SlideShare a Scribd company logo
1 of 10
Download to read offline
Menata Ulang Kabinet: 2014-2019 (Siapa Berani?) Ichwan Santosa Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia E-mail: ichwan_kudo@yahoo.com Menanti wajah baru pemerintahan Indonesia saat ini tengah menanti babak baru, menunggu siapa yang akan menjadi juru kemudi bagi perjalanan nasib bangsa ini ke depan. 9 Juli merupakan fase determinan yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia selama 5 tahun, 10 tahun ke depan, atau bahkan mungkin untuk kurun waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, energi yang tercurah dalam proses kampanye terbuka yang dimulai sejak 4 Juni ini seharusnya tidak habis sia-sia, semata-mata hanya untuk menampilkan visi misi abstrak yang mungkin tidak akan pernah menemukan wujudnya di dalam pemerintahan mendatang. Proses politik yang terjadi tidak bisa berhenti pada wacana siapa mendapat apa dan bagaimana pada level top saja. Presiden tidak akan bekerja sendiri. Presiden memiliki mesin pemerintahan yang secara yuridis pembentukan, penunjukan, dan penyusunannya berada di tangannya, yaitu struktur dan konfigurasi kabinet. Pemetaan struktur dan konfigurasi kabinet yang merefleksikan visi misi pemerintah terpilih perlu dimunculkan. Hal ini tentu akan memberikan gambaran yang lebih riil mengenai fokus dan kapasitas kinerja pemerintah ke depan. 
Selama 16 tahun ini, setidaknya ada dua titik lemah dari pembentukan kabinet yang (katanya) presidensial. Pertama, struktur kementerian yang berubah-ubah dan senantiasa bertambah tanpa disertai dengan pemetaan kebutuhan berdasarkan sebuah kajian akademik yang komperehensif, jelas, dan terukur. Kedua, konfigurasi (susunan) menteri yang sangat politis dimana mayoritas kabinet diisi oleh perwakilan partai politik. Sistem multi partai yang berimplikasi terhadap penyebaran kekuasaan di banyak partai akhirnya memunculkan koalisi dagang sapi. Maka selanjutnya, struktur
2 
dan konfigurasi kabinet hanya merefleksikan politik bagi-bagi kekuasaan. Struktur kabinet dibentuk untuk mengakomodir nafsu kekuasaan dari partai politik peserta koalisi. Implikasinya, terciptalah postur pemerintah pusat yang semakin gemuk, kaya struktur namun miskin fungsi. 
Politik transaksional ini pada akhirnya memunculkan tiga permasalahan, yaitu, pertama, duplikasi dan tumpang tindih tugas dan fungsi dalam kabinet akibat proliferasi kelembagaan yang tidak terbendung (Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan LAN RI, 2013), kedua, inefisiensi anggaran, hasil evaluasi anggaran tahun 2012 oleh Kementerian Keuangan mengungkapkan adanya inefisiensi anggaran belanja pemerintah pusat pada 2012 mencapai Rp 72 triliun (www.jurnalparlemen.com, 2013). Inefisiensi terjadi pada dua bagian, yaitu bagian pengalokasian anggaran senilai Rp 61 triliun dan pelaksanaan program senilai Rp 11 triliun. ketiga, rapor kinerja kabinet yang tidak memuaskan akibat penempatan sumber daya manusia yang tidak mengacu kepada kompetensi jabatan (the right man in the right place). Di akhir masa pemerintahan saat ini, bahkan ada 10 kementerian yang mendapat rapor merah dari Presiden (Kompas.com, edisi Rabu, 4 Juni 2014). Hal ini tentu memberikan dampak signifikan terhadap inefisiensi dan inefektivitas penyelenggaraan pemerintahan yang berujung kepada public distrust. Apabila hal ini terjadi secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka stabilitas politik dapat terganggu. Bisa saja, kejadian 1998 terulang kembali dengan kemasan yang baru, dan Indonesia akan semakin tertinggal dalam kancah persaingan global. 
Pemetaan urusan pemerintahan 
Diskursus mengenai penataan ulang kabinet tidak bisa dipisahkan dari pemetaan urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan sangat terkait erat dengan tugas pemerintahan dimana keberadaan urusan pemerintahan mencerminkan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Urusan pemerintahan ini tentu tidak lahir dengan sendirinya. Ia berasal dari semangat pencapaian tujuan nasional, karena untuk itulah pemerintahan dibentuk dan dijalankan (Robbins, 1994; Mintzberg, 1979). 
The Founding fathers telah merumuskan tujuan negara dalam sumber hukum formil tertinggi, yaitu konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, tujuan negara dirumuskan dalam kerangka
dibentuknya suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, dimana selanjutnya UUD merinci urusan yang terkait dengan peran pemerintah negara dalam pencapaian tujuan ke dalam pasal-pasal dalam batang tubuhnya. Maka, dari sinilah seyogyanya pemetaan urusan pemerintahan dimulai. 
Dalam batang tubuh UUD 1945, setidaknya ada 24 urusan yang bisa diidentifikasi sebagai dasar penyelenggaraan tugas pemerintahan, yaitu: Keuangan negara, Hukum, Ketenagakerjaan, Hak asasi manusia, Kesehatan, Keamanan, Kependudukan dan catatan sipil, Hak anak: Perempuan, Seni dan budaya, Kewarganegaraan, Agama dan kepercayaan, Komunikasi dan informasi, Tempat tinggal, Lingkungan hidup, Pertahanan, Pendidikan, Ilmu pengetahuan dan teknologi, Kebudayaan nasional, Sumber daya alam: pertambangan, energi, pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan dan peternakan, pertanahan, Perekonomian: Industri dan perdagangan, BUMN, investasi, koperasi dan UMKM, Sosial/kesejahteraan rakyat: pemuda, dan olah raga, Fasilitas pelayanan umum/infrastruktur: transportasi, pekerjaan umum, Dalam Negeri, dan Luar Negeri (Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan LAN RI, 2013). 
24 urusan ini memiliki tiga karakteristik berbeda yang dapat menentukan pembentukan atau keberadaan kementerian dalam suatu kabinet pemerintahan. Pertama, urusan yang nomenklatur kementeriannya disebutkan secara tegas dalam konstitusi, yaitu urusan pertahanan, dalam negeri, dan luar negeri. Kedua, urusan yang disebut secara tegas dalam konstitusi (urusan eksplisit), seperti urusan keuangan negara, hukum, pendidikan, kesehatan, dan agama. Ketiga, urusan yang tidak disebutkan secara tegas dalam konstitusi (urusan implisit), seperti urusan yang terkait dengan sumber daya alam (bumi, tanah, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya) diantaranya yaitu urusan pertanian, kelautan, kehutanan, dan pertanahan. 
Melalui pemetaan urusan pemerintahan, maka dapat terlihat dengan jelas kementerian mana yang pembentukan dan keberadaannya menjadi sebuah amanat mutlak karena nomenklaturnya disebut dalam konstitusi, kementerian mana yang keberadaanya menjadi penting berdasarkan karakteristik urusannya yang disebut secara eksplisit dalam konstitusi, namun dimungkinkan untuk berkreasi dalam menentukan nomenklatur kementerian dan melakukan penataan kelembagaan melalui
4 
penggabungan maupun pemisahan, lalu kementerian mana yang dapat dimunculkan atau dihapuskan sesuai dengan kebutuhan lingkungan strategis dengan bersandar pada urusan implisit yang terdapat dalam konstitusi. 
Menata ulang kabinet, how? 
Menata ulang kabinet memerlukan instrumen penataan (pisau analisis) dan variabel penentu yang menjadi kerangka berpikir. Instrumen ini diperlukan untuk menentukan kementerian mana yang perlu diusulkan untuk mengisi kabinet baru, bagaimana penentuan bentuk/tipologi kelembagaan yang akan menjadi dasar untuk megklasifikasikan kementerian-kementerian dengan karakteristik kelembagaan dan peran yang berlainan, dan bagaimana membuat kriteria pengklasifikasian kementerian berdasarkan tipologi yang telah ditentukan dengan memperhatikan variabel-variabel penentu yang telah disusun sebagai kerangka pikir penataan. 
Instrumen penataan 
Menurut Mintzberg (1979), fungsi dan tipologi organisasi pemerintah pusat dibagi berdasarkan 5 kriteria, yaitu organisasi pemerintah yang menjalankan peran sebagai strategic apec (top level), middle line (top level back-up), operating core (level operasional), techno structure (dukungan teknokratis), dan support staff (dukungan administratif). Dalam kerangka teori ini, kementerian seyogyanya mengambil peran pada bagian operating core, sementara fungsi dukungan yang berbentuk techno structure maupun staff support dapat dijalankan oleh Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), Lembaga Non Struktural (LNS), atau agency khusus yang dibentuk berdasarkan kebutuhan urusan pemerintahan yang bersifat umum seperti kesekretariatan, reformasi birokrasi, kepegawaian negara, kebijakan otonomi daerah, hingga perencanaan program dan anggaran. Apabila dipandang perlu, bahkan dapat dibentuk LPNK atau LNS yang melaksanakan peran operating core. Namun demikian, secara struktur kedudukannya berada di bawah kementerian. Artinya, fungsi operating core tetap dijalankan dalam konteks dukungan (supporting) terhadap kinerja kementerian. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua keberadaan urusan pemerintahan harus direspon dengan pembentukan kementerian. 
Sementara itu, Peter Shelf (1977) mengklasifikasikan bentuk organisasi pemerintah pusat berdasarkan derajat signifikansi yang menunjukkan signifikansi keberadaan organisasi pemerintah yang dikaitkan dengan amanat konstitusi dan kontribusinya
dalam pencapaian tujuan nasional, dan berdasarkan derajat hirarki yang menunjukkan tingkat kedalaman peran pemerintah dalam menangani urusan. Berdasarkan hal ini, maka organisasi pemerintah pusat dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) bentuk, yaitu organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi tinggi dan derajat hirarki tinggi, organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi tinggi namun memiliki derajat hirarki yang rendah, organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi rendah namun memiliki derajat hirarki tinggi, dan terakhir organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi rendah dan derajat hirarki yang rendah pula. 
Dengan mengikuti konstruksi berpikir demikian, maka kabinet idealnya hanya dapat diisi oleh 2 (dua) karakteristik kementerian saja, yaitu kementerian dengan derajat siginifikansi tinggi dan derajat hirarki tinggi dan kementerian dengan derajat siginifikansi tinggi namun memiliki derajat hirarki yang rendah. Artinya, dua tipologi organisasi pemerintah pusat lainnya (organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi rendah namun memiliki derajat hirarki tinggi, dan organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi rendah dan derajat hirarki yang rendah) sebaiknya mengambil bentuk sebagai LPNK atau LNS sesuai dengan karakteristik urusan yang ditanganinya. 
Kerangka Penataan 
Untuk memunculkan klasifikasi kementerian berdasarkan tipologi dan bentuknya, ada 5 (lima) variabel yang dapat disusun sebagai kerangka berpikir penataan yaitu: pertama, mandat konstitusi, yang dimaksud dengan mandat konstitusi adalah pembentukan kementerian seyogyanya menjadi representasi urusan yang dipetakan dari batang tubuh konstitusi sebagai rumusan tugas yang harus dilaksanakan pemerintah terkait dengan pencapaian tujuan nasional. Artinya, setiap kementerian dibentuk sebagai perwujudan kontribusi pemerintah dalam pencapaian tujuan nasional melalui penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu. 
Kedua, tantangan lingkungan strategis, berbagai isu faktual pada level nasional maupun global mencerminkan adanya ancaman ataupun peluang terkait urusan pemerintahan tertentu sesuai dengan mandat konstitusi. Ancaman ataupun peluang inilah yang harus direspons secara cepat dan tepat oleh pemerintah. Dengan adanya ruang interpretasi yang cukup luas terhadap urusan eksplisit dan implisit dalam konstitusi, maka berbagai isu faktual harus dipertimbangkan ketika hendak membentuk sebuah kementerian.
6 
Dengan demikian, pembentukan kementerian menjadi relevan dengan tuntutan kebutuhan lingkungan strategis. 
Ketiga, governance issues, dimana peran negara (government) sebagai aktor yang sangat dominan di masa lalu dalam pengelolaan urusan publik telah bergeser ke pola relasi antara negara, masyarakat dan swasta (governance). Demikian juga dengan fungsi- fungsi pemerintahan. Bentuk kelembagaan pemerintah (kementerian) didasarkan pada prinsip bahwa pemerintah bukan lagi satu-satunya aktor dalam mengatur urusan publik dan melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah. Ada kebutuhan untuk mengundang partisipasi publik dan swasta, menjadikan negara/pemerintah sebagai katalisator dalam penyelenggaraan pemerintahan (Utomo, 2007). Maka, muncullah fungsi pemberdayaan sebagai pencerminan prinsip good governance. Isu governance akhirnya menempatkan negara dalam peran mengatur (regulating), melaksanakan (executing), dan memberdayakan (empowering). 
Keempat, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, dalam konteks hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bandul pemerintahan saat ini telah bergeser dari gerakan sentripetal (memusat) ke arah gerakan sentrifugal (menyebar) melalui kebijakan desentralisasi yang tercermin dalam pelaksanaan otonomi daerah. Menata ulang kementerian (kabinet) perlu mempertimbangkan realitas empiris bahwa sebagian kewenangan pemerintah pusat telah diberikan kepada daerah. Dengan kata lain, peran pemerintah pusat sebaiknya mengecil dan berimplikasi kepada struktur kabinet yang ramping dengan menekankan pada fungsi pengaturan dan pemberdayaan. Kalaupun harus menjalankan fungsi pelaksanaan (executing), maka terbatas pada urusan yang bersifat nasional, atau dengan pertimbangan bahwa daerah tidak mampu untuk menyelenggarakan urusan (prinsip subsidiaritas). 
Kelima, kelembagaan yang efisien dan efektif, menata ulang kabinet adalah berupaya untuk merumuskan desain kelembagaan kementerian pemerintah pusat yang dapat mengelola urusan-urusan publik dengan prinsip efektif dan efisien. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan duplikasi dan tumpang tindih tugas dan fungsi antar unit-unit pemerintah yang ada. Dalam konteks ini, menjadi sangat penting untuk menggunakan konsep mesin pemerintahan (machinery of government) dalam mendesain ulang kelembagaan pemerintah pusat yang dimulai dengan menata ulang struktur kabinet.
Mesin pemerintahan didefinisikan sebagai koneksitas dari struktur dan proses antar lembaga pemerintah, dalam hal ini kementerian. 
Tipologi kementerian yang dapat dibangun 
Dengan bersandar pada pisau analisis dan kerangka berpikir seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan tiga klasifikasi tipe organisasi pemerintah pusat yang diusulkan untuk mengisi kabinet pemerintah yang baru (2014-2019). Pertama, kementerian portofolio, yang terdiri dari kementerian dengan tingkat kedalaman peran yang tinggi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan (derajat hirarkis tinggi). Tingkat kedalaman peran yang tinggi ini dicerminkan melalui fungsi pengaturan (regulating), pemberdayaan (empowering), dan pelaksanaan (executing) yang melekat pada kementerian tipe ini. 
Kedua, kementerian non-portofolio, yang tingkat kedalaman perannya dibatasi hanya pada fungsi pengaturan (regulating) dan pemberdayaan (empowering), dengan pertimbangan bahwa fungsi melaksanakan (executing) dapat dilakukan oleh masyarakat, swasta, dan Pemerintah Daerah. Trend pembentukan kementerian ke depan sebaiknya mengarah pada kementerian tipe ini. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip good governance dan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah secara konsekuen. Melalui fungsi pemberdayaan yang dilakukan oleh kementerian, pemerintahan yang partisipatif (demokratis) diharapkan akan terwujud. Selain itu, daerah memiliki kesempatan untuk tumbuh secara simetris dengan tingkat kesenjangan antar daerah yang seminim-minimnya. Untuk menciptakan kondisi demikian, maka secara gradual sebagian besar kementerian portofolio perlu diciutkan kewenangannya pada level pelaksanaan (executing), bahkan dihilangkan sama sekali. 
Ketiga, agency yang bersifat techno structure dan staff support yang menangani urusan pemerintahan umum (manajemen pemerintahan) seperti kesekretariatan, reformasi administrasi, kebijakan otonomi daerah, hingga perencanaan program dan anggaran. Seluruh urusan ini dapat diintegrasikan dalam satu Kantor Kepresidenan. Model kelembagaan ini diantaranya dianut oleh negara-negara seperti Amerika Serikat, Korea, dan Taiwan. Namun, untuk kasus Indonesia, tipe kelembagaan yang akan dibangun perlu dikaji secara lebih mendalam dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang lebih detil dan kompleks.
8 
Pola penataan kelembagaan existing 
Model kelembagaan pemerintah pusat yang mengklasifikasikan struktur kabinet ke dalam 3 tipe kelembagaan yaitu Kementerian Portofolio, Kementerian Non-portofolio, dan Kantor Kepresidenan merupakan wajah baru dalam penataan kabinet. Dengan memperhatikan kerangka penataan (kerangka pikir) di atas dan kelembagaan exsisting, menata ulang kementerian dapat dilakukan melalui 7 pola penataan, yaitu: 
Pertama, penghapusan kementerian, yang dilakukan dengan pertimbangan efisiensi kelembagaan pemerintah pusat. Hal ini diusulkan terhadap seluruh kementerian koordinator dengan asumsi bahwa fungsi koordinasi dapat dilaksanakan oleh Wakil Presiden atau bahkan Presiden. 
Kedua, penggabungan kementerian, yang dilakukan dengan mempertimbangkan kesamaan rumpun urusan berdasarkan mandat konstitusi dan tantangan lingkungan strategis yang dihadapi kementerian. Hal ini misalnya diusulkan pada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Industri, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koperasi dan UMKM. 
Ketiga, penyerahan atau penarikan urusan dari kementerian satu ke kementerian yang lain, dengan mempertimbangkan tantangan lingkungan strategis terkait keberadaan suatu urusan pemerintahan. Bentuk penataan ini dilakukan dengan menarik suatu dirjen dari sebuah kementerian ke kementerian lainnya. Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Riset dan Teknologi, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah beberapa kementerian yang diusulkan untuk ditata ulang melalui bentuk penataan ini. 
Keempat, perubahan status (kementerian portofolio menjadi kementerian nonportofolio (meneg), perubahan status Dirjen menjadi LPNK, dan perubahan LPNK menjadi Kementerian), dengan mempertimbangkan tantangan lingkungan strategis, governance issues, dan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Dengan kata lain, peran swasta, masyarakat, dan pemerintah daerah dalam executing kebijakan perlu diperkuat. Artinya, pada sisi lain peran pemerintah sebaiknya difokuskan pada level mengatur dan memberdayakan. Bentuk penataan ini diusulkan untuk dilakukan pada
Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, 3 Dirjen pada Kementerian Keuangan, dan Badan Pertanahan Nasional. 
Kelima, penghapusan dan/atau pemisahan urusan, dengan mempertimbangkan mandat konstitusi dan tantangan lingkungan strategis. Kementerian yang diusulkan untuk ditata ulang melalui penghapusan atau pemisahan urusan diantaranya adalah Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. 
Keenam, perubahan nomenklatur kementerian dengan mempertimbangkan mandat konstitusi dan tantangan lingkungan strategisnya. Secara kelembagaan, kementerian yang mengalami perubahan nomenklatur bisa merupakan kementerian yang diusulkan untuk ditata ulang atau kementerian yang tidak diusulkan untuk mengalami perubahan. Bentuk penataan ini diusulkan untuk Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 
Ketujuh, pengintegrasian organisasi pemerintah pusat yang menangani urusan pemerintahan umum (manajemen pemerintahan) dalam satu kantor kepresidenan. Hal ini dilakukan agar fungsi supporting tugas Presiden dan Wakil Presiden dalam melakukan manajemen pemerintahan seperti kesekretariatan, perencanaan, anggaran, pengawasan, reformasi administrasi, dan kebijakan otonomi daerah dapat lebih terintegrasi dan terkoordinasi pada satu institusi. Dalam bentuk penataan kelembagaan ini, diusulkan untuk mengumpulkan Sekretariat Negara, Kementerian PPN/Bappenas, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, MenPAN dan RB, LAN, BKN, BPKP, UKP4, Wantimpres, dan DPOD dalam satu Kantor Kepresidenan. 
Melalui pola penataan ini, setidaknya ada 11 kementerian yang dapat direduksi dari 34 kementerian menjadi 23 kementerian. 23 kementerian ini merupakan 22 kementerian yang menangani urusan inti dan terdiri dari 13 kementerian portofolio dan 9 kementerian non-portofolio, serta 1 kementerian/agency yang menangani urusan manajemen pemerintahan (Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur LAN RI, 2014). Melalui pengurangan struktur kementerian, tentu ada cost dalam jumlah besar yang harus dibayar terkait dengan proses penataannya. Namun dapat dibayangkan, berapa efisiensi yang akan diraih dalam jangka panjang ketika anggaran untuk gedung, sarana dan prasarana, menteri, dan struktur kelembagaan yang mengikuti pola kementerian dapat dikurangi secara drastis.
10 
Menata ulang kabinet, siapa berani? 
Menata ulang kabinet tidak selesai pada level penataan struktural (efisiensi). Struktur kabinet yang ramping haruslah didukung dengan penunjukan menteri yang berasal dari kalangan profesional dan ahli di bidangnya (put the right man in the right place). Kinerja kabinet akan sangat bergantung pada siapa yang ditunjuk presiden untuk menduduki kursi menteri pada kabinet mendatang. Secara empiris, nyaris mustahil untuk menciptakan kabinet yang bebas dari transaksi politik. Namun demikian, profesionalisme harus kembali diberi ruang yang lebih besar untuk tampil di panggung pemerintahan. Itu artinya, perlu melakukan penyeimbangan konfigurasi politik dan profesional dalam struktur kabinet yang akan datang. 
Dalam konteks ini, menata ulang kabinet meliputi dua wilayah penataan. Pertama, struktur kabinet, yaitu penyederhanaan jumlah kementerian di dalam kabinet dengan pertimbangan yuridis, akademis, dan empiris untuk menciptakan kelembagaan pemerintah pusat yang efisien. Kedua, konfigurasi politik, yaitu bagaimana mendistribusikan kekuasaan politik dengan menyeimbangkan peran profesional dan konstelasi politik di lingkaran kekuasaan untuk mendorong terwujudnya efektivitas kinerja pemerintah. Untuk periode 2014-2019, kesempatan untuk menata ulang kabinet dan menciptakan struktur kabinet yang ramping dengan cita rasa profesional masih sangat terbuka lebar. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, siapa calon presiden yang berani melakukannya?

More Related Content

What's hot

Ringkasan pkn kelas x xi xii
Ringkasan pkn kelas x xi xiiRingkasan pkn kelas x xi xii
Ringkasan pkn kelas x xi xiiSMK
 
Renstra ditjen penyediaan perumahan 2015 2019
Renstra ditjen penyediaan perumahan 2015 2019Renstra ditjen penyediaan perumahan 2015 2019
Renstra ditjen penyediaan perumahan 2015 2019nugroho30
 
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)M Abdul Aziz
 
Bab 3 politik dan strategi nasional
Bab 3 politik dan strategi nasionalBab 3 politik dan strategi nasional
Bab 3 politik dan strategi nasionalTitikbudiarti
 
Politik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalPolitik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalGian Angelo
 
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi BirokrasiReformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi BirokrasiTri Widodo W. UTOMO
 
Pkn fungsi kementrian
Pkn fungsi kementrianPkn fungsi kementrian
Pkn fungsi kementrianathifah_h
 
Bab iv 4.politik pembangunan nasional dan manajemen nasional
Bab iv  4.politik pembangunan nasional dan manajemen nasionalBab iv  4.politik pembangunan nasional dan manajemen nasional
Bab iv 4.politik pembangunan nasional dan manajemen nasionalnatal kristiono
 
Tugas Teknologi Informasi Pemerintahan _Surya Delima 20102016 Ilmu Pemerintah...
Tugas Teknologi Informasi Pemerintahan _Surya Delima 20102016 Ilmu Pemerintah...Tugas Teknologi Informasi Pemerintahan _Surya Delima 20102016 Ilmu Pemerintah...
Tugas Teknologi Informasi Pemerintahan _Surya Delima 20102016 Ilmu Pemerintah...Surya Delima
 
KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA KEMNETERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LPNK
KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA KEMNETERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LPNKKEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA KEMNETERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LPNK
KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA KEMNETERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LPNKMuhamad Yogi
 
Hukum Pemerintahan Daerah
Hukum Pemerintahan DaerahHukum Pemerintahan Daerah
Hukum Pemerintahan DaerahMuhamad Yogi
 
Presentasi pkn bab 4
Presentasi pkn bab 4Presentasi pkn bab 4
Presentasi pkn bab 4tetyyanisr
 
Apa pengertian politik, strategi dan politik strategi nasional
Apa pengertian politik, strategi dan politik strategi nasionalApa pengertian politik, strategi dan politik strategi nasional
Apa pengertian politik, strategi dan politik strategi nasionalWarnet Raha
 
Analisis Wacana Konstitusi Ekonomi
Analisis Wacana Konstitusi EkonomiAnalisis Wacana Konstitusi Ekonomi
Analisis Wacana Konstitusi EkonomiJefri Capriansyah
 
kedudukan dan fungsi kementerian
kedudukan dan fungsi kementeriankedudukan dan fungsi kementerian
kedudukan dan fungsi kementerianabd_
 
Bab iv 3.tahap-tahap pemikiran strategi nasional
Bab iv  3.tahap-tahap pemikiran strategi nasionalBab iv  3.tahap-tahap pemikiran strategi nasional
Bab iv 3.tahap-tahap pemikiran strategi nasionalnatal kristiono
 
Politik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalPolitik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalHafiza .h
 

What's hot (20)

Sistem Administrasi Negara RI
Sistem Administrasi Negara RISistem Administrasi Negara RI
Sistem Administrasi Negara RI
 
Kajian Arsitektur Kabinet 2014-2019
Kajian Arsitektur Kabinet 2014-2019Kajian Arsitektur Kabinet 2014-2019
Kajian Arsitektur Kabinet 2014-2019
 
Tugas pkn implementasi
Tugas pkn implementasiTugas pkn implementasi
Tugas pkn implementasi
 
Ringkasan pkn kelas x xi xii
Ringkasan pkn kelas x xi xiiRingkasan pkn kelas x xi xii
Ringkasan pkn kelas x xi xii
 
Renstra ditjen penyediaan perumahan 2015 2019
Renstra ditjen penyediaan perumahan 2015 2019Renstra ditjen penyediaan perumahan 2015 2019
Renstra ditjen penyediaan perumahan 2015 2019
 
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
Politik dan Strategi Nasional - PKn (Makalah)
 
Bab 3 politik dan strategi nasional
Bab 3 politik dan strategi nasionalBab 3 politik dan strategi nasional
Bab 3 politik dan strategi nasional
 
Politik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalPolitik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi Nasional
 
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi BirokrasiReformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
Reformasi Kelembagaan Pemerintah Pusat Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
 
Pkn fungsi kementrian
Pkn fungsi kementrianPkn fungsi kementrian
Pkn fungsi kementrian
 
Bab iv 4.politik pembangunan nasional dan manajemen nasional
Bab iv  4.politik pembangunan nasional dan manajemen nasionalBab iv  4.politik pembangunan nasional dan manajemen nasional
Bab iv 4.politik pembangunan nasional dan manajemen nasional
 
Tugas Teknologi Informasi Pemerintahan _Surya Delima 20102016 Ilmu Pemerintah...
Tugas Teknologi Informasi Pemerintahan _Surya Delima 20102016 Ilmu Pemerintah...Tugas Teknologi Informasi Pemerintahan _Surya Delima 20102016 Ilmu Pemerintah...
Tugas Teknologi Informasi Pemerintahan _Surya Delima 20102016 Ilmu Pemerintah...
 
KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA KEMNETERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LPNK
KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA KEMNETERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LPNKKEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA KEMNETERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LPNK
KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA KEMNETERIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN LPNK
 
Hukum Pemerintahan Daerah
Hukum Pemerintahan DaerahHukum Pemerintahan Daerah
Hukum Pemerintahan Daerah
 
Presentasi pkn bab 4
Presentasi pkn bab 4Presentasi pkn bab 4
Presentasi pkn bab 4
 
Apa pengertian politik, strategi dan politik strategi nasional
Apa pengertian politik, strategi dan politik strategi nasionalApa pengertian politik, strategi dan politik strategi nasional
Apa pengertian politik, strategi dan politik strategi nasional
 
Analisis Wacana Konstitusi Ekonomi
Analisis Wacana Konstitusi EkonomiAnalisis Wacana Konstitusi Ekonomi
Analisis Wacana Konstitusi Ekonomi
 
kedudukan dan fungsi kementerian
kedudukan dan fungsi kementeriankedudukan dan fungsi kementerian
kedudukan dan fungsi kementerian
 
Bab iv 3.tahap-tahap pemikiran strategi nasional
Bab iv  3.tahap-tahap pemikiran strategi nasionalBab iv  3.tahap-tahap pemikiran strategi nasional
Bab iv 3.tahap-tahap pemikiran strategi nasional
 
Politik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi NasionalPolitik dan Strategi Nasional
Politik dan Strategi Nasional
 

Similar to Menata ulang kabinet 2014 2019 ichwan- 2014_

PPT PERTEMUAN KE-2.pptx
PPT PERTEMUAN KE-2.pptxPPT PERTEMUAN KE-2.pptx
PPT PERTEMUAN KE-2.pptxSherlinDoi
 
Pkn Bab 4 kelas XI semester 1 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan Negara
Pkn Bab 4 kelas XI semester 1 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan NegaraPkn Bab 4 kelas XI semester 1 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan Negara
Pkn Bab 4 kelas XI semester 1 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan NegaraNandha Zulyana
 
Diskusi 3 Hukum Administrasi Negara Kekuasaan keempat ASN pemangkasan eselon ...
Diskusi 3 Hukum Administrasi Negara Kekuasaan keempat ASN pemangkasan eselon ...Diskusi 3 Hukum Administrasi Negara Kekuasaan keempat ASN pemangkasan eselon ...
Diskusi 3 Hukum Administrasi Negara Kekuasaan keempat ASN pemangkasan eselon ...Indra Sofian
 
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraReview UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraW. Riany
 
Penguatan Sistem Presidensial Ditinjau dari Perspektif Administrasi Negara
Penguatan Sistem Presidensial Ditinjau dari Perspektif Administrasi NegaraPenguatan Sistem Presidensial Ditinjau dari Perspektif Administrasi Negara
Penguatan Sistem Presidensial Ditinjau dari Perspektif Administrasi NegaraTri Widodo W. UTOMO
 
Moratorium pns sebagai salah satu langkah kebijakan pemerintah dalam
Moratorium pns sebagai salah satu langkah kebijakan pemerintah dalamMoratorium pns sebagai salah satu langkah kebijakan pemerintah dalam
Moratorium pns sebagai salah satu langkah kebijakan pemerintah dalamOperator Warnet Vast Raha
 
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikBirokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikMirna Rahmadina
 
ppt_ppkn_kls_x_smt_1_bab_1_nilai_panasil.pptx
ppt_ppkn_kls_x_smt_1_bab_1_nilai_panasil.pptxppt_ppkn_kls_x_smt_1_bab_1_nilai_panasil.pptx
ppt_ppkn_kls_x_smt_1_bab_1_nilai_panasil.pptxNurulEfiningsih2
 
LATIHAN SOAL - PKN KLS 8 SEM 2.docx
LATIHAN SOAL - PKN KLS 8 SEM 2.docxLATIHAN SOAL - PKN KLS 8 SEM 2.docx
LATIHAN SOAL - PKN KLS 8 SEM 2.docxAmphie Yuurisman
 
analisis kebijakan-analisis
analisis kebijakan-analisisanalisis kebijakan-analisis
analisis kebijakan-analisisMuzGila FireFox
 
hukum.docx
hukum.docxhukum.docx
hukum.docxSofyan40
 
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkriSistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkrivirmannsyah
 
Sistem pemerintahan negara.pptx
Sistem pemerintahan negara.pptxSistem pemerintahan negara.pptx
Sistem pemerintahan negara.pptxrahmed9
 
Power Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdfPower Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdfGiantoGianto3
 
Power Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdfPower Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdfekalarassari
 

Similar to Menata ulang kabinet 2014 2019 ichwan- 2014_ (20)

Implementasi politik
Implementasi politikImplementasi politik
Implementasi politik
 
PPT PERTEMUAN KE-2.pptx
PPT PERTEMUAN KE-2.pptxPPT PERTEMUAN KE-2.pptx
PPT PERTEMUAN KE-2.pptx
 
Pkn Bab 4 kelas XI semester 1 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan Negara
Pkn Bab 4 kelas XI semester 1 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan NegaraPkn Bab 4 kelas XI semester 1 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan Negara
Pkn Bab 4 kelas XI semester 1 Mengupas Penyelenggaraan Kekuasaan Negara
 
Diskusi 3 Hukum Administrasi Negara Kekuasaan keempat ASN pemangkasan eselon ...
Diskusi 3 Hukum Administrasi Negara Kekuasaan keempat ASN pemangkasan eselon ...Diskusi 3 Hukum Administrasi Negara Kekuasaan keempat ASN pemangkasan eselon ...
Diskusi 3 Hukum Administrasi Negara Kekuasaan keempat ASN pemangkasan eselon ...
 
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil NegaraReview UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Review UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
 
Penguatan Sistem Presidensial Ditinjau dari Perspektif Administrasi Negara
Penguatan Sistem Presidensial Ditinjau dari Perspektif Administrasi NegaraPenguatan Sistem Presidensial Ditinjau dari Perspektif Administrasi Negara
Penguatan Sistem Presidensial Ditinjau dari Perspektif Administrasi Negara
 
Materi 4 5-san (1)
Materi 4 5-san (1)Materi 4 5-san (1)
Materi 4 5-san (1)
 
Pemerintah Bukanlah Negara 2
Pemerintah Bukanlah Negara 2Pemerintah Bukanlah Negara 2
Pemerintah Bukanlah Negara 2
 
Moratorium pns sebagai salah satu langkah kebijakan pemerintah dalam
Moratorium pns sebagai salah satu langkah kebijakan pemerintah dalamMoratorium pns sebagai salah satu langkah kebijakan pemerintah dalam
Moratorium pns sebagai salah satu langkah kebijakan pemerintah dalam
 
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publikBirokrasi dalam siklus kebijakan publik
Birokrasi dalam siklus kebijakan publik
 
ppt_ppkn_kls_x_smt_1_bab_1_nilai_panasil.pptx
ppt_ppkn_kls_x_smt_1_bab_1_nilai_panasil.pptxppt_ppkn_kls_x_smt_1_bab_1_nilai_panasil.pptx
ppt_ppkn_kls_x_smt_1_bab_1_nilai_panasil.pptx
 
LATIHAN SOAL - PKN KLS 8 SEM 2.docx
LATIHAN SOAL - PKN KLS 8 SEM 2.docxLATIHAN SOAL - PKN KLS 8 SEM 2.docx
LATIHAN SOAL - PKN KLS 8 SEM 2.docx
 
analisis kebijakan-analisis
analisis kebijakan-analisisanalisis kebijakan-analisis
analisis kebijakan-analisis
 
hukum.docx
hukum.docxhukum.docx
hukum.docx
 
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkriSistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
 
Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional
Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasionalFungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional
Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional
 
Sistem pemerintahan negara.pptx
Sistem pemerintahan negara.pptxSistem pemerintahan negara.pptx
Sistem pemerintahan negara.pptx
 
Power Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdfPower Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdf
 
Power Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdfPower Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdf
 
Power Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdfPower Point BAB 1.pdf
Power Point BAB 1.pdf
 

More from Researcher Syndicate68

Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus ...Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus ...
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...Researcher Syndicate68
 
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali  budi...Organizational culture change in the decentralization practice boyolali  budi...
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...Researcher Syndicate68
 
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...Researcher Syndicate68
 
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development budiarjo
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development  budiarjo Pnpm tackle inequality problem in indonesian development  budiarjo
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development budiarjo Researcher Syndicate68
 
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmWisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmResearcher Syndicate68
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...Researcher Syndicate68
 
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Researcher Syndicate68
 
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...Researcher Syndicate68
 
Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)
Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)
Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)Researcher Syndicate68
 
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)Researcher Syndicate68
 
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)Researcher Syndicate68
 

More from Researcher Syndicate68 (20)

Paparan akd saumlaki (agustinus)
Paparan akd saumlaki (agustinus)Paparan akd saumlaki (agustinus)
Paparan akd saumlaki (agustinus)
 
Samiaji corporate social responsibility
Samiaji corporate social responsibilitySamiaji corporate social responsibility
Samiaji corporate social responsibility
 
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus ...Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah  studi kasus ...
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...
 
Perbandingan (antun nasri sidik 2014)
Perbandingan (antun nasri sidik 2014)Perbandingan (antun nasri sidik 2014)
Perbandingan (antun nasri sidik 2014)
 
Kti tentang elakip
Kti tentang elakipKti tentang elakip
Kti tentang elakip
 
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali  budi...Organizational culture change in the decentralization practice boyolali  budi...
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...
 
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...
 
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development budiarjo
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development  budiarjo Pnpm tackle inequality problem in indonesian development  budiarjo
Pnpm tackle inequality problem in indonesian development budiarjo
 
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdmWisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
Wisber inovasi pengembangan kapasitas sdm
 
Paper+responsible+innovation evi
Paper+responsible+innovation eviPaper+responsible+innovation evi
Paper+responsible+innovation evi
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
 
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
Jurnal lan mp-desanew (suryanto)
 
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...
 
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
 
Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)
Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)
Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)
 
Global warming artikel suryanto
Global warming artikel suryantoGlobal warming artikel suryanto
Global warming artikel suryanto
 
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)
 
Efektivitas kelembagaan ptsp (marsono )
Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )Efektivitas  kelembagaan  ptsp (marsono )
Efektivitas kelembagaan ptsp (marsono )
 
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
Artikel stia lan jkt-menyoal desentralisasi fiskal (suryanto)
 
Penyiapan e leadership (sri astiti )
Penyiapan e leadership (sri astiti )Penyiapan e leadership (sri astiti )
Penyiapan e leadership (sri astiti )
 

Recently uploaded

Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfdrmdbriarren
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxrohiwanto
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (15)

Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 

Menata ulang kabinet 2014 2019 ichwan- 2014_

  • 1. Menata Ulang Kabinet: 2014-2019 (Siapa Berani?) Ichwan Santosa Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia E-mail: ichwan_kudo@yahoo.com Menanti wajah baru pemerintahan Indonesia saat ini tengah menanti babak baru, menunggu siapa yang akan menjadi juru kemudi bagi perjalanan nasib bangsa ini ke depan. 9 Juli merupakan fase determinan yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia selama 5 tahun, 10 tahun ke depan, atau bahkan mungkin untuk kurun waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, energi yang tercurah dalam proses kampanye terbuka yang dimulai sejak 4 Juni ini seharusnya tidak habis sia-sia, semata-mata hanya untuk menampilkan visi misi abstrak yang mungkin tidak akan pernah menemukan wujudnya di dalam pemerintahan mendatang. Proses politik yang terjadi tidak bisa berhenti pada wacana siapa mendapat apa dan bagaimana pada level top saja. Presiden tidak akan bekerja sendiri. Presiden memiliki mesin pemerintahan yang secara yuridis pembentukan, penunjukan, dan penyusunannya berada di tangannya, yaitu struktur dan konfigurasi kabinet. Pemetaan struktur dan konfigurasi kabinet yang merefleksikan visi misi pemerintah terpilih perlu dimunculkan. Hal ini tentu akan memberikan gambaran yang lebih riil mengenai fokus dan kapasitas kinerja pemerintah ke depan. Selama 16 tahun ini, setidaknya ada dua titik lemah dari pembentukan kabinet yang (katanya) presidensial. Pertama, struktur kementerian yang berubah-ubah dan senantiasa bertambah tanpa disertai dengan pemetaan kebutuhan berdasarkan sebuah kajian akademik yang komperehensif, jelas, dan terukur. Kedua, konfigurasi (susunan) menteri yang sangat politis dimana mayoritas kabinet diisi oleh perwakilan partai politik. Sistem multi partai yang berimplikasi terhadap penyebaran kekuasaan di banyak partai akhirnya memunculkan koalisi dagang sapi. Maka selanjutnya, struktur
  • 2. 2 dan konfigurasi kabinet hanya merefleksikan politik bagi-bagi kekuasaan. Struktur kabinet dibentuk untuk mengakomodir nafsu kekuasaan dari partai politik peserta koalisi. Implikasinya, terciptalah postur pemerintah pusat yang semakin gemuk, kaya struktur namun miskin fungsi. Politik transaksional ini pada akhirnya memunculkan tiga permasalahan, yaitu, pertama, duplikasi dan tumpang tindih tugas dan fungsi dalam kabinet akibat proliferasi kelembagaan yang tidak terbendung (Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan LAN RI, 2013), kedua, inefisiensi anggaran, hasil evaluasi anggaran tahun 2012 oleh Kementerian Keuangan mengungkapkan adanya inefisiensi anggaran belanja pemerintah pusat pada 2012 mencapai Rp 72 triliun (www.jurnalparlemen.com, 2013). Inefisiensi terjadi pada dua bagian, yaitu bagian pengalokasian anggaran senilai Rp 61 triliun dan pelaksanaan program senilai Rp 11 triliun. ketiga, rapor kinerja kabinet yang tidak memuaskan akibat penempatan sumber daya manusia yang tidak mengacu kepada kompetensi jabatan (the right man in the right place). Di akhir masa pemerintahan saat ini, bahkan ada 10 kementerian yang mendapat rapor merah dari Presiden (Kompas.com, edisi Rabu, 4 Juni 2014). Hal ini tentu memberikan dampak signifikan terhadap inefisiensi dan inefektivitas penyelenggaraan pemerintahan yang berujung kepada public distrust. Apabila hal ini terjadi secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka stabilitas politik dapat terganggu. Bisa saja, kejadian 1998 terulang kembali dengan kemasan yang baru, dan Indonesia akan semakin tertinggal dalam kancah persaingan global. Pemetaan urusan pemerintahan Diskursus mengenai penataan ulang kabinet tidak bisa dipisahkan dari pemetaan urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan sangat terkait erat dengan tugas pemerintahan dimana keberadaan urusan pemerintahan mencerminkan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Urusan pemerintahan ini tentu tidak lahir dengan sendirinya. Ia berasal dari semangat pencapaian tujuan nasional, karena untuk itulah pemerintahan dibentuk dan dijalankan (Robbins, 1994; Mintzberg, 1979). The Founding fathers telah merumuskan tujuan negara dalam sumber hukum formil tertinggi, yaitu konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, tujuan negara dirumuskan dalam kerangka
  • 3. dibentuknya suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, dimana selanjutnya UUD merinci urusan yang terkait dengan peran pemerintah negara dalam pencapaian tujuan ke dalam pasal-pasal dalam batang tubuhnya. Maka, dari sinilah seyogyanya pemetaan urusan pemerintahan dimulai. Dalam batang tubuh UUD 1945, setidaknya ada 24 urusan yang bisa diidentifikasi sebagai dasar penyelenggaraan tugas pemerintahan, yaitu: Keuangan negara, Hukum, Ketenagakerjaan, Hak asasi manusia, Kesehatan, Keamanan, Kependudukan dan catatan sipil, Hak anak: Perempuan, Seni dan budaya, Kewarganegaraan, Agama dan kepercayaan, Komunikasi dan informasi, Tempat tinggal, Lingkungan hidup, Pertahanan, Pendidikan, Ilmu pengetahuan dan teknologi, Kebudayaan nasional, Sumber daya alam: pertambangan, energi, pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan dan peternakan, pertanahan, Perekonomian: Industri dan perdagangan, BUMN, investasi, koperasi dan UMKM, Sosial/kesejahteraan rakyat: pemuda, dan olah raga, Fasilitas pelayanan umum/infrastruktur: transportasi, pekerjaan umum, Dalam Negeri, dan Luar Negeri (Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan LAN RI, 2013). 24 urusan ini memiliki tiga karakteristik berbeda yang dapat menentukan pembentukan atau keberadaan kementerian dalam suatu kabinet pemerintahan. Pertama, urusan yang nomenklatur kementeriannya disebutkan secara tegas dalam konstitusi, yaitu urusan pertahanan, dalam negeri, dan luar negeri. Kedua, urusan yang disebut secara tegas dalam konstitusi (urusan eksplisit), seperti urusan keuangan negara, hukum, pendidikan, kesehatan, dan agama. Ketiga, urusan yang tidak disebutkan secara tegas dalam konstitusi (urusan implisit), seperti urusan yang terkait dengan sumber daya alam (bumi, tanah, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya) diantaranya yaitu urusan pertanian, kelautan, kehutanan, dan pertanahan. Melalui pemetaan urusan pemerintahan, maka dapat terlihat dengan jelas kementerian mana yang pembentukan dan keberadaannya menjadi sebuah amanat mutlak karena nomenklaturnya disebut dalam konstitusi, kementerian mana yang keberadaanya menjadi penting berdasarkan karakteristik urusannya yang disebut secara eksplisit dalam konstitusi, namun dimungkinkan untuk berkreasi dalam menentukan nomenklatur kementerian dan melakukan penataan kelembagaan melalui
  • 4. 4 penggabungan maupun pemisahan, lalu kementerian mana yang dapat dimunculkan atau dihapuskan sesuai dengan kebutuhan lingkungan strategis dengan bersandar pada urusan implisit yang terdapat dalam konstitusi. Menata ulang kabinet, how? Menata ulang kabinet memerlukan instrumen penataan (pisau analisis) dan variabel penentu yang menjadi kerangka berpikir. Instrumen ini diperlukan untuk menentukan kementerian mana yang perlu diusulkan untuk mengisi kabinet baru, bagaimana penentuan bentuk/tipologi kelembagaan yang akan menjadi dasar untuk megklasifikasikan kementerian-kementerian dengan karakteristik kelembagaan dan peran yang berlainan, dan bagaimana membuat kriteria pengklasifikasian kementerian berdasarkan tipologi yang telah ditentukan dengan memperhatikan variabel-variabel penentu yang telah disusun sebagai kerangka pikir penataan. Instrumen penataan Menurut Mintzberg (1979), fungsi dan tipologi organisasi pemerintah pusat dibagi berdasarkan 5 kriteria, yaitu organisasi pemerintah yang menjalankan peran sebagai strategic apec (top level), middle line (top level back-up), operating core (level operasional), techno structure (dukungan teknokratis), dan support staff (dukungan administratif). Dalam kerangka teori ini, kementerian seyogyanya mengambil peran pada bagian operating core, sementara fungsi dukungan yang berbentuk techno structure maupun staff support dapat dijalankan oleh Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), Lembaga Non Struktural (LNS), atau agency khusus yang dibentuk berdasarkan kebutuhan urusan pemerintahan yang bersifat umum seperti kesekretariatan, reformasi birokrasi, kepegawaian negara, kebijakan otonomi daerah, hingga perencanaan program dan anggaran. Apabila dipandang perlu, bahkan dapat dibentuk LPNK atau LNS yang melaksanakan peran operating core. Namun demikian, secara struktur kedudukannya berada di bawah kementerian. Artinya, fungsi operating core tetap dijalankan dalam konteks dukungan (supporting) terhadap kinerja kementerian. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua keberadaan urusan pemerintahan harus direspon dengan pembentukan kementerian. Sementara itu, Peter Shelf (1977) mengklasifikasikan bentuk organisasi pemerintah pusat berdasarkan derajat signifikansi yang menunjukkan signifikansi keberadaan organisasi pemerintah yang dikaitkan dengan amanat konstitusi dan kontribusinya
  • 5. dalam pencapaian tujuan nasional, dan berdasarkan derajat hirarki yang menunjukkan tingkat kedalaman peran pemerintah dalam menangani urusan. Berdasarkan hal ini, maka organisasi pemerintah pusat dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) bentuk, yaitu organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi tinggi dan derajat hirarki tinggi, organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi tinggi namun memiliki derajat hirarki yang rendah, organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi rendah namun memiliki derajat hirarki tinggi, dan terakhir organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi rendah dan derajat hirarki yang rendah pula. Dengan mengikuti konstruksi berpikir demikian, maka kabinet idealnya hanya dapat diisi oleh 2 (dua) karakteristik kementerian saja, yaitu kementerian dengan derajat siginifikansi tinggi dan derajat hirarki tinggi dan kementerian dengan derajat siginifikansi tinggi namun memiliki derajat hirarki yang rendah. Artinya, dua tipologi organisasi pemerintah pusat lainnya (organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi rendah namun memiliki derajat hirarki tinggi, dan organisasi pemerintah dengan derajat siginifikansi rendah dan derajat hirarki yang rendah) sebaiknya mengambil bentuk sebagai LPNK atau LNS sesuai dengan karakteristik urusan yang ditanganinya. Kerangka Penataan Untuk memunculkan klasifikasi kementerian berdasarkan tipologi dan bentuknya, ada 5 (lima) variabel yang dapat disusun sebagai kerangka berpikir penataan yaitu: pertama, mandat konstitusi, yang dimaksud dengan mandat konstitusi adalah pembentukan kementerian seyogyanya menjadi representasi urusan yang dipetakan dari batang tubuh konstitusi sebagai rumusan tugas yang harus dilaksanakan pemerintah terkait dengan pencapaian tujuan nasional. Artinya, setiap kementerian dibentuk sebagai perwujudan kontribusi pemerintah dalam pencapaian tujuan nasional melalui penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu. Kedua, tantangan lingkungan strategis, berbagai isu faktual pada level nasional maupun global mencerminkan adanya ancaman ataupun peluang terkait urusan pemerintahan tertentu sesuai dengan mandat konstitusi. Ancaman ataupun peluang inilah yang harus direspons secara cepat dan tepat oleh pemerintah. Dengan adanya ruang interpretasi yang cukup luas terhadap urusan eksplisit dan implisit dalam konstitusi, maka berbagai isu faktual harus dipertimbangkan ketika hendak membentuk sebuah kementerian.
  • 6. 6 Dengan demikian, pembentukan kementerian menjadi relevan dengan tuntutan kebutuhan lingkungan strategis. Ketiga, governance issues, dimana peran negara (government) sebagai aktor yang sangat dominan di masa lalu dalam pengelolaan urusan publik telah bergeser ke pola relasi antara negara, masyarakat dan swasta (governance). Demikian juga dengan fungsi- fungsi pemerintahan. Bentuk kelembagaan pemerintah (kementerian) didasarkan pada prinsip bahwa pemerintah bukan lagi satu-satunya aktor dalam mengatur urusan publik dan melaksanakan fungsi-fungsi pemerintah. Ada kebutuhan untuk mengundang partisipasi publik dan swasta, menjadikan negara/pemerintah sebagai katalisator dalam penyelenggaraan pemerintahan (Utomo, 2007). Maka, muncullah fungsi pemberdayaan sebagai pencerminan prinsip good governance. Isu governance akhirnya menempatkan negara dalam peran mengatur (regulating), melaksanakan (executing), dan memberdayakan (empowering). Keempat, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, dalam konteks hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bandul pemerintahan saat ini telah bergeser dari gerakan sentripetal (memusat) ke arah gerakan sentrifugal (menyebar) melalui kebijakan desentralisasi yang tercermin dalam pelaksanaan otonomi daerah. Menata ulang kementerian (kabinet) perlu mempertimbangkan realitas empiris bahwa sebagian kewenangan pemerintah pusat telah diberikan kepada daerah. Dengan kata lain, peran pemerintah pusat sebaiknya mengecil dan berimplikasi kepada struktur kabinet yang ramping dengan menekankan pada fungsi pengaturan dan pemberdayaan. Kalaupun harus menjalankan fungsi pelaksanaan (executing), maka terbatas pada urusan yang bersifat nasional, atau dengan pertimbangan bahwa daerah tidak mampu untuk menyelenggarakan urusan (prinsip subsidiaritas). Kelima, kelembagaan yang efisien dan efektif, menata ulang kabinet adalah berupaya untuk merumuskan desain kelembagaan kementerian pemerintah pusat yang dapat mengelola urusan-urusan publik dengan prinsip efektif dan efisien. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan duplikasi dan tumpang tindih tugas dan fungsi antar unit-unit pemerintah yang ada. Dalam konteks ini, menjadi sangat penting untuk menggunakan konsep mesin pemerintahan (machinery of government) dalam mendesain ulang kelembagaan pemerintah pusat yang dimulai dengan menata ulang struktur kabinet.
  • 7. Mesin pemerintahan didefinisikan sebagai koneksitas dari struktur dan proses antar lembaga pemerintah, dalam hal ini kementerian. Tipologi kementerian yang dapat dibangun Dengan bersandar pada pisau analisis dan kerangka berpikir seperti yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan tiga klasifikasi tipe organisasi pemerintah pusat yang diusulkan untuk mengisi kabinet pemerintah yang baru (2014-2019). Pertama, kementerian portofolio, yang terdiri dari kementerian dengan tingkat kedalaman peran yang tinggi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan (derajat hirarkis tinggi). Tingkat kedalaman peran yang tinggi ini dicerminkan melalui fungsi pengaturan (regulating), pemberdayaan (empowering), dan pelaksanaan (executing) yang melekat pada kementerian tipe ini. Kedua, kementerian non-portofolio, yang tingkat kedalaman perannya dibatasi hanya pada fungsi pengaturan (regulating) dan pemberdayaan (empowering), dengan pertimbangan bahwa fungsi melaksanakan (executing) dapat dilakukan oleh masyarakat, swasta, dan Pemerintah Daerah. Trend pembentukan kementerian ke depan sebaiknya mengarah pada kementerian tipe ini. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip good governance dan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah secara konsekuen. Melalui fungsi pemberdayaan yang dilakukan oleh kementerian, pemerintahan yang partisipatif (demokratis) diharapkan akan terwujud. Selain itu, daerah memiliki kesempatan untuk tumbuh secara simetris dengan tingkat kesenjangan antar daerah yang seminim-minimnya. Untuk menciptakan kondisi demikian, maka secara gradual sebagian besar kementerian portofolio perlu diciutkan kewenangannya pada level pelaksanaan (executing), bahkan dihilangkan sama sekali. Ketiga, agency yang bersifat techno structure dan staff support yang menangani urusan pemerintahan umum (manajemen pemerintahan) seperti kesekretariatan, reformasi administrasi, kebijakan otonomi daerah, hingga perencanaan program dan anggaran. Seluruh urusan ini dapat diintegrasikan dalam satu Kantor Kepresidenan. Model kelembagaan ini diantaranya dianut oleh negara-negara seperti Amerika Serikat, Korea, dan Taiwan. Namun, untuk kasus Indonesia, tipe kelembagaan yang akan dibangun perlu dikaji secara lebih mendalam dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang lebih detil dan kompleks.
  • 8. 8 Pola penataan kelembagaan existing Model kelembagaan pemerintah pusat yang mengklasifikasikan struktur kabinet ke dalam 3 tipe kelembagaan yaitu Kementerian Portofolio, Kementerian Non-portofolio, dan Kantor Kepresidenan merupakan wajah baru dalam penataan kabinet. Dengan memperhatikan kerangka penataan (kerangka pikir) di atas dan kelembagaan exsisting, menata ulang kementerian dapat dilakukan melalui 7 pola penataan, yaitu: Pertama, penghapusan kementerian, yang dilakukan dengan pertimbangan efisiensi kelembagaan pemerintah pusat. Hal ini diusulkan terhadap seluruh kementerian koordinator dengan asumsi bahwa fungsi koordinasi dapat dilaksanakan oleh Wakil Presiden atau bahkan Presiden. Kedua, penggabungan kementerian, yang dilakukan dengan mempertimbangkan kesamaan rumpun urusan berdasarkan mandat konstitusi dan tantangan lingkungan strategis yang dihadapi kementerian. Hal ini misalnya diusulkan pada Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Industri, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koperasi dan UMKM. Ketiga, penyerahan atau penarikan urusan dari kementerian satu ke kementerian yang lain, dengan mempertimbangkan tantangan lingkungan strategis terkait keberadaan suatu urusan pemerintahan. Bentuk penataan ini dilakukan dengan menarik suatu dirjen dari sebuah kementerian ke kementerian lainnya. Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Riset dan Teknologi, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah beberapa kementerian yang diusulkan untuk ditata ulang melalui bentuk penataan ini. Keempat, perubahan status (kementerian portofolio menjadi kementerian nonportofolio (meneg), perubahan status Dirjen menjadi LPNK, dan perubahan LPNK menjadi Kementerian), dengan mempertimbangkan tantangan lingkungan strategis, governance issues, dan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Dengan kata lain, peran swasta, masyarakat, dan pemerintah daerah dalam executing kebijakan perlu diperkuat. Artinya, pada sisi lain peran pemerintah sebaiknya difokuskan pada level mengatur dan memberdayakan. Bentuk penataan ini diusulkan untuk dilakukan pada
  • 9. Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Dalam Negeri, 3 Dirjen pada Kementerian Keuangan, dan Badan Pertanahan Nasional. Kelima, penghapusan dan/atau pemisahan urusan, dengan mempertimbangkan mandat konstitusi dan tantangan lingkungan strategis. Kementerian yang diusulkan untuk ditata ulang melalui penghapusan atau pemisahan urusan diantaranya adalah Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Keenam, perubahan nomenklatur kementerian dengan mempertimbangkan mandat konstitusi dan tantangan lingkungan strategisnya. Secara kelembagaan, kementerian yang mengalami perubahan nomenklatur bisa merupakan kementerian yang diusulkan untuk ditata ulang atau kementerian yang tidak diusulkan untuk mengalami perubahan. Bentuk penataan ini diusulkan untuk Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Ketujuh, pengintegrasian organisasi pemerintah pusat yang menangani urusan pemerintahan umum (manajemen pemerintahan) dalam satu kantor kepresidenan. Hal ini dilakukan agar fungsi supporting tugas Presiden dan Wakil Presiden dalam melakukan manajemen pemerintahan seperti kesekretariatan, perencanaan, anggaran, pengawasan, reformasi administrasi, dan kebijakan otonomi daerah dapat lebih terintegrasi dan terkoordinasi pada satu institusi. Dalam bentuk penataan kelembagaan ini, diusulkan untuk mengumpulkan Sekretariat Negara, Kementerian PPN/Bappenas, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, MenPAN dan RB, LAN, BKN, BPKP, UKP4, Wantimpres, dan DPOD dalam satu Kantor Kepresidenan. Melalui pola penataan ini, setidaknya ada 11 kementerian yang dapat direduksi dari 34 kementerian menjadi 23 kementerian. 23 kementerian ini merupakan 22 kementerian yang menangani urusan inti dan terdiri dari 13 kementerian portofolio dan 9 kementerian non-portofolio, serta 1 kementerian/agency yang menangani urusan manajemen pemerintahan (Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur LAN RI, 2014). Melalui pengurangan struktur kementerian, tentu ada cost dalam jumlah besar yang harus dibayar terkait dengan proses penataannya. Namun dapat dibayangkan, berapa efisiensi yang akan diraih dalam jangka panjang ketika anggaran untuk gedung, sarana dan prasarana, menteri, dan struktur kelembagaan yang mengikuti pola kementerian dapat dikurangi secara drastis.
  • 10. 10 Menata ulang kabinet, siapa berani? Menata ulang kabinet tidak selesai pada level penataan struktural (efisiensi). Struktur kabinet yang ramping haruslah didukung dengan penunjukan menteri yang berasal dari kalangan profesional dan ahli di bidangnya (put the right man in the right place). Kinerja kabinet akan sangat bergantung pada siapa yang ditunjuk presiden untuk menduduki kursi menteri pada kabinet mendatang. Secara empiris, nyaris mustahil untuk menciptakan kabinet yang bebas dari transaksi politik. Namun demikian, profesionalisme harus kembali diberi ruang yang lebih besar untuk tampil di panggung pemerintahan. Itu artinya, perlu melakukan penyeimbangan konfigurasi politik dan profesional dalam struktur kabinet yang akan datang. Dalam konteks ini, menata ulang kabinet meliputi dua wilayah penataan. Pertama, struktur kabinet, yaitu penyederhanaan jumlah kementerian di dalam kabinet dengan pertimbangan yuridis, akademis, dan empiris untuk menciptakan kelembagaan pemerintah pusat yang efisien. Kedua, konfigurasi politik, yaitu bagaimana mendistribusikan kekuasaan politik dengan menyeimbangkan peran profesional dan konstelasi politik di lingkaran kekuasaan untuk mendorong terwujudnya efektivitas kinerja pemerintah. Untuk periode 2014-2019, kesempatan untuk menata ulang kabinet dan menciptakan struktur kabinet yang ramping dengan cita rasa profesional masih sangat terbuka lebar. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, siapa calon presiden yang berani melakukannya?