penyempurnaan dari penyidikan.”
PRA
PENUNTUTAN
PROSES PRA PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN
1. Segera setelah Pihak Kejaksaan menerima Surat Perintah Dimulainya
Penyidikan (SPDP) dari Penyidik, maka diterbitkan P-16 (Surat Perintah
Penunjukan Jaksa Penuntut Umum Untuk Mengikuti Perkembangan
Penyidikan Perkara Tindak Pidana).
2. Apabila setelah pengiriman SPDP, namun Penyidik belum juga menyerah-
kan hasil penyidikannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka pihak
Kejaksaan menerbitkan P-17 (Surat Permintaan Perkembangan Hasil
Penyidikan)
3. Apabila setelah pengiriman SPDP, Penyidik segera menyerahkan berkas
perkara, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bersangkutan segera
memeriksa dan meneliti berkas perkara tersebut.
4. Apabila dan pemeriksaan dan penelitian berkas perkara tersebut, JPU
berpendapat masih diperlukan penyempurnaan, maka diterbitkan P-18 dan
P-19 untuk penyidik.
P-18 : Surat pemberitahuan bahwa hasil penyidikan belum lengkap.
P-19 : Surat pengembalian berkas perkara disertai dengan petunjuk
untuk dilengkapi.
5. Bahwa Penyidik memiliki waktu selama 14 (empat belas) hari untuk
melakukan penyidikan tambahan dalam rangka penyempurnaan berkas
perkara.
6. Apabila dalam kurun waktu 14 hari, ternyata Penyidik belum menyelesai-
kan penyidikan tambahan atau Penyidik belum mengembalikan berkas
perkara tersebut ke Kejaksaan, maka pihak Kejaksaan menerbitkan P-20
(Surat Pemberitahuan Bahwa Waktu Penyidikan Tambahan Sudah
Habis).
7. P-21 (Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) diterbit-kan
oleh Kejaksaan apabila hasil pemeriksaan dan penelitian berkas perkara
yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk untuk
mengikuti perkembangan penyidikan memberikan kesimpulan bahwa
Berkas Perkara tersebut telah memenuhi syarat FORMIL dan MATERIIL.
8. Apabila setelah diterbitkan P-21, namun Penyidik belum juga menyerah-
kan tanggung jawab tersangka berikut barang buktinya kepada Penuntut
Umum, maka pihak Kejaksaan segera menerbitkan P-21 A (Surat
Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) kepada
Penyidik, dengan permintaan agar Penyidik segera menyerahkan
tanggung jawab tersangka dan barang buktinya dalam waktu yang tidak
terlalu lama.
PENYIDIK menyerahkan Berkas Perkara Hasil Penyidikan kepada PENUNTUT
UMUM. Penyerahan Berkas Perkara dari PENYIDIK kepada PENUNTUT UMUM
dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu :
Penyerahan Berkas Perkara TAHAP PERTAMA
Penyerahan Berkas Perkara TAHAP KEDUA
TAHAP PERTAMA :
Penyidik hanya menyerahkan Berkas
Perkara Hasil Penyidikan
TAHAP KEDUA :
Penyidik menyerahkan tanggung
jawab Tersangka dan Barang Bukti
PRA PENUNTUTAN PENUNTUTAN
1
2
PENERIMAAN BERKAS
PERKARA TAHAP-1
Setelah berkas perkara diterima dari Penyidik , tugas Jaksa
Penuntut Umum adalah melakukan penelitian berkas perkara
yang difokuskan kepada :
1. Kelengkapan formal, yakni meliputi segala sesuatu yang
berhubungan dengan formalitas / persyaratan, tata cara
penyidikan, yang harus dilengkapi dengan Surat Perintah, Berita
Acara. Izin/ Persetujuan Ketua Pengadilan , disamping penelitian
kwantitas kelengkapan syarat formal, perlu diteliti pula kwalitan
kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan
Undang –Undang.
2. Kelengkapan materiil: yakni kelengkapan informasi, data, fakta
dan alat bukti yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian.
Kriteria yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kelengkapan
materiil antara lain :
Pasal 8 ayat (3) huruf a KUHAP
 YAKNI meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan formalitas / persyaratan, yang
diantaranya meliputi :
 Tatacara penyidikan yang harus dilengkapi dengan surat perintah
 Berita Acara
 Izin atau persetujuan pengadilan.
 Disamping penelitian kuantitas kelengkapan syarat formil perlu diteliti pula kualitas
kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan UU.
KELENGKAPAN FORMIL
KELENGKAPAN MATERIIL
1. Apa yang terjadi (tindak pidana beserta kwalifikasi dan pasal
yang dilanggar);
2. Siapa pelaku, siapa siapa yang melihat, mendengar, mengalami
peristiwa itu (tersangka, saksi – saksi/ ahli);
3. Bagaimana perbuatan itu dilakukan (modus operandi);
4. Dimana perbuatan itu dilakukan (locus delicti);
5. Bilamana perbuatan dilakukan (tempus delicti)
6. Akibat apa yang ditimbulkannya (ditinjau secara victimologis)
7. Apa yang hendak dicapai dengan perbuatan itu (motivasi yang
mendorong pelaku).
8. Kelengkapan materiil terpenuhi bila segala sesuatu yang
diperlukan bagi kepentingan pembuktian telah tersedia sebagai
hasil penyidikan.
PENERIMAAN BERKAS
PERKARA TAHAP-2
TERSANGKA BARANG BUKTI
PENYERAHAN TANGGUNG JAWAB
Penerimaan tersangka
dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana
kebenaran tentang :
Keterangan-keterangan
tersangka dalam BAP;
Identitas tersangka (guna
mencegah terjadinya Error in
Persona; status tersangka
(ditahan/tidak, Residivis atau
pemula) maupun
kemungkinan ada tambahan
keterangan dari tersangka.
HAL-HAL YANG PERLU
DITELITI :
1. Kuantitas (jumlah,
ukuran,
takaran/timbangan atau
satuan lainnya)
2. Kualitas (harga, nilai ,
mutu, kadar dan lain
lain)
3. Kondisi (baik, rusak,
lengkap/ tidak lengkap).
Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP
PENUNTUTAN
Adalah tindakan PENUNTUT UMUM untuk melimpahkan perkara pidana ke
Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh
HAKIM di sidang pengadilan.
“Penuntut Umum berwenang melakukan
penuntutan terhadap siapapun yang
didakwa melakukan suatu tindak pidana
dalam daerah hukumnya dengan
melimpahkan perkara ke Pengadilan yang
berwenang mengadili”
( Pasal 137 KUHAP )
“Penuntut Umum melimpahkan perkara ke
Pengadilan Negeri dengan permintaan agar
segera mengadili perkara tersebut disertai
dengan Surat Dakwaan”
( Pasal 143 ayat (1) KUHAP )
PROSES PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN
1. Setelah PENYIDIK menyerahkan tanggung jawab tersangka berikut barang
buktinya ke Kejaksaan, maka pada saat itu juga JPU melakukan Pemeriksaan
terhadap Tersangka dan barang Bukti (Formulir Model : BA-15)
2. Selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Untuk Penyelesaian Tindak Pidana (Formulir Model : P-16 A)
3. Berkaitan dengan penahanan terdakwa, maka diterbitkan Surat Perintah
Penahanan / Pengalihan Jenis Penahanan (Formulir Model : T-7)
4. Dalam hal dilakukan penahanan, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan
penahanan terhadap Tersangka di Rumah Tahanan (RUTAN) setempat.
5. JPU merubah dan menyempurnakan Rencana Dakwaan (RENDAK) menjadi Surat
Dakwaan (Formulir Model : P-29).
6. Setelah Surat Dakwaan sempurna, JPU melimpahkan perkara ke Pengadilan
disertai dengan Formulir Model : P-31 (Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara
Acara Pemeriksaan Biasa).
Pelimpahan tersebut meliputi : Berkas Perkara, Surat Dakwaan, Barang Bukti
7. Setelah JPU menerima “Penetapan Hari Sidang” dari Pengadilan Negeri,
maka JPU membuat dan mengirimkan Surat Panggilan kepada:
 Saksi - Saksi (Formulir Model : P-37)
 Terdakwa (Formulir Model : P-38)
Guna hadir di persidangan pada hari yang telah ditetapkan
8. JPU menghadiri seluruh proses persidangan di Pengadilan Negeri
9. JPU membuat dan menyampaikan Surat Tuntutan (Formulir Model : P-
42)
10. JPU menyampaikan sikap terhadap Putusan Majelis Hakim.
- Menerima Putusan Majelis Hakim
- Melakukan upaya hukum (Formulir Model : P-46)
11. JPU melaksanakan eksekusi terhadap Putusan Pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap (Formulir Model : P-48)
ALAT BUKTI YANG SAH & BARANG BUKTI
Dalam praktik hukum / praktik penegakan hukum, ternyata bahwa para Pejabat
Penyidik pada saat mulai mengayunkan langkah pertamanya dalam melakukan
PENYIDIKAN maka secara otomatis dan secara langsung sudah terkait dan sudah
terikat dengan ketentuan-ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP.
Bahkan yang menjadi target penting dalam kegiatan penyidikan adalah upaya
mengumpulkan alat-alat pembuktian untuk membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi.
Demikian pula dalam hal Penyidik menentukan seseorang berstatus tersangka,
setidak-tidaknya penyidik harus sudah menguasai alat pembuktian yang disebut
“BUKTI PERMULAAN” selanjutnya apabila penyidik sudah melakukan upaya
paksa, misalnya : penahanan terhadap orang yang dianggap sebagai pelaku
tindak pidana (tersangka), maka tindakan penyidik tersebut paling kurang harus
didasarkan pada “BUKTI YANG CUKUP”
Dengan demikian, meskipun upaya pembuktian yang paling penting dan
menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang
pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah
berperan dan berfungsi pada saat penyidik mulai melakukan tindakan
penyidikan.
Dalam proses PENUNTUTAN, terutama pada saat Jaksa Penuntut Umum
(JPU) menyusun Surat Dakwaan, semuanya itu sangat dipengaruhi dan
didasarkan pada kesempurnaan serta keberhasilan tindakan penyidikan,
terutama dalam upaya Penyidik mengumpulkan sarana pembuktian yang akan
disajikan atau diajukan oleh JPU di depan sidang Pengadilan.
Dengan kata lain, keberhasilan penyidikan akan mendukung keberhasilan
tindakan penuntutan, dan keberhasilan tindakan penuntutan akan
menghasilkan PUTUSAN Pengadilan yang adil sebagaimana diupayakan oleh
Penyidik dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dan didambakan oleh
Pencari Keadilan.
ALAT BUKTI
Alat Bukti Yang Sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP adalah
sebagai berikut :
1 KETERANGAN SAKSI
2 KETERANGAN AHLI
3
4
5
S U R A T
PETUNJUK
KETERANGAN TERDAKWA
KETERANGAN SAKSI
Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana berupa
keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Keterangan Saksi sebagai alat bukti ialah apa yang
saksi nyatakan di muka Sidang Pengadilan.
 Keterangan dari saksi yang tidak disumpah, meskipun sesuai satu dengan yang
lain bukan merupakan alat bukti yang sah. (Pasal 185 ayat 7 KUHAP).
 Keterangan Saksi yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan tersebut
diberikan dibawah sumpah (Pasal 116 ayat 1), maka keterangan saksi itu berlaku
sebagai alat bukti yang sah.
 Keterangan Saksi kepada Penyidik yang dituangkan dalam BAP berlaku sebagai
alat bukti “SURAT” (Pasal 187 huruf b atau d KUHAP)
 Tidak berlaku sebagai Keterangan Saksi, apabila keterangan itu diperoleh dari
orang lain (testimonium de auditu)
 Saksi a charge : Saksi yang memberatkan Terdakwa.
 Saksi a de charge : Saksi yang meringankan Terdakwa.
KETERANGAN AHLI
Adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki “KEAHLIAN KHUSUS” tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan (di Sidang Pengadilan)
Keterangan Ahli adalah apa yang seorang AHLI
nyatakan di Sidang Pengadilan. (Pasal 186 KUHAP)
 Keterangan Ahli dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau
Penuntut Umum yang dituangkan dalam bentuk “Laporan” dan dibuat “Dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.”
 Jika hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau
Penuntut Umum, maka pada waktu pemeriksaan di Sidang Pengadilan diminta
untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam BAP (Sidang). Keterangan
tersebut diberikan setelah ia (orang ahli) mengucapkan sumpah atau janji
dihadapan Hakim.
 Dalam hal Penyidik untuk kepentingan Peradilan menangani seorang korban,
baik luka, keracunan, ataupun mati diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan “Keterangan Ahli” kepada
Ahli Kedoketran Kehakiman (Kedokteran Forensik) atau dokter dan/atau ahli
lainnya (Pasal 133 ayat 1 KUHAP)
ALAT BUKTI SURAT
Adalah surat yang dibuat atas kekuatan sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.
A. Berita Acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh Pejabat Umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya
sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
B. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuat oleh Pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana
yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
C. Surat keterangan dari seorang Ahli yang memuat perndapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi daripadanya.
D. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
surat
ALAT BUKTI PETUNJUK
Adalah Perbuatan, Kejadian, atau Keadaan yang karena
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana.
Petunjuk dimaksud hanya
dapat diperoleh dari :
KETERANGAN SAKSI
S U R A T
KETERANGAN TERDAKWA
 PERBUATAN
 KEJADIAN
 KEADAAN
PETUNJUK
Kekuatan pembuktian alat bukti PETUNJUK sangat ditentukan oleh unsur-unsur
subjektif (arif bijaksana, kecermatan, keseksamaan dalam hati nurani) dari
Hakim.
KETERANGAN TERDAKWA
Adalah apa yang Terdakwa nyatakan di Sidang Pengadilan
tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri
atau ia alami sendiri
Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang
dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di
sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat
bukti yang sah sepanjang mengenai hal didakwakan
kepada Terdakwa. ( Pasal 182 ayat 2 KUHAP )
Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan
kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti
yang lain.
1. Bisa berisi pengakuan
Tersangka / Terdakwa atas
Sangkaan / Dakwaan; atau
2. Bisa berisi pengingkaran /
pemungkiran atas Sangkaan /
Dakwaan.
KETERANGAN TERDAKWA :
BARANG BUKTI
Penyitaan :
Adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan
dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam Penyidikan, Penuntutan,
dan Pengadilan.
Berdasarkan pengertian / penafsiran otentik sebagaimana dirumuskan dalam
Pasal 1 butir 16 KUHAP tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa benda yang
disita / benda sitaan yang juga dinamakan “BARANG BUKTI” tersebut adalah
berfungsi / berguna untuk kepentingan pembuktian Penyidikan, Penuntutan,
dan Pengadilan.
 Benda sitaan yang berstatus sebagai barang bukti adalah berfungsi untuk
kepentingan pembuktian. Namun apabila dikaitkan dengan keberadaan alat bukti
yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka dapat diketahui secara
jelas bahwa barang bukti “tidak termasuk” sebagai alat bukti yang sah.
 Meskipun KUHAP tidak memberikan penjelasan secara tersurat (eksplisit) mengenai
kedudukan dan fungsi barang bukti (Corpus Delicti), namun apabila hal tersebut
dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam KUHAP, maka barang bukti tersebut
dapat berubah atau menghasilkan alat bukti yang sah.
Contoh 1 : Penyidik pada waktu melakukan pemeriksaan penyidikan perkara pembuhuhan, penyidik
melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa senjata tajam yang diduga digunakan untuk
melakukan pembunuhan, baju milik korban, dan sandal dengan bercak darah yang diduga milik pelaku
pembunuhan. Kemudian Penyidik mengirimkan mayat dan BB tersebut ke Laboratorium Forensik / Ahli
Kedokteran Kehakiman untuk mendapatkan Visum Et Repertum dan laporan/surat keterangan ahli. Atas
permintaan Penyidik berdasarkan Pasal 133 jo 86 KUHAP, maka ahli forensik membuat laporan /
keterangan hasil pemeriksaannya dalam bentuk “KETERANGAN AHLI” dan Visum Et Repertum.
Dengan demikian BB yang disita oleh Penyidik dan BB berupa mayat korban pembunuhan tersebut telah
berubah menjadi alat bukti yang sah berupa KETERANGAN AHLI dan Visum Et Repertum (Pasal 184 jo
186 jo 187 huruf c KUHAP)
Contoh 2 : Dalam perkara pencurian, penggelapan, atau penipuan, apabila Barang Bukti (benda sitaan)dari
hasil kejahatan yang berupa perhiasan cincin, gelang, atau kalung diajukan di muka persidangan maka sesuai
dengan Pasal 181 KUHAP – HAKIM KETUA Sidang memperlihatkan kepada Terdakwa segala “Barang Bukti”
dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal barang itu. Jika perlu BB itu diperlihatkan juga oleh HAKIM
KETUA Sidang kepada Saksi. Apabila atas pertanyaan HAKIM KETUA Sidang terdakwa dan saksi memberikan
keterangan bahwa mengenal BB yang diajukan di muka persidangan disertai “Penjelasan” yang berkaitan
dengan BB tersebut, maka BB tersebut telah berubah menjadi Alat Bukti Yang Sah dalam bentuk
“KETERANGAN SAKSI” dan “KETERANGAN TERDAKWA”
Berdasarkan uraian–uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun
Benda Sitaan sebagai Barang Bukti secara yuridis formal tidak termasuk
sebagai Alat Bukti Yang Sah, namun dalam proses praktik hukum / praktik
peradilan, BB tersebut secara materiil dapat berubah dan berfungsi sebagai
Alat Bukti Yang Sah.
Disamping itu keberadaan Barang Bukti di muka persidangan dapat juga
berfungsi sebagai sarana untuk mendukung dan memperkuat “KEYAKINAN
HAKIM” dalam memutus kesalahan atau menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa. Atas dasar itu maka dalam proses pemeriksaan di muka
persidangan, seringkali HAKIM menunda sidang disebabkan PENUNTUT
UMUM tidak/belum mengajukan BB di muka sidang pengadilan.
`
PROSEDUR PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
DI KEJAKSAAN REPUBLIK
INDONESIA
Laporan
Masyarakat/
Hasil temuan
Instansi lain
Ditelaah
Hasil
telaaha
n
Tidak ditindak
lanjuti
Tidak ada bukti
permulaan
Ada
Indikasi TP
Surat
Perintah
Penyelidikan
Penunjukan
Jaksa Penyelidik
Proses
Penyelidikan
Hasil
Penyelidika
n
Dihentikan
Penyelidikan
Bukan merupakan
tindak pidana/tidak
cukup bukti
Dikirim ke
Instansi lain
Bukan merupakan
tindak pidana
korupsi
Cukup Bukti
TAHAP
PENYIDIKAN
`
TAHAP
PENYIDIKAN
Penunjukan
Jaksa Penyidik
Surat Perintah
Penyidikan
Proses
Penyidikan
Pemeriksaan
Saksi, Ahli &
Tersangka
Penggeledahan /
Penyitaan
Barang Bukti
Penahanan
Tersangka
Hasil
Penyidikan
SP 3
Dihentikan
Penyidikan
TAHAP
PENUNTUTAN
Tembusan KPK
SPDP
Cukup Bukti
Bukan merupakan
tindak pidana /
Tidak Cukup Bukti
Dikembalikan
untuk dilengkapi
Penelitian
kelengkapan
berkas
Berita Acara
Pendapat
Lengkap
Penunjukan
JPU
`
Penunjukan
JPU
Penetapan /
Keputusan
Ketua PN /
Hakim
Surat
Dakwaan
Surat
Pelimpahan
Perkara
• Dakwaan
• Berkas Perkara
• Barang bukti
PENGADILAN NEGERI
Pembacaan
Tuntutan
Surat
Tuntutan
Proses
Persidangan
Putusan
UPAYA
HUKUM
Satu Pihak
Tidak
Menerima
Sikap
Kedua
belah
pihak
Eksekusi
Kedua Pihak
Menerima
UPAYA HUKUM
• Banding
• Kasasi
• Kasasi Demi
Kepentingan
Hukum
• Grasi
• Peninjauan
Kembali
MEJA MAJELIS HAKIM
MEJAPENUNTUTUMUM
MEJAPENASIHATHUKUM
KURSI SAKSI / AHLI
PENGUNJUNG SIDANG
PenuntutUmum
Hakim Ketua Hakim AnggotaHakim Anggota
Panitera
Kursi Pemeriksaan
TerdakwaPenasihatHukum
Rohaniawan
Panji Pengayoman

More Related Content

What's hot

Gijzeling ( paksa badan2 03
Gijzeling ( paksa badan2 03Gijzeling ( paksa badan2 03
Gijzeling ( paksa badan2 03Hafidz Akbar
 
Materi 1 c bentuk bentuk korupsi 2010
Materi 1 c bentuk bentuk korupsi 2010Materi 1 c bentuk bentuk korupsi 2010
Materi 1 c bentuk bentuk korupsi 2010Fathur Rohman
 
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKOR
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKORUU No.20 th 2001 ttgTIPIKOR
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKORSei Enim
 
Apa Itu TIPIKOR
Apa Itu TIPIKORApa Itu TIPIKOR
Apa Itu TIPIKORRatri nia
 
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling MenolakKetika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling MenolakTri Widodo W. UTOMO
 
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...mapjmakassar
 
TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)
TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)
TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)Robby Firmansyah
 
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr riRekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr rippibelanda
 

What's hot (11)

Gijzeling ( paksa badan2 03
Gijzeling ( paksa badan2 03Gijzeling ( paksa badan2 03
Gijzeling ( paksa badan2 03
 
Materi 1 c bentuk bentuk korupsi 2010
Materi 1 c bentuk bentuk korupsi 2010Materi 1 c bentuk bentuk korupsi 2010
Materi 1 c bentuk bentuk korupsi 2010
 
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKOR
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKORUU No.20 th 2001 ttgTIPIKOR
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKOR
 
Apa Itu TIPIKOR
Apa Itu TIPIKORApa Itu TIPIKOR
Apa Itu TIPIKOR
 
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling MenolakKetika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
Ketika Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum Saling Menolak
 
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
 
TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)
TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)
TIPIKOR (Tindak Pidana Korupsi)
 
Surat
SuratSurat
Surat
 
Uu no 20_2001
Uu no 20_2001Uu no 20_2001
Uu no 20_2001
 
PERJANJIAN TANPA BALASAN
PERJANJIAN TANPA BALASANPERJANJIAN TANPA BALASAN
PERJANJIAN TANPA BALASAN
 
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr riRekomendasi pertanyaan dpr ri
Rekomendasi pertanyaan dpr ri
 

Similar to Kb 1c penggolongan-korupsi-dan-pidananya

2018 anti korupsi-
2018 anti korupsi-2018 anti korupsi-
2018 anti korupsi-arphamos
 
Tugas Pendidikan Anti Korupsi kelompok 7
Tugas Pendidikan Anti Korupsi kelompok 7Tugas Pendidikan Anti Korupsi kelompok 7
Tugas Pendidikan Anti Korupsi kelompok 7MonicaRantePasang
 
PAPARAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI.ppt
PAPARAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI.pptPAPARAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI.ppt
PAPARAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI.pptYogieExeliero1
 
tindak pidana korupsi USU.pptx
tindak pidana korupsi USU.pptxtindak pidana korupsi USU.pptx
tindak pidana korupsi USU.pptxbiabuya
 
tindak pidana korupsi USU.pptx
tindak pidana korupsi USU.pptxtindak pidana korupsi USU.pptx
tindak pidana korupsi USU.pptxbiabuya
 
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptx
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptxPENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptx
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptxMuhammad Rochman
 
PPT_Anti_Korupsi.PPTX
PPT_Anti_Korupsi.PPTXPPT_Anti_Korupsi.PPTX
PPT_Anti_Korupsi.PPTXceronronaldo1
 
Percepatan anti korupsi
Percepatan anti korupsiPercepatan anti korupsi
Percepatan anti korupsihadiarnowo
 
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan PublikPemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan PublikAlexanderFranss
 
20220602 Workshop KKP.pptx
20220602 Workshop KKP.pptx20220602 Workshop KKP.pptx
20220602 Workshop KKP.pptxalsinkankkp
 
60f19ca497c46T- Integritas.pdf
60f19ca497c46T- Integritas.pdf60f19ca497c46T- Integritas.pdf
60f19ca497c46T- Integritas.pdfAnnisaPujiLestari3
 
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...Universitas Pakuan
 
Hbl, fahrun rizaldi, hapzi ali, hukum tindak pidana pencucian uang, universit...
Hbl, fahrun rizaldi, hapzi ali, hukum tindak pidana pencucian uang, universit...Hbl, fahrun rizaldi, hapzi ali, hukum tindak pidana pencucian uang, universit...
Hbl, fahrun rizaldi, hapzi ali, hukum tindak pidana pencucian uang, universit...fahrunrz
 
Kewarganegaraan tentang dampak korupsi
Kewarganegaraan tentang dampak korupsiKewarganegaraan tentang dampak korupsi
Kewarganegaraan tentang dampak korupsistevenson2708
 

Similar to Kb 1c penggolongan-korupsi-dan-pidananya (20)

2018 anti korupsi-
2018 anti korupsi-2018 anti korupsi-
2018 anti korupsi-
 
Tugas Pendidikan Anti Korupsi kelompok 7
Tugas Pendidikan Anti Korupsi kelompok 7Tugas Pendidikan Anti Korupsi kelompok 7
Tugas Pendidikan Anti Korupsi kelompok 7
 
PAPARAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI.ppt
PAPARAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI.pptPAPARAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI.ppt
PAPARAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI.ppt
 
tindak pidana korupsi USU.pptx
tindak pidana korupsi USU.pptxtindak pidana korupsi USU.pptx
tindak pidana korupsi USU.pptx
 
tindak pidana korupsi USU.pptx
tindak pidana korupsi USU.pptxtindak pidana korupsi USU.pptx
tindak pidana korupsi USU.pptx
 
PUNGLI-KORUPSI.pptx
PUNGLI-KORUPSI.pptxPUNGLI-KORUPSI.pptx
PUNGLI-KORUPSI.pptx
 
3. TINDAKAN PIDANA KORUPSI.pptx
3. TINDAKAN PIDANA KORUPSI.pptx3. TINDAKAN PIDANA KORUPSI.pptx
3. TINDAKAN PIDANA KORUPSI.pptx
 
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptx
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptxPENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptx
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptx
 
PPT_Anti_Korupsi.PPTX
PPT_Anti_Korupsi.PPTXPPT_Anti_Korupsi.PPTX
PPT_Anti_Korupsi.PPTX
 
kpk
kpkkpk
kpk
 
Uu 15 2002
Uu 15 2002Uu 15 2002
Uu 15 2002
 
Korupsi
KorupsiKorupsi
Korupsi
 
Percepatan anti korupsi
Percepatan anti korupsiPercepatan anti korupsi
Percepatan anti korupsi
 
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan PublikPemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
 
20220602 Workshop KKP.pptx
20220602 Workshop KKP.pptx20220602 Workshop KKP.pptx
20220602 Workshop KKP.pptx
 
60f19ca497c46T- Integritas.pdf
60f19ca497c46T- Integritas.pdf60f19ca497c46T- Integritas.pdf
60f19ca497c46T- Integritas.pdf
 
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...
Studi Kasus Penyimpangan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor Pad...
 
6. KORUPSI edit.pptx
6. KORUPSI edit.pptx6. KORUPSI edit.pptx
6. KORUPSI edit.pptx
 
Hbl, fahrun rizaldi, hapzi ali, hukum tindak pidana pencucian uang, universit...
Hbl, fahrun rizaldi, hapzi ali, hukum tindak pidana pencucian uang, universit...Hbl, fahrun rizaldi, hapzi ali, hukum tindak pidana pencucian uang, universit...
Hbl, fahrun rizaldi, hapzi ali, hukum tindak pidana pencucian uang, universit...
 
Kewarganegaraan tentang dampak korupsi
Kewarganegaraan tentang dampak korupsiKewarganegaraan tentang dampak korupsi
Kewarganegaraan tentang dampak korupsi
 

More from Imam Sarwo Edi

Lulusan sebagai-relawan-anti-korupsi
Lulusan sebagai-relawan-anti-korupsiLulusan sebagai-relawan-anti-korupsi
Lulusan sebagai-relawan-anti-korupsiImam Sarwo Edi
 
Kb 8 nilai-anti-korupsi
Kb 8 nilai-anti-korupsiKb 8 nilai-anti-korupsi
Kb 8 nilai-anti-korupsiImam Sarwo Edi
 
Kb 7 pengendalian-gratifikasi
Kb 7 pengendalian-gratifikasiKb 7 pengendalian-gratifikasi
Kb 7 pengendalian-gratifikasiImam Sarwo Edi
 
Kb 5 reformasi-birokrasi-menpan-rb
Kb 5 reformasi-birokrasi-menpan-rbKb 5 reformasi-birokrasi-menpan-rb
Kb 5 reformasi-birokrasi-menpan-rbImam Sarwo Edi
 
Kb 4 strategi-pemberantasan-korupsi
Kb 4 strategi-pemberantasan-korupsiKb 4 strategi-pemberantasan-korupsi
Kb 4 strategi-pemberantasan-korupsiImam Sarwo Edi
 
Kb 3 pemberantasan-korupsi
Kb 3 pemberantasan-korupsiKb 3 pemberantasan-korupsi
Kb 3 pemberantasan-korupsiImam Sarwo Edi
 
Kb 2 penyebab-orang-korupsi
Kb 2 penyebab-orang-korupsiKb 2 penyebab-orang-korupsi
Kb 2 penyebab-orang-korupsiImam Sarwo Edi
 
Kb 1b bentuk-korupsi-1
Kb 1b bentuk-korupsi-1Kb 1b bentuk-korupsi-1
Kb 1b bentuk-korupsi-1Imam Sarwo Edi
 

More from Imam Sarwo Edi (11)

Lulusan sebagai-relawan-anti-korupsi
Lulusan sebagai-relawan-anti-korupsiLulusan sebagai-relawan-anti-korupsi
Lulusan sebagai-relawan-anti-korupsi
 
Kb 8 nilai-anti-korupsi
Kb 8 nilai-anti-korupsiKb 8 nilai-anti-korupsi
Kb 8 nilai-anti-korupsi
 
Kb 7 pengendalian-gratifikasi
Kb 7 pengendalian-gratifikasiKb 7 pengendalian-gratifikasi
Kb 7 pengendalian-gratifikasi
 
Kb 6 sejarah-korupsi
Kb 6 sejarah-korupsiKb 6 sejarah-korupsi
Kb 6 sejarah-korupsi
 
Kb 5 reformasi-birokrasi-menpan-rb
Kb 5 reformasi-birokrasi-menpan-rbKb 5 reformasi-birokrasi-menpan-rb
Kb 5 reformasi-birokrasi-menpan-rb
 
Kb 4 strategi-pemberantasan-korupsi
Kb 4 strategi-pemberantasan-korupsiKb 4 strategi-pemberantasan-korupsi
Kb 4 strategi-pemberantasan-korupsi
 
Kb 3 pemberantasan-korupsi
Kb 3 pemberantasan-korupsiKb 3 pemberantasan-korupsi
Kb 3 pemberantasan-korupsi
 
Kb 2 penyebab-orang-korupsi
Kb 2 penyebab-orang-korupsiKb 2 penyebab-orang-korupsi
Kb 2 penyebab-orang-korupsi
 
Kb 1 pengantar-pbak
Kb 1 pengantar-pbakKb 1 pengantar-pbak
Kb 1 pengantar-pbak
 
Kb 1b bentuk-korupsi-1
Kb 1b bentuk-korupsi-1Kb 1b bentuk-korupsi-1
Kb 1b bentuk-korupsi-1
 
Super carry 1000
Super carry 1000Super carry 1000
Super carry 1000
 

Recently uploaded

Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfChrodtianTian
 

Recently uploaded (20)

Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdfLAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
LAPORAN PKP KESELURUHAN BAB 1-5 NURUL HUSNA.pdf
 

Kb 1c penggolongan-korupsi-dan-pidananya

  • 2. Pengelolaan Keuangan Negara / Daerah ????? KKN
  • 3. PEMAHAMAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI  Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang merusak dan mengancam sendi-sendi kehidupan bangsa. Pelbagai peraturan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memberantas korupsi telah diterbitkan. Namun, praktik korupsi masih terus berulang dan semakin kompleks dalam realisasinya.  Pada tahun 2010, menurut data Pacific Economic and Risk Consultansy, Indonesia menempati urutan teratas sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam kenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi disetiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Proyek Pengadaan Barang/Jasa di instansi pemerintah, sampai proses penegakkan hukum.  Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masayarakat umum, seperti memberi hadiah kepada Pejabat / Pegawai Negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itu dipandang lumrah sebagai kebiasaan dari budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini lama-lama menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata.
  • 4.  Kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung di kalangan masyarakat salah satunya disebabkan karena masih kurangnya pemahaman mereka terhadap pengertian korupsi. Selama ini, kosakata korupsi sudah populer di Indonesia. Hampir semua orang pernah mendengar kata korupsi. Dari mulai rakyat yang tinggal di pedalaman, mahasiswa, pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum sampai pejabat negara. Namun jika ditanya kepada mereka apa itu korupsi, jenis perbuatan apa saja yang bisa dikategorikan tindak pidana korupsi? Hampir dipastikan sangat sedikit yang bisa menjawab secara benar bentuk / jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh undang-undang.  Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besar pengertian korupsi didalam undang-undang tersebut dirujuk dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lahir sebelum negara ini merdeka. Namun hingga saat ini pemahaman masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat kurang.  Menjadi lebih memahami pengertian korupsi juga bukan sesuatu hal yang mudah. Berdasarkan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kebiasaan berperilaku koruptif yang selama ini dianggap sebgai hal wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi. Seperti Gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjadi salah satu bentuk Tindak Pidana Korupsi.  Mengetahui bentuk / jenis perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi adalah upaya dini untuk mencegah agar seseorang tidak melakukan korupsi.
  • 5. Apa Yang Dimaksud Dengan Korupsi ?  Korupsi bersasal bahasa latin “Corruptio,” atau “Corruptos” Kata tersebut kemudian diadopsi ke dalam beberapa bahasa, diantaranya yaitu : Bahasa Inggris : Corruption ( Corrupt ) Bahasa Belanda : Corruptie Bahasa Indonesia : Korupsi  Korupsi secara harfiah bisa berarti : 1. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran 2. Perbuatan yg buruk (penggelapan, uang, penerimaan uang sogok, dsb) 3. Perbuatan yg kenyataan menimbulkan keadaan yg bersifat buruk  Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang dalam 30 buah Pasal dalam UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 7 (tujuh) bentuk / jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
  • 6. Ketigapuluh bentuk / jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokan sebagai berikut : 1. Kerugian keuangan negara 2. Suap - Menyuap 3. Penggelapan dalam jabatan 4. Pemerasan 5. Perbuatan curang 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan 7. Gratifikasi
  • 7. 7 KORUPSI UU NO 31 TH 1999 JO UU NO 20 TH 2001 KERUGIAN KEUANGAN NEGARA Ps 2 & 3 SUAP MENYUAP Ps 5,6,11,12,13 PENGGELAPAN DLM JABATAN Ps 8, 9, Ps 10.a,b c PERBUATAN PEMERASAN Ps 12, e,g, f PERBUATAN CURANG Ps 7 ayat (1) a,b,C,d Ps 7 (2) Ps 12.b Benturan Kepentingan Ps 12 i Gratifikasi Ps 12 c
  • 8. Selain defenisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana lain tersebut tertuang dalam Pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab III UU No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Janis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas : 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi. 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar. 3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka. 4. Saksi atau Ahli yang tidak memberika keterangan atau memberi keterangan palsu. 5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu. 6. Saksi yang membuka identitas pelapor.
  • 9. UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana korupsi, harus memenuhi rumusan unsur-unsur sebagaimana termuat dalam masing-masing Pasal, yaitu : Unsur Pasal 2 :  Setiap orang ;  Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi ;  Dengan cara melawan hukum ;  Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Unsur Pasal 3 :  Setiap orang ;  Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi ;  Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana ;  Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan ;  Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
  • 10. Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf a :  Setiap orang ;  Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu ;  Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;  Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya. Unsur Pasal 5 ayat (1) huruf b :  Setiap orang ;  Memberi sesuatu ;  Kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;  Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Unsur Pasal 13 :  Setiap orang ;  Memberi hadiah atau janji ;  Kepada Pegawai Negeri ;  Dengan mengingat kekuasan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
  • 11. Unsur Pasal 5 ayat (2) :  Pegawai Negeri atau Penyelanggara Negara ;  Menerima pemberian atau janji ;  Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b Unsur Pasal 12 huruf a :  Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;  Menerima hadiah atau janji ;  Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ;  Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Unsur Pasal 12 huruf b :  Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara ;  Menerima hadiah ;  Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya ;  Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
  • 12. Menerima Hadiah atau Janji berhubungan dengan Jabatannya Pasal 11 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta  Pegawai negeri atau penyelenggara negara  Menerima hadiah atau janji  Padahal diketahuinya  Atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya.
  • 13. Pasal 5 ayat (1) huruf a  Memberi atau menjanjikan sesuatu;  kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara;  dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya;  yang bertentangan dengan kewajibannya. Menyuap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara Dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah
  • 14. Pasal 7 ayat (1) huruf a  Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan;  Melakukan perbuatan curang;  Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ;  Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang . Pemborong Berbuat Curang Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah
  • 15. Pasal 7 ayat (1) huruf b  Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan;  Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan ;  Dilakukan dengan sengaja ;  Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf a . Pengawas Membiarkan Kecurangan Dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah
  • 16. Pasal 12 huruf e Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:  Pegawai negeri atau penyelenggara negara;  Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain;  Secara melawan hukum;  Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima bayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;  Menyalahgunakan kekuasaannya. Pegawai Negeri / Penyelenggara Negara Memeras
  • 17. Turut Serta Dalam Pengadaan Pasal 12 huruf i Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar:  Pegawai negeri atau penyelenggara negara;  Dengan sengaja;  Langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan;  Pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
  • 18. Pasal 12B ayat (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:  yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;  yang nilainya kurang dari Rp 10 juta pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. GRATIFIKASI
  • 19. Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001  Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik .  Pengecualian  Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) :  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  • 20. Sanksinya Pasal 12B ayat (2) Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
  • 21. Pelaporan dan Penentuan Status Gratifikasi 30 H A R I K E R J A 7 Hari Kerja sejak ditetapkan statusnya Pasal 16, 17 & 18 UU No. 30 th. 2002 Waktu 30 hari kerja sejak diterima Pasal 12C UU No. 20 th 2001 Penerima Gratifikasi Laporan Tertulis kepada KPK Dapat memanggil Penerima Gratifikasi SK Pimpinan KPK ttg Status Gratifikasi Proses Penetapan Status Pimpinan KPK melakukan penelitian Penerima Gratifikasi Menteri Keuangan
  • 22. Modus Operandi Korupsi PENYIMPANGAN PROSEDUR PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI PEMERINTAH TIDAK SESUAI PERATURAN PER UU AN. BUKU/DAFTAR YG BIASA DIGUN PEMERIKSAAN ADM MARK - UP PERBUATAN CURANG GRATIFIKASI ( SUAP ) PENGGELAPAN PEMALSUAN HARGA / JUMLAH -PERENCANAAN, -PELAKSANAAN -PELAPORAN PENGADAAN BARANG/JASA TIDAK SESUAI OWNER ESTIMATE PENERIMA TIDAK MELAPOR KEPADA KPK UANG DAN SURAT BERHARGA DALAM JABATAN DALAM JABATANPEMERASAN TERLIBAT PEMBORONGAN, PENGADAAN,PERSEWAAN PADAHAL IA PENGURUS/PENGAWAS
  • 23. Sebagaimana UU NO 31 / 1999 yang telah diubah denganUU NO 20 / 2001Pelaku KORUPSI -Perbuatan curang, membahayakan keamanan umum (Psl 7)PEMBORONG -Suap (Psl 5,6,11,12,13) -Setiap orang -Pegawai negeri -Penylgr negara -Hakim -Advokat -UU Lain yang menyebut -----korupsi SUBYEK PERBUATAN AKIBAT SETIAP ORANG -Merugikan Ku / ekonomi Negara -Merugikan individu, instansi, dunia usaha & masyarakat -Bangsa dan negara terpuruk -Memperkaya diri, orang lain, koorporasi secara melawan hukum (Psl 2) -Menguntungkan diri, orang lain, koorporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana karena jabatan /kedudukan (Psl 3) -Pegawai negeri -Selain PN -Penggelapan uang/surat berharga (Psl 8) -Pemalsuan, menghilangkan, merusakkan buku-buku/daftar-daftar (Psl 9, 10)
  • 24. Melawan Hukum untuk Memperkaya Diri dan Menyalahgunakan Kewenangan Pasal 2 (Break of Law)  secara melawan hukum;  memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi; Setiap Orang atau Korpo- rasi Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Pasal 3 (Abuse of Power) - dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi; - menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; ECW Neloe Formil dan materiil (perbuatan tercela)
  • 25. Korporasi : adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
  • 26. PERLUASAN PENGERTIAN PEGAWAI NEGERI 1. Orang yang mendapat gaji, upah dari negara atau korporasi. 2. Orang yang menerima Modal atau fasilitas dari negara. Yang dimaksud dengan fasilitas dari negara adalah perlakuan istimewa yang diberikan dalam berbagai bentuk misalnya bunga pinjaman yang tidak wajar, pemberian ijin yang eksklusif termasuk keringanan biaya masuk, pemberian harga atau pajak yang tidak wajar (bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku).
  • 27. PIDANA KHUSUS PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI PREVENTIF (Pencegahan) REPRESIF (Penindakan) Pelaksanaan Program Binmatkum Penyelidikan Penyidikan Penuntutan
  • 28. UPAYA PENEGAKAN HUKUM :  Preventif, yaitu strategi yang diarahkan untuk mencegah terjadinya tindak pidana dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya tindak pidana.  Detektif, yaitu strategi yang diarahkan untuk mengidentifikasi tindak pidana yang sering terjadi.  Represif, yaitu strategi yang diarahkan untuk menangani atau memproses pelaku tindak pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  • 29.
  • 30. PERAN SERTA MASYARAKAT 1. Pasal 41 UU 31/1999 Jo UU 20/2001 : Pada intinya masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. 2. Wujud dari peran serta masyarakat tersebut berupa :  Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.  Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan TPK kepada Aparat Penegak Hukum yang menangani perkara TPK.  Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani TPK.  Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu 30 hari.  Hak untuk memperoleh perlindungan hukum
  • 31.
  • 32. Penyelidikan Adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Tugas penyelidikan adalah sangat penting karena merupakan landasan yang kuat didalam menunjang tugas penyidikan. Sumber Informasi Sebagai Dasar Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi didapat dari : 1. Laporan atau Pengaduan Masyarakat 2. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI 3. Temuan sendiri. 4. Media massa. L / satuan operasi L / satuan TO L / satuan penyelidikan Jaksa Kesimpulan
  • 33.  Kegiatan penyelidikan dilakukan segera setelah aparat penegak hukum menerima informasi / laporan / pengaduan tentang dugaan adanya suatu tindak pidana korupsi. Kegiatan penyelidikan ditujukan untuk Mencari, Menggali, Mengumpulkan Bahan Keterangan, dan Data-Data sebanyak dan selengkap mungkin dari berbagai sumber, baik dilakukan secara terbuka maupun tertutup, yang selanjutnya bahan keterangan dan data-data tersebut diolah dalam satu proses sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.  Oleh karena tugas penyelidikan berfungsi sebagai dasar untuk tugas penyidikan selanjutnya maka hasil tugas penyelidikan tersebut diharapkan dapat memberikan kesimpulan bahwa : Apakah suatu peristiwa pidana itu adalah merupakan suatu kejahatan yang sekaligus dapat menentukan arah dan alat bukti yang telah diperoleh, sehingga dapat mempermudah penyidikanya. Selanjutnya dari bahan keterangan dan data maupun dokumen yang diperoleh tersebut diolah dalam satu proses analisa yuridis sehingga menghasilkan suatu kesimpulan tentang “Apakah suatu perkara yang dilakukan penyelidikan tersebut telah diperoleh ataupun ditemukan bukti permulaan / bukti awal yang cukup telah terjadinya suatu tindak pidana ?”
  • 34. “ BUKTI PERMULAAN “  Dalam hal Penyidik yang melakukan Penyidikan menetapkan seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya patut diduga sebagai tersangka pelaku tindak pidana, maka penetapan Penyidik itu harus didasarkan pada “Bukti Permulaan” (Prima Facie Evident)  Demikian pula dalam hal Penyidik melakukan tindakan penangkapan terhadap seorang yang diduga keras sebagai pelaku tindak pidana, maka perintah penangkapan itu harus didasarkan pada “Bukti Permulaan” “ BUKTI PERMULAAN YANG CUKUP “  Adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana.  Sekurang-kurangnya terdapat 2 (dua) alat bukti yang sah. ALAT BUKTI YANG SAH : 1. Keterangan Saksi 2. Keterangan Ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan Terdakwa
  • 35.  Dalam penjelasan Pasal 17 KUHAP diterangkan bahwa : “Yang dimaksud dengan Bukti Permulaan yang cukup ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bukyi Pasal 1 butir 14”  Pasal tersebut menunjukkan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul melakukan tindak pidana.  Dengan membaca penjelasan Pasal 17, ternyata apa yang dimaksud dengan Bukti Permulaan (Prima Facie Evident) masih tetap tidak jelas, apakah bukti permulaan itu berbentuk Barang Bukti ataukah berbentuk Alat Bukti Yang Sah.  Hal ini dapat menimbulkan munculnya berbagai penafsiran, berhubung tindakan Penyidikan itu mempunyai tujuan utama untuk mengumpulkan Bukti yang pada akhirnya akan bermuara pada penyajian pembuktian di muka sidang Pengadilan, maka penafsiran terhadap pengertian “Bukti” harus didasarkan dan tidak boleh dilepaskan dari pengertian “Alat-Alat Bukti Yang Sah”  Dengan demikian dapat diketahui bahwa alat pembuktian yang berlaku dan bernilai untuk memutuskan bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak pidana adalah “Alat Bukti Yang Sah” sekurang-kurangnya sebanyak 2 (dua) alat bukti yang sah.
  • 36.  Untuk dapat lebih memahami bahwa yang dimaksud dengan pengertian Bukti Permulaan itu adalah merupakan alat bukti yang sah, maka hal tersebut perlu dikaitkan dengan keseluruhan proses peradilan perkara pidana yang dimulai dari proses PENYIDIKAN, yaitu dalam bentuk serangakaian tindakan PENYIDIK dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan “Bukti” (alat-alat bukti dan barang bukti) yang dengan bukti itu tindak pidana yang ditangani menjadi terang / jelas (jenis/kualifikasinya, apakah pencurian, penggelapan, penipuan, penganiayaan, pembunuhan, atau korupsi) dan sekaligus untuk menentukan dan menemukan siapa orang yang menjadi tersangka pelaku tindak pidana yang sedang ditangani oleh Penyidik yang bersangkutan.  Sebagai target utama dari tindakan penyidikan adalah mengumpulkan bukti yang terdiri dari barang bukti dan alat bukti yang sah.  Dengan demikian alat bukti yang dikumpulkan/diketemukan/diperoleh dalam pemeriksaan Penyidikan tersebut dinamakan sebagai Bukti Permulaan, karena kedudukan dan dan fungsinya baru sebagai “Calon Alat Bukti Yang Sah”.  Calon alat bukti tersebut setelah disajikan atau diajukan oleh Penuntut Umum di muka persidangan, maka calon alat bukti yang sah atau bukti permulaan tersebut benar-benar berubah menjadi “Alat Bukti Yang Sah
  • 37. Penyidikan Adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.  Kegiatan penyidikan tindak pidana korupsi bertujuan untuk mencari dan menemukan unsur-unsur tindak pidana korupsi berikut alat bukti yang sah. Dengan demikian dalam kegiatan penyidikan ini diarahkan pada konstruksi pasal-pasal yang disangkakan.  Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 109 Ayat (1) KUHAP yang berbunyi : “Dalam hal Penyidik telah mulai melakukan suatu penyidikan peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum.” Pemberitahuan tersebut disampaikan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum melalui SPDP.
  • 38.  Sasaran / target tindakan Penyidikan adalah mengupayakan PEMBUKTIAN tentang tindak pidana yang terjadi, agar tindak pidananya menjadi terang / jelas dan sekaligus menemukan siapa tersangka pelakunya.  Adapun yang dimaksud dengan “Pembuktian” adalah upaya menyajikan / mengajukan alat-alat bukti yang sah dan barang bukti di depan sidang Pengadilan untuk membuktikan kesalahan terdakwa sesuai dengan Surat Dakwaan Penuntut Umum.  Upaya pembuktian dilakukan dengan cara-cara yang diatur dalam KUHAP, yaitu dengan melakukan kegiatan / tindakan mencari / menemukan / mengumpulkan / menyita alat-alat bukti yang sah dan barang bukti, yang selanjutnya melalui proses penuntutan, alat-alat bukti tersebut oleh Penuntut Umum diajukan ke depan persidangan .
  • 39. Dari ketentutan tersebut diatas menimbulkan Penafsiran yang berbeda-beda tentang pengertian Pra Penuntutan, yaitu : 1. Pra Penuntutan ditafsirkan sebagai sarana koordinasi antara Penyidik dengan Penuntut Umum sebelum Berkas Perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum. 2. Kewenangan Penuntut Umum untuk memberikan petunjuk dan pengarahan kepada Penyidik untuk kesempurnaan Berkas Perkara. 3. Segala tindakan Penuntut Umum yang dilakukanya, sebelum Berkas Perkara dilimpahkan ke Pengadilan. Dalam Pasal 14 Huruf (b) KUHAP menyebutkan bahwa : “Penuntut Umum mempunyai wewenang mengadakan Pra Penuntutan apabila ada kekurangan-kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentutan Pasal 110 Ayat (3) dan Ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan dari penyidikan.” PRA PENUNTUTAN
  • 40. PROSES PRA PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN 1. Segera setelah Pihak Kejaksaan menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Penyidik, maka diterbitkan P-16 (Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum Untuk Mengikuti Perkembangan Penyidikan Perkara Tindak Pidana). 2. Apabila setelah pengiriman SPDP, namun Penyidik belum juga menyerah- kan hasil penyidikannya kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka pihak Kejaksaan menerbitkan P-17 (Surat Permintaan Perkembangan Hasil Penyidikan) 3. Apabila setelah pengiriman SPDP, Penyidik segera menyerahkan berkas perkara, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang bersangkutan segera memeriksa dan meneliti berkas perkara tersebut. 4. Apabila dan pemeriksaan dan penelitian berkas perkara tersebut, JPU berpendapat masih diperlukan penyempurnaan, maka diterbitkan P-18 dan P-19 untuk penyidik. P-18 : Surat pemberitahuan bahwa hasil penyidikan belum lengkap. P-19 : Surat pengembalian berkas perkara disertai dengan petunjuk untuk dilengkapi.
  • 41. 5. Bahwa Penyidik memiliki waktu selama 14 (empat belas) hari untuk melakukan penyidikan tambahan dalam rangka penyempurnaan berkas perkara. 6. Apabila dalam kurun waktu 14 hari, ternyata Penyidik belum menyelesai- kan penyidikan tambahan atau Penyidik belum mengembalikan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan, maka pihak Kejaksaan menerbitkan P-20 (Surat Pemberitahuan Bahwa Waktu Penyidikan Tambahan Sudah Habis). 7. P-21 (Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) diterbit-kan oleh Kejaksaan apabila hasil pemeriksaan dan penelitian berkas perkara yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan penyidikan memberikan kesimpulan bahwa Berkas Perkara tersebut telah memenuhi syarat FORMIL dan MATERIIL. 8. Apabila setelah diterbitkan P-21, namun Penyidik belum juga menyerah- kan tanggung jawab tersangka berikut barang buktinya kepada Penuntut Umum, maka pihak Kejaksaan segera menerbitkan P-21 A (Surat Pemberitahuan Susulan Hasil Penyidikan Sudah Lengkap) kepada Penyidik, dengan permintaan agar Penyidik segera menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang buktinya dalam waktu yang tidak terlalu lama.
  • 42. PENYIDIK menyerahkan Berkas Perkara Hasil Penyidikan kepada PENUNTUT UMUM. Penyerahan Berkas Perkara dari PENYIDIK kepada PENUNTUT UMUM dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu : Penyerahan Berkas Perkara TAHAP PERTAMA Penyerahan Berkas Perkara TAHAP KEDUA TAHAP PERTAMA : Penyidik hanya menyerahkan Berkas Perkara Hasil Penyidikan TAHAP KEDUA : Penyidik menyerahkan tanggung jawab Tersangka dan Barang Bukti PRA PENUNTUTAN PENUNTUTAN 1 2
  • 43. PENERIMAAN BERKAS PERKARA TAHAP-1 Setelah berkas perkara diterima dari Penyidik , tugas Jaksa Penuntut Umum adalah melakukan penelitian berkas perkara yang difokuskan kepada : 1. Kelengkapan formal, yakni meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan formalitas / persyaratan, tata cara penyidikan, yang harus dilengkapi dengan Surat Perintah, Berita Acara. Izin/ Persetujuan Ketua Pengadilan , disamping penelitian kwantitas kelengkapan syarat formal, perlu diteliti pula kwalitan kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan Undang –Undang. 2. Kelengkapan materiil: yakni kelengkapan informasi, data, fakta dan alat bukti yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian. Kriteria yang dapat digunakan sebagai tolok ukur kelengkapan materiil antara lain : Pasal 8 ayat (3) huruf a KUHAP
  • 44.  YAKNI meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan formalitas / persyaratan, yang diantaranya meliputi :  Tatacara penyidikan yang harus dilengkapi dengan surat perintah  Berita Acara  Izin atau persetujuan pengadilan.  Disamping penelitian kuantitas kelengkapan syarat formil perlu diteliti pula kualitas kelengkapan syarat formal, yakni keabsahannya sesuai ketentuan UU. KELENGKAPAN FORMIL
  • 45. KELENGKAPAN MATERIIL 1. Apa yang terjadi (tindak pidana beserta kwalifikasi dan pasal yang dilanggar); 2. Siapa pelaku, siapa siapa yang melihat, mendengar, mengalami peristiwa itu (tersangka, saksi – saksi/ ahli); 3. Bagaimana perbuatan itu dilakukan (modus operandi); 4. Dimana perbuatan itu dilakukan (locus delicti); 5. Bilamana perbuatan dilakukan (tempus delicti) 6. Akibat apa yang ditimbulkannya (ditinjau secara victimologis) 7. Apa yang hendak dicapai dengan perbuatan itu (motivasi yang mendorong pelaku). 8. Kelengkapan materiil terpenuhi bila segala sesuatu yang diperlukan bagi kepentingan pembuktian telah tersedia sebagai hasil penyidikan.
  • 46. PENERIMAAN BERKAS PERKARA TAHAP-2 TERSANGKA BARANG BUKTI PENYERAHAN TANGGUNG JAWAB Penerimaan tersangka dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kebenaran tentang : Keterangan-keterangan tersangka dalam BAP; Identitas tersangka (guna mencegah terjadinya Error in Persona; status tersangka (ditahan/tidak, Residivis atau pemula) maupun kemungkinan ada tambahan keterangan dari tersangka. HAL-HAL YANG PERLU DITELITI : 1. Kuantitas (jumlah, ukuran, takaran/timbangan atau satuan lainnya) 2. Kualitas (harga, nilai , mutu, kadar dan lain lain) 3. Kondisi (baik, rusak, lengkap/ tidak lengkap). Pasal 8 ayat (3) huruf b KUHAP
  • 47. PENUNTUTAN Adalah tindakan PENUNTUT UMUM untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh HAKIM di sidang pengadilan. “Penuntut Umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili” ( Pasal 137 KUHAP ) “Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan Surat Dakwaan” ( Pasal 143 ayat (1) KUHAP )
  • 48. PROSES PENUNTUTAN DI KEJAKSAAN 1. Setelah PENYIDIK menyerahkan tanggung jawab tersangka berikut barang buktinya ke Kejaksaan, maka pada saat itu juga JPU melakukan Pemeriksaan terhadap Tersangka dan barang Bukti (Formulir Model : BA-15) 2. Selanjutnya diterbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Untuk Penyelesaian Tindak Pidana (Formulir Model : P-16 A) 3. Berkaitan dengan penahanan terdakwa, maka diterbitkan Surat Perintah Penahanan / Pengalihan Jenis Penahanan (Formulir Model : T-7) 4. Dalam hal dilakukan penahanan, maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan penahanan terhadap Tersangka di Rumah Tahanan (RUTAN) setempat. 5. JPU merubah dan menyempurnakan Rencana Dakwaan (RENDAK) menjadi Surat Dakwaan (Formulir Model : P-29). 6. Setelah Surat Dakwaan sempurna, JPU melimpahkan perkara ke Pengadilan disertai dengan Formulir Model : P-31 (Tanda Terima Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa). Pelimpahan tersebut meliputi : Berkas Perkara, Surat Dakwaan, Barang Bukti
  • 49. 7. Setelah JPU menerima “Penetapan Hari Sidang” dari Pengadilan Negeri, maka JPU membuat dan mengirimkan Surat Panggilan kepada:  Saksi - Saksi (Formulir Model : P-37)  Terdakwa (Formulir Model : P-38) Guna hadir di persidangan pada hari yang telah ditetapkan 8. JPU menghadiri seluruh proses persidangan di Pengadilan Negeri 9. JPU membuat dan menyampaikan Surat Tuntutan (Formulir Model : P- 42) 10. JPU menyampaikan sikap terhadap Putusan Majelis Hakim. - Menerima Putusan Majelis Hakim - Melakukan upaya hukum (Formulir Model : P-46) 11. JPU melaksanakan eksekusi terhadap Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Formulir Model : P-48)
  • 50. ALAT BUKTI YANG SAH & BARANG BUKTI Dalam praktik hukum / praktik penegakan hukum, ternyata bahwa para Pejabat Penyidik pada saat mulai mengayunkan langkah pertamanya dalam melakukan PENYIDIKAN maka secara otomatis dan secara langsung sudah terkait dan sudah terikat dengan ketentuan-ketentuan pembuktian yang diatur dalam KUHAP. Bahkan yang menjadi target penting dalam kegiatan penyidikan adalah upaya mengumpulkan alat-alat pembuktian untuk membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi. Demikian pula dalam hal Penyidik menentukan seseorang berstatus tersangka, setidak-tidaknya penyidik harus sudah menguasai alat pembuktian yang disebut “BUKTI PERMULAAN” selanjutnya apabila penyidik sudah melakukan upaya paksa, misalnya : penahanan terhadap orang yang dianggap sebagai pelaku tindak pidana (tersangka), maka tindakan penyidik tersebut paling kurang harus didasarkan pada “BUKTI YANG CUKUP”
  • 51. Dengan demikian, meskipun upaya pembuktian yang paling penting dan menentukan itu adalah pada tingkat pemeriksaan perkara di muka sidang pengadilan, namun upaya pengumpulan sarana pembuktian itu sudah berperan dan berfungsi pada saat penyidik mulai melakukan tindakan penyidikan. Dalam proses PENUNTUTAN, terutama pada saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyusun Surat Dakwaan, semuanya itu sangat dipengaruhi dan didasarkan pada kesempurnaan serta keberhasilan tindakan penyidikan, terutama dalam upaya Penyidik mengumpulkan sarana pembuktian yang akan disajikan atau diajukan oleh JPU di depan sidang Pengadilan. Dengan kata lain, keberhasilan penyidikan akan mendukung keberhasilan tindakan penuntutan, dan keberhasilan tindakan penuntutan akan menghasilkan PUTUSAN Pengadilan yang adil sebagaimana diupayakan oleh Penyidik dan dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dan didambakan oleh Pencari Keadilan.
  • 52. ALAT BUKTI Alat Bukti Yang Sah sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP adalah sebagai berikut : 1 KETERANGAN SAKSI 2 KETERANGAN AHLI 3 4 5 S U R A T PETUNJUK KETERANGAN TERDAKWA
  • 53. KETERANGAN SAKSI Adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan Saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di muka Sidang Pengadilan.  Keterangan dari saksi yang tidak disumpah, meskipun sesuai satu dengan yang lain bukan merupakan alat bukti yang sah. (Pasal 185 ayat 7 KUHAP).  Keterangan Saksi yang diberikan dalam pemeriksaan penyidikan tersebut diberikan dibawah sumpah (Pasal 116 ayat 1), maka keterangan saksi itu berlaku sebagai alat bukti yang sah.  Keterangan Saksi kepada Penyidik yang dituangkan dalam BAP berlaku sebagai alat bukti “SURAT” (Pasal 187 huruf b atau d KUHAP)  Tidak berlaku sebagai Keterangan Saksi, apabila keterangan itu diperoleh dari orang lain (testimonium de auditu)  Saksi a charge : Saksi yang memberatkan Terdakwa.  Saksi a de charge : Saksi yang meringankan Terdakwa.
  • 54. KETERANGAN AHLI Adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki “KEAHLIAN KHUSUS” tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (di Sidang Pengadilan) Keterangan Ahli adalah apa yang seorang AHLI nyatakan di Sidang Pengadilan. (Pasal 186 KUHAP)  Keterangan Ahli dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau Penuntut Umum yang dituangkan dalam bentuk “Laporan” dan dibuat “Dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.”  Jika hal tersebut tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh Penyidik atau Penuntut Umum, maka pada waktu pemeriksaan di Sidang Pengadilan diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam BAP (Sidang). Keterangan tersebut diberikan setelah ia (orang ahli) mengucapkan sumpah atau janji dihadapan Hakim.  Dalam hal Penyidik untuk kepentingan Peradilan menangani seorang korban, baik luka, keracunan, ataupun mati diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan “Keterangan Ahli” kepada Ahli Kedoketran Kehakiman (Kedokteran Forensik) atau dokter dan/atau ahli lainnya (Pasal 133 ayat 1 KUHAP)
  • 55. ALAT BUKTI SURAT Adalah surat yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. A. Berita Acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh Pejabat Umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu. B. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh Pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. C. Surat keterangan dari seorang Ahli yang memuat perndapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. D. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. surat
  • 56. ALAT BUKTI PETUNJUK Adalah Perbuatan, Kejadian, atau Keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. Petunjuk dimaksud hanya dapat diperoleh dari : KETERANGAN SAKSI S U R A T KETERANGAN TERDAKWA  PERBUATAN  KEJADIAN  KEADAAN PETUNJUK Kekuatan pembuktian alat bukti PETUNJUK sangat ditentukan oleh unsur-unsur subjektif (arif bijaksana, kecermatan, keseksamaan dalam hati nurani) dari Hakim.
  • 57. KETERANGAN TERDAKWA Adalah apa yang Terdakwa nyatakan di Sidang Pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal didakwakan kepada Terdakwa. ( Pasal 182 ayat 2 KUHAP ) Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. 1. Bisa berisi pengakuan Tersangka / Terdakwa atas Sangkaan / Dakwaan; atau 2. Bisa berisi pengingkaran / pemungkiran atas Sangkaan / Dakwaan. KETERANGAN TERDAKWA :
  • 58. BARANG BUKTI Penyitaan : Adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan dibawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam Penyidikan, Penuntutan, dan Pengadilan. Berdasarkan pengertian / penafsiran otentik sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 16 KUHAP tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa benda yang disita / benda sitaan yang juga dinamakan “BARANG BUKTI” tersebut adalah berfungsi / berguna untuk kepentingan pembuktian Penyidikan, Penuntutan, dan Pengadilan.
  • 59.  Benda sitaan yang berstatus sebagai barang bukti adalah berfungsi untuk kepentingan pembuktian. Namun apabila dikaitkan dengan keberadaan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, maka dapat diketahui secara jelas bahwa barang bukti “tidak termasuk” sebagai alat bukti yang sah.  Meskipun KUHAP tidak memberikan penjelasan secara tersurat (eksplisit) mengenai kedudukan dan fungsi barang bukti (Corpus Delicti), namun apabila hal tersebut dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam KUHAP, maka barang bukti tersebut dapat berubah atau menghasilkan alat bukti yang sah. Contoh 1 : Penyidik pada waktu melakukan pemeriksaan penyidikan perkara pembuhuhan, penyidik melakukan penyitaan terhadap barang bukti berupa senjata tajam yang diduga digunakan untuk melakukan pembunuhan, baju milik korban, dan sandal dengan bercak darah yang diduga milik pelaku pembunuhan. Kemudian Penyidik mengirimkan mayat dan BB tersebut ke Laboratorium Forensik / Ahli Kedokteran Kehakiman untuk mendapatkan Visum Et Repertum dan laporan/surat keterangan ahli. Atas permintaan Penyidik berdasarkan Pasal 133 jo 86 KUHAP, maka ahli forensik membuat laporan / keterangan hasil pemeriksaannya dalam bentuk “KETERANGAN AHLI” dan Visum Et Repertum. Dengan demikian BB yang disita oleh Penyidik dan BB berupa mayat korban pembunuhan tersebut telah berubah menjadi alat bukti yang sah berupa KETERANGAN AHLI dan Visum Et Repertum (Pasal 184 jo 186 jo 187 huruf c KUHAP)
  • 60. Contoh 2 : Dalam perkara pencurian, penggelapan, atau penipuan, apabila Barang Bukti (benda sitaan)dari hasil kejahatan yang berupa perhiasan cincin, gelang, atau kalung diajukan di muka persidangan maka sesuai dengan Pasal 181 KUHAP – HAKIM KETUA Sidang memperlihatkan kepada Terdakwa segala “Barang Bukti” dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal barang itu. Jika perlu BB itu diperlihatkan juga oleh HAKIM KETUA Sidang kepada Saksi. Apabila atas pertanyaan HAKIM KETUA Sidang terdakwa dan saksi memberikan keterangan bahwa mengenal BB yang diajukan di muka persidangan disertai “Penjelasan” yang berkaitan dengan BB tersebut, maka BB tersebut telah berubah menjadi Alat Bukti Yang Sah dalam bentuk “KETERANGAN SAKSI” dan “KETERANGAN TERDAKWA” Berdasarkan uraian–uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun Benda Sitaan sebagai Barang Bukti secara yuridis formal tidak termasuk sebagai Alat Bukti Yang Sah, namun dalam proses praktik hukum / praktik peradilan, BB tersebut secara materiil dapat berubah dan berfungsi sebagai Alat Bukti Yang Sah. Disamping itu keberadaan Barang Bukti di muka persidangan dapat juga berfungsi sebagai sarana untuk mendukung dan memperkuat “KEYAKINAN HAKIM” dalam memutus kesalahan atau menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Atas dasar itu maka dalam proses pemeriksaan di muka persidangan, seringkali HAKIM menunda sidang disebabkan PENUNTUT UMUM tidak/belum mengajukan BB di muka sidang pengadilan.
  • 61. ` PROSEDUR PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Laporan Masyarakat/ Hasil temuan Instansi lain Ditelaah Hasil telaaha n Tidak ditindak lanjuti Tidak ada bukti permulaan Ada Indikasi TP Surat Perintah Penyelidikan Penunjukan Jaksa Penyelidik Proses Penyelidikan Hasil Penyelidika n Dihentikan Penyelidikan Bukan merupakan tindak pidana/tidak cukup bukti Dikirim ke Instansi lain Bukan merupakan tindak pidana korupsi Cukup Bukti TAHAP PENYIDIKAN
  • 62. ` TAHAP PENYIDIKAN Penunjukan Jaksa Penyidik Surat Perintah Penyidikan Proses Penyidikan Pemeriksaan Saksi, Ahli & Tersangka Penggeledahan / Penyitaan Barang Bukti Penahanan Tersangka Hasil Penyidikan SP 3 Dihentikan Penyidikan TAHAP PENUNTUTAN Tembusan KPK SPDP Cukup Bukti Bukan merupakan tindak pidana / Tidak Cukup Bukti Dikembalikan untuk dilengkapi Penelitian kelengkapan berkas Berita Acara Pendapat Lengkap Penunjukan JPU
  • 63. ` Penunjukan JPU Penetapan / Keputusan Ketua PN / Hakim Surat Dakwaan Surat Pelimpahan Perkara • Dakwaan • Berkas Perkara • Barang bukti PENGADILAN NEGERI Pembacaan Tuntutan Surat Tuntutan Proses Persidangan Putusan UPAYA HUKUM Satu Pihak Tidak Menerima Sikap Kedua belah pihak Eksekusi Kedua Pihak Menerima UPAYA HUKUM • Banding • Kasasi • Kasasi Demi Kepentingan Hukum • Grasi • Peninjauan Kembali
  • 64. MEJA MAJELIS HAKIM MEJAPENUNTUTUMUM MEJAPENASIHATHUKUM KURSI SAKSI / AHLI PENGUNJUNG SIDANG PenuntutUmum Hakim Ketua Hakim AnggotaHakim Anggota Panitera Kursi Pemeriksaan TerdakwaPenasihatHukum Rohaniawan Panji Pengayoman

Editor's Notes

  1. 7