SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
Implementasi Pasal Gratifikasi
Pada Undang-Undang Tipikor
Lalola Easter
Indonesia Corruption Watch
2014
Latar Belakang Permasalahan
• Hasil review UNCAC yang
dilakukan UK dan
Uzbekistan atas
penerapan UNCAC di
Indonesia
• Unsur pasal gratifikasi
yang dianggap suap
dengan unsur pasal suap
yang hampir serupa
Review UK dan Uzbekistan
• The reviewers were concerned about the rationale of
article 12 B that defines the aggravated form of bribery
when the public official acts in breach of his or her
obligations or tasks. This raises the question of the
rationale for the differentiation between the simple
and the aggravated form of bribery, bearing in mind
the substantial difference in sanctions…It is preferable
that articles 12 B and 12 C be removed from the law.
REKOMENDASI: HAPUS PASAL 12 B dan 12 C UU TIPIKOR
Komparasi
• Pasal 12 B Undang-Undang
Tipikor
“Setiap gratifikasi kepada
pegawai negeri atau
penyelenggara negara
dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan
jabatannya dan bertentangan
dengan kewajiban atau
tugasnya”
• Pasal 12 huruf a Undang-
Undang Tipikor
“pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar
melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang
bertentangan dengan
kewajibannya.”
Pasal 12 B jo. Pasal 12 C UU Tipikor
• Kelebihan
1. Adanya kewajiban
melakukan pembalikan
beban pembuktian
2. Penjelasan gratifikasi
yang luas
• Kekurangan
1. Adanya impunitas yang
diberikan kepada
penerima gratifikasi
yang melapor
2. Unsur pasal gratifikasi
yang dianggap suap
nyaris serupa dengan
unsur pasal suap
3. Tidak ada pidana bagi
pemberi
Mengapa Ada Pasal Gratifikasi?
• Muncul pada revisi UU Tipikor 2001
• Sistem pembuktian biasa dirasakan tidak efektif dan
memberatkan penyidik;
• Upaya menyamarkan hasil korupsi semakin kompleks dan
canggih;
• Perlu pengaturan tentang “Sistem Pembalikan Beban
Pembuktian” dalam RUU Tipikor;
• Untuk pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
memiliki kekayaan yang tidak seimbang dengan
penghasilan atau sumber pendapatannya. (Baharudin Lopa,
2001)
• Menghindari munculnya konflik kepentingan di kemudian
hari
Gratifikasi: Semangat Penerapan Illicit
Enrichment
• Untuk pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memiliki
kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber
pendapatannya. (Baharudin Lopa, 2001)
• Pegawai publik tidak diperkenankan menerima pemberian yang
berhubungan dengan jabatannya dalam bentuk apapun (PP 53/
2010)
• Penerimaan yang berhubungan dengan jabatannya di luar
pendapatan resmi diduga ilegal, sampai dibuktikan sebaliknya
• Perbandingan dengan India: kriminalisasi penerimaan gratifikasi
diatur dengan jelas sebagai “penerimaan di luar penerimaan yang
sah dari negara” (Chapter III section 7 point b India Prevention of
Corruption Act Number 49 of 1988)
Pencegahan Gratifikasi
• Pasal 12 C memberi impunitas, dan ada tidak
logis, karena delik sudah selesai, tapi justru tidak
dipidana
• Penerapan Pasal 1 huruf 3 UU Tipikor Tahun 1971
(Pelaporan tidak menghapus pidana)
• Pelaporan dalam Pasal 12 C menghapus pidana,
sebagai “reward” bagi pelapor gratifikasi.
• Pelaporan gratifikasi sebagai upaya pencegahan
munculnya konflik kepentingan di kemudian hari
(tanam budi)
Pencegahan Gratifikasi (2)
• Ada peningkatan jumlah
pelaporan gratifikasi per
Agustus 2013 (KPK,
2013)
• Pelaporan gratifikasi
mulai dilembagakan
melalui Peraturan
Hukum di tingkat K/L
Apa yang Dikriminalisasi?
• Pasal 12 B UU Tipikor tidak
membenarkan penerimaan
dalam bentuk apapun yang
berhubungan dengan jabatan
pegawai publik dan
bertentangan dengan
kewajiban atau tugasnya
(Lihat Pasal 4 angka 8
Peraturan Pemerintah No. 53/
2010 tentang Disiplin PNS)
• Penerimaan kepada pegawai
publik dimaafkan ketika ia
melapor kepada KPK
Kerancuan Pasal 12 B jo. Pasal 12 C UU
Tipikor
• Tidak jelas alasan dihapusnya pidana pasal 12 B
UU Tipikor
a. Alasan pemaaf: Penerima melaporkan
penerimaan gratifikasi. Perbuatannya tetap
merupakan tindak pidana
b. Alasan pembenar: Tidak ada, tapi yang dihapus
dalam Pasal 12 C adalah sifat melawan hukum
perbuatannya
Semangat penerapan pasal gratifikasi adalah
pegawai publik tidak boleh menerima pemberian
yang berhubungan dengan jabatannya
Pengaturan Gratifikasi dalam RUU
Tipikor Versi Pemerintah 2012
• Kata gratifikasi tidak ada lagi
• Ada pengaturan tentang kewajiban melaporkan
penerimaan pemberian kepada KPK (Pasal 22 RUU
Tipikor ver. Pemerintah 2012)
• Pengulangan “kesalahan” tentang pelaporan
penerimaan pemberian pada pasal 4 jo. Pasal 6 RUU
Tipikor ver. Pemerintah 2012, yang menghapus pidana
• Tetap belum ada pembatasan tegas tentang perbedaan
pasal penerimaan hadiah dengan pasal suap
• Mengatur tentang penerimaan dan pemberian oleh
agent/ perantara (stoorman)
• Tidak ada kewajiban pembalikan beban pembuktian
Gratuity, Illegal Gratuity, and Bribery
• Perkara US v. Sun-Diamond Growers of
California
• Menteri Pertanian Mike Espy menerima
pemberian dengan total US$5.900 dari teman
lamanya yang juga Pelobi Sun-Diamond
Growers, Richard Douglas
• Diduga menerima illegal gratuity (gratifikasi
ilegal), melanggar 18 U. S. C. §201(c)(1)(A)
Gratuity Statute
Gratuity, Illegal Gratuity, and Bribery
(2)
• Perdebatan tentang unsur “perbuatan yang
berhubungan dengan jabatannya”
1. Harus ada hubungan (nexus) antara pemberian
Richard Douglas dengan perbuatan Mike Espy sebagai
Menteri Pertanian
2. Tidak harus ada hubungan antara pemberian dengan
perbuatan Mike Espy sebagai Menteri Pertanian.
Perbuatan dapat dilakukan jauh setelah pemberian
dilakukan (konsep tanam budi)
• Hakim memutuskan bahwa perbuatan Mike Espy
bukan gratifikasi ilegal, melainkan penerimaan
pemberian biasa (gratuity)
Gratuity, Illegal Gratuity, and Bribery
(3)
• Bribery (Suap Menyuap)
Pemberian yang berhubungan dengan jabatannya dimaksudkan untuk menggerakkan
pegawai publik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Permintaan X –
Pemberian X)
• Illegal Gratuity (Gratifikasi Ilegal)
Pemberian yang berhubungan dengan jabatannya tidak dimaksudkan untuk
menggerakkan pegawai publik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, tapi
dapat terjadi pemberian tersebut adalah tanam budi si pemberi, untuk ditagih di
kemudian hari, atau pegawai publik merasa “berhutang” dan memberikan sesuatu
yang berkaitan dengan kepentingan pemberi
(Tidak ada permintaan – Pemberian X)
• Gratuity (Pemberian Biasa)
Pemberian yang berhubungan dengan dengan jabatan pegawai publik tidak
dimaksudkan untuk menggerakkan ybs, maupun tanam budi.
(Tidak ada permintaan – Tidak ada pemberian)
Harus ada pembuktian atas motif pemberi
Kesimpulan
• Pengaturan tentang penerimaan pemberian
(gratifikasi) tetap harus diatur
• Perlu ada perbaikan rumusan pasal agar ada
pembatasan yang jelas antara pasal suap
dengan penerimaan gratifikasi
• Kewajiban pembalikan beban pembuktian
tetap harus diatur
Rekomendasi
• Adanya gradasi unsur pasal dan pemidanaan
antara penerima suap, penerima gratifikasi
ilegal, dan penerima gratifikasi biasa
Rekomendasi Pasal Suap
Pasal Z
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah),
pegawai publik yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agarmelakukan
atau tidak melakukan sesuati dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya. (Pasal 12 huruf a UU
Tipikor)
Rekomendasi Pasal Gratifikasi Ilegal
Pasal Y
(1) Seorang pegawai publik yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan
jabatannya diancam pidana karena menerima suap, sampai dibuktikan
sebaliknya oleh terdakwa.
(2) Pidana bagi pegawai publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau
pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal Y’
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal Y tidak berlaku, jika penerima
melaporkan penerimaan hadiah kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak penerimaan dilakukan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Rekomendasi Pasal Penerimaan
Gratifikasi Biasa
Pasal X
(1) Setiap hadiah yang diterima oleh Pegawai Publik, baik secara langsung maupun
tidak langsung, wajib dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima hadiah
tersebut.
(2) Batasan nilai, bentuk, dan sifat hadiah yang dapat diterima oleh Pegawai Publik,
serta tata cara pelaporan berikut penetapan status atas hadiah tersebut
ditetapkan dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal X’
(1) Pegawai publik yang tidak melaporkan penerimaan hadiah sebagaimana
dimaksud pada Pasal X ayat (1), dikenakan hukuman disiplin berat.
(2) Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS

More Related Content

What's hot (10)

Hukum Perikatan utk PPA USAKTI
Hukum Perikatan utk PPA USAKTIHukum Perikatan utk PPA USAKTI
Hukum Perikatan utk PPA USAKTI
 
Hukum perikatan pakai
Hukum perikatan pakaiHukum perikatan pakai
Hukum perikatan pakai
 
Hukum perikatan
Hukum perikatanHukum perikatan
Hukum perikatan
 
Uu no 20_2001
Uu no 20_2001Uu no 20_2001
Uu no 20_2001
 
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKOR
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKORUU No.20 th 2001 ttgTIPIKOR
UU No.20 th 2001 ttgTIPIKOR
 
PERJANJIAN TANPA BALASAN
PERJANJIAN TANPA BALASANPERJANJIAN TANPA BALASAN
PERJANJIAN TANPA BALASAN
 
kuh perdata hukum perikatan
kuh perdata hukum perikatankuh perdata hukum perikatan
kuh perdata hukum perikatan
 
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
Undang undang no. 20 tahhttp://www.slideshare.net/slideshow/embed_code/168768...
 
hukum perikatan in Bahasa
hukum perikatan in Bahasahukum perikatan in Bahasa
hukum perikatan in Bahasa
 
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)
Konsep Tanggung Renteng dalam KUH Perdata (Idik Saeful Bahri)
 

Similar to UNCAC-Implementasi pasal gratifikasi pada undang undang tipikor-lola

Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan PublikPemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
AlexanderFranss
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
DavidLumbanGaol2
 

Similar to UNCAC-Implementasi pasal gratifikasi pada undang undang tipikor-lola (12)

Modul Sosialisasi Gratifikasi 2021.pdf
Modul Sosialisasi Gratifikasi 2021.pdfModul Sosialisasi Gratifikasi 2021.pdf
Modul Sosialisasi Gratifikasi 2021.pdf
 
PUNGLI-KORUPSI.pptx
PUNGLI-KORUPSI.pptxPUNGLI-KORUPSI.pptx
PUNGLI-KORUPSI.pptx
 
3. TINDAKAN PIDANA KORUPSI.pptx
3. TINDAKAN PIDANA KORUPSI.pptx3. TINDAKAN PIDANA KORUPSI.pptx
3. TINDAKAN PIDANA KORUPSI.pptx
 
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan PublikPemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
Pemberantasan Pungli di Instansi Pemerintah dan Pelayanan Publik
 
Sosialisasi Perka Badan POM tentang pengendalian gratifikasi
Sosialisasi Perka Badan POM tentang pengendalian gratifikasiSosialisasi Perka Badan POM tentang pengendalian gratifikasi
Sosialisasi Perka Badan POM tentang pengendalian gratifikasi
 
PG - Medan.pptx
PG - Medan.pptxPG - Medan.pptx
PG - Medan.pptx
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
 
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).pptGratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
Gratifikasi_dan_Anti_Korupsi_(Tim_Penyuluh_31_Mei_2021).ppt
 
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptx
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptxPENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptx
PENCEGAHAN GRATIFIKASI LLDIKTI XI.pptx
 
Pendidikan Anti Korupsi - Mengenal Tindak Pidana Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi -  Mengenal Tindak Pidana KorupsiPendidikan Anti Korupsi -  Mengenal Tindak Pidana Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi - Mengenal Tindak Pidana Korupsi
 
kpk
kpkkpk
kpk
 
Gratifikasi.pdf
Gratifikasi.pdfGratifikasi.pdf
Gratifikasi.pdf
 

More from Indonesia Anti Corruption Forum

More from Indonesia Anti Corruption Forum (20)

IACF GTC: Tanggung jawab korporasi (Albertina Ho)
IACF GTC: Tanggung jawab korporasi (Albertina Ho)IACF GTC: Tanggung jawab korporasi (Albertina Ho)
IACF GTC: Tanggung jawab korporasi (Albertina Ho)
 
IACF GTC: Menakar pertanggungjawaban korporasi
IACF GTC: Menakar pertanggungjawaban korporasiIACF GTC: Menakar pertanggungjawaban korporasi
IACF GTC: Menakar pertanggungjawaban korporasi
 
Korupsi korporasi
Korupsi korporasiKorupsi korporasi
Korupsi korporasi
 
IACF-GTC; Menutup Ruang Korupsi PBJ by IAPI
IACF-GTC; Menutup Ruang Korupsi PBJ by IAPIIACF-GTC; Menutup Ruang Korupsi PBJ by IAPI
IACF-GTC; Menutup Ruang Korupsi PBJ by IAPI
 
IACF-GTC; Menutup Ruang Korupsi PBJ
IACF-GTC; Menutup Ruang Korupsi PBJIACF-GTC; Menutup Ruang Korupsi PBJ
IACF-GTC; Menutup Ruang Korupsi PBJ
 
SPAK 2013 Editan Terakhir
SPAK 2013 Editan TerakhirSPAK 2013 Editan Terakhir
SPAK 2013 Editan Terakhir
 
Buku ipak bps2013
Buku ipak bps2013Buku ipak bps2013
Buku ipak bps2013
 
Release launch ipak_2013
Release launch ipak_2013Release launch ipak_2013
Release launch ipak_2013
 
Notulensi hasil PSC INDA 03 Anti Corruption, Bappenas, 1 Sept. 2014
Notulensi hasil PSC INDA 03 Anti Corruption, Bappenas, 1 Sept. 2014Notulensi hasil PSC INDA 03 Anti Corruption, Bappenas, 1 Sept. 2014
Notulensi hasil PSC INDA 03 Anti Corruption, Bappenas, 1 Sept. 2014
 
Reformasi Regulasi di Korea
Reformasi Regulasi di KoreaReformasi Regulasi di Korea
Reformasi Regulasi di Korea
 
E book-uncac-gap-analysis-3
E book-uncac-gap-analysis-3E book-uncac-gap-analysis-3
E book-uncac-gap-analysis-3
 
Uu nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan t
Uu nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tUu nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan t
Uu nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan t
 
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antiko
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antikoUu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antiko
Uu nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan konvensi pbb antiko
 
Uu nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik
Uu nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publikUu nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik
Uu nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik
 
Uu nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan
Uu nomor 10 tahun 1998 tentang perbankanUu nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan
Uu nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan
 
Uncac indonesia
Uncac indonesiaUncac indonesia
Uncac indonesia
 
Uu nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi
Uu nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsiUu nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi
Uu nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi
 
Se no 9 12 dpnp tentang pelaksanaan gcg bagi bank umum
Se no 9 12 dpnp tentang pelaksanaan gcg bagi bank umumSe no 9 12 dpnp tentang pelaksanaan gcg bagi bank umum
Se no 9 12 dpnp tentang pelaksanaan gcg bagi bank umum
 
Uu nomor 15 tahun 2002 tentang tppu
Uu nomor 15 tahun 2002 tentang tppuUu nomor 15 tahun 2002 tentang tppu
Uu nomor 15 tahun 2002 tentang tppu
 
Peraturan presiden nomor 35 tahun 2011
Peraturan presiden nomor 35 tahun 2011Peraturan presiden nomor 35 tahun 2011
Peraturan presiden nomor 35 tahun 2011
 

Recently uploaded

Recently uploaded (11)

HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKIHAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
HAK PATEN yang merupakan salah satu bagian dari HAKI
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptxHukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
Hukum Adat Islam Institut Agama Islam Negeri Bone.pptx
 
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
BUKU FAKTA SEJARAH :Pangeran Heru Arianataredja (keturunan Sultan Sepuh III S...
 
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
2. MACAM MACAM KORBAN.ppt Materi Kuliah Hukum Viktimologi
 
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHANBENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
BENTUK NEGARA ,BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN
 
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docxpdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
pdf-makalah-manusia-nilai-moral-hukum.docx
 
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
1. TTT - AKKP (Pindaan 2022) dan AKJ (Pemansuhan 2022) (1A) (1).pptx
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptxPENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2024.pptx
 

UNCAC-Implementasi pasal gratifikasi pada undang undang tipikor-lola

  • 1. Implementasi Pasal Gratifikasi Pada Undang-Undang Tipikor Lalola Easter Indonesia Corruption Watch 2014
  • 2. Latar Belakang Permasalahan • Hasil review UNCAC yang dilakukan UK dan Uzbekistan atas penerapan UNCAC di Indonesia • Unsur pasal gratifikasi yang dianggap suap dengan unsur pasal suap yang hampir serupa
  • 3. Review UK dan Uzbekistan • The reviewers were concerned about the rationale of article 12 B that defines the aggravated form of bribery when the public official acts in breach of his or her obligations or tasks. This raises the question of the rationale for the differentiation between the simple and the aggravated form of bribery, bearing in mind the substantial difference in sanctions…It is preferable that articles 12 B and 12 C be removed from the law. REKOMENDASI: HAPUS PASAL 12 B dan 12 C UU TIPIKOR
  • 4. Komparasi • Pasal 12 B Undang-Undang Tipikor “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya” • Pasal 12 huruf a Undang- Undang Tipikor “pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.”
  • 5. Pasal 12 B jo. Pasal 12 C UU Tipikor • Kelebihan 1. Adanya kewajiban melakukan pembalikan beban pembuktian 2. Penjelasan gratifikasi yang luas • Kekurangan 1. Adanya impunitas yang diberikan kepada penerima gratifikasi yang melapor 2. Unsur pasal gratifikasi yang dianggap suap nyaris serupa dengan unsur pasal suap 3. Tidak ada pidana bagi pemberi
  • 6. Mengapa Ada Pasal Gratifikasi? • Muncul pada revisi UU Tipikor 2001 • Sistem pembuktian biasa dirasakan tidak efektif dan memberatkan penyidik; • Upaya menyamarkan hasil korupsi semakin kompleks dan canggih; • Perlu pengaturan tentang “Sistem Pembalikan Beban Pembuktian” dalam RUU Tipikor; • Untuk pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memiliki kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber pendapatannya. (Baharudin Lopa, 2001) • Menghindari munculnya konflik kepentingan di kemudian hari
  • 7. Gratifikasi: Semangat Penerapan Illicit Enrichment • Untuk pegawai negeri atau penyelenggara negara yang memiliki kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber pendapatannya. (Baharudin Lopa, 2001) • Pegawai publik tidak diperkenankan menerima pemberian yang berhubungan dengan jabatannya dalam bentuk apapun (PP 53/ 2010) • Penerimaan yang berhubungan dengan jabatannya di luar pendapatan resmi diduga ilegal, sampai dibuktikan sebaliknya • Perbandingan dengan India: kriminalisasi penerimaan gratifikasi diatur dengan jelas sebagai “penerimaan di luar penerimaan yang sah dari negara” (Chapter III section 7 point b India Prevention of Corruption Act Number 49 of 1988)
  • 8. Pencegahan Gratifikasi • Pasal 12 C memberi impunitas, dan ada tidak logis, karena delik sudah selesai, tapi justru tidak dipidana • Penerapan Pasal 1 huruf 3 UU Tipikor Tahun 1971 (Pelaporan tidak menghapus pidana) • Pelaporan dalam Pasal 12 C menghapus pidana, sebagai “reward” bagi pelapor gratifikasi. • Pelaporan gratifikasi sebagai upaya pencegahan munculnya konflik kepentingan di kemudian hari (tanam budi)
  • 9. Pencegahan Gratifikasi (2) • Ada peningkatan jumlah pelaporan gratifikasi per Agustus 2013 (KPK, 2013) • Pelaporan gratifikasi mulai dilembagakan melalui Peraturan Hukum di tingkat K/L
  • 10. Apa yang Dikriminalisasi? • Pasal 12 B UU Tipikor tidak membenarkan penerimaan dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan jabatan pegawai publik dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya (Lihat Pasal 4 angka 8 Peraturan Pemerintah No. 53/ 2010 tentang Disiplin PNS) • Penerimaan kepada pegawai publik dimaafkan ketika ia melapor kepada KPK
  • 11. Kerancuan Pasal 12 B jo. Pasal 12 C UU Tipikor • Tidak jelas alasan dihapusnya pidana pasal 12 B UU Tipikor a. Alasan pemaaf: Penerima melaporkan penerimaan gratifikasi. Perbuatannya tetap merupakan tindak pidana b. Alasan pembenar: Tidak ada, tapi yang dihapus dalam Pasal 12 C adalah sifat melawan hukum perbuatannya Semangat penerapan pasal gratifikasi adalah pegawai publik tidak boleh menerima pemberian yang berhubungan dengan jabatannya
  • 12. Pengaturan Gratifikasi dalam RUU Tipikor Versi Pemerintah 2012 • Kata gratifikasi tidak ada lagi • Ada pengaturan tentang kewajiban melaporkan penerimaan pemberian kepada KPK (Pasal 22 RUU Tipikor ver. Pemerintah 2012) • Pengulangan “kesalahan” tentang pelaporan penerimaan pemberian pada pasal 4 jo. Pasal 6 RUU Tipikor ver. Pemerintah 2012, yang menghapus pidana • Tetap belum ada pembatasan tegas tentang perbedaan pasal penerimaan hadiah dengan pasal suap • Mengatur tentang penerimaan dan pemberian oleh agent/ perantara (stoorman) • Tidak ada kewajiban pembalikan beban pembuktian
  • 13. Gratuity, Illegal Gratuity, and Bribery • Perkara US v. Sun-Diamond Growers of California • Menteri Pertanian Mike Espy menerima pemberian dengan total US$5.900 dari teman lamanya yang juga Pelobi Sun-Diamond Growers, Richard Douglas • Diduga menerima illegal gratuity (gratifikasi ilegal), melanggar 18 U. S. C. §201(c)(1)(A) Gratuity Statute
  • 14. Gratuity, Illegal Gratuity, and Bribery (2) • Perdebatan tentang unsur “perbuatan yang berhubungan dengan jabatannya” 1. Harus ada hubungan (nexus) antara pemberian Richard Douglas dengan perbuatan Mike Espy sebagai Menteri Pertanian 2. Tidak harus ada hubungan antara pemberian dengan perbuatan Mike Espy sebagai Menteri Pertanian. Perbuatan dapat dilakukan jauh setelah pemberian dilakukan (konsep tanam budi) • Hakim memutuskan bahwa perbuatan Mike Espy bukan gratifikasi ilegal, melainkan penerimaan pemberian biasa (gratuity)
  • 15. Gratuity, Illegal Gratuity, and Bribery (3) • Bribery (Suap Menyuap) Pemberian yang berhubungan dengan jabatannya dimaksudkan untuk menggerakkan pegawai publik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Permintaan X – Pemberian X) • Illegal Gratuity (Gratifikasi Ilegal) Pemberian yang berhubungan dengan jabatannya tidak dimaksudkan untuk menggerakkan pegawai publik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, tapi dapat terjadi pemberian tersebut adalah tanam budi si pemberi, untuk ditagih di kemudian hari, atau pegawai publik merasa “berhutang” dan memberikan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan pemberi (Tidak ada permintaan – Pemberian X) • Gratuity (Pemberian Biasa) Pemberian yang berhubungan dengan dengan jabatan pegawai publik tidak dimaksudkan untuk menggerakkan ybs, maupun tanam budi. (Tidak ada permintaan – Tidak ada pemberian) Harus ada pembuktian atas motif pemberi
  • 16. Kesimpulan • Pengaturan tentang penerimaan pemberian (gratifikasi) tetap harus diatur • Perlu ada perbaikan rumusan pasal agar ada pembatasan yang jelas antara pasal suap dengan penerimaan gratifikasi • Kewajiban pembalikan beban pembuktian tetap harus diatur
  • 17. Rekomendasi • Adanya gradasi unsur pasal dan pemidanaan antara penerima suap, penerima gratifikasi ilegal, dan penerima gratifikasi biasa
  • 18. Rekomendasi Pasal Suap Pasal Z Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah), pegawai publik yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agarmelakukan atau tidak melakukan sesuati dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. (Pasal 12 huruf a UU Tipikor)
  • 19. Rekomendasi Pasal Gratifikasi Ilegal Pasal Y (1) Seorang pegawai publik yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya diancam pidana karena menerima suap, sampai dibuktikan sebaliknya oleh terdakwa. (2) Pidana bagi pegawai publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Pasal Y’ (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal Y tidak berlaku, jika penerima melaporkan penerimaan hadiah kepada Komisi Pemberantasan Korupsi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak penerimaan dilakukan. (2) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
  • 20. Rekomendasi Pasal Penerimaan Gratifikasi Biasa Pasal X (1) Setiap hadiah yang diterima oleh Pegawai Publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, wajib dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima hadiah tersebut. (2) Batasan nilai, bentuk, dan sifat hadiah yang dapat diterima oleh Pegawai Publik, serta tata cara pelaporan berikut penetapan status atas hadiah tersebut ditetapkan dengan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pasal X’ (1) Pegawai publik yang tidak melaporkan penerimaan hadiah sebagaimana dimaksud pada Pasal X ayat (1), dikenakan hukuman disiplin berat. (2) Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. pembebasan dari jabatan; d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS