MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Dissenting opinion
1. “DISSENTING OPINION” DALAM RSBI
Oleh Prof. Suyanto, Ph.D
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sudah usai karena
pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas yang memberi mandat untuk dilaksanakannya
program RSBI oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah telah
dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Pencabutan pasal itu menimbulkan pro
dan kontra, meskipun yang nampak hiruk pikuk di media cetak, TV, media
sosial seperti face book dan twitter di dominasi oleh kelompok yang anti
program RSBI. Bahkan seorang hakim yang memiliki dissenting opinion, yang
pendapatnya sangat brilian, Achmad Sodiki, tidak menjadi pertimbangan
sama sekali.
Tak perlu disesali hilangnya RSBI. Tetapi yang patut disesali ialah
hilangnya pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas. Suasana kebatinan lahirnya pasal itu
ialah karena bangsa ini telah terpuruk pada krisis tahun 1998 yang berakibat
lahirnya reformasi. Pada saat itu pembuat UU, DPR bersama pemerintah
merumuskan pasal yang visioner, yaitu pasal 53 ayat 3, yaang berbunyi:
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-
kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang untuk dikembangkan
menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Harapanya apa?
Supaya kita sebagi bangsa bisa bersaing di tataran dan percaturan Global.
Kuncinya Sumber daya insani harus dididik dan dipersiapkan secara serius
2. yang mengacu pada kualitas yang setara dan bisa dibandingkan dengan
kualitas internasional. Kalau tidak, maka kita ini akan tidak bisa menjadi tuan
di negeri sendiri. Contoh kongkrit, kita harus melaksanakan pendidikan pelaut
kita dengan mengikuti standar internasional. Sebab kalau tidak, sertifikat
untuk pelaut kita tidak akan diakui oleh International Maritime Organization
(IMO). Dengan tidak dimilikinya sertifikat internasional dari IMO, maka kita
tidak akan boleh mengemudikan kapal meskipun di lautan kita sendiri.
Pasal 50 ayat 3 seharusnya tidak dihapus. Demikian kata hakim
mahkamah Konstitusi Achmad Sodiki yang memiliki dissenting opinion.
Kalaupun pasal itu dituduh melahirkan liberalisasi, kata mayoritas orang,
tetapi buat Achmad Sodiqi tidaklah demikian. Mengapa begitu? Karena
sebenarnya bukan normanya (Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas) yang
mengandung liberalisasi atau diskriminasi, atau bahkan tidak sesuai dengan
martabat dan jati diri bangsa kerena menggunakan bahasa Inggris dalam
proses pembelajaran. Yang dipersoalakan oleh banyak orang tentang RSBI
adalah dalam tataran praktek dan kebijakan pada sebagian RSBI. Dikatakan
bahwa pengujian atas norma bukanlah pengujian atas praktek norma yang
merupakan atas kasus kasus di dalam masyarakat. Oleh sebab itu sebaiknya
yang dibubarkan bukanlah normanya (Pasal 50 ayat 3) tetapi kebijakannya
yang perlu dibenahi dengan lebih memperhatikan keberatan-keberatan
masyarakat, terhadap RSBI. Konteks ini juga diberi contoh oleh Achmad
Sodoqi. Inilah contoh yang dikemukakan oleh Achmad Sodiqi dalam
3. keputusan MK itu. Misalnya, semua orang percaya bahwa filosofi kita yang
disebut Pancasila baik, tetapi banyak praktek korupsi dalam masyarakat yang
tak sesuai dengan Pancasila. Pertanyaannya apakah Pancasila yang harus
diganti? Selanjutnya Achmad Sodiqi juga memberi contoh, Pasal 17 ayat (2)
UUD 1945 menyatakan “Menteri–Menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden”. Jika menteri-menteri itu akhirnya ternyata kurang bagus
prestasinya, apakah Pasal 17 ayat (2) UUD 1945 yang dibatalkan atau
menterinya yang harus diganti?
Itulah sebagian argumen kecil yang diajukan oleh Hakim Mahkamah
Konstitusi yang memiliki dissenting opinion. Sangat menarik untuk disimak
secara menyeluruh untuk referensi bagi mereka yang anti RSBI. Memang dia
hanya seorang. Tetapi kebenaran hakiki tidaklah menuntut harus terdiri dari
banyak orang. Kalau sekarang Pasal 50 ayat (3) sudah dicabut MK, maka
negara sdh tidak lagi memiliki mandat untuk melakukan program visioner
seperti yang termaktub dalam Pasal 50 UU Sisdiknas. Pasal ini sebenarnya
juga berlaku untuk perguruan tinggi negeri. Jadi program internasional yang
ada di perguruan tinggi juga terkena pasal ini. Tetapi tidak usah risau, karena
pasal yang mengatur itu telah dibatalkan. Jadi, perguruan tinggi negeri
sebagai satuan pendidikan, bebas menyelenggarakan program-program
unggulan yang bertaraf internasional, termasuk menggunakan bahasa inggris
dalam proses pembelajaran sepanjang tujuannya untuk meningkatkan kulitas
dan kemampuan bahasa Inggris mahasiswa. Begitu juga untuk sekolah, UU
4. yang mengatur RSBI sudah tiada. Ini berarti program pemerintah yang
bertujuan dan berorientasi pada kualitas harus berjalan terus, asal bukan
RSBI.
Prof. Suyanto, Ph.D
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta,
Plt. Dirjen Pendidikan Dasar, Kemdikbud.