SlideShare a Scribd company logo
1 of 113
ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA
(APS)
DASAR FILOSOFI APS
 Pancasila  asas penyelesaian sengketa melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat)
 PASAL 1 BUTIR 10 UU NOMOR 30 TAHUN 1999
TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA MENYATAKAN:
“APS adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian
ahli.”
KELEMBAGAAN APS DI
INDONESIA
 Lembaga Perdamaian (dading) dalam
penyelesaian sengketa perdata di pengadilan
(vide : Pasal 130 HIR)
 Lembaga Perantara dalam Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan/P4 (UU No.22 Tahun
1957)
 Lembaga Badan Penasehat Perkawinan,
Perselisihan, dan Perceraian (BP4)
 Lembaga Penyelesaian Sengketa Lingkungan
di Luar Pengadilan (vide: Pasal 31-33 UU
No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan
Hidup)
 UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
LATARBELAKANG MUNCULNYA
APS
 Adanya tuntutan dari dunia bisnis
 Kritik bagi lembaga peradilan
 Peradilan yang tidak bertanggungjawab dan
responsif
 Kemampuan hakim yang generalis
TUJUAN APS
 Mengurangi kemacetan di pengadilan
 Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
proses penyelesaian sengketa
 Memperlancar jalur memperoleh keadilan
 Memperoleh penyelesaian sengketa secara win-
win solution
CIRI KHAS APS
 Sifat kesukarelaan dalam proses
 Prosedur yang cepat
 Keputusan non judicial (tidak menghukum)
 Sifat rahasia (privatisasi sengketa)
 Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat
penyelesaian sengketa
 Hemat waktu dan biaya
 Perlindungan dan pemulihan hubungan yang
ada
 Kemudahan untuk melaksanakan hasil
penyelesaian
 Lebih mudah memperkirakan hasil
KARAKTERISTIK PENYELESAIAN
SENGKETA DI PENGADILAN
 Memerlukan waktu lama
 Menuntut biaya yang besar
 Proses sangat formal
 Keputusan tidak selalu memuaskan
 Bersifat memaksa (coercive)
 Didasarkan pada hak-hak (right based)
 Dapat merusak hubungan bisnis/sosial yang
telah ada
 Menimbulkan konflik berkepanjangan
 Bersifat backward looking (melihat ke
belakang, tidak ke depan)
 Bersifat terbuka/publisitas perkara
KARAKTERISTIK BENTUK-
BENTUK PENYELESAIAN
SENGKETA
Karakteristik Litigasi Arbitrase Mediasi Negosiasi
Bentuk Sikap Tidak sukarela Sukarela Sukarela Sukarela
Yang Memutus Hakim Arbiter Para pihak Para pihak
Kekuatan Upaya
Hukum
Mengikat (ada
kemungkinan
banding/kasasi)
Mengikat (ada
kemungkinan ada
review)
Kesepakatan
(moral binding)
Kesepakatan
(moral binding)
Pihak Ketiga Keharusan (hakim
tidak memiliki
spesialisasi)
Dipilih para pihak
berdasarkan
kompetensi
Dipilih fasilitator
yang memiliki
kompetensi
Tidak ada pihak
ketiga
Derajat Formalitas Sangat formal
sesuai dengan
hukum acara
Tidak terlalu formal Informal dan tidak
terstruktur
Informal dan tidak
terstruktur
Pembuktian Teknis Informal Tidak ada Tidak ada
Sifat Terbuka Tertutup Tertutup Tertutup
Karakter Proses Kesempatan untuk
pembuktian
Kesempatan untuk
pembuktian
Presentasi, bukti,
argumentasi dan
kepentingan
Presentasi, bukti,
argumentasi dan
kepentingan
Hasil Putusan didukung
dengan alasan
Sama dengan
litigasi tetapi ada
Kesepakatan yang
diterima para pihak
Kesepakatan yang
diterima para pihak
KONSULTASI
 Black’s Law Dictionary – Konsultasi
merupakan suatu tindakan yang bersifat
personal antara suatu pihak tertentu, yang
disebut dengan klien dengan pihak lain yang
merupakan pihak konsultan, yang
memberikan pendapatnya kepada klien
tersebut untuk memenuhi keperluan dan
kebutuhan kliennya tersebut
 Tidak ada sifat keterkaitan atau kewajiban
bagi klien untuk mengikuti pendapat konsultan
 Klien bebas menentukan sendiri
keputusannya walaupun tidak menutup
kemungkinan klien mengikuti pendapat
konsultan
 Peran konsultan sama sekali tidak dominan,
NEGOSIASI
 Pasal 6 ayat (2) UU No. 30/1999: pada
dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk
menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul
di antara mereka
 Kesepakatan di atas harus dituangkan dalam
bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak
 Dalam negosiasi diharapkan akan
menghasilkan sebuah perdamaian di antara
para pihak.
 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian
perdamaian dalam Pasal 1851-1864
 Beda negosiasi dan perdamaian
 Negosiasi dilakukan di luar pengadilan, sedangkan
LANJUTAN…
 upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa
melalui proses peradilan bertujuan mencapai
kesepakatan atas dasar kerja sama yang lebih
harmonis & kreatif
 Penjajakan kembali akan hak & kewajiban para pihak
yang bersifat win-win
 Melepaskan/memberikan kelonggaran (concession)
atas hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik
 Dituangkan secara tertulis, bersifat final dan mengikat
para pihak
 Pasal 6 Ayat 7 UU Nomor 30 tahun 1999 bahwa
kesepakatan tertulis tersebut wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari
terhitung sejak ditandatangani dan dilanjutkan dengan
Ayat 8 bahwa wajib selesai dilaksanakan dalam
waktu 30 hari terhitung sejak pendaftaran
 Kesepakatan tertulis negosiasi dapat dibatalkan
dalam hal: kekhilafan mengenai orangnya, mengenai
pokok sengketa, atau ada penipuan/paksaan atau
LANJUTAN…
Prinsip-prinsip dalam pra-negosiasi:
 pokok persoalan apa yang cenderung
timbul dalam konteks kerja umum yang
memerlukan negosiasi
 siapa yang terlibat dalam negosiasi
 apakah perlu negosiasi
 bagaimana kualitas hubungan di antara
para pihak
Faktor-faktor:
 kekuatan tawar menawar
 pola tawar menawar
 strategi tawar menawar
LANJUTAN…
Tahap dalam berlangsungnya negosiasi:
 menetapkan persoalan & menetapkan posisi awal
 argumentasi
 menyelidiki kemungkinan
 menetapkan proposal
 menetapkan dan menandatangani persetujuan
Strategi:
 withdrawal/avoidance: menghindar/melarikan diri
 smoothing/accommodation: mencoba menyelesaikan
konflik dan membuat semua pihak senang
 compromise: setiap orang mendapat hak yang sama
 menghindari konflik
 force/competition: win-lose
 problem solving: keterbukaan dan kejujuran para
pihak untuk mencapai konsensus
MEDIASI
 Pengertian
 Suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang
atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan
permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif
dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi
kebutuhan mereka (Folberg & Taylor, 1986)
 Upaya penyelesaian sengketa secara damai dimana ada
keterlibatan pihak ketiga yang netral (mediator) , yang secara
aktif membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk
mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua
pihak
 Kovach
Facilitated negotiation. It is a process by which a neutral third
party, the mediator, assist disputing parties in reaching a
mutually satisfactory resolution.
 Nolan Haley
A short term, structured, task, oriented, participatory
intervention process. Disputing parties work with a neutral
third party, the mediator, to reach a mutually acceptable
ELEMEN-ELEMEN MEDIASI
 Sukarela
 Intervensi/bantuan
 Pihak ketiga tidak memihak
 Pengambilan keputusan secara konsensus
 Partisipasi aktif
TUJUAN MEDIASI
 menghasilkan kesepakatan ke depan dan
dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak
 Mempersiapkan para pihak menerima
konsekuensi dari keputusan-keputusan yang
mereka buat
 Mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif
dari konflik dengan mencapai konsensus
 Mengurangi hambatan komunikasi
 Memusatkan pada kebutuhan-kebutuhan para
pihak
MENGAPA HARUS MEDIASI?
 Menurut MA, penyelesaian melalui mediasi tidak
harus selalu dilakukan di luar pengadilan, tetapi
juga perlu didilakukan saat beracara di
pengadilan
 Mediasi harus dilakukan ketika sidang pertama
dilaksanakan karena:
√ Salah satu solusi untuk mengatasi menumpuknya
perkara di pengadilan
√ Proses ini lebih cepat dan murah serta dapat
memberikan akses kepada para pihak yang
bersengketa untuk memperoleh keadilan
√ Institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem
peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan
fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian
sengketa selain proses pengadilan yang bersifat
MEDIASI DI PENGADILAN
 Pihak ketiga tersebut adalah “mediator” atau
“penengah” yang tugasnya hanya membantu
pihak-pihak yang bersengketa dalam
menyelesaikan masalahnya dan tidak
mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan.
 Mediator = fasilitator
 Melalui mediasi diharapkan dicapai titik temu
penyelesaian masalah atau sengketa yang
dihadapi para pihak, yang selanjutnya
dituangkan sebagai kesepakatan bersama.
 Pengambilan keputusan tidak berada di
tangan mediator, tetapi berada di tangan para
UNSUR-UNSUR MEDIASI
 Sebuah proses penyelesaian sengketa
berdasarkan perundingan.
 Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang
disebut sebagai mediator (penengah) terlibat dan
diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam
perundingan itu.
 Mediator tersebut bertugas membantu para pihak
yang bersengketa untuk mencari penyelesaian atas
masalah-masalah sengketa.
 Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat
keputusan-keputusan selama proses perundingan
berlangsung.
 Mempunyai tujuan untuk mencapai atau
menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri
KEUNTUNGAN MEDIASI
 Para pihak yang bersengketa dapat tetap
berhubungan baik. Hal ini sangat baik bagi
hubungan bisnis karena pada dasarnya bertumpu
pada good relationship dan mutual trust
 Lebih murah dan cepat
 Bersifat rahasia (confidential), sengketa yang
timbul tidak sampai diketahui oleh pihak luar,
penting untuk menjaga reputasi pengusaha
karena umumnya tabu untuk terlibat sengketa
 Hasil-hasil memuaskan semua pihak
 Kesepakatan-kesepakatan lebih komprehensif
 Kesepakatan yang dihasilkan dapat dilaksanakan
FUNGSI MEDIATOR
 Sebagai katalisator (mendorong suasana yang
kondusif).
 Sebagai pendidik (memahami kehendak, aspirasi,
prosedur kerja, dan kendala usaha para pihak).
 Sebagai penerjemah (harus berusaha
menyampaikan dan merumuskan usulan pihak
yang satu kepada pihak yang lain).
 Sebagai narasumber (mendayagunakan
informasi).
 Sebagai penyandang berita jelek (para pihak
dapat emosional).
 Sebagai agen realitas (terus terang dijelaskan
bahwa sasarannya tidak mungkin dicapai melalui
suatu proses perundingan).
 Sebagai kambing hitam (pihak yang
KAUKUS
 Amerika Serikat menyebutnya “separate meeting”
 Australia menyebutnya “private meeting”
 Kaukus tahap paling penting dalam mediasi yang
merupakan ciri khas dari mediasi
FUNGSI KAUKUS
 Memungkinkan salah satu pihak untuk
mengungkapkan kepentingan yang tidak ingin
mereka ungkapkan didepan mitra rundingnya.
 Mediator mencari informasi tambahan.
 Membantu mediator dalam memahami motivasi
dan prioritas para pihak dan membangun empati
serta kepercayaan secara individual.
 Memberikan pada para pihak waktu dan
kesempatan untuk menyalurkan emosi kepada
mediator tanpa membahayakan kemajuan
mediasi.
 Memungkinkan mediator untuk menguji seberapa
realistis opsi-opsi yang diusulkan.
TAHAPAN KAUKUS
 Di awal mediasi
√Bertujuan untuk menumpahkan emosi,
emosi, merancang prosedur negosiasi,
mengidentifikasikan isu.
 Di tengah mediasi
√Mencegah komitmen yang prematur.
 Di akhir mediasi
√Mengatasi kebuntuan, merancang
proposal, menformulasikan
kesepakatan.
KONSILIASI = MEDIASI
 Pengertian
Usaha untuk mempertemukan keinginan para pihak
yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan
menyelesaikan perselisihan
 Langkah awal perdamaian sebelum sidang peradilan
(litigasi) dilaksanakan atau dalam setiap tingkat
peradilan yang sedang, kecuali telah terdapat
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap
 Para pihak membentuk sebuah komisi konsiliasi
 Prinsip-prinsip konsiliator
√ tidak memihak (impartial)
√ kesamaan (equity)
√ keadilan (justice)
INQUIRY ATAU FACT FINDING
 Metode penyelesaian sengketa yang digunakan
dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan
untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti
yang bersifat internasional, yang relevan dengan
permasalahan.
 Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang
timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah
fakta yang disertai dengan penyelesaiannya.
 Tujuan utama  memberikan laporan kepada para
pihak mengenai fakta yang ada,
 Beberapa tujuan lain :
 Membentuk suatu dasar penyelesaikan sengketa antar
dua negara;
 Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional;
 Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat
GOOD OFFICES ATAU JASA
BAIK
 Suatu cara penyelesaian sengketa melalui bantuan
pihak ketiga.
 Pihak ketiga ini akan berupaya agar para pihak yang
bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya
melalui negosiasi.
 Syarat mutlak dalam penyelesaian sengketa ini
adalah kesepakatan para pihak yang dapat menjadi
pihak ketiga adalah terbatas kepada negara dan
organisasi internasional saja.
 Fungsi utama  mempertemukan para pihak agar
mereka mau bertemu, duduk bersama dan
bernegosiasi atau yang dikenal dengan fasilitator.
 Keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian
sengketa dapat bersumber dari :
 Atas permintaan para pihak;
PENERAPAN APS DALAM
HUBUNGAN INDUSTRIAL
 UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
 Jenis perselisihan:
1. Perselisihan hak
2. Perselisihan kepentingan
3. Perselisihan PHK
4. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
PROSES APS DALAM UU NOMOR
2 TAHUN 2004
 Penyelesaian melalui bipartit
 Jika gagal, instansi yang relevan menawarkan
proses penyelesaian sengketa alternatif, yaitu
konsiliasi atau arbitrase
 Jika para pihak tidak memilih, maka instansi yang
berwenang akan mengarahkan penyelesaian
melalui mediator
PENYELESAIAN MELALUI
MEDIASI
 Jenis perselisihannya:
1. Perselisihan hak
2. Perselisihan kepentingan
3. Perselisihan PHK
4. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
PENYELESAIAN MELALUI
KONSILIASI
 Jenis perselisihannya:
1. Perselisihan kepentingan
2. Perselisihan PHK
3. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
PENYELESAIAN MELALUI
ARBITRASE
 Jenis perselisihannya:
1. Perselisihan kepentingan
2. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
PENDAPAT HUKUM OLEH
LEMBAGA ARBITRASE
 Lembaga Arbitrase tidak hanya bertugas
menyelesaikan sengketa antara para pihak
dalam suatu perjanjian pokok
 Dapat memberikan konsultasi dalam bentuk
opini/pendapat hukum atas permintaan dari
setiap pihak yang memerlukannya
 Opini ini merupakan masukan bagi para pihak
dalam menyusun atau membuat perjanjian
yang akan mengatur hak & kewajiban para
pihak dalam perjanjian; penafsiran/pendapat
terhadap salah satu atau lebih ketentuan
dalam perjanjian yang telah dibuat oleh para
pihak untuk memperjelas pelaksanaannya
LANJUTAN…
 Dasar hukum: Pasal 1 Ayat 8 UU Nomor 30
Tahun 1999
 Pendapat hukum ini bersifat mengikat (Pasal
52) karena pendapat ini tidak dapat
dipisahkan dari perjanjian pokoknya; bersifat
final (Pasal 53), tidak dapat dilakukan
perlawanan dalam bentuk upaya hukum
 Pendapat hukum lembaga arbitrase ini
termasuk dalam pengertian atau bentuk
putusan lembaga arbitrase
ARBITRASE
 Pasal 3 UU 14/1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman: bahwa penyelesaian perkara di luar
pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase
tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya
mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh
izin atau perintah untuk dieksekusi (executoir) dari
pengadilan
 Dasar pemeriksaan arbitrase:
 Pasal 615-651 Reglemen Acara Perdata (Reglement op
de Rechtsvorerdering, Staatsblad 1847:52 – Rv)
 Pasal 377 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (Het
Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44 –
HIR)
 Pasal 705 Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa
Dan Madura (Rechtreglement Buitengewesten,
Staatsblad 1927:227 – RBg)
 Konvensi Washington  UU 5/1968  ratifikasi
International Convention on the Settlement of Investment
Disputes between States and Nationals of other States
 Konvensi New York  Keppres 34/1981 Indonesia
menjadi anggota Convention on the Recognition and
LANJUTAN…
ARBITRASE:
arbitrase/pengadilan wasit merupakan
salah satu metode penyelesaian sengketa
yang berasal dari sengketa atas sebuah
kontrak dalam bentuk:
 perbedaan penafsiran tentang
pelaksanaan perjanjian
 pelanggaran perjanjian
 pengakhiran kontrak
 klaim mengenai ganti rugi atas
wanprestasi atau perbuatan
melawan hukum
LANJUTAN…
 Steven H. Gifis  Arbitrase adalah
pengajuan sengketa, berdasarkan perjanjian
antara para pihak, kepada orang-orang yang
dipilih sendiri oleh mereka untuk
mendapatkan suatu keputusan
 Henry Campbell Black  Arbitrase adalah
pengajuan suatu sengketa untuk diputuskan
oleh orang-orang swasta yang tidak resmi,
yang dipilih dengan cara yang ditetapkan
oleh peraturan atau oleh suatu perjanjian
 Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
LANJUTAN…
Karakteristik yuridis arbitrase:
 Kontroversi di antara para pihak
 Kontroversi diajukan kepada arbiter
 Arbiter diajukan oleh para pihak/ditunjuk
oleh badan tertentu
 Arbiter  pihak di luar badan peradilan
umum
 Dasar pengajuan sengketa ke arbitrase:
perjanjian
 Arbiter melakukan pemeriksaan perkara
 Setelah memeriksa perkara, arbiter akan
memberikan putusan arbitrase yang
mengikat para pihak
LANJUTAN…
Syarat-syarat minimal arbitrase modern:
 Badan pengadilan konvensional
mengakui yurisdiksi badan arbitrase
 Klausula arbitrase mengikat & tidak
dapat dibatalkan
 Putusan arbitrase pada prinsipnya
bersifat final and binding, hanya dapat
ditinjau kembali oleh badan pengadilan
konvensional dalam hal-hal yang sangat
khusus dan terbatas
 Badan-badan pengadilan konvensional
harus dapat memperlancar tugas
arbitrase
BENTUK ADR YANG DIKENAL
DI INDONESIA
 ARBITRASE
 LANDASAN HUKUM:
√ UU NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
√ PASAL 1 BUTIR 1 MEMBERIKAN DEFINISI BAHWA
ARBITRASE ADALAH “Cara penyelesaian sengketa
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.”
PERJANJIAN ARBITRASE
 BERSIFAT ASESOR (TAMBAHAN)
 BUKAN PERJANJIAN “BERSYARAT” YANG MANA
PELAKSANAAN DAN PEMENUHAN PERJANJIAN
BERGANTUNG PADA SUATU KEJADIAN DI MASA
MENDATANG
 PELAKSANAAN PERJANJIAN ARBITRASE TIDAK
DIDASARKAN PADA KEJADIAN TERTENTU DI MASA
MENDATANG
 FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE BERKAITAN DENGAN
CARA DAN LEMBAGA YANG BERWENANG UNTUK
MENYELESAIKAN SENGKETA ANTARA PARA PIHAK
 DITENTUKAN OLEH PARA PIHAK SENDIRI
 BISA MENJADI SATU MAUPUN TIDAK MENYATU DALAM
MATERI KONTRAK
BENTUK PERJANJIAN ARBITRASE
 HARUS DIBUAT SECARA TERTULIS
 CONTOH:
 GOVERNING LAW AND DISPUTE RESOLUTION
√ This contract shall be governed by and construed in
accordance with the laws of the Republic of
Indonesia.
√ Any claim, dispute or controversy (“Dispute”) arising
out of the Contract that cannot be settled by mutual
agreement between the Parties shall, upon written
notice by one Party to the other, be finally settled
under the Rules of Arbitration of the Indonesia
National Board of Arbitration (BANI such arbitration
proceedings shall be conducted in the English
language and shall take place in Jakarta before a
panel of three (3) arbitrators. The award rendered
by the arbitrators shall be final and binding on the
Parties concerned.
AKIBAT HUKUM ADANYA PERJANJIAN
ARBITRASE DALAM KONTRAK
 PARA PIHAK YANG BERSENGKETA WAJIB
MENYELESAIKAN SENGKETA MEREKA PADA
LEMBAGA YANG TELAH DITUNJUK DAN
DISEPAKATI
 PASAL 3 UU NOMOR 30 TAHUN 1999
MENYEBUTKAN: “Pengadilan negeri tidak
berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang
telah terikat dalam perjanjian arbitrase.”
 PASAL 11 UU NOMOR 30 TAHUN 1999
MENYATAKAN:
Ayat 1: “Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis
meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaikan sengketa atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri.”
Ayat 2: “Pengadilan negeri wajib menolak dan tidak
akan campur tangan dalam suatu penyelesaian
sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase,
SENGKETA YANG DAPAT DISELESAIKAN
OLEH ARBITRASE [BANI]
 Semua permasalahan perdata, kecuali:
√ Sengketa keluarga
√ Sengketa perumahan
√ Sengketa perburuhan
ARBITRASE INSTITUSIONAL
NASIONAL
 Ruang lingkupnya hanya meliputi
kawasan negara yang
bersangkutan
 Memiliki kewenangan untuk
menyelesaikan sengketa nasional
maupun internasional, sesuai
dengan kesepakatan para pihak
 Netherland Arbitrage Institute,
The London Court of Arbitration,
The Japan Commercial
Arbitration Association, The
American Arbitration Association
dan BANI
ARBITRASE INSTITUSIONAL
INTERNASIONAL
 Menangani sengketa-sengketa tertentu
antara para pihak yang memiliki
kewarganegaraan berbeda
 Court of Arbitration of the International
Chamber of Commerce (ICC)
menangani sengketa perdagangan
secara umum
 The International Center for Settlement
of Investment Disputes (ICSID)
menangani sengketa joint venture
investasi antara negara dengan
warganegara asing
 Uncitral Arbitration Rules (UAR)
merupakan aturan-aturan arbitrase
yang dibuat oleh PBB untuk
menyelaraskan aturan-aturan arbitrase
yang dapat diterima oleh masyarakat
internasional.
 Indonesia menandatangani uar ini
KEUNGGULAN ARBITRASE
DIBANDING PENGADILAN
 Kebebasan, kepercayaan dan keamanan
 Arbiter memiliki keahlian/expertise
 Prosedur sederhana, lebih cepat, hemat biaya
 Hindari expose keputusan di depan umum
(rahasia)
 Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih
luwes
 Pilihan hukum dan non-precedent
 Arbiter dipilih sendiri oleh para pihak, kepekaan
arbiter
 Keputusan yang final dan mengikat (final and
binding) tanpa harus naik banding & kasasi
 Keputusan arbitrase umumnya lebih mudah
diberlakukan/dieksekusi oleh pengadilan
dengan sedikit atau tanpa review
 Proses/prosedur arbitrase lebih mudah
dimengerti oleh masyarakat luas
APS DI BERBAGAI BIDANG
 Penyelesaian sengketa pajak – UU No. 17/1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
 Penyelesaian perselisihan lingkungan hidup di
luar pengadilan – UU No. 22/1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan – PP No.
54/2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa
Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup
 Penyelesaian perselisihan perburuhan – UU No.
22/1957 – Panitia Penyelesaian Daerah, Panitia
Penyelesaian Pusat, dan Arbitrase
 Penyelesaian sengketa praktik monopoli – Pasal
38 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat -
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
 Penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku
usaha – Pasal 23 UU No. 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen – Badan Penyelesaian
BANI ARBITRATION CENTER
PENGANTAR
 BANI adalah lembaga yang didirikan atas
prakarsa kadin indonesia yang bertujuan
untuk memberikan penyelesaian yang adil
dan cepat dalam sengketa perdata yang
timbul dari persoalan perdagangan,
industri dan keuangan, baik bersifat
nasional maupun internasional
 Tanpa sengketa, BANI dapat memberikan
pendapat berkenaan dengan perjanjian
atas permintaan para pihak
 BANI terdiri dari ketua, wakil ketua,
beberapa anggota tetap, beberapa
anggota tidak tetap, dan sebuah
sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris
PROSEDUR BERACARA DI
BANI
 Jika dalam perjanjian/kontrak terdapat klausula arbitrase maka
prosedur beracara di BANI adalah sebagai berikut:
 Pendaftaran surat permohonan untuk mengadakan
arbitrase kepada sekretaris BANI
 Surat permohonan untuk mengadakan arbitrase harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
 Substansi surat permohonan
 Nama lengkap dan tempat tinggal/tempat
kedudukan kedua belah pihak
 Uraian singkat tentang duduk perkara sengketa
 Tuntutan yang diminta oleh pemohon
 Dalam surat permohonan dilampiri salinan kontrak
yang terdapat klausula arbitrase
 Jika diajukan oleh kuasa dari para pihak, maka
harus dilampiri surat kuasa khusus
 Dalam surat permohonan, para pihak dapat
menunjuk arbiter atau menyerahkan
penunjukkannya kepada ketua bani
 Membayar lunas biaya pendaftaran dan
administrasi
JIKA PERMOHONAN DITOLAK
 BANI dapat saja menolak jika
klausula arbitrase dianggap tidak
cukup kuat untuk menjadi dasar
kewenangan BANI untuk
menyelesaikan sengketa
 Pemberitahuan penolakan harus
disampaikan kepada pemohon
arbitrase paling lama 30 hari, dan
biaya pemeriksaan dikembalikan
PROSEDUR YANG MENYIMPANG
DARI PROSEDUR BANI
 Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Prosedur
Arbitrase pada BANI
 Mengijinkan BANI untuk
memeriksa dan memutus suatu
sengketa dengan menggunakan
ketentuan prosedur yang
menyimpang dari ketentuan
prosedur BANI, asalkan para
pihak setuju dan dinyatakan
JIKA PERMOHONAN DITERIMA
 Ketua BANI menerbitkan surat perintah
untuk menyampaikan salinan surat
permohonan kepada termohon, disertai
perintah untuk menanggapi permohonan
tersebut dan memberikan jawaban tertulis
dalam waktu 30 hari
 Dalam jawaban, termohon harus
menunjuk arbiter atau menyerahkan
kepada Ketua BANI untuk menunjuk
 Jika dalam jawaban termohon tidak
menunjuk arbiter maka dianggap
menyerahkan penunjukkan tersebut
kepada Ketua BANI
PROSEDUR PENUNJUKAN ARBITER
 Lazimnya dipilih sendiri oleh para pihak (dari
daftar arbiter BANI)
 Arbiter ketiga dipilih oleh Ketua BANI atas
masukan dari masing-masing arbiter yang
ditunjuk oleh para pihak
 Penunjukkan arbiter ketiga dari luar BANI
diperbolehkan, asal dengan seijin dari Ketua
BANI
 Salah satu pihak atau kedua belah pihak
memilih arbiter dari luar BANI, namun arbiter
yang ketiga ditunjuk oleh Ketua BANI
dengan mengambil dari daftar arbiter BANI
 Kasus yang dianggap sederhana, Ketua
BANI menunjuk arbiter tunggal untuk
menangani sengketa tersebut
PERINTAH UNTUK MENGHADIRI
SIDANG ARBITRASE BANI
 Setelah menerima jawaban dari termohon,
salinan jawaban termohon segera diserahkan
kepada pemohon
 Bersamaan dengan itu, Ketua BANI
memerintahkan kedua belah pihak untuk
menghadiri sidang arbitrase pada waktu yang
telah ditentukan, selambat-lambatnya 14 hari
terhitung sejak terbitnya surat perintah untuk
menghadiri sidang arbitrase BANI, dengan
pemberitahuan bahwa mereka boleh
diwakilkan kepada seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus
 Jika termohon tidak menyampaikan jawaban
dan melewati batas 30 hari, maka Ketua BANI
akan memanggil kedua belah pihak untuk
menghadap
TUNTUTAN REKONVENSI
 Pasal 9 Peraturan Prosedur Arbitrase
pada BANI:
 Ayat 1: termohon dalam
jawabannya atau sidang arbitrase
pertama dapat mengajukan suatu
tuntutan balasan (tuntutan
rekonvensi)
 Ayat 2: tuntutan balasan, oleh
arbiter, akan diperiksa dan diputus
bersama-sama dengan tuntutan
pemohon
JIKA TERMOHON TIDAK
MENGHADIRI SIDANG ARBITRASE
 Termohon akan dipanggil sekali lagi pada
persidangan selanjutnya, paling lambat 14
hari sejak dikeluarkannya perintah
 Jika tetap tidak hadir, pemeriksaan
dilaksanakan tanpa kehadiran termohon,
dan tuntutan pemohon dikabulkan,
kecuali menurut majelis arbitrase tuntutan
tersebut tidak sesuai dengan hukum dan
keadilan
 Termohon dapat mengajukan perlawanan
atas putusan arbitrase, paling lambat 14
hari setelah putusan arbitrase
diberitahukan
√ Prosedurnya sama seperti mengajukan
permohonan arbitrase, tapi bebas
biaya pendaftaran dan administrasi
USAHA PERDAMAIAN
 Pasal 13 Peraturan Prosedur Arbitrase
pada BANI:
√ Menganjurkan majelis arbitrase untuk
melakukan usaha perdamaian
√ Jika berhasil, para pihak berdamai di
depan majelis arbitrase, dan majelis
arbitrase membuat akta dading
(perdamaian) dan menghukum kedua
belah pihak untuk mematuhi
perdamaian tersebut
√ Jika tidak berhasil, majelis akan
meneruskan pemeriksaan terkait
dengan materi pokok sengketa
PROSES PEMBUKTIAN
 Para pihak disilahkan untuk
menyampaikan pendirian masing-masing
dengan mengajukan bukti-bukti
 Ketua BANI, baik permintaan para pihak
ataupun prakarsa bani, dapat memanggil
saksi-saksi atau saksi ahli untuk didengar
keterangannya
 Biaya saksi/saksi ahli dibebankan kepada
pihak yang meminta, dan pembayaran
harus dilakukan terlebih dahulu kepada
sekretaris BANI
 Pemeriksaan dan pembuktian dilakukan
secara tertutup
PENCABUTAN PERMOHONAN
ARBITRASE
 Selama sengketa belum diputus,
permohonan arbitrase dapat dicabut
oleh pemohon
 Apabila sudah ada jawaban dari
termohon, pencabutan harus
mendapat persetujuan dari
termohon
 Jika pemeriksaan belum dimulai,
semua biaya pemeriksaan
dikembalikan kepada pemohon, jika
sebaliknya, maka biaya akan
dikembalikan sebagian secara
pantas
PENUTUPAN PEMERIKSAAN
 Pasal 48 UU Nomor 30 Tahun 1999
 Pemeriksaan harus selesai 180 hari
sejak majelis arbitrase terbentuk, dan
dapat diperpanjang dengan
persetujuan para pihak
 Jika Majelis Arbitrase menganggap
pemeriksaan telah cukup, maka
pemeriksaan dinyatakan selesai dan
ditutup oleh Ketua
 Tidak akan ada lagi pemeriksaan dalam
bentuk apapun terhadap siapapun
 Majelis akan menetapkan waktu untuk
sidang pengucapan putusan, biasanya 30
hari setelah pemeriksaan ditutup
PENDAPAT DAN PUTUSAN
ARBITRASE
 Para pihak dapat meminta pendapat
yang mengikat dari lembaga arbitrase
atas hubungan hukum tertentu dari
suatu perjanjian
 Pendapat yang mengikat ini tidak dapat
dilakukan perlawanan melalui upaya
hukum apapun
 14 hari setelah putusan diterima, para
pihak dapat mengajukan permohonan
kepada majelis arbitrase untuk
melakukan koreksi terhadap kekeliruan
administrasi dan/atau menambah atau
mengurangi tuntutan dalam putusan
PELAKSANAAN PUTUSAN
ARBITRASE
 Prinsip dalam arbitrase adalah itikad baik – pacta sunt
servanda
 Pihak yang kalah diharapkan melaksanakan sendiri
putusan arbitrase dengan itikad baik, namun biasanya
pihak yang kalah tidak puas sehingga tidak secara
sukarela melaksanakan putusan arbitrase
 Untuk menghindari hal tersebut, ada jangka waktu yang
diatur oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 untuk pelaksanaan
putusan arbitrase
 30 hari setelah putusan diucapkan, arbiter/kuasanya
mendaftarkan ke panitera pn untuk mendapatkan sita
eksekutorial
 Putusan bersifat final dan mengikat
 Ketua PN akan memeriksa, apakah putusan arbitrase
bertentangan atau tidak dengan kesusilaan dan
ketertiban umum
 Jika Ketua PN menolak memberikan sita eksekutorial
maka tidak ada upaya hukum apapun
BIAYA ARBITRASE
 Siapa yang memikul beban biaya?
 Termohon  jika permohonan dikabulkan
oleh majelis arbitrase atau pendirian
pemohon sepenuhnya dibenarkan oleh
majelis
 Pemohon  tuntutan dari pemohon ditolak
oleh majelis arbitrase
 Pemohon dan termohon  jika tuntutan
pemohon diterima sebagian dan sebagian
lagi ditolak
 Honor arbiter  ditanggung bersama-sama
oleh pemohon dan termohon
 Biaya eksekusi putusan arbitrase
 Dibebankan kepada pihak yang kalah atau
menolak pelaksanaan eksekusi secara
sukarela yang besarnya ditetapkan oleh
peraturan bersama ketua bani dan ketua pn
yang bersangkutan
ARBITRASE INTERNASIONAL
 Kewenangan ada pada PN Jakarta Pusat untuk
masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase asing
 Dapat dilaksanakan di indonesia, jika:
√ Ada perjanjian, baik bilateral ataupun
multilateral terkait dengan pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase asing
√ Di bidang perdagangan
√ Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
√ Telah mendapatkan eksekuatur dari Ketua
PN Jakarta Pusat
√ Jika pihaknya adalah Indonesia, maka
eksekuatur diterbitkan oleh MA
√ Jika Ketua PN mengakui maka tidak ada
diajukan banding/kasasi, jika menolak
mengakui, maka dapat diajukan kasasi
√ Putusan MA tidak dapat diajukan upaya
perlawanan
PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE
 Jika:
 Dokumen dinyatakan palsu
 Ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh
pihak lain
 Adanya tipu muslihat
 Pembatalan harus diajukan paling lambat
30 hari setelah pendaftaran putusan
arbitrase di PN
 Permohonan pembatalan diajukan
kepada Ketua PN
 Jika dibatalkan oleh Ketua PN, maka
dapat diajukan banding ke MA yang
akan memutus dalam tingkat pertama
dan terakhir
ARBITRASE INTERNASIONAL
PENGERTIAN
 Arbitrase adalah penyelesaian sengketa melalui
penunjukkan arbiter, yang mana penyelesaian dengan
menggunakan arbitrase ini harus ada kesepakatan terlebih
dahulu dari para pihak yang berjanji
 Klausula arbitrase adalah sebuah klausula dalam sebuah
surat perjanjian atau kontrak yang mana kedua belah pihak
sepakat untuk menyelesaikan sengketa mereka di kemudian
hari melalui cara arbitrase
a. Pactum de compromitendo
b. Akta compromis
 Internasional adalah antar negara atau di luar jurisdiksi
negara
 Munculnya sengketa:
1. Wanprestasi
2. Perbuatan melawan hukum
3. Kerugian di salah satu pihak
4. Ada pihak yang tidak puas atas tanggapan yang
KELALAIAN/WANPRESTASI
 Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila
salah satu pihak yang mengadakan
perjanjian, tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
 Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh
salah satu pihak dapat berupa empat macam,
yaitu:
1. Tidak melaksanakan isi perjanjian.
2. Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan.
3. Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
4. Melakukan sesuatu yang menurut
UU NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG
ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA
 UU Nomor 30 Tahun 1999 tidak mengenal istilah
arbitrase internasional, tetapi putusan arbitrase
internasional
 Pemahaman putusan arbitrase internasional
dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 9 UU ini,
yaitu “Putusan yang dijatuhkan oleh suatu
lembaga arbitrase di luar wilayah hukum NKRI
atau putusan lembaga arbitrase atau arbiter
perorangan yang menurut ketentuan hukum di
Indonesia dianggap sebagai suatu putusan
arbitrase internasional.”
PERMA BUKAN UNDANG-
UNDANG
 Perma adalah bentuk yang salah dalam sistem peradilan di
Indonesia karena Perma bukan merupakan peraturan hukum
yang mengikat
 Kasus KNY 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing
√ Indonesia meratifikasi melalui Keppres Nomor 34/1981
√ Muncul kasus PT. Nizwar v. NMB di Pengadilan Arbitrase
London
√ Ketika Indonesia masih bagian dari Belanda, Kerajaan
Belanda meratifikasi Konvensi Jenewa 1927 tentang
Pengakuan Arbitrase Asing (Stb. 1933 No.132)
√ 1945 Indonesia merdeka dan muncul 2 pendapat, apakah
Indonesia terikat atau tidak dengan Konven Jenewa 1927
√ NMB mengajukan sita eksekutorial dan disetujui oleh PN
Jakarta Pusat (Putusan Nomor 228/1979, 10 Juni 1981)
√ MA menganulir karena keppres Nomor 34/1981 tidak
PASAL 66 UU NOMOR 30 TAHUN
1999
 Syarat pengakuan putusan arbitrase internasional
di Indonesia
1. Putusan dijatuhkan oleh arbiter atau lembaga
arbitrase di suatu negara yang dengan negara
Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara
bilateral maupun multilateral
2. Ruang lingkupnya adalah di bidang perdagangan
3. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
4. Pelaksanaannya setelah mendapat putusan sita
eksekutorial dari Ketua PN Jakarta Pusat
5. Jika salah satu pihak dalam sengketa adalah
menyangkut NKRI maka putusan sita eksekutorial
harus diberikan oleh Mahkamah Agung,
selanjutnya dilimpahkan kepada PN Jakarta Pusat
#1: LEMBAGA ARBITRASE,
PERJANJIAN BILATERAL DAN
MULTILATERAL
 Lembaga arbitrase internasional, seperti: ICC
(International Chambers of Commerce), LCIA
(London Court of International Arbitration), ICSID
Arbitration Rules dan lainnya
 Perjanjian bilateral dalam bidang investasi
(Subianta Mandala, S.H., LL.M.)
 Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
 Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia
(Prasetyo Budi Sunarso, S.H., M.H.)
#2: BIDANG PERDAGANGAN
 Penyelesaian arbitrase hanya diperbolehkan untuk
masalah-masalah di bidang perdagangan dan
bidang-bidang lain, seperti:
1. Perniagaan
2. Perbankan
3. Keuangan
4. Penanaman modal
5. Industri, dan
6. HaKI
 Pasal 5 Ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 1999 
“Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui
arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan
perundang-undangan tidak dapat diadakan
perdamaian.”
#3: TIDAK BERTENTANGAN
DENGAN KETERTIBAN UMUM
 Apa itu ketertiban umum?
 Luhut M.P. Pangaribuan: “merujuk pada undang-
undang atau putusan pengadilan. Pemahaman
ketertiban umum tidak bisa digeneralisir tetapi
harus dilihat kasus per kasus dan tempat
(negaranya).”
 Kasus Banker Trust v. P.T. Mayora, di mana Ketua
PN Jakarta Pusat (001/Pdt/Arb.Int./1999) menolak
permohonan sita eksekutorial dengan alasan
bertentangan dengan “ketertiban umum”.
 Penafsiran sempit :
1. Terbatas pada hukum positif saja
2. Terbatas pada pelanggaran peraturan perundang-
undangan yang berlaku
3. Penolakan karena adanya pelanggaran peraturan
perundang-undangan
Lanjutan…
 Penafsiran luas:
1. Tidak hanya berpedoman pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku saja, tetapi juga nilai-nilai yang
tumbuh dan berkembangan di masyarakat
 Menurut Bab V KUHP (Pasal 154-181)  bentuk
tindakan kejahatan terhadap ketertiban umum,
tetapi ini tidak dapat digunakan untuk domain
hukum perdagangan yang notabene adalah hukum
perdata
 Menurut Sudargo Gautama:
 Ketertiban umum ini ibarat “rem darurat” di mana
penggunaannya harus sangat hati-hati dan sehemat
mungkin
 Ketertiban umum berhubungan erat dengan muatan-
muatan politis, sehingga policy maker memiliki peran yang
penting dalam menentukan pengertian ini
 Contoh kasus:
a. Pernikahan sejenis
b. Penyewaan rahim
 Digunakan sehemat mungkin sebagai ultimum
remidium
 Ketertiban umum berubah mengikuti situasi dan
kondisi, seperti:
a. Penikahan beda agama (lihat: Pasal 26 KUH Perdata
tetapi setelah ada Pasal 1 UU Perkawinan, ketertiban
umum perkawinan menjadi berubah)
b. Cakap hukum bagi perempuan yang telah menikah (lihat:
Pasal 110 KUH Perdata)
Lanjutan…
PASAL 61: ASAS SUKARELA
 Asas sukarela ini berkaitan erat dengan eksekusi
atau pelaksanaan putusan pengadilan
 Putusan pengadilan dalam hukum acara perdata
terdiri dari:
1. Putusan kondemnator: putusan yang bersifat menghukum
pihak yang kalah untuk memenuhi prestasinya
2. Putusan deklaratur: putusan yang menyatakan suatu
keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut
hukum  keberadaan ahli waris adalah sah menurut
hukum
3. Putusan konstitutif: putusan yang menciptakan suatu
keadaan hukum yang baru  pembatalan perjanjian,
menyatakan pailit
PEMBATALAN PUTUSAN
ARBITRASE (NASIONAL & ASING)
 Pasal 70:
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam
pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui
plasu atau dinyatakan palsu;
2. Setelah putusan diambil, ditemukan dokumen
yang bersifat menentukan, yang disembunyikan
oleh pihak lawan, atau
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang
dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa
KONVENSI NEW YORK 1958
 Fokus dari Konvensi ini adalah pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase asing:
√ Bahwa negara pihak dari Konvensi ini akan
membuat peraturan hukum di negaranya yang
mengakui perjanjian arbitrase dan pengakuan dan
pelaksanaan pengadilan pada putusan arbitrase
asing
√ Bahwa negara pihak tidak memberikan perlakuan
berbeda atau diskriminasi pada putusan arbitrase
asing dan harus memastikan bahwa putusan
arbitrase asing dapat dilaksanakan sebagaimana
putusan arbitrase domestik
√ Konvensi ini berlaku untuk semua kasus yang
diselesaikan melalui jalur lembaga arbitrase
 Pasal I:
1. Definisi dari “foreign arbitral awards”
2. Istilah “arbitral awards” tidak saja putusan yang
dibuat oleh para arbiter yang ditunjuk untuk
menangani kasus tetapi juga berlaku bagi putusan
lembaga arbitrase yang bersifat permanen
3. Cara penerimaan negara pada perjanjian
internasional
Lanjutan…
 Pasal II:
1. Negara pihak akan mengaku “persetujuan tertulis”
di mana para pihak menyerahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase
2. Yang dimaksud dengan “persetujuan tertulis”
adalah klausula arbitrase yang terdapat dalam
kontrak atau persetujuan arbitrase yang dibuat
secara terpisah oleh para pihak
3. Pengadilan nasional dari negara pihak, ketika ada
sengketa yang mana para pihak telah sepakat
menyelesaikan melalui arbitrase, harus
mengarahkan pada kesepakatan tersebut
(arbitrase), kecuali pengadilan menemukan
bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum atau
Lanjutan…
 Pasal III:
√ Negara pihak akan mengakui putusan arbitrase
asing bersifat mengikat dan akan menerapkannya
sesuai dengan hukum acara yang berlaku di negara
tersebut
√ Negara pihak tidak boleh memberikan persyaratan
yang tidak masuk akal atau biaya lebih tinggi
daripada putusan arbitrase domestik
Lanjutan…
 Pasal IV:
1. Syarat untuk mendapatkan pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase asing
2. Jika putusan tersebut tidak dibuat dalam bahasa
dari negara tempat dimintakan sita eksekutorial,
maka pihak pemohon diminta untuk menyalin
putusan tersebut ke dalam bahasa negara yang
bersangkutan
Lanjutan…
 Pasal V:
1. Penolakan terhadap putusan arbitrase asing
dapat dilakukan atas permintaan para pihak,
dengan alasan:
a. Para pihak yang terikat dalam perjanjian
tersebut ternyata menurut hukum nasionalnya
tidak mampu atau menurut hukum yang
mengatur perjanjian tersebut atau menurut
hukum negara di mana keputusan tersebut
dibuat apabila tidak ada petunjuk hukum mana
yang berlaku
b. Pihak terhadap mana keputusan diminta tidak
diberikan pemberitahuan yang sepatutnya
tentang penunjukan arbitrator atau persidangan
Lanjutan…
c. Keputusan yang dikeluarkan tidak menyangkut
hal-hal yang diserahkan untuk diputuskan oleh
arbitrase, atau keputusan tersebut
mengandung hal-hal yang berada di luar dari
hal-hal yang seharusnya diputuskan
d. Komposisi wewenang arbitrase atau prosedur
arbitrase tidak sesuai dengan persetujuan para
pihak, atau, tidak sesuai dengan hukum
nasional tempat arbitrase berlangsung
e. Putusan tersebut belum mengikat terhadap
para pihak atau dikesampingkan atau
ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang di
negara di mana putusan dibuat
Lanjutan…
2. Permohonan putusan arbitrase asing juga dapat
ditolak oleh pejabat yang berwenang di negara
yang dimintakan permohonan, jika menemukan:
a. Subyek sengketa tidak menjadi kewenangan dari
lembaga arbitrase menurut hukum di negara tersebut
b. Bertentangan dengan ketertiban umum di negara
tersebut
Lanjutan…
 Pasal VI:
√ Kondisi dengan Pasal V (e)
Lanjutan…
 Pasal VII:
1. Pasal-pasal dalam Konvensi ini tidak
mempengaruhi validitas perjanjian multilateral dan
bilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan
putusan arbitrase asing
2. Protokol Tambahan Jenewa 1923 dan Konvensi
Jenewa 1927 tidak berlaku bagi negara pihak
Lanjutan…
 Pasal VIII:
1. Penandatanganan Konvensi
2. Pendaftaran dan penyimpanan dokumen ratifikasi
Lanjutan…
 Pasal IX:
1. Aksesi Konvensi
2. Keberlakuan aksesi
Lanjutan…
 Pasal X:
1. Deklarasi terhadap keberlakuan Konvensi
2. Efektifitas deklarasi
3. Tidak mengajukan deklarasi pada saat
penandatanganan, ratifikasi atau aksesi
Lanjutan…
 Pasal XI:
√ Dalam hal jika negara berbentuk federasi atau
bukan negara kesatuan
Lanjutan…
 Pasal XII:
1. Berlakunya Konvensi
2. Berlakunya Konvensi bagi negara-negara yang
meratifikasi atau aksesi setelah penyimpanan 3
dokumen ratifikasi
Lanjutan…
 Pasal XIII:
1. Penarikan diri negara pihak dari Konvensi
2. Penarikan diri bagi negara yang telah melakukan
deklarasi sebagaimana diatur dalam Pasal X
3. Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
asing tetap berlaku sebelum penarikan diri
berlaku
Lanjutan…
 Pasal XIV:
√ Negara pihak tidak berhak mengambil manfaat bagi
dirinya sendiri atas Konvensi ini terhadap negara
pihak lain kecuali sejauh ia sendiri terikat untuk
menerapkan Konvensi ini
Lanjutan…
BEBERAPA KASUS ARBITRASE
DOMESTIK DAN ASING DI
INDONESIA
 Indonesia melakukan aksesi KNY 1958 pada 5
Agustus 1981 melalui Keppres Nomor 34 tahun
1981
 Syarat yang Indonesia ajukan sebagai negara
pihak adalah asas resiprositas (timbal balik)
Hal ini dapat dijadikan alasan untuk menolak
putusan arbitrase asing karena ketiadaan perjanjian
bilateral atau multilateral serta syarat yang diajukan
oleh Indonesia yaitu timbal balik
Dua pendapat terkait dengan keberadaan KNY
1958, apakah Indonesia dapat melaksanakan di
wilayah hukum Indonesia atau tidak
1. Menurut MA perlu adanya peraturan pelaksana
 Ada perbedaan penafsiran dalam memahami
“wanprestasi” dan “perbuatan melawan hukum”
 Kasus Hari Tanoe v. Tutut (ada klausula arbitrase
tetapi salah satu pihak membawa ke pengadilan
umum)
 Kasus P.T. Indiratex v. EE Ltd. (pengajuan
pembatalan putusan arbitrase asing adalah jangka
waktu pendaftaran putusan arbitrase asing di
Indonesia)
Lanjutan…
KONVENSI WASHINGTON 1965
 Konvensi ini tentang Penyelesaian Perselisihan
Antara Negara dengan Warganegara Asing
mengenai Penanaman Modal atau Konvensi
ICSID
 Bank Dunia yang memprakarsai berdirinya ICSID
yang merupakan lembaga arbitrase yang
berfungsi untuk menyelesaikan sengketa
penanaman modal asing
 ICSID ini muncul karena banyaknya negara-
negara merdeka dan kemudian menasionalisasi
perusahaan-perusahaan asing di negara-negara
tersebut
 Ini dapat menimbulkan konflik ekonomi  konflik
KASUS HOLIDAY INNS
PETROLEUM v. PEMERINTAH
MAROKO
 Anda meringkas kasus tersebut dengan cara:
1. Issue  apa isu yang muncul dari kasus tersebut
2. Rules  pasal-pasal berapa yang mengatur
kasus tersebut
3. Analysis  bagaimana analisis saudara terhadap
kasus tersebut
4. Conclusion  apa kesimpulan yang saudara
dapat dari analisis kasus tersebut
PENYELESAIAN SENGKETA
PERDAGANGAN
TRANSAKSI PERDAGANGAN
 Setiap transaksi perdagangan
membutuh sebuah kontrak
 Dalam kontrak, kemungkinan terjadi
sengketa
 Penyelesaian sengketa selalu diawali
dengan proses negosiasi
 Jika gagal, akan ditempuh cara lain
seperti mediasi, arbitrase dan
pengadilan
ARBITRASE
 Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini sering
ditempuh oleh para pihak
 Dalam kontrak sering ada klausula arbitrase
 Fungsi klausula arbitrase adalah untuk membatasi
para pihak dalam cara menyelesaikan sengketa dan
membatasi kewenangan pengadilan umum
 Adanya klausula arbitrase ini adalah hasil
kesepakatan dari para pihak yang berjanji
 Kesepakatan dapat terjadi pada saat sebelum
membuat kontrak dan/atau setelah kontrak dibuat
 Bagaimana jika kontrak telah ditandatangani tetapi
lupa membuat klausula penyelesaian sengketa dan
para pihak tidak sepakat mengenai caranya?
 Concept of long-arm jurisdiction 
bahwa pengadilan senantiasa memiliki
kewenangan untuk setiap sengketa
yang dibawa kepadanya meskipun
hubungan antara pengadilan dengan
sengketa sangat tipis sekali
 Di Indonesia ada UU Kekuasaan
Kehakiman yang memiliki ketentuan
yang mirip dengan di atas
SISTEM COMMON LAW
SIAPA PARA PIHAK YANG
BERSENGKETA DALAM
PERDAGANGAN
 Subyek hukum dalam hukum perdagangan
internasional
1. Negara
2. Perusahaan
3. individu
 Perdagangan internasional sifatnya lintas
negara sehingga kemungkinan besar
pihak-pihak yang bersengketa adalah
1. Pedagang v. pedagang
2. Pedagang v. negara  Kasus investasi
seperti freeport
HUKUM INTERNASIONAL DALAM
SENGKETA ANTARA PEDAGANG v.
NEGARA
 Meskipun negara adalah subyek hukum utama
dari hukum internasional tetapi hukum
internasional juga menghormati inidividu
(pedagang)
 Ada istilah yang berkembang dalam hukum
internasional, yakni:
 Jure imperii  tindakan-tindakan negara di bidang
publik dalam kapasitasnya sebagai negara yang
berdaulat tidak dapat diajukan atau diadili di
hadapan badan peradilan
 Jure gestiones  tindakan-tindakan negara di
bidang keperdataan atau dagang, maka negara
diidentikkan sebagai badan hukum (pedagang)
PRINSIP-PRINSIP DALAM
MENYELESAIKAN SENGKETA
DAGANG
1. Prinsip kesepakatan  prinsip dasar yang
harus dipegang oleh para pihak, termasuk tidak
berupaya menipu, menyesatkan atau menekan
pihak lain dan perubahan-perubahan dalam
kesepakatan harus diketahui oleh para pihak
2. Prinsip kebebasan memilih cara penyelesaian
sengketa  Para pihak bebas untuk memilih
dan menentukan cara atau mekanisme
penyelesaian sengketa, seperti yang termuat
dalam Pasal 7 Uncitral Model Law on
International Commercial Arbitration
4. Prinsip kebebasan memilih hukum  Para
pihak bebas untuk memilih hukum apa yang
akan diterapkan dalam menyelesaikan
sengketa, khususnya dalam peradilan arbitrase,
termasuk kebebasan untuk memilih prinsip
kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono).
Pasal 28 Ayat 1 Uncitral Model Law on
International Commercial Arbitration
menyatakan “the arbitral tribunal shall decide
the dispute in accordance with such rules of law
are chosen by the parties as applicable to the
substance of the dispute. Any designation of the
law or legal system of a given state shall be
construed, unless otherwise expressed, as
directly referring to the substantive law of that
5. Prinsip itikad baik  ini prinsip paling
fundamental dan utama dalam penyelesaian
sengketa. Dalam penyelesaian sengketa,
prinsip ini dapat dilihat dalam dua tahap, yaitu
disyaratkan untuk mencegah timbulnya
sengketa yang dapat mempengaruhi hubungan
baik di antara negara, dan ketika terjadinya
sengketa, maka harus menyelesaikan sesuai
dengan cara-cara yang diatur dalam hukum
perdagangan internasional
6. Prinsip exhaustion of local remedies  Pasal
22 ILC Draft on State Responsibility
menyatakan bahwa sebelum para pihak
mengajukan sengketa ke pengadilan
internasional maka langkah-langkah
HUKUM YANG BERLAKU
 Hukum yang berlaku ini dapat
mencakup beberapa hukum,
seperti:
1. Hukum yang diterapkan pada
pokok sengketa (applicable
substantive law atau lex causae)
2. Hukum yang akan berlaku di
persidangan (procedural law)
CHOICE OF LAW
 Choice of law berperan untuk:
1. Menentukan sah/tidaknya
kontrak
2. Menafsirkan kesepakatan dalam
kontrak
3. Menentukan telah dilaksanakan
atau tidak dilaksanakannya
prestasi
4. Menentukan akibat hukum dari
PELAKSANAAN PUTUSAN
SENGKETA DAGANG
 Melalui alternatif penyelesaian sengketa  risiko
tinggi bagi pihak yang menang jika pihak yang
kalah tidak mau melaksanakan hasil negosiasi
 Melalui arbitrase asing  meminta sita
eksekutorial di negara yang dituju
 Melalui pengadilan  belum tentu diterima di
negara lain. Ada dua kemungkinan: (1)
disidangkan dari awal atau (2) dilaksanakan
karena terikat oleh perjanjian bilateral atau
multilateral
 Konvensi Brussel 1968 tentang Juridiksi dan
Pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam Bidang
Perdata dan Perdagangan
 Konvensi Lugano 1988 tentang Jurisdiksi dan

More Related Content

Similar to ARBITRASE_and_ALTERNATIF_PENYELESAIAN_SE.ppt

2 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, resolusi sengketa, universitas ...
2 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, resolusi sengketa, universitas ...2 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, resolusi sengketa, universitas ...
2 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, resolusi sengketa, universitas ...Teuku Alvin Putra Rezalino
 
Dasar dasar negosiasi
Dasar dasar negosiasiDasar dasar negosiasi
Dasar dasar negosiasinurchan
 
Tm 2, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, alternatif resolusi sangketa atau re...
Tm 2, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, alternatif resolusi sangketa atau re...Tm 2, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, alternatif resolusi sangketa atau re...
Tm 2, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, alternatif resolusi sangketa atau re...WennaSustiany
 
Hbl 2, riny triana savitri, prof. hapzi ali , alternatif resolusi sengketa at...
Hbl 2, riny triana savitri, prof. hapzi ali , alternatif resolusi sengketa at...Hbl 2, riny triana savitri, prof. hapzi ali , alternatif resolusi sengketa at...
Hbl 2, riny triana savitri, prof. hapzi ali , alternatif resolusi sengketa at...Rinytrianas21
 
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASETUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASEeddy sanusi silitonga
 
2. Hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali,sengketa ekonomi, universitas mercu b...
2. Hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali,sengketa ekonomi, universitas mercu b...2. Hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali,sengketa ekonomi, universitas mercu b...
2. Hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali,sengketa ekonomi, universitas mercu b...Maghfira Arsyfa Ganivy
 
Materi negosisasi serta peran dan dampaknya pada konflik
Materi negosisasi serta peran dan dampaknya pada konflikMateri negosisasi serta peran dan dampaknya pada konflik
Materi negosisasi serta peran dan dampaknya pada konflikyoseelita2
 
Presentation11 negotiating
Presentation11 negotiatingPresentation11 negotiating
Presentation11 negotiatingHAZELARYA
 
Hbl 2, mei ika,hapzi ali, sengketa ekonomi, mercubuana
Hbl 2, mei ika,hapzi ali, sengketa ekonomi, mercubuanaHbl 2, mei ika,hapzi ali, sengketa ekonomi, mercubuana
Hbl 2, mei ika,hapzi ali, sengketa ekonomi, mercubuanaMeikaSihombimg
 
Hbl 2, dyana anggraini, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi...
Hbl 2, dyana anggraini, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi...Hbl 2, dyana anggraini, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi...
Hbl 2, dyana anggraini, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi...Dyana Anggraini
 
2. hbl,Chives Radin ,prof.hapzi ali,alternatif resolusi sengketa atau resolus...
2. hbl,Chives Radin ,prof.hapzi ali,alternatif resolusi sengketa atau resolus...2. hbl,Chives Radin ,prof.hapzi ali,alternatif resolusi sengketa atau resolus...
2. hbl,Chives Radin ,prof.hapzi ali,alternatif resolusi sengketa atau resolus...Chives Radin
 
HBL, Chives radin, Prof.Hapzi Ali , Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolus...
HBL, Chives radin, Prof.Hapzi Ali , Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolus...HBL, Chives radin, Prof.Hapzi Ali , Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolus...
HBL, Chives radin, Prof.Hapzi Ali , Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolus...chivesradin1
 
2.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri,Hapzi Ali,Alternatif Resolusi Sengketa atau...
2.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri,Hapzi Ali,Alternatif Resolusi Sengketa atau...2.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri,Hapzi Ali,Alternatif Resolusi Sengketa atau...
2.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri,Hapzi Ali,Alternatif Resolusi Sengketa atau...Jihan Nabilah
 
Alternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaAlternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaLeks&Co
 
HBL, Naufal Alwan, Hapzi Ali, Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolusi Seng...
HBL, Naufal Alwan, Hapzi Ali, Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolusi Seng...HBL, Naufal Alwan, Hapzi Ali, Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolusi Seng...
HBL, Naufal Alwan, Hapzi Ali, Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolusi Seng...Naufal Alwan
 
Hbl, hayyu safitri, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi sen...
Hbl, hayyu safitri, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi sen...Hbl, hayyu safitri, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi sen...
Hbl, hayyu safitri, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi sen...Hayyu Safitri
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,RESOLUSI SENGKETA SECARA UMUM DAN RESO...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,RESOLUSI SENGKETA SECARA UMUM DAN RESO...HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,RESOLUSI SENGKETA SECARA UMUM DAN RESO...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,RESOLUSI SENGKETA SECARA UMUM DAN RESO...febrysaragih
 
Etika Bisnis_Solusi Sengketa Bisnis
Etika Bisnis_Solusi Sengketa BisnisEtika Bisnis_Solusi Sengketa Bisnis
Etika Bisnis_Solusi Sengketa BisnisRatnawaty_RMG
 
Hbl,arifatur rihadah, 43217010092, quiz dan forum minggu 2, universitas mercu...
Hbl,arifatur rihadah, 43217010092, quiz dan forum minggu 2, universitas mercu...Hbl,arifatur rihadah, 43217010092, quiz dan forum minggu 2, universitas mercu...
Hbl,arifatur rihadah, 43217010092, quiz dan forum minggu 2, universitas mercu...rifaaa_092
 

Similar to ARBITRASE_and_ALTERNATIF_PENYELESAIAN_SE.ppt (20)

2 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, resolusi sengketa, universitas ...
2 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, resolusi sengketa, universitas ...2 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, resolusi sengketa, universitas ...
2 Hbl, teuku alvin putra rezalino, hapzi ali, resolusi sengketa, universitas ...
 
Dasar dasar negosiasi
Dasar dasar negosiasiDasar dasar negosiasi
Dasar dasar negosiasi
 
Tm 2, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, alternatif resolusi sangketa atau re...
Tm 2, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, alternatif resolusi sangketa atau re...Tm 2, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, alternatif resolusi sangketa atau re...
Tm 2, 4, hbl, wenna sustiany, hapzi ali, alternatif resolusi sangketa atau re...
 
Hbl 2, riny triana savitri, prof. hapzi ali , alternatif resolusi sengketa at...
Hbl 2, riny triana savitri, prof. hapzi ali , alternatif resolusi sengketa at...Hbl 2, riny triana savitri, prof. hapzi ali , alternatif resolusi sengketa at...
Hbl 2, riny triana savitri, prof. hapzi ali , alternatif resolusi sengketa at...
 
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASETUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
TUGAS NEGOSIASI NEGOSIASI, MEDIASI & ARBITRASE
 
2. Hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali,sengketa ekonomi, universitas mercu b...
2. Hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali,sengketa ekonomi, universitas mercu b...2. Hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali,sengketa ekonomi, universitas mercu b...
2. Hbl,maghfira arsyfa ganivy,hapzi ali,sengketa ekonomi, universitas mercu b...
 
Materi negosisasi serta peran dan dampaknya pada konflik
Materi negosisasi serta peran dan dampaknya pada konflikMateri negosisasi serta peran dan dampaknya pada konflik
Materi negosisasi serta peran dan dampaknya pada konflik
 
Presentation11 negotiating
Presentation11 negotiatingPresentation11 negotiating
Presentation11 negotiating
 
Hbl 2, mei ika,hapzi ali, sengketa ekonomi, mercubuana
Hbl 2, mei ika,hapzi ali, sengketa ekonomi, mercubuanaHbl 2, mei ika,hapzi ali, sengketa ekonomi, mercubuana
Hbl 2, mei ika,hapzi ali, sengketa ekonomi, mercubuana
 
Hbl 2, dyana anggraini, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi...
Hbl 2, dyana anggraini, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi...Hbl 2, dyana anggraini, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi...
Hbl 2, dyana anggraini, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi...
 
2. hbl,Chives Radin ,prof.hapzi ali,alternatif resolusi sengketa atau resolus...
2. hbl,Chives Radin ,prof.hapzi ali,alternatif resolusi sengketa atau resolus...2. hbl,Chives Radin ,prof.hapzi ali,alternatif resolusi sengketa atau resolus...
2. hbl,Chives Radin ,prof.hapzi ali,alternatif resolusi sengketa atau resolus...
 
HBL, Chives radin, Prof.Hapzi Ali , Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolus...
HBL, Chives radin, Prof.Hapzi Ali , Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolus...HBL, Chives radin, Prof.Hapzi Ali , Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolus...
HBL, Chives radin, Prof.Hapzi Ali , Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolus...
 
2.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri,Hapzi Ali,Alternatif Resolusi Sengketa atau...
2.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri,Hapzi Ali,Alternatif Resolusi Sengketa atau...2.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri,Hapzi Ali,Alternatif Resolusi Sengketa atau...
2.HBL,Jihan Nabilah Ekayono Putri,Hapzi Ali,Alternatif Resolusi Sengketa atau...
 
Alternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian SengketaAlternatif penyelesaian Sengketa
Alternatif penyelesaian Sengketa
 
HBL, Naufal Alwan, Hapzi Ali, Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolusi Seng...
HBL, Naufal Alwan, Hapzi Ali, Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolusi Seng...HBL, Naufal Alwan, Hapzi Ali, Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolusi Seng...
HBL, Naufal Alwan, Hapzi Ali, Alternatif Resolusi Sengketa atau Resolusi Seng...
 
Hbl, hayyu safitri, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi sen...
Hbl, hayyu safitri, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi sen...Hbl, hayyu safitri, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi sen...
Hbl, hayyu safitri, hapzi ali, alternatif resolusi sengketa atau resolusi sen...
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,RESOLUSI SENGKETA SECARA UMUM DAN RESO...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,RESOLUSI SENGKETA SECARA UMUM DAN RESO...HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,RESOLUSI SENGKETA SECARA UMUM DAN RESO...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,RESOLUSI SENGKETA SECARA UMUM DAN RESO...
 
Etika Bisnis_Solusi Sengketa Bisnis
Etika Bisnis_Solusi Sengketa BisnisEtika Bisnis_Solusi Sengketa Bisnis
Etika Bisnis_Solusi Sengketa Bisnis
 
Hbl,arifatur rihadah, 43217010092, quiz dan forum minggu 2, universitas mercu...
Hbl,arifatur rihadah, 43217010092, quiz dan forum minggu 2, universitas mercu...Hbl,arifatur rihadah, 43217010092, quiz dan forum minggu 2, universitas mercu...
Hbl,arifatur rihadah, 43217010092, quiz dan forum minggu 2, universitas mercu...
 
Interaksi sosial
Interaksi sosialInteraksi sosial
Interaksi sosial
 

Recently uploaded

Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxendang nainggolan
 
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
pengantar    Kapita selekta hukum bisnispengantar    Kapita selekta hukum bisnis
pengantar Kapita selekta hukum bisnisilhamsumartoputra
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptAlMaliki1
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaYogaJanuarR
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)ErhaSyam
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 

Recently uploaded (11)

Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptxBPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
BPN Sesi 3 - Hukum Perkawinan.ppppppppptx
 
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
pengantar    Kapita selekta hukum bisnispengantar    Kapita selekta hukum bisnis
pengantar Kapita selekta hukum bisnis
 
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.pptEtika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
Etika Profesi-CYBER CRIME n CYBER LAW.ppt
 
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas TerbukaSesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
Sesi 3 MKDU 4221 PAI 2020 Universitas Terbuka
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
HUKUM PERDATA di Indonesia (dasar-dasar Hukum Perdata)
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 

ARBITRASE_and_ALTERNATIF_PENYELESAIAN_SE.ppt

  • 2. DASAR FILOSOFI APS  Pancasila  asas penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mencapai mufakat)  PASAL 1 BUTIR 10 UU NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA MENYATAKAN: “APS adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli.”
  • 3. KELEMBAGAAN APS DI INDONESIA  Lembaga Perdamaian (dading) dalam penyelesaian sengketa perdata di pengadilan (vide : Pasal 130 HIR)  Lembaga Perantara dalam Penyelesaian Perselisihan Perburuhan/P4 (UU No.22 Tahun 1957)  Lembaga Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian (BP4)  Lembaga Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan (vide: Pasal 31-33 UU No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan Hidup)  UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
  • 4. LATARBELAKANG MUNCULNYA APS  Adanya tuntutan dari dunia bisnis  Kritik bagi lembaga peradilan  Peradilan yang tidak bertanggungjawab dan responsif  Kemampuan hakim yang generalis
  • 5. TUJUAN APS  Mengurangi kemacetan di pengadilan  Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa  Memperlancar jalur memperoleh keadilan  Memperoleh penyelesaian sengketa secara win- win solution
  • 6. CIRI KHAS APS  Sifat kesukarelaan dalam proses  Prosedur yang cepat  Keputusan non judicial (tidak menghukum)  Sifat rahasia (privatisasi sengketa)  Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian sengketa  Hemat waktu dan biaya  Perlindungan dan pemulihan hubungan yang ada  Kemudahan untuk melaksanakan hasil penyelesaian  Lebih mudah memperkirakan hasil
  • 7. KARAKTERISTIK PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN  Memerlukan waktu lama  Menuntut biaya yang besar  Proses sangat formal  Keputusan tidak selalu memuaskan  Bersifat memaksa (coercive)  Didasarkan pada hak-hak (right based)  Dapat merusak hubungan bisnis/sosial yang telah ada  Menimbulkan konflik berkepanjangan  Bersifat backward looking (melihat ke belakang, tidak ke depan)  Bersifat terbuka/publisitas perkara
  • 8. KARAKTERISTIK BENTUK- BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA Karakteristik Litigasi Arbitrase Mediasi Negosiasi Bentuk Sikap Tidak sukarela Sukarela Sukarela Sukarela Yang Memutus Hakim Arbiter Para pihak Para pihak Kekuatan Upaya Hukum Mengikat (ada kemungkinan banding/kasasi) Mengikat (ada kemungkinan ada review) Kesepakatan (moral binding) Kesepakatan (moral binding) Pihak Ketiga Keharusan (hakim tidak memiliki spesialisasi) Dipilih para pihak berdasarkan kompetensi Dipilih fasilitator yang memiliki kompetensi Tidak ada pihak ketiga Derajat Formalitas Sangat formal sesuai dengan hukum acara Tidak terlalu formal Informal dan tidak terstruktur Informal dan tidak terstruktur Pembuktian Teknis Informal Tidak ada Tidak ada Sifat Terbuka Tertutup Tertutup Tertutup Karakter Proses Kesempatan untuk pembuktian Kesempatan untuk pembuktian Presentasi, bukti, argumentasi dan kepentingan Presentasi, bukti, argumentasi dan kepentingan Hasil Putusan didukung dengan alasan Sama dengan litigasi tetapi ada Kesepakatan yang diterima para pihak Kesepakatan yang diterima para pihak
  • 9. KONSULTASI  Black’s Law Dictionary – Konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut  Tidak ada sifat keterkaitan atau kewajiban bagi klien untuk mengikuti pendapat konsultan  Klien bebas menentukan sendiri keputusannya walaupun tidak menutup kemungkinan klien mengikuti pendapat konsultan  Peran konsultan sama sekali tidak dominan,
  • 10. NEGOSIASI  Pasal 6 ayat (2) UU No. 30/1999: pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka  Kesepakatan di atas harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak  Dalam negosiasi diharapkan akan menghasilkan sebuah perdamaian di antara para pihak.  KUH Perdata mengatur tentang perjanjian perdamaian dalam Pasal 1851-1864  Beda negosiasi dan perdamaian  Negosiasi dilakukan di luar pengadilan, sedangkan
  • 11. LANJUTAN…  upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses peradilan bertujuan mencapai kesepakatan atas dasar kerja sama yang lebih harmonis & kreatif  Penjajakan kembali akan hak & kewajiban para pihak yang bersifat win-win  Melepaskan/memberikan kelonggaran (concession) atas hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik  Dituangkan secara tertulis, bersifat final dan mengikat para pihak  Pasal 6 Ayat 7 UU Nomor 30 tahun 1999 bahwa kesepakatan tertulis tersebut wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung sejak ditandatangani dan dilanjutkan dengan Ayat 8 bahwa wajib selesai dilaksanakan dalam waktu 30 hari terhitung sejak pendaftaran  Kesepakatan tertulis negosiasi dapat dibatalkan dalam hal: kekhilafan mengenai orangnya, mengenai pokok sengketa, atau ada penipuan/paksaan atau
  • 12. LANJUTAN… Prinsip-prinsip dalam pra-negosiasi:  pokok persoalan apa yang cenderung timbul dalam konteks kerja umum yang memerlukan negosiasi  siapa yang terlibat dalam negosiasi  apakah perlu negosiasi  bagaimana kualitas hubungan di antara para pihak Faktor-faktor:  kekuatan tawar menawar  pola tawar menawar  strategi tawar menawar
  • 13. LANJUTAN… Tahap dalam berlangsungnya negosiasi:  menetapkan persoalan & menetapkan posisi awal  argumentasi  menyelidiki kemungkinan  menetapkan proposal  menetapkan dan menandatangani persetujuan Strategi:  withdrawal/avoidance: menghindar/melarikan diri  smoothing/accommodation: mencoba menyelesaikan konflik dan membuat semua pihak senang  compromise: setiap orang mendapat hak yang sama  menghindari konflik  force/competition: win-lose  problem solving: keterbukaan dan kejujuran para pihak untuk mencapai konsensus
  • 14. MEDIASI  Pengertian  Suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi kebutuhan mereka (Folberg & Taylor, 1986)  Upaya penyelesaian sengketa secara damai dimana ada keterlibatan pihak ketiga yang netral (mediator) , yang secara aktif membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak  Kovach Facilitated negotiation. It is a process by which a neutral third party, the mediator, assist disputing parties in reaching a mutually satisfactory resolution.  Nolan Haley A short term, structured, task, oriented, participatory intervention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable
  • 15. ELEMEN-ELEMEN MEDIASI  Sukarela  Intervensi/bantuan  Pihak ketiga tidak memihak  Pengambilan keputusan secara konsensus  Partisipasi aktif
  • 16. TUJUAN MEDIASI  menghasilkan kesepakatan ke depan dan dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak  Mempersiapkan para pihak menerima konsekuensi dari keputusan-keputusan yang mereka buat  Mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif dari konflik dengan mencapai konsensus  Mengurangi hambatan komunikasi  Memusatkan pada kebutuhan-kebutuhan para pihak
  • 17. MENGAPA HARUS MEDIASI?  Menurut MA, penyelesaian melalui mediasi tidak harus selalu dilakukan di luar pengadilan, tetapi juga perlu didilakukan saat beracara di pengadilan  Mediasi harus dilakukan ketika sidang pertama dilaksanakan karena: √ Salah satu solusi untuk mengatasi menumpuknya perkara di pengadilan √ Proses ini lebih cepat dan murah serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan √ Institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian sengketa selain proses pengadilan yang bersifat
  • 18. MEDIASI DI PENGADILAN  Pihak ketiga tersebut adalah “mediator” atau “penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan.  Mediator = fasilitator  Melalui mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya dituangkan sebagai kesepakatan bersama.  Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator, tetapi berada di tangan para
  • 19. UNSUR-UNSUR MEDIASI  Sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.  Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang disebut sebagai mediator (penengah) terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam perundingan itu.  Mediator tersebut bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian atas masalah-masalah sengketa.  Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan-keputusan selama proses perundingan berlangsung.  Mempunyai tujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri
  • 20. KEUNTUNGAN MEDIASI  Para pihak yang bersengketa dapat tetap berhubungan baik. Hal ini sangat baik bagi hubungan bisnis karena pada dasarnya bertumpu pada good relationship dan mutual trust  Lebih murah dan cepat  Bersifat rahasia (confidential), sengketa yang timbul tidak sampai diketahui oleh pihak luar, penting untuk menjaga reputasi pengusaha karena umumnya tabu untuk terlibat sengketa  Hasil-hasil memuaskan semua pihak  Kesepakatan-kesepakatan lebih komprehensif  Kesepakatan yang dihasilkan dapat dilaksanakan
  • 21. FUNGSI MEDIATOR  Sebagai katalisator (mendorong suasana yang kondusif).  Sebagai pendidik (memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja, dan kendala usaha para pihak).  Sebagai penerjemah (harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak yang lain).  Sebagai narasumber (mendayagunakan informasi).  Sebagai penyandang berita jelek (para pihak dapat emosional).  Sebagai agen realitas (terus terang dijelaskan bahwa sasarannya tidak mungkin dicapai melalui suatu proses perundingan).  Sebagai kambing hitam (pihak yang
  • 22. KAUKUS  Amerika Serikat menyebutnya “separate meeting”  Australia menyebutnya “private meeting”  Kaukus tahap paling penting dalam mediasi yang merupakan ciri khas dari mediasi
  • 23. FUNGSI KAUKUS  Memungkinkan salah satu pihak untuk mengungkapkan kepentingan yang tidak ingin mereka ungkapkan didepan mitra rundingnya.  Mediator mencari informasi tambahan.  Membantu mediator dalam memahami motivasi dan prioritas para pihak dan membangun empati serta kepercayaan secara individual.  Memberikan pada para pihak waktu dan kesempatan untuk menyalurkan emosi kepada mediator tanpa membahayakan kemajuan mediasi.  Memungkinkan mediator untuk menguji seberapa realistis opsi-opsi yang diusulkan.
  • 24. TAHAPAN KAUKUS  Di awal mediasi √Bertujuan untuk menumpahkan emosi, emosi, merancang prosedur negosiasi, mengidentifikasikan isu.  Di tengah mediasi √Mencegah komitmen yang prematur.  Di akhir mediasi √Mengatasi kebuntuan, merancang proposal, menformulasikan kesepakatan.
  • 25. KONSILIASI = MEDIASI  Pengertian Usaha untuk mempertemukan keinginan para pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan  Langkah awal perdamaian sebelum sidang peradilan (litigasi) dilaksanakan atau dalam setiap tingkat peradilan yang sedang, kecuali telah terdapat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap  Para pihak membentuk sebuah komisi konsiliasi  Prinsip-prinsip konsiliator √ tidak memihak (impartial) √ kesamaan (equity) √ keadilan (justice)
  • 26. INQUIRY ATAU FACT FINDING  Metode penyelesaian sengketa yang digunakan dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan permasalahan.  Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah fakta yang disertai dengan penyelesaiannya.  Tujuan utama  memberikan laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ada,  Beberapa tujuan lain :  Membentuk suatu dasar penyelesaikan sengketa antar dua negara;  Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional;  Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat
  • 27. GOOD OFFICES ATAU JASA BAIK  Suatu cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga.  Pihak ketiga ini akan berupaya agar para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi.  Syarat mutlak dalam penyelesaian sengketa ini adalah kesepakatan para pihak yang dapat menjadi pihak ketiga adalah terbatas kepada negara dan organisasi internasional saja.  Fungsi utama  mempertemukan para pihak agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegosiasi atau yang dikenal dengan fasilitator.  Keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat bersumber dari :  Atas permintaan para pihak;
  • 28. PENERAPAN APS DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL  UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial  Jenis perselisihan: 1. Perselisihan hak 2. Perselisihan kepentingan 3. Perselisihan PHK 4. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
  • 29. PROSES APS DALAM UU NOMOR 2 TAHUN 2004  Penyelesaian melalui bipartit  Jika gagal, instansi yang relevan menawarkan proses penyelesaian sengketa alternatif, yaitu konsiliasi atau arbitrase  Jika para pihak tidak memilih, maka instansi yang berwenang akan mengarahkan penyelesaian melalui mediator
  • 30. PENYELESAIAN MELALUI MEDIASI  Jenis perselisihannya: 1. Perselisihan hak 2. Perselisihan kepentingan 3. Perselisihan PHK 4. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
  • 31. PENYELESAIAN MELALUI KONSILIASI  Jenis perselisihannya: 1. Perselisihan kepentingan 2. Perselisihan PHK 3. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
  • 32. PENYELESAIAN MELALUI ARBITRASE  Jenis perselisihannya: 1. Perselisihan kepentingan 2. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
  • 33. PENDAPAT HUKUM OLEH LEMBAGA ARBITRASE  Lembaga Arbitrase tidak hanya bertugas menyelesaikan sengketa antara para pihak dalam suatu perjanjian pokok  Dapat memberikan konsultasi dalam bentuk opini/pendapat hukum atas permintaan dari setiap pihak yang memerlukannya  Opini ini merupakan masukan bagi para pihak dalam menyusun atau membuat perjanjian yang akan mengatur hak & kewajiban para pihak dalam perjanjian; penafsiran/pendapat terhadap salah satu atau lebih ketentuan dalam perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak untuk memperjelas pelaksanaannya
  • 34. LANJUTAN…  Dasar hukum: Pasal 1 Ayat 8 UU Nomor 30 Tahun 1999  Pendapat hukum ini bersifat mengikat (Pasal 52) karena pendapat ini tidak dapat dipisahkan dari perjanjian pokoknya; bersifat final (Pasal 53), tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum  Pendapat hukum lembaga arbitrase ini termasuk dalam pengertian atau bentuk putusan lembaga arbitrase
  • 35. ARBITRASE  Pasal 3 UU 14/1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman: bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi (executoir) dari pengadilan  Dasar pemeriksaan arbitrase:  Pasal 615-651 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvorerdering, Staatsblad 1847:52 – Rv)  Pasal 377 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44 – HIR)  Pasal 705 Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa Dan Madura (Rechtreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227 – RBg)  Konvensi Washington  UU 5/1968  ratifikasi International Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of other States  Konvensi New York  Keppres 34/1981 Indonesia menjadi anggota Convention on the Recognition and
  • 36. LANJUTAN… ARBITRASE: arbitrase/pengadilan wasit merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa yang berasal dari sengketa atas sebuah kontrak dalam bentuk:  perbedaan penafsiran tentang pelaksanaan perjanjian  pelanggaran perjanjian  pengakhiran kontrak  klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan melawan hukum
  • 37. LANJUTAN…  Steven H. Gifis  Arbitrase adalah pengajuan sengketa, berdasarkan perjanjian antara para pihak, kepada orang-orang yang dipilih sendiri oleh mereka untuk mendapatkan suatu keputusan  Henry Campbell Black  Arbitrase adalah pengajuan suatu sengketa untuk diputuskan oleh orang-orang swasta yang tidak resmi, yang dipilih dengan cara yang ditetapkan oleh peraturan atau oleh suatu perjanjian  Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999  Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
  • 38. LANJUTAN… Karakteristik yuridis arbitrase:  Kontroversi di antara para pihak  Kontroversi diajukan kepada arbiter  Arbiter diajukan oleh para pihak/ditunjuk oleh badan tertentu  Arbiter  pihak di luar badan peradilan umum  Dasar pengajuan sengketa ke arbitrase: perjanjian  Arbiter melakukan pemeriksaan perkara  Setelah memeriksa perkara, arbiter akan memberikan putusan arbitrase yang mengikat para pihak
  • 39. LANJUTAN… Syarat-syarat minimal arbitrase modern:  Badan pengadilan konvensional mengakui yurisdiksi badan arbitrase  Klausula arbitrase mengikat & tidak dapat dibatalkan  Putusan arbitrase pada prinsipnya bersifat final and binding, hanya dapat ditinjau kembali oleh badan pengadilan konvensional dalam hal-hal yang sangat khusus dan terbatas  Badan-badan pengadilan konvensional harus dapat memperlancar tugas arbitrase
  • 40. BENTUK ADR YANG DIKENAL DI INDONESIA  ARBITRASE  LANDASAN HUKUM: √ UU NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA √ PASAL 1 BUTIR 1 MEMBERIKAN DEFINISI BAHWA ARBITRASE ADALAH “Cara penyelesaian sengketa di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”
  • 41. PERJANJIAN ARBITRASE  BERSIFAT ASESOR (TAMBAHAN)  BUKAN PERJANJIAN “BERSYARAT” YANG MANA PELAKSANAAN DAN PEMENUHAN PERJANJIAN BERGANTUNG PADA SUATU KEJADIAN DI MASA MENDATANG  PELAKSANAAN PERJANJIAN ARBITRASE TIDAK DIDASARKAN PADA KEJADIAN TERTENTU DI MASA MENDATANG  FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE BERKAITAN DENGAN CARA DAN LEMBAGA YANG BERWENANG UNTUK MENYELESAIKAN SENGKETA ANTARA PARA PIHAK  DITENTUKAN OLEH PARA PIHAK SENDIRI  BISA MENJADI SATU MAUPUN TIDAK MENYATU DALAM MATERI KONTRAK
  • 42. BENTUK PERJANJIAN ARBITRASE  HARUS DIBUAT SECARA TERTULIS  CONTOH:  GOVERNING LAW AND DISPUTE RESOLUTION √ This contract shall be governed by and construed in accordance with the laws of the Republic of Indonesia. √ Any claim, dispute or controversy (“Dispute”) arising out of the Contract that cannot be settled by mutual agreement between the Parties shall, upon written notice by one Party to the other, be finally settled under the Rules of Arbitration of the Indonesia National Board of Arbitration (BANI such arbitration proceedings shall be conducted in the English language and shall take place in Jakarta before a panel of three (3) arbitrators. The award rendered by the arbitrators shall be final and binding on the Parties concerned.
  • 43. AKIBAT HUKUM ADANYA PERJANJIAN ARBITRASE DALAM KONTRAK  PARA PIHAK YANG BERSENGKETA WAJIB MENYELESAIKAN SENGKETA MEREKA PADA LEMBAGA YANG TELAH DITUNJUK DAN DISEPAKATI  PASAL 3 UU NOMOR 30 TAHUN 1999 MENYEBUTKAN: “Pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.”  PASAL 11 UU NOMOR 30 TAHUN 1999 MENYATAKAN: Ayat 1: “Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaikan sengketa atau beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri.” Ayat 2: “Pengadilan negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase,
  • 44. SENGKETA YANG DAPAT DISELESAIKAN OLEH ARBITRASE [BANI]  Semua permasalahan perdata, kecuali: √ Sengketa keluarga √ Sengketa perumahan √ Sengketa perburuhan
  • 45. ARBITRASE INSTITUSIONAL NASIONAL  Ruang lingkupnya hanya meliputi kawasan negara yang bersangkutan  Memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa nasional maupun internasional, sesuai dengan kesepakatan para pihak  Netherland Arbitrage Institute, The London Court of Arbitration, The Japan Commercial Arbitration Association, The American Arbitration Association dan BANI
  • 46. ARBITRASE INSTITUSIONAL INTERNASIONAL  Menangani sengketa-sengketa tertentu antara para pihak yang memiliki kewarganegaraan berbeda  Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce (ICC) menangani sengketa perdagangan secara umum  The International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) menangani sengketa joint venture investasi antara negara dengan warganegara asing  Uncitral Arbitration Rules (UAR) merupakan aturan-aturan arbitrase yang dibuat oleh PBB untuk menyelaraskan aturan-aturan arbitrase yang dapat diterima oleh masyarakat internasional.  Indonesia menandatangani uar ini
  • 47. KEUNGGULAN ARBITRASE DIBANDING PENGADILAN  Kebebasan, kepercayaan dan keamanan  Arbiter memiliki keahlian/expertise  Prosedur sederhana, lebih cepat, hemat biaya  Hindari expose keputusan di depan umum (rahasia)  Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih luwes  Pilihan hukum dan non-precedent  Arbiter dipilih sendiri oleh para pihak, kepekaan arbiter  Keputusan yang final dan mengikat (final and binding) tanpa harus naik banding & kasasi  Keputusan arbitrase umumnya lebih mudah diberlakukan/dieksekusi oleh pengadilan dengan sedikit atau tanpa review  Proses/prosedur arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat luas
  • 48. APS DI BERBAGAI BIDANG  Penyelesaian sengketa pajak – UU No. 17/1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak  Penyelesaian perselisihan lingkungan hidup di luar pengadilan – UU No. 22/1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan – PP No. 54/2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup  Penyelesaian perselisihan perburuhan – UU No. 22/1957 – Panitia Penyelesaian Daerah, Panitia Penyelesaian Pusat, dan Arbitrase  Penyelesaian sengketa praktik monopoli – Pasal 38 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)  Penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku usaha – Pasal 23 UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen – Badan Penyelesaian
  • 50. PENGANTAR  BANI adalah lembaga yang didirikan atas prakarsa kadin indonesia yang bertujuan untuk memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa perdata yang timbul dari persoalan perdagangan, industri dan keuangan, baik bersifat nasional maupun internasional  Tanpa sengketa, BANI dapat memberikan pendapat berkenaan dengan perjanjian atas permintaan para pihak  BANI terdiri dari ketua, wakil ketua, beberapa anggota tetap, beberapa anggota tidak tetap, dan sebuah sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris
  • 51. PROSEDUR BERACARA DI BANI  Jika dalam perjanjian/kontrak terdapat klausula arbitrase maka prosedur beracara di BANI adalah sebagai berikut:  Pendaftaran surat permohonan untuk mengadakan arbitrase kepada sekretaris BANI  Surat permohonan untuk mengadakan arbitrase harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:  Substansi surat permohonan  Nama lengkap dan tempat tinggal/tempat kedudukan kedua belah pihak  Uraian singkat tentang duduk perkara sengketa  Tuntutan yang diminta oleh pemohon  Dalam surat permohonan dilampiri salinan kontrak yang terdapat klausula arbitrase  Jika diajukan oleh kuasa dari para pihak, maka harus dilampiri surat kuasa khusus  Dalam surat permohonan, para pihak dapat menunjuk arbiter atau menyerahkan penunjukkannya kepada ketua bani  Membayar lunas biaya pendaftaran dan administrasi
  • 52. JIKA PERMOHONAN DITOLAK  BANI dapat saja menolak jika klausula arbitrase dianggap tidak cukup kuat untuk menjadi dasar kewenangan BANI untuk menyelesaikan sengketa  Pemberitahuan penolakan harus disampaikan kepada pemohon arbitrase paling lama 30 hari, dan biaya pemeriksaan dikembalikan
  • 53. PROSEDUR YANG MENYIMPANG DARI PROSEDUR BANI  Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Prosedur Arbitrase pada BANI  Mengijinkan BANI untuk memeriksa dan memutus suatu sengketa dengan menggunakan ketentuan prosedur yang menyimpang dari ketentuan prosedur BANI, asalkan para pihak setuju dan dinyatakan
  • 54. JIKA PERMOHONAN DITERIMA  Ketua BANI menerbitkan surat perintah untuk menyampaikan salinan surat permohonan kepada termohon, disertai perintah untuk menanggapi permohonan tersebut dan memberikan jawaban tertulis dalam waktu 30 hari  Dalam jawaban, termohon harus menunjuk arbiter atau menyerahkan kepada Ketua BANI untuk menunjuk  Jika dalam jawaban termohon tidak menunjuk arbiter maka dianggap menyerahkan penunjukkan tersebut kepada Ketua BANI
  • 55. PROSEDUR PENUNJUKAN ARBITER  Lazimnya dipilih sendiri oleh para pihak (dari daftar arbiter BANI)  Arbiter ketiga dipilih oleh Ketua BANI atas masukan dari masing-masing arbiter yang ditunjuk oleh para pihak  Penunjukkan arbiter ketiga dari luar BANI diperbolehkan, asal dengan seijin dari Ketua BANI  Salah satu pihak atau kedua belah pihak memilih arbiter dari luar BANI, namun arbiter yang ketiga ditunjuk oleh Ketua BANI dengan mengambil dari daftar arbiter BANI  Kasus yang dianggap sederhana, Ketua BANI menunjuk arbiter tunggal untuk menangani sengketa tersebut
  • 56. PERINTAH UNTUK MENGHADIRI SIDANG ARBITRASE BANI  Setelah menerima jawaban dari termohon, salinan jawaban termohon segera diserahkan kepada pemohon  Bersamaan dengan itu, Ketua BANI memerintahkan kedua belah pihak untuk menghadiri sidang arbitrase pada waktu yang telah ditentukan, selambat-lambatnya 14 hari terhitung sejak terbitnya surat perintah untuk menghadiri sidang arbitrase BANI, dengan pemberitahuan bahwa mereka boleh diwakilkan kepada seorang kuasa dengan surat kuasa khusus  Jika termohon tidak menyampaikan jawaban dan melewati batas 30 hari, maka Ketua BANI akan memanggil kedua belah pihak untuk menghadap
  • 57. TUNTUTAN REKONVENSI  Pasal 9 Peraturan Prosedur Arbitrase pada BANI:  Ayat 1: termohon dalam jawabannya atau sidang arbitrase pertama dapat mengajukan suatu tuntutan balasan (tuntutan rekonvensi)  Ayat 2: tuntutan balasan, oleh arbiter, akan diperiksa dan diputus bersama-sama dengan tuntutan pemohon
  • 58. JIKA TERMOHON TIDAK MENGHADIRI SIDANG ARBITRASE  Termohon akan dipanggil sekali lagi pada persidangan selanjutnya, paling lambat 14 hari sejak dikeluarkannya perintah  Jika tetap tidak hadir, pemeriksaan dilaksanakan tanpa kehadiran termohon, dan tuntutan pemohon dikabulkan, kecuali menurut majelis arbitrase tuntutan tersebut tidak sesuai dengan hukum dan keadilan  Termohon dapat mengajukan perlawanan atas putusan arbitrase, paling lambat 14 hari setelah putusan arbitrase diberitahukan √ Prosedurnya sama seperti mengajukan permohonan arbitrase, tapi bebas biaya pendaftaran dan administrasi
  • 59. USAHA PERDAMAIAN  Pasal 13 Peraturan Prosedur Arbitrase pada BANI: √ Menganjurkan majelis arbitrase untuk melakukan usaha perdamaian √ Jika berhasil, para pihak berdamai di depan majelis arbitrase, dan majelis arbitrase membuat akta dading (perdamaian) dan menghukum kedua belah pihak untuk mematuhi perdamaian tersebut √ Jika tidak berhasil, majelis akan meneruskan pemeriksaan terkait dengan materi pokok sengketa
  • 60. PROSES PEMBUKTIAN  Para pihak disilahkan untuk menyampaikan pendirian masing-masing dengan mengajukan bukti-bukti  Ketua BANI, baik permintaan para pihak ataupun prakarsa bani, dapat memanggil saksi-saksi atau saksi ahli untuk didengar keterangannya  Biaya saksi/saksi ahli dibebankan kepada pihak yang meminta, dan pembayaran harus dilakukan terlebih dahulu kepada sekretaris BANI  Pemeriksaan dan pembuktian dilakukan secara tertutup
  • 61. PENCABUTAN PERMOHONAN ARBITRASE  Selama sengketa belum diputus, permohonan arbitrase dapat dicabut oleh pemohon  Apabila sudah ada jawaban dari termohon, pencabutan harus mendapat persetujuan dari termohon  Jika pemeriksaan belum dimulai, semua biaya pemeriksaan dikembalikan kepada pemohon, jika sebaliknya, maka biaya akan dikembalikan sebagian secara pantas
  • 62. PENUTUPAN PEMERIKSAAN  Pasal 48 UU Nomor 30 Tahun 1999  Pemeriksaan harus selesai 180 hari sejak majelis arbitrase terbentuk, dan dapat diperpanjang dengan persetujuan para pihak  Jika Majelis Arbitrase menganggap pemeriksaan telah cukup, maka pemeriksaan dinyatakan selesai dan ditutup oleh Ketua  Tidak akan ada lagi pemeriksaan dalam bentuk apapun terhadap siapapun  Majelis akan menetapkan waktu untuk sidang pengucapan putusan, biasanya 30 hari setelah pemeriksaan ditutup
  • 63. PENDAPAT DAN PUTUSAN ARBITRASE  Para pihak dapat meminta pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian  Pendapat yang mengikat ini tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya hukum apapun  14 hari setelah putusan diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan kepada majelis arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administrasi dan/atau menambah atau mengurangi tuntutan dalam putusan
  • 64. PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE  Prinsip dalam arbitrase adalah itikad baik – pacta sunt servanda  Pihak yang kalah diharapkan melaksanakan sendiri putusan arbitrase dengan itikad baik, namun biasanya pihak yang kalah tidak puas sehingga tidak secara sukarela melaksanakan putusan arbitrase  Untuk menghindari hal tersebut, ada jangka waktu yang diatur oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 untuk pelaksanaan putusan arbitrase  30 hari setelah putusan diucapkan, arbiter/kuasanya mendaftarkan ke panitera pn untuk mendapatkan sita eksekutorial  Putusan bersifat final dan mengikat  Ketua PN akan memeriksa, apakah putusan arbitrase bertentangan atau tidak dengan kesusilaan dan ketertiban umum  Jika Ketua PN menolak memberikan sita eksekutorial maka tidak ada upaya hukum apapun
  • 65. BIAYA ARBITRASE  Siapa yang memikul beban biaya?  Termohon  jika permohonan dikabulkan oleh majelis arbitrase atau pendirian pemohon sepenuhnya dibenarkan oleh majelis  Pemohon  tuntutan dari pemohon ditolak oleh majelis arbitrase  Pemohon dan termohon  jika tuntutan pemohon diterima sebagian dan sebagian lagi ditolak  Honor arbiter  ditanggung bersama-sama oleh pemohon dan termohon  Biaya eksekusi putusan arbitrase  Dibebankan kepada pihak yang kalah atau menolak pelaksanaan eksekusi secara sukarela yang besarnya ditetapkan oleh peraturan bersama ketua bani dan ketua pn yang bersangkutan
  • 66. ARBITRASE INTERNASIONAL  Kewenangan ada pada PN Jakarta Pusat untuk masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing  Dapat dilaksanakan di indonesia, jika: √ Ada perjanjian, baik bilateral ataupun multilateral terkait dengan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing √ Di bidang perdagangan √ Tidak bertentangan dengan ketertiban umum √ Telah mendapatkan eksekuatur dari Ketua PN Jakarta Pusat √ Jika pihaknya adalah Indonesia, maka eksekuatur diterbitkan oleh MA √ Jika Ketua PN mengakui maka tidak ada diajukan banding/kasasi, jika menolak mengakui, maka dapat diajukan kasasi √ Putusan MA tidak dapat diajukan upaya perlawanan
  • 67. PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE  Jika:  Dokumen dinyatakan palsu  Ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lain  Adanya tipu muslihat  Pembatalan harus diajukan paling lambat 30 hari setelah pendaftaran putusan arbitrase di PN  Permohonan pembatalan diajukan kepada Ketua PN  Jika dibatalkan oleh Ketua PN, maka dapat diajukan banding ke MA yang akan memutus dalam tingkat pertama dan terakhir
  • 69. PENGERTIAN  Arbitrase adalah penyelesaian sengketa melalui penunjukkan arbiter, yang mana penyelesaian dengan menggunakan arbitrase ini harus ada kesepakatan terlebih dahulu dari para pihak yang berjanji  Klausula arbitrase adalah sebuah klausula dalam sebuah surat perjanjian atau kontrak yang mana kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa mereka di kemudian hari melalui cara arbitrase a. Pactum de compromitendo b. Akta compromis  Internasional adalah antar negara atau di luar jurisdiksi negara  Munculnya sengketa: 1. Wanprestasi 2. Perbuatan melawan hukum 3. Kerugian di salah satu pihak 4. Ada pihak yang tidak puas atas tanggapan yang
  • 70. KELALAIAN/WANPRESTASI  Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.  Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat macam, yaitu: 1. Tidak melaksanakan isi perjanjian. 2. Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. 3. Terlambat melaksanakan isi perjanjian. 4. Melakukan sesuatu yang menurut
  • 71. UU NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA  UU Nomor 30 Tahun 1999 tidak mengenal istilah arbitrase internasional, tetapi putusan arbitrase internasional  Pemahaman putusan arbitrase internasional dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 9 UU ini, yaitu “Putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase di luar wilayah hukum NKRI atau putusan lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum di Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.”
  • 72. PERMA BUKAN UNDANG- UNDANG  Perma adalah bentuk yang salah dalam sistem peradilan di Indonesia karena Perma bukan merupakan peraturan hukum yang mengikat  Kasus KNY 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing √ Indonesia meratifikasi melalui Keppres Nomor 34/1981 √ Muncul kasus PT. Nizwar v. NMB di Pengadilan Arbitrase London √ Ketika Indonesia masih bagian dari Belanda, Kerajaan Belanda meratifikasi Konvensi Jenewa 1927 tentang Pengakuan Arbitrase Asing (Stb. 1933 No.132) √ 1945 Indonesia merdeka dan muncul 2 pendapat, apakah Indonesia terikat atau tidak dengan Konven Jenewa 1927 √ NMB mengajukan sita eksekutorial dan disetujui oleh PN Jakarta Pusat (Putusan Nomor 228/1979, 10 Juni 1981) √ MA menganulir karena keppres Nomor 34/1981 tidak
  • 73. PASAL 66 UU NOMOR 30 TAHUN 1999  Syarat pengakuan putusan arbitrase internasional di Indonesia 1. Putusan dijatuhkan oleh arbiter atau lembaga arbitrase di suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral 2. Ruang lingkupnya adalah di bidang perdagangan 3. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum 4. Pelaksanaannya setelah mendapat putusan sita eksekutorial dari Ketua PN Jakarta Pusat 5. Jika salah satu pihak dalam sengketa adalah menyangkut NKRI maka putusan sita eksekutorial harus diberikan oleh Mahkamah Agung, selanjutnya dilimpahkan kepada PN Jakarta Pusat
  • 74. #1: LEMBAGA ARBITRASE, PERJANJIAN BILATERAL DAN MULTILATERAL  Lembaga arbitrase internasional, seperti: ICC (International Chambers of Commerce), LCIA (London Court of International Arbitration), ICSID Arbitration Rules dan lainnya  Perjanjian bilateral dalam bidang investasi (Subianta Mandala, S.H., LL.M.)  Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing  Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia (Prasetyo Budi Sunarso, S.H., M.H.)
  • 75. #2: BIDANG PERDAGANGAN  Penyelesaian arbitrase hanya diperbolehkan untuk masalah-masalah di bidang perdagangan dan bidang-bidang lain, seperti: 1. Perniagaan 2. Perbankan 3. Keuangan 4. Penanaman modal 5. Industri, dan 6. HaKI  Pasal 5 Ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 1999  “Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.”
  • 76. #3: TIDAK BERTENTANGAN DENGAN KETERTIBAN UMUM  Apa itu ketertiban umum?  Luhut M.P. Pangaribuan: “merujuk pada undang- undang atau putusan pengadilan. Pemahaman ketertiban umum tidak bisa digeneralisir tetapi harus dilihat kasus per kasus dan tempat (negaranya).”  Kasus Banker Trust v. P.T. Mayora, di mana Ketua PN Jakarta Pusat (001/Pdt/Arb.Int./1999) menolak permohonan sita eksekutorial dengan alasan bertentangan dengan “ketertiban umum”.  Penafsiran sempit : 1. Terbatas pada hukum positif saja 2. Terbatas pada pelanggaran peraturan perundang- undangan yang berlaku 3. Penolakan karena adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan
  • 77. Lanjutan…  Penafsiran luas: 1. Tidak hanya berpedoman pada peraturan perundang- undangan yang berlaku saja, tetapi juga nilai-nilai yang tumbuh dan berkembangan di masyarakat  Menurut Bab V KUHP (Pasal 154-181)  bentuk tindakan kejahatan terhadap ketertiban umum, tetapi ini tidak dapat digunakan untuk domain hukum perdagangan yang notabene adalah hukum perdata  Menurut Sudargo Gautama:  Ketertiban umum ini ibarat “rem darurat” di mana penggunaannya harus sangat hati-hati dan sehemat mungkin  Ketertiban umum berhubungan erat dengan muatan- muatan politis, sehingga policy maker memiliki peran yang penting dalam menentukan pengertian ini
  • 78.  Contoh kasus: a. Pernikahan sejenis b. Penyewaan rahim  Digunakan sehemat mungkin sebagai ultimum remidium  Ketertiban umum berubah mengikuti situasi dan kondisi, seperti: a. Penikahan beda agama (lihat: Pasal 26 KUH Perdata tetapi setelah ada Pasal 1 UU Perkawinan, ketertiban umum perkawinan menjadi berubah) b. Cakap hukum bagi perempuan yang telah menikah (lihat: Pasal 110 KUH Perdata) Lanjutan…
  • 79. PASAL 61: ASAS SUKARELA  Asas sukarela ini berkaitan erat dengan eksekusi atau pelaksanaan putusan pengadilan  Putusan pengadilan dalam hukum acara perdata terdiri dari: 1. Putusan kondemnator: putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasinya 2. Putusan deklaratur: putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum  keberadaan ahli waris adalah sah menurut hukum 3. Putusan konstitutif: putusan yang menciptakan suatu keadaan hukum yang baru  pembatalan perjanjian, menyatakan pailit
  • 80. PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE (NASIONAL & ASING)  Pasal 70: 1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui plasu atau dinyatakan palsu; 2. Setelah putusan diambil, ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan, atau 3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa
  • 81. KONVENSI NEW YORK 1958  Fokus dari Konvensi ini adalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing: √ Bahwa negara pihak dari Konvensi ini akan membuat peraturan hukum di negaranya yang mengakui perjanjian arbitrase dan pengakuan dan pelaksanaan pengadilan pada putusan arbitrase asing √ Bahwa negara pihak tidak memberikan perlakuan berbeda atau diskriminasi pada putusan arbitrase asing dan harus memastikan bahwa putusan arbitrase asing dapat dilaksanakan sebagaimana putusan arbitrase domestik √ Konvensi ini berlaku untuk semua kasus yang diselesaikan melalui jalur lembaga arbitrase
  • 82.  Pasal I: 1. Definisi dari “foreign arbitral awards” 2. Istilah “arbitral awards” tidak saja putusan yang dibuat oleh para arbiter yang ditunjuk untuk menangani kasus tetapi juga berlaku bagi putusan lembaga arbitrase yang bersifat permanen 3. Cara penerimaan negara pada perjanjian internasional Lanjutan…
  • 83.  Pasal II: 1. Negara pihak akan mengaku “persetujuan tertulis” di mana para pihak menyerahkan penyelesaiannya melalui arbitrase 2. Yang dimaksud dengan “persetujuan tertulis” adalah klausula arbitrase yang terdapat dalam kontrak atau persetujuan arbitrase yang dibuat secara terpisah oleh para pihak 3. Pengadilan nasional dari negara pihak, ketika ada sengketa yang mana para pihak telah sepakat menyelesaikan melalui arbitrase, harus mengarahkan pada kesepakatan tersebut (arbitrase), kecuali pengadilan menemukan bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum atau Lanjutan…
  • 84.  Pasal III: √ Negara pihak akan mengakui putusan arbitrase asing bersifat mengikat dan akan menerapkannya sesuai dengan hukum acara yang berlaku di negara tersebut √ Negara pihak tidak boleh memberikan persyaratan yang tidak masuk akal atau biaya lebih tinggi daripada putusan arbitrase domestik Lanjutan…
  • 85.  Pasal IV: 1. Syarat untuk mendapatkan pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing 2. Jika putusan tersebut tidak dibuat dalam bahasa dari negara tempat dimintakan sita eksekutorial, maka pihak pemohon diminta untuk menyalin putusan tersebut ke dalam bahasa negara yang bersangkutan Lanjutan…
  • 86.  Pasal V: 1. Penolakan terhadap putusan arbitrase asing dapat dilakukan atas permintaan para pihak, dengan alasan: a. Para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut ternyata menurut hukum nasionalnya tidak mampu atau menurut hukum yang mengatur perjanjian tersebut atau menurut hukum negara di mana keputusan tersebut dibuat apabila tidak ada petunjuk hukum mana yang berlaku b. Pihak terhadap mana keputusan diminta tidak diberikan pemberitahuan yang sepatutnya tentang penunjukan arbitrator atau persidangan Lanjutan…
  • 87. c. Keputusan yang dikeluarkan tidak menyangkut hal-hal yang diserahkan untuk diputuskan oleh arbitrase, atau keputusan tersebut mengandung hal-hal yang berada di luar dari hal-hal yang seharusnya diputuskan d. Komposisi wewenang arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan persetujuan para pihak, atau, tidak sesuai dengan hukum nasional tempat arbitrase berlangsung e. Putusan tersebut belum mengikat terhadap para pihak atau dikesampingkan atau ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang di negara di mana putusan dibuat Lanjutan…
  • 88. 2. Permohonan putusan arbitrase asing juga dapat ditolak oleh pejabat yang berwenang di negara yang dimintakan permohonan, jika menemukan: a. Subyek sengketa tidak menjadi kewenangan dari lembaga arbitrase menurut hukum di negara tersebut b. Bertentangan dengan ketertiban umum di negara tersebut Lanjutan…
  • 89.  Pasal VI: √ Kondisi dengan Pasal V (e) Lanjutan…
  • 90.  Pasal VII: 1. Pasal-pasal dalam Konvensi ini tidak mempengaruhi validitas perjanjian multilateral dan bilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing 2. Protokol Tambahan Jenewa 1923 dan Konvensi Jenewa 1927 tidak berlaku bagi negara pihak Lanjutan…
  • 91.  Pasal VIII: 1. Penandatanganan Konvensi 2. Pendaftaran dan penyimpanan dokumen ratifikasi Lanjutan…
  • 92.  Pasal IX: 1. Aksesi Konvensi 2. Keberlakuan aksesi Lanjutan…
  • 93.  Pasal X: 1. Deklarasi terhadap keberlakuan Konvensi 2. Efektifitas deklarasi 3. Tidak mengajukan deklarasi pada saat penandatanganan, ratifikasi atau aksesi Lanjutan…
  • 94.  Pasal XI: √ Dalam hal jika negara berbentuk federasi atau bukan negara kesatuan Lanjutan…
  • 95.  Pasal XII: 1. Berlakunya Konvensi 2. Berlakunya Konvensi bagi negara-negara yang meratifikasi atau aksesi setelah penyimpanan 3 dokumen ratifikasi Lanjutan…
  • 96.  Pasal XIII: 1. Penarikan diri negara pihak dari Konvensi 2. Penarikan diri bagi negara yang telah melakukan deklarasi sebagaimana diatur dalam Pasal X 3. Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing tetap berlaku sebelum penarikan diri berlaku Lanjutan…
  • 97.  Pasal XIV: √ Negara pihak tidak berhak mengambil manfaat bagi dirinya sendiri atas Konvensi ini terhadap negara pihak lain kecuali sejauh ia sendiri terikat untuk menerapkan Konvensi ini Lanjutan…
  • 98. BEBERAPA KASUS ARBITRASE DOMESTIK DAN ASING DI INDONESIA  Indonesia melakukan aksesi KNY 1958 pada 5 Agustus 1981 melalui Keppres Nomor 34 tahun 1981  Syarat yang Indonesia ajukan sebagai negara pihak adalah asas resiprositas (timbal balik) Hal ini dapat dijadikan alasan untuk menolak putusan arbitrase asing karena ketiadaan perjanjian bilateral atau multilateral serta syarat yang diajukan oleh Indonesia yaitu timbal balik Dua pendapat terkait dengan keberadaan KNY 1958, apakah Indonesia dapat melaksanakan di wilayah hukum Indonesia atau tidak 1. Menurut MA perlu adanya peraturan pelaksana
  • 99.  Ada perbedaan penafsiran dalam memahami “wanprestasi” dan “perbuatan melawan hukum”  Kasus Hari Tanoe v. Tutut (ada klausula arbitrase tetapi salah satu pihak membawa ke pengadilan umum)  Kasus P.T. Indiratex v. EE Ltd. (pengajuan pembatalan putusan arbitrase asing adalah jangka waktu pendaftaran putusan arbitrase asing di Indonesia) Lanjutan…
  • 100. KONVENSI WASHINGTON 1965  Konvensi ini tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara dengan Warganegara Asing mengenai Penanaman Modal atau Konvensi ICSID  Bank Dunia yang memprakarsai berdirinya ICSID yang merupakan lembaga arbitrase yang berfungsi untuk menyelesaikan sengketa penanaman modal asing  ICSID ini muncul karena banyaknya negara- negara merdeka dan kemudian menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing di negara-negara tersebut  Ini dapat menimbulkan konflik ekonomi  konflik
  • 101. KASUS HOLIDAY INNS PETROLEUM v. PEMERINTAH MAROKO  Anda meringkas kasus tersebut dengan cara: 1. Issue  apa isu yang muncul dari kasus tersebut 2. Rules  pasal-pasal berapa yang mengatur kasus tersebut 3. Analysis  bagaimana analisis saudara terhadap kasus tersebut 4. Conclusion  apa kesimpulan yang saudara dapat dari analisis kasus tersebut
  • 103. TRANSAKSI PERDAGANGAN  Setiap transaksi perdagangan membutuh sebuah kontrak  Dalam kontrak, kemungkinan terjadi sengketa  Penyelesaian sengketa selalu diawali dengan proses negosiasi  Jika gagal, akan ditempuh cara lain seperti mediasi, arbitrase dan pengadilan
  • 104. ARBITRASE  Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini sering ditempuh oleh para pihak  Dalam kontrak sering ada klausula arbitrase  Fungsi klausula arbitrase adalah untuk membatasi para pihak dalam cara menyelesaikan sengketa dan membatasi kewenangan pengadilan umum  Adanya klausula arbitrase ini adalah hasil kesepakatan dari para pihak yang berjanji  Kesepakatan dapat terjadi pada saat sebelum membuat kontrak dan/atau setelah kontrak dibuat  Bagaimana jika kontrak telah ditandatangani tetapi lupa membuat klausula penyelesaian sengketa dan para pihak tidak sepakat mengenai caranya?
  • 105.  Concept of long-arm jurisdiction  bahwa pengadilan senantiasa memiliki kewenangan untuk setiap sengketa yang dibawa kepadanya meskipun hubungan antara pengadilan dengan sengketa sangat tipis sekali  Di Indonesia ada UU Kekuasaan Kehakiman yang memiliki ketentuan yang mirip dengan di atas SISTEM COMMON LAW
  • 106. SIAPA PARA PIHAK YANG BERSENGKETA DALAM PERDAGANGAN  Subyek hukum dalam hukum perdagangan internasional 1. Negara 2. Perusahaan 3. individu  Perdagangan internasional sifatnya lintas negara sehingga kemungkinan besar pihak-pihak yang bersengketa adalah 1. Pedagang v. pedagang 2. Pedagang v. negara  Kasus investasi seperti freeport
  • 107. HUKUM INTERNASIONAL DALAM SENGKETA ANTARA PEDAGANG v. NEGARA  Meskipun negara adalah subyek hukum utama dari hukum internasional tetapi hukum internasional juga menghormati inidividu (pedagang)  Ada istilah yang berkembang dalam hukum internasional, yakni:  Jure imperii  tindakan-tindakan negara di bidang publik dalam kapasitasnya sebagai negara yang berdaulat tidak dapat diajukan atau diadili di hadapan badan peradilan  Jure gestiones  tindakan-tindakan negara di bidang keperdataan atau dagang, maka negara diidentikkan sebagai badan hukum (pedagang)
  • 108. PRINSIP-PRINSIP DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA DAGANG 1. Prinsip kesepakatan  prinsip dasar yang harus dipegang oleh para pihak, termasuk tidak berupaya menipu, menyesatkan atau menekan pihak lain dan perubahan-perubahan dalam kesepakatan harus diketahui oleh para pihak 2. Prinsip kebebasan memilih cara penyelesaian sengketa  Para pihak bebas untuk memilih dan menentukan cara atau mekanisme penyelesaian sengketa, seperti yang termuat dalam Pasal 7 Uncitral Model Law on International Commercial Arbitration
  • 109. 4. Prinsip kebebasan memilih hukum  Para pihak bebas untuk memilih hukum apa yang akan diterapkan dalam menyelesaikan sengketa, khususnya dalam peradilan arbitrase, termasuk kebebasan untuk memilih prinsip kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono). Pasal 28 Ayat 1 Uncitral Model Law on International Commercial Arbitration menyatakan “the arbitral tribunal shall decide the dispute in accordance with such rules of law are chosen by the parties as applicable to the substance of the dispute. Any designation of the law or legal system of a given state shall be construed, unless otherwise expressed, as directly referring to the substantive law of that
  • 110. 5. Prinsip itikad baik  ini prinsip paling fundamental dan utama dalam penyelesaian sengketa. Dalam penyelesaian sengketa, prinsip ini dapat dilihat dalam dua tahap, yaitu disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yang dapat mempengaruhi hubungan baik di antara negara, dan ketika terjadinya sengketa, maka harus menyelesaikan sesuai dengan cara-cara yang diatur dalam hukum perdagangan internasional 6. Prinsip exhaustion of local remedies  Pasal 22 ILC Draft on State Responsibility menyatakan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketa ke pengadilan internasional maka langkah-langkah
  • 111. HUKUM YANG BERLAKU  Hukum yang berlaku ini dapat mencakup beberapa hukum, seperti: 1. Hukum yang diterapkan pada pokok sengketa (applicable substantive law atau lex causae) 2. Hukum yang akan berlaku di persidangan (procedural law)
  • 112. CHOICE OF LAW  Choice of law berperan untuk: 1. Menentukan sah/tidaknya kontrak 2. Menafsirkan kesepakatan dalam kontrak 3. Menentukan telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya prestasi 4. Menentukan akibat hukum dari
  • 113. PELAKSANAAN PUTUSAN SENGKETA DAGANG  Melalui alternatif penyelesaian sengketa  risiko tinggi bagi pihak yang menang jika pihak yang kalah tidak mau melaksanakan hasil negosiasi  Melalui arbitrase asing  meminta sita eksekutorial di negara yang dituju  Melalui pengadilan  belum tentu diterima di negara lain. Ada dua kemungkinan: (1) disidangkan dari awal atau (2) dilaksanakan karena terikat oleh perjanjian bilateral atau multilateral  Konvensi Brussel 1968 tentang Juridiksi dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam Bidang Perdata dan Perdagangan  Konvensi Lugano 1988 tentang Jurisdiksi dan