Menjelaskan ancaman-ancaman yang melandasi disintegrasi bangsa sekitar tahun 1948-1956.
Presentasi ini dibuat oleh saudara Ibnu Yulian, teman satu kos saya. Terimakasih telah memberikan kontribusinya.
Teks Pidato: Mewujudkan Generasi Muda yang Cerdas Sehat dan Berakhlakul karimahFakhriyah Elita
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
Menjelaskan ancaman-ancaman yang melandasi disintegrasi bangsa sekitar tahun 1948-1956.
Presentasi ini dibuat oleh saudara Ibnu Yulian, teman satu kos saya. Terimakasih telah memberikan kontribusinya.
Teks Pidato: Mewujudkan Generasi Muda yang Cerdas Sehat dan Berakhlakul karimahFakhriyah Elita
NOTE: Mohon apabila hendak mengutip, kutiplah dengan mencantumkan sumbernya ya.
Terima kasih :)
“Intentionally using the quotes of others without author attribution is plagiarism and contributes to illiteracy.” - Rain Bojangles
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini berjudul “PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN KEIMIGRASIAN SEBAGAI FUNGSI PERLINDUNGAN TERHADAP KEPENTINGAN NASIONAL DI YOGYAKARTA”. Dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis latar belakang dikeluarkannya keputusan pencegahan dan penangkalan terhadap seseorang serta untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pencegahan dan penangkalan dapat dipakai sebagai perlindungan terhadap kepentingan nasional.
Penelitian ini dispesifikan sebagai penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yaitu penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mempelajari literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melakukan wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Yogyakarta serta Kepala Kantor Keimigrasian Yogyakarta. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejalah lain dalam masyarakat.
Negara yang berdaulat berwenang untuk membatasi gerak seseorang untuk masuk atau keluar wilayah suatu negara dalam hal ini lalu lintas lintas orang masuk keluar wilayah Negara. Alasan mendasar dilakukannya pencegahan adalah keterlibatan seseorang dalam suatu perkara tindak pidana, sedangkan penangkalan berlaku untuk orang asing yang terlibat dalam tindak pidana. Hakekatnya tujuan pencegahan dan penangkalan adalah agar mereka yang sedang bermasalah, dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tindakan pencegahan dan penangkalan merupakan hak tiap negara berdaulat untuk melindungi kepentingan negaranya dengan cara membatasi gerak seseorang untuk masuk atau keluar wilayah negaranya. Tujuan pembatasan tersebut agar negara mengetahui siapa-siapa saja yang masuk atau keluar wilayah Negara. Hal ini tidak lain agar situasi dan stabilitas keamanan atau kepentingan negara dapat terjaga dari dampak negatif yang ditimbulkan dari lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah negara. Jadi, dapat dikatakan bahwa alasan mendasar dari dilakukannya pencegahan dan penangkalan yaitu selain sebagai alasan pendekatan keamanan, juga sebagai alasan menjaga kepentingan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kata Kunci : Keimigrasian, Pencegahan dan Penangkalan, Kepentingan Nasional
Perdagangan orang sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Perdagangan orang merupakan tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia. Saat ini perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi maupun tidak terorganisasi, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri. Bahkan perdagangan orang telah menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Sebagai sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan, tidaklah mengherankan apabila banyak negara (termasuk Indonesia), bersepakat untuk memberantas perdagangan orang dari muka bumi. Disahkan dan diundangkannya UU No. 21 Tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang/UUPTPPO, dalam LN RI Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan LN RI Nomor 4720, pada tanggal Tanggal 19 April 2007, merupakan salah satu wujud dari komitmen Indonesia dalam melawan perdagangan orang. Dalam konteks itu, memahami substansi dari UUPTPPO dalam rangka berperang melawan perdagangan orang adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Karenanya, tulisan ini akan menguraikan secara sederhana tentang materi muatan dan ruang lingkup dari instrumen utama yang dimiliki Indonesia untuk melawan perdagangan orang.
Wewenang KPK untuk Tidak Mengeluarkan SP3 PerkaraTtipikor Dihubungkan dengan ...AndriKoswara1
Permohonan Pengujian Yudisial Review UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK, khususnya Pasal 40
terhadap Pasal 28D dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, yang diajukan oleh Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), tertuang dalam perkara nomor : 006/PUU-I/2003,
terkait dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK, dinilai oleh KPKPN telah bertentangan dengan asas
praduga tidak bersalah, prinsip persamaan di depan hukum dan kepastian hukum, serta asas
legalitas. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini berspesifikasi deskriptif
analitis yang berupa penggambaran, penelaahan dan penganalisaan ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku, yang dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam praktik pelaksanaannya,
serta menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dititikberatkan pada studi dokumen
dalam penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mempelajari bahan
kepustakaan atau data-data sekunder yang terkumpul, berupa bahan-bahan hukum primer,
sekunder dan tersier, yang berkaitan dengan KPK tidak berwenang mengeluarkan SP3.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak diterbitkannya SP3 atas suatu perkara
tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh KPK, maka tidak berakibat hukum maupun
sanksi bagi KPK, melainkan hanya kecaman dari masyarakat semata.
Catatan dan Usulan atas RUU Perubahan UU ITEICT Watch
Catatan dan Usulan Masyarakat Sipil atas RUU Perubahan UU ITE. Naskah ini telah disampaikan pula saat RDPU dengan Komisi I DPR RI, Rabu 3 Februari 2016.
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
Kisi-Kisi Asesmen Madrasah Akidah Akhlak MTs Arridho Tahun Pelajaran 2023-202...
Pernyataan sikap atas tindakan pemerintah melakukan pembubaran ormas tanpa mekanisme peradilan
1. Pernyatan Sikap
Atas Tindakan Pemerintah Melakukan Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan
(Ormas) Tanpa Mekanisme Peradilan
Pada akhir tahun 2020, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Surat Keputusan
Bersama tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian
Kegiatan Front Pembela Islam. Keputusan tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pada 30 Desember 2020 di Kantor Kemenko
Polhukam.
Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan
Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam Nomor 220-4780 Tahun
2020, Nomor M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun
2020, Nomor KB/3/XII/2020, Nomor 320 Tahun 2020 pada intinya memuat tujuh diktum
yang menguraikan latar belakang pelarangan dan penghentian kegiatan Front Pembela Islam.
Dalam SKB tersebut diuraikan bahwa Front Pembela Islam adalah organisasi yang tidak
terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan sehingga secara de jure telah bubar sebagai organisasi kemasyarakatan. Hal
tersebut mempertimbangkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 01-00-
00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Surat Keterangan Terdaftar Front
Pembela Islam sebagai organisasi kemasyarakatan yang berlaku sampai tanggal 20 Juni 2019.
Hingga SKB diterbitkan pada 30 Desember 2020, Front Pembela Islam belum memenuhi
persyaratan untuk memperpanjang SKT tersebut sehingga, terhitung sejak 21 Juni 2019,
Front Pembela Islam dianggap bubar. Adapun dalam huruf e dan f Pertimbangan SKB juga
dimuat bahwa pengurus dan/atau anggota FPI telah terlibat dalam tindak pidana dan
melakukan pelanggaran ketentuan hukum. Dengan demikian, SKB yang ditandatangani oleh
enam kementerian/lembaga menetapkan larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut,
serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam sebagai organisasi kemasyarakatan.
Kendati demikian, prosedur dan landasan atas keputusan dilarangnya organisasi
kemasyarakatan tersebut tidak merefleksikan Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945. Tidak selarasnya muatan SKB tersebut
dapat ditinjau dengan penggunaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
2. Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (“UU Ormas”) yang
menghapuskan mekanisme peradilan dalam proses pembubaran organisasi kemasyarakatan.
Dalam prinsipnya, demokrasi merupakan salah satu dari 12 (dua belas) prinsip negara hukum
sebagaimana diuraikan oleh Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H. Beliau memaparkan bahwa
hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan
diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara
bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Pasalnya, hukum memang tidak
dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, tetapi
menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa terkecuali. Dengan demikian,
negara hukum yang dikembangkan adalah negara hukum yang demokratis1
.
Hal ini menjadi ironi ketika SKB yang diterbitkan guna melarang kegiatan Front Pembela
Islam juga memuat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(“UU HAM”) dalam konsideran Mengingat. Padahal, dalam Pasal 3 Ayat (2) UU HAM
diuraikan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum yang sama di depan hukum.” Poin tersebut
menjadi wujud dari pertentangan ketika dibersamai dengan UU Ormas yang dapat
membubarkan organisasi kemasyarakatan melalui Menteri Hukum dan HAM, tanpa putusan
pengadilan. Dengan demikian, negara dapat secara sewenang-wenang membubarkan
organisasi kemasyarakatan tanpa pengawasan atau proses pengadilan sebagaimana hal
tersebut dapat dilihat dari prosedur pelarangan dan pembubaran Front Pembela Islam melalui
SKB tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan
Front Pembela Islam.
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) juga telah mengeluarkan aturan teknis
implementasi kebijakan terkait SKB tersebut dalam bentuk Maklumat Kapolri No.
1/Mak/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan
Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI. Aturan ini jauh lebih problematis karena dalam poin
2d normanya berisi tentang larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten
terkait FPI baik melalui website maupun media sosial. Padahal, mengakses konten internet
adalah bagian dari hak atas informasi yang dijamin oleh ketentuan Pasal 28F UUD 1945 serta
Pasal 14 UU HAM. Aturan Maklumat Kapolri a quo tentu saja akan dijadikan aparat penegak
hukum untuk melakukan tindakan-tindakan represif dan pembungkaman, khususnya dalam
ranah elektronik.
Berdasarkan uraian di atas yang meninjau kembali tindakan Pemerintah Republik Indonesia
dalam penerbitan Surat Keputusan Bersama tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol
1 Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum Yang Demokratis, (Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2009), hlm.
205.
3. dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam, BEM UI menyatakan sikap
sebagai berikut:
1. mendesak negara untuk mencabut SKB tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol
dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI dan Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan
terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan
FPI;
2. mengecam segala tindakan pembubaran organisasi kemasyarakatan oleh negara tanpa
proses peradilan sebagaimana termuat dalam UU Ormas;
3. mengecam pemberangusan demokrasi dan upaya pencederaian hak asasi manusia sebagai
bagian dari prinsip-prinsip negara hukum;
4. mendesak negara, dalam hal ini pemerintah, tidak melakukan cara-cara represif dan
sewenang-wenang di masa mendatang; dan
5. mendorong masyarakat untuk turut serta dalam mengawal pelaksanaan prinsip-prinsip
negara hukum, terutama perlindungan hak asasi manusia dan jaminan demokrasi oleh
negara.
Narahubung: Fajar (087857209422)