Makalah ini membahas tentang pengalengan, yaitu metode pengawetan bahan pangan dengan memanaskannya dalam wadah tertutup untuk membunuh mikroba. Metode ini pertama kali ditemukan oleh Nicholas Appert pada 1804. Proses pengalengan meliputi pengemasan bahan pangan ke dalam kaleng/botol, pemanasan untuk sterilisasi, dan pendinginan. Tujuannya adalah meningkatkan umur simpan dengan membunuh seluruh mikroba berbah
PPT kerajaan islam Maluku Utara PPT sejarah kelas XI
Pengalengan/Wulan Marayani/Universitas Pasundan Kota Bandung
1. TUGAS TEKNOLOGI PENGAWETAN
“PENGALENGAN”
“Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi Pengawetan”
Dosen Pembimbing:
Dr. Ir. Leni H Afrianti., MP
Disusun Oleh:
Wulan Marayani
123020362
Kelas G
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
KOTA BANDUNG
2014
2. KATA PENGANTAR
Asalamualaikum, Wr. Wb.
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya, serta salawat dan salam kepada junjungan- Nya Nabi Muhammad SAW, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik guna memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Teknologi Pengawetan.
Terima kasih pula kami sampaikan kepada ibu Dr. Ir. Leni H Afrianti., MP selaku dosen mata kuliah Teknologi Pengawetan yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi kelancaran tugas ini.
Makalah ini membahas mengenai “Pengalengan”, dimana dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian, metode, kekurangan, kelebihan dan sebagainya.
Dikarenakan makalah yang saya susun masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang membangun diharapkan dari para pembaca, guna memotivasi saya untuk dapat membuat makalah yang lebih baik lagi dimasa mendatang
Demikian tugas saya susun semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan mampu menjadi referensi serta menambah wawasan bagi para pembaca, serta mampu memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengawetan. Terima kasih.
Bandung, 27 Oktober 2014
Hormat saya,
Wulan Marayani
(123020362)
3. BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas beberapa hal sebagai pembuka atau bab pendahuluan dalam makalah ini, diantaranya yaitu: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Perumusan Masalah, (1.3) Tujuan Makalah, dan (1.4) Sistematika Penulisan.
1.1. Latar Belakang
Bahan pangan merupakan bahan yang sangat mudah rusak. Setiap bahan pangan memiliki cara penanganannya tersendiri, tergantung jenisnya. Berbagai metode pengawetan dilakukan untuk menambah umur simpan dari bahan pangan tersebut. Selain itu, pengemasan produk pun mulai dipandang atau diperhatikan oleh masyarakat luas. Salah satu metode pengemasan untuk bahan pangan yang diawetkan adalah pengalengan yang akan saya bahas dalam makalah ini.
1.2. Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan, maka beberapa masalah yang dapat kami rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan pengalengan?
2. Apa yang dimaksud dengan sterilisasi komersial?
3. Apa sajakah keuntungan dan kekurangan dari pengalengan?
4. Proses apa saja yang terjadi dalam proses pengalengan?
5. Faktor-faktor apa sajakah dan cara apakah yang mempengaruhi proses pengalengan?
1.3. Tujuan Makalah dan Penelitian
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pengalengan. Secara terperinci tujuan dari penyusunan makalah dan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pengalengan
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sterilisasi komersial
3. Memaparkan keuntungan dan kekurangan dari metode pengalengan
4. Menjelaskan proses yang terjadi dalam atau selama pengalengan
4. 5. Memaparkan faktor dan cara dalam pengalengan
1.4. Sistematika Penulisan
Pada makalah ini, kami akan menjelaskan permasalah sesuai dengan bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan makalah dan penelitian, dan sistematika penulisan.
Pada bab kedua yaitu pembahasan mengenai pengalengan. Serta bab ketiga, merupakan bab penutup yang didalamnya akan dipaparkan kesimpulan serta saran.
5. BAB II PEMBAHASAN
Sejarah Pengalengan
Pada tahun 1804 pada belahan benua Eropa. Disana terdapat sesorang yang kiat mengembangkan produk komersil berupa makanan kaleng ,dia adalah Nicholas Appert. Orang yang pertama kali menemukan cara mengawetkan makanan di dalam kaleng atau istilahnya dengan pengalengan. Usahanya dimulai pada tahun 1795 dan baru membuahkan hasil sembilan tahun kemudian pada tahun 1804. (Anonim, 2013)
Pada saat itu juga para ilmuwan mencoba menjelaskan mengapa makanan yang dipanaskan itu bisa awet dan saat itu pula menjadi perdebatan yang sangat ramai bagi kalangan ilmuwan. Kemudian ada seorang ilmuwan yang namanya tidak asing bagi kita yaitu Louis Gay-Lussac menjelaskan mengapa makanan yang dipanaskan bisa awet. Lussac menjelaskan bahwa penyebab kerusakan makanan adalah adanya oksigen. dengan pemanasan, oksiden terusir keluar melalui uap air dari panas sehingga makanan jadi awet. Pernyataan Lussac tersebut salah. (Anonim, 2013)
Menurut Choles (2003), pada tahun 1861 Loui Pasteur memberikan penjelasan bahwa sebetulnya pemanasan dapat membunuh mikroba dan penutupan botol secara rapat dapat mencegah masuknya mikroba makanan. Dengan pernyataan tersebut timbulah mekanisme pengawetan makan dengan istilah pateurisasi dimana teknik tersebut melibatkan suhu yang lebih rendah dari pada suhu sterilisasi Appert. Sehingga makanan yang diawetkan dengan pateurisasi tersebut mempunyai rasa lebih enak dari cara Appert. Kemudian teknik tersebut diaplikasikan untuk mengawetkan makanan yang bersifat asam seperti buah dan asinan.Karena secara alami produk-produk tersebut bersifat asam,yang memiliki daya bunuh terhadap mikroba sehingga tidak lagi memerlukan sterilisasi secara total. Atas karyanya yang luar biasa tersebut,pada tahun 1809 Appert menerima hadiah 1200 Franc dari pemerintah Perancis. (Anonim, 2013)
Fenoma ini kemudian berkembang pada Negara Inggris pada saat itu. Para ahli pangan dan industriawan mendirikan pengawetan makanan dengan
6. menggunkan pemanasan. Lain halnya dengan Nicholas Appert yang mengawetkan makanan dengan cara mendidihknya selama berjam-jam dalam botol gelas bersih yang tertutup rapat dengan gabus. Di Inggris pada tahun 1810 Peter Durand menemukan pengawetan makanan dengan kemasan kaleng. Kemudian tahun 1851 diselenggarakan pameran makanan,mulai saat itulah makanan kaleng melambung pesat. Kemudian Angkatan Laut Inggris menginginkan makanan kaleng yang murah pada kontraktor pabrik makanan kaleng. Sehingga banyak pabrik memotong biaya pengolahan dan bahan mentah. Akibatnya mutu dari makanan kaleng tersebut menurun yang menyebabkan reputasi mkanan kaleng tersebut menurun juga. Pada tahun 1890-an Samuel Cate Presscot dan William Lyman Underwood menjelaskan ilmiah pasteurisasi dengan ilmu dan teknologi modern sehingga proses sterilisasi makanan dapat dikendalikan secara baik dan tepat. (Anonim, 2013)
Sejak itulah di seluruh dataran Eropa dan Amerika industry makanan kaleng mulai bangkit lagi dan berkembang pesat. Kita semua berhutan budi pada Bapak Nicholas Appert atas jasanya. Sayangnya beliau meninggal dalam keadaan miskin,bahkan tidak sempat melihat kemenakannya yang menemukan autoklav pada tahun 1851. Proses pengalengan atau canning yang saat ini lebih dikenal dengan proses sterilisasi komersial makanan,tidak hanya mencakup makanan dalam kaleng tetapi juga meliputi makanan yang dikemas dalam botol dan dalam kemasan plastic berlaminasi yang disebut retort pouch. (Anonim, 2013)
Pengertian Pengalengan
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
7. Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Definisi lain dari pengalengan yaitu metode pengawetan makanan dengan memanaskannya dalam suhu yang akan membunuh mikroorganisme, dan kemudian menutupinya dalam stoples maupun kaleng. Karena adanya bahaya botulisme, satu-satunya metode yang aman untuk mengalengkan sebagian besar makanan adalah dalam panas dan tekanan tinggi. Makanan yang harus dikalengkan termasuk produk sayur-mayur, daging, makanan laut, susu, dll. Satu- satunya makanan yang mungkin bisa dikalengkan dalam wadah air masak (tanpa tekanan tinggi) adalah makanan asam seperti buah, sayur asin, atau makanan lain yang ditambahi asam. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Metode Dalam Pengalengan
Metoda pengalengan secara umum dapat digolongkan menjadi dua, yaitu metoda pengalengan konvensional dan metoda aspetik. Pada metoda pengalengan konvensional bahan pangan berupa padatan atau caiaran yang telah disiapkan dalam kaleng atau botol ditutup rapat dan disterilisasi dalam autoklaf. Sedangkan pada metoda pengalengan aseptic bahan pangan da kemasan dikerjakan secara terpisah. Bahan pangan diperlakukan sesuai dengan proses thermalnya, sedangkan kemasan dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Umumnya makanan kaleng disterilkan dengan cara konvensional sebagai berikut : bahan pangan yang telah bersih dimasukkan ke dalam kaleng, kemudian ditambahkan medium cair (sirop, larutan garam, kaldu atau saus) setelah dipanaskan sebentar kemudian kalengnya ditutup rapat. Selanjutnya dipanaskan pada suhu tinggi di dalam autoclave atau retort selama waktu tertentu, lalu segera didinginkan dalam air dingin, dikeringkan, dan akhirnya diberi label. Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial
8. (commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah:
1. Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya.
2. Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
3. Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak diinginkan.
4. Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
5. Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat menjaga terhadap cahaya.
Dalam proses biasanya dilakukan penambahan medium pengalengan. Di Indonesia, dikenal tiga macam medium pengalengan, yaitu (1) larutan garam (brine), (2) minyak atau minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, serta (3) saus tomat. Penambahan medium bertujuan untuk: (1) memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk akhir, (2) sebagai media pengantar panas sehingga memperpendek waktu proses, (3) mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi, dan (4) mengurangi terjadinya karat pada bagian dalam kaleng. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Berdasarkan tujuannya ada 4 macam penggunaan panas dalam pengolahan makanan, yaitu: pemasakan, blanzir, pasteurisasi, dan sterilisasi. Adapun penyebaran panas di sini ada 3 cara, yaitu melalui konveksi, konduksi dan radiasi. Pemasakan secara konveksi dalam makanan kaleng kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai kondisi proses yang lebih baik daripada perpindahan panas secara konduksi yang lambat dan memerlukan waktu yang lebih lama. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
9. Ada 2 yang penting dalam pemanasan bahan pangan yaitu:
1. kurva waktu kematian panas/TDT (Thermal Death Time)
2. kurva penetrasi panas selama pemanasan dari pendinginan bahan pangan dalam wadah
Untuk mengkalkulasi proses termal ada 2 metode yang digunakan yaitu:
1. Metode Umum, metode ini tidak dapat digunakan untuk meramal hubungan waktu dan suhu.
2. Metode formula, metode perhitungan yang dapat digunakan untuk meramal hubungan waktu dan suhu.
Proses pemanasan pada bahan pangan bertujuan untuk merumuskan bakteri dengan mempertahankan nilai mutrisi dan mutu dari bahan pangan. Untuk tujuan ini dikenal Optimasi proses termal. Aplikasi Pengalengan dan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalengan pangan merupakan salah satu bentuk usaha pengawetan pangan yang menggunakan proses panas untuk mereduksi atau menghilangkan mikroorganisme perusak, pembentuk toksin dan patogen pada makanan yang dilakukan di dalam kemasan yang hermetis. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan dari pengalengan yaitu bahan pangan yang awet, aman dan memiliki nilai organoleptik yang baik, diperlukan suatu pengetahuan dan keahlian di bidang pengemasan, peralatan pemanasan, proses thermal, bakteriologi, keamanan dan gizi pangan, organoleptik dan pengolahan pangan yang mendalam. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Tahapan Pengalengan
Tahapan tahapan secara umum dalam proses pengalengan buah buahan atau sayuan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu: (1) Tahapan penerimaan dan penanganan bahan baku, (2) Tahapan penyiapan bahan baku, (3) Tahapan proses pengolahan atau pengalengan (proses thermal), (4) Tahapan pengemasan dan penyimpanan produk akhir. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
10. Prinsip Pengalengan
Penggunaan panas pada pengawetan bahan makanan sudah dikenal secara luas. Berbagai cara yang dilakukan seperti memasak, menggoreng, merebus, atau pemanasan lainnya merupakan salah satu cara pengawetan bahan makanan. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada yang menjadi lunak dan enak dimakan. Pemanasan mengakibatkan sebagian besar mikroorganisme dan enzim mengalami kerusakan sehingga bahan makanan yang telah dimasak lebih tahan selama beberapa hari. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Mikroorganisme dalam Makanan Kaleng
Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk, menguramgi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak disukai oleh mikroorganisme pembusuk, serta mematikan mikroorganisme dengan cara pemanasan atau radiasi. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
Pemusnahan mikroorgnaisme dengan pemanasan dalam pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan terjadinya denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang membantu dalam metabolisme. Penerapan panas dapat bermacam- macam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase mikroorganisme dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan maka semakin banyak waktu yang diperlukan selama pemanasan. Panas yang diberikan dapat memusnahkan sebagian sel vegetatif, sebagian besar atau seluruh sel. Sebagian besar atau seluruh untuk sterilisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.1 dan Tabel 9.2. semakin banyak jumlah spora akan semakin lama waktu sterilisais. Pada pengalengan, yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Clostridium botullinum yang tahan terhadap suhu tinggi. Bakteri menyukai suhu di atas 55oC. (Terra Kencana Pratiwi, 2011)
11. Tabel 9.1. Efek suhu pemanasan terhadap kebutuhan waktu untuk memastikan spora Suhu (oC) Waktu (Menit)
100
1200
105
600
110
190
115
70
120
19
125
7
130
3
135
1
Tabel 9.2. Efek jumlah awal spora terhadap waktu yang diperlukan Jumlah awal spora Waktu (Menit)
50000
14
5000
10
500
9
5
8
Sterilisasi dan Sterilisasi Komersial
Sterilisasi merupakan salah satu metode untuk mematikan mikroorganisme yang tidak diinginkan dalam suatu bahan atau produk. Sterilisasi pertama kali dikembangkan merupakan proses termal, seperti pada proses pengalengan. Kelemahan sterilisasi dengan proses termal adalah penggunaan suhu tinggi yang dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan dalam produk pangan, seperti kerusakan senyawa nutisi, pembentukan senyawa atau komponen yang bersifat
12. toksik dan perubahan karakteristi produk. Perubahan karakteristik mempengaruhi daya terima konsumen terhadap produk pangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kelemahan tersebut saat ini teknik-teknik sterilisasi non termal telah dikembangkan seperti pengawetan kejut listrik, osilasi medan magnet dan tekanan tinggi. (Riki, 2010)
Proses termal yang digunakan dalam pengalengan merupakan metode untuk mengawetkan makanan, yaitu produk pangan dan kemasannya dinyatakan steril secara komersial. Keadaan steril tersebut tercapai dengan menggunakan panas atau menggunakan kombinasi dengan Ph, aktivitas air (aw) atau pengawetan kimiawi. (Riki, 2010)
Sterilisasi komersial merupakan proses sterilisasi dengan tujuan membunuh mikroorganisme yang dapat tumbuh pada produk pangan pada kondisi suhu ruang. Kemasan ini biasanya dikategorikan sebagai produk kaleng walaupun kemasannya tidak terbatas kaleng saja melainkan dapat berupa kemasan lain seperti gelas jar. (Riki, 2010)
Sterilisasi termal merupakan unit pengolahan yaitu produk pangan diberi perlakuan panas menggunakan suhu tinggi dan waktu tertentu untuk mendestruksi mikroba dan aktivitas enzim. Akibatnya, produk pangan hasil sterilisasi mempunyai waktu simpan yang lama lebih dari 6 bulan. Berhubung strerilisasi termal ditujukan untuk mendestruksi atau menginaktivasi mikroba pathogen dan pembusuk dalam produk pangan, maka karakteristik pertumbuhan mikroba harus dipahami terlebih dahulu. Factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba berperan terhadap pengendalian jumlah mikroba selama proses sterilisasi. (Riki, 2010)
Alat sterilisai pada skala industri untuk produk makanan kaleng diperlukan retort yang dilengkapi dengan boiler, untuk skala kecil dapat digunakan autoclave. Retort adalah suatu bejana tempat produk yang dikalengkan, dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan tekanan uap. Bentuk retort ada yang vertikal dan horizontal, cara kerjanya ada yang dalam posisi diam dan ada yang melakukan gerakan. Dalam industri perikanan yang banyak digunakan adalah diam, batch, baik horizontal maupun vertikal. (Riki, 2010)
13. Menentukan Suhu Pemanasan
Tingkat penetrasi panas ke dalam makanan harus diketahui untuk memperhitungkan panas yang dibutuhkan dalam pengawetan. Semua bagian dalam kaleng beserta produknya harus menerima panas yang cukup. Panas dapat berpenetrasi dengan cara konduksi, konveksi, atau kombinasi keduanya. (Riki, 2010)
Perambatan panas dapat berjalan secara konduksi, konveksi, atau radiasi. Di dalam pengalengan makanan biasanya perambatan panas berjalan secara konveksi atau konduksi. Sifat perambatan panas itu perlu diperhatikan untuk menentukan jumlah panas optimum yang harus diberikan pada makanan kaleng. (Riki, 2010)
Konduksi adalah perambatan panas, panas dialirkan dari satu partikel ke partikel lain tanpa adanya pergerakan atau sirkulasi dari partikel itu, misalnya pada makanan-makanan yang berbetuk padat seperti cornet beef. (Riki, 2010)
Makanan kaleng atau bahan yang dipanaskan terdapat tempat (titik) yang paling lambat menerima panas yaitu yang disebut cold point. Perambatan panas secara konduksi, cold pointnya terdapat di tengah atau di pusat bahan tersebut. Sedangkan pada bahan-bahan yang merambatkan panas secara konveksi cold point terletak di bawah atau di atas pusat, yaitu kira-kira ¼ bagian atas atau bawah sumbu. (Riki, 2010)
Perambatan panas secara konveksi jauh lebih cepat daripada perambatan panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan maka perambatan panas semakin lambat. Cara jumlah penghitungan panas yang harus diberikan pada proses pengalengan bukan suatu teknik yang mudah dan sederhana. Proses sterilisasi panas dihitung secara hati-hati dan sebelumnya harus dipahami terlebih dahulu jenis dan kondisi bahan yang akan diproses, ukuran kaleng, dan tahap- tahap pengalengan yang harus dilakukan. (Riki, 2010)
Pengetahuan mengenai sumber kontaminasi, jenis kontaminasi, lingkungan hidup, dan tingkat daya tahan kontaminan terhadap panas juga diperlukan untuk memahami prinsip proses sterilisasi panas. Semua informasi tersebut diperlukan untuk menghitung waktu dan suhu sterilisasi yang diperlukan suatu jenis produk pada ukuran kaleng tertentu agar mampu memusnahkan seluruh mikroba pembusuk yang terdapat dalam produk tersebut. (Riki, 2010)
14. Pengujian Mutu Dan Kerusakan Makanan Kaleng
Pengawasan pada produksi makanan yang dikalengkan harus dilakukan selama persiapan bahan mentah dan pemanasan, untuk itu perlu dilakukan pengujian secara fisik dan kimiawi serta pengujian secar mirobiologis. Jika prosedur pengalengan dilakukan dengan benar dan sanitasinya diperhatikan, maka kerusakan makanan kaleng jarang terjadi. Tetapi jika terjadi juga, maka identifikasi jenis mikroba penyebabnya akan sangat membantu usaha yang harus dikerjakan untuk mencegah akan terulang lagi. (Riki, 2010)
1. Pengujian Secara Fisik Dan Kimia
Pengujian secara fisik dan kimia harus dapat memberikan penjelasan mengenai suara wadah bila dipukul secara mekanis, kenampakan wadah, terdapat atau tidaknya garam metal berbahaya dalam produk. Pemeriksaan yang teliti harus dilakukan terhadap keadaan badan atau tutup kaleng. Adanya lekukan pada badan kaleng atau keretakan pada gelas jars harus dicatat untuk pemeriksaan selanjutnya. (Riki, 2010)
Pengujian harus dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kebocoran. Mutu penutupan sebaiknya dilakukan selama proses pengalengan terjadi, untuk menghindari banyaknya produk yang terbuang. Demikian juga mutu penutupan, baik kaleng maupun gelas jars harus diuji setelah wadah dibuka. Produk makanan kaleng harus diperiksa warna, kenampakan, dan baunya. Adanya penyimpangan bau merupakan tanda adanya kebusukan, perubahan mungkin karena adanya reaksi antara produk dengan kaleng. (Riki, 2010)
Pada pabrik pengalengan yang besar dilakukan pula pengujian secara organoleptik oleh panelis yang sudah terlatih. Untuk menguji mutu dan cita rasa produk, panel tes itu juga berguna untuk menguji penerimaan produk-produk baru oleh konsumen. (Riki, 2010)
2. Pengujian mikrobiologis
Pengujian mikrobiologis dilakukan untuk mengecek efektivitas sterilisasi, mutu produk, jenis, dan jumlah mikroba yang masih hidup dalam wadah dan penyebab kebusukan. Umumnya, pemeriksaan mikrobiologis memerlukan teknik dan peralatan yang lebih khusus dibandingkan dengan pemeriksaan fisik dan harus dilaksanakan oleh laboratorium yang berkompoten. Sebelum produk
15. makanan kaleng didistribusikan harus dilakukan penyimpanan terlebih dahulu selama 10 hari untuk pemeriksaan. Selama waktu tersebut dilakukan pengamatan ada tidaknya kebusukan, misalnya terjadi penggembungan kaleng atau terjadi kebocoran akibat penutupan kurang baik. Apabila dengan pemeriksaan mikrobiologis ditemukan produk makanan kaleng yang mengalami pembusukan maka dianggap mengandung racun Clostridium botulinum. (Riki, 2010)
Makanan kaleng yang mempunyai pH lebih besar dari 4,0 kebocoran wadah biasanya ditunjukkan dengan adanya campuran flora mikroba. Adanya mikrokolus atau khamir umumnya membuktikan adanya kebocoran. (Riki, 2010)
Kerusakan Makanan Kaleng
Penyebab kerusakan dapat dibagi dua, yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan pengolahan dan kebocoran kaleng. Kerusakan itu menyebabkan produk makanan kaleng yang tidak steril komersil. Jadi, kerusakan tersebut timbul karena pertumbuhan mikroba. Selain kerusakan akibat mikroba masih ada beberapa penyebab lainnya yang bersifat nonmikrobial diantaranya seperti wadah yang kurang steril atau karena suhu yang kurang tinggi. (Riki, 2010)
Faktor-faktor tersebut meliputi kurang sempurnanya pembuangan udara pada retort, sisa cairan terlalu banyak pada retort, kesalahan pengeringan produk kering, sifat produk yang lambat menjadi panas, perubahan fisik pada produk, kurang cukup pengisian sehingga head space terlalu besar, dan kesalahan proses pemanasan. (Riki, 2010)
Pada umumnya kerusakan utama pada makanan kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya proses termal dan pencemaran kembali sesudah pengolahan. Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan tiga hal yaitu :
1. Keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng
2. Kontaminasi bakteriologisdari air pencuci atau air pendingin.
3. Peralatan pengalengan bekerja kurang baik
Macam-macam kerusakan yang sering dijumpai antara lain :
1. Perubahan Warna
- Warna produk yang dikalengkan menjadi pucat.
- Warna produk menjadi hitam/coklat pada permukaan makanan
16. - Perubahan warna karena adanya tembaga, besi dan timbal
2. Kerusakan karena Sulfida
Beberapa jenis bakteri termofil ternyata dapat membentuk gas H2S. Kaleng tidak menjadi cembung dan tetap vakum, ditemukan pada makanan kaleng dari jagung, kacang polong, bayam, asparagus. (Riki, 2010)
3. Flat Sours
Flat sours disebabkan oleh bakteri yang membentuk asam, tetapi tidak menimbulkan gas. Bakteri ini termasuk fakultatif anaerob. Kaleng tetap datar/cekung. Jenis ini sukar diperiksa, karena baru diketahui setelah kalengnya dibuka. (Riki, 2010)
4. Penggembungan Kaleng
Penyebabnya adalah bakteri-bakteri yang membentuk gas. Organisme yang tidak membentuk spora dalam bahan makanan yang asam termasuk tipe fakultatif atau obligat aerob. Dalam makanan yang tidak asam, swell tersebut disebabkan bakteri obligat anaerob. Penggembungan kaleng dapat disebabkan karena timbulnya gas CO2 atau H2. Isi kaleng dapat mengalami perubahan warna, rasa, dan terbentuk senyawa yang berbau tidak sedap. Pada kaleng yang berisi buah-buahan, dapat terjadi penggembungan kaleng karena adanya reaksi asam dari buah-buahan dengan senyawa logam dan menghasilkan H2. (Riki, 2010)
Proses ini berjalan sangat lambat, baru terlihat setelah beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Kerusakan ini terutama terjadi pada makanan yang asam. Penggembungan kaleng dapat pula terjadi karena pengisian kaleng terlalu penuh (over filling), sehingga waktu disterilkan kaleng menjadi gembung. Meskipun demikian makanan kaleng ini tidak rusak. (Riki, 2010)
5. Lain-lain
Hal ini disebabkan adanya kebocoran kaleng, sehingga kaleng menjadi kurang vakum. Sayuran dapat menjadi liat atau keras, karena air yang digunakan ialah air sadah atau banyak mengandung garam kalsium. (Riki, 2010)
Jenis makanan kaleng yang banyak beredar di pasaran memang beragam jenisnya dan merupakan makanan yang banyak dikonsumsi. Makanan yang dikemas dalam kaleng memang lebih tahan lama dibanding jenis makanan yang sama namun,
17. tidak dikalengkan. Beberapa jenis makanan kaleng tersebut adalah sebagai berikut:
1. Daging dan ikan kalengan – Pasti kita sangat kenal dengan kornet sapi, ayam ataupun ikan kalengan sarden dan juga tuna. sumber protein hewani banyak dikalengkan agar tahan lama. Hasil laut seperti ikan-ikanan ini bisa sangat melimpah suatu waktu namun, bisa juga hasilnya sedikit di waktu lain. Dengan mengawetkannya dalam kemasan kaleng, tidak perlu cemas akan kekurangan kebutuhan ikan ini. Ikan yang dikalengkan ini biasanya juga sudah dimasak jadi hanya perlu menghangatkannya dan bisa menambahkan bahan pelengkap sesuai selera.
2. Sayuran kaleng – Jenis makanan polong-polongan yang berbentuk biji-bijian ini banyak dikemas dalam bentuk kalengan. Sayuran merupakan sumber vitamin dan juga mineral yang sangat dibutuhkan untuk aktifitas keseharian tubuh. Menyediakan kacang-kacang kalengan di rumah di nilai lebih praktis oleh sebagian orang yang tingkat kesibukannya tinggi.
3. Makanan kaleng olahan – Saus tomat, sambal masak dan pasta merupakan makanan kaleng olahan yang berasal dari tomat. Makanan kaleng ini juga sangat enak untuk menjadi teman lauk utama.
18. BAB III PENUTUP
Pada bab ini akan dibahas beberapa hal sebagai penutup dalam makalah ini, diantaranya yaitu: (3.1) Kesimpulan, dan (3.2) Saran.
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan keseluruhan pembahasan diatas, dapat disimpulakan bahwa pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan. Namun, tetap ada kekurangan dan kelebihannya.
3.2. Saran
Diharapkan sebelum kita melakukan pengawetan dengan pengalengan, kita harus mengetahui metode dan resiko yang mungkin terjadi, agar dapat menghasilkan produk yang baik dan efisien.
19. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Pengertian Dasar Pengalengan. Melalui: http://perairan-dunia.blogspot.com/2013/09/makalah-pengalengan.html. Accessed: 1 November 2014.
Riki, 2010. Pengalengan Makanan. Melalui: http://smile- qmal.blogspot.com/2010/04/pengalengan.html. Accessed: 1 November 2014.
Terra Kencana Pratiwi, 2011. Pengalengan. Melalui: http://beautyramissu.wordpress.com/2011/10/12/pengalengan-cocktail- cincau-dan-sop-buah/. Accessed: 2 November 2014.