SlideShare a Scribd company logo
1 of 72
Download to read offline
PEMERIKSAAN FISIK
GANGGUAN
SISTEM PERSYARAFAN
Mata Kuliah :
Keperawatan Medikal Bedah II
TANDA VITAL
 Pada cedera medula spinalis  trias klasik 
hipotensi, bradikardia, hipotermia (hilangya fungsi
sistem saraf simpatis)
 Perubahan TTV  dapat menyertai tahap akhir
peningkatan TIK
 Respons Cushing  peningkatan TD Sistolik,
tekanan andi meningkat, bradikardia
 Frekuensi dan irama pernapasan terganggu 
peningkatan TIK di batang otak
STATUS MENTAL
 Pemeriksaan terhadap ;
 Tingkat kesadaran
 Orientasi
 Memori
 Suasana hati dan afek
 Perfoma intelektual
 Pengambilan keputusan dan daya tilik diri
 Bahasa dan komunikasi
Tingkat kesadaran
 Alert : Composmentis / kesadaran penuh
– Berespon secara tepat terhadap stimulus minimal,
– tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan
lingkungan.
 Lethargic
– Seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti
enggan bicara.
– Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal,
mungkin dapat berespon dengan cepat.
– Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
Tingkat kesadaran
 Obtuned
– Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar
dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit,
respon verbal dan kalimat membingungkan.
 Stuporus
– Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan
rangsang verbal.
– Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.
 Koma
– Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan
stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil
Glasgow Coma Scale (GCS) :
 Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open
= E), respon motorik (motorik response = M), dan
respon verbal (verbal response = V).
 Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu
mulai dari yang paling baik (normal) sampai yang paling
jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah 3 (tiga)
sedangkan paling baik (normal) adalah 15.
 Score 3 - 4 : vegetatif (hanya organ otonom yg bekerja)
< 7 : koma
> 11 : moderate disability
15 : composmentis
RESPON SCORING
1. Membuka Mata = Eye open (E)
 Spontan membuka mata
 Terhadap suara membuka mata
 Terhadap nyeri membuka mata
 Tidak ada respon
4
3
2
1
2. Motorik = Motoric response (M)
 Menurut perintah
 Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)
 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak
 Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur
dekortikasi
 Ekstensi abnormal/postur deserebrasi
 Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
3. Verbal = Verbal response (V)
 Berorientasi baik
 Bingung
 Kata-kata respon tidak tepat
 Respon suara tidak bermakna
 Tidak ada respon
5
4
3
2
1
Orientasi
Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal,
hari dan bulan.
Tanyakan “kita ada dimana” seperti :
nama rumah sakit yang ia tempati,
negara, kota, asal daerah, dan alamat
rumah
Memori
Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan
sebutkan nama benda-benda tersebut
masing-masing dalam waktu 1 detik.
Kemudian suruh orang coba untuk
mengulang nama-nama benda yang
sudah diperlihatkan
Suasana hati dan afek
 Ekspresi wajah dapat menunjukan emosi,
seperti ;
– Cemas
– Curiga
– Depresi
 Apakah afek klien sesuai situasi?
Perfoma intelektual
 Perfoma intelektual
– Sumber pengetahuan
– Kemampuan berhitung
 Minta klien mengidentifikasi orang yang
dikenal, tempat, atau peristiwa tertentu
Pengambilan keputusan dan daya
tilik diri
 Termasuk 
– Penalaran
– Pemikiran abstrak
– Memecahkan masalah
– Persepsi terhadap situasi
 Dengarkan bagaimana klien menjawab pertanyaan
 Dapat berkonsentrasi, tetap fokus, atau mudah
mengalami distraksi
Bahasa dan Komunikasi
 Afasia motorik,  lesi di area Broca, klien tidak mampu
menyatakan pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa
verbal dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu sesuai
perintah.
 Afasia sensorik / perseptif,  lesi pada area Wernicke, ditandai
dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan
visual tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata-
kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal
mempunyai arti apa-apa.
 Disatria  gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan
tegas karena lesi pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat
ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat
Inspeksi
 Kepala ; ukuran, bentuk, kontur dan kesimetrisan
 Temuan 
– ekimosis sekitar mata atau telinga
– Ekimosis periorbital
– Ekimosis prosesus mastoideus belakang telinga (tanda
Battle)
– Cairan dari telinga (darah, CSS, atau keduanya)
– Keluar cairan serebrospinal dari lubang hidung
– Lipan kulit, lipoma, bercak berambut
Palpasi
 Pada tulang tengkorak  nodul/massa,
menonjol atau berlekuk (abnormal)
 Otot leher  massa atau area dengan rasa
nyeri
 Kaku kuduk  manisfestasi iritasi meningeal
 Tulang belakang  deviasi
 Otot paravertebrae  massa, spasme
Perkusi
 Perkusi lembut pada prosesus spinosus 
tanda-tanda nyeri (abnormal)
Auskultasi
 Pembuluh darah leher/lain  bruit (terjadi
karena aliran turbulen dan biasanya
merupakan manifestasi penyakit
arterosklerosis)
SARAF KRANIAL
 Saraf kranial III s.d XII (berawal dari batang
otak)  mengkaji fungsi saraf ini memberikan
informasi ttg batang otak dan jaras terkait
 Tiga refleks melibatkan saraf kranial  refleks
protektif (refleks kornea, muntah & batuk)
 Hilangknya respons normal 
– Kegagalan menerima stimulus (input)
– Kegagalan untuk berespons dengan tepat (output)
– Kombinasi kegagalan input & output
Saraf kranial I (Olfaktorius)
 Persiapan :
– Pasien hrs sadar & kooperatif
– Bahan :kopi,teh,tembakau,jeruk
pepperminth,kamper,aq.rosarum
 Pemeriksaan :
1. Inspeksi
Periksa kedua lubang hidung
yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik
2. Inspeksi
– Pasien diberitahu bahwa daya
penciumannya hendak diperiksa.
– Tutup mata pasien.
– Pasien mengidenfikasi apa yang
tercium olehnya bila suatu zat di
dekatkan pada lubang hidungnya.
 Interpretasi :
– Normal Hiperosmia
– Anosmia Parosmia
– Hiposmia Kakosmia
– Halusinasi olfactorik baik
Saraf Kranial II (Optikus)
1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.
2. Pemeriksaan pengenalan warna.
3. Pemeriksaan medan (lapangan)
pengelihatan.
4. Pemeriksaan fundus (funduskopi).
Pemeriksaan dan interpretasi tajam
penglihatan
 Persiapan : Yakinkan tdk ada ggn visus ok penyakit mata.
Tabel Snellen
– Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.
– Mata kiri ditutup dengan tangan kiri
dan visus mata kanan diperiksa.
– Dengan mata kanannya membaca
huruf-huruf dalam tabel snellen.
– Begitu jg sebaliknya u/ mata kiri.
 Interpretasi
– Visus normal : 6/6
x  jarak penderita dg snellen
y jarak,dimana org normal dpt melihat
tulisan dlm snellen
Jari-jari tangan
 Visus pasien menurun →< 6/6,visus diperiksa dengan
menghitung jari-jari.
 Pasien memberitahukan berapa jari pemeriksa yang
diperlihatkan kepadanya.
 Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai
dapat dilihat.
 Interpretasi
– Normal:menghitung jari tangan jarak 6 m,
– jika hanya dpt menghitung jari-jari tangan dr jarak 5 m→ visus:
5/6
Pemeriksaan & Interpretasi
pengenalan warna
 Pemeriksaan
– Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang
wol berwarna.
– Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara
atau stiling
– Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.
 Interpretasi
– Normal
– Buta Warna
Pemeriksaan & Interpretasi
medan pengelihatan
 Tanpa alat  Test konfrontasi.
 Persiapan :
– Pasien harus kooperatif.
– Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan.
 Interpretasi
– Normal
– Menyempit
Pemeriksaan Funduskopi
 Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan
tangan kanan.
 Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi ps/.
 Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum
manus tangan kiri yang memegang dahi ps/.
 Mata kanan ps/ diperiksa dg mata kanan
pemeriksa,begitu sebaliknya.
 Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi
Interpretasi Funduskopi
1. Gambaran retina, Normal :
– Latar belakang :merah keoranye-oranyean
– Papil nervi optisi : lebih muda
– Pembuluh darah berpangkal pd pusat papil memancarkan
cabang-cabangnya ke seluruh retina
– Arteri berwarna jernih & vena berwarna merah tua.
– Reflek sinar hanya tampak pd arteri
– Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelok
dibandingkan arteri
– Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan
penekanan bola mata → pulsasi lebih jelas
2.Gambaran Nervi Optisi, Normal :
– bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal
sedikit pucat, batas tegas, bagian nasal
agak kabur, fisiologik cupping, vena:arteri 3 : 2
Gambaran Nervi Optisi, Abnormal :
– Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur,
cupping menghilang
– Papil Atropi Primer : papil pucat, batas tegas,
cupping (+)
– Papil Atropi Sekunder: papil pucat,batas tidak tegas
cupping (-)
Saraf Kranial III, IV & VI (Okulomotorius,
Troklearis, Abdusens)
Pemeriksaan nervi III,IV,VI:
1.Inspeksi saat istirahat :
– Kedudukan bola mata
– Observasi celah kelopak mata
2.Inspeksi saat bergerak :
– Observasi gerakan mata sesuai perintah
3.Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil
1.Inspeksi saat istirahat
a.Kedudukan bola mata
Pemeriksaan
– Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak
– Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik
– Eksoptalmus / endoftalmus
Interpretasi
– Normal : Kedudukan bola mata simetris
– Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis,
okulogirik, eksoptalmus /endoftalmus
B.Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
– Penderita memandang lurus kedepan
– Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.
Interpretasi
– Normal : simetris kanan-kiri
– Kelainan : Celah kelopak mata menyempit 
Ptosis, Enoftalmus & blefarospasmus
– Kelainan : Celah kelopak mata melebar 
Eksoftalmus & proptosis
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
Penilaian gerakan monokular
Penilaian gerakan kedua bola mata atas
perintah
Penilaian gerakan bola mata mengikuti
obyek bergerak
Pemeriksaan gerakan konjungata
reflektorik (doll’s eye movement)
Interpretasi gerakan bola mata
Normal :
– Gerakan konjungata
– Gerakan diskonjungat/
– gerakan konversion
– Dolls eye movement (+)
Kelainan :
– Tanda parinaud (+)  (paralisis lirikan ketas)
– Stabismus
– Gerakan okulogirik
– Diplopia
– Gangguan gerakan bola mata kesamping
– Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah
3.Pemeriksaan & Interpretasi
Pupil-Reaksi pupil
Pemeriksaan :
 Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil
 Perbandingan pupil kanan dan kiri
 Pemeriksaan reflek pupil
Interpretasi
Normal :
– Bentuk pupil : bulat reguler
– Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm
– Posisi pupil : ditengah-tengah
– Isokor
– Reflek cahaya langsung (+)
– Reflek cahaya konsensuil (+)
– Reflek akomodasi/konvergensi (+)
Kelainan :
– Pintpoin pupil
– Bentuk ireguler
– Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
Saraf Kranial V (Trigeminus)
Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N. Trigeminus
– Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya,
– palpasi m.maseter & temporalis
– Pasien membuka mulutnya, perhatikan deviasi
rahang bawah (m.pterigoideus lateralis)
– Tongue spatel digigit bergantian, bandingkan
bekas gigitan( M.Pterigoideus Medialis)
Normal:
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris
– Rahang bawah berada ditengah tengah
– Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam
pada gigitan kanan dan kiri
Kelainan :
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan
kiri (-) / melemah.
– Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke
sisi m.pterigoideus lateralis yg lumpuh.
– Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis
yang lumpuh lebih dangkal.
2.Fungsi Sensorik N.Trigeminus
Interpretasi :
Normal : gangguan sensibilitas(-)
Kelainan :
– Analgesi : tidak merasakan rangsang nyeri
– Termanestesi : tidak merasakan rangsangan
suhu
– Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba
Saraf Kranial VII (Fasialis)
Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan & Interpretasi fungsi motorik
a. Observasi otot wajah dlm keadaan istirahat
b.Observasi otot wajah saat digerakkan
2.Pemeriksaan fungsi Pengecapan
Persiapan :
– larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), kinine
(rasa pahit), cuka (rasa asam)
Pemeriksaan:
– Mintalah ps/ utk menjulurkan lidahnya
– Bersihkan lidah sblm pemeriksaan
– Berilah rangsangan pd indera pengecapnya 2/3
bg.depan
Interpretasi :
 Ageusia Pargeusia
 Hipoageusia Hemiageusia
3. Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Pemeriksaan :
– Inspeksi lakrimasi & sekresi kelenjar ludah
– Gunakan kertas lakmus u/ memeriksa sekresi gl.
Lakrimasi, gl. submaxilaris & gl. Sublingualis
Interpretasi :
– Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula
submasilaris dan sublingualis baik
– Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi
gl.submaxilaris dan sublingualis
Saraf Kranial VIII (Kokhlearis dan N.
Vestibularis)
A. Kokhelaris ( Akustikus)
1.Suara Bisik
2.Uji garputala
a. Rinne
 Interpretasi :
 Rinne (+)
 Rinne (-)
b. Schwabach
− Getarkan garputala,tempelkan pd proc.mastoideus penderita
− Jika suara garputala tdk di dengar lg oleh penderita,pindahkan
ke proc.mastoideus pemeriksa.
Interpretasi :
– Schwabach normal
– Schwabach memendek
3. Weber
 Pemeriksaan :
– Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria
penderita.
– Tanyakan kpd penderita ke telinga mana suara
garputala terdengar lebih keras.
 Interpretasi :
4. Bing
 Pemeriksaan :
– Getarkan garputala dan tempatkan pd calvaria penderita.
– Sumbatlah salah satu lubang telinga penderita.
– Tanyakan kearah telinga mana terdengar suara garputala lebih keras.
 Interpretasi :
– Bing + : lateralisasi ke telinga yg disumbat
– Bing - : tidak ada lateralisasi
Saraf Kranial IX dan X
(Glosofaringeus & Vagus)
1. Pemeriksaan Fungsi Motorik
a. INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT
Minta penderita membuka mulut & suruh ucapkan
“Ah,Ah”
Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula
 Interpretasi :
– Normal : Simetris lengkung langit-langit
– Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak
keatas
– Lengkung langit-langit yg lumpu tertinggal.
b. Pemeriksaan fungsi menelan
– Minta penderita minum air
– Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke
hidung
 Interpretasi:
– Normal : mampu minum air dg baik.
– Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX
bilateral
c. Pemeriksaan Fonasi suara
– Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.”
 Interpretasi :
– Normal
– Ggn fonasi suara “sangau”
2. Pemeriksaan fungsi parasimpatis
– Inspeksi sekresi kelenjar ludah
 Interpretasi :
– Normal
– Kelainan : sekresi kelenjar ludah tidak ada
3. Pemeriksaan Fungsi Sensorik
a. Refleks muntah
– Sentuh bagian atas faring/palatum molle
Interpretasi :
Replek muntah +/ -
b. Pemeriksaan Fungsi pengecapan
– Minta pasien menjulurkan lidahnya.
– Bersihkan lidah penderita pd 1/3 bagian
belakang.
– Berilah rangsangan pengecapan pd lidah
1/3 belakang.
Interpretasi :
– Ageusia Hipoageusia
– Parageusia Hemiageusia
Saraf Kranial XI (Aksesorius)
1. Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius
– Pasien memutar kepala ke sisi yg sehat.
– Pemeriksa meraba M.sterno kleidomastoideus sisi
kontralateral.
 Interpretasi :
– Normal : ada kontraksi otot
– Kelainan : tidak ada kontkaksi otot
Saraf Kranial XII (Hipoglosus)
 Pemeriksaan:
– Inspeksi lidah saat istirahat
– Inspeksi lidah saat dijulurkan
– Pemeriksaan artikulasi kata “ ular loreng lari, lurus
dilorong”
 Interpretasi :
– Normal : tidak ada deviasi
– Kelainan : ada deviasi +
2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius
– Saat Istirahat
– Saat bahu digerakkan
 Interpretasi :
– Normal : simetris
– Kelainan :
 Asimetris
 kelemahan pd bahu yg sakit
SISTEM MOTORIK
 Massa/ukuran Otot  inspeksi semua
kelompok bilateral  simeteris, hipertrofi, atrofi
 Kekuaan Otot  kekuatan otot pada skala 5
untuk setiap ekstremitas
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 =kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh
 Tonus Otot
– Tonus otot menurun (hipotonik)  otot menjadi
lunak, lembek atau flaksid
– Tonus otot meningkat (hipertonik)  otot menjadi
resisten dengan gerakan, rigid, atau spastik
– Abnormalitas postur fleksi atau ekstensi
 Koordinasi Otot
– Pemeriksaan gerakan bergantian secara cepat
– Manuver titik ke titik
– Mempertahankan keseimbangan badan dan posisi
kepala
 Kelainan koordinasi  mengindikasikan lesi serebelum
atau kolumna vertebralis
Karakteristik disfungsi serebelum yang
khas yaitu :
 Ataksia
 Tremor intensional (tremor saat mendekati objek)
 Nistagmus
 Dismetria okular (ketidakmampuan melitik mata
pada objek)
 Disdiadokokinesis (menahan satu impuls motorik
dan menggantikan pada sisi yang berlawanan)
 Gaya berjalan dan sikap tubuh
– Dengan meminta pasien  berdiri tegak, berjalan,
dan berjalan tandem
 Gerakan
– Fasikulasi  reaksi involunter pada saat sedang
istirahat (motorik halus)
– Gerakan motorik kasar  akinesis, atetosis,
balismus, bradikinesia, distonia, mioklonus,
spasme, tiks, tromor
– Nyeri, kontraktur sendi, tahanan otot
– Ketidakmampuan melakukan gerakan yang
diperintahkan walaupun tidak terdapat kelemahan
atau paralisis  apraksia
Pemerikasaan motorik pasien yang tidak sadar 
dengan stimulus nyeri dan respon motorik GCS
 Respons terhadap stimulus nyeri
– Lokalisasi  meraih sumber stimulus dan mencoba
mendorong pemeriksa
– Fleksi menarik diri  bergerak tanpa tujuan dan dapat
menunjukkan gerakan yang minimal, menyeringai,
mengerinyit.
– Fleksi abnormal (postur dekortikasi)  fleksi, adduksi, dan
rotasi dalam pergelangan tangan dan lengan pada dada dan
ekstensi tungkai secara rigid
– Eksternal abnorma (postur deserebrasi)  ekstensi dan
pronasi lengan saat tungkai ekstensi rigid
– Tanpa respons  tidak respons terhadap nyeri
FUNGSI SENSORIK
 Pemeriksaan rabaan, nyeri, getar, posisi dan
diskriminasi
 Sensasi superfisial
– Nyeri superfisial  stimulus ujung tajam dan tumpul
– Rabaan ringan  kapas
– Rasa suhu  air hangat dan air dingin
 Sensasi mekanis
– Sensasi getar  garpu tala
– Posisi (propriosepsi)  pakai jari pasien
Diskriminasi
– Stereognosis (ketajaman bentuk dan
konfigurasi objek yang terasa)  tiga benda
kecil (familier)
– Grafestesia (pengenalan bentuk dan
konfigurasi simbol tertulis)  goreskan
huruf/angka tertentu pada telapak tangan
pasien dgn ujung tumpul pena
– Stimulus dua titik simultan (diskriminasi dua
titik) secara simultan  tusuk kulit dengan
dua ujung jarum dengan jarak bervariasi
Abnormalitas sensasi
 Disestesia  terlokasi baik, sensasi iritasi seperti
hangat, dingin, gatal, menggelitik, merayap, menusuk,
dan rasa geli
 Parestesia  distorsi stimulus sensorik (raba halus
dapat dirasakan sebagai sensasi nyeri atau terbakar)
 Anastesia  hilangnya sensasi raba
 Hipoestesia  pengurangan sensasi raba
 Hiperestesia  persepsi berlebih yang
abnormal/patologis terhadap raba
Abnormalitas sensasi
 Analgesia  hilangnya sensasi nyeri
 Hiperalgesia  pengurangan sensasi nyeri
 Hiperalgesia  peningkatan sensasi nyeri
 Agrafestesis  ketidakmampuan
mengidentifikasi simbol yang digoreskan pada
telapak tangan saat mata ditutup
 Astereognesis  kehilangan sensasi
deskriminasi tiga dimensi
REFLEKS
 Refleks superfisial (kutaneus) 
– dengan rangsangan pada kulit atau membran
mukosa
– Pada abdomen, telapak kaki, kornea, faringeal,
kremasterika, anal
 Refleks tendon dalam (regangan otot) 
– refleks karena kontraksi otot, dihasilkan dari pukulan
tajam pada tendon otot dengan ayunan palu refleks
(tiba-tiba dan pendek)
– Pada bisep, trisep, brakhioradialis, patela, achiles
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan
pada tendon menggunakan refleks hammer.
Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive/penurunan respon,
kelemahan ( + )
2 = normal ( ++ )
3 = lebih cepat dari rata-rata,
tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )
4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
 Refleks patella
– Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi
kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan
tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer.
–
– Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi
dari lutut.
 Refleks biceps
– Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi
dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa).
Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas
lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
– Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila
terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif
maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan
jari-jari atau sendi bahu.
 Refleks triceps
– Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
– Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila
ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
 Refleks achilles
– Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
– Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
 Refleks abdominal
– Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan
dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,
umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah
yang digores
 Refleks Babinski
– Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk
melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki.
– Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan
dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang
normal adalah fleksi plantar semua jari kaki
Pemeriksaan khusus sistem persarafan
 Kaku kuduk
– Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan,
sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada 
kaku kuduk positif (+).
 Tanda Brudzinski I
– Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien
dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat.
– Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.
 Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
 Tanda Brudzinski II
– Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada
sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai
lainnya pada sendi panggul dan lutut.
 Tanda Kernig
– Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah
membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
– Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit
terhadap hambatan.
 Test Laseque
– Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Lumbal Pungsi
 Angiografi
 Elekto Encephalografi
 Elektromiografi
 Radiologi tengkorak dan tulang belakang
 Computerized Axial Tomografi Scan (CT Scan)
Otak
 Magnetic Resonance Imaging

More Related Content

What's hot (12)

Parkinson’s disease
Parkinson’s  diseaseParkinson’s  disease
Parkinson’s disease
 
Parkinson
ParkinsonParkinson
Parkinson
 
Migrain
MigrainMigrain
Migrain
 
Parkinson
ParkinsonParkinson
Parkinson
 
Pengkajian keperawatan sistem persarafan
Pengkajian keperawatan sistem persarafanPengkajian keperawatan sistem persarafan
Pengkajian keperawatan sistem persarafan
 
Parkinson
ParkinsonParkinson
Parkinson
 
makalah
makalahmakalah
makalah
 
Http _caramengobatiepilepsi.pengobatan.org_bagaimana-ciri-dari-epilepsi-yang...
Http  _caramengobatiepilepsi.pengobatan.org_bagaimana-ciri-dari-epilepsi-yang...Http  _caramengobatiepilepsi.pengobatan.org_bagaimana-ciri-dari-epilepsi-yang...
Http _caramengobatiepilepsi.pengobatan.org_bagaimana-ciri-dari-epilepsi-yang...
 
Demensia
DemensiaDemensia
Demensia
 
how it happened Epilepsi
how it happened Epilepsihow it happened Epilepsi
how it happened Epilepsi
 
Pemeriksaan Fisik Sistem Saraf
Pemeriksaan Fisik Sistem SarafPemeriksaan Fisik Sistem Saraf
Pemeriksaan Fisik Sistem Saraf
 
Penyakit vertigo
Penyakit vertigoPenyakit vertigo
Penyakit vertigo
 

Similar to Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan

Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan KesadaranRuang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Amelia Manatar
 
Anatomi dan fisiologi sistem persarafan
Anatomi dan fisiologi sistem persarafanAnatomi dan fisiologi sistem persarafan
Anatomi dan fisiologi sistem persarafan
Fedi Nurrizall
 
Anatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indraAnatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indra
shafhandustur
 
Anatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indraAnatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indra
shafhandustur
 
Askep stroke non hemoragik
Askep stroke  non hemoragikAskep stroke  non hemoragik
Askep stroke non hemoragik
Stiawan Akbar
 

Similar to Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan (20)

Pemeriksaan-klinis-neurologis.pdf
Pemeriksaan-klinis-neurologis.pdfPemeriksaan-klinis-neurologis.pdf
Pemeriksaan-klinis-neurologis.pdf
 
Pemeriksaan-klinis-neurologis.pdf
Pemeriksaan-klinis-neurologis.pdfPemeriksaan-klinis-neurologis.pdf
Pemeriksaan-klinis-neurologis.pdf
 
Pemfis neurologis
Pemfis neurologisPemfis neurologis
Pemfis neurologis
 
259641271 referat-pemeriksaan-fisik-neurologis
259641271 referat-pemeriksaan-fisik-neurologis259641271 referat-pemeriksaan-fisik-neurologis
259641271 referat-pemeriksaan-fisik-neurologis
 
ANFIS PANCA INDERA.ppt
ANFIS PANCA INDERA.pptANFIS PANCA INDERA.ppt
ANFIS PANCA INDERA.ppt
 
Anatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indraAnatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indra
 
Indera manusia
Indera manusiaIndera manusia
Indera manusia
 
Anatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indraAnatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indra
 
Pemeriksaan klinik neurologi
Pemeriksaan klinik neurologiPemeriksaan klinik neurologi
Pemeriksaan klinik neurologi
 
5. fisiology penglihatan
5. fisiology penglihatan 5. fisiology penglihatan
5. fisiology penglihatan
 
Askep tumor otak
Askep tumor otakAskep tumor otak
Askep tumor otak
 
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan KesadaranRuang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
Ruang 8- Kasus 1 Modul Penurunan Kesadaran
 
Anatomi dan fisiologi sistem persarafan
Anatomi dan fisiologi sistem persarafanAnatomi dan fisiologi sistem persarafan
Anatomi dan fisiologi sistem persarafan
 
Stroke Infark.pptx
Stroke Infark.pptxStroke Infark.pptx
Stroke Infark.pptx
 
Neuroped
NeuropedNeuroped
Neuroped
 
Anatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indraAnatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indra
 
Anatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indraAnatomi sistem-panca-indra
Anatomi sistem-panca-indra
 
Askep stroke non hemoragik
Askep stroke  non hemoragikAskep stroke  non hemoragik
Askep stroke non hemoragik
 
pediatric-emergency-neurology-slide.pdf
pediatric-emergency-neurology-slide.pdfpediatric-emergency-neurology-slide.pdf
pediatric-emergency-neurology-slide.pdf
 
EPILEPSI Jazmi.ppt
EPILEPSI Jazmi.pptEPILEPSI Jazmi.ppt
EPILEPSI Jazmi.ppt
 

Recently uploaded

Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
MemenAzmi1
 
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptxPengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
sd1patukangan
 

Recently uploaded (12)

Penyiasatan Saintifik Tingkatan 4 Jenis-jenis Graf
Penyiasatan Saintifik Tingkatan 4 Jenis-jenis GrafPenyiasatan Saintifik Tingkatan 4 Jenis-jenis Graf
Penyiasatan Saintifik Tingkatan 4 Jenis-jenis Graf
 
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksiAnalisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
Analisis varinasi (anova) dua arah dengan interaksi
 
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptxBiokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
 
455797170-PROSES dan metode ELISA-pptx.pptx
455797170-PROSES dan metode ELISA-pptx.pptx455797170-PROSES dan metode ELISA-pptx.pptx
455797170-PROSES dan metode ELISA-pptx.pptx
 
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
materi perkuliahan PERTANIAN BERKELANJUTAN S1 2021
 
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptxMateri Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
Materi Kelas 8 - Unsur, Senyawa dan Campuran.pptx
 
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non BankRuang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Ruang Lingkup Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
 
3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
3. Sejarah masuknya islam ke Nusantara dan KERAJAAN ISLAM DEMAK.ppt
 
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptxBiokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
 
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
 
FORMULASI SEDIAAN PADAT DAN BAHAN ALAM.pptx
FORMULASI SEDIAAN PADAT DAN BAHAN ALAM.pptxFORMULASI SEDIAAN PADAT DAN BAHAN ALAM.pptx
FORMULASI SEDIAAN PADAT DAN BAHAN ALAM.pptx
 
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptxPengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
Pengembangan Modul Ajar (Asesmen-Berdiferensiasi dan Kolaboratif).pptx
 

Pemeriksaan fisik gangguan sistem persarafan

  • 1. PEMERIKSAAN FISIK GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II
  • 2. TANDA VITAL  Pada cedera medula spinalis  trias klasik  hipotensi, bradikardia, hipotermia (hilangya fungsi sistem saraf simpatis)  Perubahan TTV  dapat menyertai tahap akhir peningkatan TIK  Respons Cushing  peningkatan TD Sistolik, tekanan andi meningkat, bradikardia  Frekuensi dan irama pernapasan terganggu  peningkatan TIK di batang otak
  • 3. STATUS MENTAL  Pemeriksaan terhadap ;  Tingkat kesadaran  Orientasi  Memori  Suasana hati dan afek  Perfoma intelektual  Pengambilan keputusan dan daya tilik diri  Bahasa dan komunikasi
  • 4. Tingkat kesadaran  Alert : Composmentis / kesadaran penuh – Berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, – tanpa stimuli individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.  Lethargic – Seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara. – Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin dapat berespon dengan cepat. – Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.
  • 5. Tingkat kesadaran  Obtuned – Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat membingungkan.  Stuporus – Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal. – Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.  Koma – Tidak dapat memberikan respon walaupun dengan stimulus maksimal, tanda vital mungkin tidak stabil
  • 6. Glasgow Coma Scale (GCS) :  Didasarkan pada respon dari membuka mata (eye open = E), respon motorik (motorik response = M), dan respon verbal (verbal response = V).  Dimana masing-masing mempunyai “scoring” tertentu mulai dari yang paling baik (normal) sampai yang paling jelek. Jumlah “total scoring” paling jelek adalah 3 (tiga) sedangkan paling baik (normal) adalah 15.  Score 3 - 4 : vegetatif (hanya organ otonom yg bekerja) < 7 : koma > 11 : moderate disability 15 : composmentis
  • 7. RESPON SCORING 1. Membuka Mata = Eye open (E)  Spontan membuka mata  Terhadap suara membuka mata  Terhadap nyeri membuka mata  Tidak ada respon 4 3 2 1 2. Motorik = Motoric response (M)  Menurut perintah  Dapat melokalisir rangsangan sensorik di kulit (raba)  Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak  Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi  Ekstensi abnormal/postur deserebrasi  Tidak ada respon 6 5 4 3 2 1 3. Verbal = Verbal response (V)  Berorientasi baik  Bingung  Kata-kata respon tidak tepat  Respon suara tidak bermakna  Tidak ada respon 5 4 3 2 1
  • 8. Orientasi Tanyakan tentang tahun, musim, tanggal, hari dan bulan. Tanyakan “kita ada dimana” seperti : nama rumah sakit yang ia tempati, negara, kota, asal daerah, dan alamat rumah
  • 9. Memori Perlihatkan 3 benda yang berbeda dan sebutkan nama benda-benda tersebut masing-masing dalam waktu 1 detik. Kemudian suruh orang coba untuk mengulang nama-nama benda yang sudah diperlihatkan
  • 10. Suasana hati dan afek  Ekspresi wajah dapat menunjukan emosi, seperti ; – Cemas – Curiga – Depresi  Apakah afek klien sesuai situasi?
  • 11. Perfoma intelektual  Perfoma intelektual – Sumber pengetahuan – Kemampuan berhitung  Minta klien mengidentifikasi orang yang dikenal, tempat, atau peristiwa tertentu
  • 12. Pengambilan keputusan dan daya tilik diri  Termasuk  – Penalaran – Pemikiran abstrak – Memecahkan masalah – Persepsi terhadap situasi  Dengarkan bagaimana klien menjawab pertanyaan  Dapat berkonsentrasi, tetap fokus, atau mudah mengalami distraksi
  • 13. Bahasa dan Komunikasi  Afasia motorik,  lesi di area Broca, klien tidak mampu menyatakan pikiran dengan kata-kata, namun mengerti bahasa verbal dan visual serta dapat melaksanakan sesuatu sesuai perintah.  Afasia sensorik / perseptif,  lesi pada area Wernicke, ditandai dengan hilangnya kemampuan untuk mengerti bahasa verbal dan visual tapi memiliki kemampuan secara aktif mengucapkan kata- kata dan menuliskannya. Apa yang diucapkan dan ditulis tidal mempunyai arti apa-apa.  Disatria  gangguan pengucapan kata-kata secara jelas dan tegas karena lesi pada upper motor neuron (UMN) lateral bersifat ringan dan lesi UMN bilateral bersifat berat
  • 14. Inspeksi  Kepala ; ukuran, bentuk, kontur dan kesimetrisan  Temuan  – ekimosis sekitar mata atau telinga – Ekimosis periorbital – Ekimosis prosesus mastoideus belakang telinga (tanda Battle) – Cairan dari telinga (darah, CSS, atau keduanya) – Keluar cairan serebrospinal dari lubang hidung – Lipan kulit, lipoma, bercak berambut
  • 15. Palpasi  Pada tulang tengkorak  nodul/massa, menonjol atau berlekuk (abnormal)  Otot leher  massa atau area dengan rasa nyeri  Kaku kuduk  manisfestasi iritasi meningeal  Tulang belakang  deviasi  Otot paravertebrae  massa, spasme
  • 16. Perkusi  Perkusi lembut pada prosesus spinosus  tanda-tanda nyeri (abnormal) Auskultasi  Pembuluh darah leher/lain  bruit (terjadi karena aliran turbulen dan biasanya merupakan manifestasi penyakit arterosklerosis)
  • 17. SARAF KRANIAL  Saraf kranial III s.d XII (berawal dari batang otak)  mengkaji fungsi saraf ini memberikan informasi ttg batang otak dan jaras terkait  Tiga refleks melibatkan saraf kranial  refleks protektif (refleks kornea, muntah & batuk)  Hilangknya respons normal  – Kegagalan menerima stimulus (input) – Kegagalan untuk berespons dengan tepat (output) – Kombinasi kegagalan input & output
  • 18. Saraf kranial I (Olfaktorius)  Persiapan : – Pasien hrs sadar & kooperatif – Bahan :kopi,teh,tembakau,jeruk pepperminth,kamper,aq.rosarum  Pemeriksaan : 1. Inspeksi Periksa kedua lubang hidung yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik
  • 19. 2. Inspeksi – Pasien diberitahu bahwa daya penciumannya hendak diperiksa. – Tutup mata pasien. – Pasien mengidenfikasi apa yang tercium olehnya bila suatu zat di dekatkan pada lubang hidungnya.  Interpretasi : – Normal Hiperosmia – Anosmia Parosmia – Hiposmia Kakosmia – Halusinasi olfactorik baik
  • 20. Saraf Kranial II (Optikus) 1. Pemeriksaan tajam pengelihatan. 2. Pemeriksaan pengenalan warna. 3. Pemeriksaan medan (lapangan) pengelihatan. 4. Pemeriksaan fundus (funduskopi).
  • 21. Pemeriksaan dan interpretasi tajam penglihatan  Persiapan : Yakinkan tdk ada ggn visus ok penyakit mata. Tabel Snellen – Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen. – Mata kiri ditutup dengan tangan kiri dan visus mata kanan diperiksa. – Dengan mata kanannya membaca huruf-huruf dalam tabel snellen. – Begitu jg sebaliknya u/ mata kiri.  Interpretasi – Visus normal : 6/6 x  jarak penderita dg snellen y jarak,dimana org normal dpt melihat tulisan dlm snellen
  • 22. Jari-jari tangan  Visus pasien menurun →< 6/6,visus diperiksa dengan menghitung jari-jari.  Pasien memberitahukan berapa jari pemeriksa yang diperlihatkan kepadanya.  Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai dapat dilihat.  Interpretasi – Normal:menghitung jari tangan jarak 6 m, – jika hanya dpt menghitung jari-jari tangan dr jarak 5 m→ visus: 5/6
  • 23. Pemeriksaan & Interpretasi pengenalan warna  Pemeriksaan – Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang wol berwarna. – Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara atau stiling – Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.  Interpretasi – Normal – Buta Warna
  • 24. Pemeriksaan & Interpretasi medan pengelihatan  Tanpa alat  Test konfrontasi.  Persiapan : – Pasien harus kooperatif. – Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan.  Interpretasi – Normal – Menyempit
  • 25. Pemeriksaan Funduskopi  Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.  Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi ps/.  Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum manus tangan kiri yang memegang dahi ps/.  Mata kanan ps/ diperiksa dg mata kanan pemeriksa,begitu sebaliknya.  Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi
  • 26. Interpretasi Funduskopi 1. Gambaran retina, Normal : – Latar belakang :merah keoranye-oranyean – Papil nervi optisi : lebih muda – Pembuluh darah berpangkal pd pusat papil memancarkan cabang-cabangnya ke seluruh retina – Arteri berwarna jernih & vena berwarna merah tua. – Reflek sinar hanya tampak pd arteri – Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelok dibandingkan arteri – Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan penekanan bola mata → pulsasi lebih jelas
  • 27. 2.Gambaran Nervi Optisi, Normal : – bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal sedikit pucat, batas tegas, bagian nasal agak kabur, fisiologik cupping, vena:arteri 3 : 2 Gambaran Nervi Optisi, Abnormal : – Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur, cupping menghilang – Papil Atropi Primer : papil pucat, batas tegas, cupping (+) – Papil Atropi Sekunder: papil pucat,batas tidak tegas cupping (-)
  • 28. Saraf Kranial III, IV & VI (Okulomotorius, Troklearis, Abdusens) Pemeriksaan nervi III,IV,VI: 1.Inspeksi saat istirahat : – Kedudukan bola mata – Observasi celah kelopak mata 2.Inspeksi saat bergerak : – Observasi gerakan mata sesuai perintah 3.Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil
  • 29. 1.Inspeksi saat istirahat a.Kedudukan bola mata Pemeriksaan – Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak – Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik – Eksoptalmus / endoftalmus Interpretasi – Normal : Kedudukan bola mata simetris – Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis, okulogirik, eksoptalmus /endoftalmus
  • 30. B.Observasi celah kelopak mata Pemeriksaan : – Penderita memandang lurus kedepan – Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris. Interpretasi – Normal : simetris kanan-kiri – Kelainan : Celah kelopak mata menyempit  Ptosis, Enoftalmus & blefarospasmus – Kelainan : Celah kelopak mata melebar  Eksoftalmus & proptosis
  • 31. 2. Pemeriksaan gerakan bola mata Penilaian gerakan monokular Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak Pemeriksaan gerakan konjungata reflektorik (doll’s eye movement)
  • 32. Interpretasi gerakan bola mata Normal : – Gerakan konjungata – Gerakan diskonjungat/ – gerakan konversion – Dolls eye movement (+) Kelainan : – Tanda parinaud (+)  (paralisis lirikan ketas) – Stabismus – Gerakan okulogirik – Diplopia – Gangguan gerakan bola mata kesamping – Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah
  • 33. 3.Pemeriksaan & Interpretasi Pupil-Reaksi pupil Pemeriksaan :  Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil  Perbandingan pupil kanan dan kiri  Pemeriksaan reflek pupil
  • 34. Interpretasi Normal : – Bentuk pupil : bulat reguler – Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm – Posisi pupil : ditengah-tengah – Isokor – Reflek cahaya langsung (+) – Reflek cahaya konsensuil (+) – Reflek akomodasi/konvergensi (+) Kelainan : – Pintpoin pupil – Bentuk ireguler – Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
  • 35. Saraf Kranial V (Trigeminus) Pemeriksaan: 1. Fungsi motorik N. Trigeminus – Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, – palpasi m.maseter & temporalis – Pasien membuka mulutnya, perhatikan deviasi rahang bawah (m.pterigoideus lateralis) – Tongue spatel digigit bergantian, bandingkan bekas gigitan( M.Pterigoideus Medialis)
  • 36. Normal: – Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris – Rahang bawah berada ditengah tengah – Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam pada gigitan kanan dan kiri Kelainan : – Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan kiri (-) / melemah. – Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke sisi m.pterigoideus lateralis yg lumpuh. – Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis yang lumpuh lebih dangkal.
  • 37. 2.Fungsi Sensorik N.Trigeminus Interpretasi : Normal : gangguan sensibilitas(-) Kelainan : – Analgesi : tidak merasakan rangsang nyeri – Termanestesi : tidak merasakan rangsangan suhu – Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba
  • 38. Saraf Kranial VII (Fasialis) Pemeriksaan: 1. Pemeriksaan & Interpretasi fungsi motorik a. Observasi otot wajah dlm keadaan istirahat
  • 39. b.Observasi otot wajah saat digerakkan
  • 40. 2.Pemeriksaan fungsi Pengecapan Persiapan : – larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), kinine (rasa pahit), cuka (rasa asam) Pemeriksaan: – Mintalah ps/ utk menjulurkan lidahnya – Bersihkan lidah sblm pemeriksaan – Berilah rangsangan pd indera pengecapnya 2/3 bg.depan Interpretasi :  Ageusia Pargeusia  Hipoageusia Hemiageusia
  • 41. 3. Pemeriksaan fungsi parasimpatis Pemeriksaan : – Inspeksi lakrimasi & sekresi kelenjar ludah – Gunakan kertas lakmus u/ memeriksa sekresi gl. Lakrimasi, gl. submaxilaris & gl. Sublingualis Interpretasi : – Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula submasilaris dan sublingualis baik – Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi gl.submaxilaris dan sublingualis
  • 42. Saraf Kranial VIII (Kokhlearis dan N. Vestibularis) A. Kokhelaris ( Akustikus) 1.Suara Bisik
  • 43. 2.Uji garputala a. Rinne  Interpretasi :  Rinne (+)  Rinne (-) b. Schwabach − Getarkan garputala,tempelkan pd proc.mastoideus penderita − Jika suara garputala tdk di dengar lg oleh penderita,pindahkan ke proc.mastoideus pemeriksa. Interpretasi : – Schwabach normal – Schwabach memendek
  • 44. 3. Weber  Pemeriksaan : – Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria penderita. – Tanyakan kpd penderita ke telinga mana suara garputala terdengar lebih keras.  Interpretasi :
  • 45. 4. Bing  Pemeriksaan : – Getarkan garputala dan tempatkan pd calvaria penderita. – Sumbatlah salah satu lubang telinga penderita. – Tanyakan kearah telinga mana terdengar suara garputala lebih keras.  Interpretasi : – Bing + : lateralisasi ke telinga yg disumbat – Bing - : tidak ada lateralisasi
  • 46. Saraf Kranial IX dan X (Glosofaringeus & Vagus) 1. Pemeriksaan Fungsi Motorik a. INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT Minta penderita membuka mulut & suruh ucapkan “Ah,Ah” Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula
  • 47.  Interpretasi : – Normal : Simetris lengkung langit-langit – Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak keatas – Lengkung langit-langit yg lumpu tertinggal. b. Pemeriksaan fungsi menelan – Minta penderita minum air – Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke hidung  Interpretasi: – Normal : mampu minum air dg baik. – Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX bilateral
  • 48. c. Pemeriksaan Fonasi suara – Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.”  Interpretasi : – Normal – Ggn fonasi suara “sangau” 2. Pemeriksaan fungsi parasimpatis – Inspeksi sekresi kelenjar ludah  Interpretasi : – Normal – Kelainan : sekresi kelenjar ludah tidak ada
  • 49. 3. Pemeriksaan Fungsi Sensorik a. Refleks muntah – Sentuh bagian atas faring/palatum molle Interpretasi : Replek muntah +/ -
  • 50. b. Pemeriksaan Fungsi pengecapan – Minta pasien menjulurkan lidahnya. – Bersihkan lidah penderita pd 1/3 bagian belakang. – Berilah rangsangan pengecapan pd lidah 1/3 belakang. Interpretasi : – Ageusia Hipoageusia – Parageusia Hemiageusia
  • 51. Saraf Kranial XI (Aksesorius) 1. Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius – Pasien memutar kepala ke sisi yg sehat. – Pemeriksa meraba M.sterno kleidomastoideus sisi kontralateral.  Interpretasi : – Normal : ada kontraksi otot – Kelainan : tidak ada kontkaksi otot
  • 52. Saraf Kranial XII (Hipoglosus)  Pemeriksaan: – Inspeksi lidah saat istirahat – Inspeksi lidah saat dijulurkan – Pemeriksaan artikulasi kata “ ular loreng lari, lurus dilorong”  Interpretasi : – Normal : tidak ada deviasi – Kelainan : ada deviasi +
  • 53. 2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius – Saat Istirahat – Saat bahu digerakkan  Interpretasi : – Normal : simetris – Kelainan :  Asimetris  kelemahan pd bahu yg sakit
  • 54. SISTEM MOTORIK  Massa/ukuran Otot  inspeksi semua kelompok bilateral  simeteris, hipertrofi, atrofi  Kekuaan Otot  kekuatan otot pada skala 5 untuk setiap ekstremitas 0 = tidak ada kontraksi sama sekali. 1 = gerakan kontraksi. 2 =kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau gravitasi. 3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi. 4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh. 5 = kekuatan kontraksi yang penuh
  • 55.  Tonus Otot – Tonus otot menurun (hipotonik)  otot menjadi lunak, lembek atau flaksid – Tonus otot meningkat (hipertonik)  otot menjadi resisten dengan gerakan, rigid, atau spastik – Abnormalitas postur fleksi atau ekstensi  Koordinasi Otot – Pemeriksaan gerakan bergantian secara cepat – Manuver titik ke titik – Mempertahankan keseimbangan badan dan posisi kepala  Kelainan koordinasi  mengindikasikan lesi serebelum atau kolumna vertebralis
  • 56. Karakteristik disfungsi serebelum yang khas yaitu :  Ataksia  Tremor intensional (tremor saat mendekati objek)  Nistagmus  Dismetria okular (ketidakmampuan melitik mata pada objek)  Disdiadokokinesis (menahan satu impuls motorik dan menggantikan pada sisi yang berlawanan)
  • 57.  Gaya berjalan dan sikap tubuh – Dengan meminta pasien  berdiri tegak, berjalan, dan berjalan tandem  Gerakan – Fasikulasi  reaksi involunter pada saat sedang istirahat (motorik halus) – Gerakan motorik kasar  akinesis, atetosis, balismus, bradikinesia, distonia, mioklonus, spasme, tiks, tromor – Nyeri, kontraktur sendi, tahanan otot – Ketidakmampuan melakukan gerakan yang diperintahkan walaupun tidak terdapat kelemahan atau paralisis  apraksia
  • 58. Pemerikasaan motorik pasien yang tidak sadar  dengan stimulus nyeri dan respon motorik GCS  Respons terhadap stimulus nyeri – Lokalisasi  meraih sumber stimulus dan mencoba mendorong pemeriksa – Fleksi menarik diri  bergerak tanpa tujuan dan dapat menunjukkan gerakan yang minimal, menyeringai, mengerinyit. – Fleksi abnormal (postur dekortikasi)  fleksi, adduksi, dan rotasi dalam pergelangan tangan dan lengan pada dada dan ekstensi tungkai secara rigid – Eksternal abnorma (postur deserebrasi)  ekstensi dan pronasi lengan saat tungkai ekstensi rigid – Tanpa respons  tidak respons terhadap nyeri
  • 59. FUNGSI SENSORIK  Pemeriksaan rabaan, nyeri, getar, posisi dan diskriminasi  Sensasi superfisial – Nyeri superfisial  stimulus ujung tajam dan tumpul – Rabaan ringan  kapas – Rasa suhu  air hangat dan air dingin  Sensasi mekanis – Sensasi getar  garpu tala – Posisi (propriosepsi)  pakai jari pasien
  • 60. Diskriminasi – Stereognosis (ketajaman bentuk dan konfigurasi objek yang terasa)  tiga benda kecil (familier) – Grafestesia (pengenalan bentuk dan konfigurasi simbol tertulis)  goreskan huruf/angka tertentu pada telapak tangan pasien dgn ujung tumpul pena – Stimulus dua titik simultan (diskriminasi dua titik) secara simultan  tusuk kulit dengan dua ujung jarum dengan jarak bervariasi
  • 61. Abnormalitas sensasi  Disestesia  terlokasi baik, sensasi iritasi seperti hangat, dingin, gatal, menggelitik, merayap, menusuk, dan rasa geli  Parestesia  distorsi stimulus sensorik (raba halus dapat dirasakan sebagai sensasi nyeri atau terbakar)  Anastesia  hilangnya sensasi raba  Hipoestesia  pengurangan sensasi raba  Hiperestesia  persepsi berlebih yang abnormal/patologis terhadap raba
  • 62. Abnormalitas sensasi  Analgesia  hilangnya sensasi nyeri  Hiperalgesia  pengurangan sensasi nyeri  Hiperalgesia  peningkatan sensasi nyeri  Agrafestesis  ketidakmampuan mengidentifikasi simbol yang digoreskan pada telapak tangan saat mata ditutup  Astereognesis  kehilangan sensasi deskriminasi tiga dimensi
  • 63. REFLEKS  Refleks superfisial (kutaneus)  – dengan rangsangan pada kulit atau membran mukosa – Pada abdomen, telapak kaki, kornea, faringeal, kremasterika, anal  Refleks tendon dalam (regangan otot)  – refleks karena kontraksi otot, dihasilkan dari pukulan tajam pada tendon otot dengan ayunan palu refleks (tiba-tiba dan pendek) – Pada bisep, trisep, brakhioradialis, patela, achiles
  • 64. Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu : 0 = tidak ada respon 1 = hypoactive/penurunan respon, kelemahan ( + ) 2 = normal ( ++ ) 3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ ) 4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)
  • 65.  Refleks patella – Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. – – Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut.  Refleks biceps – Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. – Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
  • 66.  Refleks triceps – Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). – Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.  Refleks achilles – Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. – Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
  • 67.  Refleks abdominal – Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores  Refleks Babinski – Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. – Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki
  • 68.
  • 69.
  • 70. Pemeriksaan khusus sistem persarafan  Kaku kuduk – Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada  kaku kuduk positif (+).  Tanda Brudzinski I – Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. – Kemudian kepala klien difleksikan kedada secara pasif.  Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.
  • 71.  Tanda Brudzinski II – Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.  Tanda Kernig – Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. – Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.  Test Laseque – Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m. ischiadicus.
  • 72. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK  Lumbal Pungsi  Angiografi  Elekto Encephalografi  Elektromiografi  Radiologi tengkorak dan tulang belakang  Computerized Axial Tomografi Scan (CT Scan) Otak  Magnetic Resonance Imaging