Dokumen tersebut membahas tentang penatalaksanaan hipertensi pada preeklampsia. Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berbahaya yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi berat bagi ibu dan janin. Patogenesis preeklampsia terkait erat dengan plasenta, di mana terjadinya remodelling vaskuler plasenta yang tidak sempurna menyebabkan hipoperfusi plasenta dan gang
1. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA PREEKLAMPSIA
Maimun Syukri, Edy Cahyady
PENDAHULUAN
Hipertensi pada kehamilan (komplikasi pada 10-15% pada seluruh kehamilan)
merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin dan
neonatus. Hipertensi pada kehamilan mempunyai resiko tingggi untuk komplikasi yang berat
seperti abruptio plasenta, IUGR, lahir prematur, penyakit serebrovaskuler, gagal organ, DIC,
dan lainnya.1,2
Pada penelitian observasi pasien hipertensi kronik yang ringan didapatkan resiko
kehamilan sebagai berikut: preeklampsia 10-25%, abruptio plasenta 0,7-1,5%, kelahiran
prematur kurang dari 37 minggu 12-34%, dan IUGR sebesar 8-16%. Resiko bertambah pada
hipertensi kronik yang berat pada trimester pertama dengan didapatnya preeklampsia sampai
50%.1
Preeklampsia (PE) secara umum dikenal sebagai komplikasi yang sangat berbahaya
dibandingkan gestasional atau hipertensi kronik. Penggunaan obat antihipertensi pada
kehamilan harus hati – hati dalam pemilihan regimennya, Methyldopa dikenal sebagai obat
yang paling aman dan efektif. Persalinan adalah pengobatan terakhir dari gangguan hipertensi
pada kehamilan, tetapi jika PE timbul pada awal kehamilan, persalinan yang diinduksi
dengan monitor ketat memberikan hasil yang lebih baik dibanding caesarean section (SC).
1,2,3
PERUBAHAN ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL PADA MASA KEHAMILAN.
Perubahan struktur anatomi pada traktus urinarius.
Pada kehamilan normal, ginjal mengalami pembesaran sekitar 1-1,5cm, ini dikarenakan
terjadi peningkatan volume parenkim dan ruang interstisial dengan struktur mikroskopik yang
tidak berubah. Terdapat dilatasi fisiologis pada sistem pengumpulan urin yang
mengakibatkan hidronefrosis pada 80% wanita, biasanya lebih sering pada ginjal sebelah
kanan dibanding ginjal yang kiri. Perubahan ini dikarenakan kompresi mekanik pada ureter
antara rahim dan linea terminalis. Hidronefrosis pada kehamilan biasanya asimtomatik, tetapi
1
2. nyeri abdomen, obstruksi dapat terjadi. Sering terjadi pada trimester pertama dan trimester
ketiga. Setelah 6 bulan post partum, ukuran ginjal akan menurun kira-kira 1cm.4,5
Perubahan Hemodinamik pada kehamilan.
Pada awal kehamilan, sistemik vaskuler resisten (SVR) menurun dan arterial compliance
meningkat. Perubahan ini terbukti pada usia 6 minggu kehamilan, mengawali pembentukan
sirkulasi uteroplasenta. Kombinasi peningkatan denyut jantung dan penurunan afterload
menyebabkan peningkatan cardiac output pada awal trimester pertama yang mana puncaknya
pada pertengahan trimester ke-3 (meningkat 50%). Glomerular Filtration Rate (GFR)
meningkat sebesar 40-65% oleh karena peningkatan aliran darah ginjal, timbul pada awal
trimester ke-2 dan menetap hingga pertengahan trimester ke-3. Hal ini disebabkan penurunan
sirkulasi kreatinin, blood urea nitrogen (BUN), kadar asam urat. Kreatinin klirens normal
meningkat hingga 150-200ml/menit. Rata – rata serum kreatinin turun dari 0,8mg/dL hingga
0,5-0,6mg/dL. Oleh karena itu saat serum kreatinin mencapai 1mg/dL yang mana normal
pada nonpregnant, menunjukkan gangguan pada ginjal ibu hamil. Perubahan hemodinamik
lainnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini 4,5
Tabel 1. Perubahan fisiologi pada kehamilan.4
Physiologic
Change in Pregnancy
Variable
Hemodynamic parameters
Plasma volume Rises by 30%–50% above baseline.
Blood pressure Decreases by to about 10 mm Hg below prepregancy level; nadirs in
(BP) second trimester. Gradual increase toward prepregnant levels by term.
Cardiac output Rises 30%–50%.
Heart rate Rises by 15–20 beats per minute (bpm).
Renal blood flow Rises by 80% above baseline.
Glomerular 150–200 ml/min (rises 40%–50% above baseline).
filtration rate
Serum chemistry and hematologic changes
Hemoglobin Decreases by an average of 2 g/L (from 13 g/L to 11 g/L) owing to
plasma volume expansion out of proportion to the increase in red blood
cell mass.
Creatinine Falls to 0.4–0.5 mg/dL.
Uric acid Falls to a nadir of 2.0–3.0 mg/dL by 22–24 wk, then rises back to
nonpregnant levels toward term.
2
3. Physiologic
Change in Pregnancy
Variable
pH Increases slightly to 7.44.
PCO2 Decreases by about 10 mm Hg to an average of 27–32 mm Hg.
Calcium Increased calcitriol stimulates increased intestinal calcium reabsorption
and increased urinary calcium excretion.
Sodium Falls by 4–5 mEq/L below nonpregnancy levels.
Osmolality Falls to a new osmotic set point of about 270 mOsm
Gambar 1. Perubahan Hemodinamik pada kehamilan.4,6
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Diagnosis dan klasifikasi hipertensi saat ini telah disepakati oleh seluruh dunia dengan acuan
beberapa pedoman klasifikasi, pada umumnya klasifikasi yang digunakan adalah dari The
seventh Report of Joint National Commitee on Prevention, Detection, Evaluation, and
treatment of High Blood pressure (JNC7). 1,2,3,7
Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 3,7
3
4. Untuk klasifikasi Hipertensi pada kehamilan, American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) pada tahun 2002 telah mempublikasikan kriteria diagnosis dari
hipertensi pada kehamilan. Klasifikasi ini akan membantu dalam mendiagnosis. 4,6
Tabel 3. Hipertensi pada kehamilan: Definisi and klasifikasi 4,6
Preeclampsia • Hypertension: BP ≥140 mm Hg systolic or ≥90 mm Hg
diastolic that occurs after 20 weeks' gestation in a woman
with previously normal blood pressure, AND
• Proteinuria: Excretion of ≥300 mg protein in a 24-hr urine
Severe Preeclampsia Preeclampsia with one or more of the following:
• Systolic BP ≥160 mm Hg or diastolic BP ≥110 mm Hg on
two occasions at least 6 hr apart while on bedrest
• Proteinuria >5 g in a 24-hr urine specimen or dipstick
proteinuria ≥3+ on two random urine samples at least 4 hr
apart
• Oliguria (<500 mL urine output over 24 hr)
• Severe headache, mental status changes, or visual
disturbances
• Pulmonary edema or cyanosis
• Epigastric or right-upper quadrant pain
• Hepatocellular injury (transaminase elevation to at least
twofold over normal levels)
• Thrombocytopenia (<100,000 plts/mm3)
• Fetal growth restriction
• Cerebrovascular accident
Gestational New-onset hypertension without proteinuria after 20 weeks'
hypertension gestation
Chronic hypertension Hypertension documented before the 20th wk of pregnancy[†]
Eclampsia New-onset grand mal seizures during pregnancy or within 4 wk
postpartum in a woman with preeclampsia
Preeclampsia If proteinuria prior to 20 wk is absent:
superimposed on • New-onset proteinuria in a woman with chronic
chronic hypertension hypertension
If proteinuria prior to 20 wk is present, any of the following raise
concern for superimposed preeclampsia:
• A sudden increase in proteinuria
• A sudden increase in hypertension
4
5. • Thrombocytopenia
• Increased in liver enzymes
Adapted from American College of Obstetricians and Gynecologists: ACOG Practice
Bulletin. Diagnosis and management of preeclampsia and eclampsia. Number 33, January
2002. Int J Gynaecol Obstet 77(1):67–75, 2002.
*
Dipstick proteinuria (≥1+) or spot urine protein-to-creatinine ratio >0.3 are suggestive and
should be followed-up with 24-hr urine collection.
Faktor resiko Preeklampsia
Preeklampsia pada kebanyakan kasus terjadi pada wanita nulipara yang sehat yang mana
insidensinya dilaporkan sebesar 7,5%. Walaupun kebanyakan kasus terjadi pada keluarga
yang tidak memiliki riwayat PE, timbulnya PE pada kelahiran pertama secara relatif resiko
terjadinya preeklampsia berat meningkat sebesar 2-4 kali lipat. Beberapa kondisi yang juga
dapat meningkatkan resiko PE adalah: Hipertensi kronik, diabetes mellitus, penyakit ginjal
dan status hiperkoagulasi.4
Tabel 4. Faktor Resiko Mayor Preeklampsia4
Risk Factor OR or RR (95% CI)
Antiphospholipid antibody syndrome 9.7 (4.3–21.7)[31]
Renal disease 7.8 (2.2–28.2)[294]
Prior preeclampsia 7.2 (5.8–8.8)[31]
Systemic lupus erythematosis 5.7 (2.0–16.2)[295]
Nulliparity 5.4 (2.8–10.3)[296]
Chronic hypertension 3.8 (3.4–4.3)[297]
Diabetes mellitus 3.6 (2.5–5.0)[31]
High altitude 3.6 (1.1–11.9)[298]
Multiple gestations 3.5 (3.0–4.2)[299]
Strong family history of cardiovascular disease (heart disease or 3.2 (1.4–7.7)[300]
stroke in two or more first-degree relatives)
Obesity 2.5 (1.7–3.7)[301]
Family history of preeclampsia in first-degree relative 2.3–2.6 (1.8–3.6)[27]
Advanced maternal age (>40 yr) 1.68 (1.23–2.29) for
nulliparas
1.96 (1.34–2.87) for
multiparas[31]
CI, confidence interval; OR, odds eatio; RR, relative risk.
5
6. PATOGENESIS PREEKLAMPSIA
Peranan plasenta
Untuk mengenal dan mengerti lebih lanjut tentang PE, harus di ketahui bahwa
etiologi PE masih belum diketahui dengan jelas, ada beberapa hal yang dianggap berperan
dalam terjadinya PE. Secara umum Plasenta dianggap sebagai sentral dari patogenesis
terjadinya PE.PE terjadi hanya terdapatnya plasenta walau tidak harus adanya fetus seperti
pada kasus molahidatidosa, dan hampir selalu membaik jika plasenta telah dilahirkan. PE
berat berhubungan dengan bukti patologis dari hipoperfusi plasenta dan iskemia. Didapatkan
atherosis akut, lesi obstruksi vaskuler yang difus, termasuk deposisi fibrin, penebalan intima,
nekrosis, aterosklerosis dan kerusakan endotel. Oklusi pada ateri spiralis ibu juga umum
dijumpai. Walaupun tidak dijumpai secara keseluruhan namun berkorelasi dengan beratnya
klinis penyakit.4,8
USG doppler arteri uterina yang abnormal didapatkan dan konsisten dengan
penurunan perfusi uteroplasental, didapatkan sebelum adanya onset klinis PE, namun
penemuan ini tidak spesifik dan terbatas pada skrining rutin. Hipertensi dan proteinuria dapat
diimbas oleh konstriksi aliran darah uterus pada primata dan mamalia yang hamil. Observasi
ini menunjukkan iskemia plasenta mungkin terjadi pada awal kejadian. Bagaimanapu, bukti
kausatif peranan iskemia plasenta masih bersifat sirkumstansi. Pada percobaan yang
dilakukan pada binatang, hipoperfusi uterus gagal mengimbas beberapa gangguan multiorgan
pada PE, termasuk kejang dan glomerular endoteliosis, hallmark penemuan patologis
ginjal.Tidak ada bukti yang kuat yang menyatakan restriksi pertumbuhan atau intoleransi
fetus yang disebabkan oleh iskemia plasenta.4, 8
Remodelling vaskuler plasenta
Pada kehamilan normal, plasenta harus mendukung perkembangan fetus, transportasi,
metabolik dan peranan sekresi. Pada perkembangan awal, extravillous cytotrophoblast
menginvasi ke arteri spiralis dari sel desidua miometrium. Invasi ini akan menggantikan
lapisan endotelial pembuluh darah rahim, dan mengubah dari small resistance vessels
menjadi flaksid, high-calliber capacitance vessels. Transformasi vaskular meningkat pada
aliran darah uterus. Pada PE transformasi ini tidak sempurna. Dengan bertambahnya usia
kehamilan, Plasenta memerlukan peningkatan akses ke suplai darah ibu, dengan memperluas
6
7. remodelling arteri spiralis rahim sang ibu. Invasi Cytotrophoblast yang terjadi pada PE hanya
terbatas pada desidua yang superfisial dan segmen miometrium didapatkan intak dan tidak
dilatasi. Pada plasenta normal, invasi cytotrophoblast meng-downregulated ekspresi dari
karakteristik molekul adesi dari sel epitel asal dan mengadopsi suatu permukaan sel
endotelial fenotip adesi, suatu proses dubbed pseudovasculogenesis. Pada PE,
Cytotrophoblast tidak terjadi perubahan pada permukaan sel dan molekul – molekul adesi dan
gagal menginvasi secara adekuat pada arteri spiralis miometrium.4,8
Oxygen tension
Oxygen tension penting dalam proliferasi dan diferensiasi dari vilus cytotrophoblast
sepanjang invasive pathway. Aktifitas Hypoxia – inducible factor-1 (HIF-1) meningkat pada
kasus PE. Target gene HIF-1 seperti transforming growth factor –β3 (TgF-β3) dapat
menahan invasi cytotrophoblast. Invasif cytotrophoblast mengekspresikan beberapa faktor
angiogenik dan reseptornya, juga diregulasi oleh HIF, termasuk VEGF (Vascular Endothelial
Growth Factor), PIGF (Placental Growth Factor), VEGF reseptor -1, (VEGFR-1), FLt1
(Soluble fms-like tyrosine kinase-1).
Stres Oksidatif
Pada stres oksidatif, dikarakteristikkan dengan adanya ketidakseimbangan ROS
(Reactive Oxygen Species) dan kemampuan antioksidan untuk mempertahankannya ini
merupakan penemuan awal pada PE. Stres oksidatif dapat merusak protein, membran sel,
dan DNA dan merupakan potensial mediator dari disfungsi endotel. Pada PE, stres oksidatif
plasenta berpindah ke sirkulasi sistemik, dihasilkan dari kerusakan oksidatif pada endotelium
vakuler maternal, dinilai dengan pengukuran peningkatan produksi ROS dan penurunan
kapasitas antioksidan. Pada beberapa penelitian menunjukkan peningkatan tingkat plasenta
dari marker untuk peroksidase lipid seperti 8-isoprostane, malondialdehyde dan nitrotyrosin.
Kapasitas antioksidan plasenta ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi Vit E atau aktifitas
dari enzim antioksidan, termasuk glutathione peroksidase dan enzim katalis.4,8
Sumber ROS pada PE merupakan kombinasi dari peningkatan generasi mitokondria
dan peningkatan sintesa melalui xantine oksidase (XO) dan nikotinamid adenin dinukleotida
pospat (NADPH) oksidase. ROS diproduksi via kerusakan dari rantai transfer elektron dan
pada formasi anion superoksida selama sintesis ATP mitokondria. 4,8
7
8. Disfungsi endotelial maternal
Seperti yang diketahui bahwa sindroma PE berasal dari placenta, namun target organnya
adalah maternal endotelium. Manifestasi klinis dari PE menunjukkan disfungsi endotel yang
tersebar luas, dilihat dari vasokonstriksi dan iskemia dari end-organ. Sejumlah serum marker
dari aktivasi endotel dijumpai pada wanita dengan PE, termasuk antigen von Wildebrand,
fibronektin selular, faktor soluble tissue, soluble E-selectin, platelet derived growth factor,
dan endotelin. C reactive protein dan leptin meningkat pada awal kehamilan. Penurunan
produksi prostasiklin, suatu endothelium derived prostaglandin, terjadi sebelum onset dari
gejala klinis. Inflamasi sering didapatkan dengan dijumpainya infiltrasi neutrofil pada
pembuluh darah otot polos dari lemak subkutan, dengan ditingkatkan ekspresi vaskular otot
polos terhadap interleukin-8 (IL-8) dan Intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1).4,8
Intoleransi imunologis
Peranan imunologi terhadap terjadinya PE masih menjadi perdebatan dan patogenesisnya
belum terbukti sepenuhnya. Plasenta normal membutuhkan perkembangan toleransi imun
antara fetur dan ibu. Kenyataannya PE muncul lebih sering pada kehamilan pertama atau
pergantian partner yang memungkinkan adanya peranan dari imun maternal yang respon
abnormal terhadap fetal antigen yang berasal dari sang ayah.
Pada tingkat molekular, ekspresi Human leucocyte antigen G (HLA-G) terlihat abnormal
pada PE. HLA-G secara normal di ekspresikan melalui invasif cytotrophoblast ekstravilus
dan mungkin berperan dalam mengimbas imun toleran terhadap ibu dan janin. Pada PE,
ekspresi HLA-G menurun bahkan tidak dijumpai, dan konsentrasi protein HLA-G menurun
pada sang ibu dan di jaringan plasenta.4, 8
Perubahan struktur dan fungsi ginjal pada Preeklampsia
Preeklampsia menurut JNC7 mempunyai karakteristik dengan tekanan darah sistolik
≥140mmHg atau diastolik ≥90mmHg, proteinuria ≥300mg/24jam, yang timbul setelah usia
kehamilan 20 minggu pada wanita sebelum hamil dengan tekanan darah yang normal.4,9
Swelling patologis pada sel endotel glomerulus pada PE dijelaskan pertama kali pada 1924,
setelah 30 tahun, spargo dan kolega menegaskan kembali mengenai endoteliosis glomerulus
dan dikarakteristikkan dengan perubahan – perubahan ultrastruktur, termasuk swelling
8
9. keseluruhan, obliterasi fenestrae endotel dan vakuolisasi sel endotel dan hilangnya ruang
kapiler (capillary space). Terdapat deposit-deposit fibrinogen dan fibrin didalam dan
dibawah sel endotel, hilangnya endotel glomerulus terlihat dengan bantuan mikroskop
elektron. Perubahan pada ateriol afferen, termasuk atropi dari makula densa dan hiperplasi
dari aparatus juxtaglomerulus juga telah dideskripsikan oleh para ahli.4,6,10
Aliran darah kedua ginjal dan GFR turun pada PE jika dibandingkan dengan kehamilan
normal. Rendahnya aliran darah ginjal sebagai akibat dari tingginya resistensi vaskuler ginjal,
terutama oleh karena peningkatan resistensi arteriolar afferen. GFR yang rendah dikarenakan
oleh turunnya aliran darah ginjal dan penurunan dari koefisien ultrafiltrasi (Kf), yang akan
menyebabkan endoteliosis kapiler glomerulus.4,6,11
Gambar 3. Glomerular Endoteliosis pada wanita dengan PE. A. Mikroskop cahaya, B.
Mikroskop Elektron10
9
10. Angiogenic Imbalance.
VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) diekspresikan pada glomerulus dan
perubahannnya dihubungkan dengan proses kongenital dan penyakit ginjal yang didapat.
Sumber utama VEGF di glomerulus adalah di podosit. Menurut Eremina et.al, fungsi
4,10
endotelium glomerulus tergantung pada VEGF yang dihasilkan oleh podosit.
Terdapat 2 reseptor yang bertanggung jawab terhadap sinyal VEGF, yaitu: VEGFR-1 &
VEGFR-2, Sebelumnya diekspresikan oleh podosit dan kemudian oleh endotelium
glomerulus. Neuropilin juga dikenal sebagai pengikat spesifik isoform VEGF, neuropilin-1
(Np-1) memfasilitasi pengikatan VEGF terhadap VEGFR-2 & efek mediasi VEGFR-2. Pada
akhirnya podosit mengekspresikan reseptor-reseptor neuropilin. Pada percobaan sugitomo
et.al, Pada tikus besar yang telah diinjeksikan dengan sFlt-1 (Soluble fms-like tyrosine
kinase-1) dan VEGF antibodi, tikus-tikus tersebut mengalami proteiunuria berat yang
berhubungan dengan downregulasi dari protein podosit slid diafragma. Dampak tersebut
hilang setelah pemberian VEGF, ini mengindikasikan bahwa podosit dan fungsi protein slid
diafragma tergantung pada konsentrasi VEGF bebas pada glomerulus. Konsentrasi sFLT-1
lebih tingi pada wanita dengan PE dibandingkan dengan wanita hamil yang normal.
Konsentrasi yang tinggi dipercaya bertanggung jawab terhadap PE Multisystemic
compromise termasuk kerusakan ginjal.4,10
Gambar 4 . Skema glomerular filtration barrier (GFB) pada wanita hamil yang normal dan
PE.10
10
11. SKRINING DAN PREVENSI
Skrining
Hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang definitif atau strategi preventif
untuk PE. Pengalaman klinis menyarankan untuk deteksi awal, monitoring, dan perawatan
suportif merupakan suatu keuntungan bagi pasien dan janin. Antenatal care yang tidak baik
sangat dihubungkan dengan outcome yang buruk, termasuk eklampsia dan kematian janin.
Penilaian resiko pada awal kehamilan sangat penting untuk mengidentifikasikan siapa saja
yang memerlukan monitoring setelah usia kehamilan mencapai 20 minggu. Wanita yang
hamil untuk pertama kali dan yang memiliki faktor resiko yang tersebut diatas harus dinilai
setiap 2 – 3 minggu selama trimester ke-3 terhadap perkembangan hipertensi, proteinuria,
sakit kepala, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium.4
Prevensi
Strategi untuk mencegah terjadinya PE telah dipelajari secara intensif lebih dari 20
tahun. Sangat disayangkan sekali, Belum ditemukan intervensi yang dapat membuktikan
keefektifannya.4
Agen antiplatelet
Oleh karena Perubahan awal pada PE adalah keseimbangan prostacyclin-
thromboxane. Pada beberapa penelitian, pemberian Aspirin dan agen antiplatelet lainnya
telah digunakan untuk evaluasi pencegahan PE. Beberapa penelitian kecil menunjukkan efek
protektif yang signifikan pada penggunaan aspirin, namun pada 3 penelitian (randomized
control trial) besar (jumlah sampel 12.000 wanita dengan resiko tinggi), hanya mendapatkan
pengaruh yang kecil dan nonsignificant trend terhadap penurunan insiden PE pada kelompok
yang diberi aspirin. Dua penelitian meta-analisis besar (sampel >32.000 wanita dengan resiko
yang bervariasi yang diambil dari 31 penelitian), menunjukkan penggunaan aspirin hanya
memberikan sedikit keuntungan, dan tidak memeberikan efek protektif yang signifikan.
Bagaimanapun, dosis kecil aspirin jelas terlihat aman. Aspirin profilaksis dapat dijadikan
pertimbangan sebagai pencegahan primer terhadap PE, khususnya pada wanita dengan resiko
tinggi.4
11
12. Kalsium
Beberapa studi telah menganalisa keefektifan suplene kalsium terhadap pencegahan
PE, pada meta-analisis terakhir (11penelitian, sampel 6.634 wanita), melaporkan keuntungan
yang signifikan hanya pada populasi yang baseline diet kalsium yang rendah dan wanita
dengan reiko tinggi terhadap hipertensi gestasional. Walaupun tidak ada perbedaan insidensi
PE, namun lebih rendah pada kelompok pemberian kalsium (<600mg/hari) terhadap
timbulnya eklampsia, hipertensi gestasional, komplikasi PE, dan mortalitas neonatus. Untuk
itu, suplementasi kalsium dapat dipertimbangkan pada wanita dengan baseline asupan
kalsium yang rendah.4
Antioksidan dan intervensi nutrisi
Berdasarkan hipotesis yang menyatakan bahwa stres oksidatif dapat berkontribusi
terhadap patogenesis, antioksidan telah menunjukkan dapat mencegah PE. Walaupun sebuah
studi awal menunjukkan suplemen vitamin C dan E menurunkan kejadian PE diantara wanita
dengan resiko tinggi (sampel 283 wanita), penelitaian yang lebih besar (sampel >2410)
dengan grup yang sama tidak menunjukkan suatu keuntungan dan, kenyataannya mungkin
adanya suatu peningkatan berat lahir yang rendah dan outcomes neonatus lainnya. Penelitian
yang lebih besar lagi (sampel 10.000 wanita) yang disponsori oleh NIH Maternal-Fetal
Medicine Unit networks, data yang ada tidak mendukung kenuntungan pemberian
antioksidan pada pencegahan PE.4
Intervensi nutrisi belum menunjukkan keefektifan menurunkan resiko PE. Restriksi
protein dan kalori untuk wanita obese tidak menurunkan resiko. Sama halnya dengan restriksi
garam tidak efektif dalam penurunan insiden PE atau hipertensi gestasional.4
PENGOBATAN
Pada sebagian besar kasus dimana kehamilan yang mengimbas hipertensi bersifat
transien, namun terdapat alasan yang baik dan logis untuk menangani keadaan hipertensi
karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Resiko yang sangat
serius dapat berdampak pada kesehatan ibu bila tekanan darah sangat tinggi (tekanan darah
sistolik ≥170mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥110mmHg), resiko ringan hingga
sedang dapat timbul bila tekanan darah pada 140/90 hingga 169/109mmHg. American
12
13. College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan pengobatan
hipertensi dengan tingkat diastolik >100mmHg.4
Obat antihipertensi yang direkomendasikan pada kehamilan disimpulkan pada tabel
dibawah ini. Methyldopa masih menjadi pilihan pertama dalam penatalaksanaan hipertensi
pada kehamilan. 4,11,12
Tabel 4. Obat antihipertensi pada kehamilan4
Drug Advantages Disadvantages
First-line agents: oral
Methyldopa First-line, extensive safety data. Short duration of action/bid
or tid dosing.
Labetalol Appears to be safe. Labetalol is Short duration of action/tid
preferred over other β-blockers owing to dosing.
theoretical beneficial effect of α-
blockade on uteroplacental blood flow.
Long-acting Appears to be safe. Available in a slow-
nifedipine release preparation, allowing once-daily
dosing.
First-line agents: intravenous
Labetalol Good safety data.
Nicardipine Extensive safety data as a tocolytic
during labor. Effective.
Second-line agents
Hydralazine (PO or Extensive clinical experience. Increased risk of maternal
IV) hypotension and placental
abruption when used
acutely.
Metoprolol Potential for once-daily dosing using Safety data less extensive
long-acting formulation. than for labetalol.
Verapamil, No evidence of adverse fetal effects. Limited data.
diltiazem
Generally avoided
Diuretics No clear evidence of adverse fetal Theoretically may impair
effects. pregnancy-associated
expansion in plasma
volume.
Atenolol May impair fetal growth.
Nitroprusside Risk of fetal cyanide
13
14. Drug Advantages Disadvantages
poisoning if used for more
than 4 hr.
Contraindicated
Angiotensin- Multiple fetal anomalies
converting enzyme
(ACE) inhibitors
Angiotensin Similar risks as for ACE
receptor antagonists inhibitors.
β-Adrenergic Antagonis (Central & Peripheral Acting)
Antagonis β adrenergik seperti methyldopa dan klonidin (kerja sentral) secara luas
telah dipelajari dan digunakan untuk hipertensi dengan kehamilan.4 Methyldopa
memperlihatkan penurunan jumlah dari abortus spontan pada pertengahan masa kehamilan.
Tidak ada reaksi yang tidak dinginkan ataupun efek pada janin (IUGR) yang dilaporkan pada
pengobatan dengan methyldopa. Penggunaan jangka panjang pada kronik hipertensi pada
kehamilan tidak menyebabkan gangguan cardiac output atau aliran darah ke uterus dan
ginjal, sehinga methyldopa tetap menjadi pilihan pengobatan hipertensi pada kehamilan yang
direkomendasikan oleh Joint National Commitee (JNC) 7 dan juga National Institute of
Health (NIH).7 Penggunaan Labetolol (kerja perifer) dapat menghasilkan efek hipotensi
tanpa mempengaruhi sistem kardiovaskular ibu yang mana secara signifikan memelihara
aliran darah pada ginjal dan uterus.12,13
Calcium Channel Blockers (CCB)
Calcium Channel Blockers (CCB) terbukti aman pada kehamilan, dan pengalaman
klinis yang berkembang. CCB dapat menimbulkan efek langsung terhadap vasodilatasi arteri
dengan menginhibisi influks kalsium kedalam otot polos, golongan ini telah digunakan secara
luas karena tidak menimbulkan resiko efek teratogenik.12 Nifedipin kerja panjang yang paling
baik studinya dan dikenal aman dan efektif. Nifedipin dapat digunakan pada hipertensi akut
pada kehamilan yang bisa menyebabkan penurunan kontraksi uterus.4,14 Nondehidroperidin
CCB seperti Verapamail juga telah digunakan dan tidak menimbukan efek yang tidak
diinginkan. Namun, pengalaman dan studi untuk jenis golongan ini masih sangat terbatas.4,13
14
15. Diuretik
Diuretik (oral) telah digunakan secara umum sebagai antihipertensi pada pasien non-
pregnant oleh karena biaya yang rendah dan cocok untuk impak tehadap sebagaian besar
cardiovascular event yang terlihat pada kebanyakan randomized control trial (RCT), juga
telah diklaim sebagai pencegah preeklampsi. Collins et al, menyimpulkan data dari 9 RCT,
termasuk 10.000 wanita, bahwa preeklampsi dapat dicegah dengan pemberian diuretik.
Insiden still birth menurun, mortalitas perinatal tidak meningkat, dan tidak adanya gangguan
perkembangan janin. Pada mereka yang jika telah mendapatkan terapi diuretik jauh sebelum
hamil, mungkin tidak memerlukan penggantian regimen bila hamil. Walaupun diuretik sering
dihindari pemakaiannya pada preeklampsi mengingat volume sirkulasi sudah menurun,
namun belum ada bukti kuat yang menyatakan diuretik berhubungan dengan outcome
perinatal yang buruk. Brener menyatakan bahwa diuretik tidak dipertimbangkan sebagai
pilihan pertama pada manajemen kronik hipertensi pada kehamilan, namun pada kondisi
kehamilan yang diperberat dengan edema paru, penggunaan diuretik menjadi sangat teapat
dan efektif. 4,9,12,16
Angiotensin-Converting enzyme inhibitors (ACE-I) and Angiotensin II Receptor Blockers
ARB)
ACE menginhibisi konversi dari Angiotensin I ke angiotensin II dan menurunkan degradasi
bradikinin, yang mana menyebabkan penurunan tekanan darah selama kehamilan. ACEI &
ARB kontraindikasi pada trimester ke-2 dan ke-3 kehamilan, yang mana akan menimbulkan
disfungsi ginjal pada janin, yang mengarah ke disgenesis ginjal, oliguri janin dan
oligohidramnion, hipoplasi pulmonal, pembentukan tulang yang inkomplit, anuria neonatus
yang mengarah ke AKI hingga kematian.4,9,12,16
Pemberian secara intravena pada hipertensi berat.
Pemberian secara intravena sering digunakan untuk hipertensi berat, namun pada kehamilan
diklasifikasikan dalam kelas C (Kurangnya kontrol studi pada manusia). Pilihan penggunaan
preparat intravena diantaranya labetolol, CCB seperti nicardipin dan hidralazin.11,13
Intravena labetolol seperti halnya bentuk oral bersifat aman dan efektif dan berdurasi singkat.
Intra vena nicardipin telah sering digunakan dan aman untuk tokolitik selama persalinan
15
16. prematur, laporan terakhir menunjukkan keamanan pada terapi hipertensi dengan baik.
Penggunaan nifedipin short-acting masih kontroversi.11,13
Hidralazin telah digunakan secara luas sebagai pilihan pertama pada hipertensi berat
pada kehamilan. Pada penelitaian meta-analisis (21 percobaan) yang membandingkan antara
hidralazin-labetolol-nifedipin menunjukkan peningkatan resiko hipotensi maternal, oliguria
maternal, kerusakan plasenta, dan APGAR skor yang rendah pada penggunaan hidralazin.
Saat ini Hidralazin dipertimbangkan sebagai lini ke-2 dan penggunaan secara terbatas jika
memungkinkan. 11,13
Tabel 5. Jenis obat hipertensi dan dosisnya15
OBAT DOSIS KETERANGAN
Metildopa 0,5-3g/hari dibagi Obat yang dipilih kelompok kerja NHBPEP
dalam 2-3 dosis karena telah diteliti keamananya dalam
pemakaian jangka panjang. Dapat
menyebabkan depresi, diare, mengantuk,
hindari jika ada riwayat depresi.
Clonidin 0,2 – 1,2mg/hari Efeknya sama dengan metildopa
Labetalol 200-1.200mg/hari Obat yang dipilih kelompok kerja NHBPEP
sebagai alternatif untuk metildopa (aman).
Dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan
intra-uterus ringan. Hindari pada pasien asma.
Nifedipine 30-120mg/hari Data pendukung terbatas, saat ini dianggap
cukup aman
Hydralazine 20-300mg/hari, dibagi Digunakan bersama dengan golongan
dalam 2-4 dosis simpatolitik.
Kemungkinan menyebabkan thrombositopeni
neonatus
Thiazid Dosis rendah Studinya sedikit, dapat menyebabkan gangguan
elektrolit dan dehidrasi
Obat pada Hipertensi berat
Hydralazine 5mg IV atau IM, Dosis tinggi dan berulang sering menyebabkan
disusul 5-10mg tiap kegawatan (distress) janin
20-40 menit atau infus
0,5-10mg/jam
16
17. Labetalol 20mgIV, disusul 20- Efek samping sedikit, kontrol tekanan darah
80mg tiap 20-30 menit tidak sebaik hydralazine
atau sampai 300mg,
atau melalui infus 1-
2mg/menit
Tabel 6. Obat Hipertensi Parenteral yang dipakai di Indonesia1
PERHATIAN
OBAT DOSIS EFEK LAMA KERJA
KHUSUS
Klonidin IV 6 amp/250cc 30-60 menit 24 jam Ensefalopati
150ug dengan gangguan
Glukosa 5% koroner
mikrodrip
Nitrogliserin 10-50ug 2-5 menit 5-10 menit
IV
100ug/cc/500cc
Nikardipin IV 0,5-6ug 1-5 menit 15-30 menit
/kgbb/menit
Diltiazem IV 5-15ug/kg/menit 1-5 menit 15-30 menit
lalu
1-ug/kgbb/menit
Nitroprusid IV 0,25ug/kgbb/me Langsung 2-3 menit Selang infus lapis
nit perak
Target tekanan darah.
Belum ada penelitian klinik yang membuktikan seberapa besar penurunan tekanan darah
yang optimal, anjuran target tekanan darah sistolik adalah 140-150 dan diastolik 90-
100mmHg. Pada yang mempunyai gangguan organ target, tekanan darah dianjurkan
diturunkan <140/90mmHg. Belum ada penelitian yang jelas bila target diturunkan hingga
normal.1
Antihipertensi pada keadaan menyusui.
Methyldopa jika efektif dan bertoleransi baik dapat dipertimbangkan sebagai lini pertama. β-
Blockers yang berikatan kuat dengan protein seperti labetolol dan propranolol lebih dipilih
ketimbang atenolol dan metoprolol yang mana terkonsentrasi pada ASI. Diuretik dapat
menurunkan produksi ASI sebaiknya dihindari. ACE inhibitor hanya sangat sedikit (1%)
17
18. diekresikan dalam darah sehingga yang terminum oleh bayi hanya 0,03%. Oleh karena itu,
pada wanita dengan proteinuria re-inisiasi pemberian ACE-I dapat dipertimbangkan
secepatnya setelah persalinan. American Academy of Pediatrics menganggap captopril dan
enalapril dapat diberikan pada ibu yang menyusui.4,9,13
Kesimpulan
Hipertensi pada kehamilan (komplikasi pada 10-15% pada seluruh kehamilan)
merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal, janin dan
neonatus. Hipertensi pada kehamilan mempunyai resiko tingggi untuk komplikasi yang berat
seperti abruptio plasenta, IUGR, lahir prematur, penyakit serebrovaskuler, gagal organ, DIC,
dan lainnya.
Preeklampsia (PE) secara umum dikenal sebagai komplikasi yang sangat berbahaya
dibandingkan gestasional atau hipertensi kronik. Endoteliosis Glomerular masih menjadi
patognomonis perubahan pada ginjal wanita dengan PE. Imbalance angiogenik juga
memberikan pengaruh terhadap derajat proteinuria.Penggunaan obat antihipertensi pada
kehamilan harus hati – hati dalam pemilihan regimennya, Methyldopa dikenal sebagai obat
yang paling aman dan efektif. Persalinan adalah pengobatan terakhir dari gangguan hipertensi
pada kehamilan, persalinan yang diinduksi dengan monitor ketat memberikan hasil yang
lebih baik dibanding caesarean section (SC).
18
19. DAFTAR PUSTAKA
Suhardjono. Hipertensi pada Kehamilan. Dalam: Aru WS,dkk (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 5, Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. hal. 1100-04.
Umans GJ. Pregnancy and Hypertension: In: Battegay EJ(Ed). Hypertension, principles and
practise. Washington, USA : Georgetown Medical center; 2005. p. 671-81.
Kotchen TA. Hypertensive Vascular Disease. In: Kasper L et.al (ed) Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 17th edition. USA: McGraw Hill, 2010. p. 212-34.
Maynard SE et.al. Hypertension and Kidney Disease in Pregnancy. In: The Kidney 8th ed by
Brener&Rectors;2007. p. 1567-71.
Davison C. Davison JM. The Normal Renal Physiological Changes Which Occur During
Pregnancy. In: Davison et.al(ed) Oxford Textbook of Clinical Nephrology. 3rd edition,
England, Oxford univercity Press. 2005; p. 2212-71.
Lestariningsih. Renal Physiology and Pregnancy. Dalam: Makalah Lengkap Kongres
Nasional X Pernefri Annual Meeting. Bandung: PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi
Indonesia); 2010. hal. 209-15.
The 7th Report of Joint National Commitee on Prevention, detection, Evaluation and
treatment on High Blood Pressure, 2003.
Mose JC, Pathophysiology in Preeclampsia from The Last Evidence. Dalam: Makalah
Lengkap Kongres Nasional X Pernefri Annual Meeting. Bandung: PERNEFRI (Perhimpunan
Nefrologi Indonesia); 2010. hal. 217-32.
Markum HMS. Tatalaksana Hipertensi dan Kehamilan. Dalam: Makalah Lengkap Kongres
Nasional X Pernefri Annual Meeting. Bandung: PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi
Indonesia); 2010. hal. 233-41.
Denao et.al. Glomerular Disturbance in Preeclampsia: Disruption Between Glomerular
Endothelium and Podocyte Symbiosis. Hypertension in Pregnancy. 2009. DOI:
10.1080/10641950802631036.
Taler SJ. Treatment of Pregnant Hypertensive Patients. In: Izzo et.al(ed) Hypertension
Primer: The Essentials of High Blood Pressure. 3rd edition, American Heart Association,
USA, Lippincott Williams & Wilkins. 2003; p. 492-9.
Briner VA. Hypertension and Pregnancy. In: Schrier, Robert W(ed). Disease of The Kidney
& urinary Tract. 2ndVolume, USA, Lippincott & Wilkins. 2007; p. 1330-85.
Montan Sven. Drugs Used in Hypertensive disease in Pregnancy. Curr Opin Obstet Gynecol
2004; 16:111-15.
19
20. Folic M et.al. Antihypertensive Drug Therapy For Hypertensive Disorders in Pregnancy.
Review Article. Acta Medica Medianae, 2008, vol.47; p. 65-72.
Effendi NI. Penatalaksanaan Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam: Dharmizar(ed). Makalah
Lengkap The 11th Jakarta Nephrology & Hypertension Course and Symposium on
Hypertension. Jakarta: PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia); 2011. hal. 117-31.
Maynard SE. Pregnancy and The Kidney.2009, J.Am Soc Nephrol 20: 14-22.
20