SlideShare a Scribd company logo
1 of 44
Download to read offline
NASKAH
BERSAHABAT DENGAN BENCANA
Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana
untuk Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
© 2011
NASKAH
Judul:
BERSAHABAT DENGAN BENCANA
Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Taman Kanak-Kanak/Raudhatul
Athfal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tim Penyusun:
 Hasan Bachtiar (Koordinator)
 Sunaring Kurniandaru
 Yugyasmono
 Ruhui Eka Setiawan
 Yanet Paulina
 Pudji Santoso
Tim Penyunting:
 Akhmad Agus Fajari
 Irfan Afifi
 Yahya Dwipa Nusantara
Tim Pakar:
 Ninil R. Miftahul Jannah, S.Ked.
 Drs. Awang Trisnamurti
 Trias Aditya, Ph.D.
 Prof. Sutomo Wuryadi, Ph.D.
 Ir. Heri Siswanto
Penerbit:
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Alamat : Jl. Cendana 9, Yogyakarta 55166 – INDONESIA
Telefon : (0274) 541322, 583628
Faksimili : (0274) 513132
E-mail : dikporadiy@yahoo.com
Website : www.pendidikan-diy.go.id
© 2011
PRAKATA
Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam
gerakan/upaya bersama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini,
salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan, meningkatkan kompetensi Pendidik dan
Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS)
menjadi penting.
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin
mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan
kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikan. Untuk itu, melalui Kegiatan
Penyusunan Bahan Ajar Bermuatan Kebencanaan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku-buku bahan ajar bermuatan kebencanaan
dalam seri Bersahabat dengan Bencana untuk masing-masing jenjang satuan pendidikan (TK,
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, dan SLB). Upaya ini juga dilaksanakan guna menindaklanjuti
Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang
Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Tujuannya ialah untuk meningkatkan
kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar buku-buku Bahan Ajar ini dapat digunakan
sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan
bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/cita-cita Penanggulangan Bencana
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “Terwujudnya masyarakat Daerah
Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan tangguh terhadap bencana menuju Hamemayu
Hayuning Bhawono”.
Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini, terutama Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya
sampaikan terima kasih sedalam-dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita.
Yogyakarta, Desember 2011
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Drs. R. Kadarmanta Baskara Aji
NIP: 19630225 199003 1 010
PENGANTAR
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk wilayah yang memiliki ancaman bencana. Karena
letaknya yang berada di jalur pertemuan dua lempeng bumi, Eurasia dan Indo-Australia. Letak geografis ini
menempatkan provinsi ini menjadi titik rawan bencana. Belum lagi dengan faktor-faktor lainnya yang juga
menjadikan risiko bencana di provinsi ini tinggi. Tahun 2009, pemerintah provinsi telah mengidentifikasi ada
delapan ancaman bencana yang ada tersebar di lima kabupaten/kota.
Gunungapi Merapi telah menunjukkan geliat periodiknya dalam jangka empat tahun. Terakhir,
adalah erupsi Oktober-November 2010 dengan tingkat erupsi yang luar biasa besar dan telah
mengakibatkan dampak kerugian yang besar pula. Tidak lupa, gempa bumi 2006 yang berpusat di Bantul
juga telah memberikan gambaran tentang bagaimana dampak yang tak kalah dahsyat. Dari kedua bencana
ini saja sudah berdampak cukup besar. Sementara ada enam ancaman lain yang ada di provinsi ini.
Namun, jika ditilik lagi tentang pengertian bencana, maka akan berbeda saat melihat dan mengurai
tentang hubungan sebab-akibat kejadian bencana yang ada. Sederhananya, suatu peristiwa alam disebut
sebagai bencana apabila telah menimbulkan korban atau kerugian. Jika tidak ada dampak maka peristiwa
itu bukan suatu bencana. Artinya, peristiwa alam tidaklah berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan kita.
Dari sekian banyak ancaman bencana, ada yang dapat diperkirakan dan ada yang tidak. Namun kita
bisa mengantisipasi dan memprediksi dampak/risiko kerugian yang ditimbulkan. Selain ancaman, tingkat
pengetahuan dan informasi yang kita miliki juga merupakan faktor ukuran risiko. Semakin tinggi pemahaman
kita, maka semakin kecil risiko bencana kita. Dengan demikian, persebaran pengetahuan tentang
kebencanaan dan pengurangan risiko bencana menjadi relevan untuk senantiasa dipadukan dalam pelbagai
aspek tatanan kehidupan, termasuk dunia pendidikan, agar pendidikan pengurangan risiko bencana pun
membudaya dalam keseharian masyarakat.
Yogyakarta sebagai kota budaya dan kota pelajar tentu perlu untuk memastikan pengembangan
sekolah siaga bencana. Selain untuk memberikan jaminan pelindungan anak sebagai generasi penerus
ketika di lingkungan sekolah, juga penanaman pengetahuan dan kesadaran kebencanaan sejak usia dini.
Sehingga integrasi pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum dan bahan ajar dengan
berbasis pengetahuan ancaman bencana lokal Yogyakarta menjadi penting dan relevan. Setidaknya peserta
didik mulai mengenal apa ancaman bencana yang ada di sekitarnya.
DAFTAR ISI
PRAKATA
PENGANTAR
RISIKO BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
A. Letusan Gunungapi Merapi
B. Gempa Bumi
C. Banjir
D. Tanah Longsor
E. Angin Puting Beliung
F. Kekeringan
G. Tsunami
H. Epidemi DBD
PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA
A. Mengenal Bencana
B. Menanggulangi Bencana
C. Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana
TINDAKAN-TINDAKAN DALAM SITUASI BENCANA
A. Letusan Gunungapi Merapi
B. Gempa Bumi
C. Banjir
D. Tanah Longsor
E. Angin Puting Beliung
F. Kekeringan
G. Tsunami
H. Epidemi DBD
BAHAN-BAHAN AJAR PENGURANGAN RISIKO BENCANA
A. Silabus
B. Bahan-Bahan Ajar
C. Contoh Nyanyian-Nyanyian Tentang Bencana
DAFTAR ISTILAH
DAFTAR PUSTAKA
RISIKO BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA
A. Bahaya/Ancaman Bencana di Provinsi Yogyakarta
Provinsi DIY merupakan wilayah yang mempunyai kerentanan bencana cukup tinggi. Hal tersebut
disebabkan kondisi alam seperti kondisi geografis, kondisi geologi dan iklim Provinsi DIY yang bisa menjadi
ancaman bencana. Dari analisis risiko yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DIY, terdapat 8 ancaman
bencana alam maupun non-alam/sosial, yakni letusan/erupsi Gunungapi Merapi, gempa bumi, banjir, tanah
longsor, angin puting beliung dan angin ribut, kekeringan, tsunami, dan epidemi wabah penyakit dan
kejadian luar biasa.
1. Letusan/Erupsi Gunungapi Merapi
Letusan atau erupsi Gunungapi
Merapi berawal dari magma yang
mengalami tekanan dan menjadi lebih
renggang dibanding lapisan di bawah kerak.
Dari proses tersebut mengakibatkan secara
bertahap magma bergerak naik dan
seringkali mencapai celah atau retakan yang
terdapat pada kerak. Banyak gas dihasilkan
dan pada akhirnya tekanan yang terbentuk
sedemikan besar sehingga menyebabkan
suatu letusan ke permukaan (gempa). Pada
tahapan ini, Gunungapi Merapi
menyemburkan bermacam gas, debu, dan
pecahan batuan. Lava yang mengalir dari
suatu celah di daerah yang datar akan
membentuk plateau lava. Lava yang
menumpuk di sekitar mulut (lubang)
membentuk gunung dengan bentuk kerucut seperti umumnya.
Bahaya letusan Gunungapi Merapi terdiri dua kategori:
a. Bahaya Primer atau Bahaya Langsung. Bahaya ditimbulkan secara langsung pada saat
terjadi letusan gunungapi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkan atau dikeluarkan
menimpa penduduk. Material tersebut berupa; aliran lava, lelehan batu pijar, udara panas
(surger) sebagai akibat samping awan panas (piroclastic flow), hujan abu, dan lontaran material
pijar berukuran blok (bomb) dan kerikil.
b. Bahaya Sekunder atau Bahaya Tidak Langsung. Bahaya yang terjadi setelah erupsi
gunungapi. Berasal dari material yang dikeluarkan pada saat erupsi berupa lahar, yakni
campuan batu, pasir dan air. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran
yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk setelah adanya hujan lebat pada
saat atau beberapa saat sesudah letusan terjadi. Selain permukiman penduduk, kerusakan yang
ditimbulkan adalah lahan pertanian/perkebunan.
Gunungapi Merapi terletak di perbatasan provinsi DIY dan Jawa Tengah. Merapi yang masuk di
wilayah kabupaten Sleman merupakan Gunungapi Merapi aktif, bahkan paling aktif di dunia. Periodisasi
letusannya relatif pendek, yaitu antara 3-7 tahun. Kekuatan gempa vulkanik dan letusan gunung dapat
dirasakan dan menimbulkan korban di Provinsi DIY.
Jumlah serta letusan Gunungapi Merapi bertambah sesuai tingkat kegiatannya. Volume guguran
kubah lava biasa oleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau awan panas. Dari 6 periode waktu
yaitu tahun 1994, 1997, 1998, 2001, 2006 dan 2010, letusannya telah menimbulkan banyak korban jiwa.
Pada Bulan Oktober 2010, Gunungapi Merapi kembali aktif, kekuatan erupsinya sangat besar, di mana
jarak luncuran jangkauan awan panas mencapai 15 km dari puncak gunung. Akibatnya, korban yang
terdampak langsung dari erupsi Merapi cukup banyak.
Tabel 1.1. Jumlah Korban Setiap Kejadian Letusan Merapi
TAHUN LETUSAN/ERUPSI KORBAN MENINGGAL
1672 3000 orang
1822 100 orang
1832 32 orang
1872 200 orang
Gambar Letusan Gunungapi Merapi
TAHUN LETUSAN/ERUPSI KORBAN MENINGGAL
1904 16 orang
1920 35 orang
1930 1369 orang
1954 64orang
1961 6 orang
1969 3 orang
1976 29 orang
1994 66 orang
1997 tidak ada
1998 tidak ada
2001 tidak ada
2006 2 orang
2010 277 orang
Tingkat bahaya dari Gunungapi Merapi sangat tergantung dari kerapatan dari letusan dan
kepadatan penduduk yang bermukim di sekitar Gunungapi Merapi tersebut. Kondisi tersebut dapat
terjadi dan dirasakan oleh masyarakat Provinsi DIY. Sehingga ancaman letusan Gunungapi Merapi
menjadi konsekuensi masyarakat untuk tetap waspada akan bahayanya. Peta Rawan Bencana
Gunungapi Merapi dengan wilayah yang terkena dampak adalah Kabupaten Sleman dan Kota
Yogyakarta. Ada 3 zona wilayah kerawanan Gunungapi Merapi, yaitu:
a. Kawasan Rawan Bencana III
Kawasan ini dapat terkena langsung aktivitas letusan Gunungapi Merapi, sering terkena awan
panas, lava pijar, guguran batu pijar, gas racun, dan lontaran batu pijar sampai radius kilometer
terdekat dari puncak gunung (2 km). Wilayah yang terkena dampaknya adalah Kecamatan
Pakem, Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Turi.
b. Kawasan Rawan Bencana II
Kawasan ini akan berpotensi terkena awan panas, lontaran batu pijar, gas racun dan guguran
lava pijar. Walaupun tidak terkena secara langsung dan sering di zona ini harus berhati-hati
karena banyak aktivitas penduduk di lereng Gunungapi Merapi yang sewaktu-waktu bisa
terancam jiwanya oleh aktivitas Gunungapi Merapi.
c. Kawasan Rawan Bencana I
Kawasan ini dapat terkena ancaman banjir lahar dan juga perluasan dari awan panas
tergantung oleh faktor volume guguran dan arah angin pada saat itu. Wilayah yang
kemungkinan terlanda adalah kecamatan; Ngemplak, Ngaglik, Tempel, Kalasan, Depok,
Seyegan, dan sebagian utara Kota Yogyakarta.
2. Gempa Bumi
Gempa Bumi adalah peristiwa alam karena proses tektonik maupun vulkanik. Gempa Bumi
vulkanik hanya bisa dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar gunung saja, gempa ini
disebabkan oleh pergerakan dan tekanan magma di dalam perut gunung tersebut. Sedangkan gempa
bumi tektonik disebabkan dari pergerakan tektonik lempeng bumi.
Gambar Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan Sekitarnya
(Sumber: Elnashai dkk., 2006)
Wilayah Provinsi DIY dan sekitarnya terletak pada jalur pertemuan dua lempeng bumi, yaitu
Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Dengan demikian wilayah DIY menjadi wilayah yang
rawan gempa bumi baik tektonik maupun vulkanik.
Catatan sejarah menyebutkan bahwa gempa sering terjadi di DIY di masa lalu. Tahun 1867
tercatat pernah terjadi gempa besar yang menyebabkan kerusakan besar terhadap rumah-rumah
penduduk, bangunan kraton, dan kantor-kantor pemerintah kolonial. Gempa lainnya terjadi pada 1867,
1937,1943, 1976, 1981, 2001, dan 2006. Pada 27 Mei 2006, pukul 05.56 WIB terjadi karena lempeng
Australia yang bergerak menunjam di bawah lempeng Eurasia dengan pergerakan 5-7 cm tiap
tahunnya. Titik pusat (episentrum) dengan kekuatan 5,8 – 6,2 skala richter itu diperkirakan terjadi di
muara Sungai Opak-Oyo dengan kedalaman 17-33 km di bawah permukaan tanah.
Provinsi DIY diapit oleh dua sistem sungai besar yang merupakan sungai patahan yaitu; Sungai
Opak-Oya, dan Sungai Progo. Dan gempa bumi 2006 mampu mereaktivasi patahan pada sungai
tersebut. Dampaknya, dapat dilihat pada tingkat kerusakan tinggi “collaps” pada jalur sungai tersebut
dari muara di bibir Pantai Selatan Jawa ke arah memanjang ke arah Timur Laut sampai ke daerah
Prambanan dan Klaten. Kekuatan gempa tersebut tidak hanya dirasakan di wilayah Provinsi DIY tetapi
juga beberapa wilayah di Provinsi Jawa Tengah Bagian Selatan. Dari kajian lapangan yang telah
dilakukan, ternyata gempa bumi disebabkan adanya gerakan sesar aktif, yang kemudian disebut dengan
Sesar Kali Opak. Akibatnya, beberapa wilayah khususnya bagian Selatan Provinsi DIY mengalami
kerusakan yang cukup parah, baik kerusakan bangunan maupun infrastruktur lainnya. Daerah di
sepanjang Sungai Progo juga patut diwaspadai. Sungai ini secara morfologi juga merupakan sungai
hasil dari proses patahan. Diperkirakan jika terjadi gempa bumi yang episentrumnya dekat dengan zona
patahan Sungai Progo dan dengan ber-magnitudo cukup kuat, dapat terjadi seperti halnya pada jalur
Sungai Opak-Oyo dengan tingkat kerusakan yang tinggi.
Potensi bahaya gempa bumi di Provinsi DI Yogyakarta dibagi menjadi:
a. Potensi Gempa Bumi Tinggi
Kabupaten Bantul merupakan daerah yang paling berpotensi tinggi terkena dampak gempa
bumi. Secara fisik, kabupaten ini berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Area
dalam radius 500 meter dari Sungai Opak dan jalur patahan di sepanjang lereng barat
Perbukitan Baturagung. Wilayah yang termasuk dalam kategori potensi gempa tinggi adalah
sebagian Kecamatan Kretek, Pundong, Jetis, Piyungan, Pleret, Banguntapan, Imogiri, dan
Prambanan.
b. Potensi Gempa Bumi Sedang dan Rendah
Area yang berpotensi gempa sedang dan rendah adalah area dalam radius 1 kilometer dari
Sungai Progo, Opak, dan Oyo. Wilayah yang termasuk dalam potensi gempa sedang adalah
sebagian wilayah Kecamatan Dlingo, Pleret, Imogiri, Pundong, Kretek, Prambanan, Umbulharjo,
Banguntapan, Bantul, Pandak, Lendah dan sebagian kecil kecamatan-kecamatan yang dilalui
aliran Sungai Progo dan jalur patahan Kulon Progo. Sebagian kecamatan di atas juga
mengalami kerusakan yang cukup parah saat gempa bumi tanggal 27 Mei 2006.
3. Banjir
Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang
menggenangi permukaan tanah, yang
ketinggiannya melebihi batas normal. Banjir dapat
disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, badai,
gelombang pasang atau peristiwa alam lainnya.
Banjir juga dapat disebabkan faktor perilaku
manusia. Misalnya, berkurangnya daerah resapan
air akibat akibat penebangan hutan, pengembangan
permukiman, buruknya penanganan sampah dan
saluran air (drainase), dan lain sebagainya.
Jenis banjir ada dua macam yaitu banjir
genangan dan banjir bandang. Keduanya bersifat
merusak. Karakteristik banjir bandang adalah aliran
arus air yang tidak terlalu dalam tetapi cepat dan
bergolak (turbulent) dan dapat menghanyutkan
manusia, binatang, dan apapun yang dilewatinya.
Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material berupa batuan
yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi.
Potensi bahaya banjir yang terjadi di Provinsi DIY lebih sering terjadi di lahan sempadan sungai-
sungai besar seperti Sungai Opak dan Sungai Progo, terutama di dataran banjir dan teras banjir. Banjir
di muara Sungai Opak dan Sungai Progo terjadi pada saat awal musim hujan karena di muara sungai
tersebut masih terdapat penumpukan pasir yang menghalangi masuknya air sungai ke laut.
Gambar aliran banjir lahar
Banjir yang terjadi di Kota Yogyakarta lebih disebabkan oleh luapan saluran/gorong-gorong kota
yang tidak mampu menampung debit air hujan karena berkurangnya area resapan air karena akibat
penggunaan lahan untuk hal lain. Keadaan semakin diperparah oleh kesadaran yang rendah terhadap
lingkungan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dengan membuang sampah yang dapat
membuat dangkal dan sempit saluran/gorong-gorong tersebut.
Sedangkan banjir di daerah yang berbatuan gamping, seperti di Kabupaten Gunungkidul, hanya
terjadi di sekitar teras banjir dan bantaran sungai dan ledokan-ledokan karena daya serap dan simpan
tanah di daerah ini kecil sehingga lambat dalam meresapkan air hujan. Air hujan biasanya diresapkan ke
dalam tanah dan akan menuju ke sungai bawah tanah yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten
Gunungkidul.
Tabel 1.2. Potensi Banjir di Provinsi DIY
a. Potensi banjir tinggi Kabupaten Bantul (Kec. Kretek) dan Kabupaten Kulon Progo
(Kec. Temon, Lendah)
b. Potensi banjir sedang Kabupaten Sleman (Minggir, Prambanan), Kabupaten Bantul
(Jetis, Pandak, Pajangan), Kabupaten Kulon Progo (Nanggulan,
Pengasih, Temon, Kalibawang).
4. Tanah Longsor
Tanah longsor adalah kejadian pergerakan tanah, batuan atau material lainnya dalam jumlah
besar secara tiba-tiba atau berangsur-angsur. Longsor biasanya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil.
Penyebab utama tanah longsor adalah gravitasi. Namun, gravitasi ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain, baik manusia maupun alam.
Pengaruh faktor alam, yaitu kondisi geologi (batuan lapuk, kemiringan tanah, unsur atau jenis
lapisan tanah, bencana gempa bumi, Gunungapi Merapi, dll) kondisi topografi (kemiringan permukaan
tanah seperti lembah, lereng, dan bukit), dan kondisi tata air, yaitu akumulasi volume/massa air,
pelarutan dan tekanan hidrostatistika, dan lainnya.
Pengaruh faktor manusia meliputi kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi terjadi tanah longsor.
Pemotongan tebing pada penambangan di lereng yang terjal, penimbunan tanah urugan di daerah
lereng, kegagalan struktur dinding penahan tanah, penggundulan hutan, sistem pertanian yang tidak
memperhatikan irigasi yang aman, pengembangan wilayah yang melanggar atur tata ruang, sistem
drainase yang buruk, dll.
Material yang dibawa tanah longsor bisa berupa tanah, bebatuan, lumpur, sampah, dan lainnya.
Kecepatan longsot beragam, ada yang cepat dan ada yang lambat. Dampak dari terjadinya tanah
longsor dapat membuat kehilangan harta, tempat tinggal dan koban jiwa. Berikut adalah jenis-jenis
longsor menurut Prof. Dwikorita:
MEKANISME GERAKAN
JENIS MATERIAL YANG
BERGERAK
GERAKAN TANAH
Gerakan
Tanah
Gerakan
Cepat
Jatuhan/ Runtuhan
/Robohan (pergerakan
tanpa melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Tanah Jatuhan Tanah
Batuan Jatuhan Batuan
Bahan rombakan tanah
campur batuan
Jatuhan Bahan Rombakan
Tanah & Batu
Luncuran
(pergerakan melalui bidang
lincir/ bidang luncur)
Tanah Luncuran Tanah
Batuan Luncuran Batuan
Bahan rombakan tanah
campur batuan
Luncuran Bahan Rombakan
Tanah & Batu
Aliran
(pergerakan massa jenuh
air)
Tanah Aliran Tanah
Batuan Aliran Batuan
Bahan Rombakan Aliran Bahan Rombakan
Gerakan
Lambat
Rayapam
(pergerakan massa yang
lambat)
Tanah Rayapan Tanah
Bahan Rombakan Rayapan Bahan Rombakan
Pergerakan tanpa melalui bidang luncur (Jatuhan):
Jatuhan Bahan Rombakan Jatuhan Batuan dengan torehan
akibat terlepasnya batuan yang jatuh
Pergerakan tanah melalui bidang luncur (Luncuran):
Luncuran Batuan Luncuran Tanah Luncuran bahan rombakan
Pergerakan massa tanah/ batuan/ bahan rombakan dengan kondisi jenuh air (Aliran):
Aliran bahan rombakan tanah
bercampur batu
Aliran tanah (lumpur) Aliran batuan
Ancaman bahaya tanah longsor di DIY terdapat di 4 kabupaten, yaitu Kulon Progo,
Gunungkidul, Bantul dan Sleman dan ada di 2 wilayah yaitu, deretan Pegunungan Menoreh di
Kabupaten Kulon Progo dan deretan Baturagung Range di perbatasan Kabupaten Bantul dan
Kabupaten Gunungkidul.
Jenis gerakan tanah pada lereng yang terjadi dapat berupa longsoran tanah yang sering terjadi
pada tanah tebal, atau reruntuhan batuan yang biasanya terjadi pada wilayah yang didominasi oleh
batuan gamping. Kondisi ini dapat dijumpai pada wilayah Kecamatan Girimulyo, Kokap, Samigaluh
(Kabupaten Kulon Progo) dan di wilayah bebatauan Kabupaten Gunungkidul dan yang perbatasan
dengan Kabupaten Bantul/Sleman.
Potensi bahaya tanah longsor di Provinsi DIY dapat dirinci sebagai berikut:
a. Potensi Longsor Tinggi.
Kabupaten Kulon Progo bagian utara sebagian besar adalah wilayah yang rawan longsornya
tinggi meliputi kecamatan Kokap, Samigaluh, Girimulyo, dan Kalibawang. Di wilayah Kabupaten
Gunungkidul meliputi kecamatan; Rejosari, Dlingo dan Gedangsari. Di wilayah Kabupaten
Bantul adalah di Kecamatan; Bambanglipuro, Imogiri dan Pleret. Sedang di wilayah Kabupaten
Sleman yang potensi longsor tinggi adalah di bagian puncak Merapi, yang memang mempunyai
lereng curam dan juga dipengaruhi oleh aktifitas Merapi itu sendiri.
b. Potensi Longsor Sedang.
Sebaran potensi longsor sedang ada di Kabupaten Kulon Progo meliputi Kecamatan Pengasih,
Nanggulan, dan Kalibawang. Sebaran di Kabupaten Bantul meliputi kecamatan Kretek,
Pajangan, Imogiri dan Pleret. Sebaran di Kabupaten Gunungkidul meliputi kecamatan Ponjong,
Dlingo, Playen, Gedangsari, dan Ngawen.
5. Angin Puting Beliung dan Angin Ribut
Sebutan ‘tornado’ atau ‘badai’ sering
membingungkan masyarakat dan menakutkan
karena ketidaktahuan akan pengetahuan tentang
fenomena alam tersebut. Tornado memang
mempunyai daya rusak yang hebat, akan tetapi
kejadian tornado tergantung dari skalanya. Di
Indonesia, tornado memang ada dan sering dikenal
dengan puting beliung, angin puyuh, angin ribut
atau angin leysus.
Angin puting beliung terjadi karena adanya
perbedaan tekanan udara yang sangat ekstrim.
Biasanya terjadi pada musim hujan. Angin ini
disertai putaran yang kencang dan berpotensi
menimbulkan kerusakan. Putaran angin yang
kencang tersebut berbentuk melingkar dengan
radius antara 5 hingga 10 m dan kecepatan
mencapai 20 hingga 30 knot. Angin puting beliung
yang masuk kategori tornado lemah mempunyai ciri
bisa menyebabkan kematian kurang dari 5%,
memiliki tenggang waktu 1 sampai dengan 10 menit
dengan kecepatan angin kurang dari 110 mph.
Ciri-ciri dari angin puting beliung atau angin leysus:
a. Kejadiannya singkat, antara 3 hingga 10 menit, setelah itu diikuti angin kencang yang
kecepatannya berangsur melemah.
b. Kecepatan angin lesus adalah 45 hingga 90 km/jam.
c. Terjadi di tempat dengan radius jangkuan 5 hingga 10 km.
d. Terjadi di musim pancaroba dan sebagian kecil di musim hujan, saat hujan di siang atau sore
hari.
e. Terjadi antara jam 13.00 hingga 17.00
Berdasarkan data Badan Meterologi dan Geofisika, bencana angin puting beliung yang terjadi di
wilayah Provinsi DIY pada hari Minggu, 18 Februari 2007 pukul 17.15 WIB selama kurang lebih 15 menit
itu merupakan bencana angin puting beliung dengan kategori kecepatan angin antara Strong Gale
dengan kecepatan 74-85 kilometer per jam dan Storm dengan kecepatan 87-100 kilometer per jam.
Akibatnya, 4 wilayah kecamatan di Kota Yogyakarta yakni Gondokusuman, Danurejan, Umbulharjo dan
Pakualaman, dengan radius bencana sekitar 1 kilometer mengalami kerusakan yang cukup parah.
Satlak Penanggulangan Bencana Alam (PBA) Provinsi DIY melaporkan bahwa bencana angin
puting beliung ini telah mengakibatkan 1.182 orang mengalami luka ringan dan menjalani rawat jalan.
Sedangkan sebanyak 51 orang harus dibawa ke rumah sakit dengan rincian 44 orang menjalani rawat
jalan dan 7 orang harus menginap di rumah sakit. Selain melukai manusia, angin puting beliung juga
merusak 1.255 rumah penduduk.
Beberapa fasilitas umum juga tidak luput dari hantaman keganasan angin puting beliung.
Sejumlah fasilitas umum milik PT. Kereta Api seperti BPTT PT. KA dan Stasiun Lempuyangan
Yogyakarta, bangunan di kompleks Detasemen Zeni dan Detasemen Peralatan Komando Resort Militer
072 Pamungkas Yogyakarta, gedung Bioskop Mataram, masjid, sekolah serta gedung kantor
pemerintahan seperti Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengalami kerusakan parah di
bagian atap dan fisik bangunan. Angin Puting Beliung juga banyak menumbangkan pohon-pohon
perindang dan merusak taman-taman kota di sepanjang jalan di empat kecamatan.
Angin Ribut di Provinsi DIY hampir terjadi di semua kabupaten. Biasanya kejadian angin ribut
dapat dijumpai pada saat musim pancaroba pergantian dari musim kemarau ke musim hujan atau
sebaliknya masa pergantian dari musim hujan ke musim kemarau. Kejadiannya sangat dipengaruhi oleh
tekanan udara lokal sehingga sulit untuk diprediksi maupun di pantau dari citra satelit. Konversi lahan
juga sangat mempengaruhi tekanan udara lokal. Angin Ribut jarang dijumpai di daerah perbukitan dan
seringnya terjadi pada daerah hamparan dan atau daerah yang berada di antara 2 celah bukit. Letak
geografis dan topografis juga sangat mempengaruhi kejadian angin ribut.
Ilustrasi terjadinya angin puting beliung
Tabel 1.3. Sebaran Wilayah Rawam Angin Ribut/Puting Beliung
Kabupaten/Kota Wilayah Ancaman
Sleman Gamping, Seyegan, Sleman, Depok, Cangkringan, dan Ngemplak
Bantul Pajangan, Srandakan, Sanden, Kretek, Sewon, Pleret, dan Banguntapan
Kulon Progo Pengasih, Nanggulan, dan Sentolo
Gunungkidul Patuk, Playen, Wonosari, Karangmojo
Yogyakarta Pakualaman, Mergangsan, dan Balai Kota
6. Kekeringan
Potensi bahaya kekeringan yang dimaksud adalah jumlah
ketersediaan air untuk kebutuhan hidup manusia dan biota lain,
termasuk tanaman dan ternak. Jika waktu keadaan kering kian
panjang, akan menimbulkan kerugian. Umumnya kekeringan yang
terjadi di DIY, sering terjadi di daerah Kabupaten Gunungkidul.
Kekeringan sering terjadi pada setiap tahunnya dikarenakan tanah di
daerah ini tidak dapat menyimpan dengan baik cadangan air tanah.
Jikapun air tanah itu ada, masyarakat harus mengambil dari sungai
bawah tanah di kedalaman puluhan meter.
Kekeringan biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik
yaitu bentuk lahan, curah hujan, kedalaman air tanah, dan tekstur tanah bagian atas yg berpengaruh
terhadap daya meresapkan air hujan. Faktor-faktor tersebut digunakan sebagai pendekatan untuk
menentukan potensi kekeringan.
Ada di beberapa tempat yang mempunyai potensi kekeringan sedang. Tetapi, karena di
lingkungan sekitar mudah ditemukan sumber air (sumur gali, sungai, mata air) maka daerah ini sampai
sekarang masih bisa tercukupi kebutuhan airnya. Tetapi, keadaan ini mungkin tidak akan dapat
berlangsung lama. Jika pada saatnya nanti pertumbuhan penduduk semakin padat dan adanya
perluasan pembangunan, maka daya dukung sumber-sumber air pun akan berkurang.
Tabel.1.4.Potensi kekeringan di Provinsi DIY
a. Potensi kekeringan
tinggi
Kabupaten Gunungkidul sebagian besar wilayah berpotensi
kekeringan tinggi dan Kabupaten Kulon Progo (Samigaluh,
Kalibawang, Girimulyo, Kokap), serta di daerah lereng atas Merapi
b. Potensi kekeringan
sedang
Kab. Bantul (Pajangan, Gamping), Kab. Kulon Progo (Sentolo,
Pengasih, Lendah, Nanggulan)
7. Tsunami
Tsunami adalah gelombang air laut yang dapat
disebabkan gerakan lapisan tanah di dasar laut. Pergereran ini
bisa disebabkan oleh gempabumi tektonik, letusan Gunungapi
di dasar laut, longsoran di dasar laut dan ledakan bom
berkekuatan dahsyat/nuklir.
Kata ‘tsunami’ berasal Bahasa Jepang; ‘tsu’ yang
artinya pelabuhan dan ‘nami’ yang artinya pelabuhan. Dengan
begitu tsunami memiliki arti “ombak besar di pelabuhan”.
Tsunami akan tampak daya hancurnya ketika gelombangnya
sampai di pelabuhan atau pantai.
Tsunami berbeda dengan dengan gelombang pasang.
Tsunami memiliki pola kecepatan dan tinggi gelombang.
Semakin dekat atau telah menghampiri pantai, ketinggiannya
meningkat, sedangkan kecepatannya menurun. Ketinggian
gelombang tsunami berkisar antara 4 sampai dengan 24 meter
dan mampu menjangkau 50-200 meter dari bibir pantai.
Gelombang tsunami terjadi beruntun dan tiba-tiba, sehingga
mengakibatkan kerugian harta benda dan korban jiwa. Tinggi
dan besar tsunami juga dipengaruhi oleh besar-kecilnya
pergeseran tanah dan bentuk garis pantai.
Dampak bencana tsunami paling tidak ada empat hal,
antara lain:
a. Banjir dan Genangan Air Daratan. Tsunami menimbulkan genangan air laut dan meninggalkan
endapan. Peristiwa tsunami Aceh 2005, menimbulkan genangan air laut 20-60 cm dan endapan
setebal 10-20 cm.
b. Kerusakan Sarana dan Pra-Sarana.
Ilustrasi Terjadinya Tsunami
c. Pencemaran Lingkungan. Tsunami menghanyutkan benda-benda sejak di lautan maupun
daratan yang kemudian terdampar menjadi sampah. Sumber-sumber air bersih pun tercemar
oleh air laut.
d. Korban Harta dan Jiwa. Dengan kekuatannya, tsunami dapat memusnahkan benda-benda yang
dilewatinya.
Catatan kejadian tsunami pernah terjadi di DIY. Di masa lalu, paparan tsunami di wilayah pesisir
selatan Jawa ini berkisar antara 3-10 meter. Wilayah selatan Pulau Jawa merupakan zona subdaksi
antara lempeng Australia dan lempeng Asia. Potensi tsunami di selatan DIY pun tergantung dari
jenis/tipe gerakan patahan. Patahan dengan arah atas-bawah inilah yang bisa menyebabkan tsunami.
Secara alami sebenarnya wilayah pesisir secara alami mempunyai sistem perlindungan
terhadap ancaman tsunami, yaitu adanya hutan mangrove, gumuk pasir, laguna, dan beting gisik.
Bentukan lahan tersebut secara nyata mampu meredam energi gelombang tsunami sehingga air laut
tidak sampai jauh mencapai daratan dan memperkecil laju paparan tsunami.
Sayangnya, kini keberadaan hutan mangrove sudah tidak ada di DIY. Yang tersisa hanya ada
gumuk pasir, laguna dan beting gisik. Namun demikian, setidaknya mampu sebagai pelindung untuk
wilayah/permukiman yang berada di sebaliknya dari ancaman tsunami. Permukiman/bangunan yang
berada di depan bentukan ini jelas mempunyai risiko yang tinggi terhantam oleh gelombang tsunami
secara langsung. Gumuk pasir masih bisa di jumpai di Parangkusumo-Parangtritis dengan ketinggian
sampai 20 m.
Di Kabupaten Kulon Progo, risiko terkena tsunami menjadi besar karena pesisirnya yang
terbuka. Sudah ada usaha secara vegetatif membuat green belt, yaitu dengan menanam jenis cemara di
bantaran pantai pada jarak 200 meter dari bibir pantai. Ini bisa ditemui di daerah Ring I dan Ring II.
Walaupun kurang berhasil dalam pengembangannya tetapi usaha secara vegetatif bisa dilanjutkan lagi
dengan merapatkan jarak tanam dan tentu saja dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat
dalam pelaksanaannya.
Potensi tsunami di DIY pada skala Tinggi dan Sedang tersebar di tiga Kabupaten, yaitu; Kulon
Progo (Galur, Panjatan, Temon), Bantul (Kretek, Sanden, dan Srandakan), dan Kabupaten Gunungkidul
(wilayah pantai dan tempat wisata Sadeng, Krakal, Kukup, dan lainnya).
8. Epidemi, Wabah Penyakit dan Kejadian Luar Biasa
Epidemi, Wabah Penyakit dan Kejadian Luar Biasa
merupakan ancaman bencana yang diakibatkan oleh
menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu
daerah tertentu dan waktu tertentu. Pada skala besar,
epidemi/wabah/KLB dapat mengakibatkan meningkatnya
jumlah penderita penyakit dan korban jiwa. Penyebaran
penyakit pada umumnya sangat sulit dibatasi.
Kejadian itu awalnya merupakan kejadian lokal
saja. Namun dalam waktu singkat bisa menjadi bencana
nasional yang banyak menimbulkan korban jiwa dan sudah
masuk kategori wabah. Kondisi lingkungan yang buruk,
perubahan iklim, makanan dan pola hidup masyarakat
yang salah merupakan beberapa faktor yang dapat
memicu terjadinya bencana ini.
Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat yang sangat luas
meliputi:
a. Jumlah Kesakitan. Apabila tidak dikendalikan, maka wabah dapat menyerang masyarakat dalam
jumlah yang sangat besar, bahkan sangat dimungkinkan wabah akan menyerang lintas-negara
bahkan lintas-benua.
b. Jumlah Kematian. Apabila jumlah penderita tidak berhasil dikendalikan, maka jumlah kematian
juga akan meningkat secara tajam.
c. Aspek Ekonomi. Dengan adanya wabah maka akan memberikan dampak pada merosotnya roda
ekonomi. Sebagai contoh apabila wabah flu burung benar terjadi maka triliunan aset usaha
ternak unggas akan lenyap. Begitu juga akibat merosotnya kunjungan wisata karena adanya
travel warning dan beberapa negara maka akan melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel
maupun restoran.
d. Aspek Politik. Bila wabah terjadi maka akan menimbulkan keresahan masyarakat yang sangat
hebat. Kondisi ini sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu guna
menciptakan kondisi tidak stabil.
Endemik atau KLB (Kejadian Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue (DBD) dibawa oleh nyamuk
dan keberadaannya sangat dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan. Persebarannya dapat dibawa oleh
nyamuk dan oleh manusia yang sudah mengidap malaria/demam berdarah. Persebaran yang dibawa
oleh nyamuk hanya terbatas pada wilayah yang sempit. Persebaran yang dibawa oleh manusia dengan
mobilitasnya yang tinggi, sering tidak dapat dideteksi secara pasti. Mereka biasa sebagai pekerja lintas
wilayah sebagai buruh/karyawan pabrik yang melakukan perjalanan pulang-pergi dari daerah endemik
ke kota. Karena tingkat mobilitas manusia yang tinggi maka penularan malaria/DBD dengan cara ini
mempunyai jangkauan yang luas.
Demam berdarah di DIY tersebar di Kabupaten Sleman (Mlati, Gamping, Sleman, Ngaglik,
Depok, dan Kalasan), Kabupaten Bantul (Kasihan, Sewon, Banguntapan, Kretek), Kabupaten
Gunungkidul (Ponjong), dan Kota Yogyakarta.Kasus DBD di Provinsi DIY, menunjukkan peningkatan
pada awal tahun 2007 hingga musim kemarau. Jumah penderita terdapat 26 orang yang tersebar di
wilayah Provinsi DIY. Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman ini. Caranya
adalah dengan pelaksanakan pencegahan secara serentak dan rutin seminggu sekali dengan Gerakan
3M (Menguras, Menutup dan Mengubur). Jika dilakukan dengan tepat, cara ini sangat efektif, efisien,
dan ramah lingkungan. Dengan menyikat atau menggosok rata bagian dalam tandon air, mendatar
maupun naik turun, agar telur nyamuk yang menempel akan lepas dan tidak menjadi jentik.
Hal-hal yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DIY dalam tindakan pengendalian
dan evaluasi antara lain: peningkatan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan bagi penderita,
melakukan survey dan penanganan ke sumber penyakit, koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam
mengantisipasi adanya penyebaran KLB, penyuluhan kesehatan di tempat publik terutama di sekolah-
sekolah, permukiman dan rumah sakit.
PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA
A. MENGENAL BENCANA
Terdapat beragam pandangan masyarakat tentang bencana. Ada yang menganggap bahwa
bencana adalah suatu peristiwa alam biasa dan ada pula yang menganggap sebagai akibat dari marahnya
“penguasa” alam tertentu akibat perilaku manusia. Bahkan adapula yang menganggap bahwa
membicarakan bencana adalah perbuatan yang tabu. Anggapan-anggapan seperti ini seringkali membuat
kita lengah dan kurang waspada dalam menghadapi bencana serta kurangnya kepedulian terhadap tindakan
yang seharusnya dilakukan untuk mengantisipasi adanya bencana yang mungkin akan terjadi.
Bencana sendiri, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dari definisi bencana dan apa yang tersirat di
dalamnya, tampak bahwa definisi bencana mengandung makna konsep “bencana” yang universal berikut: 1)
gangguan serius terhadap berfungsinya masyarakat; 2) kerugian besar pada manusia (terbunuh atau luka-
luka), harta benda, dan lingkungannya; dan 3) masyarakat yang mengalaminya tak mampu menanggulangi
gangguan tersebut apabila hanya mengandalkan kekuatannya sendiri. (Modul Pelatihan Pengintegrasian
PRB ke Dalam Sistem Pendidikan, 2010)
Kejadian bencana, selain menyebabkan kematian, korban luka-luka, rusaknya bangunan dan
infrastruktur lainnya, juga berdampak langsung pada terjadinya kekurangan pangan dan air bersih,
menyebarnya wabah penyakit serta terhentinya kegiatan ekonomi. Bencana tidak jarang menimbulkan
tekanan mental sehingga orang mengalami depresi.
Bencana timbul ketika manusia tidak dapat mengatasi ancaman. Ancaman adalah fenomena alam
yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia. Bencana terjadi ketika manusia tidak
mampu mengatasi ancaman. Dengan demikian, sangat penting bagi kita mempunyai daya tahan dalam
menghadapi ancaman. Misalnya dengan mengetahui tanda-tanda bencana, melakukan tindakan antisipasi
atau pencegahan untuk meminimalisir dampak kerusakan dan kerugian, dan persiapan-persiapan ketika
bencana terjadi.
Banyak hal mempangaruhi kemampuan kita dalam mengatasi ancaman. Antara lain kondisi fisik,
keadaan sosial budaya, kelembagaan sosial, kemampuan ekonomi, pengetahuan, sikap atau perilaku.
Misalkan, jika ada Gunungapi meletus di sebuah pulau terpencil dan tidak ada penghuninya, maka kejadian
itu tidaklah menjadi sebuah bencana. Letusan Gunungapi di pulau yang tidak berpenghuni tidak
menyebabkan kerugian ekonomi dan fisik. Contoh lain adalah gempa bumi di Tokyo bisa dikatakan sebagai
bencana karena banyak korban dari masyarakatnya baik fisik maupun non-fisik.
Ancaman ada di mana-mana dan bentuknya berbeda-beda. Di Indonesia, kita hidup dengan
berbagai ancaman. Di Yogyakarta, seperti tertuang dalam dokumen Rencana Penanggulangan Bencana
Provinsi DIY, terdapat 8 ancaman bencana. Namun akan lain hasilnya apabila kita telah dapat melakukan
tindakan-tindakan yang dapat mengurangi dampak dan risiko bencana. Paling tidak, kita sudah bisa
mengurangi jatuhnya korban dan kerugian.
Berdasarkan waktu kejadian, bencana ada dua jenis, yakni:
1. Bencana yang terjadi secara tiba-tiba. Beberapa bencana memberikan tanda-tanda. Dengan
begitu kita bisa menyelamatkan diri. Namun ada pula yang sulit untuk dibaca tanda-tandanya,
bahkan oleh perangkat teknologi yang canggih. Bencana dalam pengertian ini antara lain adalah
gempa bumi, tsunami, angin topan/badai, letusan Gunungapi Merapi dan tanah longsor.
2. Bencana yang terjadi secara perlahan. Muncul diawali tanda-tanda dan kita bisa melakukan
tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya banyak korban. Alurnya, dari keadaan normal
meningkat menjadi situasi darurat, dan kemudian menjadi situasi bencana. Bencana dalam
pengertian ini antara lain adalah kekeringan, rawan pangan, kerusakan lingkungan dan lain-lain.
UNISDR dalam buku Living with Risk (2004) mengklasifikasikan bahaya bencana menurut sifat,
contoh, dan kecepatan serangannya sebagai berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi Bahaya/Ancaman
Bahaya-Bahaya Kecepatan Serangan
Kategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak Lambat
Bahaya
Natural/
Alamiah
Hidro-
Meteorologis
 Banjir Air, Banjir Lumpur, & Banjir Bandang  
 Siklon Tropis, Angin Topan, Badai Angin & Hujan,
Badai Salju, Badai Pasir/Debu, Kilat/Petir/Halilintar
 
 Kekeringan, Desertifikasi, Kebakaran Hutan, Suhu
Udara Ekstrem

 Permafros, Salju Longsor  
Geologis  Gempa Bumi (Tektonis & Vulkanis) 
 Tsunami 
 Aktivitas & Emisi Vulkanis/Gunungapi Merapi 
 Gerakan-Gerakan Massa, Tanah Longsor, Batu
Longsor, Pencairan Es (Likuifaksi), Dasar Lautan
Longsor

 Permukaan Daratan Ambruk, Aktivitas
Penyimpangan Geologis
 
Biologis  Penjangkitan Wabah Penyakit Menular (Epidemi),
Penularan Penyakit dari Hewan dan Tanaman

 Serangan Virus Ganas 
Bahaya
Akibat
Ulah
Manusia
Teknologis/
Antropogenis
 Pencemaran Industrial 
 Kebocoran Reaktor Nuklir/Pelepasan Bahan
Radioaktif ke Alam Bebas
 
 Kerusakan Dam/Waduk 
 Kecelakaan Transportasi, Industri, atau Teknologi
(Kebakaran, Ledakan, dll.)
 
Environmental/
Degradasi
Lingkungan
 Degradasi (Penurunan Mutu), Deforestasi
(Penggundulan Hutan), & Desertifikasi Tanah
(Penggurunan)

 Kebakaran Hutan 
 Kepunahan Keanekaragaman Hayati 
 Pencemaran/Polusi Air, Tanah, & Udara 
 Pemanasan Global/Perubahan Iklim 
 Peningkatan Tinggi Permukaan Air Laut 
 Pengikisan Ozon 
Sosial
(Ekonomis,
Kultural,
Politis, dll.)
 Konflik Komunal, Antar-Suku, dll. 
 Kerusuhan/Kekacauan Massal 
 Perang (Bersenjata) 
 Serangan Teroris  
Besarnya bencana diukur dari jumlah korban jiwa, kerusakan, atau biaya-biaya kerugian yang
ditimbulkan. Namun, tingkat keamanan terhadap bencana dan intensitas bencana itu juga terkait dengan
kondisi masyarakat dan lingkungan yang terdampak. Terdapat relasi sebab-akibat kejadian, intensitas
bencana, dan kondisi masyarakat. Dengan begitu, adalah kenyataan bahwa pada dasarnya bencana terjadi
tidak semata-mata karena faktor alam.
Terdapat 7 faktor yang menyebabkan dampak bencana menjadi lebih besar dalam kehidupan suatu
masyarakat, yakni kemiskinan, pertambahan penduduk, cepatnya urbanisasi, perubahan-perubahan dalam
praktik budaya, degradasi lingkungan, kurangnya kesadaran dan informasi, dan perang atau kerusuhan sipil.
Kurangnya kesadaran dan informasi menyebabkan orang menjadi lebih rentan terhadap bahaya-
bahaya karena keterbatasan pengetahuan untuk melepaskan diri atau mengambil tindakan melindungi diri
dalam peristiwa bencana. Hal ini tidak selalu terkait dengan tingkat kemiskinan. Namun, semata-mata akibat
kurangnya kesadaran akan tindakan-tindakan yang aman dalam keadaan bencana. Akibatnya, nilai
dampak/risiko bencana pun menjadi lebih tinggi.
Risiko bencana adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit,
hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan
kegiatan masyarakat. Risiko bencana dapat diukur. Formula atau rumus yang biasa dipergunakan oleh
banyak pihak untuk mengukur tingkat risiko adalah seperti berikut ini:
Tabel.2.2. Rumus Risiko Bencana
DISASTER RISK (R) =
HAZARD (H) X VULNERABILITY (V)
CAPACITY (C)
RISIKO BENCANA =
ANCAMAN X KERENTANAN
KAPASITAS
Rumus tersebut menjadi dasar bagi perubahan paradigmatik dalam konsep/teori, kebijakan, dan
praktik penanggulangan bencana. Dari pengukuran risiko yag telah dilakukan, maka dapat diidentifikasi
prioritas tindakan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko bencana.
Dari rumusan tersebut maka bisa kita pahami bahwa bencana memiliki komponen pembentuknya,
yakni bahaya/ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity). Ketiga komponen risiko
tersebut memiliki pengertian sebagai berikut:
1. Bahaya/ancaman.
Situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi
suatu masyarakat/sekolah di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi
menimbulkan korban dan kerusakan.
2. Kerentanan.
Tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat/sekolah untuk mencegah, menjinakkan,
mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa
kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.
3. Kapasitas/Kemampuan.
Penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat/sekolah, yang
memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi,
mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana.
Akses yang terbatas
terhadap:
Struktur-struktur
tenaga listrik
Sumber daya
Ideologi
Sistem Ekonomi
Faktor-faktor pra-
kondisi umum
Kurangnya:
institusi lokal
pendidikan
pelatihan
ketrampilan yang
memadai
investasi lokal
pasar lokal
kebebasan pers
Kekuatan makro:
ekspansi
penduduk
urbanisasi
degradasi
lingkungan
Penyebab yang
mendasari
Tekanan
Dinamis
Lingkungan fisik
yang rentan:
lokasi yang
berbahaya
infrastruktur dan
bangunan yang
berbahaya
Ekonomi lokal yang
rentan
kehidupan yang
beresiko
tingkat
pendapatan yang
rendah
Tindakan umum
Kondisi tidak
aman
RANGKAIAN KERENTANAN
KERENTANAN
BAHAYA
+
BENCANA
BAHAYA
Kejadian-kejadian
pemicu
Gempa bumi
Angin kencang
Letusan gunung
Tanah longsor
Kekeringan
Banjir
Perang, konflik
sipil
Kecelakaan
teknologi
Gambar 2.1. Rangkaian Kerentanan dan Bahaya
B. MENANGGULANGI BENCANA
Sistem Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia, yang disusun sejak disahkannya Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah dilengkapi dengan tiga Peraturan
Pemerintah dan satu Peraturan Presiden. Tiga peraturan pemerintah ini adalah peraturan mengenai
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP 21/2008), Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan (PP
22/2008), serta peran lembaga internasional dan lembaga asing non-pemerintahan (PP 23/2008).
Sedangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan
Bencana (BNPB). Di tingkat daerah beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota telah menyiapkan peraturan
daerah (PERDA) untuk penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah
(BPBD) terutama untuk tingkat Provinsi.
BNPB merupakan salah satu lembaga pemerintah non-departemen dan berada di bawah serta
bertanggungjawab langsung kepada Presiden. BNPB memiliki dua fungsi utama, yaitu (1) merumuskan dan
menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak cepat dan
tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Untuk Provinsi DIY sendiri telah memiliki Perda No 10 tentang Penanggulangan Bencana dan BPBD
terbentuk di awal tahun 2011. Sebagai lembaga daerah, lembaga ini bertanggung jawab kepada Gubernur
dan Bupati untuk BPBD tingkat kabupaten/kota. Secara organisatoris, baik BNPB dan BPBD terdiri atas
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Bidang Penanganan Darurat, Bidang Rehabilitasi dan
Rekonstruksi, Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis.
1. Tahapan Penanggulangan Bencana
Sebagaimana dituangkan dalam UU No. 24 Tahun 2007, Pemerintah dan Pemerintah Daerah
adalah penanggungjawab penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pengertian penyelenggaraan
penanggulangan bencana sendiri adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang mengurangi risiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat, dan rehabilitasi.
Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari 3 tahapan, yakni (1) tahap Pra-
Bencana, tahapan dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat potensi bencana,
(2) Tahap Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan (3) Tahap Masa Pasca-
Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana.
Gambar 2.2. Tahapan Penanggulangan Bencana
Ketiga tahapan tersebut merupakan sebuah siklus yang tak berhenti. Kegiatan-kegiatan
penanggulangan bencana dilakukan sepanjang siklus ini. Bila bencana terjadi orang melakukan tindakan
pertolongan atau tanggap darurat bencana. Terkadang, pertolongan terlambat sehingga jatuh korban.
Dengan siklkus bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan tindakan-tindakan untuk
menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban.
2. Pengurangan Risiko Bencana
Pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan konsep dan praktik untuk mengurangi risiko
bencana dengan upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari
bencana. Cakupan konsep dan praktik ini adalah upaya-upaya pengurangan paparan terhadap ancaman,
penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta
meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan. Penyelenggaraan kegiatan
pengurangan risiko bencana umumnya dilaksanakan pada tahapan pra-bencana. Tujuan utamanya
adalah untuk mengurangi bahaya (tidak selalu bisa), mengurangi kerentanan, dan meningkatkan
kapasitas. Penyelenggaraan PRB dapat digambarkan dalam siklus berikut ini:
Gambar 2.3. Pendekatan PRB melalui Manajemen Risiko
C. PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA
Konferensi se-dunia tentang Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan pada tanggal 18-
22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015
dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu
kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam
kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-
cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Konferensi tersebut telah
berhasil menyusun suatu kerangka aksi bersama yang disepakati untuk dikenali, didukung, dan dilakukan
oleh semua negara untuk misi “Membangun Ketahanan Negara dan Masyarakat Terhadap Bencana”.
Kesepakatan itu dikenal dengan Hyogo Framework for Action (HFA) 2005-2012 atau Kerangka Kerja Hyogo
atau KKH 2005-2015.
Kerangka kerja ini merekomendasikan lima prioritas tindakan untuk dilakukan tiap negara, yakni:
1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana (PRB) ditempatkan sebagai prioritas nasional dan
lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam pelaksanaannya.
2. Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan
pemanfaatan peringatan dini.
3. Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan
ketahanan pada semua tingkatan.
4. Mengurangi faktor-faktor risiko dasar.
5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang efektif pada semua tingkatan.
Lahirnya HFA itu telah mendorong kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang
strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko. Penekanan pada cara-cara komunitas untuk
membangun ketahanannya terhadap bencana. Persebaran pengetahuan dan informasi adalah awalan
menuju budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana.
Dalam bidang pendidikan, upaya-upaya yang dilakukan antara lain :
1. Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam
kurikulum pendidikan di semua tingkat dengan menggunakan jalur formal maupun informal untuk
menjangkau anak-anak muda dan anak-anak.
2. Menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap
bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan.
3. Menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang
bagaimana meminimalisir efek bahaya.
4. Mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan
sasaran sektor-sektor tertentu.
5. Menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat/sekolah dengan mempertimbangkan peran
tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan
mitigasi dan menghadapi bencana.
6. Memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan
dan konstituen yang rentan.
7. Menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari
pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.
Selain ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggungjawab atas manajemen bencana,
kampanye ditujukan kepada murid, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli
bangunan. Pesan kuncinya antara lain :
1. Pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan membantu membangun kesadaran
yang lebih besar di dalam masyarakat.
2. Fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai
generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam.
3. Pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-
negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium.
Selain itu, untuk sekolah juga harus mampu melindungi generasi penerus bangsa ini dari suatu
kejadian bencana, sekolah memiliki nilai strategis karena dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap
generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan kepada
generasi muda. Dalam, integrasi dalam kurikulum menjadi sangat membantu upaya-upaya membangun
kesadaran akan risiko bencana sejak dini.
Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam, diperlukan dua prioritas yaitu pendidikan
untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan serta keamanan sekolah. Namun dalam aksinya, kedua
prioritas ini tidak bisa dipisahkan.
Kerangka kerja pendidikan untuk PRB atau pendidikan PRB sebagaimana dikerangkakan oleh UN-
ISDR (lembaga PBB yang mengkoordinasi upaya dunia dalam pengurangan risiko bencana) adalah:
pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat
interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko
bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah
pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap
bencana alam.
Sebagai sebuah upaya sadar dan terencana, pendidikan PRB dilaksanakan untuk memberdayakan
peserta didik dalam upaya PRB dan membangun budaya aman serta tangguh bencana. Pendidikan PRB
tidaklah sama dengan pendidikan bencana. Boleh jadi pendidikan PRB lebih luas karena mencakup
pengembangan motivasi, ketrampilan dan pengetahuan agar dapat bertindak dan berpartisipasi dalam
upaya PRB. Pusat Kurikulum Nasional (2009) mengidentifikasikan 9 tujuan pendidikan PRB, yaitu:
1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan.
2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana.
3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang kerentanan sosial,
pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan prilaku dan motivasi.
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana,
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap
risiko bencana.
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara individu maupun
kolektif.
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana.
7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana.
8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana
terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana.
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak.
Pemerintah Provinsi DIY sendiri dalam misi dan tujuan pembangunan telah menyasar pada
“terwujudnya ketahanan masyarakat terhadap bencana”. Begitu juga dengan Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olah Raga Provinsi DIY, hingga kini terus mendorong pengembangan kesiapsiagaan dalam sektor
pendidikan. Setidaknya, dengan adanya dua kejadian terakhir, yaitu gempa bumi 2006 besar dan erupsi
Merapi 2010 dan 8 ancaman bencana yang telah diidentifikasi ada di DIY, pemerintah terus menggalakkan
pembangunan budaya aman dan siaga bencana. Inovasi metode dan proses pembelajaran dengan
pengintegrasian PRB niscaya akan mampu menanamkan pengetahuan, kapasitas, dan pembudayaan
kesiagaan bencana generasi muda atas ancaman bencana yang ada di wilayahnya.
D. SEKOLAH SIAGA BENCANA
Sekolah Siaga Bencana (SSB) adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko
bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut diukur dengan dimilikinya perencanaan penanggulangan
bencana (sebelum, saat dan sesudah bencana), ketersediaan logistik, keamanan dan kenyamanan di
lingkungan pendidikan, infrastruktur, serta sistem kedaruratan, yang didukung oleh adanya pengetahuan
dan kemampuan kesiapsiagaan, standard operational procedure (SOP), dan sistem peringatan dini.
Kemampuan tersebut juga dapat dinalar melalui adanya simulasi regular dengan kerja bersama berbagai
pihak terkait yang dilembagakan dalam kebijakan lembaga pendidikan tersebut untuk mentransformasikan
pengetahuan dan praktik penanggulangan bencana dan
pengurangan risiko bencana kepada seluruh warga sekolah
sebagai konstituen lembaga pendidikan.
Tujuan SSB adalah membangun budaya siaga dan
budaya aman di sekolah, serta membangun ketahanan dalam
menghadapi bencana oleh warga sekolah. Konsepsi sekolah
siaga bencana (SSB) ini sendiri memiliki dua unsur utama,
yaitu lingkungan belajar yang aman dan kesiapsiagaan warga
sekolah dengan 4 parameter kesiapsiagaan sekolah, yaitu:
sikap dan tindakan, kebijakan sekolah, perencanaan
kesiapsiagaan, dan mobilisasi sumberdaya.
Dasar dari setiap sikap dan tindakan manusia adalah
adanya persepsi, pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya. SSB ingin membangun kemampuan seluruh
warga sekolah, baik individu maupun warga sekolah secara
kolektif, untuk menghadapi bencana secara cepat dan tepat
guna. Dengan demikian, seluruh warga sekolah menjadi
target sasaran, tidak hanya murid.
Kebijakan sekolah adalah keputusan yang dibuat
secara formal oleh sekolah mengenai hal-hal yang perlu didukung dalam pelaksanaan PRB di sekolah, baik
secara khusus maupun terpadu. Keputusan tersebut bersifat mengikat. Pada praktiknya, kebijakan sekolah
akan landasan, panduan, arahan pelaksanaan kegiatan terkait dengan PRB di sekolah.
Perencanaan kesiapsiaagaan bertujuan untuk menjamin adanya tindakan cepat dan tepat guna
pada saat terjadi bencana dengan memadukan dan mempertimbangkan sistem penanggulangan bencana di
daerah dan disesuaikan kondisi wilayah setempat. Bentuk atau produk dari perencanaan ini adalah
dokumen-dokumen, seperti protap kesiapsiagaan, rencana kedaruratan/kontijensi, dan dokumen pendukung
kesiapsiagaan terkait, termasuk sistem peringatan dini yang disusun dengan mempertimbangkan akurasi
dan kontektualitas lokal.
Sekolah harus menyiapkan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana, serta finansial dalam
pengelolaan untuk menjamin kesiapsiagaan bencana sekolah. Mobilisasi sumber daya didasarkan pada
kemampuan sekolah dan pemangku sekolah. Mobilisasi ini juga terbuka bagi peluang partisipasi dari para
pemangku kepentingan lainnya.
Tingkat kesiapsiagaan sekolah dapat diukur dari keempat parameter tersebut. Dalam
pengukurannya, masing-masing parameter itu tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait satu sama
lainnya.
Secara umum Konsorsium Pendidikan Bencana menetapkan garis besar konsep SSB ke dalam
parameter, indikator, dan verifikasi sebagai berikut:
Parameter Indikator Verifikasi
Sikap dan
Tindakan
Pengetahuan mengenai jenis bahaya,
sumber bahaya dan besaran bahaya yang
ada di lingkungan sekolah
Mata pelajaran yang memuat pengetahuan
mengenai bahaya, sumber bahaya dan besaran
bahaya yang ada di lingkungan sekolah.
Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk
mengobservasi jenis bahaya, sumber bahaya yang
ada di lingkungan sekolah.
Kegiatan sekolah untuk mengidentifikasi ancaman
bahaya pada lokasi sekolah dan gedung serta
infrastruktur sekolah lainnya.
Pengetahuan sejarah bencana yang pernah
terjadi di lingkungan sekolah atau daerahnya
Mata pelajaran yang memuat pengetahuan
mengenai sejarah bencana yang pernah terjadi di
lingkungan sekolah atau daerahnya.
Pengetahuan mengenai kerentanan dan
kapasitas yang dimiliki di sekolah dan
lingkungan sekitarnya.
Mata pelajaran yang memuat pengetahuan
mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di
sekolah dan lingkungan sekitarnya.
Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk
mengobservasi kerentanan dan kapasitas yang
dimiliki di sekolah dan lingkungan sekitarnya,
termasuk di dalamnya lokasi, gedung serta
infrastruktur sekolah lainnya.
Gambar Sekolah Siaga Bencana
Parameter Indikator Verifikasi
Pengetahuan untuk mengidentifikasi risiko
dan upaya yang bisa dilakukan untuk
meminimalkan risiko bencana di sekolah.
Mata pelajaran yang memuat pengetahuan
mengenai upaya yang bisa dilakukan untuk
meminimalkan risiko bencana di sekolah.
Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk
mengindentifikasi upaya yang bisa dilakukan untuk
meminimalkan risiko bencana di sekolah,
Kegiatan sekolah untuk mengidentifikasi upaya
yang bisa mengurangi risko bencana termasuk di
dalamnya pilihan tindakan untuk melakukan
relokasi sekolah atau retrofit gedung dan
infrastruktur sekolah jika diperlukan.
Sekolah secara berkala menguji kualitas struktur
bangunannya.
Keterampilan seluruh komponen sekolah
dalam menjalankan rencana tanggap darurat
Komponen sekolah untuk menjalankan rencana
tanggap darurat pada saat simulasi.
Adanya kegiatan simulasi/latihan regular. Jumlah simulasi dan pelatihan rutin dan
berkelanjutan di sekolah.
Sosialisasi dan pelatihan kesiapsiagaan
kepada warga sekolah dan pemangku
kepentingan sekolah.
Jumlah sosialisasi rutin dan berkelanjutan di
sekolah.
Kebijakan
Sekolah
Adanya kebijakan, kesepakatan, peraturan
sekolah yang mendukung upaya
kesiapsiagaan dan keamanan di sekolah
Jumlah kebijakan, kesepakatan, dan peraturan
sekolah yang mendukung upaya kesiapsiagaan di
sekolah
Sekolah mengadopsi persyaratan konstruksi
bangunan dan panduan retrofit yang ada atau yang
berlaku.
Kebijakan sekolah sebagai payung hukum
pembuatan dan implementasi Prosedur
Tetap Kesiapsiagaan Sekolah
(Prosedur Tetap/Protap Kesiapsiagaan
Sekolah)
Jumlah kebijakan sekolah yang dibuat/dikeluarkan
sekolah sebagai payung hukum pembuatan dan
implementasi Prosedur Tetap Kesiapsiagaan
Sekolah (Prosedur Tetap/Protap Kesiapsiagaan
Sekolah).
Akses bagi seluruh komponen sekolah
untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan,
pemahaman dan keterampilan
Kesiapsiagaan (materi acuan, ikut serta
dalam pelatihan, musyawarah guru,
pertemuan desa, jambore murid, dsb.)
Sekolah memiliki materi acuan yang dibuat
sekolah.
Sekolah memberikan kemudahan bagi komponen
sekolah untuk mengikuti pelatihan, musyawarah
guru, jambore murid, dll.
Perencanaan
Kesiapsiagaan
Adanya dokumen penilaian risiko bencana
yang disusun bersama secara partisipatif
dengan warga sekolah dan pemangku
kepentingan sekolah.
Sekolah memiliki dokumen penilaian risiko yang
dibuat secara berkala sesuai dengan kerentanan
sekolah.
Sekolah memiliki dokumen penilaian kerentanan
gedung sekolah yang dinilai/diperiksa secara
berkala oleh Pemerintah dan/atau Pemda.
Catatan:
Kerentanan sekolah yang dinilai berdasarkan
aspek struktur dan non-struktur.
Adanya rencana aksi sekolah dalam
penanggulangan bencana (sebelum, saat,
dan sesudah terjadi bencana).
Sekolah memiliki rencana aksi sekolah yang dibuat
secara berkala, direview dan diperbaharui secara
partisipatif dan diketahui oleh Dinas Pendidikan
setempat.
Adanya protokol komunikasi Sekolah memiliki protokol komunikasi yang dibuat,
direview, dan diperbaharui secara partisipatif.
Parameter Indikator Verifikasi
Adanya Sistem Peringatan Dini:
 Akses terhadap informasi bahaya, baik
dari tanda alam, informasi dari
lingkungan, dan dari pihak berwenang
(pemerintah daerah dan BMG)
 Penyiapan alat dan tanda bahaya yang
disepakati dan dipahami seluruh
komponen sekolah
 Mekanisme penyebarluasan informasi
peringatan bahaya di lingkungan sekolah
 Pemahaman yang baik oleh seluruh
komponen sekolah bagaimana bereaksi
terhadap informasi peringatan bahaya
 Adanya petugas yang bertanggungjawab
dan berwenang mengoperasikan alat
peringatan dini.
 Pemeliharaan alat peringatan dini.
Sekolah memiliki mekanisme agar informasi
bahaya dapat terdiseminasi kepada seluruh
komponen sekolah dengan cepat dan akurat.
Sekolah memiliki alat dan tanda bahaya yang
disepakati dan dipahami seluruh komponen
sekolah.
Sekolah memiliki mekanisme penyebarluasan
informasi peringatan bahaya di lingkungan sekolah.
Komponen sekolah dapat memahami dengan baik
apa yang harus dilakukan jika ada informasi
peringatan bahaya.
Sekolah memiliki petugas yang bertanggung jawab
dan berwenang mengoperasikan alat peringatan
dini.
Sekolah memiliki tim yang memelihara alat
peringatan dini.
Adanya Prosedur Tetap Kesiapsiagaan
Sekolah yang disepakati dan dilaksanakan
oleh seluruh komponen sekolah
Sekolah memiliki Protap Kesiapsiagaan Sekolah
yang direview secara rutin dan dimutakhirkan
secara partisipatif.
Adanya peta evakuasi sekolah, dengan
tanda dan rambu yang terpasang, yang
mudah dipahami oleh seluruh komponen
sekolah
Sekolah memiliki peta evakuasi dengan tanda dan
rambu yang terpasang yang mudah dipahami oleh
seluruh komponen sekolah dan dapat ditemukan
dengan mudah di lingkungan sekolah.
Kesepakatan dan ketersediaan lokasi
evakuasi/shelter terdekat dengan sekolah,
disosialisasikan kepada seluruh komponen
sekolah dan orangtua murid, masyarakat
sekitar dan pemerintah daerah
Sekolah memiliki lokasi evakuasi/shelter terdekat
yang tersosialisasikan serta disepakati oleh seluruh
komponen sekolah, orangtua murid, masyarakat
sekitar dan pemerintah daerah.
Dokumen penting sekolah digandakan dan
tersimpan baik, agar dapat tetap ada,
meskipun sekolah terkena bencana.
Sekolah memiliki tempat penyimpanan dokumen
penting sekolah (hasil penggandaan) di tempat
yang aman dari bencana.
Catatan informasi penting yang mudah
digunakan seluruh komponen sekolah,
seperti pertolongan darurat terdekat,
puskesmas/rumah sakit terdekat, dan aparat
terkait.
Sekolah memiliki daftar catatan penting yang
mudah ditemukan/dilihat oleh seluruh komponen
sekolah dan termutakhirkan dengan baik.
Mobilisasi
Sumberdaya
Adanya bangunan sekolah yang aman
bencana
Sekolah memiliki:
 Struktur bangunan sekolah yang sesuai
dengan standar bangunan aman bencana
 Adanya layout/desain/setting bangunan
dengan penempatan bangunan UKS yang
terpisah dari bangunan utama sekolah
 Adanya desain/layout/setting kelas yang aman
 Sarana dan prasarana kelas yang aman.
Adanya gugus siaga bencana sekolah
termasuk perwakilan peserta didik.
Sekolah memiliki gugus siaga bencana dengan
keterwakilan peserta didik.
Adanya penyebaran informasi dari sekolah
mengenai konsep sekolah siaga bencana
kepada sekolah lain yang terhimpun dalam
gugus guru atau forum MGMP sekolah
Jumlah topik tentang sekolah siaga bencana yang
didiskusikan dalam pertemuan gugus guru dan
forum MGMP sekolah.
Adanya perlengkapan dasar dan suplai
kebutuhan dasar pasca bencana yang
dapat segera dipenuhi, dan diakses oleh
warga sekolah, seperti alat pertolongan
Sekolah memiliki perlengkapan dasar dan suplai
kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat
diakses oleh warga sekolah.
Parameter Indikator Verifikasi
pertama serta evakuasi, obat-obatan, terpal,
tenda dan sumber air bersih.
Pemantauan dan evaluasi partisipatif
mengenai Kesiapsiagaan dan keamanan
sekolah secara rutin (menguji atau melatih
kesiapsiagaan sekolah secara berkala).
Sekolah memiliki mekanisme pemantauan dan
evaluasi partisipatif mengenai Kesiapsiagaan dan
keamanan sekolah secara rutin.
Adanya kerjasama dengan pihak-pihak
terkait penyelenggaraan penanggulangan
bencana baik setempat (desa/kelurahan dan
kecamatan) maupun dengan
BPBD/Lembaga pemerintah yang
bertanggung jawab terhadap koordinasi dan
penyelenggaraan penanggulangan bencana
di kota/kabupaten.
Sekolah memiliki kerja sama yang baik dengan
jejaring yang diperlukan dalam kesiapsiagaan
sekolah.
Manfaat Gunungapi Merapi
Selain memiliki bahaya letusan,
material yang dikeluarkan Gunungapi
Merapi dapat bermanfaat bagi
penduduk yang tinggal di sekitarnya.
Material itu banyak mengandung
bahan bangunan dan mineral. Di
sekitar gununung api sering ditemukan
energi panas bumi. Energi panas bumi
dapat dimanfaatkan sebagai
pembangkit tenaga listrik. Karena
mineral itu juga, tanah di sekitar
Gunungapi Merapi subur bagi
pertanian. Tanah yang subur juga
membuat daerah di sekitar Gunungapi
Merapi memiliki kekayaan flora dan
fauna serta pemandangan yang indah.
Gunungapi Merapi sering menjadi
tempat tujuan wisata.
TINDAKAN-TINDAKAN DALAM SITUASI BENCANA
A. LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI
Terdapat tanda-tanda sebelum terjadi sebuah Gunungapi Merapi meletus. Pemerintah melalui
BPPTK Yogyakarta terus memantau aktivitas Gunungapi Merapi. Apabila terjadi atau muncul tanda-tanda
aktif, lembaga ini akan melaporkan kepada lembaga pemerintah terkait dan masyarakat. Hal ini dilakukan
sebagai peringatan dini.
Terdapat empat status untuk Gunungapi Merapi, yaitu:
1. Aktif Normal. Aktivitas Gunungapi Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual
tidak menunjukkan adanya gejala yang menuju pada kejadian letusan.
2. Waspada. Aktivitas Gunungapi Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual
menunjukkan peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada tingkat waspada, peningkatan
aktivitas tidak selalu diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan (erupsi), tetapi bisa kembali
ke keadaan normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa-desa yang berada
di kawasan rawan bencana Gunungapi Merapi.
3. Siaga. Peningkatan aktivitas Gunungapi Merapi terlihat semakin jelas, baik secara instrumental
maupun visual, sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan bahwa aktivitas dapat diikuti oleh
letusan. Dalam kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih intensif. Sasarannya adalah
penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK PB dan LSM serta
para relawan. Disamping itu masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sudah siap jika
diungsikan sewaktu-waktu.
4. Awas. Analisis dan evaluasi data, secara instrumental dan atau visual cenderung menunjukkan
bahwa kegiatan Merapi menuju pada atau sedang memasuki fase letusan utama. Pada kondisi
Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau diperkirakan akan terlanda awan
panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah ancaman bahaya primer awan
panas.
Dengan keempat status tersebut, maka pemerintah maupun masyarakat dapat menentukan
tindakan yang harus dilakukan, antara lain:
1. Jika Gunungapi Merapi Meletus
Jika kamu tinggal di daerah rawan letusan
Gunungapi Merapi dan kemudian dinyatakan akan meletus
maka lakukanlah langkah-langkah berikut:
 Ikuti jika ada himbauan mengungsi, jangan
berdiam di tempat yang berbahaya. Ikuti jalur
evakuasi yang sudah ditentukan, jangan melewati
lembah yang dilalui aliran sungai.
 Sebelum mengungsi, tutuplah pintu dan jendela,
matikan alat-alat listrik dan bawalah perbekalan
makan yang ada di rumah.
 Jika terjebak di luar lindungi dirimu dari benda-
benda yang disemburkan oleh letusan Gunungapi
Merapi, carilah tempat berlindung. Waspadai juga
aliran lahar jika kamu berada di daerah aliran
sungai.
 Lindungi juga dirimu dari hujan abu, kenakan baju
dan celana panjang, kacamata, masker atau
penutup wajah dan topi.
 Jika tidak ada masker, gunakan sapu tangan yang
dibasahi. Sapu tangan yang basah bisa menahan
debu masuk ke pernafasan kita.
2. Setelah Gunungapi Merapi Meletus
 Jika kita mengungsi, kembalilah ke rumah ketika keadaan dinyatakan benar-benar aman.
 Bersihkan atap dari timbunan abu, karena timbunan abu bisa menyebabkan atap runtuh.
 Tetap lindungi tubuhmu dari abu, terutama mulut dan hidung, abu Gunungapi Merapi bisa
menimbulkan iritasi dan mengganggu pernafasan.
 Tolonglah tetangga dan orang-orang di sekitarmu, terutama anak-anak, orang cacat dan orang
yang lanjut usia.
3. Tindakan yang dilakukan saat banjir lahar (bahaya sekunder)
 Bila terdengar suara gemuruh segera jauhi sungai. Jangan menunggu karena banjir dapat
sampai sewaktu-waktu dengan kecepatan tinggi.
 Jangan menyeberangi jembatan atau jalan yang dekat dengan sungai.
 Nyawa lebih penting dari pada harta benda jadi selamatkan diri terlebih dahulu.
B. GEMPA BUMI
Bencana gempa bumi dapat diprediksi namun tidak dapat diketahui pasti kapan akan terjadi. Dengan
demikian maka perlu bagi kita untuk mengetahui apa saja tindakan yang bisa dilakukan untuk
perlindungan/menyelamatkan diri ketika terjadi gempa.
1. Jika sedang berada di dalam bangunan:
 Segera cari tempat perlindungan, misalnya di bawah meja yang kuat. Gunakan bangku, meja,
atau perlengkapan rumah tangga yang kuat sebagai perlindungan.
 Tetap di sana dan bersiap untuk pindah. Tunggu sampai goncangan berhenti dan aman untuk
bergerak.
 Hindari atau menjauhlah dari jendela dan bagian rumah yang terbuat dari kaca, perapian, kompor,
atau peralatan rumah tangga yang mungkin akan jatuh. Tetap di dalam untuk menghindari terkena
pecahan kaca atau bagian-bagian bangunan
 Jika malam hari dan sedang berada di tempat tidur, jangan berlari keluar. Cari tempat yang aman
seperti di bawah tempat tidur atau meja yang kuat dan tunggu gempa berhenti.
 Jika gempa sudah berhenti, periksa anggota keluarga dan carilah tempat yang aman. Ada
baiknya kita mempunyai lampu senter di dekat tempat tidur. Saat gempa malam hari, alat ini
sangat berguna untuk menerangi jalan mencari tempat aman, terutama bila listrik menjadi padam
akibat gempa.
 Sebaiknya tidak menggunakan lilin dan lampu gas karena dapat menyebabkan kebakaran.
2. Jika Anda berada di tengah keramaian:
 Segera cari perlindungan. Tetap tenang dan mintalah yang lain untuk tenang juga.
 Jika sudah aman, pindahlah ke tempat yang terbuka
 Jauhi pepohonan besar atau bangunan, dan jaringan listrik. Tetap waspada akan kemungkinan
gempa susulan.
3. Jika sedang mengemudikan kendaraan:
 Berhentilah jika aman. Menjauhlah dari jembatan, jembatan layang, atau terowongan.
 Pindahkan mobil jauh dari lalu lintas.
 Jangan berhenti dekat pohon tinggi, lampu lalu lintas, atau tiang listrik.
4. Jika berada di pegunungan:
 Jauhi lereng atau jurang yang rapuh, waspadalah dengan batu atau tanah longsor yang runtuh
akibat gempa.
5. Jika berada di pantai:
 Segeralah berpindah ke daerah yang agak tinggi atau beberapa ratus meter dari pantai. Gempa
bumi dapat menyebabkan gelombang tsunami selang beberapa menit atau jam setelah gempa
dan menyebabkan kerusakan yang hebat.
C. BANJIR
Upaya PRB yang dapat dilakukan dengan
kegiatan antara lain berupa:
1. Pembangunan tembok penahan dan
tanggul di sepanjang sungai, tembok laut
sepanjang pantai yang rawan badai atau
tsunami.
2. Reboisasi atau penanaman pohon dan
pembangunan sistem peresapan serta
pembangunan bendungan/waduk.
3. Pengerukan dasar sungai, pembuatan
saluran pembelokan aliran sungai baik
secara terbuka maupun tertutup seperti
terowongan dapat membantu mengurangi
terjadinya banjir.
1. Persiapan Dalam Pencegahan Kemungkinan Banjir
Untuk menghindari risiko banjir, sebaiknya tempatkan bangunan di daerah yang aman seperti di
dataran yang tinggi dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan.
a. Untuk daerah-daerah yang berisiko banjir sebaiknya:
 Mengerti akan ancaman banjir, termasuk banjir yang pernah terjadi dan mengetahui letak
daerah, apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir.
 Melakukan persiapan untuk mengungsi dan latihan pengungsian.
 Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenang air dan yang masih bisa dilewati. Setiap orang
harus mengetahui tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir.
 Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah agar tidak dilalui orang pada saat
banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan.
 Mengatur aliran air ke luar daerah pada daerah pemukiman yang berisiko banjir.
 Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor tetap bekerja pada saat terjadi banjir.
 Memasang tanda ketinggian air pada saluran air, kanal, kali atau sungai, yang dapat menjadi
petunjuk bila akan terjadi banjir, atau petunjuk dalam genangan air.
b. Tindakan di rumah-rumah
 Simpan surat-surat penting di dalam tempat yang kedap air.
 Naikkan panel-panel dan alat-alat listrik ke tempat yang lebih tinggi, sekurang-kurangnya 30cm
di atas garis ketinggian banjir maksimum.
 Pada saat banjir, tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah.
c. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko banjir
 Buat sumur resapan bila memungkinkan.
 Tanam lebih banyak pohon besar.
 Membentuk kelompok masyarakat pengendali banjir.
 Membangun/menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi banjir.
 Membangun sistem peringatan dini banjir.
 Menjaga kebersihan saluran air dan limbah.
 Memindahkan tempat hunian ke daerah bebas banjir.
Peta Banjir Lahar Gunungapi Merapi
 Mendukung upaya pembuatan kanal/saluran dan bangunan pengendali banjir dan lokasi
evakuasi.
 Bekerjasama dengan masyarakat di luar daerah banjir untuk menjaga daerah resapan air.
2. Tindakan Saat Terjadi Banjir
a. Segera menyelamatkan diri ke tempat yang aman.
b. Jika memungkinkan ajaklah anggota keluarga/kerabat atau orang di sekitar anda untuk
menyelamatkan diri.
c. Selamatkan barang-barang berharga sehingga tidak rusak atau hilang terbawa banjir.
d. Pantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar untuk tindakan selanjutnya.
3. Tindakan Setelah Terjadi Banjir
a. Mencegah tersebarnya penyakit di daerah banjir.
 Di saat dan sesudah terjadinya banjir, penting untuk memperhatikan kebersihan air yang
digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama air untuk minum dan memasak.
 Gunakan air bersih untuk mencuci piring, mencuci pakaian, dsb.
 Jangan menggunakan air yang telah tercemar.
 Rebus air sebelum digunakan karena ini bisa membunuh bakteri dan parasit. Rebus dan
biarkan air mendidih sekurang-kurangnya selama 7 menit. Hanya minum air yang sudah
direbus, bukan air mentah.
 Gosok gigi dan buat es dari air bersih yang sudah direbus.
 Air juga bisa diolah dengan chlorine atau yodium. Caranya yaitu dengan mencampur 6 tetes
chlorine (pemutih pakaian) tanpa pewangi (5.25% sodium hypochlorite) dalam 4 liter air.
Campur dengan baik dan biarkan selama 30 menit. Akan lebih baik kalau bisa didiamkan di
bawah sinar matahari. Cara ini cukup baik untuk mengolah air tapi tidak bisa membunuh
semua kuman atau parasit.
b. Hal-hal penting tentang sanitasi dan kebersihan
 Air banjir bisa jadi mengandung kotoran dari limbah air kotor dan limbah industri. Bermain
atau berenang di air banjir dapat menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya.
 Mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar air banjir bisa berisiko bagi kesehatan
masyarakat.
 Pada saat bencana, sangat penting untuk menerapkan langkah-langkah dasar kebersihan.
Ingatlah untuk selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih:
 Sebelum memasak atau makan
 Setelah buang air
 Setelah melakukan pembersihan
 Setelah menangani apa saja yang telah tercemar air banjir
c. Pembersihan di rumah setelah banjir
 Setelah menentukan suatu daerah aman dari banjir, semua permukaan harus dibersihkan dan
diberi obat pembasmi kuman untuk mencegah tumbuhnya jamur dan lumut. Jika
memungkinkan, pakai sepatu karet dan sarung tangan selama melakukan proses
pembersihan ini.
 Dinding, lantai dan permukaan lain harus dibersihkan dengan air sabun dan diberi obat
pembasmi kuman dengan campuran 1 cangkir cairan pemutih untuk 20 liter air.
 Perhatian khusus diberikan pada tempat-tempat bermain anak-anak dan tempat-tempat
makanan seperti dapur, meja makan, lemari makanan, kulkas, dll.
 Untuk barang-barang yang sulit dibersihkan seperti kasur, kursi-kursi dengan jok, dll,
keringkan di luar rumah di bawah panas matahari dan kemudian diberi obat pembasmi
kuman. Barang-barang yang tidak bisa dibersihkan sebaiknya dibuang saja.
 Perlu diingat bahwa bibit-bibit penyakit seperti bakteri dan jamur masih bisa tumbuh dan
berkembang lama setelah tindakan pembersihan ini selesai. Oleh sebab itu disarankan pada
masyarakat yang daerahnya telah dilanda banjir untuk mengadakan tindakan pembersihan ini
berulang-ulang.
d. Beberapa tindakan untuk menjaga kebersihan
 Buatlah pagar di sekeliling tempat air bersih supaya binatang tidak masuk.
 Bakarlah sampah yang dapat dibakar. Sampah yang tidak dapat dibakar sebaiknya ditanam
dalam lubang khusus. Minimal jarak lubang sampah dari pemukiman 20 meter dan 500 meter
dari sumber air bersih.
 Buanglah barang-barang yang sudah kotor terkena air banjir.
 Jangan buang air besar maupun air kecil di dekat tempat air bersih ataupun rumah
pemukiman.
 Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih:
 Sebelum memasak atau makan
 Setelah buang air
 Setelah melakukan pembersihan
 Setelah memegang apa saja yang telah tercemar air banjir
D. TANAH LONGSOR
1. Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor
 Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya.
 Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah
(fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindarkan air meresap ke dalam
lereng atau menguras air dalam ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai
tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
 Lakukan penanaman pohon. Pilihlah pohon yang akarnya dalam sehingga dapat mengikat tanah
pada lereng-lereng yang terjal.
 Sebaiknya pilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman tersebut harus
dipangkas ranting‐rantingnya/cabang-cabangnya secara teratur atau dipanen.
 Khusus untuk longsor berupa runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa
bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.
 Pengenalan daerah yang rawan longsor.
 Identifikasi daerah-daerah yang tanahnya aktif bergerak. Ini dapat dikenali dengan adanya
rekahan-rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).
 Sebaiknya jangan membangun di daerah yang rawan longsor.
 Jika hendak mendirikan bangunan, pastikan bahwa fondasinya kuat.
 Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan.
 Melakukan deteksi dini.
 Membuat Peta Ancaman.
2. Tindakan Kesiapsiagaan
 Tidak menebang atau merusak hutan.
 Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba, bambu, akar wangi,
lamtoro, dan lain sebagainya pada lereng-lereng yang gundul.
 Membuat saluran air hujan.
 Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang curam dan terjal.
 Memeriksa keadaan tanah secara berkala, apakah ada retakan.
 Mengukur tingkat derasnya hujan.
E. ANGIN PUTING BELIUNG
1. Tanda-tanda akan terjadi angin puting beliung dapat dikenali. Biasanya didahului dengan
fenomena alam sebagai berikut:
a. Sehari sebelumnya udara pada malam dan pagi terasa panas, sumuk, pengap.
b. Sekitar jam 10 pagi terlihat awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu
jenis awan yang memiliki batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti
bunga kol.
c. Selanjutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap.
d. Jika ranting pohon bergoyang, maka hujan dan angin kencang akan datang.
e. Terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar tempat kita berdiri.
f. Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan yang tiba-tiba deras, apabila hujannya
gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri.
g. Terdengar sambaran petir yang cukup keras, yang merupakan pertanda hujan lebat dan angin
kencang akan terjadi.
h. Pada musim penghujan, jika 1 hingga 3 hari berturut-turut tidak ada hujan, kemungkinan hujan
deras yang pertama kali turun akan diikuti oleh angin kencang baik yang termasuk dalam
kategori puting beliung atau angin kencang yang memiliki kecepatan lebih rendah.
2. Menghadapi Angin Puting Beliung
a. Sebelum datangnya angin
 Dengar dan simaklah siaran radio atau televisi menyangkut prakiraan terkini cuaca
setempat.
 Waspadalah terhadap perubahan cuaca.
 Waspadalah terhadap angin topan yang mendekat.
 Waspadalah terhadap tanda tanda bahaya sebagai berikut:
 Langit gelap, sering berwarna kehijauan.
 Hujan es dengan butiran besar.
 Awan rendah, hitam, besar, seringkali bergerak berputar.
 Suara keras seperti bunyi kereta api cepat.
 Bersiaplah untuk ke tempat perlindungan (bunker) bila ada angin topan mendekat.
b. Pada saat datangnya angin
 Bila dalam keadaan bahaya segeralah ke tempat perlindungan (bunker).
 Jika anda berada di dalam bangunan seperti rumah, gedung perkantoran, sekolah, rumah
sakit, pabrik, pusat perbelanjaan, gedung pencakar langit, maka yang anda harus lakukan
adalah segera menuju ke ruangan yang telah dipersiapkan untuk menghadapi keadaan
tersebut seperti sebuah ruangan yang dianggap paling aman, basement, ruangan anti badai,
atau di tingkat lantai yang paling bawah.
 Bila tidak terdapat basement, segeralah ke tengah tengah ruangan pada lantai terbawah,
jauhilah sudut sudut ruangan, jendela, pintu, dan dinding terluar bangunan. Semakin banyak
sekat dinding antara diri anda dengan dinding terluar gedung semakin aman. Berlindunglah
di bawah meja gunakan lengan anda untuk melindungi kepala dan leher anda. Jangan
pernah membuka jendela.
 Jika anda berada di dalam kendaraan bermobil, segeralah hentikan dan tinggalkan,
kendaraan anda serta carilah tempat perlindungan yang terdekat seperti yang telah
disebutkan di atas.
 Jika anda berada di luar ruangan dan jauh dari tempat perlindungan, maka yang anda harus
lakukan adalah sebagai berikut:
 Tiaraplah pada tempat yang serendah mungkin, saluran air terdekat atau sejenisnya
sambil tetap melindungi kepala dan leher dengan menggunakan lengan anda
 Jangan berlindung di bawah jembatan, jalan layang, atau sejenisnya. Anda akan lebih
aman tiarap pada tempat yang datar dan rendah
 Jangan pernah melarikan diri dari angin puting beliung dengan menggunakan kendaraan
bermobil bila di daerah yang berpenduduk padat atau yang bangunannya banyak.
Segera tinggalkan kendaraan anda untuk mencari tempat perlindungan terdekat.
 Hati-hati terhadap benda-benda yang diterbangkan angin puting beliung. Hal ini dapat
menyebabkan kematian dan cedera serius
3. Pengurangan Risiko Bencana Angin Puting Beliung
Tindakan-tindakan yang bisa dilakukan dalam upaya pengurangan risiko bencana angin puting
beliung antara lain adalah sebagai berikut:
a. Struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin.
b. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya
di daerah yang rawan angin badai.
c. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerahyang terlindung dari
serangan angin badai.
d. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin.
e. Pembangunan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai tempat
penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan angin badai.
f. Pembangunan rumah yang tahan angin.
g. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat
membahayakan diri atau orang lain disekitarnya.
F. KEKERINGAN
1. Pra bencana
a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air bersih.
c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang ada di
lingkungan tinggal kita.
d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan.
e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan plester semen
atau ubin keramik.
f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air
g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya.
h. Panen air dan konservasi air
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan
pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti
dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan.
Pembuatan rorak merupakan contoh tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan
konservasi air.
Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering (dengan
curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan pada musim hujan curah
hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang berlebihan pada musim hujan ditampung
(dipanen) untuk digunakan pada musim kemarau.
Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga
sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada
musim hujan.
a. Rorak
Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman 30-80 cm,
yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam
rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah,
sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi.
Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi, di mana daya serap atau
infiltrasinya rendah, dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek.
b. Saluran buntu
Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter (sehingga disebut
sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air
tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya
pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada akar.
c. Lubang penampungan air (catch pit)
Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari kekurangan air.
Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di
dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak tergenang
air selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian tanaman.
d. Embung
Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan. Embung
sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama
musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan
tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat
digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama
musim kemarau. Kapasitas embung berkisar antara 20.000 m
3
(100 m x 100 m x 2 m) hingga
60.000 m
3
. Embung berukuran besar biasanya dibuat dengan menggunakan bulldozer melalui
proyek pembangunan desa. Embung berukuran lebih kecil, misalnya 200 sampai 500 m
3
juga
sering ditemukan, namun hanya akan mampu menyediakan air untuk areal yang sangat
terbatas. Embung kecil dapat dibuat secara swadaya masyarakat. Embung cocok dibuat pada
tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang
peresapan airnya tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan
dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi.
e. Bendungan Kecil (cek dam)
Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama musim hujan,
sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air dan sedimen dari sungai
kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim hujan permukaan air menjadi
lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim
kemarau diharapkan masih ada genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai
keperluan lainnya.
f. Panen air hujan dari atap rumah
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk dimanfaatkan selama
musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram tanaman. Untuk minum, sebaiknya
menggunakan air dari mata air karena air hujan mengandung debu yang cukup tinggi.
Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi yaitu
perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.
a. Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering):
1) Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan.
2) Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan.
3) Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang mempunyai
waduk.
4) Perbaikan sarana dan prasarana pengairan.
5) Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya.
6) Penyiapan cadangan pangan.
7) Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak.
8) Persiapan tindak darurat.
9) Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
10) Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
11) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
12) Penyediaan pompa air.
b. Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain:
1) Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan di hulu.
2) Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung).
3) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah sungai.
4) Penggunaan air secara hemat.
5) Penciptaan alat sanitasi hemat air.
6) Pembangunan prasarana daur ulang air.
7) Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan.
2. Saat Terjadi Bencana
Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak yang
ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dapat dilakukan melalui:
a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air.
b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki.
c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan.
d. Penyediaan pompa air.
e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring).
3. Pasca Bencana
Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang akibat bencana
kekeringan antara lain:
a. Bantuan sarana produksi pertanian.
b. Bantuan modal kerja.
c. Bantuan pangan dan pelayanan medis.
d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa, dll.
e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan.
f. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi.
g. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air.
h. Penertiban penggunaan air.
G. TSUNAMI
1. Kesiapsiagaan menghadapi tsunami
a. Kenali tanda-tandanya akan terjadinya tsunami.
 Surutnya air laut di pantai secara tiba-tiba yang didahului dengan adanya gempa
berkekuatan besar.
 Tercium angin berbau garam/air laut yang keras.
 Terdengar suara gemuruh yang keras.
b. Saat mengetahui tanda-tanda tersebut, sampaikan pada semua orang. Segera mengungsi
karena tsunami bisa terjadi dengan cepat dan waktu untuk mengungsi sangat terbatas. Pergilah
ke daerah yang lebih tinggi dan sejauh mungkin dari pantai.
c. Bila telah ada tempat evakuasi, ikuti petunjuk jalur evakuasi. Ikuti perkembangan terjadinya
bencana melalui media atau sumber yang bisa dipercaya.
2. Tindakan saat terjadi tsunami
a. Jika berada di pantai atau dekat laut, dan merasakan bumi bergetar, langsung lari ke tempat
yang tinggi dan jauh dari pantai. Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah, atau memanjat
pohon. Tidak perlu menunggu peringatan tsunami.
b. Selamatkan diri, jangan hiraukan barang-barangmu.
c. Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan sebagai rakit.
3. Tindakan setelah terjadi tsunami
a. Tetap berada di tempat yang aman.
b. Jauhi daerah yang mengalami kerusakan kecuali sudah dinyatakan benar-benar aman.
c. Berikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Utamakan anak-anak, wanita hamil,
orang jompo, dan orang cacat.
4. Mengurangi dampak dari tsunami
a. Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai lebih dari 10 meter dari permukaan
laut. Berdasarkan penelitian daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah
akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut.
b. Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem,
ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya.
c. Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat.
d. Buat bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas.
e. Usahakan agar bagian dinding yang lebar tidak sejajar dengan garis pantai.
5. Gejala dan peringatan dini
a. Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang sangat kuat.
b. Kejadian mendadak dan pada umumnya di Indonesia didahului dengan gempa bumi besar dan
susut laut.
c. Terdapat selang waktu antara waktu terjadinya gempa bumi sebagai sumber tsunami dan waktu
tiba tsunami di pantai mengingat kecepatan gelombang gempa jauh lebih besar dibandingkan
kecepatan tsunami.
d. Metode pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan teknologi tinggi.
e. Di Indonesia pada umumnya tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah
terjadinya gempa bumi besar di bawah laut.
6. Penyelamatan diri saat terjadi tsunami
Terjadinya tsunami tidak bisa diramalkan dengan tepat kapan terjadinya, akan tetapi kita bisa
menerima peringatan akan terjadinya tsunami sehingga kita masih ada waktu untuk menyelamatkan diri.
Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah ancaman bencana
alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan.
Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai
surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi
(perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain.
Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari
pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang
pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya
gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan
pertolongan pertama pada korban.
7. Strategi mitigasi dan upaya pengurangan bencana
a. Peningkatan kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.
b. Pendidikan kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai tentang bahaya tsunami.
c. Pembangunan Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami).
d. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko.
e. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air
tsunami.
f. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman yang cukup
tinggi dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami.
g. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di pinggir pantai tentang
pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.
h. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
i. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami.
j. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami.
k. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
l. Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada petugas
yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio, SATLAK PB maupun institusi terkait
m. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.
Peta Bahaya Tsunami Kabupaten Bantul
H. EPIDEMI, WABAH PENYAKIT DAN KEJADIAN LUAR BIASA
1. Pengurangan risiko bencana wabah penyakit
a. Menyiapkan masyarakat termasuk aparat pemerintah untuk memahami risiko bila wabah terjadi
serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi. Salah satunya adalah
melakukan kegiatan sosialisasi yang terus-menerus.
b. Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon
cepat serta penanggulangan bila wabah terjadi.
c. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk upaya penanggulangan seperti sumberdaya manusia
yang profesional (petugas kesehatan, tenaga medis), sarana pelayanan kesehatan, sarana
komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional.
d. Pengendalian faktor risiko.
e. Deteksi secara dini.
f. Merespon dengan cepat.
2. Kesiapsiagaan terhadap Ancaman Wabah Penyakit
Segera periksakan diri ke pusat kesehatan seperti puskesmas atau klinik kesehatan
terdekat. Penularan penyakit umumnya terjadi secara cepat dan tidak disadari. Namun bukan berarti
tidak bisa dicegah sejak dini. Pencegahan penyebaran dan penularan penyakit sesungguhnya dapat
dimulai dari hal yang mudah namun paling sering diabaikan, yaitu perilaku menjaga kebersihan diri
dan lingkungan tempat tinggal. Misalnya membiasakan diri untuk mencuci tangan dengan sabun,
pembersihan rumah dan lingkungan secara berkala dari benda-benda yang sekiranya dapat menjadi
media perkembangbiakan bibit penyakit.
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA
LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

More Related Content

What's hot

1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung apiLingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...Ninil Jannah
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Ninil Jannah
 
Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Ninil Jannah
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...Ninil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 

What's hot (13)

1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
 
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 meiBanjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
 
Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
 
Edited slb bahan ajar bencana_draf 1
Edited slb bahan ajar bencana_draf 1Edited slb bahan ajar bencana_draf 1
Edited slb bahan ajar bencana_draf 1
 

Viewers also liked

Upaya pengurangan resiko bencana
Upaya pengurangan resiko bencanaUpaya pengurangan resiko bencana
Upaya pengurangan resiko bencanaafdhal teknik
 
TRACKING JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA PADANG SEKTOR B
TRACKING JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA PADANG SEKTOR BTRACKING JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA PADANG SEKTOR B
TRACKING JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA PADANG SEKTOR Boriza steva andra
 
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggiPedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggiinfosanitasi
 
Draft profil kesiapsiagaan menghadapi tsunami kab tulungagung
Draft profil kesiapsiagaan menghadapi tsunami kab tulungagungDraft profil kesiapsiagaan menghadapi tsunami kab tulungagung
Draft profil kesiapsiagaan menghadapi tsunami kab tulungagungSapik Bubud
 

Viewers also liked (7)

Upaya pengurangan resiko bencana
Upaya pengurangan resiko bencanaUpaya pengurangan resiko bencana
Upaya pengurangan resiko bencana
 
Sop status bencana
Sop status bencanaSop status bencana
Sop status bencana
 
TRACKING JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA PADANG SEKTOR B
TRACKING JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA PADANG SEKTOR BTRACKING JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA PADANG SEKTOR B
TRACKING JALUR EVAKUASI TSUNAMI KOTA PADANG SEKTOR B
 
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final editedDikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
 
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggiPedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
Pedoman teknis pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi
 
Teknik Evakuasi
Teknik EvakuasiTeknik Evakuasi
Teknik Evakuasi
 
Draft profil kesiapsiagaan menghadapi tsunami kab tulungagung
Draft profil kesiapsiagaan menghadapi tsunami kab tulungagungDraft profil kesiapsiagaan menghadapi tsunami kab tulungagung
Draft profil kesiapsiagaan menghadapi tsunami kab tulungagung
 

Similar to LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)Tuti Rina Lestari
 
Prociding 1 tsunami
Prociding 1 tsunamiProciding 1 tsunami
Prociding 1 tsunamidosido
 
Layang PRB Edisi November 2013
Layang PRB Edisi November 2013Layang PRB Edisi November 2013
Layang PRB Edisi November 2013Mart Widarto
 
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana diXi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana dijopiwildani
 
Xi geografi kd 3.7_3.penanggulangan bencana melalui edukasi, kearifan
Xi geografi kd 3.7_3.penanggulangan bencana melalui edukasi, kearifanXi geografi kd 3.7_3.penanggulangan bencana melalui edukasi, kearifan
Xi geografi kd 3.7_3.penanggulangan bencana melalui edukasi, kearifanJopiWildani1
 
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana diXi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana dijopiwildani
 
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...jopiwildani
 
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...jopiwildani
 
Xi geografi kd 3.7_2.persebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_2.persebaran wilayah rawan bencana diXi geografi kd 3.7_2.persebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_2.persebaran wilayah rawan bencana diJopiWildani1
 
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...jopiwildani
 
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...jopiwildani
 
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_3.PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN.docx
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_3.PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN.docxXI_GEOGRAFI_KD 3.7_3.PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN.docx
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_3.PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN.docxJopiWildani1
 
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_2.PERSEBARAN WILAYAH RAWAN BENCANA DI.docx
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_2.PERSEBARAN WILAYAH RAWAN BENCANA DI.docxXI_GEOGRAFI_KD 3.7_2.PERSEBARAN WILAYAH RAWAN BENCANA DI.docx
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_2.PERSEBARAN WILAYAH RAWAN BENCANA DI.docxJopiWildani1
 
XI_GEOGRAFI_KD 3.7.1_JENIS DAN KARAKTERISTIK BENCANA SERTA SIKLUS PENANGGULAN...
XI_GEOGRAFI_KD 3.7.1_JENIS DAN KARAKTERISTIK BENCANA SERTA SIKLUS PENANGGULAN...XI_GEOGRAFI_KD 3.7.1_JENIS DAN KARAKTERISTIK BENCANA SERTA SIKLUS PENANGGULAN...
XI_GEOGRAFI_KD 3.7.1_JENIS DAN KARAKTERISTIK BENCANA SERTA SIKLUS PENANGGULAN...JopiWildani1
 
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alamXi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alamsispalasmapgriciawi
 
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alamXi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alamsispalasmapgriciawi
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
PAPARAN STANDART SOSIALISASI HKB 2022.ppt
PAPARAN STANDART SOSIALISASI HKB 2022.pptPAPARAN STANDART SOSIALISASI HKB 2022.ppt
PAPARAN STANDART SOSIALISASI HKB 2022.pptInaldyRescuer
 
7. Lingkungan Hidup dan Kesiapsiagaan Bencana.pdf
7. Lingkungan Hidup dan Kesiapsiagaan Bencana.pdf7. Lingkungan Hidup dan Kesiapsiagaan Bencana.pdf
7. Lingkungan Hidup dan Kesiapsiagaan Bencana.pdfZXTTM
 

Similar to LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA (20)

Dikpora diy ba bencana-sd-mi_final edited
Dikpora diy ba bencana-sd-mi_final editedDikpora diy ba bencana-sd-mi_final edited
Dikpora diy ba bencana-sd-mi_final edited
 
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
PENDAHULUAN (Contoh Karya Ilmiah)
 
Prociding 1 tsunami
Prociding 1 tsunamiProciding 1 tsunami
Prociding 1 tsunami
 
Layang PRB Edisi November 2013
Layang PRB Edisi November 2013Layang PRB Edisi November 2013
Layang PRB Edisi November 2013
 
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana diXi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
 
Xi geografi kd 3.7_3.penanggulangan bencana melalui edukasi, kearifan
Xi geografi kd 3.7_3.penanggulangan bencana melalui edukasi, kearifanXi geografi kd 3.7_3.penanggulangan bencana melalui edukasi, kearifan
Xi geografi kd 3.7_3.penanggulangan bencana melalui edukasi, kearifan
 
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana diXi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_finalpersebaran wilayah rawan bencana di
 
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
 
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
 
Xi geografi kd 3.7_2.persebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_2.persebaran wilayah rawan bencana diXi geografi kd 3.7_2.persebaran wilayah rawan bencana di
Xi geografi kd 3.7_2.persebaran wilayah rawan bencana di
 
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
 
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
Xi geografi kd 3.7.1_jenis dan karakteristik bencana serta siklus penanggulan...
 
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_3.PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN.docx
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_3.PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN.docxXI_GEOGRAFI_KD 3.7_3.PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN.docx
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_3.PENANGGULANGAN BENCANA MELALUI EDUKASI, KEARIFAN.docx
 
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_2.PERSEBARAN WILAYAH RAWAN BENCANA DI.docx
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_2.PERSEBARAN WILAYAH RAWAN BENCANA DI.docxXI_GEOGRAFI_KD 3.7_2.PERSEBARAN WILAYAH RAWAN BENCANA DI.docx
XI_GEOGRAFI_KD 3.7_2.PERSEBARAN WILAYAH RAWAN BENCANA DI.docx
 
XI_GEOGRAFI_KD 3.7.1_JENIS DAN KARAKTERISTIK BENCANA SERTA SIKLUS PENANGGULAN...
XI_GEOGRAFI_KD 3.7.1_JENIS DAN KARAKTERISTIK BENCANA SERTA SIKLUS PENANGGULAN...XI_GEOGRAFI_KD 3.7.1_JENIS DAN KARAKTERISTIK BENCANA SERTA SIKLUS PENANGGULAN...
XI_GEOGRAFI_KD 3.7.1_JENIS DAN KARAKTERISTIK BENCANA SERTA SIKLUS PENANGGULAN...
 
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alamXi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
 
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alamXi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
Xi geografi kd_3_7_mitigasi_bencana_alam
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
 
PAPARAN STANDART SOSIALISASI HKB 2022.ppt
PAPARAN STANDART SOSIALISASI HKB 2022.pptPAPARAN STANDART SOSIALISASI HKB 2022.ppt
PAPARAN STANDART SOSIALISASI HKB 2022.ppt
 
7. Lingkungan Hidup dan Kesiapsiagaan Bencana.pdf
7. Lingkungan Hidup dan Kesiapsiagaan Bencana.pdf7. Lingkungan Hidup dan Kesiapsiagaan Bencana.pdf
7. Lingkungan Hidup dan Kesiapsiagaan Bencana.pdf
 

More from Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)

Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung apiLingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 

More from Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar) (17)

Satuan Pendidikan Aman Bencana, Pendahuluan.pdf
Satuan Pendidikan Aman Bencana, Pendahuluan.pdfSatuan Pendidikan Aman Bencana, Pendahuluan.pdf
Satuan Pendidikan Aman Bencana, Pendahuluan.pdf
 
Laporan Penilaian Ketangguhan_KabSigi_2020.pdf
Laporan Penilaian Ketangguhan_KabSigi_2020.pdfLaporan Penilaian Ketangguhan_KabSigi_2020.pdf
Laporan Penilaian Ketangguhan_KabSigi_2020.pdf
 
Laporan Penilaian Ketangguhan_KotaPalu_rev02+ttd.pdf
Laporan Penilaian Ketangguhan_KotaPalu_rev02+ttd.pdfLaporan Penilaian Ketangguhan_KotaPalu_rev02+ttd.pdf
Laporan Penilaian Ketangguhan_KotaPalu_rev02+ttd.pdf
 
Melenting dari longsoran hutan pinus 04102015
Melenting dari longsoran hutan pinus 04102015Melenting dari longsoran hutan pinus 04102015
Melenting dari longsoran hutan pinus 04102015
 
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
 
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
 
Nj kapita selekta pb
Nj kapita selekta pbNj kapita selekta pb
Nj kapita selekta pb
 
Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana
Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencanaPengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana
Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana
 
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
 
2.bahan ajar risiko diy dan gunung api merapi
2.bahan ajar risiko diy dan gunung api merapi2.bahan ajar risiko diy dan gunung api merapi
2.bahan ajar risiko diy dan gunung api merapi
 
Sekolah siaga bencana untuk anak penyandang disabilitas di m ts yaketunis
Sekolah siaga bencana untuk anak penyandang disabilitas di m ts yaketunisSekolah siaga bencana untuk anak penyandang disabilitas di m ts yaketunis
Sekolah siaga bencana untuk anak penyandang disabilitas di m ts yaketunis
 
Position paper kpb draft0
Position paper kpb draft0Position paper kpb draft0
Position paper kpb draft0
 
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
 

LINGKAR, Panduan Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana TK/RA

  • 1. NASKAH BERSAHABAT DENGAN BENCANA Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta © 2011
  • 2. NASKAH Judul: BERSAHABAT DENGAN BENCANA Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tim Penyusun:  Hasan Bachtiar (Koordinator)  Sunaring Kurniandaru  Yugyasmono  Ruhui Eka Setiawan  Yanet Paulina  Pudji Santoso Tim Penyunting:  Akhmad Agus Fajari  Irfan Afifi  Yahya Dwipa Nusantara Tim Pakar:  Ninil R. Miftahul Jannah, S.Ked.  Drs. Awang Trisnamurti  Trias Aditya, Ph.D.  Prof. Sutomo Wuryadi, Ph.D.  Ir. Heri Siswanto Penerbit: Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Alamat : Jl. Cendana 9, Yogyakarta 55166 – INDONESIA Telefon : (0274) 541322, 583628 Faksimili : (0274) 513132 E-mail : dikporadiy@yahoo.com Website : www.pendidikan-diy.go.id © 2011
  • 3. PRAKATA Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam gerakan/upaya bersama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini, salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan, meningkatkan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) menjadi penting. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikan. Untuk itu, melalui Kegiatan Penyusunan Bahan Ajar Bermuatan Kebencanaan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku-buku bahan ajar bermuatan kebencanaan dalam seri Bersahabat dengan Bencana untuk masing-masing jenjang satuan pendidikan (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, dan SLB). Upaya ini juga dilaksanakan guna menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Tujuannya ialah untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar buku-buku Bahan Ajar ini dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/cita-cita Penanggulangan Bencana Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “Terwujudnya masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan tangguh terhadap bencana menuju Hamemayu Hayuning Bhawono”. Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini, terutama Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya sampaikan terima kasih sedalam-dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita. Yogyakarta, Desember 2011 Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Drs. R. Kadarmanta Baskara Aji NIP: 19630225 199003 1 010
  • 4. PENGANTAR Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk wilayah yang memiliki ancaman bencana. Karena letaknya yang berada di jalur pertemuan dua lempeng bumi, Eurasia dan Indo-Australia. Letak geografis ini menempatkan provinsi ini menjadi titik rawan bencana. Belum lagi dengan faktor-faktor lainnya yang juga menjadikan risiko bencana di provinsi ini tinggi. Tahun 2009, pemerintah provinsi telah mengidentifikasi ada delapan ancaman bencana yang ada tersebar di lima kabupaten/kota. Gunungapi Merapi telah menunjukkan geliat periodiknya dalam jangka empat tahun. Terakhir, adalah erupsi Oktober-November 2010 dengan tingkat erupsi yang luar biasa besar dan telah mengakibatkan dampak kerugian yang besar pula. Tidak lupa, gempa bumi 2006 yang berpusat di Bantul juga telah memberikan gambaran tentang bagaimana dampak yang tak kalah dahsyat. Dari kedua bencana ini saja sudah berdampak cukup besar. Sementara ada enam ancaman lain yang ada di provinsi ini. Namun, jika ditilik lagi tentang pengertian bencana, maka akan berbeda saat melihat dan mengurai tentang hubungan sebab-akibat kejadian bencana yang ada. Sederhananya, suatu peristiwa alam disebut sebagai bencana apabila telah menimbulkan korban atau kerugian. Jika tidak ada dampak maka peristiwa itu bukan suatu bencana. Artinya, peristiwa alam tidaklah berdiri sendiri melainkan berkaitan dengan kita. Dari sekian banyak ancaman bencana, ada yang dapat diperkirakan dan ada yang tidak. Namun kita bisa mengantisipasi dan memprediksi dampak/risiko kerugian yang ditimbulkan. Selain ancaman, tingkat pengetahuan dan informasi yang kita miliki juga merupakan faktor ukuran risiko. Semakin tinggi pemahaman kita, maka semakin kecil risiko bencana kita. Dengan demikian, persebaran pengetahuan tentang kebencanaan dan pengurangan risiko bencana menjadi relevan untuk senantiasa dipadukan dalam pelbagai aspek tatanan kehidupan, termasuk dunia pendidikan, agar pendidikan pengurangan risiko bencana pun membudaya dalam keseharian masyarakat. Yogyakarta sebagai kota budaya dan kota pelajar tentu perlu untuk memastikan pengembangan sekolah siaga bencana. Selain untuk memberikan jaminan pelindungan anak sebagai generasi penerus ketika di lingkungan sekolah, juga penanaman pengetahuan dan kesadaran kebencanaan sejak usia dini. Sehingga integrasi pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum dan bahan ajar dengan berbasis pengetahuan ancaman bencana lokal Yogyakarta menjadi penting dan relevan. Setidaknya peserta didik mulai mengenal apa ancaman bencana yang ada di sekitarnya.
  • 5. DAFTAR ISI PRAKATA PENGANTAR RISIKO BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA A. Letusan Gunungapi Merapi B. Gempa Bumi C. Banjir D. Tanah Longsor E. Angin Puting Beliung F. Kekeringan G. Tsunami H. Epidemi DBD PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA A. Mengenal Bencana B. Menanggulangi Bencana C. Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana TINDAKAN-TINDAKAN DALAM SITUASI BENCANA A. Letusan Gunungapi Merapi B. Gempa Bumi C. Banjir D. Tanah Longsor E. Angin Puting Beliung F. Kekeringan G. Tsunami H. Epidemi DBD BAHAN-BAHAN AJAR PENGURANGAN RISIKO BENCANA A. Silabus B. Bahan-Bahan Ajar C. Contoh Nyanyian-Nyanyian Tentang Bencana DAFTAR ISTILAH DAFTAR PUSTAKA
  • 6. RISIKO BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA A. Bahaya/Ancaman Bencana di Provinsi Yogyakarta Provinsi DIY merupakan wilayah yang mempunyai kerentanan bencana cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan kondisi alam seperti kondisi geografis, kondisi geologi dan iklim Provinsi DIY yang bisa menjadi ancaman bencana. Dari analisis risiko yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DIY, terdapat 8 ancaman bencana alam maupun non-alam/sosial, yakni letusan/erupsi Gunungapi Merapi, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin puting beliung dan angin ribut, kekeringan, tsunami, dan epidemi wabah penyakit dan kejadian luar biasa. 1. Letusan/Erupsi Gunungapi Merapi Letusan atau erupsi Gunungapi Merapi berawal dari magma yang mengalami tekanan dan menjadi lebih renggang dibanding lapisan di bawah kerak. Dari proses tersebut mengakibatkan secara bertahap magma bergerak naik dan seringkali mencapai celah atau retakan yang terdapat pada kerak. Banyak gas dihasilkan dan pada akhirnya tekanan yang terbentuk sedemikan besar sehingga menyebabkan suatu letusan ke permukaan (gempa). Pada tahapan ini, Gunungapi Merapi menyemburkan bermacam gas, debu, dan pecahan batuan. Lava yang mengalir dari suatu celah di daerah yang datar akan membentuk plateau lava. Lava yang menumpuk di sekitar mulut (lubang) membentuk gunung dengan bentuk kerucut seperti umumnya. Bahaya letusan Gunungapi Merapi terdiri dua kategori: a. Bahaya Primer atau Bahaya Langsung. Bahaya ditimbulkan secara langsung pada saat terjadi letusan gunungapi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkan atau dikeluarkan menimpa penduduk. Material tersebut berupa; aliran lava, lelehan batu pijar, udara panas (surger) sebagai akibat samping awan panas (piroclastic flow), hujan abu, dan lontaran material pijar berukuran blok (bomb) dan kerikil. b. Bahaya Sekunder atau Bahaya Tidak Langsung. Bahaya yang terjadi setelah erupsi gunungapi. Berasal dari material yang dikeluarkan pada saat erupsi berupa lahar, yakni campuan batu, pasir dan air. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk setelah adanya hujan lebat pada saat atau beberapa saat sesudah letusan terjadi. Selain permukiman penduduk, kerusakan yang ditimbulkan adalah lahan pertanian/perkebunan. Gunungapi Merapi terletak di perbatasan provinsi DIY dan Jawa Tengah. Merapi yang masuk di wilayah kabupaten Sleman merupakan Gunungapi Merapi aktif, bahkan paling aktif di dunia. Periodisasi letusannya relatif pendek, yaitu antara 3-7 tahun. Kekuatan gempa vulkanik dan letusan gunung dapat dirasakan dan menimbulkan korban di Provinsi DIY. Jumlah serta letusan Gunungapi Merapi bertambah sesuai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava biasa oleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau awan panas. Dari 6 periode waktu yaitu tahun 1994, 1997, 1998, 2001, 2006 dan 2010, letusannya telah menimbulkan banyak korban jiwa. Pada Bulan Oktober 2010, Gunungapi Merapi kembali aktif, kekuatan erupsinya sangat besar, di mana jarak luncuran jangkauan awan panas mencapai 15 km dari puncak gunung. Akibatnya, korban yang terdampak langsung dari erupsi Merapi cukup banyak. Tabel 1.1. Jumlah Korban Setiap Kejadian Letusan Merapi TAHUN LETUSAN/ERUPSI KORBAN MENINGGAL 1672 3000 orang 1822 100 orang 1832 32 orang 1872 200 orang Gambar Letusan Gunungapi Merapi
  • 7. TAHUN LETUSAN/ERUPSI KORBAN MENINGGAL 1904 16 orang 1920 35 orang 1930 1369 orang 1954 64orang 1961 6 orang 1969 3 orang 1976 29 orang 1994 66 orang 1997 tidak ada 1998 tidak ada 2001 tidak ada 2006 2 orang 2010 277 orang Tingkat bahaya dari Gunungapi Merapi sangat tergantung dari kerapatan dari letusan dan kepadatan penduduk yang bermukim di sekitar Gunungapi Merapi tersebut. Kondisi tersebut dapat terjadi dan dirasakan oleh masyarakat Provinsi DIY. Sehingga ancaman letusan Gunungapi Merapi menjadi konsekuensi masyarakat untuk tetap waspada akan bahayanya. Peta Rawan Bencana Gunungapi Merapi dengan wilayah yang terkena dampak adalah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Ada 3 zona wilayah kerawanan Gunungapi Merapi, yaitu: a. Kawasan Rawan Bencana III Kawasan ini dapat terkena langsung aktivitas letusan Gunungapi Merapi, sering terkena awan panas, lava pijar, guguran batu pijar, gas racun, dan lontaran batu pijar sampai radius kilometer terdekat dari puncak gunung (2 km). Wilayah yang terkena dampaknya adalah Kecamatan Pakem, Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Turi. b. Kawasan Rawan Bencana II Kawasan ini akan berpotensi terkena awan panas, lontaran batu pijar, gas racun dan guguran lava pijar. Walaupun tidak terkena secara langsung dan sering di zona ini harus berhati-hati karena banyak aktivitas penduduk di lereng Gunungapi Merapi yang sewaktu-waktu bisa terancam jiwanya oleh aktivitas Gunungapi Merapi. c. Kawasan Rawan Bencana I Kawasan ini dapat terkena ancaman banjir lahar dan juga perluasan dari awan panas tergantung oleh faktor volume guguran dan arah angin pada saat itu. Wilayah yang kemungkinan terlanda adalah kecamatan; Ngemplak, Ngaglik, Tempel, Kalasan, Depok, Seyegan, dan sebagian utara Kota Yogyakarta. 2. Gempa Bumi Gempa Bumi adalah peristiwa alam karena proses tektonik maupun vulkanik. Gempa Bumi vulkanik hanya bisa dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar gunung saja, gempa ini disebabkan oleh pergerakan dan tekanan magma di dalam perut gunung tersebut. Sedangkan gempa bumi tektonik disebabkan dari pergerakan tektonik lempeng bumi. Gambar Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan Sekitarnya (Sumber: Elnashai dkk., 2006)
  • 8. Wilayah Provinsi DIY dan sekitarnya terletak pada jalur pertemuan dua lempeng bumi, yaitu Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Dengan demikian wilayah DIY menjadi wilayah yang rawan gempa bumi baik tektonik maupun vulkanik. Catatan sejarah menyebutkan bahwa gempa sering terjadi di DIY di masa lalu. Tahun 1867 tercatat pernah terjadi gempa besar yang menyebabkan kerusakan besar terhadap rumah-rumah penduduk, bangunan kraton, dan kantor-kantor pemerintah kolonial. Gempa lainnya terjadi pada 1867, 1937,1943, 1976, 1981, 2001, dan 2006. Pada 27 Mei 2006, pukul 05.56 WIB terjadi karena lempeng Australia yang bergerak menunjam di bawah lempeng Eurasia dengan pergerakan 5-7 cm tiap tahunnya. Titik pusat (episentrum) dengan kekuatan 5,8 – 6,2 skala richter itu diperkirakan terjadi di muara Sungai Opak-Oyo dengan kedalaman 17-33 km di bawah permukaan tanah. Provinsi DIY diapit oleh dua sistem sungai besar yang merupakan sungai patahan yaitu; Sungai Opak-Oya, dan Sungai Progo. Dan gempa bumi 2006 mampu mereaktivasi patahan pada sungai tersebut. Dampaknya, dapat dilihat pada tingkat kerusakan tinggi “collaps” pada jalur sungai tersebut dari muara di bibir Pantai Selatan Jawa ke arah memanjang ke arah Timur Laut sampai ke daerah Prambanan dan Klaten. Kekuatan gempa tersebut tidak hanya dirasakan di wilayah Provinsi DIY tetapi juga beberapa wilayah di Provinsi Jawa Tengah Bagian Selatan. Dari kajian lapangan yang telah dilakukan, ternyata gempa bumi disebabkan adanya gerakan sesar aktif, yang kemudian disebut dengan Sesar Kali Opak. Akibatnya, beberapa wilayah khususnya bagian Selatan Provinsi DIY mengalami kerusakan yang cukup parah, baik kerusakan bangunan maupun infrastruktur lainnya. Daerah di sepanjang Sungai Progo juga patut diwaspadai. Sungai ini secara morfologi juga merupakan sungai hasil dari proses patahan. Diperkirakan jika terjadi gempa bumi yang episentrumnya dekat dengan zona patahan Sungai Progo dan dengan ber-magnitudo cukup kuat, dapat terjadi seperti halnya pada jalur Sungai Opak-Oyo dengan tingkat kerusakan yang tinggi. Potensi bahaya gempa bumi di Provinsi DI Yogyakarta dibagi menjadi: a. Potensi Gempa Bumi Tinggi Kabupaten Bantul merupakan daerah yang paling berpotensi tinggi terkena dampak gempa bumi. Secara fisik, kabupaten ini berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Area dalam radius 500 meter dari Sungai Opak dan jalur patahan di sepanjang lereng barat Perbukitan Baturagung. Wilayah yang termasuk dalam kategori potensi gempa tinggi adalah sebagian Kecamatan Kretek, Pundong, Jetis, Piyungan, Pleret, Banguntapan, Imogiri, dan Prambanan. b. Potensi Gempa Bumi Sedang dan Rendah Area yang berpotensi gempa sedang dan rendah adalah area dalam radius 1 kilometer dari Sungai Progo, Opak, dan Oyo. Wilayah yang termasuk dalam potensi gempa sedang adalah sebagian wilayah Kecamatan Dlingo, Pleret, Imogiri, Pundong, Kretek, Prambanan, Umbulharjo, Banguntapan, Bantul, Pandak, Lendah dan sebagian kecil kecamatan-kecamatan yang dilalui aliran Sungai Progo dan jalur patahan Kulon Progo. Sebagian kecamatan di atas juga mengalami kerusakan yang cukup parah saat gempa bumi tanggal 27 Mei 2006. 3. Banjir Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, yang ketinggiannya melebihi batas normal. Banjir dapat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, badai, gelombang pasang atau peristiwa alam lainnya. Banjir juga dapat disebabkan faktor perilaku manusia. Misalnya, berkurangnya daerah resapan air akibat akibat penebangan hutan, pengembangan permukiman, buruknya penanganan sampah dan saluran air (drainase), dan lain sebagainya. Jenis banjir ada dua macam yaitu banjir genangan dan banjir bandang. Keduanya bersifat merusak. Karakteristik banjir bandang adalah aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi cepat dan bergolak (turbulent) dan dapat menghanyutkan manusia, binatang, dan apapun yang dilewatinya. Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material berupa batuan yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi. Potensi bahaya banjir yang terjadi di Provinsi DIY lebih sering terjadi di lahan sempadan sungai- sungai besar seperti Sungai Opak dan Sungai Progo, terutama di dataran banjir dan teras banjir. Banjir di muara Sungai Opak dan Sungai Progo terjadi pada saat awal musim hujan karena di muara sungai tersebut masih terdapat penumpukan pasir yang menghalangi masuknya air sungai ke laut. Gambar aliran banjir lahar
  • 9. Banjir yang terjadi di Kota Yogyakarta lebih disebabkan oleh luapan saluran/gorong-gorong kota yang tidak mampu menampung debit air hujan karena berkurangnya area resapan air karena akibat penggunaan lahan untuk hal lain. Keadaan semakin diperparah oleh kesadaran yang rendah terhadap lingkungan oleh masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dengan membuang sampah yang dapat membuat dangkal dan sempit saluran/gorong-gorong tersebut. Sedangkan banjir di daerah yang berbatuan gamping, seperti di Kabupaten Gunungkidul, hanya terjadi di sekitar teras banjir dan bantaran sungai dan ledokan-ledokan karena daya serap dan simpan tanah di daerah ini kecil sehingga lambat dalam meresapkan air hujan. Air hujan biasanya diresapkan ke dalam tanah dan akan menuju ke sungai bawah tanah yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Tabel 1.2. Potensi Banjir di Provinsi DIY a. Potensi banjir tinggi Kabupaten Bantul (Kec. Kretek) dan Kabupaten Kulon Progo (Kec. Temon, Lendah) b. Potensi banjir sedang Kabupaten Sleman (Minggir, Prambanan), Kabupaten Bantul (Jetis, Pandak, Pajangan), Kabupaten Kulon Progo (Nanggulan, Pengasih, Temon, Kalibawang). 4. Tanah Longsor Tanah longsor adalah kejadian pergerakan tanah, batuan atau material lainnya dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur-angsur. Longsor biasanya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil. Penyebab utama tanah longsor adalah gravitasi. Namun, gravitasi ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik manusia maupun alam. Pengaruh faktor alam, yaitu kondisi geologi (batuan lapuk, kemiringan tanah, unsur atau jenis lapisan tanah, bencana gempa bumi, Gunungapi Merapi, dll) kondisi topografi (kemiringan permukaan tanah seperti lembah, lereng, dan bukit), dan kondisi tata air, yaitu akumulasi volume/massa air, pelarutan dan tekanan hidrostatistika, dan lainnya. Pengaruh faktor manusia meliputi kegiatan-kegiatan yang mempengaruhi terjadi tanah longsor. Pemotongan tebing pada penambangan di lereng yang terjal, penimbunan tanah urugan di daerah lereng, kegagalan struktur dinding penahan tanah, penggundulan hutan, sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman, pengembangan wilayah yang melanggar atur tata ruang, sistem drainase yang buruk, dll. Material yang dibawa tanah longsor bisa berupa tanah, bebatuan, lumpur, sampah, dan lainnya. Kecepatan longsot beragam, ada yang cepat dan ada yang lambat. Dampak dari terjadinya tanah longsor dapat membuat kehilangan harta, tempat tinggal dan koban jiwa. Berikut adalah jenis-jenis longsor menurut Prof. Dwikorita: MEKANISME GERAKAN JENIS MATERIAL YANG BERGERAK GERAKAN TANAH Gerakan Tanah Gerakan Cepat Jatuhan/ Runtuhan /Robohan (pergerakan tanpa melalui bidang lincir/ bidang luncur) Tanah Jatuhan Tanah Batuan Jatuhan Batuan Bahan rombakan tanah campur batuan Jatuhan Bahan Rombakan Tanah & Batu Luncuran (pergerakan melalui bidang lincir/ bidang luncur) Tanah Luncuran Tanah Batuan Luncuran Batuan Bahan rombakan tanah campur batuan Luncuran Bahan Rombakan Tanah & Batu Aliran (pergerakan massa jenuh air) Tanah Aliran Tanah Batuan Aliran Batuan Bahan Rombakan Aliran Bahan Rombakan Gerakan Lambat Rayapam (pergerakan massa yang lambat) Tanah Rayapan Tanah Bahan Rombakan Rayapan Bahan Rombakan
  • 10. Pergerakan tanpa melalui bidang luncur (Jatuhan): Jatuhan Bahan Rombakan Jatuhan Batuan dengan torehan akibat terlepasnya batuan yang jatuh Pergerakan tanah melalui bidang luncur (Luncuran): Luncuran Batuan Luncuran Tanah Luncuran bahan rombakan Pergerakan massa tanah/ batuan/ bahan rombakan dengan kondisi jenuh air (Aliran): Aliran bahan rombakan tanah bercampur batu Aliran tanah (lumpur) Aliran batuan Ancaman bahaya tanah longsor di DIY terdapat di 4 kabupaten, yaitu Kulon Progo, Gunungkidul, Bantul dan Sleman dan ada di 2 wilayah yaitu, deretan Pegunungan Menoreh di Kabupaten Kulon Progo dan deretan Baturagung Range di perbatasan Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul. Jenis gerakan tanah pada lereng yang terjadi dapat berupa longsoran tanah yang sering terjadi pada tanah tebal, atau reruntuhan batuan yang biasanya terjadi pada wilayah yang didominasi oleh batuan gamping. Kondisi ini dapat dijumpai pada wilayah Kecamatan Girimulyo, Kokap, Samigaluh (Kabupaten Kulon Progo) dan di wilayah bebatauan Kabupaten Gunungkidul dan yang perbatasan dengan Kabupaten Bantul/Sleman. Potensi bahaya tanah longsor di Provinsi DIY dapat dirinci sebagai berikut: a. Potensi Longsor Tinggi. Kabupaten Kulon Progo bagian utara sebagian besar adalah wilayah yang rawan longsornya tinggi meliputi kecamatan Kokap, Samigaluh, Girimulyo, dan Kalibawang. Di wilayah Kabupaten Gunungkidul meliputi kecamatan; Rejosari, Dlingo dan Gedangsari. Di wilayah Kabupaten Bantul adalah di Kecamatan; Bambanglipuro, Imogiri dan Pleret. Sedang di wilayah Kabupaten Sleman yang potensi longsor tinggi adalah di bagian puncak Merapi, yang memang mempunyai lereng curam dan juga dipengaruhi oleh aktifitas Merapi itu sendiri.
  • 11. b. Potensi Longsor Sedang. Sebaran potensi longsor sedang ada di Kabupaten Kulon Progo meliputi Kecamatan Pengasih, Nanggulan, dan Kalibawang. Sebaran di Kabupaten Bantul meliputi kecamatan Kretek, Pajangan, Imogiri dan Pleret. Sebaran di Kabupaten Gunungkidul meliputi kecamatan Ponjong, Dlingo, Playen, Gedangsari, dan Ngawen. 5. Angin Puting Beliung dan Angin Ribut Sebutan ‘tornado’ atau ‘badai’ sering membingungkan masyarakat dan menakutkan karena ketidaktahuan akan pengetahuan tentang fenomena alam tersebut. Tornado memang mempunyai daya rusak yang hebat, akan tetapi kejadian tornado tergantung dari skalanya. Di Indonesia, tornado memang ada dan sering dikenal dengan puting beliung, angin puyuh, angin ribut atau angin leysus. Angin puting beliung terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara yang sangat ekstrim. Biasanya terjadi pada musim hujan. Angin ini disertai putaran yang kencang dan berpotensi menimbulkan kerusakan. Putaran angin yang kencang tersebut berbentuk melingkar dengan radius antara 5 hingga 10 m dan kecepatan mencapai 20 hingga 30 knot. Angin puting beliung yang masuk kategori tornado lemah mempunyai ciri bisa menyebabkan kematian kurang dari 5%, memiliki tenggang waktu 1 sampai dengan 10 menit dengan kecepatan angin kurang dari 110 mph. Ciri-ciri dari angin puting beliung atau angin leysus: a. Kejadiannya singkat, antara 3 hingga 10 menit, setelah itu diikuti angin kencang yang kecepatannya berangsur melemah. b. Kecepatan angin lesus adalah 45 hingga 90 km/jam. c. Terjadi di tempat dengan radius jangkuan 5 hingga 10 km. d. Terjadi di musim pancaroba dan sebagian kecil di musim hujan, saat hujan di siang atau sore hari. e. Terjadi antara jam 13.00 hingga 17.00 Berdasarkan data Badan Meterologi dan Geofisika, bencana angin puting beliung yang terjadi di wilayah Provinsi DIY pada hari Minggu, 18 Februari 2007 pukul 17.15 WIB selama kurang lebih 15 menit itu merupakan bencana angin puting beliung dengan kategori kecepatan angin antara Strong Gale dengan kecepatan 74-85 kilometer per jam dan Storm dengan kecepatan 87-100 kilometer per jam. Akibatnya, 4 wilayah kecamatan di Kota Yogyakarta yakni Gondokusuman, Danurejan, Umbulharjo dan Pakualaman, dengan radius bencana sekitar 1 kilometer mengalami kerusakan yang cukup parah. Satlak Penanggulangan Bencana Alam (PBA) Provinsi DIY melaporkan bahwa bencana angin puting beliung ini telah mengakibatkan 1.182 orang mengalami luka ringan dan menjalani rawat jalan. Sedangkan sebanyak 51 orang harus dibawa ke rumah sakit dengan rincian 44 orang menjalani rawat jalan dan 7 orang harus menginap di rumah sakit. Selain melukai manusia, angin puting beliung juga merusak 1.255 rumah penduduk. Beberapa fasilitas umum juga tidak luput dari hantaman keganasan angin puting beliung. Sejumlah fasilitas umum milik PT. Kereta Api seperti BPTT PT. KA dan Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, bangunan di kompleks Detasemen Zeni dan Detasemen Peralatan Komando Resort Militer 072 Pamungkas Yogyakarta, gedung Bioskop Mataram, masjid, sekolah serta gedung kantor pemerintahan seperti Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mengalami kerusakan parah di bagian atap dan fisik bangunan. Angin Puting Beliung juga banyak menumbangkan pohon-pohon perindang dan merusak taman-taman kota di sepanjang jalan di empat kecamatan. Angin Ribut di Provinsi DIY hampir terjadi di semua kabupaten. Biasanya kejadian angin ribut dapat dijumpai pada saat musim pancaroba pergantian dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya masa pergantian dari musim hujan ke musim kemarau. Kejadiannya sangat dipengaruhi oleh tekanan udara lokal sehingga sulit untuk diprediksi maupun di pantau dari citra satelit. Konversi lahan juga sangat mempengaruhi tekanan udara lokal. Angin Ribut jarang dijumpai di daerah perbukitan dan seringnya terjadi pada daerah hamparan dan atau daerah yang berada di antara 2 celah bukit. Letak geografis dan topografis juga sangat mempengaruhi kejadian angin ribut. Ilustrasi terjadinya angin puting beliung
  • 12. Tabel 1.3. Sebaran Wilayah Rawam Angin Ribut/Puting Beliung Kabupaten/Kota Wilayah Ancaman Sleman Gamping, Seyegan, Sleman, Depok, Cangkringan, dan Ngemplak Bantul Pajangan, Srandakan, Sanden, Kretek, Sewon, Pleret, dan Banguntapan Kulon Progo Pengasih, Nanggulan, dan Sentolo Gunungkidul Patuk, Playen, Wonosari, Karangmojo Yogyakarta Pakualaman, Mergangsan, dan Balai Kota 6. Kekeringan Potensi bahaya kekeringan yang dimaksud adalah jumlah ketersediaan air untuk kebutuhan hidup manusia dan biota lain, termasuk tanaman dan ternak. Jika waktu keadaan kering kian panjang, akan menimbulkan kerugian. Umumnya kekeringan yang terjadi di DIY, sering terjadi di daerah Kabupaten Gunungkidul. Kekeringan sering terjadi pada setiap tahunnya dikarenakan tanah di daerah ini tidak dapat menyimpan dengan baik cadangan air tanah. Jikapun air tanah itu ada, masyarakat harus mengambil dari sungai bawah tanah di kedalaman puluhan meter. Kekeringan biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik yaitu bentuk lahan, curah hujan, kedalaman air tanah, dan tekstur tanah bagian atas yg berpengaruh terhadap daya meresapkan air hujan. Faktor-faktor tersebut digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan potensi kekeringan. Ada di beberapa tempat yang mempunyai potensi kekeringan sedang. Tetapi, karena di lingkungan sekitar mudah ditemukan sumber air (sumur gali, sungai, mata air) maka daerah ini sampai sekarang masih bisa tercukupi kebutuhan airnya. Tetapi, keadaan ini mungkin tidak akan dapat berlangsung lama. Jika pada saatnya nanti pertumbuhan penduduk semakin padat dan adanya perluasan pembangunan, maka daya dukung sumber-sumber air pun akan berkurang. Tabel.1.4.Potensi kekeringan di Provinsi DIY a. Potensi kekeringan tinggi Kabupaten Gunungkidul sebagian besar wilayah berpotensi kekeringan tinggi dan Kabupaten Kulon Progo (Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, Kokap), serta di daerah lereng atas Merapi b. Potensi kekeringan sedang Kab. Bantul (Pajangan, Gamping), Kab. Kulon Progo (Sentolo, Pengasih, Lendah, Nanggulan) 7. Tsunami Tsunami adalah gelombang air laut yang dapat disebabkan gerakan lapisan tanah di dasar laut. Pergereran ini bisa disebabkan oleh gempabumi tektonik, letusan Gunungapi di dasar laut, longsoran di dasar laut dan ledakan bom berkekuatan dahsyat/nuklir. Kata ‘tsunami’ berasal Bahasa Jepang; ‘tsu’ yang artinya pelabuhan dan ‘nami’ yang artinya pelabuhan. Dengan begitu tsunami memiliki arti “ombak besar di pelabuhan”. Tsunami akan tampak daya hancurnya ketika gelombangnya sampai di pelabuhan atau pantai. Tsunami berbeda dengan dengan gelombang pasang. Tsunami memiliki pola kecepatan dan tinggi gelombang. Semakin dekat atau telah menghampiri pantai, ketinggiannya meningkat, sedangkan kecepatannya menurun. Ketinggian gelombang tsunami berkisar antara 4 sampai dengan 24 meter dan mampu menjangkau 50-200 meter dari bibir pantai. Gelombang tsunami terjadi beruntun dan tiba-tiba, sehingga mengakibatkan kerugian harta benda dan korban jiwa. Tinggi dan besar tsunami juga dipengaruhi oleh besar-kecilnya pergeseran tanah dan bentuk garis pantai. Dampak bencana tsunami paling tidak ada empat hal, antara lain: a. Banjir dan Genangan Air Daratan. Tsunami menimbulkan genangan air laut dan meninggalkan endapan. Peristiwa tsunami Aceh 2005, menimbulkan genangan air laut 20-60 cm dan endapan setebal 10-20 cm. b. Kerusakan Sarana dan Pra-Sarana. Ilustrasi Terjadinya Tsunami
  • 13. c. Pencemaran Lingkungan. Tsunami menghanyutkan benda-benda sejak di lautan maupun daratan yang kemudian terdampar menjadi sampah. Sumber-sumber air bersih pun tercemar oleh air laut. d. Korban Harta dan Jiwa. Dengan kekuatannya, tsunami dapat memusnahkan benda-benda yang dilewatinya. Catatan kejadian tsunami pernah terjadi di DIY. Di masa lalu, paparan tsunami di wilayah pesisir selatan Jawa ini berkisar antara 3-10 meter. Wilayah selatan Pulau Jawa merupakan zona subdaksi antara lempeng Australia dan lempeng Asia. Potensi tsunami di selatan DIY pun tergantung dari jenis/tipe gerakan patahan. Patahan dengan arah atas-bawah inilah yang bisa menyebabkan tsunami. Secara alami sebenarnya wilayah pesisir secara alami mempunyai sistem perlindungan terhadap ancaman tsunami, yaitu adanya hutan mangrove, gumuk pasir, laguna, dan beting gisik. Bentukan lahan tersebut secara nyata mampu meredam energi gelombang tsunami sehingga air laut tidak sampai jauh mencapai daratan dan memperkecil laju paparan tsunami. Sayangnya, kini keberadaan hutan mangrove sudah tidak ada di DIY. Yang tersisa hanya ada gumuk pasir, laguna dan beting gisik. Namun demikian, setidaknya mampu sebagai pelindung untuk wilayah/permukiman yang berada di sebaliknya dari ancaman tsunami. Permukiman/bangunan yang berada di depan bentukan ini jelas mempunyai risiko yang tinggi terhantam oleh gelombang tsunami secara langsung. Gumuk pasir masih bisa di jumpai di Parangkusumo-Parangtritis dengan ketinggian sampai 20 m. Di Kabupaten Kulon Progo, risiko terkena tsunami menjadi besar karena pesisirnya yang terbuka. Sudah ada usaha secara vegetatif membuat green belt, yaitu dengan menanam jenis cemara di bantaran pantai pada jarak 200 meter dari bibir pantai. Ini bisa ditemui di daerah Ring I dan Ring II. Walaupun kurang berhasil dalam pengembangannya tetapi usaha secara vegetatif bisa dilanjutkan lagi dengan merapatkan jarak tanam dan tentu saja dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat dalam pelaksanaannya. Potensi tsunami di DIY pada skala Tinggi dan Sedang tersebar di tiga Kabupaten, yaitu; Kulon Progo (Galur, Panjatan, Temon), Bantul (Kretek, Sanden, dan Srandakan), dan Kabupaten Gunungkidul (wilayah pantai dan tempat wisata Sadeng, Krakal, Kukup, dan lainnya). 8. Epidemi, Wabah Penyakit dan Kejadian Luar Biasa Epidemi, Wabah Penyakit dan Kejadian Luar Biasa merupakan ancaman bencana yang diakibatkan oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu dan waktu tertentu. Pada skala besar, epidemi/wabah/KLB dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit dan korban jiwa. Penyebaran penyakit pada umumnya sangat sulit dibatasi. Kejadian itu awalnya merupakan kejadian lokal saja. Namun dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang banyak menimbulkan korban jiwa dan sudah masuk kategori wabah. Kondisi lingkungan yang buruk, perubahan iklim, makanan dan pola hidup masyarakat yang salah merupakan beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya bencana ini. Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat yang sangat luas meliputi: a. Jumlah Kesakitan. Apabila tidak dikendalikan, maka wabah dapat menyerang masyarakat dalam jumlah yang sangat besar, bahkan sangat dimungkinkan wabah akan menyerang lintas-negara bahkan lintas-benua. b. Jumlah Kematian. Apabila jumlah penderita tidak berhasil dikendalikan, maka jumlah kematian juga akan meningkat secara tajam. c. Aspek Ekonomi. Dengan adanya wabah maka akan memberikan dampak pada merosotnya roda ekonomi. Sebagai contoh apabila wabah flu burung benar terjadi maka triliunan aset usaha ternak unggas akan lenyap. Begitu juga akibat merosotnya kunjungan wisata karena adanya travel warning dan beberapa negara maka akan melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel maupun restoran. d. Aspek Politik. Bila wabah terjadi maka akan menimbulkan keresahan masyarakat yang sangat hebat. Kondisi ini sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu guna menciptakan kondisi tidak stabil. Endemik atau KLB (Kejadian Luar Biasa) Demam Berdarah Dengue (DBD) dibawa oleh nyamuk dan keberadaannya sangat dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan. Persebarannya dapat dibawa oleh nyamuk dan oleh manusia yang sudah mengidap malaria/demam berdarah. Persebaran yang dibawa oleh nyamuk hanya terbatas pada wilayah yang sempit. Persebaran yang dibawa oleh manusia dengan
  • 14. mobilitasnya yang tinggi, sering tidak dapat dideteksi secara pasti. Mereka biasa sebagai pekerja lintas wilayah sebagai buruh/karyawan pabrik yang melakukan perjalanan pulang-pergi dari daerah endemik ke kota. Karena tingkat mobilitas manusia yang tinggi maka penularan malaria/DBD dengan cara ini mempunyai jangkauan yang luas. Demam berdarah di DIY tersebar di Kabupaten Sleman (Mlati, Gamping, Sleman, Ngaglik, Depok, dan Kalasan), Kabupaten Bantul (Kasihan, Sewon, Banguntapan, Kretek), Kabupaten Gunungkidul (Ponjong), dan Kota Yogyakarta.Kasus DBD di Provinsi DIY, menunjukkan peningkatan pada awal tahun 2007 hingga musim kemarau. Jumah penderita terdapat 26 orang yang tersebar di wilayah Provinsi DIY. Masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman ini. Caranya adalah dengan pelaksanakan pencegahan secara serentak dan rutin seminggu sekali dengan Gerakan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur). Jika dilakukan dengan tepat, cara ini sangat efektif, efisien, dan ramah lingkungan. Dengan menyikat atau menggosok rata bagian dalam tandon air, mendatar maupun naik turun, agar telur nyamuk yang menempel akan lepas dan tidak menjadi jentik. Hal-hal yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi DIY dalam tindakan pengendalian dan evaluasi antara lain: peningkatan dan kemudahan akses pelayanan kesehatan bagi penderita, melakukan survey dan penanganan ke sumber penyakit, koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam mengantisipasi adanya penyebaran KLB, penyuluhan kesehatan di tempat publik terutama di sekolah- sekolah, permukiman dan rumah sakit.
  • 15. PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA A. MENGENAL BENCANA Terdapat beragam pandangan masyarakat tentang bencana. Ada yang menganggap bahwa bencana adalah suatu peristiwa alam biasa dan ada pula yang menganggap sebagai akibat dari marahnya “penguasa” alam tertentu akibat perilaku manusia. Bahkan adapula yang menganggap bahwa membicarakan bencana adalah perbuatan yang tabu. Anggapan-anggapan seperti ini seringkali membuat kita lengah dan kurang waspada dalam menghadapi bencana serta kurangnya kepedulian terhadap tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mengantisipasi adanya bencana yang mungkin akan terjadi. Bencana sendiri, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dari definisi bencana dan apa yang tersirat di dalamnya, tampak bahwa definisi bencana mengandung makna konsep “bencana” yang universal berikut: 1) gangguan serius terhadap berfungsinya masyarakat; 2) kerugian besar pada manusia (terbunuh atau luka- luka), harta benda, dan lingkungannya; dan 3) masyarakat yang mengalaminya tak mampu menanggulangi gangguan tersebut apabila hanya mengandalkan kekuatannya sendiri. (Modul Pelatihan Pengintegrasian PRB ke Dalam Sistem Pendidikan, 2010) Kejadian bencana, selain menyebabkan kematian, korban luka-luka, rusaknya bangunan dan infrastruktur lainnya, juga berdampak langsung pada terjadinya kekurangan pangan dan air bersih, menyebarnya wabah penyakit serta terhentinya kegiatan ekonomi. Bencana tidak jarang menimbulkan tekanan mental sehingga orang mengalami depresi. Bencana timbul ketika manusia tidak dapat mengatasi ancaman. Ancaman adalah fenomena alam yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia. Bencana terjadi ketika manusia tidak mampu mengatasi ancaman. Dengan demikian, sangat penting bagi kita mempunyai daya tahan dalam menghadapi ancaman. Misalnya dengan mengetahui tanda-tanda bencana, melakukan tindakan antisipasi atau pencegahan untuk meminimalisir dampak kerusakan dan kerugian, dan persiapan-persiapan ketika bencana terjadi. Banyak hal mempangaruhi kemampuan kita dalam mengatasi ancaman. Antara lain kondisi fisik, keadaan sosial budaya, kelembagaan sosial, kemampuan ekonomi, pengetahuan, sikap atau perilaku. Misalkan, jika ada Gunungapi meletus di sebuah pulau terpencil dan tidak ada penghuninya, maka kejadian itu tidaklah menjadi sebuah bencana. Letusan Gunungapi di pulau yang tidak berpenghuni tidak menyebabkan kerugian ekonomi dan fisik. Contoh lain adalah gempa bumi di Tokyo bisa dikatakan sebagai bencana karena banyak korban dari masyarakatnya baik fisik maupun non-fisik. Ancaman ada di mana-mana dan bentuknya berbeda-beda. Di Indonesia, kita hidup dengan berbagai ancaman. Di Yogyakarta, seperti tertuang dalam dokumen Rencana Penanggulangan Bencana Provinsi DIY, terdapat 8 ancaman bencana. Namun akan lain hasilnya apabila kita telah dapat melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi dampak dan risiko bencana. Paling tidak, kita sudah bisa mengurangi jatuhnya korban dan kerugian. Berdasarkan waktu kejadian, bencana ada dua jenis, yakni: 1. Bencana yang terjadi secara tiba-tiba. Beberapa bencana memberikan tanda-tanda. Dengan begitu kita bisa menyelamatkan diri. Namun ada pula yang sulit untuk dibaca tanda-tandanya, bahkan oleh perangkat teknologi yang canggih. Bencana dalam pengertian ini antara lain adalah gempa bumi, tsunami, angin topan/badai, letusan Gunungapi Merapi dan tanah longsor. 2. Bencana yang terjadi secara perlahan. Muncul diawali tanda-tanda dan kita bisa melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah timbulnya banyak korban. Alurnya, dari keadaan normal
  • 16. meningkat menjadi situasi darurat, dan kemudian menjadi situasi bencana. Bencana dalam pengertian ini antara lain adalah kekeringan, rawan pangan, kerusakan lingkungan dan lain-lain. UNISDR dalam buku Living with Risk (2004) mengklasifikasikan bahaya bencana menurut sifat, contoh, dan kecepatan serangannya sebagai berikut: Tabel 2.1. Klasifikasi Bahaya/Ancaman Bahaya-Bahaya Kecepatan Serangan Kategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak Lambat Bahaya Natural/ Alamiah Hidro- Meteorologis  Banjir Air, Banjir Lumpur, & Banjir Bandang    Siklon Tropis, Angin Topan, Badai Angin & Hujan, Badai Salju, Badai Pasir/Debu, Kilat/Petir/Halilintar    Kekeringan, Desertifikasi, Kebakaran Hutan, Suhu Udara Ekstrem   Permafros, Salju Longsor   Geologis  Gempa Bumi (Tektonis & Vulkanis)   Tsunami   Aktivitas & Emisi Vulkanis/Gunungapi Merapi   Gerakan-Gerakan Massa, Tanah Longsor, Batu Longsor, Pencairan Es (Likuifaksi), Dasar Lautan Longsor   Permukaan Daratan Ambruk, Aktivitas Penyimpangan Geologis   Biologis  Penjangkitan Wabah Penyakit Menular (Epidemi), Penularan Penyakit dari Hewan dan Tanaman   Serangan Virus Ganas  Bahaya Akibat Ulah Manusia Teknologis/ Antropogenis  Pencemaran Industrial   Kebocoran Reaktor Nuklir/Pelepasan Bahan Radioaktif ke Alam Bebas    Kerusakan Dam/Waduk   Kecelakaan Transportasi, Industri, atau Teknologi (Kebakaran, Ledakan, dll.)   Environmental/ Degradasi Lingkungan  Degradasi (Penurunan Mutu), Deforestasi (Penggundulan Hutan), & Desertifikasi Tanah (Penggurunan)   Kebakaran Hutan   Kepunahan Keanekaragaman Hayati   Pencemaran/Polusi Air, Tanah, & Udara   Pemanasan Global/Perubahan Iklim   Peningkatan Tinggi Permukaan Air Laut   Pengikisan Ozon  Sosial (Ekonomis, Kultural, Politis, dll.)  Konflik Komunal, Antar-Suku, dll.   Kerusuhan/Kekacauan Massal   Perang (Bersenjata)   Serangan Teroris   Besarnya bencana diukur dari jumlah korban jiwa, kerusakan, atau biaya-biaya kerugian yang ditimbulkan. Namun, tingkat keamanan terhadap bencana dan intensitas bencana itu juga terkait dengan kondisi masyarakat dan lingkungan yang terdampak. Terdapat relasi sebab-akibat kejadian, intensitas bencana, dan kondisi masyarakat. Dengan begitu, adalah kenyataan bahwa pada dasarnya bencana terjadi tidak semata-mata karena faktor alam. Terdapat 7 faktor yang menyebabkan dampak bencana menjadi lebih besar dalam kehidupan suatu masyarakat, yakni kemiskinan, pertambahan penduduk, cepatnya urbanisasi, perubahan-perubahan dalam praktik budaya, degradasi lingkungan, kurangnya kesadaran dan informasi, dan perang atau kerusuhan sipil. Kurangnya kesadaran dan informasi menyebabkan orang menjadi lebih rentan terhadap bahaya- bahaya karena keterbatasan pengetahuan untuk melepaskan diri atau mengambil tindakan melindungi diri dalam peristiwa bencana. Hal ini tidak selalu terkait dengan tingkat kemiskinan. Namun, semata-mata akibat kurangnya kesadaran akan tindakan-tindakan yang aman dalam keadaan bencana. Akibatnya, nilai dampak/risiko bencana pun menjadi lebih tinggi. Risiko bencana adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Risiko bencana dapat diukur. Formula atau rumus yang biasa dipergunakan oleh banyak pihak untuk mengukur tingkat risiko adalah seperti berikut ini:
  • 17. Tabel.2.2. Rumus Risiko Bencana DISASTER RISK (R) = HAZARD (H) X VULNERABILITY (V) CAPACITY (C) RISIKO BENCANA = ANCAMAN X KERENTANAN KAPASITAS Rumus tersebut menjadi dasar bagi perubahan paradigmatik dalam konsep/teori, kebijakan, dan praktik penanggulangan bencana. Dari pengukuran risiko yag telah dilakukan, maka dapat diidentifikasi prioritas tindakan apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko bencana. Dari rumusan tersebut maka bisa kita pahami bahwa bencana memiliki komponen pembentuknya, yakni bahaya/ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity). Ketiga komponen risiko tersebut memiliki pengertian sebagai berikut: 1. Bahaya/ancaman. Situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat/sekolah di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan. 2. Kerentanan. Tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat/sekolah untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab. 3. Kapasitas/Kemampuan. Penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat/sekolah, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. Akses yang terbatas terhadap: Struktur-struktur tenaga listrik Sumber daya Ideologi Sistem Ekonomi Faktor-faktor pra- kondisi umum Kurangnya: institusi lokal pendidikan pelatihan ketrampilan yang memadai investasi lokal pasar lokal kebebasan pers Kekuatan makro: ekspansi penduduk urbanisasi degradasi lingkungan Penyebab yang mendasari Tekanan Dinamis Lingkungan fisik yang rentan: lokasi yang berbahaya infrastruktur dan bangunan yang berbahaya Ekonomi lokal yang rentan kehidupan yang beresiko tingkat pendapatan yang rendah Tindakan umum Kondisi tidak aman RANGKAIAN KERENTANAN KERENTANAN BAHAYA + BENCANA BAHAYA Kejadian-kejadian pemicu Gempa bumi Angin kencang Letusan gunung Tanah longsor Kekeringan Banjir Perang, konflik sipil Kecelakaan teknologi Gambar 2.1. Rangkaian Kerentanan dan Bahaya B. MENANGGULANGI BENCANA Sistem Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia, yang disusun sejak disahkannya Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah dilengkapi dengan tiga Peraturan Pemerintah dan satu Peraturan Presiden. Tiga peraturan pemerintah ini adalah peraturan mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP 21/2008), Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan (PP 22/2008), serta peran lembaga internasional dan lembaga asing non-pemerintahan (PP 23/2008). Sedangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). Di tingkat daerah beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota telah menyiapkan peraturan
  • 18. daerah (PERDA) untuk penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) terutama untuk tingkat Provinsi. BNPB merupakan salah satu lembaga pemerintah non-departemen dan berada di bawah serta bertanggungjawab langsung kepada Presiden. BNPB memiliki dua fungsi utama, yaitu (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. Untuk Provinsi DIY sendiri telah memiliki Perda No 10 tentang Penanggulangan Bencana dan BPBD terbentuk di awal tahun 2011. Sebagai lembaga daerah, lembaga ini bertanggung jawab kepada Gubernur dan Bupati untuk BPBD tingkat kabupaten/kota. Secara organisatoris, baik BNPB dan BPBD terdiri atas Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Bidang Penanganan Darurat, Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis. 1. Tahapan Penanggulangan Bencana Sebagaimana dituangkan dalam UU No. 24 Tahun 2007, Pemerintah dan Pemerintah Daerah adalah penanggungjawab penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pengertian penyelenggaraan penanggulangan bencana sendiri adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang mengurangi risiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri dari 3 tahapan, yakni (1) tahap Pra- Bencana, tahapan dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat potensi bencana, (2) Tahap Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan (3) Tahap Masa Pasca- Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana. Gambar 2.2. Tahapan Penanggulangan Bencana Ketiga tahapan tersebut merupakan sebuah siklus yang tak berhenti. Kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana dilakukan sepanjang siklus ini. Bila bencana terjadi orang melakukan tindakan pertolongan atau tanggap darurat bencana. Terkadang, pertolongan terlambat sehingga jatuh korban. Dengan siklkus bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan tindakan-tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban. 2. Pengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan konsep dan praktik untuk mengurangi risiko bencana dengan upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-faktor penyebab dari bencana. Cakupan konsep dan praktik ini adalah upaya-upaya pengurangan paparan terhadap ancaman, penurunan kerentanan manusia dan properti, pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan. Penyelenggaraan kegiatan pengurangan risiko bencana umumnya dilaksanakan pada tahapan pra-bencana. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi bahaya (tidak selalu bisa), mengurangi kerentanan, dan meningkatkan kapasitas. Penyelenggaraan PRB dapat digambarkan dalam siklus berikut ini:
  • 19. Gambar 2.3. Pendekatan PRB melalui Manajemen Risiko C. PENDIDIKAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA Konferensi se-dunia tentang Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan pada tanggal 18- 22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara- cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Konferensi tersebut telah berhasil menyusun suatu kerangka aksi bersama yang disepakati untuk dikenali, didukung, dan dilakukan oleh semua negara untuk misi “Membangun Ketahanan Negara dan Masyarakat Terhadap Bencana”. Kesepakatan itu dikenal dengan Hyogo Framework for Action (HFA) 2005-2012 atau Kerangka Kerja Hyogo atau KKH 2005-2015. Kerangka kerja ini merekomendasikan lima prioritas tindakan untuk dilakukan tiap negara, yakni: 1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana (PRB) ditempatkan sebagai prioritas nasional dan lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam pelaksanaannya. 2. Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini. 3. Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan. 4. Mengurangi faktor-faktor risiko dasar. 5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang efektif pada semua tingkatan. Lahirnya HFA itu telah mendorong kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko. Penekanan pada cara-cara komunitas untuk membangun ketahanannya terhadap bencana. Persebaran pengetahuan dan informasi adalah awalan menuju budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana. Dalam bidang pendidikan, upaya-upaya yang dilakukan antara lain : 1. Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dengan menggunakan jalur formal maupun informal untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-anak. 2. Menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lanjutan. 3. Menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya. 4. Mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu. 5. Menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat/sekolah dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana. 6. Memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan.
  • 20. 7. Menggalakkan pelatihan tentang sensitivitas gender dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana. Selain ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggungjawab atas manajemen bencana, kampanye ditujukan kepada murid, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Pesan kuncinya antara lain : 1. Pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar di dalam masyarakat. 2. Fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam. 3. Pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara- negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium. Selain itu, untuk sekolah juga harus mampu melindungi generasi penerus bangsa ini dari suatu kejadian bencana, sekolah memiliki nilai strategis karena dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan kepada generasi muda. Dalam, integrasi dalam kurikulum menjadi sangat membantu upaya-upaya membangun kesadaran akan risiko bencana sejak dini. Untuk melindungi anak-anak dari ancaman bencana alam, diperlukan dua prioritas yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan serta keamanan sekolah. Namun dalam aksinya, kedua prioritas ini tidak bisa dipisahkan. Kerangka kerja pendidikan untuk PRB atau pendidikan PRB sebagaimana dikerangkakan oleh UN- ISDR (lembaga PBB yang mengkoordinasi upaya dunia dalam pengurangan risiko bencana) adalah: pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasuk di dalamnya adalah pengakuan dan penggunaan kearifan tradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam. Sebagai sebuah upaya sadar dan terencana, pendidikan PRB dilaksanakan untuk memberdayakan peserta didik dalam upaya PRB dan membangun budaya aman serta tangguh bencana. Pendidikan PRB tidaklah sama dengan pendidikan bencana. Boleh jadi pendidikan PRB lebih luas karena mencakup pengembangan motivasi, ketrampilan dan pengetahuan agar dapat bertindak dan berpartisipasi dalam upaya PRB. Pusat Kurikulum Nasional (2009) mengidentifikasikan 9 tujuan pendidikan PRB, yaitu: 1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan. 2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana. 3. Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan prilaku dan motivasi. 4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana. 5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana diatas, baik secara individu maupun kolektif. 6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana. 7. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana. 8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana. 9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak. Pemerintah Provinsi DIY sendiri dalam misi dan tujuan pembangunan telah menyasar pada “terwujudnya ketahanan masyarakat terhadap bencana”. Begitu juga dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Provinsi DIY, hingga kini terus mendorong pengembangan kesiapsiagaan dalam sektor pendidikan. Setidaknya, dengan adanya dua kejadian terakhir, yaitu gempa bumi 2006 besar dan erupsi Merapi 2010 dan 8 ancaman bencana yang telah diidentifikasi ada di DIY, pemerintah terus menggalakkan pembangunan budaya aman dan siaga bencana. Inovasi metode dan proses pembelajaran dengan pengintegrasian PRB niscaya akan mampu menanamkan pengetahuan, kapasitas, dan pembudayaan kesiagaan bencana generasi muda atas ancaman bencana yang ada di wilayahnya. D. SEKOLAH SIAGA BENCANA Sekolah Siaga Bencana (SSB) adalah sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola risiko bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut diukur dengan dimilikinya perencanaan penanggulangan bencana (sebelum, saat dan sesudah bencana), ketersediaan logistik, keamanan dan kenyamanan di lingkungan pendidikan, infrastruktur, serta sistem kedaruratan, yang didukung oleh adanya pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan, standard operational procedure (SOP), dan sistem peringatan dini. Kemampuan tersebut juga dapat dinalar melalui adanya simulasi regular dengan kerja bersama berbagai pihak terkait yang dilembagakan dalam kebijakan lembaga pendidikan tersebut untuk mentransformasikan
  • 21. pengetahuan dan praktik penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana kepada seluruh warga sekolah sebagai konstituen lembaga pendidikan. Tujuan SSB adalah membangun budaya siaga dan budaya aman di sekolah, serta membangun ketahanan dalam menghadapi bencana oleh warga sekolah. Konsepsi sekolah siaga bencana (SSB) ini sendiri memiliki dua unsur utama, yaitu lingkungan belajar yang aman dan kesiapsiagaan warga sekolah dengan 4 parameter kesiapsiagaan sekolah, yaitu: sikap dan tindakan, kebijakan sekolah, perencanaan kesiapsiagaan, dan mobilisasi sumberdaya. Dasar dari setiap sikap dan tindakan manusia adalah adanya persepsi, pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. SSB ingin membangun kemampuan seluruh warga sekolah, baik individu maupun warga sekolah secara kolektif, untuk menghadapi bencana secara cepat dan tepat guna. Dengan demikian, seluruh warga sekolah menjadi target sasaran, tidak hanya murid. Kebijakan sekolah adalah keputusan yang dibuat secara formal oleh sekolah mengenai hal-hal yang perlu didukung dalam pelaksanaan PRB di sekolah, baik secara khusus maupun terpadu. Keputusan tersebut bersifat mengikat. Pada praktiknya, kebijakan sekolah akan landasan, panduan, arahan pelaksanaan kegiatan terkait dengan PRB di sekolah. Perencanaan kesiapsiaagaan bertujuan untuk menjamin adanya tindakan cepat dan tepat guna pada saat terjadi bencana dengan memadukan dan mempertimbangkan sistem penanggulangan bencana di daerah dan disesuaikan kondisi wilayah setempat. Bentuk atau produk dari perencanaan ini adalah dokumen-dokumen, seperti protap kesiapsiagaan, rencana kedaruratan/kontijensi, dan dokumen pendukung kesiapsiagaan terkait, termasuk sistem peringatan dini yang disusun dengan mempertimbangkan akurasi dan kontektualitas lokal. Sekolah harus menyiapkan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana, serta finansial dalam pengelolaan untuk menjamin kesiapsiagaan bencana sekolah. Mobilisasi sumber daya didasarkan pada kemampuan sekolah dan pemangku sekolah. Mobilisasi ini juga terbuka bagi peluang partisipasi dari para pemangku kepentingan lainnya. Tingkat kesiapsiagaan sekolah dapat diukur dari keempat parameter tersebut. Dalam pengukurannya, masing-masing parameter itu tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait satu sama lainnya. Secara umum Konsorsium Pendidikan Bencana menetapkan garis besar konsep SSB ke dalam parameter, indikator, dan verifikasi sebagai berikut: Parameter Indikator Verifikasi Sikap dan Tindakan Pengetahuan mengenai jenis bahaya, sumber bahaya dan besaran bahaya yang ada di lingkungan sekolah Mata pelajaran yang memuat pengetahuan mengenai bahaya, sumber bahaya dan besaran bahaya yang ada di lingkungan sekolah. Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk mengobservasi jenis bahaya, sumber bahaya yang ada di lingkungan sekolah. Kegiatan sekolah untuk mengidentifikasi ancaman bahaya pada lokasi sekolah dan gedung serta infrastruktur sekolah lainnya. Pengetahuan sejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan sekolah atau daerahnya Mata pelajaran yang memuat pengetahuan mengenai sejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan sekolah atau daerahnya. Pengetahuan mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Mata pelajaran yang memuat pengetahuan mengenai kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk mengobservasi kerentanan dan kapasitas yang dimiliki di sekolah dan lingkungan sekitarnya, termasuk di dalamnya lokasi, gedung serta infrastruktur sekolah lainnya. Gambar Sekolah Siaga Bencana
  • 22. Parameter Indikator Verifikasi Pengetahuan untuk mengidentifikasi risiko dan upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana di sekolah. Mata pelajaran yang memuat pengetahuan mengenai upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana di sekolah. Kegiatan sekolah bagi peserta didik untuk mengindentifikasi upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalkan risiko bencana di sekolah, Kegiatan sekolah untuk mengidentifikasi upaya yang bisa mengurangi risko bencana termasuk di dalamnya pilihan tindakan untuk melakukan relokasi sekolah atau retrofit gedung dan infrastruktur sekolah jika diperlukan. Sekolah secara berkala menguji kualitas struktur bangunannya. Keterampilan seluruh komponen sekolah dalam menjalankan rencana tanggap darurat Komponen sekolah untuk menjalankan rencana tanggap darurat pada saat simulasi. Adanya kegiatan simulasi/latihan regular. Jumlah simulasi dan pelatihan rutin dan berkelanjutan di sekolah. Sosialisasi dan pelatihan kesiapsiagaan kepada warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah. Jumlah sosialisasi rutin dan berkelanjutan di sekolah. Kebijakan Sekolah Adanya kebijakan, kesepakatan, peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiapsiagaan dan keamanan di sekolah Jumlah kebijakan, kesepakatan, dan peraturan sekolah yang mendukung upaya kesiapsiagaan di sekolah Sekolah mengadopsi persyaratan konstruksi bangunan dan panduan retrofit yang ada atau yang berlaku. Kebijakan sekolah sebagai payung hukum pembuatan dan implementasi Prosedur Tetap Kesiapsiagaan Sekolah (Prosedur Tetap/Protap Kesiapsiagaan Sekolah) Jumlah kebijakan sekolah yang dibuat/dikeluarkan sekolah sebagai payung hukum pembuatan dan implementasi Prosedur Tetap Kesiapsiagaan Sekolah (Prosedur Tetap/Protap Kesiapsiagaan Sekolah). Akses bagi seluruh komponen sekolah untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan, pemahaman dan keterampilan Kesiapsiagaan (materi acuan, ikut serta dalam pelatihan, musyawarah guru, pertemuan desa, jambore murid, dsb.) Sekolah memiliki materi acuan yang dibuat sekolah. Sekolah memberikan kemudahan bagi komponen sekolah untuk mengikuti pelatihan, musyawarah guru, jambore murid, dll. Perencanaan Kesiapsiagaan Adanya dokumen penilaian risiko bencana yang disusun bersama secara partisipatif dengan warga sekolah dan pemangku kepentingan sekolah. Sekolah memiliki dokumen penilaian risiko yang dibuat secara berkala sesuai dengan kerentanan sekolah. Sekolah memiliki dokumen penilaian kerentanan gedung sekolah yang dinilai/diperiksa secara berkala oleh Pemerintah dan/atau Pemda. Catatan: Kerentanan sekolah yang dinilai berdasarkan aspek struktur dan non-struktur. Adanya rencana aksi sekolah dalam penanggulangan bencana (sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana). Sekolah memiliki rencana aksi sekolah yang dibuat secara berkala, direview dan diperbaharui secara partisipatif dan diketahui oleh Dinas Pendidikan setempat. Adanya protokol komunikasi Sekolah memiliki protokol komunikasi yang dibuat, direview, dan diperbaharui secara partisipatif.
  • 23. Parameter Indikator Verifikasi Adanya Sistem Peringatan Dini:  Akses terhadap informasi bahaya, baik dari tanda alam, informasi dari lingkungan, dan dari pihak berwenang (pemerintah daerah dan BMG)  Penyiapan alat dan tanda bahaya yang disepakati dan dipahami seluruh komponen sekolah  Mekanisme penyebarluasan informasi peringatan bahaya di lingkungan sekolah  Pemahaman yang baik oleh seluruh komponen sekolah bagaimana bereaksi terhadap informasi peringatan bahaya  Adanya petugas yang bertanggungjawab dan berwenang mengoperasikan alat peringatan dini.  Pemeliharaan alat peringatan dini. Sekolah memiliki mekanisme agar informasi bahaya dapat terdiseminasi kepada seluruh komponen sekolah dengan cepat dan akurat. Sekolah memiliki alat dan tanda bahaya yang disepakati dan dipahami seluruh komponen sekolah. Sekolah memiliki mekanisme penyebarluasan informasi peringatan bahaya di lingkungan sekolah. Komponen sekolah dapat memahami dengan baik apa yang harus dilakukan jika ada informasi peringatan bahaya. Sekolah memiliki petugas yang bertanggung jawab dan berwenang mengoperasikan alat peringatan dini. Sekolah memiliki tim yang memelihara alat peringatan dini. Adanya Prosedur Tetap Kesiapsiagaan Sekolah yang disepakati dan dilaksanakan oleh seluruh komponen sekolah Sekolah memiliki Protap Kesiapsiagaan Sekolah yang direview secara rutin dan dimutakhirkan secara partisipatif. Adanya peta evakuasi sekolah, dengan tanda dan rambu yang terpasang, yang mudah dipahami oleh seluruh komponen sekolah Sekolah memiliki peta evakuasi dengan tanda dan rambu yang terpasang yang mudah dipahami oleh seluruh komponen sekolah dan dapat ditemukan dengan mudah di lingkungan sekolah. Kesepakatan dan ketersediaan lokasi evakuasi/shelter terdekat dengan sekolah, disosialisasikan kepada seluruh komponen sekolah dan orangtua murid, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah Sekolah memiliki lokasi evakuasi/shelter terdekat yang tersosialisasikan serta disepakati oleh seluruh komponen sekolah, orangtua murid, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah. Dokumen penting sekolah digandakan dan tersimpan baik, agar dapat tetap ada, meskipun sekolah terkena bencana. Sekolah memiliki tempat penyimpanan dokumen penting sekolah (hasil penggandaan) di tempat yang aman dari bencana. Catatan informasi penting yang mudah digunakan seluruh komponen sekolah, seperti pertolongan darurat terdekat, puskesmas/rumah sakit terdekat, dan aparat terkait. Sekolah memiliki daftar catatan penting yang mudah ditemukan/dilihat oleh seluruh komponen sekolah dan termutakhirkan dengan baik. Mobilisasi Sumberdaya Adanya bangunan sekolah yang aman bencana Sekolah memiliki:  Struktur bangunan sekolah yang sesuai dengan standar bangunan aman bencana  Adanya layout/desain/setting bangunan dengan penempatan bangunan UKS yang terpisah dari bangunan utama sekolah  Adanya desain/layout/setting kelas yang aman  Sarana dan prasarana kelas yang aman. Adanya gugus siaga bencana sekolah termasuk perwakilan peserta didik. Sekolah memiliki gugus siaga bencana dengan keterwakilan peserta didik. Adanya penyebaran informasi dari sekolah mengenai konsep sekolah siaga bencana kepada sekolah lain yang terhimpun dalam gugus guru atau forum MGMP sekolah Jumlah topik tentang sekolah siaga bencana yang didiskusikan dalam pertemuan gugus guru dan forum MGMP sekolah. Adanya perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat segera dipenuhi, dan diakses oleh warga sekolah, seperti alat pertolongan Sekolah memiliki perlengkapan dasar dan suplai kebutuhan dasar pasca bencana yang dapat diakses oleh warga sekolah.
  • 24. Parameter Indikator Verifikasi pertama serta evakuasi, obat-obatan, terpal, tenda dan sumber air bersih. Pemantauan dan evaluasi partisipatif mengenai Kesiapsiagaan dan keamanan sekolah secara rutin (menguji atau melatih kesiapsiagaan sekolah secara berkala). Sekolah memiliki mekanisme pemantauan dan evaluasi partisipatif mengenai Kesiapsiagaan dan keamanan sekolah secara rutin. Adanya kerjasama dengan pihak-pihak terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana baik setempat (desa/kelurahan dan kecamatan) maupun dengan BPBD/Lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap koordinasi dan penyelenggaraan penanggulangan bencana di kota/kabupaten. Sekolah memiliki kerja sama yang baik dengan jejaring yang diperlukan dalam kesiapsiagaan sekolah.
  • 25. Manfaat Gunungapi Merapi Selain memiliki bahaya letusan, material yang dikeluarkan Gunungapi Merapi dapat bermanfaat bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. Material itu banyak mengandung bahan bangunan dan mineral. Di sekitar gununung api sering ditemukan energi panas bumi. Energi panas bumi dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Karena mineral itu juga, tanah di sekitar Gunungapi Merapi subur bagi pertanian. Tanah yang subur juga membuat daerah di sekitar Gunungapi Merapi memiliki kekayaan flora dan fauna serta pemandangan yang indah. Gunungapi Merapi sering menjadi tempat tujuan wisata. TINDAKAN-TINDAKAN DALAM SITUASI BENCANA A. LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI Terdapat tanda-tanda sebelum terjadi sebuah Gunungapi Merapi meletus. Pemerintah melalui BPPTK Yogyakarta terus memantau aktivitas Gunungapi Merapi. Apabila terjadi atau muncul tanda-tanda aktif, lembaga ini akan melaporkan kepada lembaga pemerintah terkait dan masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai peringatan dini. Terdapat empat status untuk Gunungapi Merapi, yaitu: 1. Aktif Normal. Aktivitas Gunungapi Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual tidak menunjukkan adanya gejala yang menuju pada kejadian letusan. 2. Waspada. Aktivitas Gunungapi Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual menunjukkan peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada tingkat waspada, peningkatan aktivitas tidak selalu diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan (erupsi), tetapi bisa kembali ke keadaan normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa-desa yang berada di kawasan rawan bencana Gunungapi Merapi. 3. Siaga. Peningkatan aktivitas Gunungapi Merapi terlihat semakin jelas, baik secara instrumental maupun visual, sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan bahwa aktivitas dapat diikuti oleh letusan. Dalam kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih intensif. Sasarannya adalah penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK PB dan LSM serta para relawan. Disamping itu masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sudah siap jika diungsikan sewaktu-waktu. 4. Awas. Analisis dan evaluasi data, secara instrumental dan atau visual cenderung menunjukkan bahwa kegiatan Merapi menuju pada atau sedang memasuki fase letusan utama. Pada kondisi Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau diperkirakan akan terlanda awan panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah ancaman bahaya primer awan panas. Dengan keempat status tersebut, maka pemerintah maupun masyarakat dapat menentukan tindakan yang harus dilakukan, antara lain: 1. Jika Gunungapi Merapi Meletus Jika kamu tinggal di daerah rawan letusan Gunungapi Merapi dan kemudian dinyatakan akan meletus maka lakukanlah langkah-langkah berikut:  Ikuti jika ada himbauan mengungsi, jangan berdiam di tempat yang berbahaya. Ikuti jalur evakuasi yang sudah ditentukan, jangan melewati lembah yang dilalui aliran sungai.  Sebelum mengungsi, tutuplah pintu dan jendela, matikan alat-alat listrik dan bawalah perbekalan makan yang ada di rumah.  Jika terjebak di luar lindungi dirimu dari benda- benda yang disemburkan oleh letusan Gunungapi Merapi, carilah tempat berlindung. Waspadai juga aliran lahar jika kamu berada di daerah aliran sungai.  Lindungi juga dirimu dari hujan abu, kenakan baju dan celana panjang, kacamata, masker atau penutup wajah dan topi.  Jika tidak ada masker, gunakan sapu tangan yang dibasahi. Sapu tangan yang basah bisa menahan debu masuk ke pernafasan kita.
  • 26. 2. Setelah Gunungapi Merapi Meletus  Jika kita mengungsi, kembalilah ke rumah ketika keadaan dinyatakan benar-benar aman.  Bersihkan atap dari timbunan abu, karena timbunan abu bisa menyebabkan atap runtuh.  Tetap lindungi tubuhmu dari abu, terutama mulut dan hidung, abu Gunungapi Merapi bisa menimbulkan iritasi dan mengganggu pernafasan.  Tolonglah tetangga dan orang-orang di sekitarmu, terutama anak-anak, orang cacat dan orang yang lanjut usia. 3. Tindakan yang dilakukan saat banjir lahar (bahaya sekunder)  Bila terdengar suara gemuruh segera jauhi sungai. Jangan menunggu karena banjir dapat sampai sewaktu-waktu dengan kecepatan tinggi.  Jangan menyeberangi jembatan atau jalan yang dekat dengan sungai.  Nyawa lebih penting dari pada harta benda jadi selamatkan diri terlebih dahulu. B. GEMPA BUMI Bencana gempa bumi dapat diprediksi namun tidak dapat diketahui pasti kapan akan terjadi. Dengan demikian maka perlu bagi kita untuk mengetahui apa saja tindakan yang bisa dilakukan untuk perlindungan/menyelamatkan diri ketika terjadi gempa. 1. Jika sedang berada di dalam bangunan:  Segera cari tempat perlindungan, misalnya di bawah meja yang kuat. Gunakan bangku, meja, atau perlengkapan rumah tangga yang kuat sebagai perlindungan.  Tetap di sana dan bersiap untuk pindah. Tunggu sampai goncangan berhenti dan aman untuk bergerak.  Hindari atau menjauhlah dari jendela dan bagian rumah yang terbuat dari kaca, perapian, kompor, atau peralatan rumah tangga yang mungkin akan jatuh. Tetap di dalam untuk menghindari terkena pecahan kaca atau bagian-bagian bangunan  Jika malam hari dan sedang berada di tempat tidur, jangan berlari keluar. Cari tempat yang aman seperti di bawah tempat tidur atau meja yang kuat dan tunggu gempa berhenti.  Jika gempa sudah berhenti, periksa anggota keluarga dan carilah tempat yang aman. Ada baiknya kita mempunyai lampu senter di dekat tempat tidur. Saat gempa malam hari, alat ini sangat berguna untuk menerangi jalan mencari tempat aman, terutama bila listrik menjadi padam akibat gempa.  Sebaiknya tidak menggunakan lilin dan lampu gas karena dapat menyebabkan kebakaran. 2. Jika Anda berada di tengah keramaian:  Segera cari perlindungan. Tetap tenang dan mintalah yang lain untuk tenang juga.  Jika sudah aman, pindahlah ke tempat yang terbuka  Jauhi pepohonan besar atau bangunan, dan jaringan listrik. Tetap waspada akan kemungkinan gempa susulan. 3. Jika sedang mengemudikan kendaraan:  Berhentilah jika aman. Menjauhlah dari jembatan, jembatan layang, atau terowongan.  Pindahkan mobil jauh dari lalu lintas.  Jangan berhenti dekat pohon tinggi, lampu lalu lintas, atau tiang listrik. 4. Jika berada di pegunungan:  Jauhi lereng atau jurang yang rapuh, waspadalah dengan batu atau tanah longsor yang runtuh akibat gempa. 5. Jika berada di pantai:  Segeralah berpindah ke daerah yang agak tinggi atau beberapa ratus meter dari pantai. Gempa bumi dapat menyebabkan gelombang tsunami selang beberapa menit atau jam setelah gempa dan menyebabkan kerusakan yang hebat.
  • 27. C. BANJIR Upaya PRB yang dapat dilakukan dengan kegiatan antara lain berupa: 1. Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami. 2. Reboisasi atau penanaman pohon dan pembangunan sistem peresapan serta pembangunan bendungan/waduk. 3. Pengerukan dasar sungai, pembuatan saluran pembelokan aliran sungai baik secara terbuka maupun tertutup seperti terowongan dapat membantu mengurangi terjadinya banjir. 1. Persiapan Dalam Pencegahan Kemungkinan Banjir Untuk menghindari risiko banjir, sebaiknya tempatkan bangunan di daerah yang aman seperti di dataran yang tinggi dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan. a. Untuk daerah-daerah yang berisiko banjir sebaiknya:  Mengerti akan ancaman banjir, termasuk banjir yang pernah terjadi dan mengetahui letak daerah, apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir.  Melakukan persiapan untuk mengungsi dan latihan pengungsian.  Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenang air dan yang masih bisa dilewati. Setiap orang harus mengetahui tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir.  Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah agar tidak dilalui orang pada saat banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan.  Mengatur aliran air ke luar daerah pada daerah pemukiman yang berisiko banjir.  Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor tetap bekerja pada saat terjadi banjir.  Memasang tanda ketinggian air pada saluran air, kanal, kali atau sungai, yang dapat menjadi petunjuk bila akan terjadi banjir, atau petunjuk dalam genangan air. b. Tindakan di rumah-rumah  Simpan surat-surat penting di dalam tempat yang kedap air.  Naikkan panel-panel dan alat-alat listrik ke tempat yang lebih tinggi, sekurang-kurangnya 30cm di atas garis ketinggian banjir maksimum.  Pada saat banjir, tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah. c. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko banjir  Buat sumur resapan bila memungkinkan.  Tanam lebih banyak pohon besar.  Membentuk kelompok masyarakat pengendali banjir.  Membangun/menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi banjir.  Membangun sistem peringatan dini banjir.  Menjaga kebersihan saluran air dan limbah.  Memindahkan tempat hunian ke daerah bebas banjir. Peta Banjir Lahar Gunungapi Merapi
  • 28.  Mendukung upaya pembuatan kanal/saluran dan bangunan pengendali banjir dan lokasi evakuasi.  Bekerjasama dengan masyarakat di luar daerah banjir untuk menjaga daerah resapan air. 2. Tindakan Saat Terjadi Banjir a. Segera menyelamatkan diri ke tempat yang aman. b. Jika memungkinkan ajaklah anggota keluarga/kerabat atau orang di sekitar anda untuk menyelamatkan diri. c. Selamatkan barang-barang berharga sehingga tidak rusak atau hilang terbawa banjir. d. Pantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar untuk tindakan selanjutnya. 3. Tindakan Setelah Terjadi Banjir a. Mencegah tersebarnya penyakit di daerah banjir.  Di saat dan sesudah terjadinya banjir, penting untuk memperhatikan kebersihan air yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama air untuk minum dan memasak.  Gunakan air bersih untuk mencuci piring, mencuci pakaian, dsb.  Jangan menggunakan air yang telah tercemar.  Rebus air sebelum digunakan karena ini bisa membunuh bakteri dan parasit. Rebus dan biarkan air mendidih sekurang-kurangnya selama 7 menit. Hanya minum air yang sudah direbus, bukan air mentah.  Gosok gigi dan buat es dari air bersih yang sudah direbus.  Air juga bisa diolah dengan chlorine atau yodium. Caranya yaitu dengan mencampur 6 tetes chlorine (pemutih pakaian) tanpa pewangi (5.25% sodium hypochlorite) dalam 4 liter air. Campur dengan baik dan biarkan selama 30 menit. Akan lebih baik kalau bisa didiamkan di bawah sinar matahari. Cara ini cukup baik untuk mengolah air tapi tidak bisa membunuh semua kuman atau parasit. b. Hal-hal penting tentang sanitasi dan kebersihan  Air banjir bisa jadi mengandung kotoran dari limbah air kotor dan limbah industri. Bermain atau berenang di air banjir dapat menyebabkan gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya.  Mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar air banjir bisa berisiko bagi kesehatan masyarakat.  Pada saat bencana, sangat penting untuk menerapkan langkah-langkah dasar kebersihan. Ingatlah untuk selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih:  Sebelum memasak atau makan  Setelah buang air  Setelah melakukan pembersihan  Setelah menangani apa saja yang telah tercemar air banjir c. Pembersihan di rumah setelah banjir  Setelah menentukan suatu daerah aman dari banjir, semua permukaan harus dibersihkan dan diberi obat pembasmi kuman untuk mencegah tumbuhnya jamur dan lumut. Jika memungkinkan, pakai sepatu karet dan sarung tangan selama melakukan proses pembersihan ini.  Dinding, lantai dan permukaan lain harus dibersihkan dengan air sabun dan diberi obat pembasmi kuman dengan campuran 1 cangkir cairan pemutih untuk 20 liter air.  Perhatian khusus diberikan pada tempat-tempat bermain anak-anak dan tempat-tempat makanan seperti dapur, meja makan, lemari makanan, kulkas, dll.  Untuk barang-barang yang sulit dibersihkan seperti kasur, kursi-kursi dengan jok, dll, keringkan di luar rumah di bawah panas matahari dan kemudian diberi obat pembasmi kuman. Barang-barang yang tidak bisa dibersihkan sebaiknya dibuang saja.  Perlu diingat bahwa bibit-bibit penyakit seperti bakteri dan jamur masih bisa tumbuh dan berkembang lama setelah tindakan pembersihan ini selesai. Oleh sebab itu disarankan pada masyarakat yang daerahnya telah dilanda banjir untuk mengadakan tindakan pembersihan ini berulang-ulang. d. Beberapa tindakan untuk menjaga kebersihan  Buatlah pagar di sekeliling tempat air bersih supaya binatang tidak masuk.  Bakarlah sampah yang dapat dibakar. Sampah yang tidak dapat dibakar sebaiknya ditanam dalam lubang khusus. Minimal jarak lubang sampah dari pemukiman 20 meter dan 500 meter dari sumber air bersih.  Buanglah barang-barang yang sudah kotor terkena air banjir.  Jangan buang air besar maupun air kecil di dekat tempat air bersih ataupun rumah pemukiman.  Selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih:  Sebelum memasak atau makan  Setelah buang air  Setelah melakukan pembersihan
  • 29.  Setelah memegang apa saja yang telah tercemar air banjir D. TANAH LONGSOR 1. Pengurangan Risiko Bencana Tanah Longsor  Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya.  Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase baik air permukaan maupun air tanah (fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghindarkan air meresap ke dalam lereng atau menguras air dalam ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).  Lakukan penanaman pohon. Pilihlah pohon yang akarnya dalam sehingga dapat mengikat tanah pada lereng-lereng yang terjal.  Sebaiknya pilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman tersebut harus dipangkas ranting‐rantingnya/cabang-cabangnya secara teratur atau dipanen.  Khusus untuk longsor berupa runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan baik berupa bangunan konstruksi, tanaman maupun parit.  Pengenalan daerah yang rawan longsor.  Identifikasi daerah-daerah yang tanahnya aktif bergerak. Ini dapat dikenali dengan adanya rekahan-rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).  Sebaiknya jangan membangun di daerah yang rawan longsor.  Jika hendak mendirikan bangunan, pastikan bahwa fondasinya kuat.  Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan.  Melakukan deteksi dini.  Membuat Peta Ancaman. 2. Tindakan Kesiapsiagaan  Tidak menebang atau merusak hutan.  Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba, bambu, akar wangi, lamtoro, dan lain sebagainya pada lereng-lereng yang gundul.  Membuat saluran air hujan.  Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang curam dan terjal.  Memeriksa keadaan tanah secara berkala, apakah ada retakan.  Mengukur tingkat derasnya hujan. E. ANGIN PUTING BELIUNG
  • 30. 1. Tanda-tanda akan terjadi angin puting beliung dapat dikenali. Biasanya didahului dengan fenomena alam sebagai berikut: a. Sehari sebelumnya udara pada malam dan pagi terasa panas, sumuk, pengap. b. Sekitar jam 10 pagi terlihat awan cumulus (awan berlapis-lapis), diantara awan tersebut ada satu jenis awan yang memiliki batas tepi sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol. c. Selanjutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi hitam gelap. d. Jika ranting pohon bergoyang, maka hujan dan angin kencang akan datang. e. Terasa ada sentuhan udara dingin di sekitar tempat kita berdiri. f. Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan yang tiba-tiba deras, apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari lingkungan kita berdiri. g. Terdengar sambaran petir yang cukup keras, yang merupakan pertanda hujan lebat dan angin kencang akan terjadi. h. Pada musim penghujan, jika 1 hingga 3 hari berturut-turut tidak ada hujan, kemungkinan hujan deras yang pertama kali turun akan diikuti oleh angin kencang baik yang termasuk dalam kategori puting beliung atau angin kencang yang memiliki kecepatan lebih rendah. 2. Menghadapi Angin Puting Beliung a. Sebelum datangnya angin  Dengar dan simaklah siaran radio atau televisi menyangkut prakiraan terkini cuaca setempat.  Waspadalah terhadap perubahan cuaca.  Waspadalah terhadap angin topan yang mendekat.  Waspadalah terhadap tanda tanda bahaya sebagai berikut:  Langit gelap, sering berwarna kehijauan.  Hujan es dengan butiran besar.  Awan rendah, hitam, besar, seringkali bergerak berputar.  Suara keras seperti bunyi kereta api cepat.  Bersiaplah untuk ke tempat perlindungan (bunker) bila ada angin topan mendekat. b. Pada saat datangnya angin  Bila dalam keadaan bahaya segeralah ke tempat perlindungan (bunker).  Jika anda berada di dalam bangunan seperti rumah, gedung perkantoran, sekolah, rumah sakit, pabrik, pusat perbelanjaan, gedung pencakar langit, maka yang anda harus lakukan adalah segera menuju ke ruangan yang telah dipersiapkan untuk menghadapi keadaan tersebut seperti sebuah ruangan yang dianggap paling aman, basement, ruangan anti badai, atau di tingkat lantai yang paling bawah.  Bila tidak terdapat basement, segeralah ke tengah tengah ruangan pada lantai terbawah, jauhilah sudut sudut ruangan, jendela, pintu, dan dinding terluar bangunan. Semakin banyak sekat dinding antara diri anda dengan dinding terluar gedung semakin aman. Berlindunglah di bawah meja gunakan lengan anda untuk melindungi kepala dan leher anda. Jangan pernah membuka jendela.  Jika anda berada di dalam kendaraan bermobil, segeralah hentikan dan tinggalkan, kendaraan anda serta carilah tempat perlindungan yang terdekat seperti yang telah disebutkan di atas.  Jika anda berada di luar ruangan dan jauh dari tempat perlindungan, maka yang anda harus lakukan adalah sebagai berikut:  Tiaraplah pada tempat yang serendah mungkin, saluran air terdekat atau sejenisnya sambil tetap melindungi kepala dan leher dengan menggunakan lengan anda  Jangan berlindung di bawah jembatan, jalan layang, atau sejenisnya. Anda akan lebih aman tiarap pada tempat yang datar dan rendah  Jangan pernah melarikan diri dari angin puting beliung dengan menggunakan kendaraan bermobil bila di daerah yang berpenduduk padat atau yang bangunannya banyak. Segera tinggalkan kendaraan anda untuk mencari tempat perlindungan terdekat.  Hati-hati terhadap benda-benda yang diterbangkan angin puting beliung. Hal ini dapat menyebabkan kematian dan cedera serius 3. Pengurangan Risiko Bencana Angin Puting Beliung Tindakan-tindakan yang bisa dilakukan dalam upaya pengurangan risiko bencana angin puting beliung antara lain adalah sebagai berikut: a. Struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin. b. Perlunya penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin badai. c. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerahyang terlindung dari serangan angin badai. d. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin.
  • 31. e. Pembangunan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan angin badai. f. Pembangunan rumah yang tahan angin. g. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat membahayakan diri atau orang lain disekitarnya. F. KEKERINGAN 1. Pra bencana a. Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif. b. Memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air bersih. c. Menanam pohon dan perdu sebanyak-banyaknya pada setiap jengkal lahan yang ada di lingkungan tinggal kita. d. Membuat waduk (embung) disesuaikan dengan keadaan lingkungan. e. Memperbanyak resapan air dengan tidak menutup semua permukaan dengan plester semen atau ubin keramik. f. Kampanye hemat air, gerakan hemat air, perlindungan sumber air g. Perlindungan sumber-sumber air pengembangannya. h. Panen air dan konservasi air Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan contoh tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi air. Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim kemarau. Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan. a. Rorak Rorak adalah lubang kecil berukuran panjang/lebar 30-50 cm dengan kedalaman 30-80 cm, yang digunakan untuk menampung sebagian air aliran permukaan. Air yang masuk ke dalam rorak akan tergenang untuk sementara dan secara perlahan akan meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian pori tanah oleh air akan lebih tinggi dan aliran permukaan dapat dikurangi. Rorak cocok untuk daerah dengan tanah berkadar liat tinggi, di mana daya serap atau infiltrasinya rendah, dan curah hujan tinggi pada waktu yang pendek. b. Saluran buntu Saluran buntu adalah bentuk lain dari rorak dengan panjang beberapa meter (sehingga disebut sebagai saluran buntu). Perlu diingat bahwa dalam pembuatan rorak atau saluran buntu, air tidak boleh tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai penyakit pada akar. c. Lubang penampungan air (catch pit) Bibit yang baru dipindahkan dari polybag ke kebun, seharusnya dihindarkan dari kekurangan air. Sistem 'catch pit' merupakan lubang kecil untuk menampung air, sehingga kelembaban tanah di dalam lubang dan di sekitar akar tanaman tetap tinggi. Lubang harus dijaga agar tidak tergenang air selama berhari-hari karena akan menyebabkan kematian tanaman. d. Embung
  • 32. Embung adalah kolam buatan sebagai penampung air hujan dan aliran permukaan. Embung sebaiknya dibuat pada suatu cekungan di dalam daerah aliran sungai (DAS) mikro. Selama musim hujan, embung akan terisi oleh air aliran permukaan dan rembesan air di dalam lapisan tanah yang berasal dari tampungan mikro di bagian atas/hulunya. Air yang tertampung dapat digunakan untuk menyiram tanaman, keperluan rumah tangga, dan minuman ternak selama musim kemarau. Kapasitas embung berkisar antara 20.000 m 3 (100 m x 100 m x 2 m) hingga 60.000 m 3 . Embung berukuran besar biasanya dibuat dengan menggunakan bulldozer melalui proyek pembangunan desa. Embung berukuran lebih kecil, misalnya 200 sampai 500 m 3 juga sering ditemukan, namun hanya akan mampu menyediakan air untuk areal yang sangat terbatas. Embung kecil dapat dibuat secara swadaya masyarakat. Embung cocok dibuat pada tanah yang cukup tinggi kadar liatnya supaya peresapan air tidak terlalu besar. Pada tanah yang peresapan airnya tinggi, seperti tanah berpasir, air akan banyak hilang kecuali bila dinding dan dasar embung dilapisi plastik atau aspal. Cara ini akan memerlukan biaya tinggi. e. Bendungan Kecil (cek dam) Cek dam adalah bendungan pada sungai kecil yang hanya dialiri air selama musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan. Aliran air dan sedimen dari sungai kecil tersebut terkumpul di dalam cekdam, sehingga pada musim hujan permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan masih ada genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan berbagai keperluan lainnya. f. Panen air hujan dari atap rumah Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau tangki untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci, mandi, dan menyiram tanaman. Untuk minum, sebaiknya menggunakan air dari mata air karena air hujan mengandung debu yang cukup tinggi. Antisipasi penanggulangan kekeringan dapat dilakukan melalui dua tahapan strategi yaitu perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. a. Perencanaan jangka pendek (satu tahun musim kering): 1) Penetapan prioritas pemanfaatan air sesuai dengan prakiraan kekeringan. 2) Penyesuaian rencana tata tanam sesuai dengan prakiraan kekeringan. 3) Pengaturan operasi dan pemanfaatan air waduk untuk wilayah sungai yang mempunyai waduk. 4) Perbaikan sarana dan prasarana pengairan. 5) Penyuluhan/sosialisasi kemungkinan terjadinya kekeringan dan dampaknya. 6) Penyiapan cadangan pangan. 7) Penyiapan lapangan kerja sementara (padat karya) untuk meringankan dampak. 8) Persiapan tindak darurat. 9) Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air. 10) Penyediaan air minum dengan mobil tangki. 11) Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan. 12) Penyediaan pompa air. b. Sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi antara lain: 1) Pelaksanaan reboisasi atau konservasi untuk meningkatkan retensi dan tangkapan di hulu. 2) Pembangunan prasarana pengairan (waduk, situ, embung). 3) Pengelolaan retensi alamiah (tempat penampungan air sementara) di wilayah sungai. 4) Penggunaan air secara hemat. 5) Penciptaan alat sanitasi hemat air. 6) Pembangunan prasarana daur ulang air. 7) Penertiban pengguna air tanpa ijin dan yang tidak taat aturan. 2. Saat Terjadi Bencana Sasaran penanggulangan kekeringan ditujukan kepada ketersediaan air dan dampak yang ditimbulkan akibat kekeringan. Untuk penanggulangan kekurangan air dapat dilakukan melalui: a. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh air. b. Penyediaan air minum dengan mobil tangki. c. Penyemaian hujan buatan di daerah tangkapan hujan. d. Penyediaan pompa air. e. Pengaturan pemberian air bagi pertanian secara darurat (seperti gilir giring). 3. Pasca Bencana Kegiatan pemulihan mencakup kegiatan jangka pendek maupun jangka panjang akibat bencana kekeringan antara lain: a. Bantuan sarana produksi pertanian. b. Bantuan modal kerja. c. Bantuan pangan dan pelayanan medis. d. Pembangunan prasarana pengairan, seperti waduk, bendung karet, saluran pembawa, dll.
  • 33. e. Pelaksanaan konservasi air dan sumber air di daerah tangkapan hujan. f. Penggunaan air secara hemat dan berefisiensi tinggi. g. Penciptaan alat-alat sanitasi yang hemat air. h. Penertiban penggunaan air. G. TSUNAMI 1. Kesiapsiagaan menghadapi tsunami a. Kenali tanda-tandanya akan terjadinya tsunami.  Surutnya air laut di pantai secara tiba-tiba yang didahului dengan adanya gempa berkekuatan besar.  Tercium angin berbau garam/air laut yang keras.  Terdengar suara gemuruh yang keras. b. Saat mengetahui tanda-tanda tersebut, sampaikan pada semua orang. Segera mengungsi karena tsunami bisa terjadi dengan cepat dan waktu untuk mengungsi sangat terbatas. Pergilah ke daerah yang lebih tinggi dan sejauh mungkin dari pantai. c. Bila telah ada tempat evakuasi, ikuti petunjuk jalur evakuasi. Ikuti perkembangan terjadinya bencana melalui media atau sumber yang bisa dipercaya. 2. Tindakan saat terjadi tsunami a. Jika berada di pantai atau dekat laut, dan merasakan bumi bergetar, langsung lari ke tempat yang tinggi dan jauh dari pantai. Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah, atau memanjat pohon. Tidak perlu menunggu peringatan tsunami. b. Selamatkan diri, jangan hiraukan barang-barangmu. c. Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan sebagai rakit. 3. Tindakan setelah terjadi tsunami a. Tetap berada di tempat yang aman. b. Jauhi daerah yang mengalami kerusakan kecuali sudah dinyatakan benar-benar aman. c. Berikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Utamakan anak-anak, wanita hamil, orang jompo, dan orang cacat. 4. Mengurangi dampak dari tsunami a. Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai lebih dari 10 meter dari permukaan laut. Berdasarkan penelitian daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut. b. Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya. c. Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat. d. Buat bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas. e. Usahakan agar bagian dinding yang lebar tidak sejajar dengan garis pantai. 5. Gejala dan peringatan dini a. Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang sangat kuat. b. Kejadian mendadak dan pada umumnya di Indonesia didahului dengan gempa bumi besar dan susut laut. c. Terdapat selang waktu antara waktu terjadinya gempa bumi sebagai sumber tsunami dan waktu tiba tsunami di pantai mengingat kecepatan gelombang gempa jauh lebih besar dibandingkan kecepatan tsunami. d. Metode pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan teknologi tinggi. e. Di Indonesia pada umumnya tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah terjadinya gempa bumi besar di bawah laut. 6. Penyelamatan diri saat terjadi tsunami
  • 34. Terjadinya tsunami tidak bisa diramalkan dengan tepat kapan terjadinya, akan tetapi kita bisa menerima peringatan akan terjadinya tsunami sehingga kita masih ada waktu untuk menyelamatkan diri. Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan. Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambil memberitahukan teman-teman yang lain. Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban. 7. Strategi mitigasi dan upaya pengurangan bencana a. Peningkatan kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami. b. Pendidikan kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai tentang bahaya tsunami. c. Pembangunan Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami). d. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko. e. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air tsunami. f. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman yang cukup tinggi dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami. g. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di pinggir pantai tentang pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami. h. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami. i. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami. j. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami. k. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami. l. Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio, SATLAK PB maupun institusi terkait m. Melengkapi diri dengan alat komunikasi. Peta Bahaya Tsunami Kabupaten Bantul
  • 35. H. EPIDEMI, WABAH PENYAKIT DAN KEJADIAN LUAR BIASA 1. Pengurangan risiko bencana wabah penyakit a. Menyiapkan masyarakat termasuk aparat pemerintah untuk memahami risiko bila wabah terjadi serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi. Salah satunya adalah melakukan kegiatan sosialisasi yang terus-menerus. b. Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya pencegahan, respon cepat serta penanggulangan bila wabah terjadi. c. Menyiapkan sarana dan prasarana untuk upaya penanggulangan seperti sumberdaya manusia yang profesional (petugas kesehatan, tenaga medis), sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional. d. Pengendalian faktor risiko. e. Deteksi secara dini. f. Merespon dengan cepat. 2. Kesiapsiagaan terhadap Ancaman Wabah Penyakit Segera periksakan diri ke pusat kesehatan seperti puskesmas atau klinik kesehatan terdekat. Penularan penyakit umumnya terjadi secara cepat dan tidak disadari. Namun bukan berarti tidak bisa dicegah sejak dini. Pencegahan penyebaran dan penularan penyakit sesungguhnya dapat dimulai dari hal yang mudah namun paling sering diabaikan, yaitu perilaku menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggal. Misalnya membiasakan diri untuk mencuci tangan dengan sabun, pembersihan rumah dan lingkungan secara berkala dari benda-benda yang sekiranya dapat menjadi media perkembangbiakan bibit penyakit.