Tugas Makalah uts_11150646_Novi Yunitasari_7N.MSDM
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan
Dosen Pengampu Ade Fauji, S.E, M.M
Dari Universitas Bina Bangsa Banten
O L E H:
NOVI YUNITASARI
11150646
JURUSAN : MANAJEMEN
KONSENTRASI : MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
PROGRAM PENDIDIKAN : STRATA-1 (S-1)
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
2018
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangatsederhana.Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam pembelajaran khususnya
pelajaran dibidang " Evaluasi Kinerja Dan Kompensasi ".
Tidak lupa saya mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada kedua orang tua,
dosen yang berada di kampus Universitas BINA BANGSA, teman-teman atas support yang
telah diberikan, dan juga sumber-sumber yang telah memberikan banyak informasi sehingga
membantu dalam penulisan makalah ini.
Terlepas dari semua itu saya menyadari sepenuhnya masih ada kesalahan kekurangan
dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pemaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk teman teman ataupun
pembacanya dalam meningkatkan pengetahuan ekonomi.
Serang, 14 November 2018
Penyusun
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Batasan Masalah
1.4 Tujuan Penelitian
1.5 Manfaat Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
2.1.1 Pengertian Kinerja
2.1.2 Manfaat Evaluasi Kinerja
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
2.1.4 Teknik-Teknik Penilaian Prestasi/Kinerja
2.2 HR Score Card (pengukuran kerja SDM)
2.2.1 Pengertian Human Resource Scorecard
2.2.2 Manfaat Human Resource Scorecard
2.3 Motivasi Dan Kepuasan Kerja
2.3.1 Pengertian Motivasi Dan Kepuasan Kerja
2.3.2 Aspek-Aspek Kepuasan Kerja
2.3.3 Teori Motivasi Dan Kepuasan Kerja
2.3.4 Pengukuran Kepuasan Kerja
2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
4. 2.4 Mengelola Potensi Kecerdasan Dan Emosional SDM
2.4.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
2.4.3 Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosinal
2.5 Membangun Kapabilitas Dan Kompetensi SDM
2.5.1 Kapabilitas SDM
2.5.2 Kompensasi SDM
2.6 Konsep Audit Kinerja Dan Pelaksanaan Audit Kinerja
2.6.1 Pengertian Audit Kinerja
2.6.2 Tujuan Audit
2.6.3 Fungsi Audit
2.6.4 Konsep Audit Kinerja
2.6.5 Manfaat Audit Kinerja
2.6.6 Pelaksanaan Audit Kinerja
2.6.7 Deskripsi Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja BUMN/BUMD
2.6.8 Perbandingan Antara Audit Keuangan Dengan Audit Kinerja
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
5. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penilaian kinerja (performance appraisal), juga disebut tinjauan kinerja,
evaluasi kinerja, atau penilaian karyawan, adalah upaya menilai prestasi dengan
tujuan meningkatkan produktivitas karyawan maupun perusahaan. Akan tetapi,
tujuan tersebut sering tidak tercapai karena banyak perusahaan yang melakukan
penilaian kinerja yang kurang baik. Dampaknya adalah demotivasi kerja dan
turunnya pencapaian sasaran perusahaan dari tahun ke tahun. Penilaian kinerja
karyawan yang bagus tidak hanya di lihat dari hasil yang dikerjakannya, namun
juga di lihat dari proses karayawan tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya.
Kinerja merupakan hasil kerja, dari keseluruhan proses seseorang dalam
mengerjakan tugasnya. Penilaian kinerja karyawan dilakukan setahun sekali untuk
melihat kualitas karyawan demi membangun perusahaan.
Penilaian kinerja memiliki banyak arti, salah satunya menurut schuler dan
Jackson, 1996 : 3, penilaian kinerja merupakan suatu sistem formal dan terstruktur
yang mengukur, menilai dan juga mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan
pekerjaan, perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidak hadiran. Yang menjadi
fokus adalah mengetahui seberapa ptoduktifkah seorang karyawan dan apakah
memiliki kinerja yang sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang,
sehingga karyawan, masyarakat dan organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan diatas dapat dirumuskan : bagaiaman membangun suatu
bentuk prototipe sistem pendukung keputusan guna memberikan rekomendasi
penilaian kinerja karyawan.
6. 1.3 Batasan Masalah
Hasil sistem ini berupa perengkingan terhadap penilaian kinerja.
1.4 Tujuan Penelitian
Agar dapat menunjang keputusan untuk dapat melakukan penilaian
karyawan pada instansi atau perusahaan yang menerapkan sistem ini.
1.5 Manfaat Penelitian
1) Penilaian dapat mengukur kinerja karyawan dan perbaikan pada masa yang akan
dating.
2) Dapat mengembangkan sistem pengawasan terhadap karyawan yang dinilai.
7. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
2.1.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar “kerja”
yang terjemahan kata dari bahasa asing prestsi. Bias pula berarti hasilnya.
Pengertian kinerja dalam borganisasi merupakan jawaban dari berhasil atau
tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau menajer sering
tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.
Terlalu sering menajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan / instansi mengehadapi kerisis yang serius. Kesan-kesan
buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda
peringatan adanya kinerja yang merosot.
Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67). “Kinerja (
prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya”.
Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223)“Kinerja
seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang
dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan
“kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”.
Menurut John Whitmore (1997 : 104)“Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-
fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi,
suatu pameran umum ketrampikan”.
Menurut Barry Cushway (2002 : 1998)“Kinerja adalah menilai bagaimana
seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.
8. Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “
merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi
kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli
dan Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah
apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.
Menurut John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104)
“kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu
perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”.
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan
kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi
dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta
mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.
Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang
memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya:
(a) berorientasi pada prestasi,
(b) memiliki percaya diri,
(c) berperngendalian diri,
(d) kompetensi.
2.1.2 Manfaat Evaluasi Kinerja
Penilaian prestasi adalah proses dimana organisasi menilai atau
mengevaluasi prestasi kerja karyawan. Adapun manfaat evaluasi prestasi/kinerja
adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Prestasi Karyawan
Karyawan dapat memperrbaiki atau meningkat prestasi setelah mengetahui
hasil atau umpan baik dari adanya evaluasi tersebut.
2. Standar Kompensasi Yang Layak
9. Dari hasil evaluasi prestasi, manajer dapat menegetahui berapa upah atau
kompensasi yang layak harus diberikan pada karyawan.
3. Penempatan Karyawan
Dari hasil prestasi karyawan dalam sebuah evaluasi yang sudah dilakukan
sehingga dapat meminimalisasi resiko kesalahan dalam penempatan
karyawan.
4. Pelatihan Dan Pengembangan
Apabila hasil evaluasi menunjukkan banyak kekurangan atau hasil yang
negatif maka sudah saatnya diperlukan program pelatihan dan
pengembangan,baik untuk karyawan baru maupun karyawan senior.
Namun, hasil yang baik tau positif hendaknya tidak tidak membuat
organisasi tidak berbesar hati dulu, karena pelatihan dan pengembangan
selalu dibutuhkan untuk penyegaran bagi karyawan.
5. Jenjang Karier
Manajer dapat menyususn jalur karier karyawan sesuai dengan prestasi
yang telah ditunjukkan karyawan.
6. Penataan Staf
Hasil prestasi yang baik atau buruk, mencerminkan bagaimana manajemen
mengatur pembagian sumber daya manusia di dalam organisasi.
7. Minimnya Data Informasi
Informasi akurat sangat di butuhkan organisasi untuk mengambil keputusan
guna menempatkan karyawan, promosi, mutasi, transfer, demosi,
kebutuhan program pelatihan dan pengembangan, jenjang karier karyawan
dan komponen-komponen lain dalam sistem informasi manajemen sumber
daya manusia.
8. Kesalahan Desain Pekerja
Adanya indikasi hasil evaluasi prestasi yang buruk merupakan tanda adanya
kesalahan dalam deskripsi desai pekerjaan yang tidak atau kurang cocok
pada pekerjaan.
10. 9. Peluang Kerja Yang Adil
Peluang kerja yang sama dan adil bagi karyawan bisa didapatkan apabila
manajer melihat hasil evaluasi dan mempertimbangkan kesempatan
pekerjaan yang layak dan menantang bagi karyawan yang menunjukkan
prestasi bagus.
10. Tantangan Eksternal
Penilaian prestasi juga tergantung dari factor lain, seperti kepentingan
pribadi, kondisi financial, kondisi kerja, keluarga, kesehatan karyawan dan
sebagainya.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:
1.Kemampuan mereka,
2.Motivasi,
3.Dukungan yang diterima,
4.Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan
5.Hubungan mereka dengan organisasi.
Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja
merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun
kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau
kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
11. Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi
kinerja antara lain :
a. Faktor kemampuan
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu
dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
b. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai
terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang
mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.
David C. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001 : 68),
berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan
pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah
suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas
dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat
terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang
memiliki motif yang tinggi yaitu :
1. Memiliki tanggung jawab yang tinggi
2. Berani mengambil risiko
3. Memiliki tujuan yang realistis
4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan.
5. Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang
dilakukan
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan.
12. Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja :
1)Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman
kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.
2)Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan
kerja
3)Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem
penghargaan (reward system).
2.1.4 Teknik-Teknik Penilaian Prestasi/Kinerja
Beberapa metode yang dapat dipertimbangkan organisasi untuk melakukan
evaluasi prestasi bagi karyawan adalah sebagai berikut :
1. Rating Scale
Penilaian prestasi metode ini didasarkan pada suatu skala dari sangat baik, baik,
kurang baik, dan jelek.
2. Checklist
Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar untuk kerja yang
sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian kemudian penilaian memeriksa
apakah karyawan sudah mengerjakannya.
3. Critical Incident Technique
Critical incident technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku
khusus yang dilakukan ti tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku
yang tidak baik.
13. 4. Skala Penilaian Berjangkarkan Perilaku
Skala penilaian berjangkarkan perilaku (behaviorally anchored rating scale-
BARS) adalah penilaian yang dilakukan dengan membuat spesifikasi untuk
kerja dalam elemen-elemen tertentu, misalnya dosen di peguruan tinggi
elemen-elemen untuk kerjanya adalah memberikan pengajaran, melakukan
penelitian, memberikan bimbingan pada mahasiswa dan membuat soal.
5. Pengamatan Dan Tes Untuk Kerja
Pengamatan dan tes untuk kerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes di
lapangan.
6. Metode Perbandingan Kelompok
Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan rekan
sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti
pemeringkatan (rangking method), pengelompokkan pada klasifikasi yang
sudah ditentukam (force distribution), pemberian point atau angka (point
allocation method), dan metode perbandingan dengan karyawan lain (paired
comparison).
7. Penilaian Diri Sendiri
Penilaian diri sendiri adalah karyawan untuk dirinya sendiri dengan harapan
pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu
diperbaiki pada masa yang akan datang.
14. 8. Management By Objective (MBO)
Management by objective adalah program manajemen yang mengikutsertakan
karyawan dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan tujuan-
tujuan yang dicapai.
9. Penilaian Secara Psikologis
Penilaian secara psikologis adalah proses penialian yang dilakukan oleh para
ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi, dan lain-lain
yang bersifat psikologi.
10. Assesment Centre
Assesment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan melalui
serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk potensi
seseorng dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar.
2.2 HR Score Card (pengukuran kerja SDM)
2.2.1 Pengertian Human Resource Scorecard
Human Resources Scorecard adalah suatu alat untuk mengukur
dan mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam
menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich
(2009,pxii) human resource scorecard adalah kapasitas untuk
merancang dan menerapkan sistem pengukuran SDM yang strategis
dengan merepresentasikan “alat pengungkit yang penting” yang
15. digunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi
SDM yang lebih efektif secara cermat.
Menurut Gary Desler (2006,p16) human resource scorecard
adalah mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi human resource
dalam membentuk perilaku karyawan yang dibutuhkan untuk mecapai
tujuan strategis perusahaan.
Menurut Nurman (2008,p1) human resources scorecard adalah
suatu alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran
human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi
perusahaan.
Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, & Endah Winarti
(2009,p5) human resource scorecard adalah pendekatan yang digunakan
dengan sedikit memodifikasi dari model balance scorecard awal yang
saat ini paling umum digunakan pada tingkat korporasi yang di
fokuskan pada strategi jangka panjang dan koneksi yang jelas pada hasil
bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001,p1) human
resource scorecard adalah pengukuran terhadap strategi SDM dalam
menciptakan nilai – nilai (value creation) dalam suatu organisasi yang
sangat di dominasi oleh “human capital” dan modal intangible lainnya.
Menurut Uwe Eigenmann (2005,p32) human resource scorecard
adalah secara khusus dirancang untuk menanamkan sistem sumber daya
manusia dalam strategi keseluruhan perusahaan dan mengelola SDM
arsitektur sebagai aset strategis. Scorecard sumber daya manusia tidak
menggantikan balanced scorecard tradisional tetapi melengkapi itu.
16. Perbedaan antara human resources scorecard dengan balanced
scorecard adalah bahwa balance scorecard lebih mengukur kinerja
perusahaan berupa tangible assets sedangkan human resources
scorecard lebih mengukur kinerja sumber daya manusia perusahaan
yang berupa intangible assets.
Human resources scorecard adalah suatu sistem pengukuran
sumber daya manusia yang mengaitkan orang – strategi – kinerja untuk
menghasilkan perusahaan yang unggul. Human resources scorecard
menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi human resources yang
dapat di ukur kontribusinya. Human resources scorecard menjabarkan
sesuatu yang tidak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi
berwujud/tangible (lagging/akibat).
Human resources scorecard merupakan suatu sistem
pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan
kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran
mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia,
sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat
jumlah. Selain itu, human resources scorecard dapat menjadi alat bantu
bagi manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa semua
keputusan sumber daya manusia mendukung atau mempunyai
kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha.
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah
suatu sistem pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya
manusia sebagai aset untuk menciptakan nilai – nilai bagi suatu
organisasi.
17. HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber
Daya Manusia Human resources scorecard mengukur keefektifan dan
efisiensi fungsi sumber daya manusia dalam mengerahkan perilaku
karyawan untuk mencapai tujuan strategis perusahaan sehingga dapat
membantu menunjukan bagaimana sumber daya manusia memberikan
kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi perusahaan. Human
Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan. Human
resources scorecard ibarat sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari
apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya
manusia yang strategis terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain)
yang dikembangkan oleh arsitektur sumber daya manusia perusahaan,
yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan. Arsitektur SDM dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini :
Gambar 2.1 Arsitektur Strategi Sumber Daya Manusia
1. Fungsi sumberdaya manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola
infrastruktur untuk memahami dan mengimplementasikan strategi
perusahaan. Biasanya profesi dalam fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat
mengarahkan usaha ini. Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer
sumberdaya manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delivery)
18. yang tradisional atau kegiatan manajemen sumber daya manajemen teknis, dan kurang
memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya manusia yang stratejik.
Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer sumber daya manusia masa depan
dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi adalah
kompetensi manajemen sumber daya manusia stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumber daya manusia (The HR System).
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam
sumber daya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High
performance work system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem The HR
Functin sumber daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human
capital melalui organisasi.
Untuk membangun dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas,
HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif
untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi.
Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang
menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model
kompetensi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan
peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja
organisasi berkualitas. Agar sumber daya manusia mampu menciptakan value,
organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya
manusia dengan cara menekankan, mendukung HPWS.
19. 3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour).
Peran sumber daya manusia yang stratejik akan memfokuskan pada
produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku
produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini
terdiri dari dua kategori umum seperti :
Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari
kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat
fundamental untuk keberhasilan organisasi.
Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam
organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada
perilaku kedalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan mengukur
kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi merupakan suatu
tantangan.
2.2.2 Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran
dan kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan secara jelas
dan terukur, agar profesional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan
biaya yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran
hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009,p80-82) sebagai
berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable,
yang mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM tepat
20. secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis serta
secara operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang
sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR
Scorecard membantu para manajemen sumber daya manusia untuk menyeimbangkan
secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja mendorong para praktisi untuk
menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka mempertahankan
“investasi” dengan menguraikan manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-keputusan
dan sistem SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengarui pendorong
kinerja kunci dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan
lagging indicator dalam sistem pengukuran kinerja seimbang keseluruhan perusahaan,
di dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil (outcome).
Hal ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara keputusan-
keputusan SDM dan unsur-unsur sistem yang mendorong HR deliverable. Menilai
keselarasan ini memberikan umpan balik mengenai kemajuan SDM menuju deliverable
tersebut dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan pada
akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun harus
memberikan jawaban bagi chief HR officer atas pertanyaannya, “apa kontribusi SDM
terhadap kinerja perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran HR deliverable pada
scorecard harus memberikan jawaban itu.
21. Para manajer SDM harus memiliki alasan strategi yang ringkas, kredibel dan
jelas, untuk semua ukuran deliverable. Jika alasan itu tidak ada, begitu pula pada
ukuran itu tidak ada. Pada manajer lini harus menemukan ukuran deliverable ini
sekredibel seperti yang dilakukan manajer SDM, sebab matrik-matriks itu
merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan bisnis, bukan persoalan SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara
efektiftanggung jawab strategi mereka.
HR Scorecard mendorong sumber daya manusia untuk fokus secara tepat pada
bagaimana keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi
perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “fokus strategis karyawan” bagi
keseluruhan perusahaan, HR Scorecard harus memperkuat focus strategis para manajer
SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai pengaruh strategis itu
sebagian besar dengan cara mengadopsi perspektif sistemik dari pada dengan cara
memainkan kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh untuk
berfikir secara sistematis mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini menjadi
terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan. Strategi - strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran - sasaran kinerja
yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status
quo. Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan pengukuran ini ialah
bahwa orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka yang diisyaratkan
dalam sistem nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang
bergeser menuntutnya.
22. HR Scorecard memunculkan fleksibilitas dan perubahan, sebab iya fokus pada
implementasi strategi perusahaan, yang akan secara konstan menuntut perubahan.
Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
Mereka menjadi sekedar indicator dari logika yang mendasari yang diterima
oleh para manajer sebagai hal absah. Dengan kata lain, ini bukan sekedar bahwa di
waktu yang lalu orang mengejar sejumlah angka tertentu; mereka dulu juga
memikirkan tentang kontribusi mereka pada implementasi strategi perushaan.
Mereka melihat gambar besarnya. Kami percaya bahwa fokus yang lebih besar
memudahkan para manajer untuk mengubah arah. Tidak seperti organisasi
“tradisional”, dalam organisasi yang berfokus pada strategi, orang memandang ukuran
- ukuran sebagai alat untuk mencapai tujuan, daripada sebagai tujuan itu sendiri.
2.3 Motivasi Dan Kepuasan Kerja
2.3.1 Pengertian Motivasi Dan Kepuasan Kerja
Pada dasarnya ada 3 karakteristik pokok motivasi, yaitu :
A. Usaha
Karakteristik utama dari motivasi, yaitu usaha, menunjuk kepada
kekuatan perilaku kerja seseorang atau jumlah yang ditunjukkan oleh seseorang
dalam pekerjaanya. Tegasnya, hal ini melibatkan berbagai macam kegiatan
atau upaya baik yang nyata maupun yang kasat mata.
B. Kemauan kuat
Karakteristik pokok motivasi yang kedua menunjuk kepada kemauan
keras yang ditunjukkan oleh seseorang ketika menerapkan usahanya kepada
23. tugas – tugas pekerjaannya. Dengan kemauan yang keras, maka segala usaha
akan dilakukan. Kegagalan tidak akan membuatnya patah arang untuk terus
berusaha sampai tercapainya tujuan.
C. Arah atau Tujuan
Karakteristik motivasi yang ketiga berkaitan denga arah yang dituju
oleh usaha dan kemauan keras yang dimiliki oleh seseorang.
Dengan melihat ketiga karakteristik pokokmotivasi diatas maka
motivasi dapat didefinisikan sebagai “Keadaan dimana usaha dan kemauan
keras seseorang diarahkan kepada pencapaian hasil – hasil atau tujuan tertentu.”
Pengertian Kepuasan Kerja menurut para ahli :
a. Lock ( 1995 )
Kepuasan kerja merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat
positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu
pekerjaan atau pengalaman kerja.
b. Robbins ( 1996 )
Kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap
pekerjaannya.
c. Porter ( 1995 )
Kepuasan kerja adalah perbedaan antara seberapa banyak sesuatu yang
seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya dia
terima.
24. d. Mathis dan Jackson ( 2000 )
Kepuasan kerja merupakan pernyataan emosional yang positif yang
merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap
situasi dan kondisi kerja.
2. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) atau tidak puas
(negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan
sebaliknya bila tidak aka berarti karyawan tidak puas.
3. Kepuasan kerja dirasakan karyawan setelah karyawan tersebut
membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil
kerjanya dengan apa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.
4. Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan.
2.3.2 Aspek-Aspek Kepuasan Kerja
1. Kerja Yang Secara Mental Menantang.
Kebanyakan Karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka
dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik
mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental
menantang.
Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan,
tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal.
25. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan
mengalamai kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran Yang Pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka.
Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar
akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang.
Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk
bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang
menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang
mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah
dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting
adalah persepsi keadilan.
Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik
promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena
itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat
dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami
kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi Kerja Yang Mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan
bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya
26. atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor
lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan Kerja Yang Mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi
yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja
yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang
meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari
kepuasan.
5. Kesesuaian Kepribadian Dengan Pekerjaan
Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan
sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan
bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi
tuntutan dari pekerjaan mereka.
Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada
pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih
besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.
27. 2.3.3 Teori Motivasi Dan Kepuasan Kerja
Ada beberapa teori tentang motivasi dan kepuasan kerja,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Discrepancy Theory
Teori ini menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan selisih atau
perbandingan antara harapan dengan kenyataan.
2. Equity Theory
Teori ini mengatakan bahwa karyawan atau individu akan merasa puas
terhadap aspek – aspek khusus dari pekerjaan mereka. Misalnya gaji/upah,
rekan kerja, dan supervisi.
3. Opponent Theory – Process Theory
Teori ini menekankan pada upaya seseorang dalam mempertahankan
keseimbangan emosionalnya.
4. Teori Maslow
Menurut Maslow, kebutuhan manusia berjenjang atau bertingkat, mulai
dari tingkatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Tingakatan –
tingakatan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Kebutuhan akan rasa memiliki
Kebutuhan untuk dihargai
Kebutuhan akan aktualisasi diri
28. 5. Teori ERG Alderfer
Alderfer membagi hierarki kebutuhan manusia menjadi 3 tingakatan,
yaitu :
Eksistensi
Keterkaitan kebutuhan – kebutuhan akan adanya hubungan
sosial dan interpersonal yang baik
Pertumbuhan
Teori dua faktor dari Herzberg
Teori ini memandang kepuasan kerja berasal dari keberadaan motibator
intrinsik dan bahwa kepuasan kerja berasal dari ketidak-adaan faktor – faktor
ekstrinsik.
6. Teori Mc Clelland
Mc Clelland mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari,
yaitu teori yang menyatakan bahwa seseorang dengan suatu kebutuhan yang
kuat akan termotivasi untuk menggunakan tingkah laku yang sesuai guna
memuaskan kebutuhannya. Tiga kebutuhan yang dimaksud adalah :
Kebutuhan berprestasi
Kebutuhan berafiliasi
Kebutuhan akan kekuasaan
2.3.4 PENGUKURAN KEPUASAN KERJA
Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, diantaranya akan
dijelaskan sebagai berikut :
29. 1. Pengukuran Kepuasan Kerja Dengan Skala Job Description Index
Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan –
pertanyaan pada karyawan mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang
diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan jawaban Ya, Tidak, atau Ragu
ragu. Dengan cara ini dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
2. Pengukuran Kepuasan Kerja Dengan Minnesota Satisfaction
Questionare
Skala ini berisin tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk
memilih salah satu dari alternatif jawaban : Sangat tidak puas, Tidak puas,
Netral, Puas, dan Sangat puas terhadap pernyataan yang diajukan. Beradsarkan
jawaban – jawaban tersebut dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
3. Pengukuran Kepuasan Kerja Berdasarkan Ekspresi Wajah
Pada pengukuran metod ini responden diharuskan memilih salah satu
gambar wajah orang, mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral,
cemberut, dan sangat cemberut. Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui
dengan melihat pilihan gambar yang diambil responden.
2.3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
1. Kondisi Kerja
Artinya jika seluruh kebutuhan seseorang untuk bekerja terpenuhi baik
itu dari bahan yang dibutuhkan ataupun dari lingkungan yang menunjang maka
kepuasan kerja akan terjadi.
30. 2. Peraturan
Budaya serta karakteristik yang ada dalam organisasi tersebut, yang jika
peraturan dalam menjalankan pekerjaannya dapat mendukung terhadap
pekerjaannya maka karyawan atau para pekerja akan merasakan kepuasan
kerja.
3. Kompensasi dari pekerjaannya yang seimbang dengan pekerjaan
yang telah ia lakukan.
4. Efisiensi Kerja
Dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan seseorang dalam
pekerjaannya, sehingga apabila kepuasan kerja itu ada salah satunya adalah
dengan bekerja sesuai dengan kemampuan masing-masing.
5. Peluang Promosi
Yaitu di mana adanya suatu peluang untuk mendapatkan penghargaan
atas prestasi kerja seseorang dimana diberikan jabatan dan tugas yang lebih
tinggi dan disertai dengan kenaikan gaji. Promosi ini sangat mempengaruhi
kepuasan kerja dapat dihargai dengan dinaikan posisinya disertai gaji yang
akan diterimanya.
6. Rekan Kerja Atau Partner Kerja
Kepuasan kerja akan muncul apabila dalam suatu organisasi terdapat
hubungan yang baik. Misalnya anggota kerja mempunyai cara atau sudut
pandang atau kebiasaan yang sama dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga
dalam bekerja juga tidak ada hambatan karena terjalin hubungan yang baik.
31. Sedangkan dalam pandangan Islam kepuasan kerja itu terjadi apabila suatu
pekerjaan yang dilakukan dapat membantu orang lain dalam meringankan
pekerjaannya, karena“sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi orang
lain”.
2.4 Mengelola Potensi Kecerdasan Dan Emosional SDM
2.4.1 Pengertian Kercerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa
Inggris: emotional quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima,
menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya.
Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu
hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan
orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain
(Goleman,2001:512). Seseorang dengan kecerdasan emosional yang
berkembang dengan baik, kemungkinan besar akan berhasil dalam
kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong
produktivitas (Widagdo, 2001). Goleman (2001) membagi kecerdasan
emosional yang dapat memperngaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja ke
dalam lima bagian utama yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati
dan ketrampilan sosial.
32. 2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua
sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis.
Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila
fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan
mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup
didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana
kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus
itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan
kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi
khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek
lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat
sulit dipisahkan.
2.4.3 Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan
mengetahui apa yang harus dilakukan.
33. 2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari
lawan bicara, agar tidak terjadi salah paham serta dapat
menjaga hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi
salah paham.
4. Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima
atau ditolak, jadi siapkan diri dan jangan takut ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang
mampu berempati atau bisa mengerti situasi yang dihadapi
orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang
mendesak, dan apa yang bias ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus
menyiapkan mental sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan
baik, agar dapat salaing mengerti.
9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan,
namun tetap berpikir rasional.
34. 10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu
mendapat perhatian. Jangan memaksa diri melakukannya
dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
2.5 Membangun Kapabilitas Dan Kompetensi SDM
2.5.1 Kapabilitas SDM
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus
dipenuhi sebelum suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber
keunggulan kompetitif berkelanjutan sebagai berikut:
(1) merupakan sumber daya organisasional yang sangat
berharga (valuable), terutama dalam kaitannya dengan kemampuan
untuk mengeksploitasi kesempatan dan atau menetralisasi ancaman dari
lingkungan perusahaan.
(2) relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka
di lingkungan kompetitif.
(3) sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
(4)tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara
strategis signifikan. masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan”
berbagai strategi, kebijakan dan praktik MSDM menjadi keunggulan
kompetitif berkelanjutan.
2.5.2 Kompetensi SDM
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi
tersebut mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk
mencapai hasil- hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk
memikirkan persoalan dan mencari alternatif- alternatif baru.
35. b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar
besar, untuk menguji berbagai pengandaian dan pengubah prespektif.
c. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan
kemampuan secara efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan
untuk mendengar, berkomunikasi, mendapat alternatif ketiga.
2.6 Konsep Audit Kinerja Dan Pelaksanaan Audit Kinerja
2.6.1 Pengertian Audit Kinerja
Istilah Audit Kinerja terdiri atas dua kata :
Audit = kegiatan pengumpulan dan evaluasi terhadap bukti-
bukti yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen untuk
menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara kondisi yang
ditemukan dan kriteria yang ditetapkan (Arens).
Kinerja = hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan
dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama (Stephen
P.Robbings).
Audit Kinerja merupakan perluasan dari audit laporan keuangan,
dalam hal prosedur dan tujuan.
2.6.2 Tujuan Audit
Tujuan dasar audit kinerja adalah menilai kinerja suatu organisasi,
program,ataukegiatanyangmeliputiauditatasaspekekonomi,efisiensi,dan
efektivitas.
2.6.3 Fungsi Audit
Fungsi AuditKinerjaadalahmemberikanreviewindepndendari pihak
ketiga atas kinerja manajemen dan menilai apakah kinerja organisasi dapat
memenuhi harapan.
36. 2.6.4 Konsep Audit Kinerja
1. Value For Money (VFM) Audit
Penilaian apakah manfaat yang dihasilkan oleh suatu program
lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (spending well) atau masih
mungkinkah melakukan suatu pengeluaran/belanja dengan lebih
baik/bijak.
2. Performance Audit Ini adalah istilah baku secara Internasional
3. Audit Manajemen, Audit Operasional Atau Audit Ekonomi dan
Efisiensi. Yaitu menilai aspek ekonomi dan efisiensi dari pengelolaan
organisasi.
4. Audit Program atau Audit Efektivitas. Yaitu menilai manfaat atau
pencapaian suatu program.
2.6.5 Manfaat Audit Kinerja
Audit kinerja bermanfaat untuk mengetahui apakah sumber daya
organisasi telah diperoleh dan digunakan secara ekonomis, efisien, dan
efektif tidakterjadi pemborosan,kebocoran,salahalokasi,dansalahsasaran
dalam mencapai tujuan.
Audit kinerja berfungsi untuk mengetahui apakah penggunaan
sumber daya dalam rangka mencapai target dan tujuan telah memenuhi
prinsipekonomis,efisien,danefektivitas,tidakmelanggarketentuanhukum,
peraturan perundang-undangan, dan kebijakan manajemen.
Pada sisi lain, audit kinerja juga bermanfaat mengidentifikasi
cara untuk memperbaiki ekonomi, efisien, dan efentivitas di sektor
publik serta mendorong dilakukannya audit kinerja bagi organisasi
sektor publik antara lain :
1.Meningkatkan pendapatan. Hal ini karena kebocoran, penggelapan,
dan ketidak optimalan dalam sisi pendapatan bisa diketahui dan
diperbaiki.
37. 2.Mengurangi biaya atau belanja. Melalui audit kinerja, sumber
penyebab kebocoran dan pemborosan organisasi dapat diidentiikasi
sehingga melalui efisiensi organisasi dapat melakukan penghematan
biaya.
3.Memperbaiki efisiensi dan produktivitas. Hal ini juga berarti
memperbaiki proses.
4.Memperbaiki kualitas yang diberikan.
5.Meningkatkan kesadaran manajemen sektor publik terhadap perlunya
transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan sumber daya publik.
2.6.6 Pelaksanaan Audit Kinerja
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau
yang disebut Indikator Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut
2.6.7 Deskripsi Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja BUMN/BUMD
1. Perencanaan Audit Kinerja
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja, Perencanaan audit
merupakan langkah penting yang dilakukan untuk memenuhi standar
audit. Dalam perencanaan audit perlu memperhatikan perkiraan waktu
dan petugas audit, selain itu juga mempertimbangkan perencanaan
lainnya yang meliputi:
38. a. Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai
auditan
b. Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
2. Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1993: 703) adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu
aktivitas.
Menurut Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkah-langkah
yang harus dilaksanakan guna mencapai tujuan pemeriksaan.
Pelaksanaan Audit Kinerja oleh kantor akan berdasarkan prosedur yang
terdiri dari tahapan Audit Kinerja yang menguraikan tentang bagaimana
langkah kerja Audit Kinerja itu dilakukan.
Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan
tahap awal dari rangkaian Audit Kinerja sebagai dasar penyusunan
Program Kerja Audit Tahap berikutnya. Tahap ini meliputi:
a. Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
b. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan
yang diaudit
c. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang
menunjukkan kelemahan dan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
d. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja.
39. Dalam pengumpulan informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja
mencakup:
1. Organisasi
2. Peraturan perundangan yang berlaku
3. Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
4. Sistem dan prosedur
5. Data keuangan
6. Informasi lainnya yang relevan
Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan
persiapan Audit Kinerja selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara
lain meliputi mengenai kelemahan-kelemahan yang harus
dikembangkan lebih lanjut dalam tahap audit berikutnya. Dari simpulan
tersebut dibuat program audit tahap pengujian pengendalian
manajemen.
Pengujian Pengendalian Manajemen
Pada tahap ini harus dilakukan pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh manajemen audit
dan jajarannya Pengendalian manajemen adalah suatu proses yang
dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lain dalam
perusahaan yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tiga kelompok tujuan utama yaitu:
a) Efektivitas dan efisiensi operasi
b) Keandalan pelaporan keuangan
c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Dalam
Pengujian penerapan Good Cooperate Governance (GCG) oleh
40. manajemen, Auditor wajib melakukan pengujian penerapan prinsip-
prinsip GCG oleh manajemen dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh manajemen audit
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-
MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 adalah sebagai berikut:
1.Transparansi dalam mengemukakan informasi material dan relevan
mengenai perusahaan
2.Kemandirian
3.Akuntabilitas
4.Pertanggung jawaban
5. Kewajaran
b. Dalam melakukan pengujian penerapan GCG oleh manajemen,
auditor minimal perlu memanfaatkan dan mengembangkan
indikator/parameter yang relevan. Dan dari hasil pengujian tersebut
kemudian dibuat simpulan mengenai penerapan GCG.
c. Jika ditemukan kelemahan yang signifikan segera dibuat manajemen
letter (ML).
Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
Dalam tahap ini dilakukan penilaian atas proses penetapan
indikator kinerja, juga membandingan antara pencapaiaan indicator
kinerja dengan target. Kesenjangan yang ada harus dianalisis
sehingga diperoleh penyebab sebenarnya. Indikator Kinerja adalah
diskripsi kuantitatif dan kualitatif dari kinerja yang dapat
digunakan oleh manajemen sebagai salah satu alat untuk menilai
dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau dalam
jangka waktu tertentu.
41. Tujuan pengujian atas pengukuran capaian indikator kinerja
kunci yaitu untuk menilai efisiensi dan efektifitas beberapa
aktivitas utama, guna menyarankan dan mendorong pengembangan
rencana aksi untuk peningkatan kinerja. Rencana aksi
dikembangkan oleh manajemen auditan (Focus Group), dan
kemajuan yang dibuat dalam implementasi rencana akan direview
secara periodik.
Diharapkan manajemen auditan mampu meningkatkan
kinerja perusahaan. Tujuan akhir tersebut akan dicapai melalui
berbagai tujuan setiap kegiatan review yaitu:
1.Menentukan kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki
perusahaan.
2.Menentukan implikasi operasional dan strategis dari kekuatan
dan kelemahan tersebut diatas.
3.Mengidentifikasi area-area yang perlu perbaikan.
4.Mengembangkan rencana aksi perbaikan atas area-area tersebut
diatas.
Review Operasional
Pada tahap ini dilakukan review yang sistematis atas
prosedur metode, organisasi, program atau kegiatan-kegiatan
dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh mana pencapaiaan suatu
tujuan/sasaran secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Informasi mengenai praktek terbaik (best practice) pada
perusahaan sejenis perlu diperoleh sebagai pembanding
(benchmark). Selain itu perlu perlu dilakukannya pula penilaian
tingkat kesehatan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku
dan evaluasi perkembangan usaha perusahaan.
42. Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan informasi
detail/rinci untuk menguji kinerja dari aktivitas yang direview
dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Review operasional dapat mengarah pada beberapa atau
seluruh sasaran berikut:
1. kehematan, efisiensi dan/atau efektivitas
2. keandalan dan integritas sistem dan prosedur
3. Pengendalian manajemen dan akuntabilitas
4. Perlindungan terhadap aktiva
5. Kepatuhan pada peraturan, kebijakan dan prosedur, dan/atau
6. Aspek-aspek lingkungan
Terdapat dua pendekatan review pokok:
a) Review hasil secara langsung Pendekatan ini berfokus pada
outcome dan output (berfokus pada penilaian hasil yang ingin
dicapai). Pendekatan ini secara khusus layak dimana terdapat data
yang tersedia untuk menghitung indikator kinerja kunci bagi
aktivitas. Jika hasil memuaskan, resiko karena kesalahan yang
serius dalam dan mengimplementasikan aktivitas menjadi minimal.
b) Review Sistem pengendalian Pendekatan ini berfokus pada
sistem dan pengendalian. Pendekatan ini dirancang untuk
menentukan apakah organisasi telah memiliki sistem pengendalian
yang cukup untuk menyediakan jaminan yang layak atas
pencapaian hasil yang diinginkan. Review dirancang untuk
melakukan analisis, review dan pengujian atas komponen kunci
dari sistem pengendalian untuk meyakinkan bahwa hal itu telah
dirancang dan diterapkan secara layak. Hasil akhir dari review
43. operasional adalah merekomendasikan peningkatan dan solusi
praktis yang dapat dimplementasikan manajemen.
Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit adalah catatan yang dibuat dan data
yang dikumpulkan pemeriksa secara sistematis pada saat
melaksanakan tugas pemeriksaan. Kertas kerja audit memuat
informasi yang memadai dan bukti yang mendukung kesimpulan
dan pertimbangan auditor.
Manfaat Kertas kerja audit adalah:
1.Memberikan dukungan utama terhadap Laporan Audit Kinerja.
2.Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi
pekerjaan para pelaksana audit.
3.Merupakan alat pembuktian yang mendukung kesimpulan dan
rekomendasi signifikan dari auditor.
4.Menyajikan data untuk keperluan referensi.
Syarat pembuatan Kertas kerja audit:
a.Lengkap
b.Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung/kalimat maupun
kesalahan penyajian informasi.
c.Didasarkan pada fakta dan argumentasi yang rasional.
d. Sistematis, bersih, mudah diikuti, dan rapi.
e. Memuat hal-hal penting yang relevan dengan audit.
f. Dalam kertas kerja audit harus mencantumkan kesimpulan hasil
audit dan komentar atau catatan dari reviewer.
44. Pelaporan Hasil Audit
Laporan hasil Audit Kinerja merupakan laporan hasil
analisis dan interprestasi atas keberhasilan atau kegagalan
perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya yang dilaporkan
oleh auditor.
Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
1. Hasil penilaian atas kewajaran IKK
2. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan
3. Rekomendasi yang telah disepakati
4. Hasil pengujian atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan
perusahaan
5. Analisis perkembangan usaha
Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
a. Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai
kinerja auditan kepada pihak terkait.
b. Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja auditan
serta memberikan.
c. Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam rangka
penugasan berikutnya.
Pemantauan Tindak Lanjut hasil Audit Kinerja
Tindak lanjut adalah pelaksanaan atas rekomendasi hasil
Audit Kinerja yang telah disampaikan dan disetujui oleh
manajemen auditan. Suatu hasil Audit Kinerja baru dikatakan
berhasil apabila rekomendasi praktis yang dikembangkan bersama
dilaksanakan oleh manajemen. Pelaksanaan tindak lanjut itu sendiri
45. merupakan tanggung jawab manajemen, akan tetapi auditor
berkewajiban memantau pelaksanaan rekomendasi yang telah
dikembangkan bersama tersebut, guna mendorong percepatan
pelaksanaan tindak lanjut sesuai dengan yang telah
rekomendasikan.
2.6.8 Perbandingan Antara Audit Keuangan dan Audit Kinerja
Audit Keuangan
a. Obyek Audit : Laporan Keuangan.
b. Menguji kewajaran laporan keuangan dari salah saji material
dan kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum.
c. Lebih bersifat kuantatif-keuangan.
d. Tidak terlalu analitis.
e. Bisanya tidak mempertimbangkan analisis biaya manfaat.
f. Waktu pelaksanaan audit : tertentu.
g. Audit dilakukan untuk peristiwa keuangan masa lalu.
h. Tidak dimaksudkan untuk membantu melakukan alokasi sumber
daya secara optimal.
Audit Kinerja.
a. Tidak menggunakan indikator kinerja, starndar, dan target
kinerja.
b. Obyek Audit : Organisasi, Program, Aktivitas/kegiatan, Fungsi.
c. Menguji tingkat ekonomi, efisien dan efektivitas dalam
penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan.
d. Lebih bersifat kualitatif.
e. Sangat analitis.
f. Membutuhkan indikator kinerja, starndar, dan target kinerja.
46. g. Bisanya mempertimbangkan analisis biaya manfaat.
h. Audit bisa dilakukan sewaktu-waktu.
i. Mempertimbangkan kinerja masa lalu, sekarang dan akan
datang.
j. Dimaksudkan untuk memperbaiki alokasi sumber daya secara
optimal.
47. BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penilaian kinerja memang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
pemberian imbalan/kompensasi. Penilaian kinerja dapat merupakan umpan balik
atau masukan bagi organisasi untuk menentukan langkah selanjutnya, misalnya
memberitahukan kepada karyawan tentang pandangan organisasi atas kinerja
mereka.
Kadang-kadang tujuan ini bisa menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan
trade off harus terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan karyawan dan menjamin
keadilan, hasil analisis upah dan gaji merekomendasikan pembayaran jumlah yang
sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama.
3.2 SARAN
Di dalam suatu perusahaan atau organisasi perlu diadakan evaluasi kinerja
yang optimal agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian kompensasi kepada
pegawai atau karyawan. Karena apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kinerja
yang secara langsung berdampak pada pemberian kompensasi akan membuat
karyawan merasa tidak betah yang berujung pada penurunan kinerja pegawai, pada
akhirnya perusahaan atau organisasi akan menjadi dingin. MSDM sangat di
perlukan di dalam suatu perusahaan atau organisasi, termasuk di dalamnya adalah
evaluasi kinerja dan pemberian kompensasi.