MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Terpadu
1. TINJAUAN PUSTAKA
A. MIE INSTAN
Tahukah anda jikalau mi instant yang sudah mendarah daging dan menjadi salah
satu makanan pokok di Indonesia ternyata memiliki kandungan kadar gizi yang cukup
banyak dan berguna bagi tubuh. Hal ini berbeda dengan omongan orang-orang yang
mengatakan bahwa makan mie instant membuat orang kekurangan gizi.
Hal itu memang ada benarnya karena pada mie instant memiliki nilai gizi nutrisi
(nutrition fact) yang belum lengkap sehingga alangkah baik jika dalam mengkonsumsi
mi instant dipadukan dengan bahan-bahan lain yang dapat memenuhi kebutuhan gizi
tubuh kita sehari-hari.
Berdasarkan hasil pantauan ternyata nilai gizi dari tiap rasa dalam satu merek
yang sama punya kandungan gizi yang berbeda-beda. Contohnya pada produk Indomie
di mana kadar gizi pada Indomie rasa soto mie berbeda jauh dengan kandungan gizi
pada Indomie rasa baso sapi. Dari sisi energi yang bisa kita dapat dari tiap sebungkus
mi instan pun dapat kita ketahui.
Namun yang perlu diketahui adalah bahwa kebutuhan gizi untuk tiap-tiap orang
adalah berbeda-beda dan dalam tiap bungkus mie instant belum tentu memiliki
kandungan yang sama persis seperti pada informasi nilai gizi pada kemasan
pembungkus. Dari info gizi tersebut seharusnya kita dapat melengkapi kekurangan gizi
dari tiap bungkus mi instan dan menghindari kelebihan kadar gizi pada tubuh kita.
Untuk menambah protein kita dapat menambahkan telur atau kornet pada mie
instant yang dimasak. Jika ingin menambah serat kita bisa tambah sayuran seperti
daun sawi, daun bawang, bawang goreng, dsb. Semua dapat disesuaikan dengan
mudah untuk mendapatkan gizi yang tidak didapat dari satu bungkus mi instant.
Proses pembuatan blok mi Indomie dilakukan secara higienis dan tidak
menggunakan bahan pengawet apapun.Proses pengawetannya dilakukan dengan cara
pengeringan, yaitu digoreng dalam minyak goreng bersuhu tinggi, yang dikenal
sebagai deep frying. Atau bisa juga dengan proses pengeringan menggunakan hot air
drying. Sebagian besar produk mi instan yang diproduksi secara komersial diawetkan
melaui proses deep frying.
Melalui proses pengeringan tersebut, kadar air dalam mi instan hanya sekitar 2-
4% saja sehingga tidak memungkinakan mikroba pembusuk berkembang biak. Dengan
alasan tersebut mi insan tidak perlu lagi ditambah dengan bahan pengawet apa pun.
Demi keamanan, sebaiknya kita selalu memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tertera
pada kemasan Indomie setiap akan membeli atau mengkonsumsinya.
KADAR ABU
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan
abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar
abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam
yaitu :
Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai
senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah
mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya
2. dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal
dengan pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik
macam maupun jumlahnya. Penentuan konsistensi merupakan mineral bahan hasil
pertanian yang dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu : pengebuan total (larut dan
tidak larut) dan penentuan individu komponen.
1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan
Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga
yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.
2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah
yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk
menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.
3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan
Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain (Fauzi (2006)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembkaran suatu bahan organik. Penentuan kadar
abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan.
Kemurnian serta kebersihan suatu bahan yag dihasilkan semakin tinggi kadar abu
maka kebesihan suatu produk semakin berkurang.
Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat
organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji,
1996).
Pengabuan yang dilakukan didalam muffle dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat
melindungi kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga
kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada
bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah
pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.
Setelah pengabuan selesai maka dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum
dilakukan penimbangan, krus porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan
mengeringkan air yang mungkin terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle
dimana pada bagian atas muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk,
kemudian krus dimasukkan dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air
berupa silica gel. Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai bera c gram.
Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan
cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain :
Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
3. Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia
tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa
ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol
membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar
dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas
dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses penngabuan (Sudarmadji,
1996).
Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak
langsung. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :
A. KADAR SERAT KASAR
Serat kasar mengandung senyawaan selulosa, lignin dan zat lain yang belum
dapat diidentifikasi dengan pasti, yang disebut serat kasar adalah senyawaan yang
tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia atau binatang. Dalam analisa
penuntun serat kasar diperhintungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam
encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisa adalah:
1. Defathing, yaitu menghilangkan dan perhitungan lemak yang terkandung
dalam sampel menggunakan pelarut lemak.
2. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan
pelarutan dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan
tertutup suhu terkontrol dan bebas udara.
Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai, karena
penundaan penyaringan udara dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa,
karena terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai untuk bahan
yang mengandung banyak protein, sering mengalami kesulitan dalam penyaringan,
maka sebagian dilakukan digesti dengan enzim preteolitik.
Residu yang diperoleh dalam pelarutan menggunakan asam dan basa
merupakan serat kasar yang mengandung ± 97% selulosa dan lignin dan sisanya
adalah senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi.
Serat kasar sangat penting ditentukan dalam penilaian kualitas bahan
makanan, karena adanya angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan
makanan tersebut. Selain itu, kandungan serat kasar dapat dipakai untuk menentukan
kemurnian bahan baku efisiensi suatu proses.
Kehilangan selulosa dapat mencapai 85% sedangkan kehilangan lignin dapat
mencapai 50%-90%, tergantung jenis tumbuhan monokotil yang lebih muda larut dalam
larutan alkali dibandingkan unsur lignin. Berdasarkan penelitian, serat kasar tak
mencerminkan serat sebenarnya, maksudnya karena fraksi serat ini terdiri dari selulosa,
4. hemiselulosa,dsb. Sedangkan perlakuan dari metode ini seperti penambahan asam
encer panas semilulosa dan lignin lebih mudah larut dengan alignin selulosa.
Keadaan inilah yang menyebabkan hubungan tak jelas antara serat kasar dan
serat sebenarnya. Selain itu juga terdapat analisis lain dalam serat makanan relatif
mudah yaitu metode couthpale. Analisis serat pada makanan mulai diperhatikan
timbulnya berbagai macam penyakit yang disebakan oleh serat.
Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat
air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa
makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat,
feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan
mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan
peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana
komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber, SDF),
dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF).
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber, metode
deterjen, metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan
kekurangan. Data serat kasar yang ditentukan secara kimia tidak menunjukan sifat
serat secara fisiologis, rentang kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar
sebagai total serat makanan adalah antara 10-500%, kesalahan terbesar terjadi pada
analisis serealia dan terkecil pada kotiledon tanaman. Metode analisis dengan
menggunakan deterjen (Acid Deterjen Fiber, ADF atau Neutral Deterjen Fiber, NDF)
merupakan metode gravimetri yang hanya dapat mengukur komponen serat makanan
yang tidak larut. Adapun untuk mengukur komponen serat yang larut seperti pectin dan
gum, harus menggunakan metode yang lain, selama analisis tersebut komponen serat
larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat.
Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp, et al (1984) merupakan metode
fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh penggunaan
enzim pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur kadar serat makanan total, serat
makanan larut dan serat makanan tidak larut secara terpisah.