SlideShare a Scribd company logo
1 of 62
 Inspeksi segmen anterior  slit-lamp
 Corneal
 COA
 Iris
 Pengukuran pupil
 Simple handheld pupil gauge
 Kaliper atau penggaris
 Handheld pupil camera
 Infraed video pupillometry
 Terang
 Gelap
 Near stimulation  target akomodatif
(konstriksi maksimum)
 Anisocoria (perbedaan diameter
kedua pupil minimal 0.4 mm)
 Reaksi langsung pupil saat
disinari cahaya secara langsung
 Ruang redup
 Fiksasi pada objek jauh
 Sumber cahaya harus relatif
terang
 Terlalu terang  spastic miosis
 Sumber cahaya  tepat ke arah mata  ke
bagian bawah menjauhi mata (dapat diulang)
 Respon normal  konstriksi (pupillary
capture / phasic response)
 Respon tidak normal  konstriksi lalu
perlahan dilatasi ke ukuran semula
(pupillary escape)
 Saat mata disinari cahaya, pupil kontralateral akan konstriksi
 Menggunakan 2 sumber cahaya
 Terang
 Redup
 Normal  respon kecepatan dan ukuran sama pada kedua mata
 Near response  merupakan salah satu dari near triad
(miosis, convergence, accommodation)
 Ruangan dengan cahaya yang adekuat tapi tidak terlalu
terang
 Fixasi pada accommodative target
 Dokumentasi  foto, pupillometri
 Pasien tidak kooperatif  lid closure reflex
 Dilatasi dipengaruhi oleh banyak hal
 Dilatasi setelah konstriksi (respon cahaya)
 Paradoxical pupillary responses
 Sudden noise
 Ciliospinal reflex
 Pupil normal
 Mulai dilatasi dalam 5 detik
 Dilatasi ke ukuran maksimal dalam 12-15 detik  Dilation lag  terdapat anisocoria dalam 5
detik setelah stimulus dihilangkan kemudian
perlahan berdilatasi menjadi isokor (defek
pada persarafan simpatik pupil)
 Dilatasi dipengaruhi oleh banyak hal
 Dilatasi setelah konstriksi (respon cahaya)
 Paradoxical pupillary responses
 Sudden noise
 Ciliospinal reflex
 Pupil normal
 Mulai dilatasi dalam 5 detik
 Dilatasi ke ukuran maksimal dalam 12-15 detik  Dilation lag  terdapat anisocoria dalam 5
detik setelah stimulus dihilangkan kemudian
perlahan berdilatasi menjadi isokor (defek
pada persarafan simpatik pupil)
 Dilatasi dipengaruhi oleh banyak hal
 Dilatasi setelah konstriksi (respon cahaya)
 Paradoxical pupillary responses
 Sudden noise
 Ciliospinal reflex
 Pupil normal
 Mulai dilatasi dalam 5 detik
 Dilatasi ke ukuran maksimal dalam 12-15 detik  Dilation lag  terdapat anisocoria dalam 5
detik setelah stimulus dihilangkan kemudian
perlahan berdilatasi menjadi isokor (defek
pada persarafan simpatik pupil)
Gangguan reaksi terhadap cahaya, reaksi terhadap dekat normal/mendekati normal
 “Marcus Gunn” atau “Gun” phenomenon
 Pupil yang abnormal  Marcus Gunn Pupil
 Sumber cahaya yang terang dan ruangan yang redup
 Pasien berfiksasi pada objek yang jauh
 Stimulasi 1 mata selama 2-3 detik, kemudian dengan cepat pindah ke mata
lain selama 2-3 detik (ulangi beberapa kali)
 Observasi konstriksi pupil awal dan ada tidaknya dilatasi
 RAPD berat  lebih gampang dilihat
 RAPD moderate/mild  sulit dilihat
 Jika 1 pupil tidak bereaksi (trauma iris, sinekia) evaluasi respon cahaya
langsung dan konsensual.
 Grading RAPD 1-4+, dapat menggunakan neutral-density filters.
 Gunakan filter dengan densitas paling rendah (0.3 log unit) 
ulangi swinging test
 Jika RAPD masih terdeteksi  gunakan filter dengan densitas
yang lebih tinggi pada mata yang normal hingga RAPD
menghilang
 Pada keadaan ini (titik keseimbangan), input cahaya dari mata
normal sama dengan input cahaya dari mata yang abnormal
 Tentukan derajat RAPD berdasarkan densitas dari filter yang
digunakan untuk mencapai titik keseimbangan.
 Primary  posisi mata saat seseorang melihat lurus ke depan dengan badan dan
kepala yang lurus
 Secondary  posisi bola mata adduksi, abduksi, elevasi atau depresi
 Tertiary  posisi oblique mata
 Pemeriksaan mata rutin
 Pasien diarahkan untuk melihat ke 6 atau 9 posisi
diagnostik
 Pemeriksaan melibatkan kedua mata, dinilai
kesesuaian dan kesimetrisan kedua mata  Letakkan target ±30cm di depan mata pasien dan pasien
fokus ke target  lihat mata pasien pada posisi primer
 (deviasi/ gerakan abnormal)
 Meminta pasien untuk mengikuti target tanpa menggerakkan
kepala
 (tanyakan apakah pasien mengalami penglihatan ganda
pada posisi tertentu)
 Gerakkan target ke beberapa posisi (“H” pattern)
 Nilai jika ada gerakan abnormal atau nistagmus
Posisi Diagnostik
Primary Position
Elevation
Superior Rectus + Inferior Oblique Kanan dan Kiri
N. Oculomotor
Levoelevation
Superior Rectus Kiri dan Inferior Oblique Kanan
N. Oculomotor Kiri (LSR) & N. Oculomotor Kanan (RIO)
Levoversion
Lateral Rectus Kiri dan Medial Rectus Kanan
N. Abducens Kiri (LLR) & N. Oculomotor Kanan (RMR)
Levodepression
Inferior Rektus Kiri dan Superior Oblique Kanan
N. Oculomotor Kiri (LIR) & N. Trochlear Kanan (RSO)
Depression
Inferior Rectus dan Superior Oblique Kanan dan Kiri
N. Oculomotor
Dextrodepression
Inferior Rectus Kanan dan Superior Oblique Kiri)
N. Oculomotor Kanan (RIR) & N. Trochlear Kiri (LSO)
Dextroversion
Lateral Rectus Kanan dan Medial Rectus Kiri
N. Abducens Kanan (RLR) & N. Oculomotor Kiri (LMR)
Dextroelevation
Superior Rectus Kanan dan Inferior Oblique Kiri
N. Oculomotor Kanan (RSR) & N. Oculomotor Kiri (LIO)
 Gerakan bola mata dinilai pada 9 posisi dengan skala – 4 hingga +4
 Tanda (-)  underaction
 Tanda (+)  overaction
 Nol menunjukkan gerakan normal
 Gerakan horizontal  sklera harusnya tertutup oleh kantus
 Jika sklera sedikit terlihat (-1)
 Ketidak mampuan mata untuk abduksi/adduksi lebih dari setengah field of action (-2)
 Ketidak mampuan mata untuk abduksi/adduksi lebih dari ¾ field of action (-3)
 Tidak ada gerakan (-4)
 Overaction gerakan horizontal dilihat dari seberapa luas kornea yang tertutup kantus
 Jika Sebagian besar terututp  grade +4
 Gerakan oblique dinilai perbandingan tinggi limbus kedua mata
 Saraf sensoris penciuman
 Tidak ada komponen motoric
 Tanyakan pada pasien jika terjadi perubahan penciuman
 Tes menggunakan bahan-bahan seperti lemon, peppermint, kopi
 Visual sensoris retina  otak
 Pemeriksaan pupil
 Pemeriksaan visus
 Pemeriksaan warna
 Pemeriksaan lapang pandang
 Funduskopi
 Metode ini bergantung pada perbandingan antara lapang pandang pasien dengan pemeriksa,
sehingga harus diperhatikan:
 Posisi pemerisa
 Pemeriksa harus memiliki lapang pandang dan blindspot yang normal
 Mengantarkan informasi motoric ke otot ekstraokuler  pergerakan bola mata dan
fungsi kelopak mata
 Juga mengantarkan respon parasimpatik  konstriksi pupil
 Pergerakan bola mata
 Pemeriksaan strabismus
Hirschberg test
 Mengantarkan sensoris (sensasi wajah) dan motorik ke otot pengunyah
 Terdapat 3 sub divisi
 Ophthalmic (V1): membawa informasi sesorik dari scalp dan dahi, hidung, kelopak mata
atas, konjungtiva dan kornea
 Maxillary (V2): membawa informasi sensorik dari kelopak mata bawah, pipi, lubang hidung,
bibir atas, gigi dan gusi bagian atas
 Mandibular (V3): membawa informasi sensorik dari dagu, rahang, bibir bawah, mulut, gigi
dan gusi bagian bawah. Informasi motorik ke otot-otot pengunyah (masseter, otot temporal,
dan otot pterygoid medial/lateral) juga ke tensor tympani, tensor veli palatini, mylohyoid, dan
otot digastrik.
Involuntary blinking dari kedua kelopak mata  respon dari stimulasi kornea unilateral (direct and consensual blinking)
Saraf afferen  V1
Saraf efferen  N. Facial cabang temporal dan zygomatic
 Motorik  otot-otot fasial dan otot stapedius
 Sensorik  pengecap dari 2/3 anterior lidah
 Menanyakan apakah pasien merasakan gangguan pada pengecapannya
Bell’s Palsy
Kerutan kening menghilang
Lipatan nasolabial menghilang
 Saraf sensorik
 Suara dan keseimbangan tubuh
 Tidak tedapat komponen motoric
 Tes yang dilakukan:
 Gross hearing assessment
 Rinne’s test
 Weber’s test
 Unterberger / Turning test
 Glossopharyngeal
 Membawa informasi motoric ke otot stylopharyngeus  mengangkat faring saat menelan
dan berbicara
 Membawa stimulasi sensorik  pengecap dari 1/3 posterior lidah
 Saraf sensorik visceral  refleks muntah (afferent)
 Vagus
 Membawa informasi motoric ke otot-otot mulut  berperan saat berbicara dan refleks
muntah (efferent)
 Tes yang dilakukan
 Menelan
 Batuk
 Berbicara
 Refleks muntah
 Membawa infomasi motoric ke otot sternocleidomastoid dan trapezius
 Tidak memiliki komponen sensorik
 Membawa informasi motoric ke otot-otot ekstrinsik lidah (kecuali yang dipersarafi oleh
n. vagus)
 Tidak memiliki komponen sensoris
 Pemeriksaan:
 Inspeksi lidah pasien  wasing, fasikulasi, deviasi (saat menjulurkan lidah)
 Meminta pasien untuk melawan tangan pemeriksa yang diletakkan di pipi pasien dengan
lidah pasien
Pemeriksaan Neuro-Oftalmologi

More Related Content

What's hot

Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHKharima SD
 
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemenmataharitimoer MT
 
Case Report Meningitis
Case Report MeningitisCase Report Meningitis
Case Report MeningitisKharima SD
 
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi A
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi AAnatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi A
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi AAdhita Dwi Aryanti
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Surya Amal
 
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. b
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. bPresus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. b
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. bWoro Nugroho
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikAulia Amani
 
Pemeriksaan khusus Mata
Pemeriksaan khusus MataPemeriksaan khusus Mata
Pemeriksaan khusus MataRizal_mz
 
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran Ade Wijaya
 
Responsi sirosis hati rkg
Responsi sirosis hati  rkgResponsi sirosis hati  rkg
Responsi sirosis hati rkgRudy Kg
 
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi KasusHipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi KasusAris Rahmanda
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAISeascape Surveys
 
Ppt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPpt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPuteri Mentira
 

What's hot (20)

Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran ManajemenDiagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
Diagnosa Banding Penurunan Kesadaran Manajemen
 
Kuliah mata 2013
Kuliah mata 2013Kuliah mata 2013
Kuliah mata 2013
 
Case Report Meningitis
Case Report MeningitisCase Report Meningitis
Case Report Meningitis
 
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi A
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi AAnatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi A
Anatomi fisiologi mata dr.Adhita Dwi A
 
Anemia
AnemiaAnemia
Anemia
 
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
Buku Saku Lintas Diare, edisi-2011
 
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. b
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. bPresus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. b
Presus ileus obstruktif dr. gunawan siswadi, sp. b
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Obat emergency
Obat emergencyObat emergency
Obat emergency
 
Pemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thoraxPemeriksaan fisik thorax
Pemeriksaan fisik thorax
 
Fraktur tibia
Fraktur tibiaFraktur tibia
Fraktur tibia
 
Pemeriksaan khusus Mata
Pemeriksaan khusus MataPemeriksaan khusus Mata
Pemeriksaan khusus Mata
 
Ileus obstruktif
Ileus obstruktifIleus obstruktif
Ileus obstruktif
 
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
Pendekatan Klinis Penurunan Kesadaran
 
Responsi sirosis hati rkg
Responsi sirosis hati  rkgResponsi sirosis hati  rkg
Responsi sirosis hati rkg
 
Rbd ileus fix
Rbd ileus fix Rbd ileus fix
Rbd ileus fix
 
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi KasusHipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
 
Ppt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec appPpt peritonitis ec app
Ppt peritonitis ec app
 

Similar to Pemeriksaan Neuro-Oftalmologi

TM2-Konsep Primary Survey dan Secondary Survey.pptx
TM2-Konsep Primary Survey dan Secondary Survey.pptxTM2-Konsep Primary Survey dan Secondary Survey.pptx
TM2-Konsep Primary Survey dan Secondary Survey.pptxFebriyanti779061
 
ASKEP SISTEM NEUROLOGI.ppt
ASKEP SISTEM NEUROLOGI.pptASKEP SISTEM NEUROLOGI.ppt
ASKEP SISTEM NEUROLOGI.pptNurulLaili35
 
Visual pathway.pptx
Visual pathway.pptxVisual pathway.pptx
Visual pathway.pptxZevPanka1
 
Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan
Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafanPemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan
Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafanyulvihardoni
 
NIHSS - Bahasa Indo.pptx
NIHSS - Bahasa Indo.pptxNIHSS - Bahasa Indo.pptx
NIHSS - Bahasa Indo.pptxImmaculataTitis
 
Pemfis neurologis
Pemfis neurologisPemfis neurologis
Pemfis neurologisNurul Sari
 
Pemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
Pemeriksaan Fisik Neurologis.pptPemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
Pemeriksaan Fisik Neurologis.pptssuserc20266
 
PPT pemeriksaan fisik anak.pptx
PPT pemeriksaan fisik anak.pptxPPT pemeriksaan fisik anak.pptx
PPT pemeriksaan fisik anak.pptxicumitrabintaro
 
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksifikri asyura
 
Tingkat kesadaran & refleks
Tingkat kesadaran & refleksTingkat kesadaran & refleks
Tingkat kesadaran & refleksDedi Qtela
 
173043078 case-mi-op-selvi-edit
173043078 case-mi-op-selvi-edit173043078 case-mi-op-selvi-edit
173043078 case-mi-op-selvi-edithomeworkping8
 
Slide tambahan CPA dan Vertigo central.pptx
Slide tambahan CPA dan Vertigo central.pptxSlide tambahan CPA dan Vertigo central.pptx
Slide tambahan CPA dan Vertigo central.pptxFransiscusRivaldy1
 
CRS PPT Pemeriksaan dan kelainan refraksi.pdf
CRS PPT Pemeriksaan dan kelainan refraksi.pdfCRS PPT Pemeriksaan dan kelainan refraksi.pdf
CRS PPT Pemeriksaan dan kelainan refraksi.pdfEBNYMOBAPUBGMobileGa
 
Kdm pemeriksaan fisik mata
Kdm pemeriksaan fisik mataKdm pemeriksaan fisik mata
Kdm pemeriksaan fisik mataSari Vonna
 
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllanamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllArifin Hidayat
 

Similar to Pemeriksaan Neuro-Oftalmologi (20)

TM2-Konsep Primary Survey dan Secondary Survey.pptx
TM2-Konsep Primary Survey dan Secondary Survey.pptxTM2-Konsep Primary Survey dan Secondary Survey.pptx
TM2-Konsep Primary Survey dan Secondary Survey.pptx
 
ASKEP SISTEM NEUROLOGI.ppt
ASKEP SISTEM NEUROLOGI.pptASKEP SISTEM NEUROLOGI.ppt
ASKEP SISTEM NEUROLOGI.ppt
 
Visual pathway.pptx
Visual pathway.pptxVisual pathway.pptx
Visual pathway.pptx
 
Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan
Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafanPemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan
Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan
 
NIHSS - Bahasa Indo.pptx
NIHSS - Bahasa Indo.pptxNIHSS - Bahasa Indo.pptx
NIHSS - Bahasa Indo.pptx
 
Pemfis neurologis
Pemfis neurologisPemfis neurologis
Pemfis neurologis
 
Pemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
Pemeriksaan Fisik Neurologis.pptPemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
Pemeriksaan Fisik Neurologis.ppt
 
1.ppt
1.ppt1.ppt
1.ppt
 
PPT pemeriksaan fisik anak.pptx
PPT pemeriksaan fisik anak.pptxPPT pemeriksaan fisik anak.pptx
PPT pemeriksaan fisik anak.pptx
 
5. fisiology penglihatan
5. fisiology penglihatan 5. fisiology penglihatan
5. fisiology penglihatan
 
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi
 
Tingkat kesadaran & refleks
Tingkat kesadaran & refleksTingkat kesadaran & refleks
Tingkat kesadaran & refleks
 
Retinoscopy on human eye
Retinoscopy on human eyeRetinoscopy on human eye
Retinoscopy on human eye
 
Teori persyarafan
Teori persyarafanTeori persyarafan
Teori persyarafan
 
173043078 case-mi-op-selvi-edit
173043078 case-mi-op-selvi-edit173043078 case-mi-op-selvi-edit
173043078 case-mi-op-selvi-edit
 
Slide tambahan CPA dan Vertigo central.pptx
Slide tambahan CPA dan Vertigo central.pptxSlide tambahan CPA dan Vertigo central.pptx
Slide tambahan CPA dan Vertigo central.pptx
 
Bantuan Hidup Dasar
Bantuan Hidup DasarBantuan Hidup Dasar
Bantuan Hidup Dasar
 
CRS PPT Pemeriksaan dan kelainan refraksi.pdf
CRS PPT Pemeriksaan dan kelainan refraksi.pdfCRS PPT Pemeriksaan dan kelainan refraksi.pdf
CRS PPT Pemeriksaan dan kelainan refraksi.pdf
 
Kdm pemeriksaan fisik mata
Kdm pemeriksaan fisik mataKdm pemeriksaan fisik mata
Kdm pemeriksaan fisik mata
 
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllanamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
anamnesis persyarafanlllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
 

More from ZevPanka1

Ocular Myastenia gravis.pptx
Ocular Myastenia gravis.pptxOcular Myastenia gravis.pptx
Ocular Myastenia gravis.pptxZevPanka1
 
Idiopathic Intracranial Hypertension.pptx
Idiopathic Intracranial Hypertension.pptxIdiopathic Intracranial Hypertension.pptx
Idiopathic Intracranial Hypertension.pptxZevPanka1
 
Etiologi Neuropati Optik.pptx
Etiologi Neuropati Optik.pptxEtiologi Neuropati Optik.pptx
Etiologi Neuropati Optik.pptxZevPanka1
 
Papilledema.pptx
Papilledema.pptxPapilledema.pptx
Papilledema.pptxZevPanka1
 
4. Retrochiasmal Lesion.pptx
4. Retrochiasmal Lesion.pptx4. Retrochiasmal Lesion.pptx
4. Retrochiasmal Lesion.pptxZevPanka1
 
VisualPath.ppt
VisualPath.pptVisualPath.ppt
VisualPath.pptZevPanka1
 

More from ZevPanka1 (6)

Ocular Myastenia gravis.pptx
Ocular Myastenia gravis.pptxOcular Myastenia gravis.pptx
Ocular Myastenia gravis.pptx
 
Idiopathic Intracranial Hypertension.pptx
Idiopathic Intracranial Hypertension.pptxIdiopathic Intracranial Hypertension.pptx
Idiopathic Intracranial Hypertension.pptx
 
Etiologi Neuropati Optik.pptx
Etiologi Neuropati Optik.pptxEtiologi Neuropati Optik.pptx
Etiologi Neuropati Optik.pptx
 
Papilledema.pptx
Papilledema.pptxPapilledema.pptx
Papilledema.pptx
 
4. Retrochiasmal Lesion.pptx
4. Retrochiasmal Lesion.pptx4. Retrochiasmal Lesion.pptx
4. Retrochiasmal Lesion.pptx
 
VisualPath.ppt
VisualPath.pptVisualPath.ppt
VisualPath.ppt
 

Recently uploaded

Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 

Recently uploaded (20)

Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 

Pemeriksaan Neuro-Oftalmologi

  • 1.
  • 2.  Inspeksi segmen anterior  slit-lamp  Corneal  COA  Iris  Pengukuran pupil  Simple handheld pupil gauge  Kaliper atau penggaris  Handheld pupil camera  Infraed video pupillometry
  • 3.  Terang  Gelap  Near stimulation  target akomodatif (konstriksi maksimum)  Anisocoria (perbedaan diameter kedua pupil minimal 0.4 mm)
  • 4.  Reaksi langsung pupil saat disinari cahaya secara langsung  Ruang redup  Fiksasi pada objek jauh  Sumber cahaya harus relatif terang  Terlalu terang  spastic miosis  Sumber cahaya  tepat ke arah mata  ke bagian bawah menjauhi mata (dapat diulang)  Respon normal  konstriksi (pupillary capture / phasic response)  Respon tidak normal  konstriksi lalu perlahan dilatasi ke ukuran semula (pupillary escape)
  • 5.  Saat mata disinari cahaya, pupil kontralateral akan konstriksi  Menggunakan 2 sumber cahaya  Terang  Redup  Normal  respon kecepatan dan ukuran sama pada kedua mata
  • 6.  Near response  merupakan salah satu dari near triad (miosis, convergence, accommodation)  Ruangan dengan cahaya yang adekuat tapi tidak terlalu terang  Fixasi pada accommodative target  Dokumentasi  foto, pupillometri  Pasien tidak kooperatif  lid closure reflex
  • 7.  Dilatasi dipengaruhi oleh banyak hal  Dilatasi setelah konstriksi (respon cahaya)  Paradoxical pupillary responses  Sudden noise  Ciliospinal reflex  Pupil normal  Mulai dilatasi dalam 5 detik  Dilatasi ke ukuran maksimal dalam 12-15 detik  Dilation lag  terdapat anisocoria dalam 5 detik setelah stimulus dihilangkan kemudian perlahan berdilatasi menjadi isokor (defek pada persarafan simpatik pupil)
  • 8.  Dilatasi dipengaruhi oleh banyak hal  Dilatasi setelah konstriksi (respon cahaya)  Paradoxical pupillary responses  Sudden noise  Ciliospinal reflex  Pupil normal  Mulai dilatasi dalam 5 detik  Dilatasi ke ukuran maksimal dalam 12-15 detik  Dilation lag  terdapat anisocoria dalam 5 detik setelah stimulus dihilangkan kemudian perlahan berdilatasi menjadi isokor (defek pada persarafan simpatik pupil)
  • 9.  Dilatasi dipengaruhi oleh banyak hal  Dilatasi setelah konstriksi (respon cahaya)  Paradoxical pupillary responses  Sudden noise  Ciliospinal reflex  Pupil normal  Mulai dilatasi dalam 5 detik  Dilatasi ke ukuran maksimal dalam 12-15 detik  Dilation lag  terdapat anisocoria dalam 5 detik setelah stimulus dihilangkan kemudian perlahan berdilatasi menjadi isokor (defek pada persarafan simpatik pupil)
  • 10. Gangguan reaksi terhadap cahaya, reaksi terhadap dekat normal/mendekati normal
  • 11.  “Marcus Gunn” atau “Gun” phenomenon  Pupil yang abnormal  Marcus Gunn Pupil
  • 12.  Sumber cahaya yang terang dan ruangan yang redup  Pasien berfiksasi pada objek yang jauh  Stimulasi 1 mata selama 2-3 detik, kemudian dengan cepat pindah ke mata lain selama 2-3 detik (ulangi beberapa kali)  Observasi konstriksi pupil awal dan ada tidaknya dilatasi  RAPD berat  lebih gampang dilihat  RAPD moderate/mild  sulit dilihat  Jika 1 pupil tidak bereaksi (trauma iris, sinekia) evaluasi respon cahaya langsung dan konsensual.  Grading RAPD 1-4+, dapat menggunakan neutral-density filters.
  • 13.
  • 14.  Gunakan filter dengan densitas paling rendah (0.3 log unit)  ulangi swinging test  Jika RAPD masih terdeteksi  gunakan filter dengan densitas yang lebih tinggi pada mata yang normal hingga RAPD menghilang  Pada keadaan ini (titik keseimbangan), input cahaya dari mata normal sama dengan input cahaya dari mata yang abnormal  Tentukan derajat RAPD berdasarkan densitas dari filter yang digunakan untuk mencapai titik keseimbangan.
  • 15.
  • 16.
  • 17.
  • 18.  Primary  posisi mata saat seseorang melihat lurus ke depan dengan badan dan kepala yang lurus  Secondary  posisi bola mata adduksi, abduksi, elevasi atau depresi  Tertiary  posisi oblique mata
  • 19.  Pemeriksaan mata rutin  Pasien diarahkan untuk melihat ke 6 atau 9 posisi diagnostik  Pemeriksaan melibatkan kedua mata, dinilai kesesuaian dan kesimetrisan kedua mata  Letakkan target ±30cm di depan mata pasien dan pasien fokus ke target  lihat mata pasien pada posisi primer  (deviasi/ gerakan abnormal)  Meminta pasien untuk mengikuti target tanpa menggerakkan kepala  (tanyakan apakah pasien mengalami penglihatan ganda pada posisi tertentu)  Gerakkan target ke beberapa posisi (“H” pattern)  Nilai jika ada gerakan abnormal atau nistagmus
  • 22. Elevation Superior Rectus + Inferior Oblique Kanan dan Kiri N. Oculomotor
  • 23. Levoelevation Superior Rectus Kiri dan Inferior Oblique Kanan N. Oculomotor Kiri (LSR) & N. Oculomotor Kanan (RIO)
  • 24. Levoversion Lateral Rectus Kiri dan Medial Rectus Kanan N. Abducens Kiri (LLR) & N. Oculomotor Kanan (RMR)
  • 25. Levodepression Inferior Rektus Kiri dan Superior Oblique Kanan N. Oculomotor Kiri (LIR) & N. Trochlear Kanan (RSO)
  • 26. Depression Inferior Rectus dan Superior Oblique Kanan dan Kiri N. Oculomotor
  • 27. Dextrodepression Inferior Rectus Kanan dan Superior Oblique Kiri) N. Oculomotor Kanan (RIR) & N. Trochlear Kiri (LSO)
  • 28. Dextroversion Lateral Rectus Kanan dan Medial Rectus Kiri N. Abducens Kanan (RLR) & N. Oculomotor Kiri (LMR)
  • 29. Dextroelevation Superior Rectus Kanan dan Inferior Oblique Kiri N. Oculomotor Kanan (RSR) & N. Oculomotor Kiri (LIO)
  • 30.  Gerakan bola mata dinilai pada 9 posisi dengan skala – 4 hingga +4  Tanda (-)  underaction  Tanda (+)  overaction  Nol menunjukkan gerakan normal  Gerakan horizontal  sklera harusnya tertutup oleh kantus  Jika sklera sedikit terlihat (-1)  Ketidak mampuan mata untuk abduksi/adduksi lebih dari setengah field of action (-2)  Ketidak mampuan mata untuk abduksi/adduksi lebih dari ¾ field of action (-3)  Tidak ada gerakan (-4)  Overaction gerakan horizontal dilihat dari seberapa luas kornea yang tertutup kantus  Jika Sebagian besar terututp  grade +4  Gerakan oblique dinilai perbandingan tinggi limbus kedua mata
  • 31.
  • 32.  Saraf sensoris penciuman  Tidak ada komponen motoric  Tanyakan pada pasien jika terjadi perubahan penciuman  Tes menggunakan bahan-bahan seperti lemon, peppermint, kopi
  • 33.  Visual sensoris retina  otak  Pemeriksaan pupil  Pemeriksaan visus  Pemeriksaan warna  Pemeriksaan lapang pandang  Funduskopi
  • 34.
  • 35.
  • 36.
  • 37.
  • 38.
  • 39.  Metode ini bergantung pada perbandingan antara lapang pandang pasien dengan pemeriksa, sehingga harus diperhatikan:  Posisi pemerisa  Pemeriksa harus memiliki lapang pandang dan blindspot yang normal
  • 40.  Mengantarkan informasi motoric ke otot ekstraokuler  pergerakan bola mata dan fungsi kelopak mata  Juga mengantarkan respon parasimpatik  konstriksi pupil  Pergerakan bola mata  Pemeriksaan strabismus
  • 42.
  • 43.  Mengantarkan sensoris (sensasi wajah) dan motorik ke otot pengunyah  Terdapat 3 sub divisi  Ophthalmic (V1): membawa informasi sesorik dari scalp dan dahi, hidung, kelopak mata atas, konjungtiva dan kornea  Maxillary (V2): membawa informasi sensorik dari kelopak mata bawah, pipi, lubang hidung, bibir atas, gigi dan gusi bagian atas  Mandibular (V3): membawa informasi sensorik dari dagu, rahang, bibir bawah, mulut, gigi dan gusi bagian bawah. Informasi motorik ke otot-otot pengunyah (masseter, otot temporal, dan otot pterygoid medial/lateral) juga ke tensor tympani, tensor veli palatini, mylohyoid, dan otot digastrik.
  • 44.
  • 45.
  • 46.
  • 47.
  • 48.
  • 49.
  • 50. Involuntary blinking dari kedua kelopak mata  respon dari stimulasi kornea unilateral (direct and consensual blinking) Saraf afferen  V1 Saraf efferen  N. Facial cabang temporal dan zygomatic
  • 51.  Motorik  otot-otot fasial dan otot stapedius  Sensorik  pengecap dari 2/3 anterior lidah  Menanyakan apakah pasien merasakan gangguan pada pengecapannya
  • 52.
  • 53.
  • 54.
  • 55.
  • 56.
  • 57. Bell’s Palsy Kerutan kening menghilang Lipatan nasolabial menghilang
  • 58.  Saraf sensorik  Suara dan keseimbangan tubuh  Tidak tedapat komponen motoric  Tes yang dilakukan:  Gross hearing assessment  Rinne’s test  Weber’s test  Unterberger / Turning test
  • 59.  Glossopharyngeal  Membawa informasi motoric ke otot stylopharyngeus  mengangkat faring saat menelan dan berbicara  Membawa stimulasi sensorik  pengecap dari 1/3 posterior lidah  Saraf sensorik visceral  refleks muntah (afferent)  Vagus  Membawa informasi motoric ke otot-otot mulut  berperan saat berbicara dan refleks muntah (efferent)  Tes yang dilakukan  Menelan  Batuk  Berbicara  Refleks muntah
  • 60.  Membawa infomasi motoric ke otot sternocleidomastoid dan trapezius  Tidak memiliki komponen sensorik
  • 61.  Membawa informasi motoric ke otot-otot ekstrinsik lidah (kecuali yang dipersarafi oleh n. vagus)  Tidak memiliki komponen sensoris  Pemeriksaan:  Inspeksi lidah pasien  wasing, fasikulasi, deviasi (saat menjulurkan lidah)  Meminta pasien untuk melawan tangan pemeriksa yang diletakkan di pipi pasien dengan lidah pasien

Editor's Notes

  1. Pemeriksaan segmen anterior: Kornea  abrasi  terjadi perubahan pupil Coa  inflamasi  spasme siliar  pupil kecil Iris  dapat melihat segmental defek Simple handheld pupil gauge: Gambar lingkaran/setengah lingkaran dengan peningkatan diameter 0.2mm tiap gambar
  2. Diameter pupil diukur di tempat terang, menggunakan cahaya ruangan atau alat lain dan juga saat gelap, cahaya ruangan diredupkan, pemeriksa masih dapat melihat pinggir pupil. Selain itu diperiksa juga saat keadaan konstriksi maksimum saat dilakukan near stimulation menggunakan target akomodatif Pemeriksaan pupil pada saat terang dan gelap harus dibandingkan untuk melihat ada tidaknya anisocoria
  3. Sumber cahaya redup membantu untuk melihat pupil kontra lateral, diarahkan oblik dari samping mata
  4. Lid closur reflex/orbicularis reflex: reaksi normal yang terdiri dari konstriksi pupil yang berhubungan dengan kontraksi orbicularis okuli dan Gerakan mata ke arah superior
  5. Paradoxical pupillary responses : pasien dengan gangguan retina dan nervus optic (jarang)  dilatasi pupil saat disinari cahaya Ciliospinal reflex: mencubit bagian belakang leher
  6. Semua pasien dengan gangguan reaksi cahaya pupil, harus dicurigai adanya gangguan light-near dissociation Terjadi pada beberapa kondisi seperti Blindness, neuroyphilis, tonic pupil, hydrocephalus, pineal region tumors Jaras eferen sama pada kedua reaksi sehingga tidak dapat dipisahkan, paling sering gangguan di jaras afferen
  7. Pada contoh gambar mata yang abnormal adalah mata kiri, mata dengan fixed pupil. Pupil pada mata yang normal (kanan) akan berkonstriksi saat disinari cahaya, dan akan berdilatasi jika mata lain (kiri) disinari cahaya. Jika mata yang abnormal adalah mata dengan pupil yang reaktif (kanan), pupil akan berkonstriksi saat cahaya disinari ke mata dengan fixed pupil (kiri), dan akan berdilatasi saat disinari cahaya langsung ke mata kanan. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam usaha menentukan pasien dengan parese n. oculomotor atau traumatic iridoplegia juga mengalami neuropati optic atau disfungsi retina
  8. Otot ekstraokuler: terdiri dari 6 otot yang mengontrol pergerakan mata dan 1 otot pembukaan kelopak mata Tiap mata memiliki 6 otot, 4 otot rektus dan 2 oblik yang jika bekerja dengan baik  kedua mata dapat melihat ke segala arah Tiap otot-otot ekstraokuler dipersarafi oleh saraf kranial 4SO, 6LR, 3 yang lain Dextrocycloversion – Top of the Eye Rotates to the Right Levocycloversion - Top of the Eye Rotates to the Left
  9. Saat mata dalam posisi abduksi  otot rektus  otot penggerak primer Saat mata dalam posisi adduksi  otot oblique  otot penggerak primer
  10. Dextrocycloversion – Top of the Eye Rotates to the Right Levocycloversion - Top of the Eye Rotates to the Left
  11. Penyebab anosmia: Mucous blockage Head trauma: kerusakan saraf olfaktori Genetik Parkinson: gejala awal Covid 19
  12. Dicatat dan dilaporkan berdasarkan jarak chart (numerator) dibandingkan dengan garis terkecil yang terbaca (denominator) Jika pasien dapat membaca garis 6/6 tetapi terdapat 2 kesalahan  6/6 (-2) Jika terjadi kesalahan > 2  gunakan garis sebelumnya Catat visus pasien saat visus tanpa bantuan (UA), saat menggunakan pinhole (PH) atau kacamata Jika pasien tidak dapat membaca garis paling atas dari Snellen chart dengan jarak 6 meter (menggunakan pihnole) Minta pasien menghitung jari pemeriksa dari jarak 5 -1 meter (counting fingers) Menanyakan pasien apakah dapat melihat gerakan tangan (hand movement) Memeriksa jika pasien dapat mendeteksi cahaya yang disinarkan pada kedua mata (light perception/ no light perception)
  13. Dicatat dan dilaporkan berdasarkan jarak chart (numerator) dibandingkan dengan garis terkecil yang terbaca (denominator) Jika pasien dapat membaca garis 6/6 tetapi terdapat 2 kesalahan  6/6 (-2) Jika terjadi kesalahan > 2  gunakan garis sebelumnya Catat visus pasien saat visus tanpa bantuan (UA), saat menggunakan pinhole (PH) atau kacamata Jika pasien tidak dapat membaca garis paling atas dari Snellen chart dengan jarak 6 meter (menggunakan pihnole) Minta pasien menghitung jari pemeriksa dari jarak 5 -1 meter (counting fingers) Menanyakan pasien apakah dapat melihat gerakan tangan (hand movement) Memeriksa jika pasien dapat mendeteksi cahaya yang disinarkan pada kedua mata (light perception/ no light perception)
  14. Dicatat dan dilaporkan berdasarkan jarak chart (numerator) dibandingkan dengan garis terkecil yang terbaca (denominator) Jika pasien dapat membaca garis 6/6 tetapi terdapat 2 kesalahan  6/6 (-2) Jika terjadi kesalahan > 2  gunakan garis sebelumnya Catat visus pasien saat visus tanpa bantuan (UA), saat menggunakan pinhole (PH) atau kacamata Jika pasien tidak dapat membaca garis paling atas dari Snellen chart dengan jarak 6 meter (menggunakan pihnole) Minta pasien menghitung jari pemeriksa dari jarak 5 -1 meter (counting fingers) Menanyakan pasien apakah dapat melihat gerakan tangan (hand movement) Memeriksa jika pasien dapat mendeteksi cahaya yang disinarkan pada kedua mata (light perception/ no light perception)
  15. Dicatat dan dilaporkan berdasarkan jarak chart (numerator) dibandingkan dengan garis terkecil yang terbaca (denominator) Jika pasien dapat membaca garis 6/6 tetapi terdapat 2 kesalahan  6/6 (-2) Jika terjadi kesalahan > 2  gunakan garis sebelumnya Catat visus pasien saat visus tanpa bantuan (UA), saat menggunakan pinhole (PH) atau kacamata Jika pasien tidak dapat membaca garis paling atas dari Snellen chart dengan jarak 6 meter (menggunakan pihnole) Minta pasien menghitung jari pemeriksa dari jarak 5 -1 meter (counting fingers) Menanyakan pasien apakah dapat melihat gerakan tangan (hand movement) Memeriksa jika pasien dapat mendeteksi cahaya yang disinarkan pada kedua mata (light perception/ no light perception)
  16. Menggunakan Ishihara Jika pasien menggunakan kacamata baca  gunakan Minta pasien untuk menutup satu mata Minta pasien untuk membaca angka yang ada pada Ishihara plate, plate pertama (test plate) digunakan untuk memeriksa sensitivitas kontras. Jika pasien tidak dapat membaca test plate  dicatat Dokumentasikan hasil yang didapatkan, disesuaikan dengan plate yang diperiksa termasuk test plate (cth 21/21) Ulangi pemeriksaan untuk mata yang lain
  17. Pemeriksa duduk di depan pasien (± 1 Meter) Meminta pasien untuk menutup salah satu mata dengan tangannya Jika pasien menutup mata kanan, pemeriksa harus menututp mata kiri (mirroring) Meminta pasien untuk focus ke wajah pemeriksa (cth hidung) dan tidak diperbolehkan menggerakkan wajah atau mata Untuk screening gangguan penglihatan sentral, minta pasien untuk menyebutkan bagian wajah pemeriksa yang dilihat pasien (formal  Amsler chart) Posisikan target pada posisi yang sama antara pasien dengan pemeriksa Nilai lapang pandang perifer pasien dengan membandingkan dengan lapang pandang pemeriksa Mulai dari perifer  tengah Meminta pasien mengatakan jika pertama kali melihat target Jika pemeriksa melihat target tp pasien tidak  sugestif terdapat gangguan lapang pandang Ulangi pemeriksaan di setiap kuadran dan juga pada mata yang lain Dokumentasi hasil pemerisaan
  18. Hirschberg test Meminta pasien fokus jauh, sinarkan penlight ke kedua mata pasien Nilai refleks kornea pada kedua mata Normal  pantulan cahaya akan terposisi di tengah pupil dan simetris Abnormal  pantulan cahaya tidak simetris dan tidak di tengah pupil
  19. Cover test Meminta pasien untuk fokus ke suatu target Tutup satu mata pasien lalu observasi mata kontralateral jika terjadi shift in fixation Jika tidak ada shift in fixation saat menutup mata kontralateral  orhotropic Jika terdapat shift in fixation  heterotropia Ulangi pemeriksaan pada mata yang lain
  20. Jelaskan modalitas sensasi yang akan diperiksa (cth sentuhan halus, pinprick) kepada pasien dengan mencontohkan pada tangan/sternum Meminta pasien untuk menutup mata dan mengatakan “ya” tiap mereka merasakan sentuhan pada daerah wajah Nilai komponen sensorik V1, V2, dan V3 dengan sentuhan tersebut pada regio yang dipersarafi tiap cabang nervus Dahi (lateral aspect): ophthalmic (V1) Cheeck: maxillary (V2) Rahang bawah (kecuali sudut  C2,C3): mandibular (V3)
  21. Jelaskan modalitas sensasi yang akan diperiksa (cth sentuhan halus, pinprick) kepada pasien dengan mencontohkan pada tangan/sternum Meminta pasien untuk menutup mata dan mengatakan “ya” tiap mereka merasakan sentuhan pada daerah wajah Nilai komponen sensorik V1, V2, dan V3 dengan sentuhan tersebut pada regio yang dipersarafi tiap cabang nervus Dahi (lateral aspect): ophthalmic (V1) Cheeck: maxillary (V2) Rahang bawah (kecuali sudut  C2,C3): mandibular (V3)
  22. Jelaskan modalitas sensasi yang akan diperiksa (cth sentuhan halus, pinprick) kepada pasien dengan mencontohkan pada tangan/sternum Meminta pasien untuk menutup mata dan mengatakan “ya” tiap mereka merasakan sentuhan pada daerah wajah Nilai komponen sensorik V1, V2, dan V3 dengan sentuhan tersebut pada regio yang dipersarafi tiap cabang nervus Dahi (lateral aspect): ophthalmic (V1) Cheeck: maxillary (V2) Rahang bawah (kecuali sudut  C2,C3): mandibular (V3)
  23. Jelaskan modalitas sensasi yang akan diperiksa (cth sentuhan halus, pinprick) kepada pasien dengan mencontohkan pada tangan/sternum Meminta pasien untuk menutup mata dan mengatakan “ya” tiap mereka merasakan sentuhan pada daerah wajah Nilai komponen sensorik V1, V2, dan V3 dengan sentuhan tersebut pada regio yang dipersarafi tiap cabang nervus Dahi (lateral aspect): ophthalmic (V1) Cheeck: maxillary (V2) Rahang bawah (kecuali sudut  C2,C3): mandibular (V3)
  24. Gunakan otot pengunyah untuk menilai komponen motoric dari V3 Inspeksi otot temporal dan masseter untuk menilai wasting Lebih terlihat pada otot temporal  terdapat hollowing effect pada bagian termporal Palpasi otot masseter bilateral dan meminta pasien untuk menutup mulut rapat-rapat  nilai tonus kedua otot
  25. Meminta pasien untuk membuka mulut  berikan tahanan di bawah rahang untuk menilai otot pterygoid Tidak bisa membuka mulut/deviasi rahang  trigeminal nerve palsy
  26. Penilaian refleks kornea Menjelaskan prosedur ke pasien Lakukan sentuhan halus pada ujung kornea dengan menggunakan kapas Pada orang normal  direct and consensual blinking. jika tidak ada refleks berkedip  sugestif gangguan nervus trigeminal atau facial
  27. Inspeksi Perhatikan wajah pasien untuk melihat kesimetrisan wajah Gerakan otot-otot wajah Meminta pasien untuk menggerakkan beberapa otot jawah sekaligus pemeriksa menilai kesimetrisan; meminta pasien untuk: Mengangkat alis – frontalis Menutup mata – orbitalis okuli Kembungkan pipi – orbicularis oris Mencucukan bibir – orbicularis oris dan buccinator Senyum – levator anguli oris dan zygomaticus major
  28. Inspeksi Perhatikan wajah pasien untuk melihat kesimetrisan wajah Gerakan otot-otot wajah Meminta pasien untuk menggerakkan beberapa otot jawah sekaligus pemeriksa menilai kesimetrisan; meminta pasien untuk: Mengangkat alis – frontalis Menutup mata – orbitalis okuli Kembungkan pipi – orbicularis oris Mencucukan bibir – orbicularis oris dan buccinator Senyum – levator anguli oris dan zygomaticus major
  29. Inspeksi Perhatikan wajah pasien untuk melihat kesimetrisan wajah Gerakan otot-otot wajah Meminta pasien untuk menggerakkan beberapa otot jawah sekaligus pemeriksa menilai kesimetrisan; meminta pasien untuk: Mengangkat alis – frontalis Menutup mata – orbitalis okuli Kembungkan pipi – orbicularis oris Mencucukan bibir – orbicularis oris dan buccinator Senyum – levator anguli oris dan zygomaticus major
  30. Inspeksi Perhatikan wajah pasien untuk melihat kesimetrisan wajah Gerakan otot-otot wajah Meminta pasien untuk menggerakkan beberapa otot jawah sekaligus pemeriksa menilai kesimetrisan; meminta pasien untuk: Mengangkat alis – frontalis Menutup mata – orbitalis okuli Kembungkan pipi – orbicularis oris Mencucukan bibir – orbicularis oris dan buccinator Senyum – levator anguli oris dan zygomaticus major
  31. Inspeksi Perhatikan wajah pasien untuk melihat kesimetrisan wajah Gerakan otot-otot wajah Meminta pasien untuk menggerakkan beberapa otot jawah sekaligus pemeriksa menilai kesimetrisan; meminta pasien untuk: Mengangkat alis – frontalis Menutup mata – orbitalis okuli Kembungkan pipi – orbicularis oris Mencucukan bibir – orbicularis oris dan buccinator Senyum – levator anguli oris dan zygomaticus major
  32. Facial nerve palsy: kelemahan unilateral otot-otot fasialis, dapat disebabkan oleh upper dan lower motor neuron lesion Lower motor neuron: kelemahan seluruh otot fasialis ipsilateral (kehilangan seluruh persarafan pada otot yang terkena)  bell’s palsy Upper motor neuron: kelemahan otot fasialis unilateral, tapi otot-otot bagian atas wajah masih dapat bergerak karena persarafan dari bilateral cortical (fungsi frontalis masih dapat dipertahankan)  stroke
  33. Gross hearing assessment 1. Position yourself approximately 60cm from the ear and then whisper a number or word. 2. Mask the ear not being tested by rubbing the tragus. Do not place your arm across the face of the patient when rubbing the tragus, it is far nicer to occlude the ear from behind the head. If possible shield the patient’s eyes to prevent any visual stimulus. 3. Ask the patient to repeat the number or word back to you. If they get two-thirds or more correct then their hearing level is 12db or better. If there is no response use a conversational voice (48db or worse) or loud voice (76db or worse). 4. If there is no response you can move closer and repeat the test at 15cm. Here the thresholds are 34db for a whisper and 56db for a conversational voice. 5. Assess the other ear in the same way. Rinne’s test 1. Place a vibrating 512 Hz tuning fork firmly on the mastoid process (apply pressure to the opposite side of the head to make sure the contact is firm). This tests bone conduction. 2. Confirm the patient can hear the sound of the tuning fork and then ask them to tell you when they can no longer hear it. 3. When the patient can no longer hear the sound, move the tuning fork in front of the external auditory meatus to test air conduction. 4. Ask the patient if they can now hear the sound again. If they can hear the sound, it suggests air conduction is better than bone conduction, which is what would be expected in a healthy individual (this is often confusingly referred to as a “Rinne’s positive” result). Summary of Rinne’s test results These results should be assessed in context with the results of Weber’s test before any diagnostic assumptions are made: Normal result: air conduction > bone conduction (Rinne’s positive) Sensorineural deafness: air conduction > bone conduction (Rinne’s positive) – due to both air and bone conduction being reduced equally Conductive deafness: bone conduction > air conduction (Rinne’s negative) Weber’s test 1. Tap a 512Hz tuning fork and place in the midline of the forehead. The tuning fork should be set in motion by striking it on your knee (not the patient’s knee or a table). 2. Ask the patient “Where do you hear the sound?” These results should be assessed in context with the results of Rinne’s test before any diagnostic assumptions are made: Normal: sound is heard equally in both ears. Sensorineural deafness: sound is heard louder on the side of the intact ear. Conductive deafness: sound is heard louder on the side of the affected ear. Vestibular testing – “Unterberger” or “Turning test” Ask the patient to march on the spot with their arms outstretched and their eyes closed: Normal result: the patient remains in the same position. Vestibular lesion: the patient will turn towards the side of the lesion
  34. Inspection Ask the patient to open their mouth and inspect the soft palate and uvula: Note the position of the uvula. Vagus nerve lesions result in deviation of the uvula towards the unaffected side. Ask the patient to say “ahh“: Inspect the palate and uvula which should elevate symmetrically, with the uvula remaining in the midline. A vagus nerve lesion will cause asymmetrical elevation of the palate and uvula deviation away from the lesion. Ask the patient to cough: Vagus nerve lesions can result in the presence of a weak, non-explosive sounding bovine cough caused by an inability to close the glottis. Swallow assessment Ask the patient to take a small sip of water (approximately 3 teaspoons) and observe the patient swallow. The presence of a cough or a change to the quality of their voice suggests an ineffective swallow which can be caused by both glossopharyngeal (afferent) and vagus (efferent) nerve pathology. Gag reflex The gag reflex involves both the glossopharyngeal nerve (afferent) and the vagus nerve (efferent). This test is highly unpleasant for patients and therefore the swallow test mentioned previously is preferred as an alternative. You should not perform this test in an OSCE, although you may be expected to have an understanding of what cranial nerves are involved in the reflex. To perform the gag reflex: 1. Stimulate the posterior aspect of the tongue and oropharynx which in healthy individuals should trigger a gag reflex. The absence of a gag reflex can be caused by both glossopharyngeal and vagus nerve pathology.
  35. Assessment To assess the accessory nerve: 1. First, inspect for evidence sternocleidomastoid or trapezius muscle wasting. 2. Ask the patient to raise their shoulders and resist you pushing them downwards: this assesses the trapezius muscle (accessory nerve palsy will result in weakness). 3. Ask the patient to turn their head left whilst you resist the movement and then repeat with the patient turning their head to the right: this assesses the sternocleidomastoid muscle (accessory nerve palsy will result in weakness).