1. Dokumen tersebut membahas aspek hukum dalam perjanjian baku pada layanan parkir valet, khususnya mengenai kesesuaian perjanjian tersebut dengan KUHPerdata dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
2. Dibahas mengenai asas-asas umum perjanjian antara lain asas konsensualisme, kebebasan berkontrak, keseimbangan, dan perlindungan konsumen dalam perjanjian baku.
3. Dokumen tersebut men
1. Aspek hukum dalam perjanjian baku pada karcis Layanan Parkir Valet dikaitkan
dengan ketentuan KUHPerdata dan Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Bab IPendahuluanDalam sistem Hukum Perdata Indonesia,
perikatan dapat timbul dari dua hal, yaitu pertama dari perjanjian atau kesepakatan para
pihak dan kedua yaitu yang timbulnya karena undang-undang. Perikatan diartikan
sebagai perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak
yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain ( pemenuhan prestasi) dan
pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu (kontra prestasi).Hukum
perjanjian dalam KUHPerdata menganut asas konsensualisme. Konsensualisme berasal
dari akar kata konsensus yang berarti sepakat. Kesepakatan dapat berupa suatu perjanjian
tertulis, atau lisan atau kebiasaan yang terjadi dalam satu sifat atau lingkup transaksi
tertentu[1]. Pihak yang berhak menuntut prestasi (kreditur) mendapatkan perlindungan
hukum untuk meminta pemenuhan, atau pemulihan atau ganti rugi dalam hal pihak yang
harus memenuhi prestasi (debitur) dalam keadaan tidak dapat (baik karena tidak mampu
atau sebab lainnya) memenuhi prestasi dimaksud. Perjanjian pada umumnya bersifat
bilateral dan timbal balik, artinya suatu pihak yang memperoleh hak-hak dari perjanjian
itu, juga menerima kewajiban-kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak hak yang
diperolehnya. Sebaliknya suatu pihak yang memikul kewajiban kewajiban juga
memperoleh hak-hak yang dianggap merupakan kebalikan dari kewajiban yang
dibebankan padanya[2].Asas umum perjanjian dalam KUHPerdata terdapat dalam pasal
1320 dan pasal 1321 KHUPerdata yang berbunyi : Pasal 1320. Untuk sahnya suatu
perjanjian diperlukan 4 syarat :a) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.b)
Kecakapan untuk membuat suatu perikatanc) Suatu hal tertentu,d) suatu sebab yang
halal.Pasal 1321. Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,
atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.Jasa pelayanan parkir valet (valet
parking service), adalah salah satu contoh perjanjian yang berdasarkan asas
konsensualisme dianggap telah disepakati para pihak, secara serta merta ketika konsumen
pengguna jasa valet parkir (untuk kesederhanaan diartikan sebagai pemilik mobil)
menyerahkan kunci mobilnya untuk diparkirkan oleh petugas parkir. Ketentuan-
ketentuan yang mengatur (general terms and conditions) pada perjanjian valet parking
terdapat dan tercetak pada lembaran kartu valet parkir yang diterima oleh konsumen.
Ketentuan yang mengatur hak-hak dan kewajiban antara konsumen (dalam hal ini dapat
dipersamakan dengan kreditur jasa pelayanan valet parkir) dan Perusahaan (dalam hal ini
dapat dipersamakan dengan debitur yang menyediakan jasa pelayanan valet parkir),
merupakan perjanjian baku, yaitu perjanjian yang telah diberlakukan sepihak dan
dianggap diterima oleh pihak lain seketika pihak lain tersebut menerima penawaran
(accept the offer) jasa dimaksud. Dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen dinyatakan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau
ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian
yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.Prosedur baku dalam pelayanan jasa
valet parkir adalah konsumen segera menyerahkan mobilnya dalam keadaan mesin
menyala kepada petugas berseragam valet parking di tempat yang ditentukan (biasanya di
depan lobby), dan menerima secarik tiket atau kertas sebagai bukti telah menyerahkan
mobil untuk diparkirkan.Mengingat kedudukan para pihak dalam penentuan terms and
conditions perjanjian baku tidak seimbang, dimana satu pihak (dalam hal ini konsumen)
2. berada pada posisi take it or leave it, maka perjanjian baku diharapkan tetap memenuhi
asas-asas lain dalam perjanjian seperti asas keseimbangan, asas kepatutan, asas itikad
baik dan tidak ada cacat tersembunyi serta memenuhi rasa keadilan hukum bagi
konsumen dalam meningkatkan posisi tawarnya terhadap Perusahaan yang menawarkan
jasa valet parkir. Bunyi perjanjian standar pada Layanan Parkir Valet pada umumnya
adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan tidak bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat
kerusakan atau kehilangan kendaraan berikut isinya dan atau kendaraan pihak
ketiga maupun kecelakaan terhadap seseorang selama kendaraan Anda berada di
lingkungan parkir perusahaan atau dikemudikan oleh petugas Layanan Parking
Valet
2. Apabila anda kehilangan kartu parkir, Perusahaan tidak bertanggungjawab atas
kerugian yang ditimbulkan akibat penyerahan kendaraan serta isinya kepada
pihak lain yang menyerahkan kartu parkir perusahaan.
Sedangkan dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
mengenai klausul baku untuk tetap tegaknya asas kebebasan berkontrak berbunyi antara
lain sebagai berikut : Pasal 18(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:a. menyatakan pengalihan
tanggung jawab pelaku usaha;….e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya
kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;….. (2) Pelaku usaha
dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak
dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.(3) Setiap
klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian
yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan
batal demi hukum.(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan
dengan Undang-undang ini. Makalah ini akan mengkaji dan menguji secara hukum
apakah ketentuan yang tercetak pada perjanjian baku tersebut telah memenuhi asas-asas
umum hukum perjanjian dan perlindungan bagi konsumen berdasarkan asas-asas hukum
yang hidup di masyarakat. Bab IIAsas-asas umum dalam suatu perjanjian
1. Asas-asas umum perikatan
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perikatan dapat timbul dari dua hal
yaitu karena perjanjian dan atau karena undang-undang. Perikatan yang lahir dari
perjanjian adalah perikatan yang timbul atas dasar sepakat berdasarkan asas kebebasan
berkontrak antar para pihak. Kesepakatan tersebut berlaku dan mengikat sebagai undang-
undang bagi para pihak yang terikat dengan kesepakatan tersebut (pasal 1338
KUHPerdata).Terlepas dari sumber timbulnya perikatan, setiap perikatan harus
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut[3] :a. Hubungan hukumHubungan hukum
tersebut melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lainnya. Pelanggaran
oleh satu pihak atas hubungan tersebut, menempatkan hukum untuk berperan dalam
pemenuhan atau pemulihannyab. Kekayaan dan immaterialitasHubungan hukum yang
dapat dinilai dengan uang merupakan suatu perikatan. Namun, sekalipun hubungan
3. hukum tidak dapat dinilai dengan uang, apabila rasa keadilan masyarakat menghendaki
agar suatu hubungan diberi akibat hukum, maka hukumpun akan melekatkan akibat
huykum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatanc. Pihak – pihakPada setiap
perikatan setidak-tidaknya harus ada satu pihak yang bertindak sebagai kreditur dan satu
pihak sebagai debitur. Kreditur dan debitur dalam hal ini adalah pengertian yang luas
menyangkut kepada prestasi yang dituntut dan kontraprestasi yang diharapkan. Satu
kreditur dapat menjadi debitur pada saat yang sama, namun dengan prestasi dan
kontraprestasi yang resiprokal. Misalnya seorang penjual adalah kreditur terhadap harga
penjualannya namun adalah merupakan debitur yang mempunyai kewajiban untuk
menyerahkan barang atau jasa yang diperjanjikan. Hal yang sebaliknya berlaku bagi
pembeli.d. Prestasi (objek hukum)Pasal 1234 KUHPerdata membedakan prestasi dalam
bentuk :1) Memberikan sesuatu2) Berbuat sesuatu3) Tidak berbuat sesuatu
1. Asas-asas umum perjanjian
Asas-asas umum perjanjian ini pada umumnya berlaku secara universal baik dalam
sistem hukum kontinental maupun dalam sistem hukum anglo saxon. Asas-asas tersebut
terdapat baik secara eksplisit maupun dalam sifatnya yang implisit dalam buku III
KUHPerdata tentang PerikatanAsas-asas umum perjanjian adalah[4] :a. Asas
kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi)Para pihak bebas menentukan isi serta
persyaratan perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang bersifat memaksa, baik ketentuan umum maupun perundang-
undangan. b. Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)Timbulnya berdasarkan
perjumpaan atau persesuaian kehendak, tanpa terikat dengan bentuk formalitas
tertentuc. Asas kepercayaand. Asas kekuatan mengikatMengikat bagi para pihak,
tidak saja untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan tetapi juga untuk yang menurut sifat
persetujuan diharuskan oleh suatu kepatutan, kebiasaan, atau undang-undange. Asas
persamaan hukumf. Asas keseimbanganAsas keseimbangan adalah asas yang
menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur
mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut
pemenuhan prestasi melalui kekayaan debitur. Debitur memikul pula kewajiban untuk
melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik g. Asas kepastian hukumh. Asas
morali. Asas kepatutanj. Asas kebiasaanSuatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk
apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim
diikuti
1. Perjanjian baku
Dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dinyatakan
bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.Secara sepintas, dapat terkesan bahwa perjanjian baku bertentangan atau
tidak sejalan dengan asas-asas umum perjanjian seperti asas sepakat dan konsensual,
mengingat terms and conditionnya telah ditetapkan (pre determined) secara sepihak.
Namun demikian, bahwa dengan diterimanya syarat syarat tersebut oleh pihak lainnya
4. dapat diartikan bahwa secara sukarela yang bersangkutan telah mengikatkan diri untuk
menerima persyaratan persyaratan dimaksud. Mengingat penundukan sukarela yang
demikian, maka penting dijaga bahwa terms and condition tersebut memenuhi unsur-
unsur keadilan, kepatutan, keseimbangan dan perlindungan bagi pihak yang secara
objektif faktual berada dalam posisi yang tidak seimbang. Kondisi objektif faktual
tersebut antara lain dapat berupa tidak adanya alternatif untuk mendapatkan pilihan-
pilihan yang terbuka, atau tidak adanya waktu yang cukup bagi satu pihak untuk
merundingkan terms and conditions atau posisi tawar yang relatif lebih lemah baik karena
kedudukan monopolistis atau karena sifat barang dan/atau jasa yang menjadi objek
perjanjiannya. Kontrak baku adalah kebutuhan nyata dalam sebuah bisnis. Kebutuhan
tersebut timbul mengingat sifat-sifat dari transaksi seperti berulang-ulang dan relatif
homogen, berlaku umum dan massal serta telah merupakan kebiasaan dalam dunia
perdagangan.Namun demikian, Undang-undang membatasi kebebasan dari satu pihak
untuk mendiktekan ketentuan dan syarat-syaratnya untuk tidak bertentangan dengan asas-
asas umum pada perikatan. Undang-undang no. 8 tahun 1999 dalam konsideransnya
menyatakan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha
yang bertanggung jawab; Selain itu juga dalam pasal 3 dinyatakan bahwa penting untuk
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;Berdasarkan
penjelasan pasal 18 ayat 1 Undang-undang nomor 8 tahun 1999, pembatasan-pembatasan
pada kontrak baku justru diperlukan untuk melindungi asas kebebasan berkontrak yang
berlaku secara universal itu. Selengkapnya bunyi pasal 18 Undang undang nomor 8 tahun
1999 adalah sebagai berikut : Pasal 18(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:a.
menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;b. menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;c. menyatakan bahwa
pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang
dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen
kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk
mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek
jual beli jasa;g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;h. menyatakan bahwa
konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak
gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.(2)
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum.(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang
5. bertentangan dengan Undang-undang ini. Sebenarnya pengaturan perundang-undangan
perlindungan konsumen ini adalah semacam lex specialist dari pengaturan umum yang
ada pada perikatan dalam KUHPerdata, pada pasal 1493 dan pasal 1494 yang berbunyi
sebagai berikut : Pasal 1493Kedua belah pihak, dengan persetujuan-persetujuan istimewa
boleh memperluas atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini
dan bahkan mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib
menanggung sesuatu apa pun.Pasal 1494Meskipun telah diperjanjikan bahwa penjual
tidak akan menanggung sesuatu apa pun, ia tetap bertanggung jawab atas akibat dari
suatu perbuatan yang dilakukannya, segala persetujuan yang bertentangan dengan ini
adalah batal. Satu hal yang sangat jelas pada kedua produk perundang-undangan di atas
adalah tidak diperbolehkannya satu pihak yang seyogianya bertanggungjawab tetapi
mengalihkan atau tidak mengakui tanggungjawab tersebut, atau yang disebut sebagai
klausul eksonerasi. D. Perjanjian valet parkir sebagai perjanjian jasa untuk penitipan
barangDari sisi KUHPerdata, perjanjian valet parkir dapat digolongkan sebagai perjanjian
penitipan barang pada umumnya. Perjanjian penutupan barang diatur dalam KUHPerdata
mulai dari pasal 1694 sampai dengan pasal 1729. Perjanjian penitipan barang ini dapat
dianggap sebagai penitipan sukarela, karena pada dasarnya konsumen dapat memilih
untuk memanfaatkan jasa valet parkir atau tidak.Dalam pasal 1706 dan 1707 dinyatakan
sebagai berikut :Pasal 1706Penerima titipan wajib memelihara barang titipan itu dengan
sebaik-baiknya seperti memelihara barang-barang kepunyaan sendiri.Pasal
1707Ketentuan dalam pasal di atas im wajib diterapkan secara lebih teliti:a. jika
penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang itu;b.
jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu;c. jika penitipan itu terjadi
terutama untuk kepentmgan penerima titipan;d. jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa
penerima titipan bertanggung jawab atau semua kelalaian dalam menyimpan barang
titipan itu. Dari pemaparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
perjanjian penitipan barang adalah hal hal yang lumrah dan telah mendapat pengaturan
dasar dalam KUHPerdata. Pengaturan lanjut seperti dalam Peraturan Pemerintah atau
Peraturan Daerah mengenai hal ikhwal perparkiran pada umumnya atau valet parkir pada
khususnya harus memperhatikan ketentuan hukum-hukum dasar dan hukum lainnya yang
secara khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen. Bab IIIAspek
hukum dalam perjanjian baku pada karcis Layanan Parkir Valet dikaitkan dengan
Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan KonsumenBunyi
perjanjian standar pada Layanan Parkir Valet pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan tidak bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan akibat
kerusakan atau kehilangan kendaraan berikut isinya dan atau kendaraan pihak
ketiga maupun kecelakaan terhadap seseorang selama kendaraan Anda berada di
lingkungan parkir perusahaan atau dikemudikan oleh petugas Layanan Parking
Valet
2. Apabila anda kehilangan kartu parkir, Perusahaan tidak bertanggungjawab atas
kerugian yang ditimbulkan akibat penyerahan kendaraan serta isinya kepada
pihak lain yang menyerahkan kartu parkir perusahaan.
3. Segera laporkan kepada manager on duty apabila kartu parkir anda hilang.
Kendaraan yang tidak diambil sampai dengan pukul ….. WIB akan disimpan di
Posko Security Perusahaan
6. 4. Kendaraan yang tidak diambil sampai dengan pukul …. WIB, akan dikenakan
denda Rp …….,-
Perjanjian tersebut dibuat dalam dalam dua bahasa, dengan versi bahasa Inggeris sebagai
berikut :
1. The Company does not accept any responsibility for any damage or loss however
caused to the car and its content and or to any third party’s cas being driven by
Valet Parking Staff
2. In the event of a ticket loss, the Company will not be held liable for loss and
damage to the vechicle or its content, following release to the individual in
possession of the ticket
3. Please report to the Manager on Duty immediately in the event of ticket loss. Car
that is not retrieved until 11.00 PM will be kept at Company’s Post
4. A Rp. ……,- fine will be charged if the car is not retrieved by … AM
Apabila diperhatikan bunyi perjanjian baku yang bunyinya tercetak seperti di atas, pada
dasarnya memiliki beberapa kekeliruan mendasar. Penyimpangan dan kekeliruan dari
sisi legal adalah :a. Pengelakan, pengalihan dan pembatasan
tanggungjawab perusahaan valet parkirPengelakan, pengalihan dan pembatasan
tanggungjawab perusahaan valet parkir dibedakan dalam dua hal, yaitu :
1) Ketika berada dalam lingkungan parkir perusahaanLingkungan
parkir perusahaan sepenuhnya adalah dalam domain dan wilayah penjagaan Perusahaan.
Jadi adalah sesuatu yang naif dan tidak bertanggungjawab suatu perusahaan yang
lingkungan kegiatan dan usahanya adalah untuk menerima penitipan barang, tetapi tidak
bertanggungjawab kalau ada kehilangan di wilayah yang merupakan domainnya tersebut.
Perusahaan harus berusaha dengan standar keamanan dan perlindungan yang wajar
terhadap kendaraan yang dititipkan dalam lingkungan usahanya berdasarkan ketentuan
yang umumnya berlaku. Suatu disclaimer atau exemption atau eksonerasi yang demikian
harus dianggap batal demi hukum. Perjanjian yang ada adalah perjanjian penitipan bukan
perjanjian penyewaan lahan parkir. Perjanjiannya sendiri tetap dianggap sah, namun
klausul pembatasan tersebutlah yang tidak sah.[5]2) Ketika
dikemudikan oleh petugas parkir perusahaanKlausul yang mengelak dari tanggungjawab
oleh perusahaan, ketika dikemudikan petugas parkir perusahaan baik terhadap kerusakan
dan kehilangan kendaraan maupun isinya serta terhadap pihak ketiga lainnya adalah salah
satu klausul yang sangat naif dan menjungkir balikkan logika. Pada hal asas yang umum
dalam hukum, adalah bahwa hukum itu harus mengikuti dan bersetuju terhadap hal-hal
yang rasional, atau yang dikenal dengan istilah Lex semper intendit quod convenit
rationi.[6]Perusahaan atau petugas perusahaan ketika menerima mobil dari konsumennya
untuk diparkirkan, berarti telah mengambil alih tanggungjawab untuk memarkir,
menyimpan dan akan mengembalikan kendaraan dan isinya dalam keadaan sebagaimana
diterima. Prinsip kecermatan, trust, due pofessional care dan fiduciary duties dapat
dianggap melekat pada perusahaan[7].Tidak ada klausul manapun pada peraturan
perundang-undangan yang lain, seperti peraturan perlalu-lintasan atau peraturan asuransi
kecelakaan yang mengindemnify pelaku atas kemungkinan adanya celaka, loss atau
damage yang diakibatkannya.b. Ketidakseimbangan hak dan
7. kewajiban pada terms bakuPeraturan baku perusahaan menyatakan bahwa apabila karena
konsumen kehilangan kartu valet parkir, yang mengakibatkan secara keliru petugas parkir
menyerahkan kendaraan kepada orang lain, maka pihak perusahaan tidak dapat
dimintakan tanggungjawab atas kerugian atau kehilangan kendaraan maupun isinya.
Sebagaimana diketahui dalam undang-undang perlindungan konsumen, tujuan utamanya
adalah untuk :
1. Mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggungjawab dalam
menjalankan usahanya
2. Meningkatkan daya tawar konsumen terhadap pelaku dunia usaha
Terms di atas tidak mendorong dan tidak mencerminkan pemenuhan terhadap amanat dan
cita-cita undang-undang itu. Perusahaan seyogianya menerapkan prinsip kehati-hatian,
profesionalisme, alertness dan lain-lain sesuai dengan spesialisasinya di bidang jasa valet
parkir. Dalam hal konsumen kehilangan bukti valet parkir, perusahaan seyogianya
terlebih dahulu meminta surat tanda nomor kendaraan dan bukti tambahan atau aksesorial
lainnya mengenai kepemilikan kendaraan, dan tidak serta-merta membangun tembok
imunitas apabila petugas valet parkir salah memberikan kendaraan kepada orang lain
(yang bukan pemilik atau pengguna yang sah), hanya karena orang lain tersebut mampu
menunjukkan bukti valet parkir yang mungkin tercecer dan ditemukannya.Akibat lebih
jauh adalah apabila ada sindikasi kejahatan yang memalsukan kartu valet, dan
menggunakannya untuk mengambil kendaraan segera setelah ditinggalkan pemiliknya
yang sah, akan menjadikan pemilik kendaraan pada posisi sulit dan rawan untuk
mendapatkan kembali kendaraannya. Di sisi lain, sebagaimana dilihat pada terms baku
nomor satu, sekalipun pemilik kendaraan tetap menyimpan dan mampu menunjukkan
kartu valet parkir pada saat dia mau mengambil kendaraannya, tidak ada jaminan bahwa
dia akan diganti rugi atau dipulihkan hak-haknya manakala kendaraan dan/ atau isi
kendaraan tersebut berkurang, rusak atau hilang. Seperti telah dikutip pada bab
sebelumnya mengenai ketentuan-ketentuan KUHPerdata, pada dasarnya undang-undang
dan ketentuan yang berlaku sebagai hukum positif tidak memberikan ruang untuk
melakukan penyimpangan dari ketentuan yang ada. Terms and conditions pada lembar
karcis tanda parkir valet tidak boleh diartikan sebagai lex specialist dari ketentuan
undang-undang yang lebih tinggi. Justru sebaliknya asas yang semestinya digunakan
untuk menguji dan mengukur keabsahan klausul baku tersebut adalah adagium yang
menyatakan bahwa ketentuan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang lebih tinggi atau lex superior derogat legi inferiori. Berdasarkan asas
tersebut, maka peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang mengatur materi yang sama,
maka peraturan perundang-undangan yang lebih tinggilah yang berlaku.[8] Selanjutnya
apabila diuji berdasarkan ketentuan keabsahan perjanjian sebagaimana dimaksud pada
pasal 1320 KUHPerdata, seyogianya perjanjian yang demikian harus dianggap
bertentangan dengan kausa halal. Selanjutnya berdasarkan pasal 1324 KUHPerdata,
dinyatakan bahwa suatu perjanjian sudah mengandung unsur paksaan apabila perbuatan
itu sedemikian lrupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila
perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau
kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Demikian juga,
8. apabila diuji dengan semangat, maksud dan diktum-diktum pada Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen, klausul baku yang ada pada karcis valet parkir adalah
bertentangan dan tidak sejalan dengan undang-undang tersebut. Pertentangan atau ketidak
sesuaian dengan Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen antara lain adalah [9]:
(1) a. pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;b. pembuktian atas hilangnya barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;c. menyatakan tunduknya konsumen
kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan
lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan
jasa yang dibelinya;(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang
letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. (3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan
oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. (4) Pelaku usaha
wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-undang
ini. Khusus mengenai diktum nomor (2) mengenai kesulitan membaca atau
pengungkapan yang sulit dimengerti, sifatnya agak debatable karena tingkat kesulitan
tersebut adalah relatif, sekalipun dengan ukuran yang normal lay-out dan font huruf-
hurufnya adalah sedemikian kecil, jauh dibawah besar huruf yang normal digunakan
seperti huruf-huruf surat kabar atau buku-buku bacaan.Namun demikian, andaikanpun
huruf-hurufnya sedemikian tebal dan terang tercetak, hal tersebut tidak mengurangi
makna bahwa konsumen tidak dalam posisi seimbang antara hak-hak dan kewajibannya
dengan produsen atau pengusaha valet parkir. Kondisi take it or leave it adalah
karakteristik nyata jasa valet parkir sejak konsumen memutuskan untuk menggunakan
jasa tersebut. Kondisi tersebut adalah nyata dan sulit bagi konsumen untuk
menegosiasikan kekhususan, kepantasan dan kepatutan dalam membuat perjanjian atau
klausul baku. Bab IVSIMPULANBerdasarkan uraian sebelumnya mengenai
hakekat perjanjian berdasarkan KUHPerdata dan Undang-undang Perlindungan
Konsumen, ketentuan perjanjian baku pada karcis valet parkir adalah tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, khususnya menyangkut :
1. Pengelakan dan pengalihan tanggungjawab pengelola jasa valet parkir kepada
konsumen
2. Ketidak seimbangan terms and conditions pada klausul valet parkir yang
cenderung lebih memberatkan kepada konsumen
3. Harapan untuk penguatan posisi tawar konsumen dan pemberian dorongan
tanggungjawab kepada pengelola jasa valet parkir yang tidak atau sangat kurang
Jakarta, Desember 2007 Sampe L. Purba Daftar PustakaA. BukuBlack’s
Law dictionary, fifth edition, St Paul Minn, West Publishing Co., 1979Herlien Budiono,
Asas keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2006IG Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoin, Jakarta, 2007Mariam Darus
Badrulzaman et.al, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2001R.
Subekti, Aneka Perjanjian, cetakan ke 10, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995
————–, Hukum Perjanjian, cetakan ke 21, PT Intermasa, Jakarta 2005Sudikno
Mertokusumo, Penemuan Hukum, Penerbit Liberty Yogyakarta, 2004B. Perundang-
9. undanganKitab Undang-Undang Hukum PerdataUndang-Undang nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
[1] R. Subekti, Aneka Perjanjian, cetakan ke 10, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 3
[2] R. Subekti, Hukum Perjanjian, cetakan ke 21, PT Intermasa, Jakarta 2005, hal. 30
[3] Mariam Darus Badrulzaman et.al, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2001,
hal. 1-4
[4] Herlien Budiono, Asas keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2006, hal. 95-113
[5] Dalam kasus yang hampir sama, majelis kasasi MA ‘menolak’ kasasi secure parking dalam perkara
nomor 1264K/Pdt/2005 dan menghukum Secure Parking membayar kehilangan mobil yang dialami
konsumennya.
[6] Lex semper intendit quod convenit rationi means the law always intends what is agreable to reason, cf.
Black’s law dictionary, fifth edition, St Paul Minn, West Publishing Co., 1979, hal. 822
[7] Prinsip tersebut di atas, secara umum melekat pada direksi perusahaan yang mengemudikan jalannya
perusahaan atas amanah pemegang saham. Sampai pada derajat tertentu analogi tersebut kiranya dapat
dilekatkan pada perusahaan dan petugas valet parkir. Mengenai tanggungjawab kehati-hatian ini, dapat
diperdalam pada IG Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoin, Jakarta, 2007
[8] Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Penerbit Liberty Yogyakarta, 2004, hal. 122
[9] Kutipan dari beberapa pasal 18 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen