2. PENGERTIAN
“Sekolah yang menerapkan standar
sarana dan prasarana serta budaya
yang mampu melindungi warga
sekolah dan lingkungan di
sekitarnya dari bahaya bencana”
3. SASARAN
• Melindungi peserta didik, guru dan tenaga kependidikan
lainnya dari risiko kematian dan cidera di sekolah.
• Merencanakan kesinambungan pendidikan dalam
menghadapi bahaya yang diperkirakan
• Memperkuat ketangguhan warga atau komunitas
terhadap bencana melalui pendidikan
• Melindungi investasi di sektor pendidikan
4. MENGAPA?
Karena penerapan Satuan
Pendidikan Aman adalah
“salah satu bentuk dari
pemenuhan hak setiap anak di
Indonesia untuk memperoleh
kehidupan yang aman dari
bencana selama menempuh
pendidikan di sekolah”
Melalui 3 pilar:
• penyediaan fasilitas sekolah yang aman
• pengembangan perilaku kesiapsiagaan
dengan manajemen bencana di Sekolah
• pemberian pendidikan tentang
pencegahan dan Pengurangan Risiko
Bencana.
5. 8 NILAI SPAB
1. Perubahan budaya
2. Berorientasi
pemberdayaan
3. Kemandirian
4. Pendekatan berbasis hak
5. Keberlanjutan
6. Kearifan lokal
7. Kemitraan
8. Inklusivitas
6. 8 ASPEK
MENDASAR
1. Lokasi aman dari bencana
2. Struktur dan arsitektur bangunan
3. Desain dan penataan kelas
4. Dukungan sarana dan prasarana
5. Pengetahuan, sikap dan tindakan
6. Kebijakan Sekolah/Madrasah
7. Perencanaan kesiapsiagaan
8. Mobilisasi sumber daya
7. KERANGKA KERJA SPAB
(KETERKAITAN KERANGKA KERJA PERKA BNPB 4/2012 & KERANGKA KERJA GLOBAL)
Kerangka Kerja
SMAB
Struktural
• Lokasi aman
• Struktur bangunan
aman
• Desain dan
penataan kelas
• Dukungan sarana
dan prasarana
aman
Non-Struktural
• Peningkatan
pengetahuan,
sikap dan tindakan
• Kebijakan sekolah/
madrasah aman
• Perencanaan
kesiapsiagaan
• Mobilisasi
sumberdaya
Pilar 1
Pilar 2 Pilar 3
Sekolah Aman yang
Komprehensif
Perka BNPB
No 4 /
2012
Kerangka
kerja Global
8. KERANGKA KERJA STRUKTURAL
• Lahan sesuai peruntukan lokasi, terrhindar dari potensi bahaya,
memenuhi ketentuan rasio minimum luas dan peletakan bangunan
sekolah agak jauh dari sempadan jalan
• Secara umum bangunan harus memenuhi persyaratan keselamatan,
kesehatan, kemudahan termasuk kelayakan bagi anak berkebutuhan
khusus, kenyamanan dan keamanan sesuai
• Pengaturan ruang kelas harus ideal sehingga memiliki risiko sekecil
mungkin bila sewaktu-waktu terjadi bencana
• Sarana dan prasarana untuk mendukung keberlangsungan kegiatan
belajar (dilengkapi dengan sarana dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan bencana)
9. KERANGKA KERJA NON
STRUKTURAL
• Warga sekolah membangun sikap dan tindakan
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana
• Sekolah/Madrasah mempunyai kebijakan yaitu berupa
keputusan yg dibuat formal mengenai hal-hal yg perlu
didukung dalam pelaksanaan SMAB
• Sekolah/Madrasah memiliki perencanaan kesiapsiagaan
(protap kesiapsiagaanm rencana kedaruratan, rencana
kontigensi)
• Sekolah/madrasah menyiapkan sumber daya manusia,
sarana, dan prasarana, serta finansial dalam pengelolaan
untuk menjamin kesiapsiagaan bencana sekolah
11. FASILITAS
SEKOLAH AMAN
merupakan fasilitas sekolah
dengan gedung, isinya dan
halaman sekitarnya memenuhi
persyaratan keselamatan,
kesehatan, kemudahan
termasuk kelayakan bagi anak
berkebutuhan khusus,
kenyamanan dan keamanan
12. FASILITAS SEKOLAH
AMAN
Fasilitas Sekolah/Madrasah Aman termasuk:
• Gedung dan prasarana isinya
• Halaman sekitarnya
• Fasilitas fisik penunjang lainnya seperti
fasilitas air bersih dan sanitasi, kantin, UKS,
perpustakaan, instalansi listrik, tangga,
pintu dan jendela, saluran pembuangan
Hendaknya memenuhi
persyaratan keselamatan,
kesehatan, kemudahan
termasuk kelayakan bagi anak
berkebutuhan khusus,
kenyamanan dan keamanan
sesuai dengan Permen PU No
29 tahun 2006 dan Pedoman
Teknis Rumah dan Bangunan
Tahan Gempa SNI-1726-2002
dan Perka BNPB No. 4 tahun
2012 tentang Pedoman
Penerapan Sekolah/Madrasah
Aman Bencana.
13. LANJUTAN
• Menjamin bahwa akses anak-anak kesekolah aman dari
risiko fisik (seperti jalur pejalan kaki, jalur penyeberangan
jalan dan penyeberangan sungai).
• Memasukan fasilitas air dan sanitasi ke dalam potensi risiko
(seperti fasilitas air tadah hujan dan fasilitas toilet/ kamar
kecil berjajar).
• Melaksanakan intervensi yang memperhatikan perubahan
cuaca untuk ketahanan terhadap air, energi dan makanan
(misalnya penampungan air hujan, panel surya, energi baru
dan terbarukan, taman sekolah).
• Melakukan pemeliharaan fasilitas sekolah dan menjaga
keamanan
14. Komponen Fasilitas Sekolah Aman
´Struktural: Bangunan utama/rumah
atau komponen utama dari bangunan
itu sendiri
´Non Struktural: Semua pendukung
yang melekat kepada bangunan utama
(aksesoris), atau yang bukan
merupakan bagian utama bangunan
14
15. SUB PILAR 1
PERSIAPAN PEMBANGUNAN PEMELIHARAAN
1. Pemilihan lokasi 2. Standar bangunan
3. Standar kinerja
4. Desain yang aman
terhadap bencana
5. Pelatihan bagi
pembuat
bangunan
6. Pengawasan
konstruksi
7. Kontrol terhadap
kualitas
8. Pemodelan ulang
atau renovasi
9. Perkuatan
(retofit)
16. SUB-PILAR 1:
PEMILIHAN
LOKASI (1)
• sesuai dengan peruntukannya dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota
• memiliki status hak atas tanah, dan/ atau
memiliki izin pemanfaatan
• luas lahan yang cukup untuk membangun
prasarana sekolah/ madrasah
• lahan terhindar dari:
ü potensi bahaya yang mengancam
kesehatan dan keselamatan jiwa
ü gangguan pencemaran air, kebisingan,
dan pencemaran udara
ü memiliki akses untuk penyelamatan
dalam keadaan darurat
17. SUB-PILAR 1:
PEMILIHAN
LOKASI (2)
• tidak terletak di lahan bekas pembuangan
sampah akhir (TPA) dan daerah bekas
pertambangan
• jauh dari gangguan atau jaringan listrik
tegangan tinggi (minimal 0,5 km)
• cukup jauh dari sungai dan berada di
ketinggian yang aman dari bahaya banjir
• tidak terletak di atas tebing
• peletakan bangunan sekolah agak jauh
dari sempadan jalan yang ada
18. SUB-PILAR 1:
PEMILIHAN
LOKASI (3)
• tidak terletak di lahan bekas pembuangan
sampah akhir (TPA) dan daerah bekas
pertambangan
• jauh dari gangguan atau jaringan listrik
tegangan tinggi (minimal 0,5 km)
• cukup jauh dari sungai dan berada di
ketinggian yang aman dari bahaya banjir
• tidak terletak di atas tebing
• peletakan bangunan sekolah agak jauh
dari sempadan jalan yang ada
19. SUB-PILAR 1:
STANDAR
BANGUNAN
Standar sarana prasarana Kemendikbud:
• memenuhi ketentuan rasio minimum luas
lantai terhadap peserta didik.
• memenuhi persyaratan keselamatan
• memenuhi persyaratan kesehatan
• memenuhi persyaratan aksesibilitas
• memenuhi persyaratan kenyamanan
• memenuhi persyaratan gedung bertingkat
• gedung dilengkapi sistem keamanan
• gedung dilengkapi instalasi listrik
• gedung sekolah baru dapat bertahan
minimum 20 tahun
20. SUB-PILAR 1:
STANDAR
KINERJA
“kebijakan standar-standar bangunan sekolah
aman dalam hal mengalokasikan anggaran bagi
perencanaan, pemantauan, evaluasi”
Kegiatan konstruksi fisik terdiri atas:
• pemeriksaan dan penilaian dokumen untuk
pelaksanaan konstruksi fisik
• menyusun program kerja konstruksi fisik
• Persiapan konstruksi fisik
• menyusun gambar pelaksanaan/ gambar kerja
• melaksanakan pekerjaan konstruksi fisik di
lapangan
• pelaporan pelaksanaan konstruksi fisik
• perbaikan kerusakan-kerusakan
21. SUB-PILAR 1:
DESAIN
YANG AMAN
TERHADAP
BENCANA
“Dalam hal desain dan penataan kelas, pengaturan ruang kelas
harus ideal sehingga memiliki risiko sekecil mungkin bila
sewaktu-waktu terjadi bencana”
Mendesain dan menata ruang kelas sekolah/ madrasah aman
dari bencana antara lain:
• Tiap kelas harus memiliki dua pintu dengan pintu membuka keluar
• Memiliki jalur evakuasi dan akses yang aman
• Memiliki titik kumpul yang mudah dijangkau
• Perletakan meja dan kursi kelas memperhatikan ruang
gerak yang nyaman bagi pemakai kursi roda serta pada
kondisi darurat;
• Meja dan kursi kuat agar dapat menjadi tempat berlindung
sementara ketika terjadi gempa/ angin ribut;
• Stop kontak tinggi bisa ditutup lubangnya, saklar rendah
dengan ketinggian ± 1,5 m;
• Perletakan lemari dan segala hiasan dinding dalam ruang
kelas harus kuat.
22. SUB-PILAR 1:
PELATIHAN
BAGI
PEMBUAT
BANGUNAN
• Pengetahuan mengenai istilah
bangunan tahan gempa.
• Konsep dasar bangunan tahan gempa.
• Pelaksanaan pekerjaan untuk
menghasilkan bangunan tahan gempa.
• Pengetahuan mengenai bahan
bangunan.
23. SUB-PILAR 1:
PENGAWASAN
KONSTRUKSI
Kegiatan pengawasan konstruksi mengacu
pada Peraturan Kepala BNPB No. 4 tahun
2012, di mana Sumber Daya Manusia (SDM)
yang melaksanakan perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, pengawasan,
pemeliharaan, perawatan, perbaikan
maupun pemeriksaan berkala bangunan
harus mempunyai kompetensi dan keahlian
dalam bidang yang terkait penyelenggaraan
bangunan sesuai peraturan perundangan
yang berlaku.
24. SUB-PILAR 1:
KONTROL
TERHADAP
KUALITAS
Kontrol terhadap kualitas mengacu
pada Peraturan Kepala BNPB No. 4
tahun 2012, di mana media massa
berperan sebagai alat kontrol dalam
penerapan sekolah/madrasah aman
dari bencana. Selain itu, juga mengacu
kepada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 45 tahun 2007
25. SUB-PILAR 1:
PEMODELAN
ULANG
(REMODELLING)
ATAU RENOVASI
Pemodelan ulang (remodelling) secara luas sering
digunakan untuk menggambarkan setiap jenis
perubahan dari sebuah bangunan yang sudah berdiri.
Secara teknis, lebih tepat jika dikatakan bahwa
pemodelan ulang adalah berarti mengubah karakter
sebuah bangunan atau sebuah bagian dari bangunan.
Renovasi adalah istilah yang lebih spesifik, yang secara
harfiah berarti membuat pembaruan. Ruang kelas yang
sudah lama atau kuno diperbarui dan dilengkapi dengan
papan tulis baru, sistem pencahayaan dan pelistrikan
baru. Proses renovasi biasanya dapat dipecah menjadi
beberapa tahap, yaitu:
• Perencanaan dan perancangan/ desain
• Perbaikan struktur
• Pembangunan kembali
• Penyelesaian (finishing)
26. SUB-PILAR 1:
PERKUATAN
(RETROFITTING)
Retrofitting merupakan metode perbaikan
pada bangunan dengan penambahan
teknologi baru ataupun penggabungan
antara teknologi baru pada sistem yang
sudah ada/ lama sehingga menciptakan
proses perkuatan secara struktural pada
bangunan lama dan menjadikan bangunan
tersebut menjadi lebih kuat/ tahan
terhadap gempa serta lebih efektif dan
efisien dalam proses pembangunannya.
27. ´Lokasi yang aman
´Desain yang standar
sesuai bangunan aman
´Bangunan yang tahan
terhadap bencana
´Memiliki dan dilengkapi
dengan peralatan
pendukung yang tahan
terhadap bencana
´Mengurangi risiko
bencana yang terkait
dengan bencana
27
• Pemilihan lokasi yang aman
• Building codes/ Memiliki
standar bangunan
• Memiliki bangunan yang kuat
• Sekolah telah dilatih PRB
• Mengikuti pelatihan bangunan
• Memiliki supervisi konstruksi
• Ada pengawasan pada saat
membangun
• Retrofit (penguatan bangunan
yang sudah jadi tetapi sangat
rentan bencana)
Poin apa saja fasilitas sekolah aman ?
29. MANAJEMEN BENCANA
DI SEKOLAH
Manajemen bencana di sekolah
merupakan proses pengkajian
yang kemudian diikuti oleh
perencanaan terhadap
perlindungan fisik, perencanaan
pengembangan kapasitas dalam
melakukan respon/ tanggap
darurat, dan perencanaan
kesinambungan pendidikan
30. SUB PILAR 2
PERSIAPAN PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN KEBERLANJUTAN
1. Membentuk
Perwakilan Komite
Manajemen Bencana
Sekolah
2. Adanya kebijakan,
kesepakatan dan/atau
peraturan sekolah
yang mendukung
upaya PRB di sekolah
3. Melakukan kajian
terhadap risiko,
bahaya,
kerentanan dan
sumber daya
4. Mengurangi risiko
5. Keterampilan
merespon (SOP,
Rencana
Kontinjensi,
simulasi) dan
Penyediaan
Perlengkapan
Kebencanaan
6. Rencana
Kesinambungan
Pendidikan
7. Pemantauan
8. Pengkinian
31. SUB-PILAR 2:
MEMBENTUK
PERWAKILAN KOMITE
MANAJEMEN
BENCANA SEKOLAH
• Keamanan sekolah dan keselamatan
seluruh warga sekolah adalah tugas
dan tanggung jawab bersama
seluruh komunitas sekolah
• Istilah lain:
- Tim Siaga Bencana Sekolah
- Gugus Tugas Bencana Sekolah
- Panitia PRB sekolah
32. SUB-PILAR 2:
ADANYA KEBIJAKAN,
KESEPAKATAN DAN/ATAU
PERATURAN SEKOLAH
YANG MENDUKUNG UPAYA
PRB DI SEKOLAH
• Pembentukan komite manajemen bencana
di sekolah akan menjadi lebih kuat dan
bermakna jika hal ini didukung oleh
adanya kebijakan atau peraturan sekolah
yang mendukung upaya PRB di sekolah
• Kebijakan dapat dihasilkan dari hasil
kesepakatan bersama antara pihak
sekolah, orang tua siswa dan masyarakat
sekitarnya.
• Hal ini juga untuk memastikan kegiatan
PRB yang dilakukan di sekolah
terkoordinasi dan mendapat dukungan
dari semua pihak yang berkepentingan.
33. SUB-PILAR 2:
MELAKUKAN KAJIAN
TERHADAP RISIKO,
BAHAYA, KERENTANAN
DAN SUMBER DAYA
• Pengkajian risiko bencana
mempertimbangkan potensi
bahaya/ancaman (alam, buatan manusia, atau
gabungan) dalam hubungannya dengan
karakteristik kerentanan masyarakat dan
kapasitas masyarakat (sekolah)
• Kerentanan dilihat dari 5 aspek: fisik, sosial,
ekonomi, sosial budaya atau lingkungan
• Kapasitas dilihat dari 3 aspek: kebijakan,
kesiapsiagaan, peran serta masyarakat
Out put dipetakan dalam sebuah peta risiko
sederhana di sekolah
34. SUB-PILAR 2:
MENGURANGI
RISIKO
• Mengurangi risiko struktural; melalui
perawatan gedung dan infrastruktur
penunjang lainnya seperti jaringan listrik, gas,
air termasuk keselamatan transportasi
• Mengurangi risiko non-struktural; mengatasi
bahaya yang ditimbulkan oleh perabot dan
peralatan bangunan, serta elemen bangunan
seperti atap, jendela, tangga, alat pendingin
udara, penyimpanan air, perpipaan, jalur
keluar
• Mengurangi risiko lingkungan; termasuk
kondisi lingkungan sekolah seperti suhu
udara, genangan dan banjir, pelepasan bahan
berbahaya, dan dampak perubahan iklim
35. SUB-PILAR 2:
KETERAMPILAN
MERESPON (SOP,
RENCANA KONTINJENSI,
SIMULASI) DAN
PENYEDIAAN
PERLENGKAPAN
KEBENCANAAN
• Prosedur Operasional Standar; Prosedur
standar bagi tanggap darurat tergantung
dari jenis bahaya, dan harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan.
• Sistem Komando Kejadian; bertujuan untuk
memastikan bahwa semua bantuan dapat
menjangkau mayoritas orang yang
terdampak
• Penyediaan Barang Kebutuhan Respon/
Tanggap Darurat; termasuk kotak siaga
sekolah (administrasi dan UKS), tas siaga
siswa sekolah
• Simulasi; bertujuan untuk bersiap
menghadapi hal yang tidak terduga
36. SUB-PILAR 2:
RENCANA
KESINAMBUNGAN
PENDIDIKAN
• Penyediaan pendidikan bagi peserta
didik dilakukan secepat mungkin
setelah bencana terjadi
• Cara-cara memastikan kegiatan
pendidikan berlanjut, misalnya:
o Kalender yang fleksibel,
o Rencana Aksi Sekolah (RAS)
o Sekolah bersaudara (sister school)
o lokasi sekolah alternatif,
o ruang belajar sementara,
o Tidak menggunakan sekolah untuk
pengungsian
37. SUB-PILAR 2:
PEMANTAUAN
• Memonitor Indikator bagi Manajemen Bencana di
Sekolah; dilakukan melalui pembuatan daftar
periksa kesiapan dan ketahanan sekolah dalam
menghadapi bencana (lihat: Penilaian Mandiri)
• Bekerja sama dan mengkomunikasikan rencana
(kontinjensi); melalui pelibatan otoritas
penanggulangan bencana setempat (BPBD
Kabupaten/ Kota) maupun provinsi (BPBD
Provinsi) atau penanggulangan bencana nasional
(BNPB).
• Melibatkan pihak lain; pelibatan pihak lain harus
dimulai sejak perencanaan untuk
menumbuhkembangkan rasa kepemilikan dan
tanggung jawab terhadap program dan
keberlangsungan pendidikan
38. SUB-PILAR 2:
PENGKINIAN
• Peninjauan kembali rencana
kontijensi/SOP sekolah bersama-sama,
untuk memastikan bahwa semua memiliki
kesiapsiagaan terhadap bencana dan
kedaruratan
• Peninjauan yang teratur terhadap rencana
kontinjensi ataupun SOP sekolah
dilakukan karena :
o Mobilisasi guru dan Kepala Sekolah
o Kelulusan siswa
o Perawatan dan pemeliharaan
alat/perlengkapan kedaruratan
o Perlindungan catatan penting sekolah
39. OUTPUT
MANAJEMEN
BENCANA DI SEKOLAH
1.Tim Siaga Bencana sekolah- SK
Kepala Sekolah
2.Dokumen Kajian Risiko
Bencana
3.Prosedur Tetap Kedaruratan
Bencana Sekolah
4.Simulasi Penanggulangan
Bencana di Sekolah
5.Penilaian Mandiri Sekolah
6.Rencana Aksi Sekolah (RAS)
41. PENDIDIKAN PENCEGAHAN
DAN PENGURANGAN RISIKO
BENCANA
• Pendidikan PRB sebuah proses
pembelajaran bersama yang bersifat
Interaktif di tengah masyarakat dan
lembaga-lembaga yang ada.
• Penggunaan kearifan tradisional dan
pengetahuan lokal bagi perlindungan
terhadap bencana alam.
• Wahana yang sangat penting untuk
mewujudkan budaya siap dan siaga
dalam menghadapi ancaman
bencana, sekaligus perwujudan dari
ESD
42. TUJUAN DARI PENDIDIKAN PRB
1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusian;
2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana;
3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang kerentanan sosial,
pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi;
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana,
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap
risiko bencana;
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana di atas, baik secara individu maupun
kolektif;
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana;
7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana;
8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana
terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana;
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak.
43. SUB PILAR 3
TAHAP PERSIAPAN TAHAP PELAKSANAAN
PELATIHAN DAN
PENDIDIKAN
TAHAP ADVOKASI
1. Analisis sektor
pendidikan
4. Pelatihan guru dan
pengembangan staff
7. Terintegrasi ke dalam
kurikulum
2. Kajian risiko multi
ancaman
5. Pendidikan bencana 8. Pesan kunci berdasarkan
konsesus
3. Kajian dan
perencanaan
berpusat pada anak
6. Ekstrakuler dan pendidikan
informal berbasis -
masyarakat
44. SUB-PILAR 3:
ANALISIS SEKTOR
PENDIDIKAN
Ø Konteks demografis
Ø Konteks sosio ekonomi dan politik
Ø Konteks kebijakan sektor pendidikan dan
manajemen
Ø Analisis multi ancaman dan risiko
Ø Fasilitas sekolah
Ø Perencanaan keberlanjutan pendidikan
dan manajemen sekolah berbasis
manajemen bencana
Ø Pengintegrasian PRB dan Adaptasi
Perubahan Iklim (API) ke dalam kurikulu
Ø Pengembangan dan integrasi kebijakan
45. SUB-PILAR 3:
PENGKAJIAN
RISIKO MULTI
ANCAMAN
• Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah
pendekatan untuk memperlihatkan potensi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat
suatu potensi bencana yang melanda
• Langkah-langkah kajian risiko bencana di
sekolah dilakukan dengan melakukan
identifikasi, klasifikasi dan evaluasi risiko
melalui beberapa langkah, yaitu:
Ø Pengkajian ancaman
Ø Pengkajian kerentanan
Ø Pengkajian kapasitas
Ø Pengkajian dan pemeringkatan risiko
46. SUB-PILAR 3:
KAJIAN DAN
PERENCANAAN
BERPUSAT PADA
ANAK
• Kajian risiko berpusat pada anak dapat dilakukan
secara partisipatif yaitu bersama orang dewasa dan
juga anak-anak namun tetap memperhatikan
kepentingan dan keselamatan anak-anak sebagai
tujuan utama dan tolok ukur yang paling mendasar
dari hasil kajian
• Beberapa metode kajian risiko bencana dan
perencanaan berpusat pada anak:
a) Pemetaan pikiran (mind mapping)
b) Peta dasar sekolah
c) Identifikasi dan peringkat ancaman bencana
d) Kalender musim dan sejarah bencana
e) Pemetaan aktor atau lembaga di masyarakat
f) Identifikasi kerentanan
g) Sebab dan dampak bencana
47. SUB-PILAR 3:
PELATIHAN GURU DAN
PENGEMBANGAN STAF
• Guru dan tenaga kependidikan perlu memiliki
keterampilan dan pengetahuan tentang Sekolah
Aman
• Tahapan pelatihan guru dan pengembangan tenaga
kependidikan lain adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi tingkat kemampuan dan
pengetahuan dari guru dan tenaga
kependidikan tentang sekolah aman dan
kemampuan untuk merespon situasi
bencana;
2. Pelaksanaan pelatihan guru dan tenaga
kependidikan berbasis hasil evaluasi;
3. Peningkatan profesionalisme guru secara
berkelanjutan melalui keikutsertaan dalam
seminar, acara-acara berbasis komunitas,
dan sosialisasi kepada siswa.
48. SUB-PILAR 3:
PENDIDIKAN
BENCANA
• Setiap orang berhak mendapatkan
pendidikan, pelatihan, dan keterampilan
dalam penyelenggaraan penaggulangan
bencana
• Pendidikan bencana untuk semua
kalangan termasuk anak-anak adalah
suatu keharusan, karena anak-anak adalah
kelompok yang paling rentan selama
kejadian bencana
• Dalam pelaksanaan pendidikan bencana,
pihak yang berperan antara lain; pihak
sekolah itu sendiri, orangtua siswa dan
komite sekolah, serta pemerintah.
49. SUB-PILAR 3:
EKSTRAKURIKULER DAN
PENDIDIKAN INFORMAL
BERBASIS-MASYARAKAT
• Guru dapat membimbing pendidikan PRB di
sekolah melalui integrasi kegiatan
ekstrakurikuler baik wajib maupun pilihan.
Contoh-contoh integrasi PRB ke dalam
kegiatan ekstrakurikuler: Pramuka, Palang
Merah Remaja
• Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana yang dilakukan melalui penyadaran,
peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana dan/ atau penerapan
upaya fisik dan non fisik yang dilakukan oleh
anggota masyarakat secara aktif, partisipatif
dan terorganisir: kesenian rakyat bertema
PRB, sosialisasi PRB, iklan layanan masyarakat,
dll
50. SUB-PILAR 3:
INTEGRASI
KEDALAM
KURIKULUM
• Integrasi PRB ke dalam kurikulum bertujuan agar
peserta didik memperoleh pemahaman yang
mendalam melalui lintas mata pelajaran yang
dihubungkan melalui tema yang sedang dipelajari,
dan keterkaitannya dengan kehidupan peserta didik
sehari-hari.
• Pengintegrasian materi pembelajaran PRB ke dalam
kurikulum dapat dilakukan melalui:
• Integrasi materi pembelajaran pendidikan PRB ke
dalam mata pelajaran pokok;
• Integrasi materi pembelajaran pendidikan PRB ke
dalam mata pelajaran muatan lokal sesuai dengan
karakteristik bencana di daerah setempat;
• Integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam
ekstrakurikuler sesuai dengan karakteristik bencana
di daerah setempat.
51. SUB-PILAR 3:
PESAN KUNCI
BERDASARKAN
KONSENSUS
• Jumlah guru yang memahami
pesan kunci terkait kebencanaan
• Tersedianya informasi pesan
kunci bencana di areal sekolah
• Tersosialisasinya pesan kunci
terkait kebencanaan kepada
peserta didik