1. 1. Pendekatan yang relevan untuk menunjukkan konsistensi integritas pada diri sendiri:
a) Integritas adalah keselarasan antara berpikir, berucap, dan bertindak. Pribadi yang
berintegritas mendekatkan setiap pribadi pada kebahagiaan hidup sesuai keyakinan
agama. Terlebih integritas merupakan konsistensi dari suara hati manusia yang
merupakan karunia Tuhan.
Dokumen RPP dibuat sendiri dan disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan
konteks lokal sekolahnya;
Dokumen perencanaan kegiatan pembelajaran dan aktivitas lainnya yang
mencerminkan penguatan integritas, serta bukti-bukti keterlaksanaannya;
Instrumen keterlaksanaan proses dan ketercapaian hasil yang telah diisi dalam
jangka waktu lama;
Terdapatnya simbol-simbol penguatan integritas dalam bentuk teks, gambar,
lagu, yel-yel, gerakan,dan berbagai simbol penguatan integritas lainnya;
Berusaha mematuhi aturan, dan jika melanggar juga menerima konsekuensi.
Bisa membuat kesepakatan dengan siswa.
Setiap memberi tugas memberikan umpan balik kepada siswa
b) Upaya untuk meluaskan konsistensi perilaku berintegritas kepada lingkup yang
lebih luas dapat dilakukan dengan cara menggerakkan semua peserta didik untuk
mempraktekkan perilaku berintegritas dalam kehidupan dan terus dibiasakan
secara konsisten dalam berbagai hal, dimanapun, kapanpun, dana dalam situasi
bagaimanapun. Apabila perilaku berintegritas sudah mulai nampak konsisten
dalam diri peserta didik, terus mendorong siswa untuk mendeklarasikan perilaku
tersebut sebagai konsep diri pribadi dalam menjalani kehidupan. Lalu dorong
mereka untuk mengajak teman-temannya, anggota keluarga, teman bermain di
rumah, dan masyarakat lainya untuk melakukan hal yang sama. Selama melakukan
penguatan integritas secara konsisten baik di kelas, di sekolah, maupun di
masyarakat, pasti ada peluang untuk mendokumentasikan aktivitas yang dilakukan
menjadi sebuah hasil karya yang memberi manfaat bagi orang banyak. Sekecil
apapun karya yang dibuat, dapat menginspirasi orang lain, untuk menggerakkan
kehidupan yang berintegritas. Spirit menghasilkan karya dapat meluaskan
semangat berintegritas bagi seluruh manusia, dimulai dari lingkungan terdekat.
Karya yang dibuat dapat disesuaikan dengan potensi diri, bakat, minat, dan tugas
profesi sebagai guru. Contoh karya yang dapat dibuat antara lain buku, video,
2. model pembelajaran, dan lain sebagainya. Apapu karya yang dibuat akan memberi
manfaat yang besar bagi upaya penguatan integritas diri pribadi dan akan menjadi
inspirasi bagi peserta didik dan lingkungan sekitar. Karya-karya yang dihasilkan
juga merupakan bukti keseriusan kita untuk menjalani kehidupan berintegritas
untuk mendapatkan kebahagian hidup yang hakiki.
2. Menurut saya hukuman tidak mengajarkan perilaku yang baik, karena hanya
mengajarkan apa yang tidak boleh dilakukan bukan apa yang sebaiknya dilakukan.
Bila terpaksa, berikanlah hukuman yang mendidik. Hukuman harus adil (sesuai
dengan kesalahan). Anak harus mengetahui mengapa dia dihukum. Hukuman itu
harus membawa anak kepada kesadaran akan kesalahannya. Hukuman yang ideal dan
tepat itu adalah hukuman yang bersifat memperbaiki, menyadarkan peserta didik
kepada keinsyafan atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Hukuman harus berlaku
adil jangan ada peserta didik yang dianak emaskan. Efek hukuman secara jangka
panjang bagi peserta didik yang sering mendapatkan hukuman (terutama jika mereka
tidak memahami kesalahan yang dilakukan) akan mengembangkan penilaian diri
yang negatif. Mereka akan menjadi rendah diri dan tidak percaya akan kemampuan
yang mereka miliki. Selain itu, anak yang menerima hukuman, belajar bahwa salah
satu cara menghindari hukuman adalah dengan tidak melakukan apapun yang
menyerupai tindakan yang dihukum. Ini dapat membuat anak jadi takut mencoba hal-
hal baru, takut berinisiatif dan takut salah, karena kesalahan berarti hukuman. Anak
pun akan belajar berbohong demi menghindari hukuman, hal ini akan menyulitkan
dalam mendidik anak mengenai kejujuran. Anak yang dihukum juga cenderung
menghindari orang yang menghukum mereka dan situasi dimana hukuman tersebut
diberikan. Hal ini tentu akan mempersulit para guru di sekolah untuk membina
hubungan baik dan mendidik anak-anak. Anak-anak pun dapat menyimpan rasa
takut, rasa kesal, dan kebencian terhadap orang-orang yang menghukum mereka. Saat
menghukum anak dengan cara yang keras, anak justru akan membenci orang yang
menghukum. Diam-diam akan tumbuh cara benci dan tidak menghormati dalam diri
anak. Ketika anak dihukum mungkin sementara waktu dia akan diam. Namun, karena
rasa sakit yang tidak tertahankan akibat hukuman itu, anak mulai tumbuh sebagai
pemberontak. Hal itu sangat berbahaya, karena anak akan memberontak di setiap hal
kecil dan tumbuh liar, hingga berperilaku anti-sosial saat dewas kelak. Memberikan
hukuman terus menerus pada anak dapat menimbulkan rasa rendah diri pada anak.
3. Sekalipun hanya kesalahan kecil yang dilakukannya, menghukum bukan jalan yang
tepat. Lebih baik tangani anak dengan hati-hati bukan dengan tindakan keras.