SlideShare a Scribd company logo
1 of 56
Download to read offline
1
NASKAH
BERSAHABAT DENGAN BENCANA
Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana
untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah
Kejuruan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
© 2011
2
NASKAH
Judul:
BERSAHABAT DENGAN BENCANA
Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tim Penyusun:
 Hasan Bachtiar (Koordinator)
 Sunaring Kurniandaru
 Yugyasmono
 Ruhui Eka Setiawan
 Yanet Paulina
 Pudji Santoso
Tim Penyunting:
 Akhmad Agus Fajari
 Irfan Afifi
 Yahya Dwipa Nusantara
Tim Pakar:
 Ninil R. Miftahul Jannah, S.Ked.
 Drs. Awang Trisnamurti
 Trias Aditya, Ph.D.
 Prof. Sutomo Wuryadi, Ph.D.
 Ir. Heri Siswanto
Penerbit:
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Alamat : Jl. Cendana 9, Yogyakarta 55166 – INDONESIA
Telefon : (0274) 541322, 583628
Faksimili : (0274) 513132
E-mail : dikporadiy@yahoo.com
Website : www.pendidikan-diy.go.id
© 2011
Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
gerakan/upaya bersama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini,
salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan,
Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS)
menjadi penting.
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin
mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan
kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikan
Penyusunan Bahan Ajar Bermuatan Kebencanaan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
dalam seri Bersahabat dengan Bencana
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, dan SLB). Upaya ini juga
Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang
Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah.
kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS)
Yogyakarta.
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar buku
sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan
bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga Kep
Yogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/cita
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “
Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan ta
Hayuning Bhawono”.
Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini,
sampaikan terima kasih sedalam
Yogyakarta, Desember 2011
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Drs. R. Kadarmanta Baskara Aji
NIP: 19630225 19
3
PRAKATA
Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas
Yogyakarta, sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam
rsama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini,
salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan, meningkatkan kompetensi Pendidik dan
Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS)
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin
mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan
kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikan. Untuk itu, melal
Penyusunan Bahan Ajar Bermuatan Kebencanaan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku-buku bahan ajar bermuatan kebencanaan
Bersahabat dengan Bencana untuk masing-masing jenjang satu
SMK, dan SLB). Upaya ini juga dilaksanakan guna
Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang
Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Tujuannya ialah
kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) di Provinsi Daerah Istimewa
Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar buku-buku Bahan Ajar ini dapat digunakan
sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan
bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/cita-cita Penanggulangan Bencana
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “Terwujudnya masyarakat Daerah
Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan tangguh terhadap bencana menuju
Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu
terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini, terutama Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya
dalam-dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita.
Yogyakarta, Desember 2011
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Drs. R. Kadarmanta Baskara Aji
NIP: 19630225 199003 1 010
Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas
sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam
rsama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini,
meningkatkan kompetensi Pendidik dan
Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS)
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin
mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan
Untuk itu, melalui Kegiatan
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
buku bahan ajar bermuatan kebencanaan
masing jenjang satuan pendidikan (TK,
dilaksanakan guna menindaklanjuti
Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang
ialah untuk meningkatkan
kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang
di Provinsi Daerah Istimewa
Bahan Ajar ini dapat digunakan
sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang
Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan
endidikan di Provinsi Daerah Istimewa
cita Penanggulangan Bencana
Terwujudnya masyarakat Daerah
bencana menuju Hamemayu
Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu
Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya
dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
4
PENGANTAR
Sekolah adalah komunitas belajar dengan organisasi siswa sebagai partisipan belajar,
tenaga kependidikan guru dan non-kependidikan termasuk juga Komite Sekolah yang di dalamnya
merupakan wahana partisipasi masyarakat di dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah
(MPBS). Sekolah memiliki tanggung jawab dan peran strategis untuk menjamin keselamatan
warga sekolah dalam menghadapi ancaman/bencana. Selain mengancam komunitas, dampak
lanjutan bencana memiliki akibat terhadap hak anak-anak. Yakni, terganggunya hak anak dalam
mendapatkan pelayanan pendidikan.
Salah satu langkah strategis untuk mewujudkan hal tersebut Dinas Pendidikan, Pemuda
dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merancang dan menyusun bahan ajar berupa
buku pengayaan materi kebencanaan untuk siswa Sekolah Menengah/Kejuruan/Aliyah guna
memenuhi kebutuhan pengetahuan siswa terhadap prakarsa Pengurangan Risiko Bencana di
wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya adalah terintegrasinya pengetahuan
maupun pengalaman mengenai kebencanaan dari seluruh komponen Sekolah, terutama siswa,
dalam usaha mengurangi risiko bencana di lingkungan sekolah maupun rumah tinggalnya masing-
masing.
Buku ini merupakan langkah awal dalam menghadirkan bahan ajar yang komprehensif
mengenai kebencanaan bagi seluruh komponen Sekolah. Semoga bahan ajar ini dapat memberi
manfaat bagi pembacanya sehingga kita selalu siap membangun kembali kehidupan kita tatkala
bencana datang. Kita akan belajar dan berfikir bagaimana cara yang terbaik agar mampu
mencegah jatuhnya korban jiwa serta mengurangi kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh
Bencana. Akhir kata, selamat membaca dan selamat berkarya.
Salam,
Tim Penyusun
5
DAFTAR ISI
PRAKATA
PENGANTAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. MENGAPA YOGYAKARTA RAWAN BENCANA?
II. MENGENAL BENCANA
2.1 SISTEM NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
2.2 PENAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA
2.3 KOMPONEN PROGRAM / KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA
III. RISIKO BENCANA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
3.1 DESKRIPSI WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
IV. TATA NILAI BUDAYA YOGYAKARTA MENYIKAPI BENCANA
4.1 RAGAM UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA OLEH PARA PIHAK DI PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
V. PROFIL KEBENCANAAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
5.1 GEMPA BUMI
5.2 TSUNAMI
5.3 LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI
5.3.1 BANJIR LAHAR
5.4 BANJIR
5.5 TANAH LONGSOR
5.6 ANGIN PUTTING BELIUNG
5.7 KEKERINGAN
5.8 WABAH PENYAKIT
DAFTAR PUSTAKA
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Klasifikasi Bahaya/Ancaman
Tabel 2. Rumus Risiko Bencana
Tabel 3. Check List Evaluasi Kualitas Pembangunan Rumah Tahan Gempa
Tabel 4. Potensi Banjir di Provinsi DIY
Tabel 5. Sebaran Wilayah Rawan Angin Ribut/Puting Beliung
Tabel 6. Potensi Kekeringan di Provinsi DIY
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ring of fire
Gambar 2. Contoh Kegiatan dalam Pengurangan Risiko Bencana
Gambar 3. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Dalam Ruangan
Gambar 4. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Luar Ruangan
Gambar 5. Tindakan PPGD
Gambar 6. Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan Sekitarnya
Gambar 7. Jalur Gempa Bumi
Gambar 8. Peta Risiko Bencana Gempa Bumi
Gambar 9. Bangunan Rusak Akibat Gempa Yogyakarta
Gambar 10. Proses Terjadinya Tsunami
Gambar 11. Peta Risiko Bencana Tsunami
Gambar 12. Foto Aktivitas Erupsi Gunung Api Merapi dan Awan Panas.
Gambar 13. Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi
Gambar 14. Diagram Alir Data dan Informasi Status Aktivitas Gunung Api
Gambar 15. Diagram Alir Informasi dan Peringatan Dini di Merapi
Gambar 16. Perubahan Bentuk Kubah Lava Merapi
Gambar 17. Kubah Merapi
Gambar 18. Dampak Letusan Sekunder Merapi
Gambar 19. Peta Aliran Sungai Utama di Wilayah Gunung Api Merapi
Gambar 20. Peta Banjir Lahar Gunung Api Merapi Tahun 2011/2012
Gambar 21. Peta Risiko Banjir DIY
Gambar 22. Gambar Jenis Tanah Longsor
Gambar 22. ALIRAN (Pergerakan massa tanah/batuan/bahan rombakan dengan kondisi jenuh air)
Gambar 23. Peta Risiko Tanah Longsor
Gambar 24. Peta Risiko Puting Beliung DIY
MENGAPA YOGYAKARTA
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah di Indon
Gempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana
yang terjadi di Provinsi DI Yogyakarta. Selain itu,
ancaman bencana yang lain, baik disebabkan oleh fak
tersebut jika dilihat dalam lingkup wilayah Indonesia
pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat aktif bergerak
lempeng Eurasia, lempeng Pasifi
lempeng tersebut bisa saling bertumbukan, kadang
merasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat
keras dan getarannya terasa sampai di permukaan bumi.
Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan
patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palu
samudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunung
yang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tiba
lebih aktif bahkan meletus. Daerah pertemuan tiga lempeng tersebut (
Australian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api
Pasifik (Pacific Ring of Fire), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan
memiliki cakupan wilayah yang cukup lua
Kondisi di atas sangat mempengaruhi kondisi
menjadikannya salah satu daerah yang rawan akan bencana
memiliki gunung Merapi, Laut Selatan, kondisi sungai yang ber
patahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau
pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang
membuat Yogyakarta dihantui ancama
Banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD.
8
BAB I
YOGYAKARTA RAWAN BENCANA?
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah di Indonesia yang rawan bencana.
Gempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana
si DI Yogyakarta. Selain itu, provinsi ini menghadapi potensi
ncaman bencana yang lain, baik disebabkan oleh faktor alam maupun non
lingkup wilayah Indonesia, secara geografis Indonesia terletak pada
pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat aktif bergerak, ketiga lempeng tersebut adalah
lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Indo Australia. Dalam pergerakannya, lempeng
lempeng tersebut bisa saling bertumbukan, kadang-kadang cukup pelan hingga kita tidak
merasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat
rasa sampai di permukaan bumi.
Gambar 1. Ring of Fire
Sumber: http://id.wikipedia.org
Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan
patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palu
samudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunung
yang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tiba
lebih aktif bahkan meletus. Daerah pertemuan tiga lempeng tersebut (Eurasia, Pasifik dan Indo
Australian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api
), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan
memiliki cakupan wilayah yang cukup luas, yakni sepanjang 40.000 km.
Kondisi di atas sangat mempengaruhi kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta
salah satu daerah yang rawan akan bencana. Provinsi DIY, secara tipologis,
memiliki gunung Merapi, Laut Selatan, kondisi sungai yang berhulu di Merapi, juga terdapat
patahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau
pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang
membuat Yogyakarta dihantui ancaman bencana yang besar seperti Gempa Bumi, Gunung Api,
Banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD.
BENCANA?
esia yang rawan bencana.
Gempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana
provinsi ini menghadapi potensi beberapa
tor alam maupun non-alam. Faktor alam
, secara geografis Indonesia terletak pada
etiga lempeng tersebut adalah
k dan lempeng Indo Australia. Dalam pergerakannya, lempeng-
kadang cukup pelan hingga kita tidak
merasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat
Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan
patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palung
samudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunung-apian)
yang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tiba-tiba saja menjadi
Eurasia, Pasifik dan Indo-
Australian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api
), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan
Daerah Istimewa Yogyakarta yang
Provinsi DIY, secara tipologis,
hulu di Merapi, juga terdapat
patahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau
pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang
n bencana yang besar seperti Gempa Bumi, Gunung Api,
Banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD.
9
Faktor-faktor yang menyebabkan Yogyakarta memiliki kerawanan yang tinggi terhadap
bencana alam adalah:
1. Di sebelah utara berdiri Gunung api Merapi yang merupakan salah satu gunung teraktif di
dunia dengan siklus letusan 3-4 tahun, memiliki luas ± 582,81 km2 dan ketinggian 80-2.911 m.
2. Di sebelah barat terdapat pegunungan yaitu daerah pegunungan Kulon Progo yang susunan
materialnya merupakan material vulkanik tua dan lapuk, sehingga sangat mudah mengalami
longsor, memiliki luas ± 706,25 km2 dan ketinggian 0-572 m.
3. Di sebelah selatan, Yogyakarta dibatasi oleh laut (samudera Hindia) dan terbentang lahan
pesisir pantai yang landai mulai dari Parangtritis hingga Kecamatan Temon, Kulonprogo, dan
karena karakteristik inilah maka yogyakarta rawan tsunami, memiliki luas ± 1.656,25 km2
dan
ketinggian 150-750 m.
4. Di sebelah timur terdapat dua sistem pegunungan yang secara geologis mempunyai sifat dan
proses pembentukan yang berbeda, yaitu pegunungan Baturagung di sisi utara yang memiliki
karakteristik material vulkanik tua, seperti pegunungan di kulon progo. Di wilayah ini sering
terjadi bencana longsor dan gempa bumi karena juga terdapat patahan lempeng. Selain itu,
juga terdapat Pengunungan sewu/seribu di sisi selatan yang mempunyai material batu kapur,
yang punya karakteristik sulit menahan air, sehingga rawan kekeringan.
Terkait dengan potensi ancaman bencana alam, penanggulangan bencana memegang
peranan yang sangat penting, baik pada saat sebelum, ketika, dan sesudah terjadinya bencana.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bencana dapat dilihat sebagai
hubungan antara adanya ancaman bahaya di sekitarnya dengan kelemahan/ketidakmampuan
masyarakat dan rendahnya kemampuan/kekuatan untuk menangkalnya. Penanggulangan
bencana diarahkan pada bagaimana mengelola akibat dari bencana sehingga dampak bencana
dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali.
10
BAB II
MENGENAL BENCANA
Bencana bisa menyebabkan kematian, korban luka-luka, rusaknya bangunan dan
infrastruktur lainnya. Pada saat terjadi bencana, kekurangan pangan, air bersih, menyebarnya
wabah penyakit, dan terhentinya kegiatan ekonomi merupakan gambaran yang umum ketika
masyarakat didalamnya tidak memiliki bekal pengetahuan yang memadai mengenai bencana,
bahkan tidak jarang menimbulkan tekanan mental yang menyebabkan depresi. Bencana timbul
ketika manusia tidak dapat mengatasi ancaman.
Ancaman adalah fenomena alam yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan
manusia, sangat penting bagi kita mempunyai daya tahan dalam menghadapi ancaman, misalnya
dengan mengetahui tanda-tanda bencana, membangun waduk untuk mencegah banjir, mendirikan
tempat-tempat pengungsian, melakukan pencegahan penyakit, menyediakan alat-alat evakuasi
dan lain-lain. Banyak hal yang mempengaruhi kemampuan kita dalam mengatasi ancaman. Antara
lain; kondisi fisik, keadaan sosial budaya, kelembagaan sosial, kemampuan ekonomi,
pengetahuan, sikap atau perilaku. Bila ada gunung api meletus di sebuah pulau terpencil dan tidak
ada penghuninya, maka kejadian itu bukan merupakan sebuah bencana sebab letusan gunung api
di pulau yang tidak berpenghuni tidak menyebabkan kerugian ekonomi dan fisik. Contoh lain,
gempa bumi di Tokyo tidak menjadi sebuah bencana karena masyarakat di sana telah mengambil
langkah-langkah pencegahan jatuhnya korban.
Ancaman ada di mana-mana dan berbeda-beda bentuknya. Di Indonesia, kita hidup
dengan berbagai ancaman. Tetapi, dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurang
dampak dan risiko bencana, kita dapat mengurangi korban dan kerugian. Mari kita mengenal
bencana berdasarkan waktu kejadiannya:
1. Bencana yang terjadi secara tiba-tiba, misalnya gempa bumi, tsunami, angin topan/badai,
letusan gunung berapi dan tanah longsor. Beberapa bencana memberikan tanda-tanda
sehingga kita bisa mengantisipasinya namun beberapa kejadian tidak dapat kita antisipasi
bahkan oleh perangkat teknologi canggih sekalipun.
2. Bencana yang terjadi secara perlahan merupakan bencana yang dapat diprediksikan
sebelumnya. Bencana ini terjadi ketika keadaan normal meningkat menjadi situasi darurat dan
kemudian menjadi situasi bencana. Misalnya kekeringan, rawan pangan, kerusakan
lingkungan dan lain-lain.
Dalam Living with Risk (UNISDR, 2004) dipaparkan klasifikasi bahaya bencana menurut sifat,
contoh, dan kecepatan serangannya sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Bahaya/Ancaman
Bahaya-Bahaya Kecepatan
Serangan
Kategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak Lambat
Bahaya
Natural/
Alamiah
Hidro-
Meteorologis
Banjir Air, Banjir Lumpur, & Banjir Bandang  
Siklon Tropis, Angin Topan, Badai Angin &
Hujan, Badai Salju, Badai Pasir/Debu,
Kilat/Petir/Halilintar
 
Kekeringan, Desertifikasi, Kebakaran Hutan,
Suhu Udara Ekstrem

Permafros, Salju Longsor  
Geologis Gempa Bumi (Tektonis & Vulkanis) 
Tsunami 
Aktivitas & Emisi Vulkanis/Gunung Api 
Gerakan-Gerakan Massa, Tanah Longsor,
Batu Longsor, Pencairan Es (Likuifaksi),
Dasar Lautan Longsor

Permukaan Daratan Ambruk, Aktivitas
Penyimpangan Geologis
 
Biologis Penjangkitan Wabah Penyakit Menular
(Epidemi), Penularan Penyakit dari Hewan

11
Bahaya-Bahaya Kecepatan
Serangan
Kategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak Lambat
dan Tanaman
Serangan Virus Ganas 
Bahaya
Akibat
Ulah
Manusia
Teknologis/
Antropogenis
Pencemaran Industrial 
Kebocoran Reaktor Nuklir/Pelepasan Bahan
Radioaktif ke Alam Bebas
 
Kerusakan Dam/Waduk 
Kecelakaan Transportasi, Industri, atau
Teknologi (Kebakaran, Ledakan, dll.)
 
Environmental/
Degradasi
Lingkungan
Degradasi (Penurunan Mutu), Deforestasi
(Penggundulan Hutan), & Desertifikasi Tanah
(Penggurunan)

Kebakaran Hutan 
Kepunahan Keanekaragaman Hayati 
Pencemaran/Polusi Air, Tanah, & Udara 
Pemanasan Global/Perubahan Iklim 
Peningkatan Tinggi Permukaan Air Laut 
Pengikisan Ozon 
Sosial
(Ekonomis,
Kultural,
Politis, dll.)
Konflik Komunal, Antar-Suku, dll. 
Kerusuhan/Kekacauan Massal 
Perang (Bersenjata) 
Serangan Teroris  
Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menghitung secara matematis sebagai dasar bagi
perubahan paradigmatik dalam konsep/teori, kebijakan, dan praktik penanggulangan bencana:
Tabel 2. Rumus Risiko Bencana
DISASTER RISK (R) =
HAZARD (H) X VULNERABILITY (V)
CAPACITY (C)
RISIKO BENCANA =
ANCAMAN X KERENTANAN
KAPASITAS
Penjelasan Unsur-Unsur Pembentuk Bencana:
1. Risiko Bencana – Kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Resiko dapat berupa kematian,
luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat.
2. Bahaya/Ancaman – Situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi,
politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu
yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.
3. Kerentanan – Tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah,
menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan
dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh
beragam penyebab.
4. Kapasitas/Kemampuan – Penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki
masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah,
menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari
akibat bencana.
2.1 SISTEM NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
Sistem Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia yang disusun sejak disahkannya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah dilengkapi
dengan tiga Peraturan Pemerintah dan satu Peraturan Presiden. Tiga peraturan pemerintah
tersebut adalah peraturan mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP 21/2008),
Pendanaan dan Pengelolaan Ban
lembaga asing non-pemerintahan (PP 23/2008)
2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB).
beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk
penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD)
terutama untuk tingkat Provinsi.
BNPB resmi dibentuk pa
pemerintah non departemen dan berada di bawah serta bertanggung
Presiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan
menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak
cepat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala
(yang kedudukannya adalah setingkat mentri), unsur
serta unsur-unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan
Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi,
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat
BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan
tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya
adalah mengangkat isu ini ke tingkat pemerintahan
mekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan
risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala
bidang mengadopsi dan mengimplementasi pe
masing-masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian
lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan
Hidup.
2.2 PENAHAPAN PENANGGULANGAN BE
Penahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan
ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting
tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkan
dilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan
tindakan-tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban.
Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan sepanjang siklu
1. Tahap Pra-Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat
potensi bencana;
2. Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan,
3. Masa Pasca-Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana.
12
Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan (PP 22/2008), serta peran lembaga internasional dan
pemerintahan (PP 23/2008), sedangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun
2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB).
bupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk
penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD)
BNPB resmi dibentuk pada bulan Januari 2008. BNPB merupakan salah satu lembaga
erintah non departemen dan berada di bawah serta bertanggung-jawab langsung kepada
Presiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan
menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak
pat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala
(yang kedudukannya adalah setingkat mentri), unsur-unsur pengarah yang terdir
unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan
Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi,
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis.
BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan
tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya
adalah mengangkat isu ini ke tingkat pemerintahan tertinggi, menstimulir pengembangan
mekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan
risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala
bidang mengadopsi dan mengimplementasi pengurangan bencana sesuai tanggung jawab
masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian
lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan
AHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA
Penahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan
ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting
tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkan
dilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan
tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban.
Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan sepanjang siklus bencana, yaitu:
Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat
Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan,
Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana.
tuan (PP 22/2008), serta peran lembaga internasional dan
edangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun
2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). Pada tingkat daerah
bupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk
penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD)
merupakan salah satu lembaga
jawab langsung kepada
Presiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan
menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak
pat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala
unsur pengarah yang terdiri dari 19 anggota,
unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan
Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi,
Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis.
BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan
tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya
tertinggi, menstimulir pengembangan
mekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan
risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala
ngurangan bencana sesuai tanggung jawab
masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian
lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan
Penahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan
ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting
tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkan sudah terlambat
dilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan
tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban.
s bencana, yaitu:
Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat
13
2.3 KOMPONEN PROGRAM/KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA
Jenis-jenis program dan kegiatan penanggulangan bencana, sesuai dengan Undang-
Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana, meliputi:
1. Pencegahan dan Mitigasi, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat pra bencana
untuk menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh
bencana. Mitigasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
a. Tindakan pencegahan yang tergolong mitigasi pasif antara lain: (1) penyusunan
peraturan perundang-undangan, (2) pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan
masalah, (3) pembuatan pedoman/standar/prosedur, (4) pembuatan media informasi
publik yang dapat berupa brosur/leaflet/poster, (5) penelitian/pengkajian karakteristik
bencana, (6) pengkajian/analisis risiko bencana, (7) internalisasi penanggulangan
bencana di dalam muatan lokal pendidikan, (8) pembentukan satuan tugas bencana, (9)
penguatan unit-unit sosial di dalam masyarakat, dan (10) pengarusutamaan
penanggulangan bencana ke dalam pembangunan;
b. Sedangkan tindakan mitigasi aktif antara lain: (1) pembuatan dan penempatan tanda-
tanda peringatan atau larangan memasuki daerah rawan bencana, (2) pengawasan
pelaksanaan berbagai peraturan penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan
peraturan serupa berkaitan dengan pencegahan bencana, (3) pelatihan dasar
kebencanaan bagi aparat dan masyarakat, (4) pemindahan penduduk dari daerah yang
rawan bencana ke daerah yang lebih aman, (5) penyuluhan dan peningkatan
kewaspadaan masyarakat, (6) perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur
evakuasi, (7) pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi
pantai, bangunan tahan gempa, dan sejenisnya.
2. Kesiapsiagaan, yakni program yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan
gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat
bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, antara lain: (1) pengaktifan pos siaga bencana
dengan segenap unsur pendukung, (2) pelatihan siaga/simulasi/gladi teknis bagi setiap
sektor (SAR, sosial, kesehatan, prasarana, pekerjaan umum, dll.), (3) penyiapan dukungan
sumber daya/logistik, (4) penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan
terpadu guna mendukung tugas kebencanaan, (5) penyiapan peringatan dini (early warning),
(6) penyusunan rencana kontinjensi, (7) inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan,
(8) mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan).
3. Tanggap Darurat, Pemulihan, dan Rekonstruksi melekat dengan proses dan kegiatan di
masa terjadi bencana. Upaya pengurangan risiko bencana, bahkan, banyak telah
diintegrasikan pada fase rekonstruksi yakni tahap membangun kembali sarana dan
prasarana yang rusak akibat bencana, yang bila memungkinkan dilakukan dengan lebih
baik; meliputi: 1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana, 2) Pembangunan kembali
sarana sosial masyarakat, 3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat,
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan
tahan bencana, 5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat, 6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, 7)
Peningkatan fungsi pelayanan publik, dan 8) Peningkatan pelayanan utama dalam
masyarakat.
14
Gambar 2. Contoh Kegiatan dalam Pengurangan Risiko Bencana
Gambar 3. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Dalam Ruangan
(Sumber: Dokumentasi PRBBS Lingkar)
Tindakan Melindungi Diri (Drop, Cover, Hold)
1. Jatuhkan diri ke tanah. Guncangan gempa yang kuat bisa membuatmu kehilangan
keseimbangan dan terjatuh. Dengan posisi merunduk sehingga badanmu lebih dekat dengan
tanah, kamu mengurangi kemungkinan untuk jatuh. Selain itu, kamu masih bisa bergerak
dengan bebas bila perlu.
2. Berlindunglah di bawah meja atau perabot yang kuat. Bila tidak ada meja atau perabot
yang kuat, meringkuklah di dekat dinding dalam rumah. Lindungi kepalamu.
3. Jauhi lemari, rak buku atau benda-benda lain yang bisa menimpamu. Jangan berlindung
di dekat jendela kaca.
4. Berpegangan pada meja atau perabot tempat kamu berlindung, pertahankan posisimu
sehingga kamu tetap terlindung.
15
Gambar 4. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Luar Ruangan
(Sumber: Dokumentasi PRBBS Lingkar)
Gambar 5. Tindakan PPGD
(Sumber: Dokumentasi Lingkar)
Tas Siaga
Tas Siaga adalah tas yang berisi barang-barang yang dapat digunakan untuk bertahan hidup
dalam keadaan darurat. Tas Siaga umumnya disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Apa saja Isi Tas Siaga?
 Air minum – Siapkan air minum dalam botol yang bersih. Gantilah dengan yang baru setiap
tiga bulan sekali.
 Makanan – Siapkan makanan yang awet dan bisa dimakan tanpa harus di olah terlebih dahulu.
Pilih makanan yang bisa memberikan energi cukup tinggi, seperti cokelat, biskuit, dll.
 P3K – siapkan perlengkapan P3K beserta obat-obatan pribadi yang mungkin dibutuhkan.
Jangan lupa untuk mengecek tanggal kadaluwarsanya. Ganti obat-obatan yang kadaluwarsa
dengan yang baru.
 Senter – siapkan juga baterai cadangan, korek api dan lilin.
 Pakaian ganti dan selimut – siapkan satu set baju ganti beserta selimut.
 Informasi kontak keluarga
 Radio portabel
 Fotokopi surat-surat penting (kartu identitas, dll)
 Jas Hujan
Barang-barang lain selain daftar di atas bisa saja dimasukkan ke dalam Tas Siaga, tergantung
kondisi daerah masing-masing dan kondisi keluarga masing-masing. Misalnya:
- Masker (di daerah yang rawan bencana gunung berapi)
16
- Pelampung (di daerah yang rawan bencana banjir)
- Pakaian bayi + popok (bagi keluarga yang mempunyai bayi)
Periksa secara berkala isi tas dan gantilah bila ada barang yang rusak atau kedaluwarsa. Ingat,
isilah Tas Siaga dengan barang-barang yang dibutuhkan saja.
17
BAB III
RISIKO BENCANA
DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
3.1 DESKRIPSI WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 32 provinsi di wilayah
Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. DI Yogyakarta di bagian selatan dibatasi oleh
lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur, utara dan barat dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa
Tengah. Letak geografis DI Yogyakarta terletak antara 70
33’-80
15’ lintang Selatan dan 1100
5’-
1100
50’ Bujur Timur. Luas provinsi DI Yogyakarta 3.185,81 km2
atau 0,17% dari luas Indonesia.
Provinsi DI Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, 75 kecamatan, 438 kelurahan/desa dan
5122 dusun.
Tinjauan dari kondisi geofisik maka Provinsi DI Yogyakarta dan sekitarnya terletak pada
jalur tektonik dan vulkanik, pada sisi utara terdapat vulkanik Merapi yang sangat aktif, pada sisi
Selatan (Samudera Hindia) terdapat palung Jawa yang merupakan jalur subduksi lempeng Indo-
Australia-Eurasia. Pertemuan ketiga lempeng ini merupakan penyebab utama terjadinya gempa
tektonik di kawasan ini. Dari sisi geologi wilayah, maka wilayah DI Yogyakarta termasuk cukup
kompleks, karena secara struktur terdiri dari lipatan dan patahan. Lipatan terdiri dari antiklinal dan
sinklinal terdapat pada formasi Semilir dan Kepek di sisi Timur, sedang patahan berupa sesar
turun berpola anthitetic fault block membentuk Graben Bantul. Formasi geologi dominan di wilayah
DI Yogyakarta adalah endapan gunung merapi muda di bagian tengah (Graben Bantul) dan bagian
kecil berupa formasi Sentolo di bagian barat, formasi Aluvium, Andesit (Baturagung), Formasi
Semilir, Kepek dan Nglarangdi sisi timur.
Secara fisiografis/bentang lahan didominasi bentang lahan dataran jaju fluvio vulkanik
Merapi pada Graben Bantul, pada beberapa bagian wilayah menjadi bagian dari bentang lahan
pegunungan Baturagung, Perbukitan Sentolo, Dataran sungai Progo dan dataran pantai. Ditinjau
dari sisi kebencanaan, maka Provinsi DI Yogyakarta memiliki kondisi geografis, geologis,
hidrologis, klimatologis dan demografis yang rawan terhadap ancaman bencana. Sejumlah
bencana yang dialami oleh daerah ini telah menimbulkan korban jiwa, kerugian material yang
besar, menghancurkan hasil-hasil pembangunan dan membuat miskin ratusan ribu bahkan jutaan
orang dalam sekejap. Gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Mei 2006 lalu misalnya,
menimbulkan kerugian lebih dari 29 trilyun Rupiah, belum termasuk kerugian lainnya seperti
hilangnya peluang dan mata pencaharian.
Kesadaran akan potensi bencana serta dampak kerugian yang pernah ditimbulkan
memacu pemerintah DI Yogyakarta untuk menyusun berbagai kebijakan, strategi dan sistem
operasional penanggulangan bencana. Dari kondisi geografis, geologi dan geofisik wilayah DI
Yogyakarta, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa wilayah di dalam Provinsi DI Yogyakarta
merupakan daerah rawan bencana. Dari hasil identifikasi yang dilakukan maka terdapat beberapa
potensi bencana dan kejadian bencana yang ada di wilayah ini.
18
BAB IV
TATA NILAI BUDAYA YOGYAKARTA
MENGELOLA PERISTIWA BENCANA
Tata nilai budaya merupakan suatu sistem nilai yang dianut oleh masyarakat pada
wilayah tertentu dalam menyikapi dan mengelola setiap perubahan yang terjadi di tengah
masyarakat. Tata Nilai Budaya Yogyakarta merupakan tata nilai budaya Jawa yang memiliki
kekhasan berupa pengerahan segenap sumber daya (golong gilig) secara terpadu (sawiji) dalam
kegigihan dan kerja keras yang dinamis (greget), disertai dengan kepercayaan diri dalam
bertindak (sengguh), dan tidak akan mundur dalam menghadapi segala risiko apapun (ora
mingkuh).
Masih segar dalam ingatan kita semua, peristiwa Gempa Bumi 27 Mei 2006 dan Bencana
Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 yang disertai dengan Banjir Lahar sebagai letusan sekunder
Gunung Merapi, masyarakat Yogyakarta dari semua lapisan bahu membahu dan bergotong
royong untuk saling membantu. Nilai tersebut merupakan sistem yang di pakai dalam mengelola
bencana sehingga bisa dengan cepat masyarakat Yogyakarta kembali pulih dari Bencana yang
telah menimpa. Apabila kita perhatikan secara sepintas, daerah lain di luar Yogyakarta, kita bisa
melihat betapa lambannya masyarakat di sana untuk bisa pulih kembali dengan cepat.
Hidup bersama dalam masyarakat dituntut adanya solidaritas atau kesetiakawanan sosial
antar anggota masyarakat, baik dalam keadaan senang maupun susah (sabaya mati,
sabaya mukti). Satu sama lain harus tolong-menolong, bantu-membantu, sehingga setiap
permasalahan yang timbul dapat dihadapi dan diselesaikan secara lebih ringan dan memadai.
Terlebih lagi, dalam menangani urusan yang berkaitan dengan kepentingan bersama, antar
anggota masyarakat hendaknya seia-sekata (saiyek saéka kapti) merampungkan urusan
bersama dengan sebaik-baiknya. Bahkan, demi kepentingan umum, setiap individu dituntut untuk
tidak mengharapkan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukannya (sepi ing pamrih, ramé ing gawé)
karena bekerja demi kepentingan umum itu merupakan wujud keutamaan tugas yang harus
diemban manusia sebagai makhluk Tuhan dalam rangka memperindah dan menjaga
kelestarian dunia (hamemayu hayuning bawana), agar dunia senantiasa dapat memberi
perasaan aman dan damai (ayom ayem) bagi penghuninya.
4.1 UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA.
Kehidupan di wilayah Indonesia memang harus bersahabat dengan bencana. Sebagai
konsekuensi logis dari letak geografis kepulauan Indonesia di permukaan bumi. Indonesia harus
siap menghadapi beragam ancaman bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, maupun
bencana sosial. Data BNPB tahun 2008 (http://bnpb.go.id) menunjukkan telah terjadi 343 bencana
di Indonesia. Banjir menempati urutan teratas, yakni sebanya 197 kejadian (58%) selama tahun
2008. Angin topan 56 kejadian (16%) dan tanah longsor 39 kejadian (12%), serta banjir dan tanah
longsor 22 kejadian (7%). Gelombang pasang atau abrasi turut menyumbang 8 kejadian bencana
(2%), setara dengan kejadian gempa bumi dan kebakaran. Sementara, bencana akibat kegagalan
teknologi terjadi 3 kali (1%), diikuti bencana kebakaran lahan dan hutan, letusan gunungapi, serta
konflik/kerusuhan sosial, masing-masing 1 kejadian (0.3%). Dari data yang diperoleh, bencana
banjir di tahun 2008 menimbulkan kerugian kerusakan bangunan terbanyak (20.046 bangunan)
disusul gempabumi, walaupun frekuensinya sedikit, menyebabkan 8.254 bangunan rusak. Angka
yang sangat tinggi tampak dari data kerusakan bangunan akibat gempa bumi yang terjadi di
Indonesia di tahun 2007 yakni sejumlah 145.595 bangunan disusul kejadian banjir yang merusak
41.968 bangunan.
Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana diterbitkan pada tahun 2007 (UU RI
No. 24 tahun 2007), setelah belajar dari pengalaman bencana gempa-tsunami di Aceh (2004),
gempa Nias (2005), dan gempa Yogyakarta – Jawa Tengah (2006). Dalam undang-undang ini
diatur bahwa dalam Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), suatu pedoman dan
pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara akan
diwujudkan. Dari tingkat nasional ini, kemudian akan dibentuk Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) yang bertugas menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
19
penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Dari peta rawan bencana
yang disusun, akan ditetapkan prosedur tetap penanganan bencana (lihat, Wijoyono, 2009).
Penyelenggaran penanggulangan bencana ini, sesuai Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelanggaraan Penanggulangan Bencana, dilakukan
pada tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. Penyelenggaraannya di tahap
sebelum terjadi bencana dapat dilakukan ketika dalam situasi tidak ada bencana dan dalam situasi
terdapat potensi terjadinya bencana. Upaya-upaya yang bisa dilakukan meliputi perencanaan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam
perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, pelaksananaan dan penegakan
tata ruang, pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan teknis penanggulangan bencana.
Penyusunannya akan dilakukan oleh BNPB di tingkat nasional dan oleh BPBD di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota. Ketika dalam situasi darurat, Kepala BNPB atau Kepala BPBD akan
memegang komando untuk pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik, dan
penyelamatan. Dalam proses tindakan penyelamatan, sebagai contoh, Kepala BNPB dan/atau
Kepala BPBD memiliki wewenangan untuk menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau
benda yang dapat mengganggu proses penyelamatan, hingga menutup suatu lokasi, baik milik
publik maupun pribadi. Memasuki tahap rehabilitasi, pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang
terkena bencana akan menyusun rencana rehabilitasi yang didasarkan pada analisis kerusakan
dan kerugian akibat bencana, dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Rencana rehabilitasi
tersebut disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala BNPB.
Dalam upaya penanggulangan bencana, teradapat manajemen cluster atau bidang yang
bertujuan untuk mengefektifkan koordinasi. Pada pengalaman gempa bumi 2006 di Yogyakarta
dan Jawa Tengah, Inter-Agency Standing Committee (IASC) menyelenggarakan sejumlah cluster
sebagai bagian dalam Emergency Response Plan (ERP). Cluster tersebut meliputi emergency
shelter, early recovery, livelihoods, health, water and sanitation, food and nutrition, protection,
education, agriculture, logistics, emergency telecommunication, dan coordination and security.
Setiap cluster tersebut akan diisi oleh lembaga-lembaga pemberi bantuan, baik lembaga
pemerintah maupun non-pemerintah. Koordinasi di setiap cluster dan di keseluruhan cluster pada
bencana yang mendapatkan perhatian internasional akan dikelola oleh tim dari lembaga atau
badan United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa – PBB). Koordinasi ini dilakukan dalam satu
kerja bersama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pada tahun 2006 ditangani oleh
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB; saat ini menjadi BNPB) di
tingkat pusat dan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) di
tingkat provinsi, dan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) di tingkat
kabupaten/kota.
Pada peristiwa erupsi Merapi 2010, dibentuk juga satuan cluster untuk tanggap bencana
yang disebut sebagai gugus tugas. Gugus tugas ini dikelola bersama dalam sebuah forum
bernama Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi DI Yogyakarta. Forum ini adalah
wujud dari amanat dalam UU RI No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa
dalam pelaksanaan penanggulangan bencana harus melibatkan berbagai pihak dalam satu wadah
koordinasi, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Dalam koordinasi FPRB Provinsi
DI Yogyakarta dalam menanggapi bencana erupsi Merapi, dibentuk sembilan gugus tugas,
meliputi kesehatan, air-sanitasi-higienitas, media-komunikasi-manajemen informasi, pendidikan,
gender-anak-disabilitas, hunian dan infrastruktur, penghidupan dan ketahanan pangan, logistik dan
transportasi, serta lingkungan hidup.
20
BAB V
PROFIL KEBENCANAAN
DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
5.1 GEMPA BUMI
Kejadian Gempa Bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Gempa bumi adalah peristiwa alam karena proses tektonik maupun vulkanik. Gempa bumi
vulkanik hanya bisa dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar gunung saja, gempa ini
disebabkan oleh pergerakan dan tekanan magma di dalam perut gunung tersebut. Sedangkan
gempabbumi tektonik disebabkan dari pergerakan tektonik lempeng. Wilayah Provinsi DIY dan
sekitarnya terletak pada jalur subdaksi lempeng, yaitu Lempeng Indo – Australia yang menyusup
di bawah Lempeng Eurasia. Dengan demikian wilayah DIY merupakan wilayah yang rawan
gempa bumi baik tektonik maupun vulkanik. Catatan sejarah menyebutkan bahwa gempa besar
sering terjadi di DIY di masa lalu. Tahun 1867 tercatat pernah terjadi gempa besar yang
menyebabkan kerusakan besar terhadap rumah-rumah penduduk, bangunan kraton, dan kantor-
kantor pemerintah kolonial. Gempa lainnya terjadi pada 1867, 1937,1943, 1976, 1981, 2001, dan
2006. Namun, gempa dengan jumlah korban besar terjadi pada 1867, 1943 dan 2006.
Gambar 6. Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan Sekitarnya
(Sumber: Elnashai dkk., 2006)
Gempa bumi 27 Mei 2006 terjadi karena lempeng Australia yang bergerak menunjam di
bawah lempeng Eurasia dengan pergerakan 5 - 7 cm tiap tahunnya. Episentrum diperkirakan
terjadi di muara Sungai Opak-Oyo. Provinsi DIY diapit oleh 2 sistem sungai besar yang merupakan
sungai patahan, dilihat dari morfologinya yaitu; Sungai Opak-Oya, dan Sungai Progo. Sehingga
gempa bumi mampu mereaktivasi patahan pada sungai tersebut sehingga dampaknya dapat
dilihat pada tingkat kerusakan tinggi “collaps” pada jalur sungai tersebut dari muara di bibir Pantai
Selatan Jawa memanjang ke arah Timur Laut sampai ke daerah Prambanan. Tanggal 27 Mei
2006, pukul 06.50 WIB, Provinsi DIY di guncang gempa dengan kekuatan 5,8 - 6,2 pada SR (BMG
dan Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Pusat Gempa diperkirakan di pinggir pantai
selatan Yogyakarta atau bagian selatan Kabupaten Bantul dengan kedalaman 17 - 33 km di
bawah permukaan tanah. Gempa tersebut dirasakan tidak hanya di wilayah Provinsi DIY tetapi
juga beberapa wilayah di Provinsi Jawa Tengah Bagian Selatan. Akibat gempa beberapa wilayah,
khususnya bagian Selatan Provinsi DIY, mengalami kerusakan yang cukup parah, baik kerusakan
bangunan maupun infrastruktur lainnya. Setelah dilakukan kajian lapangan, gempa bumi yang
terjadi dikarenakan adanya gerakan sesar aktif di Provinsi DIY yang kemudian disebut dengan
Sesar Kali Opak. Daerah di sepanjang Sungai Progo juga patut diwaspadai karena sungai tersebut
juga secara morfologi merupakan sungai hasil dari proses patahan. Kemungkinan jika terjadi
gempa bumi yang episentrumnya dekat dengan zona patahan Sungai Progo tersebut dan
bermagnitudo cukup kuat dapat mereaktivasi seperti halnya pada jalur Sungai Opak-Oyo dengan
tingkat kerusakan yang tinggi.
21
Potensi bahaya gempa bumi di Provinsi DIY dibagi menjadi:
1. Potensi gempa bumi tinggi – Kabupaten Bantul yang berada di bagian selatan DIY
merupakan daerah yang paling luas berpotensi terkena dampak gempa bumi karena secara
fisik berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Area yang berpotensi gempa tinggi
termasuk pula area di dalam radius 500 meter dari Sungai Opak dan jalur patahan di
sepanjang lereng barat Perbukitan Baturagung. Wilayah yang termasuk dalam kategori
potensi gempa tinggi adalah sebagian Kecamatan Kretek, Pundong, Jetis, Piyungan, Pleret,
Banguntapan, Imogiri dan Prambanan.
2. Potensi gempa bumi sedang dan rendah – Area yang berpotensi gempa sedang dan rendah
adalah area dalam radius 1000 meter dari Sungai besar di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (S. Progo, Opak, Oyo). Secara administrasi area yang termasuk dalam potensi
gempa sedang adalah sebagian wilayah Kecamatan Dlingo, Pleret, Imogiri, Pundong, Kretek,
Prambanan, Umbulharjo, Banguntapan, Bantul, Pandak, Lendah dan sebagian kecil
kecamatan-kecamatan yang dilalui aliran Sungai Progo dan jalur patahan Kulonprogo.
Sebagian kecamatan di atas juga mengalami kerusakan yang cukup parah pada gempa 27
Mei 2006, walaupun tidak separah pada kawasan yang berpotensi gempa tinggi. Beberapa
kecamatan lainnya tidak mengalami kerusakan, namun jika diperhatikan dari posisinya yang
berdekatan dengan jalur patahan atau sungai besar, wilayah ini termasuk rawan.
Mengapa terjadi Gempa Bumi ?
Provinsi DI Yogyakarta terletak di perbatasan atau pertemuan antara lempeng Indo-
Australia dan lempeng Eurasia. Aktivitas di dalam perut bumi membuat lempeng-lempeng tersebut
tidak stabil dan selalu bergerak sebanyak 0 - 15 cm setiap tahun. Umumnya pergerakan lempeng
terjadi secara lambat, bahkan tidak disadari oleh manusia. Terkadang, gerakan tersebut
mengalami kemacetan dan saling mengunci. Bilamana hal ini terjadi, maka akan terjadi
pengumpulan energi yang pada sewaktu-waktu akan mencapai titik dimana batuan pada lempeng
tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut. Akibatnya terjadi pelepasan energi secara tiba-
tiba yang kemudian kita kenal sebagai gempa bumi.
Gambar 7. Proses Terjadinya Gempa
(Sumber: id.wikipedia.org)
Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo adalah wilayah
provinsi DI Yogyakarta yang menghadapi ancaman Gempa bumi.
Jenis-Jenis Gempa Bumi
1. Gempabumi Tektonik, disebabkan adanya pergerakan lempeng bumi.
2. Gempabumi Vulkanik, disebabkan oleh aktivitas gunung api.
3. Gempabumi Runtuhan, disebabkan oleh sumber lain, semisal runtuhnya tanah atau batuan,
bahan peledak, dsb.
Akibat dan Dampak Gempa Bumi
Kekuatan yang merusak dari gempa bumi adalah guncangan atau getarannya. Gempa
berkekuatan tinggi dapat merobohkan dan menghancurkan bangunan. Korban jiwa umumnya
karena tertimpa bangunan yang runtuh. Gempa yang melanda Yogyakarta-Jawa Tengah pada 27
22
Mei 2006 menelan korban lebih dari 5700 jiwa. Jumlah korban tewas terbanyak adalah akibat
tertimpa reruntuhan rumah. Sebagian besar rumah penduduk memiliki konstruksi yang buruk.
Minimnya pengetahuan tentang tindakan yang harus dilakukan saat terjadi gempa membuat
masyarakat panik sehingga kurang memperhatikan keadaan sekitar saat berusaha
menyelamatkan diri. Getaran gempa juga dapat memicu tanah longsor, kebakaran dan
kecelakaan. Mengenal kondisi sekitar dan tetap waspada merupakan tindakan yang sangat
penting saat terjadi gempa.
Gambar 7. Jalur Gempa Bumi
(Sumber: inatews.bmkg.go.id)
Pusat gempa disebut hiposentrum, biasanya berada jauh di bawah permukaan bumi, tepat
di tempat batuan yang pecah dan bergeser untuk pertama kali. Sedangkan episentrum adalah titik
di permukaan bumi, tepat di atas pusat gempa. Gerakan batuan yang menyebabkan getaran
disebut gelombang seismik. Gelombang ini bergerak ke segala arah dari hiposentrum, semakin
jauh dari hiposentrum, gelombang seismik semakin melemah. Alat pengukur getaran gempa
disebut seismograf atau seismometer. Alat ini mencatat pola gelombang seismik dengan kekuatan
sekaligus lamanya gempa. Seismograf modern menggambarkan gerakan tanah yang ditempelkan
pada silinder yang berputar. Hasilnya berupa garis bergelombang membentuk seismogram.
Pada tahun 1935 ahli seismologi Amerika, Charles F. Richter mengembangkan sistem
pengukuran kekuatan gempa. Setiap angka pada Skala Richter (SR) menggambarkan 10 kali
peningkatan gerakan tanah yang tercatat oleh seismograf.
Tindakan Saat Terjadi Gempa Bumi
Jika sedang berada di dalam bangunan:
 Segera cari tempat perlindungan, misalnya di bawah meja yang kuat. Gunakan bangku, meja,
atau perlengkapan rumah tangga yang kuat sebagai perlindungan.
 Tetap dibawah tempat berlindung dan bersiap untuk pindah. Tunggu sampai goncangan
berhenti dan aman untuk bergerak.
 Hindari atau menjauhlah dari jendela dan bagian rumah yang terbuat dari kaca, perapian,
kompor, atau peralatan rumah tangga yang mungkin akan jatuh. Tetap di dalam untuk
menghindari terkena pecahan kaca atau bagian-bagian bangunan
 Jika malam hari dan sedang berada di tempat tidur, jangan berlari keluar. Cari tempat yang
aman seperti di bawah tempat tidur atau meja yang kuat dan tunggu gempa berhenti.
 Jika gempa sudah berhenti, periksa anggota keluarga dan carilah tempat yang aman. Ada
baiknya kita mempunyai lampu senter di dekat tempat tidur. Saat gempa malam hari, alat ini
sangat berguna untuk menerangi jalan mencari tempat aman, terutama bila listrik menjadi
padam akibat gempa.
 Sebaiknya tidak menggunakan lilin dan lampu gas karena dapat menyebabkan kebakaran.
Jika anda berada di tengah keramaian:
 Segera cari perlindungan. Tetap tenang dan mintalah yang lain untuk tenang juga.
 Jika sudah aman, pindahlah ke tempat yang terbuka
 Jauhi pepohonan besar atau bangunan, dan jaringan listrik. Tetap waspada akan kemungkinan
gempa susulan.
23
Jika sedang mengemudikan kendaraan:
 Berhentilah jika aman. Menjauhlah dari jembatan, jembatan layang, atau terowongan.
 Pindahkan mobil jauh dari lalu lintas.
 Jangan berhenti dekat pohon tinggi, lampu lalu lintas, atau tiang listrik.
Jika berada di pegunungan:
 Jauhi lereng atau jurang yang rapuh, waspadalah dengan batu atau tanah longsor yang runtuh
akibat gempa.
Jika berada di pantai:
 Segeralah berpindah ke daerah yang agak tinggi atau beberapa ratus meter dari pantai.
Gempa bumi dapat menyebabkan gelombang tsunami selang beberapa menit atau jam setelah
gempa dan menyebabkan kerusakan yang hebat.
Tindakan Setelah Gempa Bumi Berlangsung:
 Periksa adanya luka. Setelah menolong diri, tolonglah mereka yang terluka atau terjebak.
Hubungi petugas yang menangani bencana, kemudian berikan pertolongan pertama jika
memungkinkan. Jangan coba memindahkan mereka yang luka serius yang justru dapat
menyebabkan luka menjadi semakin parah.
 Periksa hal-hal berikut setelah gempa:
- Api atau ancaman kebakaran.
- Kebocoran gas. Tutup saluran gas jika kebocoran diduga dari adanya bau. Jangan dibuka
sebelum diperbaiki oleh tenaga ahlinya.
- Kerusakan saluran listrik, matikan meteran listrik.
- Kerusakan kabel listrik, menjauhlah dari kabel listrik sekalipun meteran telah dimatikan.
- Barang-barang yang jatuh dari lemari (saat membukanya).
- Periksa pesawat telepon. Pastikan telepon pada tempatnya.
- Lindungi diri dari ancaman tidak langsung dengan memakai celana panjang, baju lengan
panjang, sepatu yang kuat, dan jika mungkin juga sarung tangan. Ini akan melindungimu
dari luka akibat barang-barang yang pecah.
 Bantu tetangga yang memerlukan bantuan. Orang tua, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui dan
orang cacat mungkin perlu bantuan tambahan.
 Lakukan pembersihan. Singkirkan barang-barang yang mungkin berbahaya, termasuk
pecahan gelas, kaca, dan obat-obatan yang tumpah.
 Waspadai gempa susulan. Sebagian besar gempa susulan lebih lemah dari gempa utama.
Namun, gempa susulan mungkin cukup kuat untuk merobohkan bangunan yang sudah goyah
akibat gempa pertama. Tetaplah berada jauh dari bangunan. Kembali ke rumah hanya bila
pihak berwenang sudah mengumumkan keadaan aman.
 Gunakan lampu senter. Jangan gunakan korek api, lilin, kompor gas, atau obor.
 Gunakan telepon rumah hanya dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa.
 Nyalakan radio untuk informasi, laporan kerusakan, atau keperluan relawan di daerahmu.
 Biarkan jalan bebas rintangan agar mobil darurat dapat masuk dengan mudah.
24
Gambar 8. Peta Risiko Bencana Gempa Bumi
(Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
Konsep Bangunan Aman Gempa
Kita sama-sama menyadari bagaimana rentetan gempa yang terjadi belakangan ini
mempengaruhi kehidupan kita. Korban jiwa, bangunan roboh, roda pemerintahan terganggu,
ekonomi melambat dan banyak dampak lain. Namun apakah kita cukup arif mengambil hikmah
dari kejadian tersebut? Tulisan ini akan mengulas pembelajaran dari kerusakan bangunan karena
tidak diterapkannya konsep bangunan aman gempa.
Sebelumnya, kita sering mendengar istilah bangunan tahan gempa. Belakangan, istilah itu
berubah menjadi rumah aman gempa atau rumah ramah gempa. Kenyataannya, memang tidak
ada rumah yang tahan gempa. Kemungkinan rusak masih ada, minimal kerusakan kecil. Namun,
masih aman terhadap penghuninya, sehingga disebut sebagai rumah aman gempa. Bangunan
aman gempa dibuat sesuai standar minimal yang ditetapkan oleh para ahli dan dituangkan dalam
peraturan gempa (SNI-2002). Bila terjadi gempa kecil, bangunan aman gempa tidak akan rusak
sama sekali, baik komponen non-struktur (komponen arsitektural) seperti dinding, plafon, atap,
pintu dan jendela, maupun komponen struktur (komponen penopang bangunan) seperti pondasi,
tiang, balok, sloof, dan kuda-kuda. Bila terjadi gempa dengan ukuran sedang, bangunan bisa
rusak, tetapi hanya komponen non-strukturnya saja, sedangkan komponen struktur masih aman.
Sementara, bila terjadi gempa besar, bangunan boleh rusak baik non-struktur maupun struktur,
tetapi tidak boleh roboh karena dapat membunuh penghuninya. Untuk itu, tiang atau kolom harus
lebih kuat dari balok (dalam istilah awam disebut sloof) sehingga energi gempa akan terserap oleh
rusaknya balok terlebih dahulu dan diharapkan setelah gempa berakhir tiangnya masih utuh atau
tidak patah.
Konsep ini akan bekerja ketika tiga hal berikut dipenuhi yaitu: 1) ukuran komponen
bangunan sesuai persyaratan minimal, 2) semua elemen bangunan tersambung dengan baik, dan
3) pembangunan dilaksanakan dengan kontrol kualitas yang ketat. Ukuran komponen bangunan
sangat penting karena terkait dengan kemampuan untuk memikul beban gempa yang terjadi.
Ukuran diperoleh setelah ada analisa struktur yang prinsipnya menyamakan antara beban yang
bekerja dengan kemampuan komponen bangunan yang memikulnya. Untuk rumah tembok
sederhana satu lantai, syarat minimal beberapa komponennya adalah sebagai berikut : ukuran
tiang 12x12 cm, balok/sloof 15x20 cm, ukuran besi memanjang minimal 4 buah diameter 12 mm,
dan besi pengikat (begel) diameter 8mm dengan jarak 15 cm dengan ujungnya dibengkokkan
135º.
Gambar 9. Bangunan Rusak Akibat Gempa
Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (s
daerah rawa atau timbunan), maka makin dalam pondasi. Rata
lantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran
kayu struktur utama rata-rata 8/12cm dan 6/12 cm,
Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar
didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga
merupakan hal penting. Pada bangunan yang rus
antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding,
tiang dengan kuda-kuda, dan lain
bila ada gempa tidak mudah terlepas. Harus ada stek atau angkur
pengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan
dinding, atau tiang dengan kuda
penyambungan antara besi, perlu dibuat
secara mulus. Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40
d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itu
konstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan.
Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang
digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan bet
bata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah
dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan
menggunakan air secukupnya (1/2 bagian). Air sangat menentukan kekuata
air, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI
(Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI.
Bata perlu diuji secara sederhana dengan memijak
Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada
yang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut
joke itu, kalau batanya pecah,
mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk
mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang
kering dan mata kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama.
Memang biaya bangunan aman gempa ini lebih mahal kira
nilai itu tidak berarti apa-apa dibanding
tersebut.
25
Bangunan Rusak Akibat Gempa Yogyakarta
(Sumber: www.tribunnews.com)
Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (s
daerah rawa atau timbunan), maka makin dalam pondasi. Rata-rata untuk rumah sederhana satu
lantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran
rata 8/12cm dan 6/12 cm, disesuaikan dengan jarak bentangannya.
Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar
didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga
merupakan hal penting. Pada bangunan yang rusak atau roboh, sering terlihat lepasnya hubungan
antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding,
kuda, dan lain-lain. Untuk itu, penyambungan harus dibuat saling terkait agar
idak mudah terlepas. Harus ada stek atau angkur-angkur dari besi sebagai
pengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan
dinding, atau tiang dengan kuda-kuda. Untuk sambungan kolom dengan balok atau
gan antara besi, perlu dibuat overlapping atau terusan sehingga ada penyaluran beban
Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40
d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itu
konstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan.
Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang
digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan bet
bata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah
dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan
menggunakan air secukupnya (1/2 bagian). Air sangat menentukan kekuatan beton. Makin banyak
air, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI
(Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI.
Bata perlu diuji secara sederhana dengan memijak bata yang diletakkan di dua landasan.
Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada
yang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut
itu, kalau batanya pecah, berarti mutunya tidak baik, sebaliknya kalau kening berdarah,
mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk
mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang
a kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama.
Memang biaya bangunan aman gempa ini lebih mahal kira-kira 30% dari bangunan biasa, namun
apa dibanding dengan nilai kenyamanan kita selama menghuni bangunan
Yogyakarta
Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (seperti pada
rata untuk rumah sederhana satu
lantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran
dengan jarak bentangannya.
Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar
didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga
ak atau roboh, sering terlihat lepasnya hubungan
antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding,
lain. Untuk itu, penyambungan harus dibuat saling terkait agar
angkur dari besi sebagai
pengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan
kuda. Untuk sambungan kolom dengan balok atau
atau terusan sehingga ada penyaluran beban
Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40
d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itu, untuk
konstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan.
Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang
digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan beton, besi,
bata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah
dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan
n beton. Makin banyak
air, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI
(Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI.
bata yang diletakkan di dua landasan.
Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada joke
yang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut
berarti mutunya tidak baik, sebaliknya kalau kening berdarah,
mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk
mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang
a kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama.
kira 30% dari bangunan biasa, namun
dengan nilai kenyamanan kita selama menghuni bangunan
26
Tabel 3. Daftar Periksa Evaluasi Kualitas Pembangunan Rumah Tahan Gempa
NO. UNSUR PENILAIAN KESESUAIAN
Ya Tidak Tidak
Jelas
A Adanya kelengkapan gambar teknis bangunan rumah
B BAHAN MATERIAL
1. Beton a. Campuran 1pc:2psr:3krk *
b. adukan merata dan pulen *
c. berkisting kuat dan tidak bocor *
d. pengecoran beton dengan ditusuk-tusuk *
2. Spesi 1 pc:4 psr *
3. Batu fondasi Batu kali atau batu putih keras *
C FONDASI a. Kedalaman fondasi 60cm atau lebih *
b. lebar dasar fondasi 60 cm atau lebih *
c. tulang kolom ditanam dalam fondasi
sedalam 30 cm atau lebih
*
D SLOOF a. ukuran 15x20cm *
b. Tulang memanjang 4Ø12 mm *
c. begel Ø8 jarak 15cm atau Ø6 jarak 12.5
cm
*
E KOLOM a. ukuran 15x15cm *
b. tulangan memanjang 4 Ø12 mm *
c. begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak
12.5 cm
*
d. angkur dinding terpasang *
F PERTEMUAN pertemuan tulangan(joint) antara balok
TULANGAN PADA dan kolom pada sudut-sudut bangunan
SUDUT-SUDUT sesuai gambar (ada sambungan
BANGUNAN lewatan)
*
G DINDING luasan dinding yang dibatasi kolom, sloof
dan balok ring maksimal seluas 12 m
2
*
H BALOK RING a. ukuran 12x15cm *
b. tulangan memanjang 4 Ø12 mm *
c.begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak 12.5
cm
*
I GUNUNG- a. balok beton miring ukuran 12x15cm
GUNUNG dengan tulangan memanjang 4 Ø12mm
begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak
12.5 cm
*
b. ada ikatan angin *
J RANGKA a. ukuran kayu minimal 6/12 cm
KUDA-KUDA b. Plat begel di setiap sambungan
*
c. ada ikatan angin *
(sumber : Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa, PMI dan JRC, 2007.)
5.2TSUNAMI
Tsunami adalah gelombang laut atau gelombang pasang yang laju geraknya sangat cepat.
Peristiwa tsunami telah melanda Indonesia dari masa ke masa. Bencana tsunami di Simeulue,
Nias dan banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2004); Pangandaran, Kabupaten
Ciamis (2006) adalah contoh peristiwa tsunami yang pernah melanda Indonesia. Potensi tsunami
di DIY baik tinggi maupun sedang tersebar di 3 Kabupaten yaitu; Kulonprogo (Kecamatan Galur,
Panjatan, Temon), Bantul (Kecamatan Kretek, Sanden, dan Srandakan), dan Kabupaten
Gunungkidul (wilayah pantai dan tempat wisata seperti; Sadeng, Krakal/Kukup).
Jika ditinjau dari sisi defenisinya maka tsunami merupakan rangkaian gelombang laut yang
menjalar dengan kecepatan tinggi. Di laut dengan kedalaman 7.000 meter, kecepatannya dapat
mencapai 942,9 km/jam dengan panjang gelombang mencapai lebih dari 100 m, tinggi tidak lebih
dari 60 m dan selisih waktu antar puncak antara 10 menit hingga 1 jam. Saat mencapai pantai
(Sumber: id.wikipedia.org)
27
yang dangkal, teluk, atau muara sungai, panjang gelombang menurun kecepatannya namun tinggi
gelombang meningkat hingga puluhan meter dan bersifat merusak. Sebagian besar tsunami
disebabkan oleh gempa bumi di dasar laut dengan kedalaman kurang dari 60 km dan magnitude
lebih dari 6 SR. Namun demikian, tsunami juga dapat diakibatkan oleh tanah longsor dasar laut,
letusan gunung berapi dasar laut, atau jatuhnya meteor ke laut.
Gambar 10. Proses Terjadinya Tsunami
Kekuatan yang Merusak
Tsunami terkenal akan kemampuannya merusak dan menghancurkan kota-kota yang
berada di tepi pantai. Saat tsunami terbentuk di tengah laut, tinggi gelombang hanya sekitar 60 cm
namun kecepatannya bisa menyamai kecepatan pesawat jet, yaitu hingga 1000 km/jam. Saat
gelombang mencapai pantai, kecepatannya menurun namun tinggi gelombang semakin
meningkat. Saat tsunami menghantam pantai, kekuatan gelombang air merobohkan dan
menghancurkan bangunan yang konstruksinya lemah. Arus air menghanyutkan dan menyatukan
puing-puing bangunan dengan pepohonan, batu dan benda-benda lainnya. Benda-benda inilah
yang kemudian menerjang bangunan. Karena kecepatan gelombang tsunami sangat tinggi, sangat
sulit untuk menghindarinya.
Akibat dan Dampak Tsunami
Kedahsyatan gelombang tsunami menimbulkan kerusakan dan kerugian yang luar biasa.
Ratusan bahkan ribuan orang kehilangan nyawa dan terluka karena tidak sempat menyelamatkan
diri. Bangunan, sekolah, kantor, jalan raya, jembatan, serta lingkungan dapat mengalami
kerusakan parah.
Kesiapsiagaan Menghadapi Tsunami:
1) Kenali tanda-tandanya akan terjadinya tsunami.
 Surutnya air laut di pantai secara tiba-tiba yang didahului dengan adanya gempa
berkekuatan besar.
 Tercium angin berbau garam/air laut yang keras.
 Terdengar suara gemuruh yang keras.
2) Saat mengetahui tanda-tanda tersebut, sampaikan pada semua orang. Segera mengungsi
karena tsunami bisa terjadi dengan cepat sehingga waktu untuk mengungsi sangat
terbatas. Pergilah ke daerah yang lebih tinggi dan sejauh mungkin dari pantai.
3) Bila telah ada tempat evakuasi, ikuti petunjuk jalur evakuasi. Ikuti perkembangan terjadinya
bencana melalui media atau sumber yang bisa dipercaya.
28
Saat Terjadi Tsunami:
 Jika berada di pantai atau dekat laut, dan merasakan bumi bergetar, langsung lari ke tempat
yang tinggi dan jauh dari pantai. Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah, atau memanjat
pohon. Tidak perlu menunggu peringatan tsunami.
 Selamatkan diri, jangan hiraukan harta benda kita.
 Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan sebagai rakit.
Setelah Terjadi Tsunami:
 Tetap berada di tempat yang aman.
 Jauhi daerah yang mengalami kerusakan kecuali sudah dinyatakan benar-benar aman.
 Berikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Utamakan anak-anak, wanita hamil,
orang jompo, dan orang cacat.
Mengurangi Dampak Dari Tsunami:
 Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai lebih dari 10 meter dari permukaan
laut. Berdasarkan penelitian daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan
terparah akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut.
 Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau,
palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya.
 Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat.
 Buatlah bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas.
 Usahakan agar bagian dinding yang lebar tidak sejajar dengan garis pantai.
Gejala dan Peringatan Dini:
 Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang sangat kuat.
 Kejadian mendadak, pada umumnya di Indonesia, didahului dengan gempa bumi besar dan
susut laut.
 Terdapat selang waktu antara waktu terjadinya gempa bumi sebagai sumber tsunami dan
waktu tiba tsunami di pantai, mengingat kecepatan gelombang gempa jauh lebih besar
dibandingkan kecepatan tsunami.
 Metode pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan teknologi tinggi.
 Secara Umum tsunami di Indonesia terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah
terjadinya gempa bumi besar di bawah laut.
Adanya tsunami tidak bisa diramalkan dengan tepat kapan terjadinya, akan tetapi kita bisa
menerima peringatan akan terjadinya tsunami sehingga kita masih ada waktu untuk
menyelamatkan diri sebelumnya.
Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami
Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah
ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan. Namun jika
berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara
tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau
bangunan tinggi) sambill memberitahukan warga disekitar kita.
Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari
pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang
pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya
gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan
pertolongan pertama pada korban.
Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Risiko Bencana Tsunami
1. Peningkatan kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.
2. Pendidikan kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai tentang bahaya
tsunami.
3. Pembangunan Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami).
4. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
29
5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air
tsunami.
6. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman yang cukup
tinggi dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami.
7. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di pinggir pantai tentang
pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.
8. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
9. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami.
10. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami.
11. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
12. Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada
petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio, SATLAK PB maupun institusi
terkait
13. Melengkapi diri dengan alat komunikasi.
Gambar 11. Peta Risiko Bencana Tsunami
(Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)
5.3 LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI
Proses terjadinya letusan gunung berapi berawal dari magma yang mengalami tekanan
dan menjadi lebih renggang dibanding lapisan di bawah kerak sehingga secara bertahap magma
bergerak naik, seringkali mencapai celah atau retakan yang terdapat pada kerak. Banyak gas
dihasilkan dan pada akhirnya tekanan yang terbentuk sedemikan besar sehingga menyebabkan
suatu letusan ke permukaan (gempa). Pada tahapan ini gunung berapi menyemburkan bermacam
gas, debu dan pecahan batuan. Lava yang mengalir dari suatu celah di daerah yang datar akan
membentuk plateau. Lava yang menumpuk di sekitar mulut (lubang) membentuk gunung dengan
bentuk kerucut seperti umumnya.
Gambar 12. Foto Aktivitas Erupsi
Gunung Merapi yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman
aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3
kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari.
Jumlah serta letusannya bertambah ses
oleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau
Geofisik Gunung Merapi memiliki tipe khas
konkaf, disamping itu Merapi merupakan pertemuan persilangan dua buah
membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar
longitudinal yang melewati Pulau Jawa.
Sejak tahun 1548, gunung ini telah meletus sebanyak 68 k
tahun dan letusan yang lebih besar sekitar 10
besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006
mengakibatkan tertutupnya bagian tengah Pulau
timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran
diantaranya. Benda-benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan
kerugian material dalam kehidupan kita.
Bahaya gunung api dibagi menjadi 2 (dua) kategori:
 Bahaya primer atau bahaya langsung,
saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti;
aliran lava, lelehan batu pijar, aliran awan panas (
material pijar.
 Bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung,
berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi
Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya
yang ukurannya berbeda-beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di
dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya
lebat pada saat atau beberapa saat setelah letusan terjadi.
 Bahaya tersier, yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah
resapan/hutan/mata air).
Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan
lingkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi
tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas
beracun, gempa bumi dan gelombang tsunami.
30
Aktivitas Erupsi Gunung Api Merapi dan Awan Panas
(Sumber: Dokumentasi BPPTK DIY)
Gunung Merapi yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman merupakan gunung api
aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3
kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari.
Jumlah serta letusannya bertambah sesuai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava biasa
oleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau glowing cloud/nueeardente
Geofisik Gunung Merapi memiliki tipe khas stratolandesit dan mempunyai bentuk lereng yang
itu Merapi merupakan pertemuan persilangan dua buah sesar transversal
membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar
longitudinal yang melewati Pulau Jawa.
Sejak tahun 1548, gunung ini telah meletus sebanyak 68 kali. Letusan kecil terjadi tiap 2
tahun dan letusan yang lebih besar sekitar 10 - 15 tahun sekali. Dampak letusan Merapi yang
besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006
mengakibatkan tertutupnya bagian tengah Pulau Jawa oleh abu vulkanik.
timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran
benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan
kerugian material dalam kehidupan kita.
Bahaya gunung api dibagi menjadi 2 (dua) kategori:
Bahaya primer atau bahaya langsung, yaitu bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada
saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti;
tu pijar, aliran awan panas (pyroclastic flow), hujan abu dan lontaran
Bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung, yaitu bahaya setelah letusan gunung api
berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi
Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya
beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di
dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya
lebat pada saat atau beberapa saat setelah letusan terjadi.
, yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah
Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan
gkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi
tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas
beracun, gempa bumi dan gelombang tsunami.
Awan Panas.
merupakan gunung api
aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3 - 7 tahun). Dalam
kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari.
uai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava biasa
glowing cloud/nueeardente atau awan panas.
dan mempunyai bentuk lereng yang
sesar transversal yang
membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar
ali. Letusan kecil terjadi tiap 2-3
15 tahun sekali. Dampak letusan Merapi yang
besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006
Jawa oleh abu vulkanik. Bahaya gunung api
timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran
benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan
yaitu bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada
saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti;
), hujan abu dan lontaran
yaitu bahaya setelah letusan gunung api
berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi di
Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya
beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di
dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya hujan
, yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah
Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan
gkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi
tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas
31
Gambar 13. Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi
(Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral)
Peta Rawan Bencana Merapi dengan wilayah yang terkena dampak adalah Kabupaten
Sleman dan Kota Yogyakarta. Terdapat tiga Kawasan Rawan Bencana Merapi, yaitu:
1. Kawasan Rawan Bencana III – Kawasan ini dapat terkena langsung aktivitas letusan Merapi,
sering terkena awan panas, lava pijar, guguran batu pijar, gas racun, dan lontaran batu pijar
sampai radius 2 kilometer. Wilayah yang terkena dampaknya adalah; Kecamatan Pakem,
Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Turi.
2. Kawasan Rawan Bencana II – Kawasan ini akan berpotensi terkena awan panas, lontaran
batu pijar, gas racun dan guguran lava pijar. Walaupun tidak terkena secara langsung dan
sering di zona ini harus berhati-hati karena banyak aktivitas penduduk di lereng merapi yang
sewaktu-waktu bisa terancam jiwanya oleh aktivitas Merapi.
3. Kawasan Rawan Bencana I – Kawasan ini dapat terkena ancaman banjir lahar dan juga
perluasan dari awan panas tergantung oleh faktor volume guguran dan arah angin pada saat
itu. Wilayah yang kemungkinan terlanda adalah Kecamatan; Ngemplak, Ngaglik, Tempel,
Kalasan, Depok, Seyegan, dan sebagian utara Kotamadya Yogyakarta.
Peringatan Dini
Sistem ini berfungsi untuk menyampaikan informasi terkini status aktivitas Merapi dan
tindakan-tindakan yang harus diambil oleh berbagai pihak dan terutama oleh masyarakat yang
terancam bahaya. Ada berbagai bentuk peringatan yang dapat disampaikan. Peta Kawasan
Rawan Bencana sebagai contoh adalah bentuk peringatan dini yang bersifat lunak. Peta ini
memuat zonai level kerawanan sehingga masyarakat diingatkan akan bahaya dalam lingkup ruang
dan waktu yang dapat menimpa mereka di dalam kawasan Merapi. Informasi yang disampaikan
dalam sistem peringatan dini adalah tingkat ancaman bahaya atau status kegiatan vulkanik Merapi
serta langkah-langkah yang harus diambil. Bentuk peringatan dini tergantung pada sifat ancaman
serta kecepatan ancaman Merapi. Apabila gejala ancaman terdeteksi dengan baik, peringatan dini
dapat disampaikan secara bertahap, sesuai dengan tingkat aktivitasnya. Tetapi apabila ancaman
bahaya berkembang secara cepat, peringatan dini langsung menggunakan perangkat keras
berupa sirine sebagai perintah pengungsian.
32
Ada 4 (empat) tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana letusan Merapi yaitu:
1. Aktif Normal: Aktivitas Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual tidak
menunjukkan adanya gejala yang menuju pada kejadian letusan.
2. Waspada: Aktivitas Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual
menunjukkan peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada tingkat waspada, peningkatan
aktivitas tidak selalu diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan (erupsi), tetapi bisa
kembali ke keadaan normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa-
desa yang berada di kawasan rawan bencana Merapi.
3. Siaga: Peningkatan aktivitas Merapi terlihat semakin jelas, baik secara instrumental maupun
visual, sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan bahwa aktivitas dapat diikuti oleh
letusan. Dalam kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih intensif. Sasarannya
adalah penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK PB dan
LSM serta para relawan. Disamping itu masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana
sudah siap jika diungsikan sewaktu-waktu.
4. Awas: Analisis dan evaluasi data, secara instrumental dan atau visual cenderung
menunjukkan bahwa kegiatan Merapi menuju pada atau sedang memasuki fase letusan
utama. Pada kondisi Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau
diperkirakan akan terlanda awan panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari
daerah ancaman bahaya primer awan panas.
Sirine Peringatan Dini dan Komunikasi Radio
Peringatan dini sirine adalah suatu sistem perangkat keras yang berfungsi hanya pada
keadaan sangat darurat apabila peringatan dini bertahap tidak mungkin dilakukan. Sirine dipasang
di lereng Merapi yang dapat menjangkau kampung-kampung yang paling rawan dan sistem ini
dikelola bersama antara pemerintah Kabupaten bersangkutan dengan Pusat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi dalam hal ini adalah BPPTK. Sarana komunikasi radio bergerak juga
termasuk dalam sistem penyebaran informasi dan peringatan dini di Merapi. Komunikasi berkaitan
dengan kondisi terakhir Merapi bisa dilakukan antara para pengamat gunungapi dengan kantor
BPPTK, instansi terkait, aparat desa, SAR dan lembaga swadaya masyarakat khususnya yang
tergabung dalam Forum Merapi.
Gambar 14. Diagram Alir Data dan Informasi Status Aktivitas Gunung Api
Penyebaran Informasi
Penanggulangan bencana Merapi akan berhasil dengan baik apabila dilakukan secara
terpadu antara pemantauan Merapi yang menghasilkan data yang akurat secara visual maupun
instrumental, peralatan yang modern, sistem peringatan dini, peralatan komunikasi yang bagus
dan didukung oleh pemahaman yang benar dan kesadaran yang kuat dari masyarakat untuk
33
melakukan penyelamatan diri. Pembelajaran kepada masyarakat yang tinggal dan bekerja di
daerah rawan bencana Merapi merupakan tugas yang secara terus menerus harus dilakukan
sesuai dengan dinamika perkembangan arah dan besarnya ancaman yang bakal terjadi. Karena
wilayah rawan bencana Merapi berada pada teritorial pemerintah daerah maka kegiatan
penyebaran informasi langsung kepada masyarakat dilaksanakan atas kerjasama BPPTK dan
instansi terkait. Sosialisasi dilakukan tidak hanya dilakukan pada saat Merapi dalam keadaan
status aktivitas yang membahayakan, akan tetapi dilakukan baik dalam status aktif normal maupun
pada status siaga. Namun demikian, pada keadaan aktivitas Merapi meningkat seperti halnya
ketika aktivitas Merapi dinyatakan pada status Waspada atau Siaga, sosialisasi menghadapi
terjadinya krisis Merapi dilakukan secara lebih intensif.
Sosialisasi status aktivitas dan ancaman bahaya Merapi pada intinya bertujuan untuk
menyampaikan, menjelaskan kondisi vulkanis Merapi untuk menjaga kesiap-siagaan segenap
aparat dan masyarakat dalam menghadapi peningkatan atau penurunan status aktivitas Gunung
Merapi. Sasarannya antara lain adalah tersampaikannya informasi mengenai kondisi aktivitas
Merapi terkini, makna dari status aktivitas yaitu Awas, Siaga, Waspada dan Normal, menjelaskan
jenis-jenis ancaman bahaya yang ada, yaitu awan panas dan lahar dan menyampaikan tindakan-
tindakan yang perlu dilakukan apabila status naik atau turun.
Forum Merapi
Penanggulangan bencana memerlukan keterlibatan semua pihak sesuai dengan
kompetensinya masing-masing. Walaupun erupsi Merapi tergolong berskala kecil namun melihat
dekat dan padatnya penduduk dari ancaman bahaya awan panas, maka potensi bencana Merapi
tetap tinggi. Dengan tujuan terbangunnya komunikasi dan pelaksanaan kegiatan bersama guna
mewujudkan pengelolaan Gunung Merapi secara menyeluruh pada aspek ancaman, daya dukung
lingkungan dan sosial-budaya masyarakatnya, maka pada 17 Desember 2007 di Yogyakarta,
Bupati Klaten, Bupati Boyolali, Bupati Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan Bupati Sleman,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
geologi (PVMBG) sepakat bekerja sama dalam “Forum Merapi” dalam rangka pengurangan risiko
Merapi. Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah terwujudnya penguatan kapasitas dan kinerja
pemerintah kabupaten sebagai pemegang tanggungjawab utama pengurangan risiko bencana
serta terjalinnya kerjasama secara sinergi di lintas kabupaten dalam pengelolaan ancaman, daya
dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat lereng Gunung Merapi.
Forum Merapi merupakan wadah bersama untuk menyatukan kekuatan, menyelaraskan
program dan menjembatani komunikasi antar pelaku dalam kegiatan bersama untuk aksi
pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi serta menjaga kesinambungan daya dukung
lingkungan bagi masyarakat sekitarnya. Perjanjian Kerja Sama “Forum Merapi” telah disepakati
pada 19 Desember 2008 di Pos Pengamatan Babadan, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun,
Kabupaten Magelang. Kesepakatan kerjasama “Forum Merapi” berdasarkan pertimbangan
kesadaran pentingnya kerja sama untuk mengurangi risiko bencana sebagaimana dirintis sejak 26
Mei 2006 di kantor Badan Koordinator II Magelang oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, Kabupaten
Klaten, Kabupaten Sleman, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Paguyuban Siaga
Gunung (PASAG) Merapi, Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta, serta didukung oleh Oxfam Great Bratain (GB), Deutsche Gesselschaft for
Technische Zusammennabeit (GTZ), United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan United nation
Development Programme (UNDP).
34
Gambar 15. Diagram Alir Informasi dan Peringatan Dini di Merapi
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BNPB
Badan Geologi
Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi
BPPTK
Instansi terkait
PERS
BPBD
TK II
SATOP
Kecamatan
SATGAS PB / DESA
Pos Pengamatan G. Merapi
Diagram alir informasi dan peringatan dini di Merapi
BPBD
TK I
Masyarakat
Meskipun pemerintah melakukan pengawasan penuh pada gunung yang aktif, bukan
berarti kita tidak waspada. Jika kita tinggal dekat dengan gunung api, kita harus mengenali tanda-
tanda letusan. Waspadai juga daerah-daerah yang berbahaya. Ketahuilah cara-cara mendapatkan
informasi mengenai status gunung api di tempat tinggal kita.
Jika Gunung Api Meletus
Jika kita tinggal di daerah rawan letusan gunung api dan gunung api tersebut dinyatakan
meletus maka lakukanlah langkah-langkah berikut:
 Ikuti jika ada himbauan mengungsi, jangan berdiam di tempat yang berbahaya. Ikuti jalur
evakuasi yang sudah ditentukan, jangan melewati lembah yang dilalui aliran sungai.
 Sebelum mengungsi, tutuplah pintu dan jendela, matikan alat-alat listrik dan bawalah
perbekalan makan yang ada di rumah.
 Jika terjebak di luar, lindungi diri kita dari benda-benda yang disemburkan oleh letusan gunung
api, carilah tempat berlindung. Waspadai juga aliran lahar jika kamu berada di daerah aliran
sungai.
 Lindungi diri kita dari hujan abu, kenakan baju dan celana panjang, kaca mata, masker atau
penutup wajah dan topi.
 Jika tidak ada masker, gunakan sapu tangan yang dibasahi. Sapu tangan yang basah bisa
menahan debu masuk ke pernafasan kita.
Setelah Gunung Api Meletus
 Jika kita mengungsi, kembalilah ke rumah ketika keadaan dinyatakan benar-benar aman.
 Bersihkan atap dari timbunan abu, karena timbunan abu bisa menyebabkan atap runtuh.
 Tetap lindungi tubuh kita dari abu, terutama mulut dan hidung. Abu gunung api bisa
menimbulkan iritasi dan mengganggu pernafasan.
 Tolonglah tetangga dan orang-orang di sekitarmu, terutama anak-anak, orang cacat dan orang
yang lanjut usia.
Manfaat Gunung Api
Selain memiliki bahaya letusan, material yang dikeluarkan gunung api dapat bermanfaat
bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. Material tersebut banyak mengandung limpahan bahan
industri pembangunan dan mineral. Selain itu di sekitar gununung api sering ditemukan energi
panas bumi yang dapat kita manfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Mineral-mineral yang
banyak terkandung dalam abu vulkanik merupakan salah satu zat yang dapat menyuburkan tanah
35
sehingga kekayaan, baik berupa fauna maupun flora, akan mengalami pembaruan yang lebih baik
tatkala dikelola secara benar.
Sejarah Letusan Gunung Merapi
Ledakan Dahsyat, Jawa Tertutup Abu Vulkanik
Letusan Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta pada Selasa lalu
ternyata tidak seberapa bila dibandingkan dengan letusan-letusan sebelumnya. Letusan pada
1930 setidaknya telah membunuh 1.370 orang di 13 desa di lereng Merapi. Tapi ini bukan
letusan terbesar. Letusan terbesar justru terjadi pada 1006. Saat itu seluruh Jawa tertutup abu
vulkanik. Sayangnya tidak diketahui berapa korban akibat letusan itu.
Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, Gunung Merapi mengalami letusan pertama pada 1006.
Rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek antara 2 – 5 tahun, dan siklus menengah setiap
5 – 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama lebih dari 30
tahun, yaitu pada masa awal terbentuknya gunung aktif. Memasuki abad ke-16, siklus
terpanjang Merapi adalah 71 tahun, jeda letusan 1587-1658. Pusat Vulkanologi mencatat,
letusan besar Merapi terjadi pada 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan sebelumnya
terjadi empat tahun lalu, tepatnya pada 8 Juni 2006 pukul 09.03.
Saat itu pemerintah mengungsikan 17 ribu warga di lereng Merapi. Namun, dua orang
yang berlindung dalam bunker di Kawasan Wisata Kaliadem, Kaliurang, justru terpanggang
awan panas. Bunker tak bisa melindungi korban dari wedhus gembel yang suhunya masih 500-
600 derajat celcius. Selasa petang, 26 Oktober 2010 Gunung Merapi kembali meletus. Erupsi
pertama gunung Merapi terjadi sejak pukul 17.02 WIB, diikuti awan panas selama 9 menit.
Kemudian berulang hingga erupsi terakhir pukul 18.21 yang menyebabkan awan panas selama
33 menit. Awan panas ini telah meluluhlantakkan beberapa kampung di lereng Merapi.
Setidaknya 30 orang meninggal atas musibah ini, termasuk juru kunci Mbah Marijan.
 Bencana Geologi: bagian dari proses alam, tidak bisa dicegah, bisa dikurangi resikonya
dengan, cara mitigasi.
 Mitigasi Bencana Bersifat Preventi. Sistem Penanggulangan Bencana Memprioritaskan Upaya
Pra-Bencana.
 Mitigasi Bencana Dilakukan Bersama Semua Komponen Antara Pemerintah, Masyarakat, Dan
Swasta.
 Mitigasi Bencana Letusan Gunungapi, Monitoring Mutlak Diperlukan, Disamping Penyusunan
KRB (Kawasan Rawan Bencana), EWS (Early Warning System), Simulasi Dan Sosialisasi.
Gambar 16. Perubahan Bentuk Kubah Lava Merapi
PE N G A M ATA N VIS UA L G . M E R A PI
M E LALU I FOTO D A RI P OS K ALIU R A N G
Hasil pen gam at an v isu al G . M era pi m elalui fot o d ari po s Kaliur ang m en un ju kk an
Hilang nya Kub ah L av a 200 6 den gan vo lu m e sekit ar 4,8 jut a m 3
dan b uk aan K awah ke arah K . Gen dol sem ak in m elebar.
(Sumber: Dokumentasi BPPTK DIY)
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited
Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited

More Related Content

What's hot

Gerakan rehabilitasi berbasis masyarakat
Gerakan rehabilitasi berbasis masyarakatGerakan rehabilitasi berbasis masyarakat
Gerakan rehabilitasi berbasis masyarakatmanysa
 
Kliping kegiatan Menteri sitinurbaya Bakar dari group chat @JokopediaID
Kliping kegiatan Menteri sitinurbaya Bakar dari group chat @JokopediaIDKliping kegiatan Menteri sitinurbaya Bakar dari group chat @JokopediaID
Kliping kegiatan Menteri sitinurbaya Bakar dari group chat @JokopediaIDBisnis Rental Kursi Pijat 081380783912
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...Ninil Jannah
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Ninil Jannah
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Modul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurModul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...Ninil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Ninil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMA/MA,...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMA/MA,...Ninil Jannah
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...Ninil Jannah
 
Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Ninil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 

What's hot (17)

Gerakan rehabilitasi berbasis masyarakat
Gerakan rehabilitasi berbasis masyarakatGerakan rehabilitasi berbasis masyarakat
Gerakan rehabilitasi berbasis masyarakat
 
Kliping kegiatan Menteri sitinurbaya Bakar dari group chat @JokopediaID
Kliping kegiatan Menteri sitinurbaya Bakar dari group chat @JokopediaIDKliping kegiatan Menteri sitinurbaya Bakar dari group chat @JokopediaID
Kliping kegiatan Menteri sitinurbaya Bakar dari group chat @JokopediaID
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
 
Nomor 1 tahun 2008
Nomor 1 tahun 2008Nomor 1 tahun 2008
Nomor 1 tahun 2008
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana...
 
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 meiBanjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
 
Modul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurModul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskur
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMP/MTs...
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SD/MI, ...
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMA/MA,...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Tsunami SMA/MA,...
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMA/MA,...
 
Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010Banjir sd 26 mei 2010
Banjir sd 26 mei 2010
 
Position paper kpb draft0
Position paper kpb draft0Position paper kpb draft0
Position paper kpb draft0
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 

Viewers also liked

CSS Fat Mag Jun-Aug 2015
CSS Fat Mag Jun-Aug 2015CSS Fat Mag Jun-Aug 2015
CSS Fat Mag Jun-Aug 2015Tracey Porter
 
NetworkingPAE - Vender está bien, fidelizar al cliente, mejor. Emilio Benítez
NetworkingPAE - Vender está bien, fidelizar al cliente, mejor. Emilio BenítezNetworkingPAE - Vender está bien, fidelizar al cliente, mejor. Emilio Benítez
NetworkingPAE - Vender está bien, fidelizar al cliente, mejor. Emilio BenítezPayPerThink
 
Fire Drills: an Analog for Verifying Your Solution's Emergency Response Plans
Fire Drills: an Analog for Verifying Your Solution's Emergency Response PlansFire Drills: an Analog for Verifying Your Solution's Emergency Response Plans
Fire Drills: an Analog for Verifying Your Solution's Emergency Response PlansAndrew 'Drew' Cox
 
Middle School Matinee
Middle School MatineeMiddle School Matinee
Middle School Matineedkommer
 
Un "webmaster / community manager ", pourquoi pas ?
Un "webmaster / community manager ", pourquoi pas ?Un "webmaster / community manager ", pourquoi pas ?
Un "webmaster / community manager ", pourquoi pas ?Pierre A. Martin
 
WEB/DOMAIN/E-MAIL SERVICE AGREEMENT
WEB/DOMAIN/E-MAIL SERVICE AGREEMENTWEB/DOMAIN/E-MAIL SERVICE AGREEMENT
WEB/DOMAIN/E-MAIL SERVICE AGREEMENTwebhostingguy
 
Oplæg rekruttering cabi virksomhedsnetværk 21 05-14
Oplæg rekruttering cabi virksomhedsnetværk 21 05-14Oplæg rekruttering cabi virksomhedsnetværk 21 05-14
Oplæg rekruttering cabi virksomhedsnetværk 21 05-14Tonny Mikkelsen
 
Get Social with StarBuzz Social Web Community
Get Social with StarBuzz Social Web Community Get Social with StarBuzz Social Web Community
Get Social with StarBuzz Social Web Community StarBuzz Weekly
 
Wind_energy_Program_FactSheet
Wind_energy_Program_FactSheetWind_energy_Program_FactSheet
Wind_energy_Program_FactSheetNicole Lundberg
 
Desarrollo de péptidos bioactivos y probióticos para la tercera_Daniel Ramón
Desarrollo de péptidos bioactivos y probióticos para la tercera_Daniel RamónDesarrollo de péptidos bioactivos y probióticos para la tercera_Daniel Ramón
Desarrollo de péptidos bioactivos y probióticos para la tercera_Daniel RamónFIAB
 
Kompetanseforum NHO: om "Verden er din" og #SoMe
Kompetanseforum NHO: om "Verden er din" og #SoMeKompetanseforum NHO: om "Verden er din" og #SoMe
Kompetanseforum NHO: om "Verden er din" og #SoMeHilde Veum
 
UCAM - Curso Introducción para certificación PMP
UCAM - Curso Introducción para certificación PMPUCAM - Curso Introducción para certificación PMP
UCAM - Curso Introducción para certificación PMPJoan Coll
 
PORSCHE Sharing e-learning resources SHA Newbury
PORSCHE Sharing e-learning resources SHA NewburyPORSCHE Sharing e-learning resources SHA Newbury
PORSCHE Sharing e-learning resources SHA Newburyheamedev
 
Consolidado del Proyecto - I.E. Eleazar Guzman Barron 88013
Consolidado del Proyecto - I.E. Eleazar Guzman Barron 88013Consolidado del Proyecto - I.E. Eleazar Guzman Barron 88013
Consolidado del Proyecto - I.E. Eleazar Guzman Barron 88013Eleazar Guzman Barron 88013
 
Value oriented Maintenance - Improvement of O.E.E. and cost efficiency
Value oriented Maintenance - Improvement of O.E.E. and cost efficiency Value oriented Maintenance - Improvement of O.E.E. and cost efficiency
Value oriented Maintenance - Improvement of O.E.E. and cost efficiency ConMoto Consulting Group
 

Viewers also liked (20)

CSS Fat Mag Jun-Aug 2015
CSS Fat Mag Jun-Aug 2015CSS Fat Mag Jun-Aug 2015
CSS Fat Mag Jun-Aug 2015
 
Credenciales portafolio desarrollo web junio 2014
Credenciales portafolio desarrollo web  junio 2014Credenciales portafolio desarrollo web  junio 2014
Credenciales portafolio desarrollo web junio 2014
 
NetworkingPAE - Vender está bien, fidelizar al cliente, mejor. Emilio Benítez
NetworkingPAE - Vender está bien, fidelizar al cliente, mejor. Emilio BenítezNetworkingPAE - Vender está bien, fidelizar al cliente, mejor. Emilio Benítez
NetworkingPAE - Vender está bien, fidelizar al cliente, mejor. Emilio Benítez
 
Fire Drills: an Analog for Verifying Your Solution's Emergency Response Plans
Fire Drills: an Analog for Verifying Your Solution's Emergency Response PlansFire Drills: an Analog for Verifying Your Solution's Emergency Response Plans
Fire Drills: an Analog for Verifying Your Solution's Emergency Response Plans
 
E merchant digital profile
E merchant digital profileE merchant digital profile
E merchant digital profile
 
Middle School Matinee
Middle School MatineeMiddle School Matinee
Middle School Matinee
 
Un "webmaster / community manager ", pourquoi pas ?
Un "webmaster / community manager ", pourquoi pas ?Un "webmaster / community manager ", pourquoi pas ?
Un "webmaster / community manager ", pourquoi pas ?
 
WEB/DOMAIN/E-MAIL SERVICE AGREEMENT
WEB/DOMAIN/E-MAIL SERVICE AGREEMENTWEB/DOMAIN/E-MAIL SERVICE AGREEMENT
WEB/DOMAIN/E-MAIL SERVICE AGREEMENT
 
Oplæg rekruttering cabi virksomhedsnetværk 21 05-14
Oplæg rekruttering cabi virksomhedsnetværk 21 05-14Oplæg rekruttering cabi virksomhedsnetværk 21 05-14
Oplæg rekruttering cabi virksomhedsnetværk 21 05-14
 
Letras nutritivas
Letras nutritivasLetras nutritivas
Letras nutritivas
 
Get Social with StarBuzz Social Web Community
Get Social with StarBuzz Social Web Community Get Social with StarBuzz Social Web Community
Get Social with StarBuzz Social Web Community
 
Wind_energy_Program_FactSheet
Wind_energy_Program_FactSheetWind_energy_Program_FactSheet
Wind_energy_Program_FactSheet
 
Desarrollo de péptidos bioactivos y probióticos para la tercera_Daniel Ramón
Desarrollo de péptidos bioactivos y probióticos para la tercera_Daniel RamónDesarrollo de péptidos bioactivos y probióticos para la tercera_Daniel Ramón
Desarrollo de péptidos bioactivos y probióticos para la tercera_Daniel Ramón
 
Kompetanseforum NHO: om "Verden er din" og #SoMe
Kompetanseforum NHO: om "Verden er din" og #SoMeKompetanseforum NHO: om "Verden er din" og #SoMe
Kompetanseforum NHO: om "Verden er din" og #SoMe
 
UCAM - Curso Introducción para certificación PMP
UCAM - Curso Introducción para certificación PMPUCAM - Curso Introducción para certificación PMP
UCAM - Curso Introducción para certificación PMP
 
PORSCHE Sharing e-learning resources SHA Newbury
PORSCHE Sharing e-learning resources SHA NewburyPORSCHE Sharing e-learning resources SHA Newbury
PORSCHE Sharing e-learning resources SHA Newbury
 
Internet
InternetInternet
Internet
 
Audi cave
Audi caveAudi cave
Audi cave
 
Consolidado del Proyecto - I.E. Eleazar Guzman Barron 88013
Consolidado del Proyecto - I.E. Eleazar Guzman Barron 88013Consolidado del Proyecto - I.E. Eleazar Guzman Barron 88013
Consolidado del Proyecto - I.E. Eleazar Guzman Barron 88013
 
Value oriented Maintenance - Improvement of O.E.E. and cost efficiency
Value oriented Maintenance - Improvement of O.E.E. and cost efficiency Value oriented Maintenance - Improvement of O.E.E. and cost efficiency
Value oriented Maintenance - Improvement of O.E.E. and cost efficiency
 

Similar to Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited

Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...HermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...HermawanWahyuNugroho1
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...HermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahModul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 

Similar to Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited (20)

Dikpora diy ba bencana-sd-mi_final edited
Dikpora diy ba bencana-sd-mi_final editedDikpora diy ba bencana-sd-mi_final edited
Dikpora diy ba bencana-sd-mi_final edited
 
Teknis_Penerapan_SMAB.pptx
Teknis_Penerapan_SMAB.pptxTeknis_Penerapan_SMAB.pptx
Teknis_Penerapan_SMAB.pptx
 
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Banjir SMP, PUSKUR, UNDP
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
 
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahModul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
 

More from Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)

Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung apiLingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 

More from Lingkar Association (Perkumpulan Lingkar) (14)

Satuan Pendidikan Aman Bencana, Pendahuluan.pdf
Satuan Pendidikan Aman Bencana, Pendahuluan.pdfSatuan Pendidikan Aman Bencana, Pendahuluan.pdf
Satuan Pendidikan Aman Bencana, Pendahuluan.pdf
 
Laporan Penilaian Ketangguhan_KabSigi_2020.pdf
Laporan Penilaian Ketangguhan_KabSigi_2020.pdfLaporan Penilaian Ketangguhan_KabSigi_2020.pdf
Laporan Penilaian Ketangguhan_KabSigi_2020.pdf
 
Laporan Penilaian Ketangguhan_KotaPalu_rev02+ttd.pdf
Laporan Penilaian Ketangguhan_KotaPalu_rev02+ttd.pdfLaporan Penilaian Ketangguhan_KotaPalu_rev02+ttd.pdf
Laporan Penilaian Ketangguhan_KotaPalu_rev02+ttd.pdf
 
Melenting dari longsoran hutan pinus 04102015
Melenting dari longsoran hutan pinus 04102015Melenting dari longsoran hutan pinus 04102015
Melenting dari longsoran hutan pinus 04102015
 
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
Monitoring Evaluasi Partisipatif PRBBK, Lingkar/Untung Winarso, Copyright UND...
 
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
Ninil jannah lingkar association bagaimana hfa di praktekan di tingkat masyar...
 
Nj kapita selekta pb
Nj kapita selekta pbNj kapita selekta pb
Nj kapita selekta pb
 
Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana
Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencanaPengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana
Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana
 
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
 
2.bahan ajar risiko diy dan gunung api merapi
2.bahan ajar risiko diy dan gunung api merapi2.bahan ajar risiko diy dan gunung api merapi
2.bahan ajar risiko diy dan gunung api merapi
 
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
Ninil Jannah Lingkar Association for Consortium Disaster Education Indonesia:...
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengalaman Pembentukan Forum Pengurangan Ri...
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
Ninil Jannah Lingkar Association: Pengurangan Risiko Bencana Yang Sensitif Ge...
 
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
Ninil Jannah Lingkar Association: Disaster Risk Mitigation and Prevention for...
 

Dikpora diy ba bencana-sma-ma-smk_final edited

  • 1. 1 NASKAH BERSAHABAT DENGAN BENCANA Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta © 2011
  • 2. 2 NASKAH Judul: BERSAHABAT DENGAN BENCANA Bahan Ajar Pengurangan Risiko Bencana untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tim Penyusun:  Hasan Bachtiar (Koordinator)  Sunaring Kurniandaru  Yugyasmono  Ruhui Eka Setiawan  Yanet Paulina  Pudji Santoso Tim Penyunting:  Akhmad Agus Fajari  Irfan Afifi  Yahya Dwipa Nusantara Tim Pakar:  Ninil R. Miftahul Jannah, S.Ked.  Drs. Awang Trisnamurti  Trias Aditya, Ph.D.  Prof. Sutomo Wuryadi, Ph.D.  Ir. Heri Siswanto Penerbit: Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Alamat : Jl. Cendana 9, Yogyakarta 55166 – INDONESIA Telefon : (0274) 541322, 583628 Faksimili : (0274) 513132 E-mail : dikporadiy@yahoo.com Website : www.pendidikan-diy.go.id © 2011
  • 3. Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, gerakan/upaya bersama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini, salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan, Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) menjadi penting. Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikan Penyusunan Bahan Ajar Bermuatan Kebencanaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam seri Bersahabat dengan Bencana SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, dan SLB). Upaya ini juga Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar buku sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga Kep Yogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/cita Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “ Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan ta Hayuning Bhawono”. Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini, sampaikan terima kasih sedalam Yogyakarta, Desember 2011 Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Drs. R. Kadarmanta Baskara Aji NIP: 19630225 19 3 PRAKATA Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas Yogyakarta, sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam rsama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini, salah satunya yang berkaitan dengan sektor pendidikan, meningkatkan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan kapasitas kesiapsiagaan bencana pada bidang pendidikan. Untuk itu, melal Penyusunan Bahan Ajar Bermuatan Kebencanaan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku-buku bahan ajar bermuatan kebencanaan Bersahabat dengan Bencana untuk masing-masing jenjang satu SMK, dan SLB). Upaya ini juga dilaksanakan guna Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. Tujuannya ialah kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) di Provinsi Daerah Istimewa Berdasarkan hal tersebut, diharapkan agar buku-buku Bahan Ajar ini dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan khususnya Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga dapat mewujudkan pencapaian visi/cita-cita Penanggulangan Bencana Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni “Terwujudnya masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta yang peka, tanggap, dan tangguh terhadap bencana menuju Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya bahan ajar bermuatan kebencanaan ini, terutama Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya dalam-dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita. Yogyakarta, Desember 2011 Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Drs. R. Kadarmanta Baskara Aji NIP: 19630225 199003 1 010 Menyikapi kerawanan bencana yang terdapat di wilayah dan dihadapi oleh komunitas sumbangsih dan prakarsa semua pihak dalam rsama Pengurangan Risiko Bencana (PRB) sangatlah dibutuhkan. Dalam hal ini, meningkatkan kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan tentang upaya Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ingin mengambil bagian dan memberikan sumbangsih yang strategis bagi prakarsa upaya penguatan Untuk itu, melalui Kegiatan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga buku bahan ajar bermuatan kebencanaan masing jenjang satuan pendidikan (TK, dilaksanakan guna menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang ialah untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas para pihak pemangku kepentingan bidang pendidikan tentang di Provinsi Daerah Istimewa Bahan Ajar ini dapat digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Sekolah (PRBBS) oleh para pihak pemangku kepentingan endidikan di Provinsi Daerah Istimewa cita Penanggulangan Bencana Terwujudnya masyarakat Daerah bencana menuju Hamemayu Akhirnya, dalam kesempatan yang baik ini, kepada semua pihak yang telah membantu Tim Penyusun dan Tim Pakar, saya dalamnya. Semoga Tuhan Yang maha Esa meridhai ikhtiar kita. Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
  • 4. 4 PENGANTAR Sekolah adalah komunitas belajar dengan organisasi siswa sebagai partisipan belajar, tenaga kependidikan guru dan non-kependidikan termasuk juga Komite Sekolah yang di dalamnya merupakan wahana partisipasi masyarakat di dalam Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS). Sekolah memiliki tanggung jawab dan peran strategis untuk menjamin keselamatan warga sekolah dalam menghadapi ancaman/bencana. Selain mengancam komunitas, dampak lanjutan bencana memiliki akibat terhadap hak anak-anak. Yakni, terganggunya hak anak dalam mendapatkan pelayanan pendidikan. Salah satu langkah strategis untuk mewujudkan hal tersebut Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merancang dan menyusun bahan ajar berupa buku pengayaan materi kebencanaan untuk siswa Sekolah Menengah/Kejuruan/Aliyah guna memenuhi kebutuhan pengetahuan siswa terhadap prakarsa Pengurangan Risiko Bencana di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya adalah terintegrasinya pengetahuan maupun pengalaman mengenai kebencanaan dari seluruh komponen Sekolah, terutama siswa, dalam usaha mengurangi risiko bencana di lingkungan sekolah maupun rumah tinggalnya masing- masing. Buku ini merupakan langkah awal dalam menghadirkan bahan ajar yang komprehensif mengenai kebencanaan bagi seluruh komponen Sekolah. Semoga bahan ajar ini dapat memberi manfaat bagi pembacanya sehingga kita selalu siap membangun kembali kehidupan kita tatkala bencana datang. Kita akan belajar dan berfikir bagaimana cara yang terbaik agar mampu mencegah jatuhnya korban jiwa serta mengurangi kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh Bencana. Akhir kata, selamat membaca dan selamat berkarya. Salam, Tim Penyusun
  • 5. 5 DAFTAR ISI PRAKATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I. MENGAPA YOGYAKARTA RAWAN BENCANA? II. MENGENAL BENCANA 2.1 SISTEM NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA 2.2 PENAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA 2.3 KOMPONEN PROGRAM / KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA III. RISIKO BENCANA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 3.1 DESKRIPSI WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA IV. TATA NILAI BUDAYA YOGYAKARTA MENYIKAPI BENCANA 4.1 RAGAM UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA OLEH PARA PIHAK DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA V. PROFIL KEBENCANAAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 5.1 GEMPA BUMI 5.2 TSUNAMI 5.3 LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 5.3.1 BANJIR LAHAR 5.4 BANJIR 5.5 TANAH LONGSOR 5.6 ANGIN PUTTING BELIUNG 5.7 KEKERINGAN 5.8 WABAH PENYAKIT DAFTAR PUSTAKA
  • 6. 6 DAFTAR TABEL Tabel 1. Klasifikasi Bahaya/Ancaman Tabel 2. Rumus Risiko Bencana Tabel 3. Check List Evaluasi Kualitas Pembangunan Rumah Tahan Gempa Tabel 4. Potensi Banjir di Provinsi DIY Tabel 5. Sebaran Wilayah Rawan Angin Ribut/Puting Beliung Tabel 6. Potensi Kekeringan di Provinsi DIY
  • 7. 7 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Ring of fire Gambar 2. Contoh Kegiatan dalam Pengurangan Risiko Bencana Gambar 3. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Dalam Ruangan Gambar 4. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Luar Ruangan Gambar 5. Tindakan PPGD Gambar 6. Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan Sekitarnya Gambar 7. Jalur Gempa Bumi Gambar 8. Peta Risiko Bencana Gempa Bumi Gambar 9. Bangunan Rusak Akibat Gempa Yogyakarta Gambar 10. Proses Terjadinya Tsunami Gambar 11. Peta Risiko Bencana Tsunami Gambar 12. Foto Aktivitas Erupsi Gunung Api Merapi dan Awan Panas. Gambar 13. Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi Gambar 14. Diagram Alir Data dan Informasi Status Aktivitas Gunung Api Gambar 15. Diagram Alir Informasi dan Peringatan Dini di Merapi Gambar 16. Perubahan Bentuk Kubah Lava Merapi Gambar 17. Kubah Merapi Gambar 18. Dampak Letusan Sekunder Merapi Gambar 19. Peta Aliran Sungai Utama di Wilayah Gunung Api Merapi Gambar 20. Peta Banjir Lahar Gunung Api Merapi Tahun 2011/2012 Gambar 21. Peta Risiko Banjir DIY Gambar 22. Gambar Jenis Tanah Longsor Gambar 22. ALIRAN (Pergerakan massa tanah/batuan/bahan rombakan dengan kondisi jenuh air) Gambar 23. Peta Risiko Tanah Longsor Gambar 24. Peta Risiko Puting Beliung DIY
  • 8. MENGAPA YOGYAKARTA Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah di Indon Gempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana yang terjadi di Provinsi DI Yogyakarta. Selain itu, ancaman bencana yang lain, baik disebabkan oleh fak tersebut jika dilihat dalam lingkup wilayah Indonesia pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat aktif bergerak lempeng Eurasia, lempeng Pasifi lempeng tersebut bisa saling bertumbukan, kadang merasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat keras dan getarannya terasa sampai di permukaan bumi. Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palu samudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunung yang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tiba lebih aktif bahkan meletus. Daerah pertemuan tiga lempeng tersebut ( Australian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan memiliki cakupan wilayah yang cukup lua Kondisi di atas sangat mempengaruhi kondisi menjadikannya salah satu daerah yang rawan akan bencana memiliki gunung Merapi, Laut Selatan, kondisi sungai yang ber patahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang membuat Yogyakarta dihantui ancama Banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD. 8 BAB I YOGYAKARTA RAWAN BENCANA? Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah di Indonesia yang rawan bencana. Gempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana si DI Yogyakarta. Selain itu, provinsi ini menghadapi potensi ncaman bencana yang lain, baik disebabkan oleh faktor alam maupun non lingkup wilayah Indonesia, secara geografis Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yang sangat aktif bergerak, ketiga lempeng tersebut adalah lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng Indo Australia. Dalam pergerakannya, lempeng lempeng tersebut bisa saling bertumbukan, kadang-kadang cukup pelan hingga kita tidak merasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat rasa sampai di permukaan bumi. Gambar 1. Ring of Fire Sumber: http://id.wikipedia.org Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palu samudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunung yang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tiba lebih aktif bahkan meletus. Daerah pertemuan tiga lempeng tersebut (Eurasia, Pasifik dan Indo Australian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api ), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan memiliki cakupan wilayah yang cukup luas, yakni sepanjang 40.000 km. Kondisi di atas sangat mempengaruhi kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta salah satu daerah yang rawan akan bencana. Provinsi DIY, secara tipologis, memiliki gunung Merapi, Laut Selatan, kondisi sungai yang berhulu di Merapi, juga terdapat patahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang membuat Yogyakarta dihantui ancaman bencana yang besar seperti Gempa Bumi, Gunung Api, Banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD. BENCANA? esia yang rawan bencana. Gempa Bumi pada Bulan Mei 2006 dan Erupsi Gunung Merapi merupakan contoh nyata bencana provinsi ini menghadapi potensi beberapa tor alam maupun non-alam. Faktor alam , secara geografis Indonesia terletak pada etiga lempeng tersebut adalah k dan lempeng Indo Australia. Dalam pergerakannya, lempeng- kadang cukup pelan hingga kita tidak merasakan namun dalam beberapa kejadian, lempeng benua tersebut bisa bertumbukan sangat Benturan dari lempeng benua mengakibatkan terbentuknya lipatan, punggungan dan patahan pada permukaan bumi. Ada juga hasil pergerakan yang tercipta di laut yaitu palung samudera. Pergerakan lempeng bumi juga memicu timbulnya aktivitas magma (kegunung-apian) yang lebih tinggi dari biasanya. Sehingga banyak gunung api di Indonesia tiba-tiba saja menjadi Eurasia, Pasifik dan Indo- Australian) dalam dunia pengetahuan disebut dengan istilah Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api ), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang Provinsi DIY, secara tipologis, hulu di Merapi, juga terdapat patahan atau sesar di bawah Sungai Opak (Kali Opak). Selain itu, juga terdapat dataran tingi atau pegunungan, dengan tingkat populasi kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kondisi inilah yang n bencana yang besar seperti Gempa Bumi, Gunung Api, Banjir, Tsunami, Tanah Longsor, Angin Topan/ribut, Kekeringan, dan Epidemi DBD.
  • 9. 9 Faktor-faktor yang menyebabkan Yogyakarta memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam adalah: 1. Di sebelah utara berdiri Gunung api Merapi yang merupakan salah satu gunung teraktif di dunia dengan siklus letusan 3-4 tahun, memiliki luas ± 582,81 km2 dan ketinggian 80-2.911 m. 2. Di sebelah barat terdapat pegunungan yaitu daerah pegunungan Kulon Progo yang susunan materialnya merupakan material vulkanik tua dan lapuk, sehingga sangat mudah mengalami longsor, memiliki luas ± 706,25 km2 dan ketinggian 0-572 m. 3. Di sebelah selatan, Yogyakarta dibatasi oleh laut (samudera Hindia) dan terbentang lahan pesisir pantai yang landai mulai dari Parangtritis hingga Kecamatan Temon, Kulonprogo, dan karena karakteristik inilah maka yogyakarta rawan tsunami, memiliki luas ± 1.656,25 km2 dan ketinggian 150-750 m. 4. Di sebelah timur terdapat dua sistem pegunungan yang secara geologis mempunyai sifat dan proses pembentukan yang berbeda, yaitu pegunungan Baturagung di sisi utara yang memiliki karakteristik material vulkanik tua, seperti pegunungan di kulon progo. Di wilayah ini sering terjadi bencana longsor dan gempa bumi karena juga terdapat patahan lempeng. Selain itu, juga terdapat Pengunungan sewu/seribu di sisi selatan yang mempunyai material batu kapur, yang punya karakteristik sulit menahan air, sehingga rawan kekeringan. Terkait dengan potensi ancaman bencana alam, penanggulangan bencana memegang peranan yang sangat penting, baik pada saat sebelum, ketika, dan sesudah terjadinya bencana. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bencana dapat dilihat sebagai hubungan antara adanya ancaman bahaya di sekitarnya dengan kelemahan/ketidakmampuan masyarakat dan rendahnya kemampuan/kekuatan untuk menangkalnya. Penanggulangan bencana diarahkan pada bagaimana mengelola akibat dari bencana sehingga dampak bencana dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali.
  • 10. 10 BAB II MENGENAL BENCANA Bencana bisa menyebabkan kematian, korban luka-luka, rusaknya bangunan dan infrastruktur lainnya. Pada saat terjadi bencana, kekurangan pangan, air bersih, menyebarnya wabah penyakit, dan terhentinya kegiatan ekonomi merupakan gambaran yang umum ketika masyarakat didalamnya tidak memiliki bekal pengetahuan yang memadai mengenai bencana, bahkan tidak jarang menimbulkan tekanan mental yang menyebabkan depresi. Bencana timbul ketika manusia tidak dapat mengatasi ancaman. Ancaman adalah fenomena alam yang berpotensi merusak atau mengancam kehidupan manusia, sangat penting bagi kita mempunyai daya tahan dalam menghadapi ancaman, misalnya dengan mengetahui tanda-tanda bencana, membangun waduk untuk mencegah banjir, mendirikan tempat-tempat pengungsian, melakukan pencegahan penyakit, menyediakan alat-alat evakuasi dan lain-lain. Banyak hal yang mempengaruhi kemampuan kita dalam mengatasi ancaman. Antara lain; kondisi fisik, keadaan sosial budaya, kelembagaan sosial, kemampuan ekonomi, pengetahuan, sikap atau perilaku. Bila ada gunung api meletus di sebuah pulau terpencil dan tidak ada penghuninya, maka kejadian itu bukan merupakan sebuah bencana sebab letusan gunung api di pulau yang tidak berpenghuni tidak menyebabkan kerugian ekonomi dan fisik. Contoh lain, gempa bumi di Tokyo tidak menjadi sebuah bencana karena masyarakat di sana telah mengambil langkah-langkah pencegahan jatuhnya korban. Ancaman ada di mana-mana dan berbeda-beda bentuknya. Di Indonesia, kita hidup dengan berbagai ancaman. Tetapi, dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurang dampak dan risiko bencana, kita dapat mengurangi korban dan kerugian. Mari kita mengenal bencana berdasarkan waktu kejadiannya: 1. Bencana yang terjadi secara tiba-tiba, misalnya gempa bumi, tsunami, angin topan/badai, letusan gunung berapi dan tanah longsor. Beberapa bencana memberikan tanda-tanda sehingga kita bisa mengantisipasinya namun beberapa kejadian tidak dapat kita antisipasi bahkan oleh perangkat teknologi canggih sekalipun. 2. Bencana yang terjadi secara perlahan merupakan bencana yang dapat diprediksikan sebelumnya. Bencana ini terjadi ketika keadaan normal meningkat menjadi situasi darurat dan kemudian menjadi situasi bencana. Misalnya kekeringan, rawan pangan, kerusakan lingkungan dan lain-lain. Dalam Living with Risk (UNISDR, 2004) dipaparkan klasifikasi bahaya bencana menurut sifat, contoh, dan kecepatan serangannya sebagai berikut: Tabel 1. Klasifikasi Bahaya/Ancaman Bahaya-Bahaya Kecepatan Serangan Kategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak Lambat Bahaya Natural/ Alamiah Hidro- Meteorologis Banjir Air, Banjir Lumpur, & Banjir Bandang   Siklon Tropis, Angin Topan, Badai Angin & Hujan, Badai Salju, Badai Pasir/Debu, Kilat/Petir/Halilintar   Kekeringan, Desertifikasi, Kebakaran Hutan, Suhu Udara Ekstrem  Permafros, Salju Longsor   Geologis Gempa Bumi (Tektonis & Vulkanis)  Tsunami  Aktivitas & Emisi Vulkanis/Gunung Api  Gerakan-Gerakan Massa, Tanah Longsor, Batu Longsor, Pencairan Es (Likuifaksi), Dasar Lautan Longsor  Permukaan Daratan Ambruk, Aktivitas Penyimpangan Geologis   Biologis Penjangkitan Wabah Penyakit Menular (Epidemi), Penularan Penyakit dari Hewan 
  • 11. 11 Bahaya-Bahaya Kecepatan Serangan Kategori Sifat Contoh/Jenis Mendadak Lambat dan Tanaman Serangan Virus Ganas  Bahaya Akibat Ulah Manusia Teknologis/ Antropogenis Pencemaran Industrial  Kebocoran Reaktor Nuklir/Pelepasan Bahan Radioaktif ke Alam Bebas   Kerusakan Dam/Waduk  Kecelakaan Transportasi, Industri, atau Teknologi (Kebakaran, Ledakan, dll.)   Environmental/ Degradasi Lingkungan Degradasi (Penurunan Mutu), Deforestasi (Penggundulan Hutan), & Desertifikasi Tanah (Penggurunan)  Kebakaran Hutan  Kepunahan Keanekaragaman Hayati  Pencemaran/Polusi Air, Tanah, & Udara  Pemanasan Global/Perubahan Iklim  Peningkatan Tinggi Permukaan Air Laut  Pengikisan Ozon  Sosial (Ekonomis, Kultural, Politis, dll.) Konflik Komunal, Antar-Suku, dll.  Kerusuhan/Kekacauan Massal  Perang (Bersenjata)  Serangan Teroris   Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menghitung secara matematis sebagai dasar bagi perubahan paradigmatik dalam konsep/teori, kebijakan, dan praktik penanggulangan bencana: Tabel 2. Rumus Risiko Bencana DISASTER RISK (R) = HAZARD (H) X VULNERABILITY (V) CAPACITY (C) RISIKO BENCANA = ANCAMAN X KERENTANAN KAPASITAS Penjelasan Unsur-Unsur Pembentuk Bencana: 1. Risiko Bencana – Kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Resiko dapat berupa kematian, luka, sakit, hilang, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. 2. Bahaya/Ancaman – Situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan. 3. Kerentanan – Tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan dapat berupa kerentanan fisik, ekonomi, sosial dan tabiat, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab. 4. Kapasitas/Kemampuan – Penguasaan sumberdaya, cara, dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk, mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi, mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana. 2.1 SISTEM NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA Sistem Nasional Penanggulangan Bencana Indonesia yang disusun sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, telah dilengkapi dengan tiga Peraturan Pemerintah dan satu Peraturan Presiden. Tiga peraturan pemerintah tersebut adalah peraturan mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP 21/2008),
  • 12. Pendanaan dan Pengelolaan Ban lembaga asing non-pemerintahan (PP 23/2008) 2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) terutama untuk tingkat Provinsi. BNPB resmi dibentuk pa pemerintah non departemen dan berada di bawah serta bertanggung Presiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala (yang kedudukannya adalah setingkat mentri), unsur serta unsur-unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya adalah mengangkat isu ini ke tingkat pemerintahan mekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala bidang mengadopsi dan mengimplementasi pe masing-masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan Hidup. 2.2 PENAHAPAN PENANGGULANGAN BE Penahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkan dilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan tindakan-tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan sepanjang siklu 1. Tahap Pra-Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat potensi bencana; 2. Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan, 3. Masa Pasca-Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana. 12 Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan (PP 22/2008), serta peran lembaga internasional dan pemerintahan (PP 23/2008), sedangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). bupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) BNPB resmi dibentuk pada bulan Januari 2008. BNPB merupakan salah satu lembaga erintah non departemen dan berada di bawah serta bertanggung-jawab langsung kepada Presiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak pat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala (yang kedudukannya adalah setingkat mentri), unsur-unsur pengarah yang terdir unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis. BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya adalah mengangkat isu ini ke tingkat pemerintahan tertinggi, menstimulir pengembangan mekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala bidang mengadopsi dan mengimplementasi pengurangan bencana sesuai tanggung jawab masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan AHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA Penahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkan dilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban. Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan sepanjang siklus bencana, yaitu: Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat Saat Tanggap Darurat, yaitu situasi di mana terjadi bencana dan, Bencana, yaitu saat setelah terjadi bencana. tuan (PP 22/2008), serta peran lembaga internasional dan edangkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 adalah tentang Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB). Pada tingkat daerah bupaten/Kota telah menyiapkan peraturan daerah (PERDA) untuk penanggulangan bencana dan juga pembentukan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) merupakan salah satu lembaga jawab langsung kepada Presiden. Dua fungsi utama yang harus dijalankan oleh BNPB, yaitu (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan penangggulangan bencana dan penaganan pengungsi dengan bertindak pat dan tepat secara efektif dan efisien; dan (2) mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh. BNPB terdiri atas Kepala unsur pengarah yang terdiri dari 19 anggota, unsur pelaksana yang terdiri dari sekretaris utama, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Utama Pusat, serta Unit Pelaksana Teknis. BNPB adalah organisasi manajemen bencana nasional yang menerima keseluruhan tanggung jawab untuk memfasilitasi dan mendorong implementasi KKH. Termasuk di dalamnya tertinggi, menstimulir pengembangan mekanisme implementasi nasional, mengasuh dan memelihara platform nasional pengurangan risiko bencana dan, mendorong agar organisasi negara dan organisasi masyarakat dari segala ngurangan bencana sesuai tanggung jawab masing. Dalam kasus lain, peran dan tanggung jawab mungkin jatuh pada Kementerian lain seperti Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan, dan Kementerian Lingkungan Penahapan Penanggulangan Bencana merupakan berbagai macam tahapan tindakan ketika potensi bencana itu ada, terjadi, sampai pasca bencana itu terjadi. Penahapan ini penting tatkala ada beberapa kasus ketika bencana terjadi, pertolongan yang dibutuhkan sudah terlambat dilakukan sehingga jatuh korban. Padahal, bencana memiliki siklus sehingga kita dapat melakukan tindakan untuk menghindari timbulnya kerugian dan jatuhnya banyak korban. s bencana, yaitu: Bencana, dalam situasi (a) tidak terdapat potensi bencana dan (b) terdapat
  • 13. 13 2.3 KOMPONEN PROGRAM/KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA Jenis-jenis program dan kegiatan penanggulangan bencana, sesuai dengan Undang- Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, meliputi: 1. Pencegahan dan Mitigasi, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat pra bencana untuk menghindari terjadinya bencana dan mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. a. Tindakan pencegahan yang tergolong mitigasi pasif antara lain: (1) penyusunan peraturan perundang-undangan, (2) pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah, (3) pembuatan pedoman/standar/prosedur, (4) pembuatan media informasi publik yang dapat berupa brosur/leaflet/poster, (5) penelitian/pengkajian karakteristik bencana, (6) pengkajian/analisis risiko bencana, (7) internalisasi penanggulangan bencana di dalam muatan lokal pendidikan, (8) pembentukan satuan tugas bencana, (9) penguatan unit-unit sosial di dalam masyarakat, dan (10) pengarusutamaan penanggulangan bencana ke dalam pembangunan; b. Sedangkan tindakan mitigasi aktif antara lain: (1) pembuatan dan penempatan tanda- tanda peringatan atau larangan memasuki daerah rawan bencana, (2) pengawasan pelaksanaan berbagai peraturan penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan serupa berkaitan dengan pencegahan bencana, (3) pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat, (4) pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman, (5) penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat, (6) perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur evakuasi, (7) pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa, dan sejenisnya. 2. Kesiapsiagaan, yakni program yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan gangguan terhadap tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, antara lain: (1) pengaktifan pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukung, (2) pelatihan siaga/simulasi/gladi teknis bagi setiap sektor (SAR, sosial, kesehatan, prasarana, pekerjaan umum, dll.), (3) penyiapan dukungan sumber daya/logistik, (4) penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan, (5) penyiapan peringatan dini (early warning), (6) penyusunan rencana kontinjensi, (7) inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan, (8) mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan). 3. Tanggap Darurat, Pemulihan, dan Rekonstruksi melekat dengan proses dan kegiatan di masa terjadi bencana. Upaya pengurangan risiko bencana, bahkan, banyak telah diintegrasikan pada fase rekonstruksi yakni tahap membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana, yang bila memungkinkan dilakukan dengan lebih baik; meliputi: 1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana, 2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, 3) Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat, 4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, 5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat, 6) Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, 7) Peningkatan fungsi pelayanan publik, dan 8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
  • 14. 14 Gambar 2. Contoh Kegiatan dalam Pengurangan Risiko Bencana Gambar 3. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Dalam Ruangan (Sumber: Dokumentasi PRBBS Lingkar) Tindakan Melindungi Diri (Drop, Cover, Hold) 1. Jatuhkan diri ke tanah. Guncangan gempa yang kuat bisa membuatmu kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Dengan posisi merunduk sehingga badanmu lebih dekat dengan tanah, kamu mengurangi kemungkinan untuk jatuh. Selain itu, kamu masih bisa bergerak dengan bebas bila perlu. 2. Berlindunglah di bawah meja atau perabot yang kuat. Bila tidak ada meja atau perabot yang kuat, meringkuklah di dekat dinding dalam rumah. Lindungi kepalamu. 3. Jauhi lemari, rak buku atau benda-benda lain yang bisa menimpamu. Jangan berlindung di dekat jendela kaca. 4. Berpegangan pada meja atau perabot tempat kamu berlindung, pertahankan posisimu sehingga kamu tetap terlindung.
  • 15. 15 Gambar 4. Tindakan Melindungi Diri/Drop Cover Hold di Luar Ruangan (Sumber: Dokumentasi PRBBS Lingkar) Gambar 5. Tindakan PPGD (Sumber: Dokumentasi Lingkar) Tas Siaga Tas Siaga adalah tas yang berisi barang-barang yang dapat digunakan untuk bertahan hidup dalam keadaan darurat. Tas Siaga umumnya disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Apa saja Isi Tas Siaga?  Air minum – Siapkan air minum dalam botol yang bersih. Gantilah dengan yang baru setiap tiga bulan sekali.  Makanan – Siapkan makanan yang awet dan bisa dimakan tanpa harus di olah terlebih dahulu. Pilih makanan yang bisa memberikan energi cukup tinggi, seperti cokelat, biskuit, dll.  P3K – siapkan perlengkapan P3K beserta obat-obatan pribadi yang mungkin dibutuhkan. Jangan lupa untuk mengecek tanggal kadaluwarsanya. Ganti obat-obatan yang kadaluwarsa dengan yang baru.  Senter – siapkan juga baterai cadangan, korek api dan lilin.  Pakaian ganti dan selimut – siapkan satu set baju ganti beserta selimut.  Informasi kontak keluarga  Radio portabel  Fotokopi surat-surat penting (kartu identitas, dll)  Jas Hujan Barang-barang lain selain daftar di atas bisa saja dimasukkan ke dalam Tas Siaga, tergantung kondisi daerah masing-masing dan kondisi keluarga masing-masing. Misalnya: - Masker (di daerah yang rawan bencana gunung berapi)
  • 16. 16 - Pelampung (di daerah yang rawan bencana banjir) - Pakaian bayi + popok (bagi keluarga yang mempunyai bayi) Periksa secara berkala isi tas dan gantilah bila ada barang yang rusak atau kedaluwarsa. Ingat, isilah Tas Siaga dengan barang-barang yang dibutuhkan saja.
  • 17. 17 BAB III RISIKO BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 3.1 DESKRIPSI WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 32 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di Pulau Jawa bagian tengah. DI Yogyakarta di bagian selatan dibatasi oleh lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur, utara dan barat dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Letak geografis DI Yogyakarta terletak antara 70 33’-80 15’ lintang Selatan dan 1100 5’- 1100 50’ Bujur Timur. Luas provinsi DI Yogyakarta 3.185,81 km2 atau 0,17% dari luas Indonesia. Provinsi DI Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota, 75 kecamatan, 438 kelurahan/desa dan 5122 dusun. Tinjauan dari kondisi geofisik maka Provinsi DI Yogyakarta dan sekitarnya terletak pada jalur tektonik dan vulkanik, pada sisi utara terdapat vulkanik Merapi yang sangat aktif, pada sisi Selatan (Samudera Hindia) terdapat palung Jawa yang merupakan jalur subduksi lempeng Indo- Australia-Eurasia. Pertemuan ketiga lempeng ini merupakan penyebab utama terjadinya gempa tektonik di kawasan ini. Dari sisi geologi wilayah, maka wilayah DI Yogyakarta termasuk cukup kompleks, karena secara struktur terdiri dari lipatan dan patahan. Lipatan terdiri dari antiklinal dan sinklinal terdapat pada formasi Semilir dan Kepek di sisi Timur, sedang patahan berupa sesar turun berpola anthitetic fault block membentuk Graben Bantul. Formasi geologi dominan di wilayah DI Yogyakarta adalah endapan gunung merapi muda di bagian tengah (Graben Bantul) dan bagian kecil berupa formasi Sentolo di bagian barat, formasi Aluvium, Andesit (Baturagung), Formasi Semilir, Kepek dan Nglarangdi sisi timur. Secara fisiografis/bentang lahan didominasi bentang lahan dataran jaju fluvio vulkanik Merapi pada Graben Bantul, pada beberapa bagian wilayah menjadi bagian dari bentang lahan pegunungan Baturagung, Perbukitan Sentolo, Dataran sungai Progo dan dataran pantai. Ditinjau dari sisi kebencanaan, maka Provinsi DI Yogyakarta memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, klimatologis dan demografis yang rawan terhadap ancaman bencana. Sejumlah bencana yang dialami oleh daerah ini telah menimbulkan korban jiwa, kerugian material yang besar, menghancurkan hasil-hasil pembangunan dan membuat miskin ratusan ribu bahkan jutaan orang dalam sekejap. Gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Mei 2006 lalu misalnya, menimbulkan kerugian lebih dari 29 trilyun Rupiah, belum termasuk kerugian lainnya seperti hilangnya peluang dan mata pencaharian. Kesadaran akan potensi bencana serta dampak kerugian yang pernah ditimbulkan memacu pemerintah DI Yogyakarta untuk menyusun berbagai kebijakan, strategi dan sistem operasional penanggulangan bencana. Dari kondisi geografis, geologi dan geofisik wilayah DI Yogyakarta, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa wilayah di dalam Provinsi DI Yogyakarta merupakan daerah rawan bencana. Dari hasil identifikasi yang dilakukan maka terdapat beberapa potensi bencana dan kejadian bencana yang ada di wilayah ini.
  • 18. 18 BAB IV TATA NILAI BUDAYA YOGYAKARTA MENGELOLA PERISTIWA BENCANA Tata nilai budaya merupakan suatu sistem nilai yang dianut oleh masyarakat pada wilayah tertentu dalam menyikapi dan mengelola setiap perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Tata Nilai Budaya Yogyakarta merupakan tata nilai budaya Jawa yang memiliki kekhasan berupa pengerahan segenap sumber daya (golong gilig) secara terpadu (sawiji) dalam kegigihan dan kerja keras yang dinamis (greget), disertai dengan kepercayaan diri dalam bertindak (sengguh), dan tidak akan mundur dalam menghadapi segala risiko apapun (ora mingkuh). Masih segar dalam ingatan kita semua, peristiwa Gempa Bumi 27 Mei 2006 dan Bencana Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 yang disertai dengan Banjir Lahar sebagai letusan sekunder Gunung Merapi, masyarakat Yogyakarta dari semua lapisan bahu membahu dan bergotong royong untuk saling membantu. Nilai tersebut merupakan sistem yang di pakai dalam mengelola bencana sehingga bisa dengan cepat masyarakat Yogyakarta kembali pulih dari Bencana yang telah menimpa. Apabila kita perhatikan secara sepintas, daerah lain di luar Yogyakarta, kita bisa melihat betapa lambannya masyarakat di sana untuk bisa pulih kembali dengan cepat. Hidup bersama dalam masyarakat dituntut adanya solidaritas atau kesetiakawanan sosial antar anggota masyarakat, baik dalam keadaan senang maupun susah (sabaya mati, sabaya mukti). Satu sama lain harus tolong-menolong, bantu-membantu, sehingga setiap permasalahan yang timbul dapat dihadapi dan diselesaikan secara lebih ringan dan memadai. Terlebih lagi, dalam menangani urusan yang berkaitan dengan kepentingan bersama, antar anggota masyarakat hendaknya seia-sekata (saiyek saéka kapti) merampungkan urusan bersama dengan sebaik-baiknya. Bahkan, demi kepentingan umum, setiap individu dituntut untuk tidak mengharapkan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukannya (sepi ing pamrih, ramé ing gawé) karena bekerja demi kepentingan umum itu merupakan wujud keutamaan tugas yang harus diemban manusia sebagai makhluk Tuhan dalam rangka memperindah dan menjaga kelestarian dunia (hamemayu hayuning bawana), agar dunia senantiasa dapat memberi perasaan aman dan damai (ayom ayem) bagi penghuninya. 4.1 UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Kehidupan di wilayah Indonesia memang harus bersahabat dengan bencana. Sebagai konsekuensi logis dari letak geografis kepulauan Indonesia di permukaan bumi. Indonesia harus siap menghadapi beragam ancaman bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, maupun bencana sosial. Data BNPB tahun 2008 (http://bnpb.go.id) menunjukkan telah terjadi 343 bencana di Indonesia. Banjir menempati urutan teratas, yakni sebanya 197 kejadian (58%) selama tahun 2008. Angin topan 56 kejadian (16%) dan tanah longsor 39 kejadian (12%), serta banjir dan tanah longsor 22 kejadian (7%). Gelombang pasang atau abrasi turut menyumbang 8 kejadian bencana (2%), setara dengan kejadian gempa bumi dan kebakaran. Sementara, bencana akibat kegagalan teknologi terjadi 3 kali (1%), diikuti bencana kebakaran lahan dan hutan, letusan gunungapi, serta konflik/kerusuhan sosial, masing-masing 1 kejadian (0.3%). Dari data yang diperoleh, bencana banjir di tahun 2008 menimbulkan kerugian kerusakan bangunan terbanyak (20.046 bangunan) disusul gempabumi, walaupun frekuensinya sedikit, menyebabkan 8.254 bangunan rusak. Angka yang sangat tinggi tampak dari data kerusakan bangunan akibat gempa bumi yang terjadi di Indonesia di tahun 2007 yakni sejumlah 145.595 bangunan disusul kejadian banjir yang merusak 41.968 bangunan. Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana diterbitkan pada tahun 2007 (UU RI No. 24 tahun 2007), setelah belajar dari pengalaman bencana gempa-tsunami di Aceh (2004), gempa Nias (2005), dan gempa Yogyakarta – Jawa Tengah (2006). Dalam undang-undang ini diatur bahwa dalam Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), suatu pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara akan diwujudkan. Dari tingkat nasional ini, kemudian akan dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang bertugas menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
  • 19. 19 penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Dari peta rawan bencana yang disusun, akan ditetapkan prosedur tetap penanganan bencana (lihat, Wijoyono, 2009). Penyelenggaran penanggulangan bencana ini, sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelanggaraan Penanggulangan Bencana, dilakukan pada tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana. Penyelenggaraannya di tahap sebelum terjadi bencana dapat dilakukan ketika dalam situasi tidak ada bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Upaya-upaya yang bisa dilakukan meliputi perencanaan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, pelaksananaan dan penegakan tata ruang, pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan teknis penanggulangan bencana. Penyusunannya akan dilakukan oleh BNPB di tingkat nasional dan oleh BPBD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ketika dalam situasi darurat, Kepala BNPB atau Kepala BPBD akan memegang komando untuk pengerahan sumber daya manusia, peralatan, logistik, dan penyelamatan. Dalam proses tindakan penyelamatan, sebagai contoh, Kepala BNPB dan/atau Kepala BPBD memiliki wewenangan untuk menyingkirkan dan/atau memusnahkan barang atau benda yang dapat mengganggu proses penyelamatan, hingga menutup suatu lokasi, baik milik publik maupun pribadi. Memasuki tahap rehabilitasi, pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana akan menyusun rencana rehabilitasi yang didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana, dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Rencana rehabilitasi tersebut disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala BNPB. Dalam upaya penanggulangan bencana, teradapat manajemen cluster atau bidang yang bertujuan untuk mengefektifkan koordinasi. Pada pengalaman gempa bumi 2006 di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Inter-Agency Standing Committee (IASC) menyelenggarakan sejumlah cluster sebagai bagian dalam Emergency Response Plan (ERP). Cluster tersebut meliputi emergency shelter, early recovery, livelihoods, health, water and sanitation, food and nutrition, protection, education, agriculture, logistics, emergency telecommunication, dan coordination and security. Setiap cluster tersebut akan diisi oleh lembaga-lembaga pemberi bantuan, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Koordinasi di setiap cluster dan di keseluruhan cluster pada bencana yang mendapatkan perhatian internasional akan dikelola oleh tim dari lembaga atau badan United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa – PBB). Koordinasi ini dilakukan dalam satu kerja bersama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pada tahun 2006 ditangani oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB; saat ini menjadi BNPB) di tingkat pusat dan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB) di tingkat provinsi, dan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) di tingkat kabupaten/kota. Pada peristiwa erupsi Merapi 2010, dibentuk juga satuan cluster untuk tanggap bencana yang disebut sebagai gugus tugas. Gugus tugas ini dikelola bersama dalam sebuah forum bernama Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi DI Yogyakarta. Forum ini adalah wujud dari amanat dalam UU RI No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa dalam pelaksanaan penanggulangan bencana harus melibatkan berbagai pihak dalam satu wadah koordinasi, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Dalam koordinasi FPRB Provinsi DI Yogyakarta dalam menanggapi bencana erupsi Merapi, dibentuk sembilan gugus tugas, meliputi kesehatan, air-sanitasi-higienitas, media-komunikasi-manajemen informasi, pendidikan, gender-anak-disabilitas, hunian dan infrastruktur, penghidupan dan ketahanan pangan, logistik dan transportasi, serta lingkungan hidup.
  • 20. 20 BAB V PROFIL KEBENCANAAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 5.1 GEMPA BUMI Kejadian Gempa Bumi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Gempa bumi adalah peristiwa alam karena proses tektonik maupun vulkanik. Gempa bumi vulkanik hanya bisa dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar gunung saja, gempa ini disebabkan oleh pergerakan dan tekanan magma di dalam perut gunung tersebut. Sedangkan gempabbumi tektonik disebabkan dari pergerakan tektonik lempeng. Wilayah Provinsi DIY dan sekitarnya terletak pada jalur subdaksi lempeng, yaitu Lempeng Indo – Australia yang menyusup di bawah Lempeng Eurasia. Dengan demikian wilayah DIY merupakan wilayah yang rawan gempa bumi baik tektonik maupun vulkanik. Catatan sejarah menyebutkan bahwa gempa besar sering terjadi di DIY di masa lalu. Tahun 1867 tercatat pernah terjadi gempa besar yang menyebabkan kerusakan besar terhadap rumah-rumah penduduk, bangunan kraton, dan kantor- kantor pemerintah kolonial. Gempa lainnya terjadi pada 1867, 1937,1943, 1976, 1981, 2001, dan 2006. Namun, gempa dengan jumlah korban besar terjadi pada 1867, 1943 dan 2006. Gambar 6. Peta Riwayat Kejadian Gempa Besar di Yogyakarta dan Sekitarnya (Sumber: Elnashai dkk., 2006) Gempa bumi 27 Mei 2006 terjadi karena lempeng Australia yang bergerak menunjam di bawah lempeng Eurasia dengan pergerakan 5 - 7 cm tiap tahunnya. Episentrum diperkirakan terjadi di muara Sungai Opak-Oyo. Provinsi DIY diapit oleh 2 sistem sungai besar yang merupakan sungai patahan, dilihat dari morfologinya yaitu; Sungai Opak-Oya, dan Sungai Progo. Sehingga gempa bumi mampu mereaktivasi patahan pada sungai tersebut sehingga dampaknya dapat dilihat pada tingkat kerusakan tinggi “collaps” pada jalur sungai tersebut dari muara di bibir Pantai Selatan Jawa memanjang ke arah Timur Laut sampai ke daerah Prambanan. Tanggal 27 Mei 2006, pukul 06.50 WIB, Provinsi DIY di guncang gempa dengan kekuatan 5,8 - 6,2 pada SR (BMG dan Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Pusat Gempa diperkirakan di pinggir pantai selatan Yogyakarta atau bagian selatan Kabupaten Bantul dengan kedalaman 17 - 33 km di bawah permukaan tanah. Gempa tersebut dirasakan tidak hanya di wilayah Provinsi DIY tetapi juga beberapa wilayah di Provinsi Jawa Tengah Bagian Selatan. Akibat gempa beberapa wilayah, khususnya bagian Selatan Provinsi DIY, mengalami kerusakan yang cukup parah, baik kerusakan bangunan maupun infrastruktur lainnya. Setelah dilakukan kajian lapangan, gempa bumi yang terjadi dikarenakan adanya gerakan sesar aktif di Provinsi DIY yang kemudian disebut dengan Sesar Kali Opak. Daerah di sepanjang Sungai Progo juga patut diwaspadai karena sungai tersebut juga secara morfologi merupakan sungai hasil dari proses patahan. Kemungkinan jika terjadi gempa bumi yang episentrumnya dekat dengan zona patahan Sungai Progo tersebut dan bermagnitudo cukup kuat dapat mereaktivasi seperti halnya pada jalur Sungai Opak-Oyo dengan tingkat kerusakan yang tinggi.
  • 21. 21 Potensi bahaya gempa bumi di Provinsi DIY dibagi menjadi: 1. Potensi gempa bumi tinggi – Kabupaten Bantul yang berada di bagian selatan DIY merupakan daerah yang paling luas berpotensi terkena dampak gempa bumi karena secara fisik berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia. Area yang berpotensi gempa tinggi termasuk pula area di dalam radius 500 meter dari Sungai Opak dan jalur patahan di sepanjang lereng barat Perbukitan Baturagung. Wilayah yang termasuk dalam kategori potensi gempa tinggi adalah sebagian Kecamatan Kretek, Pundong, Jetis, Piyungan, Pleret, Banguntapan, Imogiri dan Prambanan. 2. Potensi gempa bumi sedang dan rendah – Area yang berpotensi gempa sedang dan rendah adalah area dalam radius 1000 meter dari Sungai besar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (S. Progo, Opak, Oyo). Secara administrasi area yang termasuk dalam potensi gempa sedang adalah sebagian wilayah Kecamatan Dlingo, Pleret, Imogiri, Pundong, Kretek, Prambanan, Umbulharjo, Banguntapan, Bantul, Pandak, Lendah dan sebagian kecil kecamatan-kecamatan yang dilalui aliran Sungai Progo dan jalur patahan Kulonprogo. Sebagian kecamatan di atas juga mengalami kerusakan yang cukup parah pada gempa 27 Mei 2006, walaupun tidak separah pada kawasan yang berpotensi gempa tinggi. Beberapa kecamatan lainnya tidak mengalami kerusakan, namun jika diperhatikan dari posisinya yang berdekatan dengan jalur patahan atau sungai besar, wilayah ini termasuk rawan. Mengapa terjadi Gempa Bumi ? Provinsi DI Yogyakarta terletak di perbatasan atau pertemuan antara lempeng Indo- Australia dan lempeng Eurasia. Aktivitas di dalam perut bumi membuat lempeng-lempeng tersebut tidak stabil dan selalu bergerak sebanyak 0 - 15 cm setiap tahun. Umumnya pergerakan lempeng terjadi secara lambat, bahkan tidak disadari oleh manusia. Terkadang, gerakan tersebut mengalami kemacetan dan saling mengunci. Bilamana hal ini terjadi, maka akan terjadi pengumpulan energi yang pada sewaktu-waktu akan mencapai titik dimana batuan pada lempeng tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut. Akibatnya terjadi pelepasan energi secara tiba- tiba yang kemudian kita kenal sebagai gempa bumi. Gambar 7. Proses Terjadinya Gempa (Sumber: id.wikipedia.org) Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo adalah wilayah provinsi DI Yogyakarta yang menghadapi ancaman Gempa bumi. Jenis-Jenis Gempa Bumi 1. Gempabumi Tektonik, disebabkan adanya pergerakan lempeng bumi. 2. Gempabumi Vulkanik, disebabkan oleh aktivitas gunung api. 3. Gempabumi Runtuhan, disebabkan oleh sumber lain, semisal runtuhnya tanah atau batuan, bahan peledak, dsb. Akibat dan Dampak Gempa Bumi Kekuatan yang merusak dari gempa bumi adalah guncangan atau getarannya. Gempa berkekuatan tinggi dapat merobohkan dan menghancurkan bangunan. Korban jiwa umumnya karena tertimpa bangunan yang runtuh. Gempa yang melanda Yogyakarta-Jawa Tengah pada 27
  • 22. 22 Mei 2006 menelan korban lebih dari 5700 jiwa. Jumlah korban tewas terbanyak adalah akibat tertimpa reruntuhan rumah. Sebagian besar rumah penduduk memiliki konstruksi yang buruk. Minimnya pengetahuan tentang tindakan yang harus dilakukan saat terjadi gempa membuat masyarakat panik sehingga kurang memperhatikan keadaan sekitar saat berusaha menyelamatkan diri. Getaran gempa juga dapat memicu tanah longsor, kebakaran dan kecelakaan. Mengenal kondisi sekitar dan tetap waspada merupakan tindakan yang sangat penting saat terjadi gempa. Gambar 7. Jalur Gempa Bumi (Sumber: inatews.bmkg.go.id) Pusat gempa disebut hiposentrum, biasanya berada jauh di bawah permukaan bumi, tepat di tempat batuan yang pecah dan bergeser untuk pertama kali. Sedangkan episentrum adalah titik di permukaan bumi, tepat di atas pusat gempa. Gerakan batuan yang menyebabkan getaran disebut gelombang seismik. Gelombang ini bergerak ke segala arah dari hiposentrum, semakin jauh dari hiposentrum, gelombang seismik semakin melemah. Alat pengukur getaran gempa disebut seismograf atau seismometer. Alat ini mencatat pola gelombang seismik dengan kekuatan sekaligus lamanya gempa. Seismograf modern menggambarkan gerakan tanah yang ditempelkan pada silinder yang berputar. Hasilnya berupa garis bergelombang membentuk seismogram. Pada tahun 1935 ahli seismologi Amerika, Charles F. Richter mengembangkan sistem pengukuran kekuatan gempa. Setiap angka pada Skala Richter (SR) menggambarkan 10 kali peningkatan gerakan tanah yang tercatat oleh seismograf. Tindakan Saat Terjadi Gempa Bumi Jika sedang berada di dalam bangunan:  Segera cari tempat perlindungan, misalnya di bawah meja yang kuat. Gunakan bangku, meja, atau perlengkapan rumah tangga yang kuat sebagai perlindungan.  Tetap dibawah tempat berlindung dan bersiap untuk pindah. Tunggu sampai goncangan berhenti dan aman untuk bergerak.  Hindari atau menjauhlah dari jendela dan bagian rumah yang terbuat dari kaca, perapian, kompor, atau peralatan rumah tangga yang mungkin akan jatuh. Tetap di dalam untuk menghindari terkena pecahan kaca atau bagian-bagian bangunan  Jika malam hari dan sedang berada di tempat tidur, jangan berlari keluar. Cari tempat yang aman seperti di bawah tempat tidur atau meja yang kuat dan tunggu gempa berhenti.  Jika gempa sudah berhenti, periksa anggota keluarga dan carilah tempat yang aman. Ada baiknya kita mempunyai lampu senter di dekat tempat tidur. Saat gempa malam hari, alat ini sangat berguna untuk menerangi jalan mencari tempat aman, terutama bila listrik menjadi padam akibat gempa.  Sebaiknya tidak menggunakan lilin dan lampu gas karena dapat menyebabkan kebakaran. Jika anda berada di tengah keramaian:  Segera cari perlindungan. Tetap tenang dan mintalah yang lain untuk tenang juga.  Jika sudah aman, pindahlah ke tempat yang terbuka  Jauhi pepohonan besar atau bangunan, dan jaringan listrik. Tetap waspada akan kemungkinan gempa susulan.
  • 23. 23 Jika sedang mengemudikan kendaraan:  Berhentilah jika aman. Menjauhlah dari jembatan, jembatan layang, atau terowongan.  Pindahkan mobil jauh dari lalu lintas.  Jangan berhenti dekat pohon tinggi, lampu lalu lintas, atau tiang listrik. Jika berada di pegunungan:  Jauhi lereng atau jurang yang rapuh, waspadalah dengan batu atau tanah longsor yang runtuh akibat gempa. Jika berada di pantai:  Segeralah berpindah ke daerah yang agak tinggi atau beberapa ratus meter dari pantai. Gempa bumi dapat menyebabkan gelombang tsunami selang beberapa menit atau jam setelah gempa dan menyebabkan kerusakan yang hebat. Tindakan Setelah Gempa Bumi Berlangsung:  Periksa adanya luka. Setelah menolong diri, tolonglah mereka yang terluka atau terjebak. Hubungi petugas yang menangani bencana, kemudian berikan pertolongan pertama jika memungkinkan. Jangan coba memindahkan mereka yang luka serius yang justru dapat menyebabkan luka menjadi semakin parah.  Periksa hal-hal berikut setelah gempa: - Api atau ancaman kebakaran. - Kebocoran gas. Tutup saluran gas jika kebocoran diduga dari adanya bau. Jangan dibuka sebelum diperbaiki oleh tenaga ahlinya. - Kerusakan saluran listrik, matikan meteran listrik. - Kerusakan kabel listrik, menjauhlah dari kabel listrik sekalipun meteran telah dimatikan. - Barang-barang yang jatuh dari lemari (saat membukanya). - Periksa pesawat telepon. Pastikan telepon pada tempatnya. - Lindungi diri dari ancaman tidak langsung dengan memakai celana panjang, baju lengan panjang, sepatu yang kuat, dan jika mungkin juga sarung tangan. Ini akan melindungimu dari luka akibat barang-barang yang pecah.  Bantu tetangga yang memerlukan bantuan. Orang tua, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui dan orang cacat mungkin perlu bantuan tambahan.  Lakukan pembersihan. Singkirkan barang-barang yang mungkin berbahaya, termasuk pecahan gelas, kaca, dan obat-obatan yang tumpah.  Waspadai gempa susulan. Sebagian besar gempa susulan lebih lemah dari gempa utama. Namun, gempa susulan mungkin cukup kuat untuk merobohkan bangunan yang sudah goyah akibat gempa pertama. Tetaplah berada jauh dari bangunan. Kembali ke rumah hanya bila pihak berwenang sudah mengumumkan keadaan aman.  Gunakan lampu senter. Jangan gunakan korek api, lilin, kompor gas, atau obor.  Gunakan telepon rumah hanya dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa.  Nyalakan radio untuk informasi, laporan kerusakan, atau keperluan relawan di daerahmu.  Biarkan jalan bebas rintangan agar mobil darurat dapat masuk dengan mudah.
  • 24. 24 Gambar 8. Peta Risiko Bencana Gempa Bumi (Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Konsep Bangunan Aman Gempa Kita sama-sama menyadari bagaimana rentetan gempa yang terjadi belakangan ini mempengaruhi kehidupan kita. Korban jiwa, bangunan roboh, roda pemerintahan terganggu, ekonomi melambat dan banyak dampak lain. Namun apakah kita cukup arif mengambil hikmah dari kejadian tersebut? Tulisan ini akan mengulas pembelajaran dari kerusakan bangunan karena tidak diterapkannya konsep bangunan aman gempa. Sebelumnya, kita sering mendengar istilah bangunan tahan gempa. Belakangan, istilah itu berubah menjadi rumah aman gempa atau rumah ramah gempa. Kenyataannya, memang tidak ada rumah yang tahan gempa. Kemungkinan rusak masih ada, minimal kerusakan kecil. Namun, masih aman terhadap penghuninya, sehingga disebut sebagai rumah aman gempa. Bangunan aman gempa dibuat sesuai standar minimal yang ditetapkan oleh para ahli dan dituangkan dalam peraturan gempa (SNI-2002). Bila terjadi gempa kecil, bangunan aman gempa tidak akan rusak sama sekali, baik komponen non-struktur (komponen arsitektural) seperti dinding, plafon, atap, pintu dan jendela, maupun komponen struktur (komponen penopang bangunan) seperti pondasi, tiang, balok, sloof, dan kuda-kuda. Bila terjadi gempa dengan ukuran sedang, bangunan bisa rusak, tetapi hanya komponen non-strukturnya saja, sedangkan komponen struktur masih aman. Sementara, bila terjadi gempa besar, bangunan boleh rusak baik non-struktur maupun struktur, tetapi tidak boleh roboh karena dapat membunuh penghuninya. Untuk itu, tiang atau kolom harus lebih kuat dari balok (dalam istilah awam disebut sloof) sehingga energi gempa akan terserap oleh rusaknya balok terlebih dahulu dan diharapkan setelah gempa berakhir tiangnya masih utuh atau tidak patah. Konsep ini akan bekerja ketika tiga hal berikut dipenuhi yaitu: 1) ukuran komponen bangunan sesuai persyaratan minimal, 2) semua elemen bangunan tersambung dengan baik, dan 3) pembangunan dilaksanakan dengan kontrol kualitas yang ketat. Ukuran komponen bangunan sangat penting karena terkait dengan kemampuan untuk memikul beban gempa yang terjadi. Ukuran diperoleh setelah ada analisa struktur yang prinsipnya menyamakan antara beban yang bekerja dengan kemampuan komponen bangunan yang memikulnya. Untuk rumah tembok sederhana satu lantai, syarat minimal beberapa komponennya adalah sebagai berikut : ukuran tiang 12x12 cm, balok/sloof 15x20 cm, ukuran besi memanjang minimal 4 buah diameter 12 mm, dan besi pengikat (begel) diameter 8mm dengan jarak 15 cm dengan ujungnya dibengkokkan 135º.
  • 25. Gambar 9. Bangunan Rusak Akibat Gempa Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (s daerah rawa atau timbunan), maka makin dalam pondasi. Rata lantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran kayu struktur utama rata-rata 8/12cm dan 6/12 cm, Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga merupakan hal penting. Pada bangunan yang rus antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding, tiang dengan kuda-kuda, dan lain bila ada gempa tidak mudah terlepas. Harus ada stek atau angkur pengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan dinding, atau tiang dengan kuda penyambungan antara besi, perlu dibuat secara mulus. Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40 d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itu konstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan. Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan bet bata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan menggunakan air secukupnya (1/2 bagian). Air sangat menentukan kekuata air, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI. Bata perlu diuji secara sederhana dengan memijak Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada yang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut joke itu, kalau batanya pecah, mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang kering dan mata kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama. Memang biaya bangunan aman gempa ini lebih mahal kira nilai itu tidak berarti apa-apa dibanding tersebut. 25 Bangunan Rusak Akibat Gempa Yogyakarta (Sumber: www.tribunnews.com) Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (s daerah rawa atau timbunan), maka makin dalam pondasi. Rata-rata untuk rumah sederhana satu lantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran rata 8/12cm dan 6/12 cm, disesuaikan dengan jarak bentangannya. Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga merupakan hal penting. Pada bangunan yang rusak atau roboh, sering terlihat lepasnya hubungan antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding, kuda, dan lain-lain. Untuk itu, penyambungan harus dibuat saling terkait agar idak mudah terlepas. Harus ada stek atau angkur-angkur dari besi sebagai pengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan dinding, atau tiang dengan kuda-kuda. Untuk sambungan kolom dengan balok atau gan antara besi, perlu dibuat overlapping atau terusan sehingga ada penyaluran beban Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40 d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itu konstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan. Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan bet bata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan menggunakan air secukupnya (1/2 bagian). Air sangat menentukan kekuatan beton. Makin banyak air, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI. Bata perlu diuji secara sederhana dengan memijak bata yang diletakkan di dua landasan. Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada yang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut itu, kalau batanya pecah, berarti mutunya tidak baik, sebaliknya kalau kening berdarah, mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang a kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama. Memang biaya bangunan aman gempa ini lebih mahal kira-kira 30% dari bangunan biasa, namun apa dibanding dengan nilai kenyamanan kita selama menghuni bangunan Yogyakarta Ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kondisi tanah. Makin jelek tanah (seperti pada rata untuk rumah sederhana satu lantai, kedalaman pondasi batu kali lebih kurang 80 cm. Sedangkan untuk rumah kayu, ukuran dengan jarak bentangannya. Sementara itu, untuk bangunan bertingkat, ukuran bangunan harus dihitung oleh ahli struktur agar didapatkan ukuran yang sesuai. Di samping itu, sambungan antar komponen bangunan juga ak atau roboh, sering terlihat lepasnya hubungan antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan balok, tiang dengan dinding, lain. Untuk itu, penyambungan harus dibuat saling terkait agar angkur dari besi sebagai pengait antar komponen, seperti antara pondasi dengan tiang, tiang dengan dinding, balok dengan kuda. Untuk sambungan kolom dengan balok atau atau terusan sehingga ada penyaluran beban Bagi bangunan sederhana rumah masyarakat, panjang besi penyaluran minimal 40 d (d=diameter tulangan) atau 40 cm untuk tulangan diameter 10 mm. Sementara itu, untuk konstruksi kayu, penyaluran dilakukan dengan penambahan skor disetiap sambungan. Kualitas bangunan aman gempa juga sangat ditentukan oleh kualitas material yang digunakan. Untuk rumah tembok, kualitas material yang harus dikontrol adalah adukan beton, besi, bata, mortar (plesteran), dan kayu. Adukan beton yang baik untuk rumah sederhana adalah dengan perbandingan 1 semen, 2 pasir, dan 3 krikil. Kemudian diaduk sampai masak dengan n beton. Makin banyak air, mutu beton akan semakin rendah. Besi yang digunakan juga sebaiknya yang berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia) karena sudah mengikuti uji mutu. Jangan gunakan besi tanpa SNI. bata yang diletakkan di dua landasan. Kalau tidak patah, maka kualitasnya baik. Begitu pentingnya pengujian tersebut, sampai ada joke yang beredar, ada yang menguji ketahanan bata dengan cara memukulkannya ke kening. Menurut berarti mutunya tidak baik, sebaliknya kalau kening berdarah, mutunya baik. Sebelum dipasang, sebaiknya bata direndam terlebih dahulu dalam air. Untuk mortar, mutu yang baik adalah 1 semen dan 4 pasir. Sedangkan untuk kayu, gunakan kayu yang a kayunya tidak banyak. Gunakan bahan pengawet, agar kayu tahan lama. kira 30% dari bangunan biasa, namun dengan nilai kenyamanan kita selama menghuni bangunan
  • 26. 26 Tabel 3. Daftar Periksa Evaluasi Kualitas Pembangunan Rumah Tahan Gempa NO. UNSUR PENILAIAN KESESUAIAN Ya Tidak Tidak Jelas A Adanya kelengkapan gambar teknis bangunan rumah B BAHAN MATERIAL 1. Beton a. Campuran 1pc:2psr:3krk * b. adukan merata dan pulen * c. berkisting kuat dan tidak bocor * d. pengecoran beton dengan ditusuk-tusuk * 2. Spesi 1 pc:4 psr * 3. Batu fondasi Batu kali atau batu putih keras * C FONDASI a. Kedalaman fondasi 60cm atau lebih * b. lebar dasar fondasi 60 cm atau lebih * c. tulang kolom ditanam dalam fondasi sedalam 30 cm atau lebih * D SLOOF a. ukuran 15x20cm * b. Tulang memanjang 4Ø12 mm * c. begel Ø8 jarak 15cm atau Ø6 jarak 12.5 cm * E KOLOM a. ukuran 15x15cm * b. tulangan memanjang 4 Ø12 mm * c. begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak 12.5 cm * d. angkur dinding terpasang * F PERTEMUAN pertemuan tulangan(joint) antara balok TULANGAN PADA dan kolom pada sudut-sudut bangunan SUDUT-SUDUT sesuai gambar (ada sambungan BANGUNAN lewatan) * G DINDING luasan dinding yang dibatasi kolom, sloof dan balok ring maksimal seluas 12 m 2 * H BALOK RING a. ukuran 12x15cm * b. tulangan memanjang 4 Ø12 mm * c.begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak 12.5 cm * I GUNUNG- a. balok beton miring ukuran 12x15cm GUNUNG dengan tulangan memanjang 4 Ø12mm begel Ø8 jarak 15 cm atau Ø6 jarak 12.5 cm * b. ada ikatan angin * J RANGKA a. ukuran kayu minimal 6/12 cm KUDA-KUDA b. Plat begel di setiap sambungan * c. ada ikatan angin * (sumber : Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa, PMI dan JRC, 2007.) 5.2TSUNAMI Tsunami adalah gelombang laut atau gelombang pasang yang laju geraknya sangat cepat. Peristiwa tsunami telah melanda Indonesia dari masa ke masa. Bencana tsunami di Simeulue, Nias dan banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2004); Pangandaran, Kabupaten Ciamis (2006) adalah contoh peristiwa tsunami yang pernah melanda Indonesia. Potensi tsunami di DIY baik tinggi maupun sedang tersebar di 3 Kabupaten yaitu; Kulonprogo (Kecamatan Galur, Panjatan, Temon), Bantul (Kecamatan Kretek, Sanden, dan Srandakan), dan Kabupaten Gunungkidul (wilayah pantai dan tempat wisata seperti; Sadeng, Krakal/Kukup). Jika ditinjau dari sisi defenisinya maka tsunami merupakan rangkaian gelombang laut yang menjalar dengan kecepatan tinggi. Di laut dengan kedalaman 7.000 meter, kecepatannya dapat mencapai 942,9 km/jam dengan panjang gelombang mencapai lebih dari 100 m, tinggi tidak lebih dari 60 m dan selisih waktu antar puncak antara 10 menit hingga 1 jam. Saat mencapai pantai (Sumber: id.wikipedia.org)
  • 27. 27 yang dangkal, teluk, atau muara sungai, panjang gelombang menurun kecepatannya namun tinggi gelombang meningkat hingga puluhan meter dan bersifat merusak. Sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa bumi di dasar laut dengan kedalaman kurang dari 60 km dan magnitude lebih dari 6 SR. Namun demikian, tsunami juga dapat diakibatkan oleh tanah longsor dasar laut, letusan gunung berapi dasar laut, atau jatuhnya meteor ke laut. Gambar 10. Proses Terjadinya Tsunami Kekuatan yang Merusak Tsunami terkenal akan kemampuannya merusak dan menghancurkan kota-kota yang berada di tepi pantai. Saat tsunami terbentuk di tengah laut, tinggi gelombang hanya sekitar 60 cm namun kecepatannya bisa menyamai kecepatan pesawat jet, yaitu hingga 1000 km/jam. Saat gelombang mencapai pantai, kecepatannya menurun namun tinggi gelombang semakin meningkat. Saat tsunami menghantam pantai, kekuatan gelombang air merobohkan dan menghancurkan bangunan yang konstruksinya lemah. Arus air menghanyutkan dan menyatukan puing-puing bangunan dengan pepohonan, batu dan benda-benda lainnya. Benda-benda inilah yang kemudian menerjang bangunan. Karena kecepatan gelombang tsunami sangat tinggi, sangat sulit untuk menghindarinya. Akibat dan Dampak Tsunami Kedahsyatan gelombang tsunami menimbulkan kerusakan dan kerugian yang luar biasa. Ratusan bahkan ribuan orang kehilangan nyawa dan terluka karena tidak sempat menyelamatkan diri. Bangunan, sekolah, kantor, jalan raya, jembatan, serta lingkungan dapat mengalami kerusakan parah. Kesiapsiagaan Menghadapi Tsunami: 1) Kenali tanda-tandanya akan terjadinya tsunami.  Surutnya air laut di pantai secara tiba-tiba yang didahului dengan adanya gempa berkekuatan besar.  Tercium angin berbau garam/air laut yang keras.  Terdengar suara gemuruh yang keras. 2) Saat mengetahui tanda-tanda tersebut, sampaikan pada semua orang. Segera mengungsi karena tsunami bisa terjadi dengan cepat sehingga waktu untuk mengungsi sangat terbatas. Pergilah ke daerah yang lebih tinggi dan sejauh mungkin dari pantai. 3) Bila telah ada tempat evakuasi, ikuti petunjuk jalur evakuasi. Ikuti perkembangan terjadinya bencana melalui media atau sumber yang bisa dipercaya.
  • 28. 28 Saat Terjadi Tsunami:  Jika berada di pantai atau dekat laut, dan merasakan bumi bergetar, langsung lari ke tempat yang tinggi dan jauh dari pantai. Naik ke lantai yang lebih tinggi, atap rumah, atau memanjat pohon. Tidak perlu menunggu peringatan tsunami.  Selamatkan diri, jangan hiraukan harta benda kita.  Jika terseret tsunami, carilah benda terapung yang dapat digunakan sebagai rakit. Setelah Terjadi Tsunami:  Tetap berada di tempat yang aman.  Jauhi daerah yang mengalami kerusakan kecuali sudah dinyatakan benar-benar aman.  Berikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan. Utamakan anak-anak, wanita hamil, orang jompo, dan orang cacat. Mengurangi Dampak Dari Tsunami:  Hindari bertempat tinggal di daerah tepi pantai yang landai lebih dari 10 meter dari permukaan laut. Berdasarkan penelitian daerah ini merupakan daerah yang mengalami kerusakan terparah akibat bencana Tsunami, badai dan angin ribut.  Disarankan untuk menanam tanaman yang mampu menahan gelombang seperti bakau, palem, ketapang, waru, beringin atau jenis lainnya.  Ikuti tata guna lahan yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat.  Buatlah bangunan bertingkat dengan ruang aman di bagian atas.  Usahakan agar bagian dinding yang lebar tidak sejajar dengan garis pantai. Gejala dan Peringatan Dini:  Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang sangat kuat.  Kejadian mendadak, pada umumnya di Indonesia, didahului dengan gempa bumi besar dan susut laut.  Terdapat selang waktu antara waktu terjadinya gempa bumi sebagai sumber tsunami dan waktu tiba tsunami di pantai, mengingat kecepatan gelombang gempa jauh lebih besar dibandingkan kecepatan tsunami.  Metode pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan teknologi tinggi.  Secara Umum tsunami di Indonesia terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah terjadinya gempa bumi besar di bawah laut. Adanya tsunami tidak bisa diramalkan dengan tepat kapan terjadinya, akan tetapi kita bisa menerima peringatan akan terjadinya tsunami sehingga kita masih ada waktu untuk menyelamatkan diri sebelumnya. Penyelamatan Diri Saat Terjadi Tsunami Sebesar apapun bahaya tsunami, gelombang ini tidak datang setiap saat. Janganlah ancaman bencana alam ini mengurangi kenyamanan menikmati pantai dan lautan. Namun jika berada di sekitar pantai, terasa ada guncangan gempa bumi, air laut dekat pantai surut secara tiba-tiba sehingga dasar laut terlihat, segeralah lari menuju ke tempat yang tinggi (perbukitan atau bangunan tinggi) sambill memberitahukan warga disekitar kita. Jika sedang berada di dalam perahu atau kapal di tengah laut serta mendengar berita dari pantai telah terjadi tsunami, jangan mendekat ke pantai. Arahkan perahu ke laut. Jika gelombang pertama telah datang dan surut kembali, jangan segera turun ke daerah yang rendah. Biasanya gelombang berikutnya akan menerjang. Jika gelombang telah benar-benar mereda, lakukan pertolongan pertama pada korban. Strategi Mitigasi dan Upaya Pengurangan Risiko Bencana Tsunami 1. Peningkatan kewaspadaaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami. 2. Pendidikan kepada masyarakat terutama yang tinggal di daerah pantai tentang bahaya tsunami. 3. Pembangunan Tsunami Early Warning System (Sistem Peringatan Dini Tsunami). 4. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
  • 29. 29 5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air tsunami. 6. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman disekitar daerah pemukiman yang cukup tinggi dan mudah dilalui untuk menghindari ketinggian tsunami. 7. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal khususnya yang tinggal di pinggir pantai tentang pengenalan tanda-tanda tsunami cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami. 8. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami. 9. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami. 10. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda akan terjadi tsunami. 11. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami. 12. Melaporkan secepatnya jika mengetahui tanda-tanda akan terjadinyan tsunami kepada petugas yang berwenang : Kepala Desa, Polisi, Stasiun Radio, SATLAK PB maupun institusi terkait 13. Melengkapi diri dengan alat komunikasi. Gambar 11. Peta Risiko Bencana Tsunami (Sumber: Data Kebencanaan PIP2B DPUPESDM Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) 5.3 LETUSAN/ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI Proses terjadinya letusan gunung berapi berawal dari magma yang mengalami tekanan dan menjadi lebih renggang dibanding lapisan di bawah kerak sehingga secara bertahap magma bergerak naik, seringkali mencapai celah atau retakan yang terdapat pada kerak. Banyak gas dihasilkan dan pada akhirnya tekanan yang terbentuk sedemikan besar sehingga menyebabkan suatu letusan ke permukaan (gempa). Pada tahapan ini gunung berapi menyemburkan bermacam gas, debu dan pecahan batuan. Lava yang mengalir dari suatu celah di daerah yang datar akan membentuk plateau. Lava yang menumpuk di sekitar mulut (lubang) membentuk gunung dengan bentuk kerucut seperti umumnya.
  • 30. Gambar 12. Foto Aktivitas Erupsi Gunung Merapi yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3 kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari. Jumlah serta letusannya bertambah ses oleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau Geofisik Gunung Merapi memiliki tipe khas konkaf, disamping itu Merapi merupakan pertemuan persilangan dua buah membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar longitudinal yang melewati Pulau Jawa. Sejak tahun 1548, gunung ini telah meletus sebanyak 68 k tahun dan letusan yang lebih besar sekitar 10 besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006 mengakibatkan tertutupnya bagian tengah Pulau timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran diantaranya. Benda-benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan kerugian material dalam kehidupan kita. Bahaya gunung api dibagi menjadi 2 (dua) kategori:  Bahaya primer atau bahaya langsung, saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti; aliran lava, lelehan batu pijar, aliran awan panas ( material pijar.  Bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung, berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya yang ukurannya berbeda-beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya lebat pada saat atau beberapa saat setelah letusan terjadi.  Bahaya tersier, yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah resapan/hutan/mata air). Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan lingkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas beracun, gempa bumi dan gelombang tsunami. 30 Aktivitas Erupsi Gunung Api Merapi dan Awan Panas (Sumber: Dokumentasi BPPTK DIY) Gunung Merapi yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman merupakan gunung api aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3 kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari. Jumlah serta letusannya bertambah sesuai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava biasa oleh orang setempat disebut “wedhus gembel” atau glowing cloud/nueeardente Geofisik Gunung Merapi memiliki tipe khas stratolandesit dan mempunyai bentuk lereng yang itu Merapi merupakan pertemuan persilangan dua buah sesar transversal membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar longitudinal yang melewati Pulau Jawa. Sejak tahun 1548, gunung ini telah meletus sebanyak 68 kali. Letusan kecil terjadi tiap 2 tahun dan letusan yang lebih besar sekitar 10 - 15 tahun sekali. Dampak letusan Merapi yang besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006 mengakibatkan tertutupnya bagian tengah Pulau Jawa oleh abu vulkanik. timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan kerugian material dalam kehidupan kita. Bahaya gunung api dibagi menjadi 2 (dua) kategori: Bahaya primer atau bahaya langsung, yaitu bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti; tu pijar, aliran awan panas (pyroclastic flow), hujan abu dan lontaran Bahaya sekunder atau bahaya tidak langsung, yaitu bahaya setelah letusan gunung api berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya lebat pada saat atau beberapa saat setelah letusan terjadi. , yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan gkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas beracun, gempa bumi dan gelombang tsunami. Awan Panas. merupakan gunung api aktif, bahkan paling aktif di dunia karena periodisitas letusannya relatif pendek (3 - 7 tahun). Dalam kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari. uai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava biasa glowing cloud/nueeardente atau awan panas. dan mempunyai bentuk lereng yang sesar transversal yang membentengi wilayah tengah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DI Yogyakarta dan sesar ali. Letusan kecil terjadi tiap 2-3 15 tahun sekali. Dampak letusan Merapi yang besar terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, 1930 dan 2010. Letusan tahun 1006 Jawa oleh abu vulkanik. Bahaya gunung api timbul dari material yang dikeluarkannya, baik benda padat, cair dan gas serta campuran benda tersebut cenderung merusak serta menimbulkan korban jiwa dan yaitu bahaya yang ditimbulkan secara langsung pada saat letusan gunung api terjadi. Hal ini disebabkan oleh material yang dihasilkannya seperti; ), hujan abu dan lontaran yaitu bahaya setelah letusan gunung api berlangsung, biasanya berasal dari meterial yang dikeluarkannya. Yang sering terjadi di Indonesia adalah bahaya lahar. Lahar merupakan campuran air dan material letusan lainnya beda. Campuran ini mengalir menuruni lereng dan terendap di dataran yang landai atau tempat yang lebih rendah. Lahar terbentuk karena adanya hujan , yaitu bahaya akibat kerusakan lingkungan gunung (hilangnya daerah Tingkat bahaya gunung api tergantung pada sifat erupsi atau letusannya, keadaan gkungan sekitarnya, kepadatan penduduknya, serta sifat gunung api tersebut. Dalam kondisi tertentu, letusan gunung api juga dapat menyebabkan kebakaran hutan, menyebarkan gas
  • 31. 31 Gambar 13. Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi (Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) Peta Rawan Bencana Merapi dengan wilayah yang terkena dampak adalah Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Terdapat tiga Kawasan Rawan Bencana Merapi, yaitu: 1. Kawasan Rawan Bencana III – Kawasan ini dapat terkena langsung aktivitas letusan Merapi, sering terkena awan panas, lava pijar, guguran batu pijar, gas racun, dan lontaran batu pijar sampai radius 2 kilometer. Wilayah yang terkena dampaknya adalah; Kecamatan Pakem, Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Turi. 2. Kawasan Rawan Bencana II – Kawasan ini akan berpotensi terkena awan panas, lontaran batu pijar, gas racun dan guguran lava pijar. Walaupun tidak terkena secara langsung dan sering di zona ini harus berhati-hati karena banyak aktivitas penduduk di lereng merapi yang sewaktu-waktu bisa terancam jiwanya oleh aktivitas Merapi. 3. Kawasan Rawan Bencana I – Kawasan ini dapat terkena ancaman banjir lahar dan juga perluasan dari awan panas tergantung oleh faktor volume guguran dan arah angin pada saat itu. Wilayah yang kemungkinan terlanda adalah Kecamatan; Ngemplak, Ngaglik, Tempel, Kalasan, Depok, Seyegan, dan sebagian utara Kotamadya Yogyakarta. Peringatan Dini Sistem ini berfungsi untuk menyampaikan informasi terkini status aktivitas Merapi dan tindakan-tindakan yang harus diambil oleh berbagai pihak dan terutama oleh masyarakat yang terancam bahaya. Ada berbagai bentuk peringatan yang dapat disampaikan. Peta Kawasan Rawan Bencana sebagai contoh adalah bentuk peringatan dini yang bersifat lunak. Peta ini memuat zonai level kerawanan sehingga masyarakat diingatkan akan bahaya dalam lingkup ruang dan waktu yang dapat menimpa mereka di dalam kawasan Merapi. Informasi yang disampaikan dalam sistem peringatan dini adalah tingkat ancaman bahaya atau status kegiatan vulkanik Merapi serta langkah-langkah yang harus diambil. Bentuk peringatan dini tergantung pada sifat ancaman serta kecepatan ancaman Merapi. Apabila gejala ancaman terdeteksi dengan baik, peringatan dini dapat disampaikan secara bertahap, sesuai dengan tingkat aktivitasnya. Tetapi apabila ancaman bahaya berkembang secara cepat, peringatan dini langsung menggunakan perangkat keras berupa sirine sebagai perintah pengungsian.
  • 32. 32 Ada 4 (empat) tingkat peringatan dini untuk mitigasi bencana letusan Merapi yaitu: 1. Aktif Normal: Aktivitas Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual tidak menunjukkan adanya gejala yang menuju pada kejadian letusan. 2. Waspada: Aktivitas Merapi berdasarkan data pengamatan instrumental dan visual menunjukkan peningkatan kegiatan di atas aktif normal. Pada tingkat waspada, peningkatan aktivitas tidak selalu diikuti aktivitas lanjut yang mengarah pada letusan (erupsi), tetapi bisa kembali ke keadaan normal. Pada tingkat Waspada mulai dilakukan penyuluhan di desa- desa yang berada di kawasan rawan bencana Merapi. 3. Siaga: Peningkatan aktivitas Merapi terlihat semakin jelas, baik secara instrumental maupun visual, sehingga berdasarkan evaluasi dapat disimpulkan bahwa aktivitas dapat diikuti oleh letusan. Dalam kondisi Siaga, penyuluhan dilakukan secara lebih intensif. Sasarannya adalah penduduk yang tinggal di kawasan rawan bencana, aparat di jajaran SATLAK PB dan LSM serta para relawan. Disamping itu masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sudah siap jika diungsikan sewaktu-waktu. 4. Awas: Analisis dan evaluasi data, secara instrumental dan atau visual cenderung menunjukkan bahwa kegiatan Merapi menuju pada atau sedang memasuki fase letusan utama. Pada kondisi Awas, masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana atau diperkirakan akan terlanda awan panas yang akan terjadi sudah diungsikan menjauh dari daerah ancaman bahaya primer awan panas. Sirine Peringatan Dini dan Komunikasi Radio Peringatan dini sirine adalah suatu sistem perangkat keras yang berfungsi hanya pada keadaan sangat darurat apabila peringatan dini bertahap tidak mungkin dilakukan. Sirine dipasang di lereng Merapi yang dapat menjangkau kampung-kampung yang paling rawan dan sistem ini dikelola bersama antara pemerintah Kabupaten bersangkutan dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dalam hal ini adalah BPPTK. Sarana komunikasi radio bergerak juga termasuk dalam sistem penyebaran informasi dan peringatan dini di Merapi. Komunikasi berkaitan dengan kondisi terakhir Merapi bisa dilakukan antara para pengamat gunungapi dengan kantor BPPTK, instansi terkait, aparat desa, SAR dan lembaga swadaya masyarakat khususnya yang tergabung dalam Forum Merapi. Gambar 14. Diagram Alir Data dan Informasi Status Aktivitas Gunung Api Penyebaran Informasi Penanggulangan bencana Merapi akan berhasil dengan baik apabila dilakukan secara terpadu antara pemantauan Merapi yang menghasilkan data yang akurat secara visual maupun instrumental, peralatan yang modern, sistem peringatan dini, peralatan komunikasi yang bagus dan didukung oleh pemahaman yang benar dan kesadaran yang kuat dari masyarakat untuk
  • 33. 33 melakukan penyelamatan diri. Pembelajaran kepada masyarakat yang tinggal dan bekerja di daerah rawan bencana Merapi merupakan tugas yang secara terus menerus harus dilakukan sesuai dengan dinamika perkembangan arah dan besarnya ancaman yang bakal terjadi. Karena wilayah rawan bencana Merapi berada pada teritorial pemerintah daerah maka kegiatan penyebaran informasi langsung kepada masyarakat dilaksanakan atas kerjasama BPPTK dan instansi terkait. Sosialisasi dilakukan tidak hanya dilakukan pada saat Merapi dalam keadaan status aktivitas yang membahayakan, akan tetapi dilakukan baik dalam status aktif normal maupun pada status siaga. Namun demikian, pada keadaan aktivitas Merapi meningkat seperti halnya ketika aktivitas Merapi dinyatakan pada status Waspada atau Siaga, sosialisasi menghadapi terjadinya krisis Merapi dilakukan secara lebih intensif. Sosialisasi status aktivitas dan ancaman bahaya Merapi pada intinya bertujuan untuk menyampaikan, menjelaskan kondisi vulkanis Merapi untuk menjaga kesiap-siagaan segenap aparat dan masyarakat dalam menghadapi peningkatan atau penurunan status aktivitas Gunung Merapi. Sasarannya antara lain adalah tersampaikannya informasi mengenai kondisi aktivitas Merapi terkini, makna dari status aktivitas yaitu Awas, Siaga, Waspada dan Normal, menjelaskan jenis-jenis ancaman bahaya yang ada, yaitu awan panas dan lahar dan menyampaikan tindakan- tindakan yang perlu dilakukan apabila status naik atau turun. Forum Merapi Penanggulangan bencana memerlukan keterlibatan semua pihak sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Walaupun erupsi Merapi tergolong berskala kecil namun melihat dekat dan padatnya penduduk dari ancaman bahaya awan panas, maka potensi bencana Merapi tetap tinggi. Dengan tujuan terbangunnya komunikasi dan pelaksanaan kegiatan bersama guna mewujudkan pengelolaan Gunung Merapi secara menyeluruh pada aspek ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakatnya, maka pada 17 Desember 2007 di Yogyakarta, Bupati Klaten, Bupati Boyolali, Bupati Magelang, Provinsi Jawa Tengah dan Bupati Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana geologi (PVMBG) sepakat bekerja sama dalam “Forum Merapi” dalam rangka pengurangan risiko Merapi. Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah terwujudnya penguatan kapasitas dan kinerja pemerintah kabupaten sebagai pemegang tanggungjawab utama pengurangan risiko bencana serta terjalinnya kerjasama secara sinergi di lintas kabupaten dalam pengelolaan ancaman, daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat lereng Gunung Merapi. Forum Merapi merupakan wadah bersama untuk menyatukan kekuatan, menyelaraskan program dan menjembatani komunikasi antar pelaku dalam kegiatan bersama untuk aksi pengurangan risiko bencana letusan Gunung Merapi serta menjaga kesinambungan daya dukung lingkungan bagi masyarakat sekitarnya. Perjanjian Kerja Sama “Forum Merapi” telah disepakati pada 19 Desember 2008 di Pos Pengamatan Babadan, Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Kesepakatan kerjasama “Forum Merapi” berdasarkan pertimbangan kesadaran pentingnya kerja sama untuk mengurangi risiko bencana sebagaimana dirintis sejak 26 Mei 2006 di kantor Badan Koordinator II Magelang oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sleman, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Paguyuban Siaga Gunung (PASAG) Merapi, Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, serta didukung oleh Oxfam Great Bratain (GB), Deutsche Gesselschaft for Technische Zusammennabeit (GTZ), United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan United nation Development Programme (UNDP).
  • 34. 34 Gambar 15. Diagram Alir Informasi dan Peringatan Dini di Merapi Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi BPPTK Instansi terkait PERS BPBD TK II SATOP Kecamatan SATGAS PB / DESA Pos Pengamatan G. Merapi Diagram alir informasi dan peringatan dini di Merapi BPBD TK I Masyarakat Meskipun pemerintah melakukan pengawasan penuh pada gunung yang aktif, bukan berarti kita tidak waspada. Jika kita tinggal dekat dengan gunung api, kita harus mengenali tanda- tanda letusan. Waspadai juga daerah-daerah yang berbahaya. Ketahuilah cara-cara mendapatkan informasi mengenai status gunung api di tempat tinggal kita. Jika Gunung Api Meletus Jika kita tinggal di daerah rawan letusan gunung api dan gunung api tersebut dinyatakan meletus maka lakukanlah langkah-langkah berikut:  Ikuti jika ada himbauan mengungsi, jangan berdiam di tempat yang berbahaya. Ikuti jalur evakuasi yang sudah ditentukan, jangan melewati lembah yang dilalui aliran sungai.  Sebelum mengungsi, tutuplah pintu dan jendela, matikan alat-alat listrik dan bawalah perbekalan makan yang ada di rumah.  Jika terjebak di luar, lindungi diri kita dari benda-benda yang disemburkan oleh letusan gunung api, carilah tempat berlindung. Waspadai juga aliran lahar jika kamu berada di daerah aliran sungai.  Lindungi diri kita dari hujan abu, kenakan baju dan celana panjang, kaca mata, masker atau penutup wajah dan topi.  Jika tidak ada masker, gunakan sapu tangan yang dibasahi. Sapu tangan yang basah bisa menahan debu masuk ke pernafasan kita. Setelah Gunung Api Meletus  Jika kita mengungsi, kembalilah ke rumah ketika keadaan dinyatakan benar-benar aman.  Bersihkan atap dari timbunan abu, karena timbunan abu bisa menyebabkan atap runtuh.  Tetap lindungi tubuh kita dari abu, terutama mulut dan hidung. Abu gunung api bisa menimbulkan iritasi dan mengganggu pernafasan.  Tolonglah tetangga dan orang-orang di sekitarmu, terutama anak-anak, orang cacat dan orang yang lanjut usia. Manfaat Gunung Api Selain memiliki bahaya letusan, material yang dikeluarkan gunung api dapat bermanfaat bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. Material tersebut banyak mengandung limpahan bahan industri pembangunan dan mineral. Selain itu di sekitar gununung api sering ditemukan energi panas bumi yang dapat kita manfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik. Mineral-mineral yang banyak terkandung dalam abu vulkanik merupakan salah satu zat yang dapat menyuburkan tanah
  • 35. 35 sehingga kekayaan, baik berupa fauna maupun flora, akan mengalami pembaruan yang lebih baik tatkala dikelola secara benar. Sejarah Letusan Gunung Merapi Ledakan Dahsyat, Jawa Tertutup Abu Vulkanik Letusan Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta pada Selasa lalu ternyata tidak seberapa bila dibandingkan dengan letusan-letusan sebelumnya. Letusan pada 1930 setidaknya telah membunuh 1.370 orang di 13 desa di lereng Merapi. Tapi ini bukan letusan terbesar. Letusan terbesar justru terjadi pada 1006. Saat itu seluruh Jawa tertutup abu vulkanik. Sayangnya tidak diketahui berapa korban akibat letusan itu. Berdasarkan catatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Gunung Merapi mengalami letusan pertama pada 1006. Rata-rata Merapi meletus dalam siklus pendek antara 2 – 5 tahun, dan siklus menengah setiap 5 – 7 tahun. Siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami istirahat selama lebih dari 30 tahun, yaitu pada masa awal terbentuknya gunung aktif. Memasuki abad ke-16, siklus terpanjang Merapi adalah 71 tahun, jeda letusan 1587-1658. Pusat Vulkanologi mencatat, letusan besar Merapi terjadi pada 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan sebelumnya terjadi empat tahun lalu, tepatnya pada 8 Juni 2006 pukul 09.03. Saat itu pemerintah mengungsikan 17 ribu warga di lereng Merapi. Namun, dua orang yang berlindung dalam bunker di Kawasan Wisata Kaliadem, Kaliurang, justru terpanggang awan panas. Bunker tak bisa melindungi korban dari wedhus gembel yang suhunya masih 500- 600 derajat celcius. Selasa petang, 26 Oktober 2010 Gunung Merapi kembali meletus. Erupsi pertama gunung Merapi terjadi sejak pukul 17.02 WIB, diikuti awan panas selama 9 menit. Kemudian berulang hingga erupsi terakhir pukul 18.21 yang menyebabkan awan panas selama 33 menit. Awan panas ini telah meluluhlantakkan beberapa kampung di lereng Merapi. Setidaknya 30 orang meninggal atas musibah ini, termasuk juru kunci Mbah Marijan.  Bencana Geologi: bagian dari proses alam, tidak bisa dicegah, bisa dikurangi resikonya dengan, cara mitigasi.  Mitigasi Bencana Bersifat Preventi. Sistem Penanggulangan Bencana Memprioritaskan Upaya Pra-Bencana.  Mitigasi Bencana Dilakukan Bersama Semua Komponen Antara Pemerintah, Masyarakat, Dan Swasta.  Mitigasi Bencana Letusan Gunungapi, Monitoring Mutlak Diperlukan, Disamping Penyusunan KRB (Kawasan Rawan Bencana), EWS (Early Warning System), Simulasi Dan Sosialisasi. Gambar 16. Perubahan Bentuk Kubah Lava Merapi PE N G A M ATA N VIS UA L G . M E R A PI M E LALU I FOTO D A RI P OS K ALIU R A N G Hasil pen gam at an v isu al G . M era pi m elalui fot o d ari po s Kaliur ang m en un ju kk an Hilang nya Kub ah L av a 200 6 den gan vo lu m e sekit ar 4,8 jut a m 3 dan b uk aan K awah ke arah K . Gen dol sem ak in m elebar. (Sumber: Dokumentasi BPPTK DIY)