Kasus ini mengenai sengketa antara kepala tukang bangunan bernama Anas dengan pengusaha bernama Basuki terkait pembayaran sisa pekerjaan pembangunan gedung sekolah. Hakim PN Malang mendorong penyelesaian secara non-litigasi melalui arbitrase atau mediasi. Jika tidak tercapai kesepakatan, persidangan akan dilanjutkan. Kesepakatan yang dicapai akan dituangkan dalam perjanjian tertulis yang berkekuatan
HBL2. Muhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, alternatif hukum sengketa, universi...
Tugas 2 Arbitrase Mediasi.docx
1. Tugas.2
Nama : YAHLIL KHOIR NUR RIZQI
NIM : 041246584
JURUSAN : ILMU HUKUM
Mata Kuliah : ARBITRASE, MEDIASI, DAN NEGOSIASI
Soal:
Contoh Kasus:
Seorang kepala tukang bangunan bernama Anas melakukan gugatan perdata kepada seorang
Pengusaha bernama Basuki. Anas merupakan pihak yang ditunjuk oleh Basuki untuk
mengerjakan proyek pembangunan sebuah gedung sekolah milik Yayasan Insan Cendikia Bumi
di Kota Malang. Pekerjaan pembangunan gedung sekolah tersebut ditargetkan selesai dalam
jangka waktu 6 bulan, dengan pembayaran bertahap yang rincinannya yaitu tahap I 50 %
dibayarkan pada bulan pertama, tahap II 25% dibayarkan pada bulan ketiga, dan Tahap III 25%
dibayarkan pada bulan keenam (saat serah terima kunci).
Selama pembangunan berlangsung, tidak terjadi hal-hal yang saling merugikan para pihak,
hingga pada akhirnya setelah pembangunan berakhir dan akan dilakukan serah terima kunci,
terjadi peristiwa yang dianggap oleh salah satu pihak (Anas) merugikannya. Anas telah mencoba
berkomunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Basuki terkait sisa pembayaran
yang belum dibayarkannya sebesar Rp.100.000.000, (seratus juta rupiah).
Namun Basuki bersikukuh, bahwa pembayaran tahap III belum dapat dipenuhinya sebelum
selesai masa perawatan gedung bangunan yaitu 3 bulan setelah gedung sekolah tersebut
digunakan untuk aktivitas Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Akibat tidak terjadinya
pembayaran oleh Basuki, Anas memilih untuk mengajukan Gugatan Wanprestasi di Pengadilan
Negeri Malang (PN Malang). Namun oleh Hakim PN Malang mendorong para pihak untuk
menemukan win-win sollutions atas permasalahan tersebut dengan bantuan perantara yang
ditunjuk pengadilan.
1. Menurut saudara, penyelesaian dengan mekanisme apa yang dimaksud Hakim PN
Malang tersebut. Sebutkan dengan menyertakan dasar hukumnya serta jelaskan
pendapat saudara, bahwa dalam sengketa di atas apakah prosesnya dapat
dilakukan jika salah satu pihak menolak melaksanakannya?
Penyelesaian yang dimaksudkan oleh Hakim PN Malang tersebut adalah
mekanisme penyelesaian sengketa dengan Arbitrase atau alternative penyelesaian
sengketa atau alternative dispute resolution (ADR).
2. Secara bahasa, Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan
untuk menyelesaikan sesuatu perkara berdasarkan kebijaksanaan. Arbitrase merupakan
penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral, yaitu individu atau
arbitrase sementara (ad hoc). Menurut Abdul Kadir, arbitrase adalah penyerahan sukarela
suatu sengketa kepada seorang yang berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu
perjanjian bahwa suatu keputusan arbiter akan final dan mengikat. Sedangkan menurut
Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, pada pasal 1, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa.
Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa arbitrase adalah perjanjian perdata
yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka
yang diputuskan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter yang ditunjuk secara bersama-
sama oleh para pihak yang bersengketa dan para pihak menyatakan akan menaati putusan
yang diambil oleh arbiter.
Alternative dispute resolution (ADR)atau alternatif penyelesaian sengketa adalah
suatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kata sepakat
(konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan
bantuan para pihak ketuga yang netral. Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif
penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Apabila salah satu pihak menolak untuk melaksanakan alternative penyelesaian
sengketa, maka langkah ADR ini tidak dapat ditempuh. Karena syarat dari ADR dan
Arbitrase sendiri adalah harus terlebih didahului dengan kesepakatan para pihak secara
tertulis untuk melakukan penyelesaian menggunakan lembaga arbitrase. Para pihak
menyepakati dan mengikat diri untuk menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh
arbitrase sebelum terjadi perselisihan yang nyata dengan menambahkan klausul pada
perjanjian pokok.
2. Bagaimanakah konsekuensi hukumnya, apabila upaya sebagaimana dimaksud dalam
pertanyaan huruf a tidak menemukan solusinya?
Konsekuensi Hukum apabila upaya alternative penyelesaian sengketa tidak
menemukan solusi, maka pemeriksaan persidangan dilanjutkan sesuai tahapannya
3. Jelaskan pengertian terkait penyelesaian yang dimaksud oleh Hakim PN Malang di atas.
Menurut saudara, apakah penggunaan mekanisme penyelesaian pada kasus di atas
memungkinkan bagi para pihak menemukan kesepakatan?
Secara bahasa, Arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin) yang berarti kekuasaan
untuk menyelesaikan sesuatu perkara berdasarkan kebijaksanaan. Arbitrase merupakan
3. penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral, yaitu individu atau
arbitrase sementara (ad hoc). Menurut Abdul Kadir, arbitrase adalah penyerahan sukarela
suatu sengketa kepada seorang yang berkualitas untuk menyelesaikannya dengan suatu
perjanjian bahwa suatu keputusan arbiter akan final dan mengikat. Sedangkan menurut
Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, pada pasal 1, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar
peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa.
Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa arbitrase adalah perjanjian perdata
yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka
yang diputuskan oleh pihak ketiga yang disebut arbiter yang ditunjuk secara bersama-
sama oleh para pihak yang bersengketa dan para pihak menyatakan akan menaati putusan
yang diambil oleh arbiter.
Alternative dispute resolution (ADR)atau alternatif penyelesaian sengketa adalah
suatu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan berdasarkan kata sepakat
(konsensus) yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa baik tanpa ataupun dengan
bantuan para pihak ketuga yang netral. Menurut Undang-Undang nomor 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 angka 10, alternatif
penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Penyelesaian sengketa melalui ADR mempunyai keungulan-keunggulan
dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, diantaranya ialah adanya
sifat kesukarelaan dalam proses karena tidak adanya unsur pemaksaan, prosedur yang
cepat, keputusannya bersifat non judicial, prosedur rahasia, fleksibilitas dalam
menentukan syarat-syarat penyelesaian masalah, hemat waktu dan hemat biaya, tingginya
kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan dan pemeliharaan hubungan kerja.
Lembaga alternatif penyelesaian sengketa dibagi menjadi beberapa jenis,
diantaranya ialah sebagai berikut:
1. KONSULTASI
Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak
tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak
konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi
keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. Peran dari konsultan dalam
penyelesaian sengketa tidaklah dominan, konsultan hanya memberikan pendapat
(hukum), sebagaimana yang diminta oleh kliennya, yang untuk selanjutnya
4. keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para
pihak, meskipun adakalanya pihak konsultan diberi kesempatan untuk merumuskan
bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang
bersengketa tersebut.
Dengan adanya perkembangan zaman, konsultasi dapat dilakukan dengan secara
langsung maupun dengan menggunakan teknologi komunikasi yang telah ada.
Konsultasi dapat dilakukan dengan cara klien mengajukan sejumlah pertanyaan
kepada konsultan. Hasil konsultasi berupa saran yang tidak mengikat secara hukum,
artinya saran tersebut dapat digunakan atau tidak oleh klien, tergantung kepentingan
masing-masing pihak.
2. NEGOSIASI
Negosiasi adalah sarana bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk
mendiksusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga. Menurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), negosiasi diartikan sebagai penyelesaian
sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak-pihak yang bersengketa.
Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses
penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak yang bersengketa dengan
suatu situasi yang sama-sama menguntungkan, dengan melepaskan atau
memberikan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal
balik. Kesepakatan yang telah dicapai kemudian dituangkan secara tertulis untuk
ditandatangani dan dilaksanakan oleh para pihak.
Namun proses negosiasi dalam penyelesaian sengketa terdapat beberapa
kelemahan. Yang pertama ialah ketika kedudukan para pihak yang tidak seimbang.
Pihak yang kuat akan menekan pihak yang lemah. Yang kedua ialah proses
berlangsungnya negosiasi acap kali lambat dan bisa memakan waktu yang lama.
Yang ketiga ialah ketika suatu pihak terlalu keras dengan pendiriannya.
3. MEDIASI
Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa oleh pihak ketiga (mediator)
yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral serta membantu para pihak yang
berselisih mencapai kesepakatan secara sukarela terhadap permasalahan yang
disengketakan. Menurut Rachmadi Usman, mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa diluar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga
(mediator) yang bersikap netral dan tidak berpihak kepada pihak-pihak yang
bersengketa serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Mediator bertindak sebagai fasilitator. Hal ini menunjukkan bahwa tugas
mediator hanya membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan
masalah dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Mediator
berkedudukan membantu para pihak agar dapat mencapai kesepakatan yang hanya
dapat diputuskan oleh para pihak yang bersengketa. Mediator tidak memiliki
kewenangan untuk memaksa, tetapi berkewajiban untuk mempertemukan para
5. pihak yang bersengketa. Mediator harus mampu menciptakan kondisi yang
kondusif yang dapat menjamin terciptanya kompromi diantara pihak-pihak yang
bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan.
4. KONSILIASI
Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang
atau badan (komisi konsiliasi) sebagai penegah yang disebut konsiliator dengan
mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk
menyelesaikan perselisihannya secara damai. Konsiliator ikut serta secara aktif
memberikan solusi terhadap masalah yang diperselisihkan.
Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi atau ADR ini dimungkinkan dapat
menemukan solusi dari permasalahan diatas, karena metode ini harus didasari dengan
keterbukaan hati dan mengedepankan win-win solution sehingga akan membuat masing
masing pihak tidak merasa dirugikan dan mencapai kata sepakat
4. Jelaskan produk hukum apakah yang akan diterbitkan jika terjadi kesepakatan antara
kedua belah pihak dalam perkara di atas dan bagaimana kekuatan hukumnya bagi para
pihak.
Produk hokum yang akan diterbitkan apabila didapatkan kesepakatan bersama
melalui langkah non-litigasi atau ADR ini adalah Surat Perjanjian Tertulis yang
diterbitkan baik dari Mediator, Konsiliator, dan Arbiter yang ditandatangani oleh kedua
belah pihak dan diketahui oleh Mediator, Konsiliator, dan Arbiter sebagai saksi yang
berikutnya akan didaftarkan ke Lembaga Peradilan