2. DASAR FILOSOFI APS
Pancasila asas penyelesaian sengketa melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat)
PASAL 1 BUTIR 10 UU NOMOR 30 TAHUN 1999
TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA MENYATAKAN:
“APS adalah lembaga penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di
luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian
ahli.”
3. KELEMBAGAAN APS DI
INDONESIA
Lembaga Perdamaian (dading) dalam
penyelesaian sengketa perdata di pengadilan
(vide : Pasal 130 HIR)
Lembaga Perantara dalam Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan/P4 (UU No.22 Tahun
1957)
Lembaga Badan Penasehat Perkawinan,
Perselisihan, dan Perceraian (BP4)
Lembaga Penyelesaian Sengketa Lingkungan
di Luar Pengadilan (vide: Pasal 31-33 UU
No.23/1997 tentang pengelolaan lingkungan
Hidup)
UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
4. LATARBELAKANG MUNCULNYA
APS
Adanya tuntutan dari dunia bisnis
Kritik bagi lembaga peradilan
Peradilan yang tidak bertanggungjawab dan
responsif
Kemampuan hakim yang generalis
5. TUJUAN APS
Mengurangi kemacetan di pengadilan
Meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam
proses penyelesaian sengketa
Memperlancar jalur memperoleh keadilan
Memperoleh penyelesaian sengketa secara win-
win solution
6. CIRI KHAS APS
Sifat kesukarelaan dalam proses
Prosedur yang cepat
Keputusan non judicial (tidak menghukum)
Sifat rahasia (privatisasi sengketa)
Fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat
penyelesaian sengketa
Hemat waktu dan biaya
Perlindungan dan pemulihan hubungan yang
ada
Kemudahan untuk melaksanakan hasil
penyelesaian
Lebih mudah memperkirakan hasil
7. KARAKTERISTIK PENYELESAIAN
SENGKETA DI PENGADILAN
Memerlukan waktu lama
Menuntut biaya yang besar
Proses sangat formal
Keputusan tidak selalu memuaskan
Bersifat memaksa (coercive)
Didasarkan pada hak-hak (right based)
Dapat merusak hubungan bisnis/sosial yang
telah ada
Menimbulkan konflik berkepanjangan
Bersifat backward looking (melihat ke
belakang, tidak ke depan)
Bersifat terbuka/publisitas perkara
8. KARAKTERISTIK BENTUK-
BENTUK PENYELESAIAN
SENGKETA
Karakteristik Litigasi Arbitrase Mediasi Negosiasi
Bentuk Sikap Tidak sukarela Sukarela Sukarela Sukarela
Yang Memutus Hakim Arbiter Para pihak Para pihak
Kekuatan Upaya
Hukum
Mengikat (ada
kemungkinan
banding/kasasi)
Mengikat (ada
kemungkinan ada
review)
Kesepakatan
(moral binding)
Kesepakatan
(moral binding)
Pihak Ketiga Keharusan (hakim
tidak memiliki
spesialisasi)
Dipilih para pihak
berdasarkan
kompetensi
Dipilih fasilitator
yang memiliki
kompetensi
Tidak ada pihak
ketiga
Derajat Formalitas Sangat formal
sesuai dengan
hukum acara
Tidak terlalu formal Informal dan tidak
terstruktur
Informal dan tidak
terstruktur
Pembuktian Teknis Informal Tidak ada Tidak ada
Sifat Terbuka Tertutup Tertutup Tertutup
Karakter Proses Kesempatan untuk
pembuktian
Kesempatan untuk
pembuktian
Presentasi, bukti,
argumentasi dan
kepentingan
Presentasi, bukti,
argumentasi dan
kepentingan
Hasil Putusan didukung
dengan alasan
Sama dengan
litigasi tetapi ada
Kesepakatan yang
diterima para pihak
Kesepakatan yang
diterima para pihak
9. KONSULTASI
Black’s Law Dictionary – Konsultasi
merupakan suatu tindakan yang bersifat
personal antara suatu pihak tertentu, yang
disebut dengan klien dengan pihak lain yang
merupakan pihak konsultan, yang
memberikan pendapatnya kepada klien
tersebut untuk memenuhi keperluan dan
kebutuhan kliennya tersebut
Tidak ada sifat keterkaitan atau kewajiban
bagi klien untuk mengikuti pendapat konsultan
Klien bebas menentukan sendiri
keputusannya walaupun tidak menutup
kemungkinan klien mengikuti pendapat
konsultan
Peran konsultan sama sekali tidak dominan,
10. NEGOSIASI
Pasal 6 ayat (2) UU No. 30/1999: pada
dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk
menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul
di antara mereka
Kesepakatan di atas harus dituangkan dalam
bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak
Dalam negosiasi diharapkan akan
menghasilkan sebuah perdamaian di antara
para pihak.
KUH Perdata mengatur tentang perjanjian
perdamaian dalam Pasal 1851-1864
Beda negosiasi dan perdamaian
Negosiasi dilakukan di luar pengadilan, sedangkan
11. LANJUTAN…
upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa
melalui proses peradilan bertujuan mencapai
kesepakatan atas dasar kerja sama yang lebih
harmonis & kreatif
Penjajakan kembali akan hak & kewajiban para pihak
yang bersifat win-win
Melepaskan/memberikan kelonggaran (concession)
atas hak-hak tertentu berdasarkan asas timbal balik
Dituangkan secara tertulis, bersifat final dan mengikat
para pihak
Pasal 6 Ayat 7 UU Nomor 30 tahun 1999 bahwa
kesepakatan tertulis tersebut wajib didaftarkan di
Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 hari
terhitung sejak ditandatangani dan dilanjutkan dengan
Ayat 8 bahwa wajib selesai dilaksanakan dalam
waktu 30 hari terhitung sejak pendaftaran
Kesepakatan tertulis negosiasi dapat dibatalkan
dalam hal: kekhilafan mengenai orangnya, mengenai
pokok sengketa, atau ada penipuan/paksaan atau
12. LANJUTAN…
Prinsip-prinsip dalam pra-negosiasi:
pokok persoalan apa yang cenderung
timbul dalam konteks kerja umum yang
memerlukan negosiasi
siapa yang terlibat dalam negosiasi
apakah perlu negosiasi
bagaimana kualitas hubungan di antara
para pihak
Faktor-faktor:
kekuatan tawar menawar
pola tawar menawar
strategi tawar menawar
13. LANJUTAN…
Tahap dalam berlangsungnya negosiasi:
menetapkan persoalan & menetapkan posisi awal
argumentasi
menyelidiki kemungkinan
menetapkan proposal
menetapkan dan menandatangani persetujuan
Strategi:
withdrawal/avoidance: menghindar/melarikan diri
smoothing/accommodation: mencoba menyelesaikan
konflik dan membuat semua pihak senang
compromise: setiap orang mendapat hak yang sama
menghindari konflik
force/competition: win-lose
problem solving: keterbukaan dan kejujuran para
pihak untuk mencapai konsensus
14. MEDIASI
Pengertian
Suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang
atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan
permasalahan yang disengketakan untuk mencari alternatif
dan mencapai penyelesaian yang dapat mengakomodasi
kebutuhan mereka (Folberg & Taylor, 1986)
Upaya penyelesaian sengketa secara damai dimana ada
keterlibatan pihak ketiga yang netral (mediator) , yang secara
aktif membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk
mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima oleh semua
pihak
Kovach
Facilitated negotiation. It is a process by which a neutral third
party, the mediator, assist disputing parties in reaching a
mutually satisfactory resolution.
Nolan Haley
A short term, structured, task, oriented, participatory
intervention process. Disputing parties work with a neutral
third party, the mediator, to reach a mutually acceptable
15. ELEMEN-ELEMEN MEDIASI
Sukarela
Intervensi/bantuan
Pihak ketiga tidak memihak
Pengambilan keputusan secara konsensus
Partisipasi aktif
16. TUJUAN MEDIASI
menghasilkan kesepakatan ke depan dan
dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak
Mempersiapkan para pihak menerima
konsekuensi dari keputusan-keputusan yang
mereka buat
Mengurangi kekhawatiran dan dampak negatif
dari konflik dengan mencapai konsensus
Mengurangi hambatan komunikasi
Memusatkan pada kebutuhan-kebutuhan para
pihak
17. MENGAPA HARUS MEDIASI?
Menurut MA, penyelesaian melalui mediasi tidak
harus selalu dilakukan di luar pengadilan, tetapi
juga perlu didilakukan saat beracara di
pengadilan
Mediasi harus dilakukan ketika sidang pertama
dilaksanakan karena:
√ Salah satu solusi untuk mengatasi menumpuknya
perkara di pengadilan
√ Proses ini lebih cepat dan murah serta dapat
memberikan akses kepada para pihak yang
bersengketa untuk memperoleh keadilan
√ Institusionalisasi proses mediasi ke dalam sistem
peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan
fungsi lembaga peradilan dalam penyelesaian
sengketa selain proses pengadilan yang bersifat
18. MEDIASI DI PENGADILAN
Pihak ketiga tersebut adalah “mediator” atau
“penengah” yang tugasnya hanya membantu
pihak-pihak yang bersengketa dalam
menyelesaikan masalahnya dan tidak
mempunyai kewenangan untuk mengambil
keputusan.
Mediator = fasilitator
Melalui mediasi diharapkan dicapai titik temu
penyelesaian masalah atau sengketa yang
dihadapi para pihak, yang selanjutnya
dituangkan sebagai kesepakatan bersama.
Pengambilan keputusan tidak berada di
tangan mediator, tetapi berada di tangan para
19. UNSUR-UNSUR MEDIASI
Sebuah proses penyelesaian sengketa
berdasarkan perundingan.
Adanya pihak ketiga yang bersifat netral yang
disebut sebagai mediator (penengah) terlibat dan
diterima oleh para pihak yang bersengketa dalam
perundingan itu.
Mediator tersebut bertugas membantu para pihak
yang bersengketa untuk mencari penyelesaian atas
masalah-masalah sengketa.
Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat
keputusan-keputusan selama proses perundingan
berlangsung.
Mempunyai tujuan untuk mencapai atau
menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri
20. KEUNTUNGAN MEDIASI
Para pihak yang bersengketa dapat tetap
berhubungan baik. Hal ini sangat baik bagi
hubungan bisnis karena pada dasarnya bertumpu
pada good relationship dan mutual trust
Lebih murah dan cepat
Bersifat rahasia (confidential), sengketa yang
timbul tidak sampai diketahui oleh pihak luar,
penting untuk menjaga reputasi pengusaha
karena umumnya tabu untuk terlibat sengketa
Hasil-hasil memuaskan semua pihak
Kesepakatan-kesepakatan lebih komprehensif
Kesepakatan yang dihasilkan dapat dilaksanakan
21. FUNGSI MEDIATOR
Sebagai katalisator (mendorong suasana yang
kondusif).
Sebagai pendidik (memahami kehendak, aspirasi,
prosedur kerja, dan kendala usaha para pihak).
Sebagai penerjemah (harus berusaha
menyampaikan dan merumuskan usulan pihak
yang satu kepada pihak yang lain).
Sebagai narasumber (mendayagunakan
informasi).
Sebagai penyandang berita jelek (para pihak
dapat emosional).
Sebagai agen realitas (terus terang dijelaskan
bahwa sasarannya tidak mungkin dicapai melalui
suatu proses perundingan).
Sebagai kambing hitam (pihak yang
22. KAUKUS
Amerika Serikat menyebutnya “separate meeting”
Australia menyebutnya “private meeting”
Kaukus tahap paling penting dalam mediasi yang
merupakan ciri khas dari mediasi
23. FUNGSI KAUKUS
Memungkinkan salah satu pihak untuk
mengungkapkan kepentingan yang tidak ingin
mereka ungkapkan didepan mitra rundingnya.
Mediator mencari informasi tambahan.
Membantu mediator dalam memahami motivasi
dan prioritas para pihak dan membangun empati
serta kepercayaan secara individual.
Memberikan pada para pihak waktu dan
kesempatan untuk menyalurkan emosi kepada
mediator tanpa membahayakan kemajuan
mediasi.
Memungkinkan mediator untuk menguji seberapa
realistis opsi-opsi yang diusulkan.
24. TAHAPAN KAUKUS
Di awal mediasi
√Bertujuan untuk menumpahkan emosi,
emosi, merancang prosedur negosiasi,
mengidentifikasikan isu.
Di tengah mediasi
√Mencegah komitmen yang prematur.
Di akhir mediasi
√Mengatasi kebuntuan, merancang
proposal, menformulasikan
kesepakatan.
25. KONSILIASI = MEDIASI
Pengertian
Usaha untuk mempertemukan keinginan para pihak
yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan
menyelesaikan perselisihan
Langkah awal perdamaian sebelum sidang peradilan
(litigasi) dilaksanakan atau dalam setiap tingkat
peradilan yang sedang, kecuali telah terdapat
putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap
Para pihak membentuk sebuah komisi konsiliasi
Prinsip-prinsip konsiliator
√ tidak memihak (impartial)
√ kesamaan (equity)
√ keadilan (justice)
26. INQUIRY ATAU FACT FINDING
Metode penyelesaian sengketa yang digunakan
dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan
untuk mencari dan mendengarkan semua bukti-bukti
yang bersifat internasional, yang relevan dengan
permasalahan.
Dengan dasar bukti-bukti dan permasalahan yang
timbul, badan ini akan dapat mengeluarkan sebuah
fakta yang disertai dengan penyelesaiannya.
Tujuan utama memberikan laporan kepada para
pihak mengenai fakta yang ada,
Beberapa tujuan lain :
Membentuk suatu dasar penyelesaikan sengketa antar
dua negara;
Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional;
Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat
27. GOOD OFFICES ATAU JASA
BAIK
Suatu cara penyelesaian sengketa melalui bantuan
pihak ketiga.
Pihak ketiga ini akan berupaya agar para pihak yang
bersengketa dapat menyelesaikan sengketanya
melalui negosiasi.
Syarat mutlak dalam penyelesaian sengketa ini
adalah kesepakatan para pihak yang dapat menjadi
pihak ketiga adalah terbatas kepada negara dan
organisasi internasional saja.
Fungsi utama mempertemukan para pihak agar
mereka mau bertemu, duduk bersama dan
bernegosiasi atau yang dikenal dengan fasilitator.
Keikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian
sengketa dapat bersumber dari :
Atas permintaan para pihak;
28. PENERAPAN APS DALAM
HUBUNGAN INDUSTRIAL
UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial
Jenis perselisihan:
1. Perselisihan hak
2. Perselisihan kepentingan
3. Perselisihan PHK
4. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
29. PROSES APS DALAM UU NOMOR
2 TAHUN 2004
Penyelesaian melalui bipartit
Jika gagal, instansi yang relevan menawarkan
proses penyelesaian sengketa alternatif, yaitu
konsiliasi atau arbitrase
Jika para pihak tidak memilih, maka instansi yang
berwenang akan mengarahkan penyelesaian
melalui mediator
30. PENYELESAIAN MELALUI
MEDIASI
Jenis perselisihannya:
1. Perselisihan hak
2. Perselisihan kepentingan
3. Perselisihan PHK
4. Perselisihan antar serikat pekerja/buruh
33. PENDAPAT HUKUM OLEH
LEMBAGA ARBITRASE
Lembaga Arbitrase tidak hanya bertugas
menyelesaikan sengketa antara para pihak
dalam suatu perjanjian pokok
Dapat memberikan konsultasi dalam bentuk
opini/pendapat hukum atas permintaan dari
setiap pihak yang memerlukannya
Opini ini merupakan masukan bagi para pihak
dalam menyusun atau membuat perjanjian
yang akan mengatur hak & kewajiban para
pihak dalam perjanjian; penafsiran/pendapat
terhadap salah satu atau lebih ketentuan
dalam perjanjian yang telah dibuat oleh para
pihak untuk memperjelas pelaksanaannya
34. LANJUTAN…
Dasar hukum: Pasal 1 Ayat 8 UU Nomor 30
Tahun 1999
Pendapat hukum ini bersifat mengikat (Pasal
52) karena pendapat ini tidak dapat
dipisahkan dari perjanjian pokoknya; bersifat
final (Pasal 53), tidak dapat dilakukan
perlawanan dalam bentuk upaya hukum
Pendapat hukum lembaga arbitrase ini
termasuk dalam pengertian atau bentuk
putusan lembaga arbitrase
35. ARBITRASE
Pasal 3 UU 14/1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman: bahwa penyelesaian perkara di luar
pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase
tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya
mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh
izin atau perintah untuk dieksekusi (executoir) dari
pengadilan
Dasar pemeriksaan arbitrase:
Pasal 615-651 Reglemen Acara Perdata (Reglement op
de Rechtsvorerdering, Staatsblad 1847:52 – Rv)
Pasal 377 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (Het
Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44 –
HIR)
Pasal 705 Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa
Dan Madura (Rechtreglement Buitengewesten,
Staatsblad 1927:227 – RBg)
Konvensi Washington UU 5/1968 ratifikasi
International Convention on the Settlement of Investment
Disputes between States and Nationals of other States
Konvensi New York Keppres 34/1981 Indonesia
menjadi anggota Convention on the Recognition and
36. LANJUTAN…
ARBITRASE:
arbitrase/pengadilan wasit merupakan
salah satu metode penyelesaian sengketa
yang berasal dari sengketa atas sebuah
kontrak dalam bentuk:
perbedaan penafsiran tentang
pelaksanaan perjanjian
pelanggaran perjanjian
pengakhiran kontrak
klaim mengenai ganti rugi atas
wanprestasi atau perbuatan
melawan hukum
37. LANJUTAN…
Steven H. Gifis Arbitrase adalah
pengajuan sengketa, berdasarkan perjanjian
antara para pihak, kepada orang-orang yang
dipilih sendiri oleh mereka untuk
mendapatkan suatu keputusan
Henry Campbell Black Arbitrase adalah
pengajuan suatu sengketa untuk diputuskan
oleh orang-orang swasta yang tidak resmi,
yang dipilih dengan cara yang ditetapkan
oleh peraturan atau oleh suatu perjanjian
Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
38. LANJUTAN…
Karakteristik yuridis arbitrase:
Kontroversi di antara para pihak
Kontroversi diajukan kepada arbiter
Arbiter diajukan oleh para pihak/ditunjuk
oleh badan tertentu
Arbiter pihak di luar badan peradilan
umum
Dasar pengajuan sengketa ke arbitrase:
perjanjian
Arbiter melakukan pemeriksaan perkara
Setelah memeriksa perkara, arbiter akan
memberikan putusan arbitrase yang
mengikat para pihak
39. LANJUTAN…
Syarat-syarat minimal arbitrase modern:
Badan pengadilan konvensional
mengakui yurisdiksi badan arbitrase
Klausula arbitrase mengikat & tidak
dapat dibatalkan
Putusan arbitrase pada prinsipnya
bersifat final and binding, hanya dapat
ditinjau kembali oleh badan pengadilan
konvensional dalam hal-hal yang sangat
khusus dan terbatas
Badan-badan pengadilan konvensional
harus dapat memperlancar tugas
arbitrase
40. BENTUK ADR YANG DIKENAL
DI INDONESIA
ARBITRASE
LANDASAN HUKUM:
√ UU NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN
DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
√ PASAL 1 BUTIR 1 MEMBERIKAN DEFINISI BAHWA
ARBITRASE ADALAH “Cara penyelesaian sengketa
di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.”
41. PERJANJIAN ARBITRASE
BERSIFAT ASESOR (TAMBAHAN)
BUKAN PERJANJIAN “BERSYARAT” YANG MANA
PELAKSANAAN DAN PEMENUHAN PERJANJIAN
BERGANTUNG PADA SUATU KEJADIAN DI MASA
MENDATANG
PELAKSANAAN PERJANJIAN ARBITRASE TIDAK
DIDASARKAN PADA KEJADIAN TERTENTU DI MASA
MENDATANG
FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE BERKAITAN DENGAN
CARA DAN LEMBAGA YANG BERWENANG UNTUK
MENYELESAIKAN SENGKETA ANTARA PARA PIHAK
DITENTUKAN OLEH PARA PIHAK SENDIRI
BISA MENJADI SATU MAUPUN TIDAK MENYATU DALAM
MATERI KONTRAK
42. BENTUK PERJANJIAN ARBITRASE
HARUS DIBUAT SECARA TERTULIS
CONTOH:
GOVERNING LAW AND DISPUTE RESOLUTION
√ This contract shall be governed by and construed in
accordance with the laws of the Republic of
Indonesia.
√ Any claim, dispute or controversy (“Dispute”) arising
out of the Contract that cannot be settled by mutual
agreement between the Parties shall, upon written
notice by one Party to the other, be finally settled
under the Rules of Arbitration of the Indonesia
National Board of Arbitration (BANI such arbitration
proceedings shall be conducted in the English
language and shall take place in Jakarta before a
panel of three (3) arbitrators. The award rendered
by the arbitrators shall be final and binding on the
Parties concerned.
43. AKIBAT HUKUM ADANYA PERJANJIAN
ARBITRASE DALAM KONTRAK
PARA PIHAK YANG BERSENGKETA WAJIB
MENYELESAIKAN SENGKETA MEREKA PADA
LEMBAGA YANG TELAH DITUNJUK DAN
DISEPAKATI
PASAL 3 UU NOMOR 30 TAHUN 1999
MENYEBUTKAN: “Pengadilan negeri tidak
berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang
telah terikat dalam perjanjian arbitrase.”
PASAL 11 UU NOMOR 30 TAHUN 1999
MENYATAKAN:
Ayat 1: “Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis
meniadakan hak para pihak untuk mengajukan
penyelesaikan sengketa atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri.”
Ayat 2: “Pengadilan negeri wajib menolak dan tidak
akan campur tangan dalam suatu penyelesaian
sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase,
44. SENGKETA YANG DAPAT DISELESAIKAN
OLEH ARBITRASE [BANI]
Semua permasalahan perdata, kecuali:
√ Sengketa keluarga
√ Sengketa perumahan
√ Sengketa perburuhan
45. ARBITRASE INSTITUSIONAL
NASIONAL
Ruang lingkupnya hanya meliputi
kawasan negara yang
bersangkutan
Memiliki kewenangan untuk
menyelesaikan sengketa nasional
maupun internasional, sesuai
dengan kesepakatan para pihak
Netherland Arbitrage Institute,
The London Court of Arbitration,
The Japan Commercial
Arbitration Association, The
American Arbitration Association
dan BANI
46. ARBITRASE INSTITUSIONAL
INTERNASIONAL
Menangani sengketa-sengketa tertentu
antara para pihak yang memiliki
kewarganegaraan berbeda
Court of Arbitration of the International
Chamber of Commerce (ICC)
menangani sengketa perdagangan
secara umum
The International Center for Settlement
of Investment Disputes (ICSID)
menangani sengketa joint venture
investasi antara negara dengan
warganegara asing
Uncitral Arbitration Rules (UAR)
merupakan aturan-aturan arbitrase
yang dibuat oleh PBB untuk
menyelaraskan aturan-aturan arbitrase
yang dapat diterima oleh masyarakat
internasional.
Indonesia menandatangani uar ini
47. KEUNGGULAN ARBITRASE
DIBANDING PENGADILAN
Kebebasan, kepercayaan dan keamanan
Arbiter memiliki keahlian/expertise
Prosedur sederhana, lebih cepat, hemat biaya
Hindari expose keputusan di depan umum
(rahasia)
Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih
luwes
Pilihan hukum dan non-precedent
Arbiter dipilih sendiri oleh para pihak, kepekaan
arbiter
Keputusan yang final dan mengikat (final and
binding) tanpa harus naik banding & kasasi
Keputusan arbitrase umumnya lebih mudah
diberlakukan/dieksekusi oleh pengadilan
dengan sedikit atau tanpa review
Proses/prosedur arbitrase lebih mudah
dimengerti oleh masyarakat luas
48. APS DI BERBAGAI BIDANG
Penyelesaian sengketa pajak – UU No. 17/1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
Penyelesaian perselisihan lingkungan hidup di
luar pengadilan – UU No. 22/1957 tentang
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan – PP No.
54/2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa
Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup
Penyelesaian perselisihan perburuhan – UU No.
22/1957 – Panitia Penyelesaian Daerah, Panitia
Penyelesaian Pusat, dan Arbitrase
Penyelesaian sengketa praktik monopoli – Pasal
38 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat -
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku
usaha – Pasal 23 UU No. 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen – Badan Penyelesaian
50. PENGANTAR
BANI adalah lembaga yang didirikan atas
prakarsa kadin indonesia yang bertujuan
untuk memberikan penyelesaian yang adil
dan cepat dalam sengketa perdata yang
timbul dari persoalan perdagangan,
industri dan keuangan, baik bersifat
nasional maupun internasional
Tanpa sengketa, BANI dapat memberikan
pendapat berkenaan dengan perjanjian
atas permintaan para pihak
BANI terdiri dari ketua, wakil ketua,
beberapa anggota tetap, beberapa
anggota tidak tetap, dan sebuah
sekretariat yang dipimpin oleh sekretaris
51. PROSEDUR BERACARA DI
BANI
Jika dalam perjanjian/kontrak terdapat klausula arbitrase maka
prosedur beracara di BANI adalah sebagai berikut:
Pendaftaran surat permohonan untuk mengadakan
arbitrase kepada sekretaris BANI
Surat permohonan untuk mengadakan arbitrase harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Substansi surat permohonan
Nama lengkap dan tempat tinggal/tempat
kedudukan kedua belah pihak
Uraian singkat tentang duduk perkara sengketa
Tuntutan yang diminta oleh pemohon
Dalam surat permohonan dilampiri salinan kontrak
yang terdapat klausula arbitrase
Jika diajukan oleh kuasa dari para pihak, maka
harus dilampiri surat kuasa khusus
Dalam surat permohonan, para pihak dapat
menunjuk arbiter atau menyerahkan
penunjukkannya kepada ketua bani
Membayar lunas biaya pendaftaran dan
administrasi
52. JIKA PERMOHONAN DITOLAK
BANI dapat saja menolak jika
klausula arbitrase dianggap tidak
cukup kuat untuk menjadi dasar
kewenangan BANI untuk
menyelesaikan sengketa
Pemberitahuan penolakan harus
disampaikan kepada pemohon
arbitrase paling lama 30 hari, dan
biaya pemeriksaan dikembalikan
53. PROSEDUR YANG MENYIMPANG
DARI PROSEDUR BANI
Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Prosedur
Arbitrase pada BANI
Mengijinkan BANI untuk
memeriksa dan memutus suatu
sengketa dengan menggunakan
ketentuan prosedur yang
menyimpang dari ketentuan
prosedur BANI, asalkan para
pihak setuju dan dinyatakan
54. JIKA PERMOHONAN DITERIMA
Ketua BANI menerbitkan surat perintah
untuk menyampaikan salinan surat
permohonan kepada termohon, disertai
perintah untuk menanggapi permohonan
tersebut dan memberikan jawaban tertulis
dalam waktu 30 hari
Dalam jawaban, termohon harus
menunjuk arbiter atau menyerahkan
kepada Ketua BANI untuk menunjuk
Jika dalam jawaban termohon tidak
menunjuk arbiter maka dianggap
menyerahkan penunjukkan tersebut
kepada Ketua BANI
55. PROSEDUR PENUNJUKAN ARBITER
Lazimnya dipilih sendiri oleh para pihak (dari
daftar arbiter BANI)
Arbiter ketiga dipilih oleh Ketua BANI atas
masukan dari masing-masing arbiter yang
ditunjuk oleh para pihak
Penunjukkan arbiter ketiga dari luar BANI
diperbolehkan, asal dengan seijin dari Ketua
BANI
Salah satu pihak atau kedua belah pihak
memilih arbiter dari luar BANI, namun arbiter
yang ketiga ditunjuk oleh Ketua BANI
dengan mengambil dari daftar arbiter BANI
Kasus yang dianggap sederhana, Ketua
BANI menunjuk arbiter tunggal untuk
menangani sengketa tersebut
56. PERINTAH UNTUK MENGHADIRI
SIDANG ARBITRASE BANI
Setelah menerima jawaban dari termohon,
salinan jawaban termohon segera diserahkan
kepada pemohon
Bersamaan dengan itu, Ketua BANI
memerintahkan kedua belah pihak untuk
menghadiri sidang arbitrase pada waktu yang
telah ditentukan, selambat-lambatnya 14 hari
terhitung sejak terbitnya surat perintah untuk
menghadiri sidang arbitrase BANI, dengan
pemberitahuan bahwa mereka boleh
diwakilkan kepada seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus
Jika termohon tidak menyampaikan jawaban
dan melewati batas 30 hari, maka Ketua BANI
akan memanggil kedua belah pihak untuk
menghadap
57. TUNTUTAN REKONVENSI
Pasal 9 Peraturan Prosedur Arbitrase
pada BANI:
Ayat 1: termohon dalam
jawabannya atau sidang arbitrase
pertama dapat mengajukan suatu
tuntutan balasan (tuntutan
rekonvensi)
Ayat 2: tuntutan balasan, oleh
arbiter, akan diperiksa dan diputus
bersama-sama dengan tuntutan
pemohon
58. JIKA TERMOHON TIDAK
MENGHADIRI SIDANG ARBITRASE
Termohon akan dipanggil sekali lagi pada
persidangan selanjutnya, paling lambat 14
hari sejak dikeluarkannya perintah
Jika tetap tidak hadir, pemeriksaan
dilaksanakan tanpa kehadiran termohon,
dan tuntutan pemohon dikabulkan,
kecuali menurut majelis arbitrase tuntutan
tersebut tidak sesuai dengan hukum dan
keadilan
Termohon dapat mengajukan perlawanan
atas putusan arbitrase, paling lambat 14
hari setelah putusan arbitrase
diberitahukan
√ Prosedurnya sama seperti mengajukan
permohonan arbitrase, tapi bebas
biaya pendaftaran dan administrasi
59. USAHA PERDAMAIAN
Pasal 13 Peraturan Prosedur Arbitrase
pada BANI:
√ Menganjurkan majelis arbitrase untuk
melakukan usaha perdamaian
√ Jika berhasil, para pihak berdamai di
depan majelis arbitrase, dan majelis
arbitrase membuat akta dading
(perdamaian) dan menghukum kedua
belah pihak untuk mematuhi
perdamaian tersebut
√ Jika tidak berhasil, majelis akan
meneruskan pemeriksaan terkait
dengan materi pokok sengketa
60. PROSES PEMBUKTIAN
Para pihak disilahkan untuk
menyampaikan pendirian masing-masing
dengan mengajukan bukti-bukti
Ketua BANI, baik permintaan para pihak
ataupun prakarsa bani, dapat memanggil
saksi-saksi atau saksi ahli untuk didengar
keterangannya
Biaya saksi/saksi ahli dibebankan kepada
pihak yang meminta, dan pembayaran
harus dilakukan terlebih dahulu kepada
sekretaris BANI
Pemeriksaan dan pembuktian dilakukan
secara tertutup
61. PENCABUTAN PERMOHONAN
ARBITRASE
Selama sengketa belum diputus,
permohonan arbitrase dapat dicabut
oleh pemohon
Apabila sudah ada jawaban dari
termohon, pencabutan harus
mendapat persetujuan dari
termohon
Jika pemeriksaan belum dimulai,
semua biaya pemeriksaan
dikembalikan kepada pemohon, jika
sebaliknya, maka biaya akan
dikembalikan sebagian secara
pantas
62. PENUTUPAN PEMERIKSAAN
Pasal 48 UU Nomor 30 Tahun 1999
Pemeriksaan harus selesai 180 hari
sejak majelis arbitrase terbentuk, dan
dapat diperpanjang dengan
persetujuan para pihak
Jika Majelis Arbitrase menganggap
pemeriksaan telah cukup, maka
pemeriksaan dinyatakan selesai dan
ditutup oleh Ketua
Tidak akan ada lagi pemeriksaan dalam
bentuk apapun terhadap siapapun
Majelis akan menetapkan waktu untuk
sidang pengucapan putusan, biasanya 30
hari setelah pemeriksaan ditutup
63. PENDAPAT DAN PUTUSAN
ARBITRASE
Para pihak dapat meminta pendapat
yang mengikat dari lembaga arbitrase
atas hubungan hukum tertentu dari
suatu perjanjian
Pendapat yang mengikat ini tidak dapat
dilakukan perlawanan melalui upaya
hukum apapun
14 hari setelah putusan diterima, para
pihak dapat mengajukan permohonan
kepada majelis arbitrase untuk
melakukan koreksi terhadap kekeliruan
administrasi dan/atau menambah atau
mengurangi tuntutan dalam putusan
64. PELAKSANAAN PUTUSAN
ARBITRASE
Prinsip dalam arbitrase adalah itikad baik – pacta sunt
servanda
Pihak yang kalah diharapkan melaksanakan sendiri
putusan arbitrase dengan itikad baik, namun biasanya
pihak yang kalah tidak puas sehingga tidak secara
sukarela melaksanakan putusan arbitrase
Untuk menghindari hal tersebut, ada jangka waktu yang
diatur oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 untuk pelaksanaan
putusan arbitrase
30 hari setelah putusan diucapkan, arbiter/kuasanya
mendaftarkan ke panitera pn untuk mendapatkan sita
eksekutorial
Putusan bersifat final dan mengikat
Ketua PN akan memeriksa, apakah putusan arbitrase
bertentangan atau tidak dengan kesusilaan dan
ketertiban umum
Jika Ketua PN menolak memberikan sita eksekutorial
maka tidak ada upaya hukum apapun
65. BIAYA ARBITRASE
Siapa yang memikul beban biaya?
Termohon jika permohonan dikabulkan
oleh majelis arbitrase atau pendirian
pemohon sepenuhnya dibenarkan oleh
majelis
Pemohon tuntutan dari pemohon ditolak
oleh majelis arbitrase
Pemohon dan termohon jika tuntutan
pemohon diterima sebagian dan sebagian
lagi ditolak
Honor arbiter ditanggung bersama-sama
oleh pemohon dan termohon
Biaya eksekusi putusan arbitrase
Dibebankan kepada pihak yang kalah atau
menolak pelaksanaan eksekusi secara
sukarela yang besarnya ditetapkan oleh
peraturan bersama ketua bani dan ketua pn
yang bersangkutan
66. ARBITRASE INTERNASIONAL
Kewenangan ada pada PN Jakarta Pusat untuk
masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase asing
Dapat dilaksanakan di indonesia, jika:
√ Ada perjanjian, baik bilateral ataupun
multilateral terkait dengan pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase asing
√ Di bidang perdagangan
√ Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
√ Telah mendapatkan eksekuatur dari Ketua
PN Jakarta Pusat
√ Jika pihaknya adalah Indonesia, maka
eksekuatur diterbitkan oleh MA
√ Jika Ketua PN mengakui maka tidak ada
diajukan banding/kasasi, jika menolak
mengakui, maka dapat diajukan kasasi
√ Putusan MA tidak dapat diajukan upaya
perlawanan
67. PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE
Jika:
Dokumen dinyatakan palsu
Ditemukan dokumen yang bersifat
menentukan, yang disembunyikan oleh
pihak lain
Adanya tipu muslihat
Pembatalan harus diajukan paling lambat
30 hari setelah pendaftaran putusan
arbitrase di PN
Permohonan pembatalan diajukan
kepada Ketua PN
Jika dibatalkan oleh Ketua PN, maka
dapat diajukan banding ke MA yang
akan memutus dalam tingkat pertama
dan terakhir
69. PENGERTIAN
Arbitrase adalah penyelesaian sengketa melalui
penunjukkan arbiter, yang mana penyelesaian dengan
menggunakan arbitrase ini harus ada kesepakatan terlebih
dahulu dari para pihak yang berjanji
Klausula arbitrase adalah sebuah klausula dalam sebuah
surat perjanjian atau kontrak yang mana kedua belah pihak
sepakat untuk menyelesaikan sengketa mereka di kemudian
hari melalui cara arbitrase
a. Pactum de compromitendo
b. Akta compromis
Internasional adalah antar negara atau di luar jurisdiksi
negara
Munculnya sengketa:
1. Wanprestasi
2. Perbuatan melawan hukum
3. Kerugian di salah satu pihak
4. Ada pihak yang tidak puas atas tanggapan yang
70. KELALAIAN/WANPRESTASI
Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila
salah satu pihak yang mengadakan
perjanjian, tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh
salah satu pihak dapat berupa empat macam,
yaitu:
1. Tidak melaksanakan isi perjanjian.
2. Melaksanakan isi perjanjian, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan.
3. Terlambat melaksanakan isi perjanjian.
4. Melakukan sesuatu yang menurut
71. UU NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG
ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA
UU Nomor 30 Tahun 1999 tidak mengenal istilah
arbitrase internasional, tetapi putusan arbitrase
internasional
Pemahaman putusan arbitrase internasional
dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 9 UU ini,
yaitu “Putusan yang dijatuhkan oleh suatu
lembaga arbitrase di luar wilayah hukum NKRI
atau putusan lembaga arbitrase atau arbiter
perorangan yang menurut ketentuan hukum di
Indonesia dianggap sebagai suatu putusan
arbitrase internasional.”
72. PERMA BUKAN UNDANG-
UNDANG
Perma adalah bentuk yang salah dalam sistem peradilan di
Indonesia karena Perma bukan merupakan peraturan hukum
yang mengikat
Kasus KNY 1958 tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Asing
√ Indonesia meratifikasi melalui Keppres Nomor 34/1981
√ Muncul kasus PT. Nizwar v. NMB di Pengadilan Arbitrase
London
√ Ketika Indonesia masih bagian dari Belanda, Kerajaan
Belanda meratifikasi Konvensi Jenewa 1927 tentang
Pengakuan Arbitrase Asing (Stb. 1933 No.132)
√ 1945 Indonesia merdeka dan muncul 2 pendapat, apakah
Indonesia terikat atau tidak dengan Konven Jenewa 1927
√ NMB mengajukan sita eksekutorial dan disetujui oleh PN
Jakarta Pusat (Putusan Nomor 228/1979, 10 Juni 1981)
√ MA menganulir karena keppres Nomor 34/1981 tidak
73. PASAL 66 UU NOMOR 30 TAHUN
1999
Syarat pengakuan putusan arbitrase internasional
di Indonesia
1. Putusan dijatuhkan oleh arbiter atau lembaga
arbitrase di suatu negara yang dengan negara
Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara
bilateral maupun multilateral
2. Ruang lingkupnya adalah di bidang perdagangan
3. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
4. Pelaksanaannya setelah mendapat putusan sita
eksekutorial dari Ketua PN Jakarta Pusat
5. Jika salah satu pihak dalam sengketa adalah
menyangkut NKRI maka putusan sita eksekutorial
harus diberikan oleh Mahkamah Agung,
selanjutnya dilimpahkan kepada PN Jakarta Pusat
74. #1: LEMBAGA ARBITRASE,
PERJANJIAN BILATERAL DAN
MULTILATERAL
Lembaga arbitrase internasional, seperti: ICC
(International Chambers of Commerce), LCIA
(London Court of International Arbitration), ICSID
Arbitration Rules dan lainnya
Perjanjian bilateral dalam bidang investasi
(Subianta Mandala, S.H., LL.M.)
Konvensi New York 1958 tentang Pengakuan dan
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing
Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia
(Prasetyo Budi Sunarso, S.H., M.H.)
75. #2: BIDANG PERDAGANGAN
Penyelesaian arbitrase hanya diperbolehkan untuk
masalah-masalah di bidang perdagangan dan
bidang-bidang lain, seperti:
1. Perniagaan
2. Perbankan
3. Keuangan
4. Penanaman modal
5. Industri, dan
6. HaKI
Pasal 5 Ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 1999
“Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui
arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan
perundang-undangan tidak dapat diadakan
perdamaian.”
76. #3: TIDAK BERTENTANGAN
DENGAN KETERTIBAN UMUM
Apa itu ketertiban umum?
Luhut M.P. Pangaribuan: “merujuk pada undang-
undang atau putusan pengadilan. Pemahaman
ketertiban umum tidak bisa digeneralisir tetapi
harus dilihat kasus per kasus dan tempat
(negaranya).”
Kasus Banker Trust v. P.T. Mayora, di mana Ketua
PN Jakarta Pusat (001/Pdt/Arb.Int./1999) menolak
permohonan sita eksekutorial dengan alasan
bertentangan dengan “ketertiban umum”.
Penafsiran sempit :
1. Terbatas pada hukum positif saja
2. Terbatas pada pelanggaran peraturan perundang-
undangan yang berlaku
3. Penolakan karena adanya pelanggaran peraturan
perundang-undangan
77. Lanjutan…
Penafsiran luas:
1. Tidak hanya berpedoman pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku saja, tetapi juga nilai-nilai yang
tumbuh dan berkembangan di masyarakat
Menurut Bab V KUHP (Pasal 154-181) bentuk
tindakan kejahatan terhadap ketertiban umum,
tetapi ini tidak dapat digunakan untuk domain
hukum perdagangan yang notabene adalah hukum
perdata
Menurut Sudargo Gautama:
Ketertiban umum ini ibarat “rem darurat” di mana
penggunaannya harus sangat hati-hati dan sehemat
mungkin
Ketertiban umum berhubungan erat dengan muatan-
muatan politis, sehingga policy maker memiliki peran yang
penting dalam menentukan pengertian ini
78. Contoh kasus:
a. Pernikahan sejenis
b. Penyewaan rahim
Digunakan sehemat mungkin sebagai ultimum
remidium
Ketertiban umum berubah mengikuti situasi dan
kondisi, seperti:
a. Penikahan beda agama (lihat: Pasal 26 KUH Perdata
tetapi setelah ada Pasal 1 UU Perkawinan, ketertiban
umum perkawinan menjadi berubah)
b. Cakap hukum bagi perempuan yang telah menikah (lihat:
Pasal 110 KUH Perdata)
Lanjutan…
79. PASAL 61: ASAS SUKARELA
Asas sukarela ini berkaitan erat dengan eksekusi
atau pelaksanaan putusan pengadilan
Putusan pengadilan dalam hukum acara perdata
terdiri dari:
1. Putusan kondemnator: putusan yang bersifat menghukum
pihak yang kalah untuk memenuhi prestasinya
2. Putusan deklaratur: putusan yang menyatakan suatu
keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut
hukum keberadaan ahli waris adalah sah menurut
hukum
3. Putusan konstitutif: putusan yang menciptakan suatu
keadaan hukum yang baru pembatalan perjanjian,
menyatakan pailit
80. PEMBATALAN PUTUSAN
ARBITRASE (NASIONAL & ASING)
Pasal 70:
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam
pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui
plasu atau dinyatakan palsu;
2. Setelah putusan diambil, ditemukan dokumen
yang bersifat menentukan, yang disembunyikan
oleh pihak lawan, atau
3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang
dilakukan oleh salah satu pihak dalam
pemeriksaan sengketa
81. KONVENSI NEW YORK 1958
Fokus dari Konvensi ini adalah pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase asing:
√ Bahwa negara pihak dari Konvensi ini akan
membuat peraturan hukum di negaranya yang
mengakui perjanjian arbitrase dan pengakuan dan
pelaksanaan pengadilan pada putusan arbitrase
asing
√ Bahwa negara pihak tidak memberikan perlakuan
berbeda atau diskriminasi pada putusan arbitrase
asing dan harus memastikan bahwa putusan
arbitrase asing dapat dilaksanakan sebagaimana
putusan arbitrase domestik
√ Konvensi ini berlaku untuk semua kasus yang
diselesaikan melalui jalur lembaga arbitrase
82. Pasal I:
1. Definisi dari “foreign arbitral awards”
2. Istilah “arbitral awards” tidak saja putusan yang
dibuat oleh para arbiter yang ditunjuk untuk
menangani kasus tetapi juga berlaku bagi putusan
lembaga arbitrase yang bersifat permanen
3. Cara penerimaan negara pada perjanjian
internasional
Lanjutan…
83. Pasal II:
1. Negara pihak akan mengaku “persetujuan tertulis”
di mana para pihak menyerahkan
penyelesaiannya melalui arbitrase
2. Yang dimaksud dengan “persetujuan tertulis”
adalah klausula arbitrase yang terdapat dalam
kontrak atau persetujuan arbitrase yang dibuat
secara terpisah oleh para pihak
3. Pengadilan nasional dari negara pihak, ketika ada
sengketa yang mana para pihak telah sepakat
menyelesaikan melalui arbitrase, harus
mengarahkan pada kesepakatan tersebut
(arbitrase), kecuali pengadilan menemukan
bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum atau
Lanjutan…
84. Pasal III:
√ Negara pihak akan mengakui putusan arbitrase
asing bersifat mengikat dan akan menerapkannya
sesuai dengan hukum acara yang berlaku di negara
tersebut
√ Negara pihak tidak boleh memberikan persyaratan
yang tidak masuk akal atau biaya lebih tinggi
daripada putusan arbitrase domestik
Lanjutan…
85. Pasal IV:
1. Syarat untuk mendapatkan pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase asing
2. Jika putusan tersebut tidak dibuat dalam bahasa
dari negara tempat dimintakan sita eksekutorial,
maka pihak pemohon diminta untuk menyalin
putusan tersebut ke dalam bahasa negara yang
bersangkutan
Lanjutan…
86. Pasal V:
1. Penolakan terhadap putusan arbitrase asing
dapat dilakukan atas permintaan para pihak,
dengan alasan:
a. Para pihak yang terikat dalam perjanjian
tersebut ternyata menurut hukum nasionalnya
tidak mampu atau menurut hukum yang
mengatur perjanjian tersebut atau menurut
hukum negara di mana keputusan tersebut
dibuat apabila tidak ada petunjuk hukum mana
yang berlaku
b. Pihak terhadap mana keputusan diminta tidak
diberikan pemberitahuan yang sepatutnya
tentang penunjukan arbitrator atau persidangan
Lanjutan…
87. c. Keputusan yang dikeluarkan tidak menyangkut
hal-hal yang diserahkan untuk diputuskan oleh
arbitrase, atau keputusan tersebut
mengandung hal-hal yang berada di luar dari
hal-hal yang seharusnya diputuskan
d. Komposisi wewenang arbitrase atau prosedur
arbitrase tidak sesuai dengan persetujuan para
pihak, atau, tidak sesuai dengan hukum
nasional tempat arbitrase berlangsung
e. Putusan tersebut belum mengikat terhadap
para pihak atau dikesampingkan atau
ditangguhkan oleh pejabat yang berwenang di
negara di mana putusan dibuat
Lanjutan…
88. 2. Permohonan putusan arbitrase asing juga dapat
ditolak oleh pejabat yang berwenang di negara
yang dimintakan permohonan, jika menemukan:
a. Subyek sengketa tidak menjadi kewenangan dari
lembaga arbitrase menurut hukum di negara tersebut
b. Bertentangan dengan ketertiban umum di negara
tersebut
Lanjutan…
90. Pasal VII:
1. Pasal-pasal dalam Konvensi ini tidak
mempengaruhi validitas perjanjian multilateral dan
bilateral mengenai pengakuan dan pelaksanaan
putusan arbitrase asing
2. Protokol Tambahan Jenewa 1923 dan Konvensi
Jenewa 1927 tidak berlaku bagi negara pihak
Lanjutan…
93. Pasal X:
1. Deklarasi terhadap keberlakuan Konvensi
2. Efektifitas deklarasi
3. Tidak mengajukan deklarasi pada saat
penandatanganan, ratifikasi atau aksesi
Lanjutan…
94. Pasal XI:
√ Dalam hal jika negara berbentuk federasi atau
bukan negara kesatuan
Lanjutan…
95. Pasal XII:
1. Berlakunya Konvensi
2. Berlakunya Konvensi bagi negara-negara yang
meratifikasi atau aksesi setelah penyimpanan 3
dokumen ratifikasi
Lanjutan…
96. Pasal XIII:
1. Penarikan diri negara pihak dari Konvensi
2. Penarikan diri bagi negara yang telah melakukan
deklarasi sebagaimana diatur dalam Pasal X
3. Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase
asing tetap berlaku sebelum penarikan diri
berlaku
Lanjutan…
97. Pasal XIV:
√ Negara pihak tidak berhak mengambil manfaat bagi
dirinya sendiri atas Konvensi ini terhadap negara
pihak lain kecuali sejauh ia sendiri terikat untuk
menerapkan Konvensi ini
Lanjutan…
98. BEBERAPA KASUS ARBITRASE
DOMESTIK DAN ASING DI
INDONESIA
Indonesia melakukan aksesi KNY 1958 pada 5
Agustus 1981 melalui Keppres Nomor 34 tahun
1981
Syarat yang Indonesia ajukan sebagai negara
pihak adalah asas resiprositas (timbal balik)
Hal ini dapat dijadikan alasan untuk menolak
putusan arbitrase asing karena ketiadaan perjanjian
bilateral atau multilateral serta syarat yang diajukan
oleh Indonesia yaitu timbal balik
Dua pendapat terkait dengan keberadaan KNY
1958, apakah Indonesia dapat melaksanakan di
wilayah hukum Indonesia atau tidak
1. Menurut MA perlu adanya peraturan pelaksana
99. Ada perbedaan penafsiran dalam memahami
“wanprestasi” dan “perbuatan melawan hukum”
Kasus Hari Tanoe v. Tutut (ada klausula arbitrase
tetapi salah satu pihak membawa ke pengadilan
umum)
Kasus P.T. Indiratex v. EE Ltd. (pengajuan
pembatalan putusan arbitrase asing adalah jangka
waktu pendaftaran putusan arbitrase asing di
Indonesia)
Lanjutan…
100. KONVENSI WASHINGTON 1965
Konvensi ini tentang Penyelesaian Perselisihan
Antara Negara dengan Warganegara Asing
mengenai Penanaman Modal atau Konvensi
ICSID
Bank Dunia yang memprakarsai berdirinya ICSID
yang merupakan lembaga arbitrase yang
berfungsi untuk menyelesaikan sengketa
penanaman modal asing
ICSID ini muncul karena banyaknya negara-
negara merdeka dan kemudian menasionalisasi
perusahaan-perusahaan asing di negara-negara
tersebut
Ini dapat menimbulkan konflik ekonomi konflik
101. KASUS HOLIDAY INNS
PETROLEUM v. PEMERINTAH
MAROKO
Anda meringkas kasus tersebut dengan cara:
1. Issue apa isu yang muncul dari kasus tersebut
2. Rules pasal-pasal berapa yang mengatur
kasus tersebut
3. Analysis bagaimana analisis saudara terhadap
kasus tersebut
4. Conclusion apa kesimpulan yang saudara
dapat dari analisis kasus tersebut
103. TRANSAKSI PERDAGANGAN
Setiap transaksi perdagangan
membutuh sebuah kontrak
Dalam kontrak, kemungkinan terjadi
sengketa
Penyelesaian sengketa selalu diawali
dengan proses negosiasi
Jika gagal, akan ditempuh cara lain
seperti mediasi, arbitrase dan
pengadilan
104. ARBITRASE
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini sering
ditempuh oleh para pihak
Dalam kontrak sering ada klausula arbitrase
Fungsi klausula arbitrase adalah untuk membatasi
para pihak dalam cara menyelesaikan sengketa dan
membatasi kewenangan pengadilan umum
Adanya klausula arbitrase ini adalah hasil
kesepakatan dari para pihak yang berjanji
Kesepakatan dapat terjadi pada saat sebelum
membuat kontrak dan/atau setelah kontrak dibuat
Bagaimana jika kontrak telah ditandatangani tetapi
lupa membuat klausula penyelesaian sengketa dan
para pihak tidak sepakat mengenai caranya?
105. Concept of long-arm jurisdiction
bahwa pengadilan senantiasa memiliki
kewenangan untuk setiap sengketa
yang dibawa kepadanya meskipun
hubungan antara pengadilan dengan
sengketa sangat tipis sekali
Di Indonesia ada UU Kekuasaan
Kehakiman yang memiliki ketentuan
yang mirip dengan di atas
SISTEM COMMON LAW
106. SIAPA PARA PIHAK YANG
BERSENGKETA DALAM
PERDAGANGAN
Subyek hukum dalam hukum perdagangan
internasional
1. Negara
2. Perusahaan
3. individu
Perdagangan internasional sifatnya lintas
negara sehingga kemungkinan besar
pihak-pihak yang bersengketa adalah
1. Pedagang v. pedagang
2. Pedagang v. negara Kasus investasi
seperti freeport
107. HUKUM INTERNASIONAL DALAM
SENGKETA ANTARA PEDAGANG v.
NEGARA
Meskipun negara adalah subyek hukum utama
dari hukum internasional tetapi hukum
internasional juga menghormati inidividu
(pedagang)
Ada istilah yang berkembang dalam hukum
internasional, yakni:
Jure imperii tindakan-tindakan negara di bidang
publik dalam kapasitasnya sebagai negara yang
berdaulat tidak dapat diajukan atau diadili di
hadapan badan peradilan
Jure gestiones tindakan-tindakan negara di
bidang keperdataan atau dagang, maka negara
diidentikkan sebagai badan hukum (pedagang)
108. PRINSIP-PRINSIP DALAM
MENYELESAIKAN SENGKETA
DAGANG
1. Prinsip kesepakatan prinsip dasar yang
harus dipegang oleh para pihak, termasuk tidak
berupaya menipu, menyesatkan atau menekan
pihak lain dan perubahan-perubahan dalam
kesepakatan harus diketahui oleh para pihak
2. Prinsip kebebasan memilih cara penyelesaian
sengketa Para pihak bebas untuk memilih
dan menentukan cara atau mekanisme
penyelesaian sengketa, seperti yang termuat
dalam Pasal 7 Uncitral Model Law on
International Commercial Arbitration
109. 4. Prinsip kebebasan memilih hukum Para
pihak bebas untuk memilih hukum apa yang
akan diterapkan dalam menyelesaikan
sengketa, khususnya dalam peradilan arbitrase,
termasuk kebebasan untuk memilih prinsip
kepatutan dan kelayakan (ex aequo et bono).
Pasal 28 Ayat 1 Uncitral Model Law on
International Commercial Arbitration
menyatakan “the arbitral tribunal shall decide
the dispute in accordance with such rules of law
are chosen by the parties as applicable to the
substance of the dispute. Any designation of the
law or legal system of a given state shall be
construed, unless otherwise expressed, as
directly referring to the substantive law of that
110. 5. Prinsip itikad baik ini prinsip paling
fundamental dan utama dalam penyelesaian
sengketa. Dalam penyelesaian sengketa,
prinsip ini dapat dilihat dalam dua tahap, yaitu
disyaratkan untuk mencegah timbulnya
sengketa yang dapat mempengaruhi hubungan
baik di antara negara, dan ketika terjadinya
sengketa, maka harus menyelesaikan sesuai
dengan cara-cara yang diatur dalam hukum
perdagangan internasional
6. Prinsip exhaustion of local remedies Pasal
22 ILC Draft on State Responsibility
menyatakan bahwa sebelum para pihak
mengajukan sengketa ke pengadilan
internasional maka langkah-langkah
111. HUKUM YANG BERLAKU
Hukum yang berlaku ini dapat
mencakup beberapa hukum,
seperti:
1. Hukum yang diterapkan pada
pokok sengketa (applicable
substantive law atau lex causae)
2. Hukum yang akan berlaku di
persidangan (procedural law)
112. CHOICE OF LAW
Choice of law berperan untuk:
1. Menentukan sah/tidaknya
kontrak
2. Menafsirkan kesepakatan dalam
kontrak
3. Menentukan telah dilaksanakan
atau tidak dilaksanakannya
prestasi
4. Menentukan akibat hukum dari
113. PELAKSANAAN PUTUSAN
SENGKETA DAGANG
Melalui alternatif penyelesaian sengketa risiko
tinggi bagi pihak yang menang jika pihak yang
kalah tidak mau melaksanakan hasil negosiasi
Melalui arbitrase asing meminta sita
eksekutorial di negara yang dituju
Melalui pengadilan belum tentu diterima di
negara lain. Ada dua kemungkinan: (1)
disidangkan dari awal atau (2) dilaksanakan
karena terikat oleh perjanjian bilateral atau
multilateral
Konvensi Brussel 1968 tentang Juridiksi dan
Pelaksanaan Putusan Pengadilan dalam Bidang
Perdata dan Perdagangan
Konvensi Lugano 1988 tentang Jurisdiksi dan