2. ii
KATA
PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan
modul ini dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan utama penyusunan modul ini adalah untuk menyediakan bahan
ajar yang sesuai untuk digunakan dalam program PPG dalam Jabatan. Oleh
karena itu, baik sistematika, konten, maupun penulisan sudah disesuaikan
agar dapat mendukung peserta PPG dalam jabatan untuk lebih memahami
materi, khususnya materi mengenai Linguistik Bahasa Jepang
(Nihongogaku).
Modul ini memuat 4 KB (Kegiatan belajar) yang bertemakan;
Pengantar Linguistik Umum, Linguistik Bahasa Jepang dan Cabang-
Cabangnya, Sintaksis, serta Semantik dan Pragmatik. Diharapkan
pengetahuan tentang linguistik bahasa Jepang yang dipaparkan dalam
modul ini dapat memperkaya wawasan mengenai bahasa Jepang.
Selain itu, modul ini juga diharapkan dapat membantu memenuhi
tuntutan bagi para pembelajar dan pengajar bahasa Jepang untuk
memahami hakikat linguistik dan pendidikan bahasa Jepang yang harus
dilihat sebagai satu kesatuan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam penyempurnaan dan penyelesaian modul ini yaitu
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Pendidikan
Ganesha, dan penyelia konten bahasa Jepang yaitu Dr. Dedi Sutedi,
M.A., M.Ed., dan Didik Nurhadi, M.Pd., M.A., Ph.D. Semoga modul ini
bisa memberikan manfaat bagi pembaca.
3. iii
Akhir kata, penulis menyadari kekurangan serta keterbatasan yang ada
dalam modul ini sehingga saran dan masukan dari pembaca sangat
diharapkan.
Salam,
Tim Penulis Modul
5. v
Daftar Isi
Cover Utama ......................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ii
Daftar Isi ................................................................................................................iii
Daftar Gambar ........................................................................................................vi
Daftar Tabel .........................................................................................................viii
Daftar Bagan ..........................................................................................................ix
A. Pendahuluan ........................................................................................................1
B. Inti .......................................................................................................................1
1. Capaian Pembelajaran .................................................................................1
2. Pokok-Pokok Materi ...................................................................................2
3. Uraian Materi ..............................................................................................2
C. Penutup .............................................................................................................27
1. Rangkuman ...............................................................................................27
Daftar Pustaka .......................................................................................................28
6. vi
Daftar Gambar
Gambar 3.1 Contoh analisis teori tradisional ................... 19
Gambar 3.2. Frasa Nomina: Watashi no Hon ................... 20
Gambar 3.3 Frasa Nomina: Akai Hon ................... 21
Gambar 3.4. Frasa Adjektiva: Totemo Kirei ................... 22
Gambar 3.5. Frasa Posposisi: Uchi De ................... 22
Gambar 3.6. Kalimat dengan kopula: watashi wa gakusei desu ................... 23
Gambar 3.7. Kalimat dengan Kopula: Kore wa Hon Desu ................... 24
Gambar 3.8. Kalimat dengan Kopula: Kuruma wa Akai Desu ................... 24
7. 1
A.PENDAHULUAN
Modul ini merupakan modul pembelajaran sintaksis yang mencakup
struktur kalimat dalam BJ (kalimat nominal, adjektival, verbal), peranan partikel
dalam BJ, serta analisis kalimat dalam BJ dengan menggunakan teori tradisional,
model generatif dan model fungsionalis. Isi materi ini diharapkan dapat
membantu pengajar sekaligus pembelajar bahasa Jepang untuk memahami dasar-
dasar sintaksis bahasa Jepang.
Mulailah dengan membaca capaian pembelajaran yang ingin dicapai
dalam modul ini. Selanjutnya pelajari isi materi dengan seksama. Selanjutnya
kerjakan tes formatif untuk mengukur hasil belajar dan tingkat pemahaman.
B.INTI
1.Capaian Pembelajaran:
1. Mampu menjelaskan strukur kalimat nominal, adjektival, dan verbal
(intransitif dan transitif) dalam BJ
2. Mampu menjelaskan peranan partikel dalam BJ
3. Mampu memahami analisis kalimat BJ dengan teori tradisional.
4. Mampu memahami analisis kalimat BJ dengan model generatif, dan
5. Mampu memahami analisis kalimat BJ dengan model fungsionalis.
8. 2
2. Pokok-Pokok Materi:
1. Struktur kalimat dalam Bahasa Jepang
2. Peranan partikel dalam Bahasa Jepang
3. Analisis kalimat dalam Bahasa Jepang
3. Uraian Materi
a. Struktur Kalimat dalam Bahasa Jepang
Morfologi adalah ilmu yang membahas struktur intern kata jadi bisa
disebut sebagai tata kata. Sedangkan Sintaksis, mencakup tataran yang lebih luas
karena merupakan ilmu yang mempelajari struktur antar kata atau bisa disebut
dengan tata kalimat. Tata bahasa atau gramatika setiap bahasa mencakup kaidah-
kaidah sintaktis yang mencerminkan pengetahuan penutur bahasa atas fakta-fakta
tersebut. Misalnya setiap kalimat merupakan rangkaian kata, tetapi tidak semua
rangkaian kata adalah kalimat. Rangkaian kata yang mematuhi kaidah sintaksis
disebut apik (well-formed) dan yang tidak mematuhi kaidah sintaksis disebut tidak
apik (ill-formed). Verhaar (2010:12) menyebutkan bahwa morfologi dan sintaksis
bersama-sama termasuk dalam tatabahasa.
Tjandra (2014: 3) menyebutkan bahwa dalam bahasa Jepang dikenal
adanya istilah Bumpoojoo No Tan-I bermakna “satuan di dalam tata bahasa”,
berarti sintaksis termasuk tata bahasa atau gramatika. Satuan-satuan yang akan
dibahas mulai dari satuan gramatikal terkecil yaitu KATA yang dalam bahasa
Jepangnya disebut Go. Kemudian adalah Bunsetsu (istilah untuk satuan ini tidak
bias diterjemahkan), setelah itu berturut-turut adalah frasa (dalam bahasa Jepang
disebut Ku), klausa dalam bahasa Jepang disebut Setsu, dan kalimat dalam bahasa
Jepang disebut Bun. Tjandra (2015:3) juga menyebutkan bahwa kosakata bahasa
Jepang selanjutnya dapat diidentifikasi lagi menjadi empat kelompok yaitu wago,
kango, gairaigo, dan konshugo.
9. 3
Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut Tougoron ( 統 語 論 ).
Sintaksis adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur
pembentuk kalimat. Bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang mencakup jenis dan
fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta struktur dan maknanya. Dengan demikian,
berbagai unsur pembentuk kalimat pun merupakan garapan dari sintaksis.
Struktur yang dimaksud mencakup struktur frase, klausa dan kalimat itu sendiri (Sutedi,
2014: 64). Nitta (dalam Sutedi, 2014) menyebutkan bahwa kalimat berdasarkan
strukturnya secara garis besar terdiri dari dua macam, yaitu yang tidak memiliki unsur
predikat dan yang memiliki unsur predikat.
❖ Kalimat yang tidak memiliki unsur predikat disebut dokuritsugobun (独立
語文), sedangkan kalimat yang memiliki unsur predikat disebut
jutsugobun (述語文).
Di dalam dokuritsugobun ada dua macam, yaitu kalimat yang menggunakan kata
seru kandoushi dan yang menggunakan nomina Meishi.
❖ Contoh Kandoushi :
❖ 「まあ!」 ”Maa!” <”Yaa....!”>
❖ 「お~い!」 “O~i!” <”Hei....!”>
10. 4
❖ Contoh meishi :
❖ 「火事!」 “kaji!” <”kebakaran!”>
❖ 「智子!」 “Tomoko!” <”Tomoko!”> (Sutedi, 2014: 65)
Contoh dokuritsugobun di atas hanya digunakan untuk menyatakan panggilan atau
jawaban (sahutan), mengungkapkan rasa terkejut atau marah pada saat berbicara.
Kalimat ini tidak bisa digunakan untuk menyatakan keadaan masa lampau, sedangkan
kalimat yang yang berkonstruksi predikatif (jutsugobun) bisa digunakan untuk
menyatakan peristiwa masa lampau.
Dalam kalimat yang berkonstruksi predikatif (Jutsugobun) masih bisa digolongkan
lagi berdasarkan pada jenis kata yang digunakan sebagai predikatnya yaitu kalimat yang
predikatnya menggunakan verba, adjektiva atau nomina.
Urutan kata dalam kalimat verbal secara umum berpola SOP (Subjek-objek-
predikat) untuk kalimat verbal transitif, dan SP (Subjek-predikat) untuk kalimat verbal
intransitif.
11. 5
Contoh :
1. Kalimat nominal 今日は休みだ
2. Kalimat adjektival 体がだるい
3. Kalimat verbal:
a. Kalimat verbal transitif 太郎はテレビを見る
b. Kalimat verbal intransitif 雨が降る
(Sutedi, 2014: 66)
Kategori kalimat berdasarkan pada jenis kata yang dijadikan sebagai
predikatnya ini selanjutnya akan dibahas lebih jauh sebagai berikut.
1. Struktur kalimat nominal dalam BJ
Pola kalimat nomina
subjek+partikel wa+nomina+kopula da
彼は学生です。
Kare wa gakusei desu.
Dia adalah mahasiswa.
12. 6
2. Struktur kalimat adjektival dalam BJ
a. Pola kalimat adjektiva-i
subjek+partikel wa/ga+adjektiva-i
この花は美しい。
Kono hana wa utsukushii
Bunga ini cantik
京子のかみのけが長い。
Kyouko no kami no ke ga nagai
Rambut kyoko panjang
b. Pola kalimat adjektiva-na
subjek+partikel wa/ga+adjektiva-na+kopula da
この町は静かだ。
Kono machi wa shizuka da.
Kota ini sepi
田中さんは親切です
Tanaka san wa shinsetsu desu.
Tuan tanaka ramah.
3. Struktur kalimat verbal dalam BJ
a) Pola kalimat verba intransitif
subjek+partikel ga/wa+verba intransitif
13. 7
雨が降る。
Ame ga furu.
Turun hujan.
子供が泣いている。
Kodomo ga naite iru.
Anak sedang menangis.
b) Pola kalimat verba transitif
Subjek+partikel ga/wa+objek+partikel O+verba transitif
太郎は新聞を読んでいる。
Taro wa shinbun o yonde iru.
Taro sedang membaca koran.
ひろしが手紙を書く。
Hiroshi ga tegami o kaku,
Hiroshi menulis surat
Demikian gambaran umum tentang pola kalimat dalam bahasa Jepang.
Khusus untuk verbal, maknanya akan ditentukan dan dipengaruhi oleh berbagai
kategori gramatika seperti diatesis, aspek, kala, modalitas, dan sebagainya.
b. Peranan partikel dalam Bahasa Jepang
Menurut Iwabuchi Tadasu dalam Sudjianto dan Dahidi (2007:150), partikel
atau joshi memiliki beberapa pengertian. Salah satu pengertian joshi dapat
dilihat dari penulisannya. Istilah joshi ditulis dengan dua buah huruf kanji, yang
pertama dibaca jo dapat juga dibaca tasukeru yang berarti bantu, membantu,
atau menolong. Sedangkan yang kedua dibaca shi memiliki makna yang sama
14. 8
dengan istilah kotoba yang berarti kata, perkataan, atau bahasa. Oleh karena itu, dari
kedua huruf kanji ini dapat diterjemahkan joshi dengan istilah kata bantu.
Namun ada juga yang menerjemahkan joshi ke dalam bahasa Indonesia dengan
istilah postposisi. Istilah postposisi ini berdasarkan pada letak joshi pada kalimat yang
selalu menempati posisi di belakang setelah kata yang lain. Sebagai contoh kalimat
“Watashi wa heya de nihon no rekishi o yomimashita”. Yang terdiri dari lima
bunsetsu yakni watashi wa, heya de, nohon no, rekishi o, yomimashita. Joshi dalam
bunsetsu-bunsetsu pada kalimat ini adalah wa, de, no, dan o. Joshi wa menempati posisi
setelah nomina watashi, joshi de menempati posisi setelah nomina heya, joshi no
menempati posisi setelah nomina nihon, dan joshi o menempati posisi setelah nomina
rekishi.
Menurut Iwabuchi Tadasu dalam Sudjianto (2007:157) karena joshi dengan
sendirinya tidak dapat membentuk sebuah bunsetsu. Joshi tidak mengalami
perubahan (konjugasi/deklinasi). Kelas kata seperti ini dalam bahasa Inggris
biasanya dipakai sebelum nomina atau sebelum kelas kata lain. Contoh kalimat yang
disebutkan di atas “Watashi wa heya de nihon no rekishi o yomimashita”. Partikel-
partikel wa, de, no, dan o tidak memiliki arti bila tidak digabungkan dengan kata-
kata lain dalam suatu konteks kalimat. Partikel-partikel tersebut akan menunjukkan
makna yang jelas setelah digabungkan dengan kata lain yang dapat berdiri
sendiri dan dapat membentuk sebuah bunsetsu. Kelas kata lain yang
termasuk fuzokugo adalah jodooshi (verba bantu). Menurut Iwabuchi Tadasu dalam
Sudjianto (2007:157) perbedaan joshi dengan jodooshi adalah di antaranya joshi tidak
mengalami perubahan sedangkan jodooshi mengalami perubahan.
Jenis-jenis partikel menurut Iwabuchi Tadasu dalam Sudjianto
(2007:158), berdasarkan penggunaannya dalam kalimat bahasa Jepang, yaitu
1. kakujoshi,
2. fukujoshi,
3. shujoshi, dan
15. 9
4. setsuzokushi.
Kakujoshi adalah partikel atau joshi untuk menyatakan hubungan satu
bunsetsu dengan bunsetsu lainnya. Kakujoshi biasanya dipakai setelah taigen,
Iwabuchi Tadasu dalam Sudjianto (2007:48). Joshi atau partikel yang
termasuk kakujoshi, yaitu de, o, ni, e, to, kara, yori dan ya.
Contoh kalimat :
1. 私は部屋 で 日本語の雑誌 を 読む
Watashi wa heya de nihon no zasshi o yomu.
Saya membaca majalah tentang Jepang di kamar.
2. マツオ先生は教室 に いる
Matsuo sensei wa kyoushitsu ni iru
Pak Matsuo ada di ruang kelas.
Di dalam kalimat di atas dijelaskan bahwa kakujoshi de
menunjukkan tempat beraktivitas.
3. 毎日私は自転車 で 大学 へ 行く
Mainichi watashi wa jitensha de daigaku e iku
Setiap hari saya pergi ke kampus dengan sepeda
4. バナナはりんご より 安い
Banana wa ringo yori yasui
Pisang lebih murah dari apel
16. 10
5. 私はパン と 卵 を 買う
Watashi wa pan to tamago o kau
Saya membeli roti dan telur
Fukujoshi adalah joshi yang menghubungkan kata-kata yang ada sebelumnya
dengan kata-kata yang ada pada bagian berikutnya.Yang termasuk ke dalam kelompok
ini adalah kata bantu partikel bakari, mo, dake, wa, sae, made, shika, hodo, kurai,
dan nado.Dan joshi yang termasuk kelompok fukujoshi biasanya dipakai setelah
nomina, verba, kata sifat-I dan kata sifat-na.
Contoh kalimat :
1. 家から学校 まで 歩いていく
Uchi kara gakkoo made aruite iku
Pergi jalan kaki dari rumah sampai sekolah
2. 私はそれ しか 知らない
Watashi wa sore shika shiranai
Saya hanya tahu itu saja
3. 私はお金が五千ルピア だけ ある
Watashi wa okane ga gosen rupia dake aru
Saya hanya mempunyai uang lima ribu rupiah
17. 11
4. 田中さんは先生だ。木村さん も 先生だ
Tanaka san wa sensei da. Kimura san mo sensei da.
Tuan Tanaka adalah guru. Tuan Kimura juga guru.
Shuujoshi adalah joshi atau partikel yang dipergunakan pada akhir
kalimat atau bagian kalimat. Shuujoshi berfungsi untuk menyatakan perasaan
pembicara, seperti rasa heran, keragu-raguan, harapan, haru dan lainnya yang
berhubungan dengan perasaan. Yang termasuk ke dalam pengelompokan
shuujoshi adalah partikel kashira, ka, kke, ne/nee, na/naa, no, sa, tomo, wa, yo,
yo, ze, dan zo.
Di antara salah satunya partikel na/naa dan yo yang tergolong
dalam shuujoshi ini memiliki penjelasan yaitu, partikel na/naa yaitu
sebuah partikel yang mempunyai arti melarang orang melakukan sesuatu atau
jangan.Partikel na/naa sering dipakai pada ragam bahasa lisan dalam
percakapan antara teman dekat dalam suasana akrab atau dipergunakan
terhadap orang yang lebih muda umurnya atau lebih rendah kedudukannya dari
pada pembicara. Pemakaian partikel na/naa terhadap orang yang lebih tua
umurnya atau lebih tinggi kedudukannya dari pada pembicara akan terasa
kurang sopan. Sedangkan partikel yo yang artinya dapat dipakai untuk
menyatakan ketegasan, pemberitahuan, atau peringatan kepada lawan
bicara yang menunjukkan suatu perasaan yang memastikan.
Contoh kalimat :
1. うそをつく ぞ
Uso o tsuku zo
Kamu berbohong ya.
18. 12
2. 明日きっと来る よ
Ashita kitto kuru yo
Besok saya pasti datang.
3. 日本の車は高い ね
Nihon no kuruma wa takai ne
Mobil buatan Jepang mahal ya.
4. 日本語の試験は難しい な
Nihongo no shiken wa muzukashii na.
Ujian bahasa Jepang sulit ya…
5. この花はきれい わ
Kono hana wa kirei wa
Bunga ini indah ya.
Setsuzokujoshi adalah joshi yang berfungsi untuk menghubungkan
kalimat.Pada umumnya dipakai setelah yoogen atau verba, kata sifat-i,
kata sifat-na.yang termasuk ke dalam pengelompokan setsuzokujoshi
adalah partikel ba, ga, kara, keredomo.
Di antara salah satunya partikel nagara dan shi yang tergolong dalam
Setsuzokujoshi ini memiliki penjelasan yaitu, partikel nagara yaitu sebuah
19. 13
partikel yang mempunyai arti sambil, sembari, seraya yang dipakai setelah
verba untuk menyatakan dua aktivitas (yang utama) yang ada setelah partikel
nagara dilakukan bersamaan dengan aktivitas (tambahan) yang ada sebelum
partikel nagara. Sedangkan partikel shi yakni partikel menunjukkan dua
hal/keadaan atau lebih dan memiliki arti dan, dan, lagi, lagi pula, partikel shi
ini biasanya dipakai setelah verba bentuk kamus dan bentuk lampau, kata sifat-
i bentuk kamus dan bentuk lampau, kata sifat-na bentuk biasa (ditambah da)
dan bentuk lampau, dan verba bantu da/data, desu/deshita, masu/mashita.
Contoh kalimat :
1. 父はいつもテレビを見 ながら 、ご飯を食べる
Chichi wa itsumo terebi o minagara, gohan o taberu
Ayah selalu makan sambil menonton TV
2. ここは景色もいい し 、きこうもすずしい し 、本当にい
い所 だ
Koko wa keshiki mo ii shi, kikou mo suzushii shi, hontou ni ii
tokoro da.
Di sini pemandangannya indah, hawanya sejuk, sungguh
tempat yang bagus.
3. お金がたくさんあれ ば 、日本へ行くつもりだ
Okane ga takusan areba, nihon e iku tsumori da
Kalau mempunyai uang banyak, saya bermaksud akan pergi ke
Jepang.
20. 14
Kim (2017) menyebutkan bahwa partikel adalah satu atau lebih huruf
hiragana yang diletakkan di akhir kata untuk mendefinisikan fungsi gramatikal
kata tersebut dalam kalimat. Penggunaan partikel yang sesuai saat penting karena
arti kalimat akan berubah sepenuhnya dengan hanya mengganti partikel.
Contohnya, kalimat”makan ikan” bisa berubah menjadi “ïkan makan” dengan
hanya mengganti satu partikel. Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa
partikel bahasa Jepang yaitu wa, mo, dan ga.
Partikel penanda topik “wa”
Partikel pertama yang akan dibahas adalah partikel wa. Partikel ini berperan
untuk mengidentifikasikan apa yang sedang dibicarakan terutama topik kalimat.
Contoh 1
ボブ:アリスは学生?
Bob: apakah alice adalah siswa?
アリス:うん、学生。
Alice: ya, (saya) siswa
Pada contoh 1, Bob mengindikasikan bahwa pertanyaannya adalah tentang
Alice. Perhatikan bahwa begitu topiknya sudah diangkat sebelumnya, Alice tidak
perlu mengulangi topik untuk menjawab pertanyaan mengenai dirinya sendiri.
Contoh 2
ボブ:ジョンは明日?
Bob: John besok?
アリス:ううん、明日じゃない。
Alice: Tidak, tidak besok.
21. 15
Karena kita tidak memiliki konteks, kita tidak memiliki informasi yang
cukup untuk mengerti percakapan ini. Percakapan ini bisa diartikan macam-
macam. Contohnya, mungkin saja mereka membicarakan kapan John akan
mengikuti ujian.
Contoh 3
アリス:今日は試験だ。
Alice: Hari ini ujian.
ボブ:ジョンは?
Bob: John bagaimana?
アリス:ジョンは明日。
Alice: John besok. (Ujian untuk John dilaksanakan besok)
Contoh terakhir menunjukkan betapa umum topik kalimat ini. Sebuah topik
bisa merujuk pada aksi apapun atau objek dari manapun termasuk dari kalimat
yang lain. Contohnya, di akhir kalimat contoh sebelumnya, walaupun kalimatnya
mengenai kapan ujian untuk John, kata ujian tidak muncul sama sekali di kalimat.
Selanjutnya, kita akan melihat partikel yang lebih spesifik.
Partikel topik inklusif「も」
Partikel lain yang sangat mirip dengan partikel topik adalah partikel topik
inklusif. Partikel ini adalah partikel topik dengan tambahan makna “juga”. Pada
dasarnya, partikel ini bisa memperkenalkan topik lain sebagai tambahan topik saat
ini. Partikel topik inklusif 「も」dapat dijelaskan dengan kalimat berikut.
Contoh 1
ボブ:アリスは学生?
Bob: Apakah alice (kamu) adalah siswa?
アリス:うん、トムも学生。
Alice: Ya, Tom juga siswa.
22. 16
Inklusi 「も」harus konsisten dengan jawabannya. Akan menjadi tidak
masuk akal untuk mengucapkan, “Saya adalah siswa dan Tom juga bukan siswa”.
Sebagai gantinya, untuk kalimat tersebut bisa digunakan partikel 「は」untuk
membuat jeda dari inklusi (penyertaan) seperti pada contoh 2.
Contoh 2
ボブ:アリスは学生?
Bob: Apakah Alice (kamu) adalah siswa?
アリス:うん、でもトムは学生じゃない。
Alice: Ya, tapi Tom bukan siswa.
Selanjutnya adalah contoh penyertaan dengan bentuk kalimat negatif.
Contoh 3
ボブ:アリスは学生?
Bob: Apakah Alice (kamu) adalah siswa?
アリス:ううん、トムも学生じゃない。
Alice: Bukan, Tom juga bukan siswa.
Partikel Pengidentifikasi 「が」
Kita bisa menerangkan topik dengan menggunakan partikel 「は」 dan
「も」. Tapi, bagaimana topiknya tidak diketahui? Bagaimana jika kita ingin
bertanya, “siapakah yang merupakan siswa?”. Yang diperlukan adalah
pengidentifikasi karena tidak diketahui siapa yang merupakan siswa. Jika
digunakan partikel topik, maka pertanyaannya akan menjadi, “apakah siapa adalah
siswa?”dan itu tidak akan masuk akal karena “siapa” bukanlah orang. Inilah
pentingnya partikel 「 が 」 . Partikel identifikasi adalah partikel yang
mengindikasikan bahwa penutur ingin mengidentifikasi sesuatu yang tidak
spesifik.
23. 17
Contoh 1
ボブ:誰が学生?
Bob: Siapakah yang merupakan siswa?
アリス:ジョンが学生。
Alice: John (lah) yang merupakan siswa.
Bob ingin mengidentifikasi siapa di antara semuanya yang merupakan siswa.
Alice menjawab bahwa John-lah yang merupakan siswa. Perhatikan bahwa Alice
bisa juga menjawab dengan partikel topik untuk mengindikasikan bahwa John
adalah siswa. Berikut ini bisa dilhat perbedaan pada penggunaan partikel topik
dan partikel pengidentifikasi.
Contoh 2
1. 誰が学生?
Siapakah yang merupakan siswa?
2. 学生は誰?
Yang merupakan siswa, siapa?
Kalimat pertama berusaha mengidentifikasi orang tertentu untuk “siswa”
sementara pada kalimat kedua, hanya membicarakan tentang siswa. Pada kalimat
pertama, 「が」 tidak bisa digantikan dengan「は」karena “siapa” akan menjadi
topik dan pertanyaannya akan menjadi “apakah siapa adalah siswa?”
c. Teknik Analisis Kalimat
Berikut akan dijabarkan mengenai analisis kalimat dalam bahasa Jepang
dengan menggunakan teori tradisional, model generatif, dan model fungsionalis.
1. analisis kalimat dalam BJ dengan menggunakan teori tradisional
2. analisis kalimat dengan model generatif
3. analisis kalimat model fungsionalis.
24. 18
1. Analisis kalimat dalam BJ dengan menggunakan teori tradisional
Sutedi (2014: 104) menjelaskan bahwa menurut teori tradisional, dalam
menganalisis kalimat, pertama, kalimat dibagi ke dalam 2 bagian besar yaitu
subjek dan predikat. Kemudian, unsur-unsur dari setiap bagian tersebut dianalisis
sampai pada tingkat morfemnya. Setelah kerangka kalimat tersebut diidentifikasi
dengan jelas, maka dengan mengganti (substitusi) satu unsur (kata) dari unsur
kalimat tersebut, bisa membuat kalimat lain yang jumlahnya tak terhingga. Dari
aliran ini melahirkan pendekatan audio lingual dalam pengajaran bahasa.
Contoh:
(1) 太郎は新しい車を買った。
Tarou wa atarashii kuruma o katta
<Taro membeli mobil>
Kalimat di atas jika dianalisis dengan teknik tradisional atau
strukturalisme atau IC dengan langkah-langkah tadi, yaitu dengan
membagi bagian subjek dan bagian predikat, kemudian setiap bagian
tersebut dibagi lagike dalam bagian yang lebih kecil lagi, akan menjadi
seperti berikut.
25. 19
Gambar 3.1 Contoh analisis teori tradisional
(sumber : Sutedi, 2014)
Bagian subjek pada kalimat di atas yaitu: {Tarou ga} dan bagian
predikatnya yaitu: {atarashii kuruma o katta}. Bagian subjek terdiri dari nomina
{Tarou} dan partikel {ga}, sedangkan pada bagian predikat terdiri dari predikat,
yaitu {katta} dan objeknya {atarashii kuruma}. Pada predikat tersebut terdiri atas
gokan {kat}, dan gobinya {ta} untuk menyatakan bentuk lampau.
Bagian objek terdiri dari nomina, yakni {atarashii kuruma}. Dan partikel
{ o }, pada bagian nomina tersebut terdiri dari {atarashii} sebagai modifikator
dan {kuruma}. Dengan mengganti sebagian dari unsur kalimat tersebut seperti
{Tarou} diganti dengan {Jirou}, {kuruma} diganti dengan {terebi}, {katta}
diganti dengan {utta} dan seterusnya, maka akan melahirkan beberapa kalimat
yang jumlahnya tak terhingga.
2.Analisis kalimat dengan model generatif
Dalam pola kalimat bahasa Jepang selalu dimulai dengan frasa nomina.
Bentuk frasa nomina bahasa Jepang disisipi oleh penggunaan partikel no. Frasa
26. 20
nomina dalam bahasa Jepang dapat dilihat pada diagram pohon berikut.
Sebelumnya, dapat disimak mengenai singkatan istilah yang akan digunakan
dalam diagram pohon berdasarkan Tsujimura (2007) yang menganalisis kalimat
dengan model generatif.
Singkatan Istilah:
NP : Frasa Nomina
N : Nomina
AP : Frasa Adjektiva
A: Adjektiva (kata sifat)
PP: Post posisi
ADV: Adverbia
VP : Frasa Verba
V : Verba (Kata Kerja)
COP: kopula
S: Sentence (Kalimat)
PRON: Pronomina persona
Frasa Nomina
Gambar 3.2. Frasa Nomina: Watashi no Hon
27. 21
Pada Gambar 3.2 dijelaskan frasa nomina watashi no hon dengan inti frasa
terdapat pada kata hon. Frasa nomina tidak hanya dijelaskan oleh nomina saja
akan tetapi dapat dijelaskan oleh adjektiva. Frasa nomina yang berinti nomina dan
dijelaskan oleh adjektiva dapat dilihat pada diagram pohon berikut.
Gambar 3.3 Frasa Nomina: Akai Hon
Pada Gambar 3.3, kata hon sebagai inti mendapat keterangan dari adjektiva
yang berada di depannya yaitu adjektiva akai.
Frasa Adjektiva
Selain frasa nomina, pada bahasa Jepang terdapat pula frasa adjektiva
dimana adjektiva sebagai inti dari frasa tersebut dan yang menerangkannya adalah
adverbial. Frasa adjektiva dapat dilihat pada diagram pohon berikut.
28. 22
Gambar 3.4. Frasa Adjektiva: Totemo Kirei
Pada gambar 3.4, terlihat bahwa frasa adjektiva berinti pada adjektiva kirei
dengan adverbial totemo sebagai penjelasnya.
Frase Posposisi
Dalam bahasa Indonesia, frasa yang dikenal adalah frasa preposisi, sama seperti
bahasa Inggris. Sedangkan, dalam bahasa Jepang, dikenal dengan frasa posposisi.
Diagram pohon dari frasa posposisi dijelaskan sebagai berikut.
Gambar 3.5. Frasa Posposisi: Uchi De
Frasa posposisi tersebut memperlihatkan penggunaan partikel posposisi de
dengan frasa nomina yang berada di belakangnya. Frasa nomina uchi dapat
29. 23
dikembangkan menjadi frasa nomina seperti yang sudah disebutkan pada diagram
sebelumnya, tergantung dari bentuk frasa posposisi yang diinginkan.
Kalimat dengan kopula
Pada dasarnya, sebuah kalimat terdistribusi dengan adanya verba ataupun
adjektiva. Dalam bahasa Jepang dikenal pula kalimat yang bertopik nomina,
sehingga dalam frasa verbanya, posisi verba digantikan dengan kopula. Kopula ini
memiliki sifat sama dengan verba seperti mengalami konjugasi dan perubahan
verba lainnya. Berikut adalah diagram pohon dari kalimat dengan kopula.
Gambar 3.6. Kalimat dengan kopula: watashi wa gakusei desu
Pada Gambar 3.6, yang menjadi topiknya adalah nomina watashi sedangkan
komen diisi oleh frasa verba berkopula. Dalam frasa verba tersebut, nomina
gakusei menjadi inti frasa dengan kopula desu pengganti verba.
Dalam kalimat bahasa Jepang, terdapat kata ganti yang bermakna menunjukkan
arah. Hal ini dikenal dengan kosoado. Kalimat berikut menjelaskan bagaimana
posisi dari kata ganti arah tersebut.
30. 24
Gambar 3.7. Kalimat dengan Kopula: Kore wa Hon Desu
Terlihat bahwa kalimat tersebut terdiri dari topik berupa pronominal kore di
dalam frasa nomina. Sedangkan pada frasa verbanya, tetap menggunakan frasa
verba berkopula dengan inti nominanya adalah kata hon, dengan verbanya adalah
kopula desu.
Mengenai kalimat bahasa Jepang yang berinti adjektiva pada frasa verbanya,
terdapat beberapa argumentasi yang berbeda. Berikut diberikan satu diagram
pohon dari argumentasi yang berkembang.
Gambar 3.8. Kalimat dengan Kopula: Kuruma wa Akai Desu
31. 25
Pada Gambar 3.8, topiknya adalah nomina kuruma sedangkan komennya
adalah frasa verba yang intinya terdapat dalam frasa nomina. Frasa nomina dalam
frasa verba tersebut sebenarnya memiliki inti nomina kuruma yang tidak
disebutkan sehingga akai seharusnya menjadi keterangan bagi nomina yang
dihilangkan tersebut.
3.Analisis kalimat model fungsionalis
Dalam menganalisis kalimat, aliran fungsionalis menekankan pada makna
dan fungsinya serta hal lainnya yang terkait seperti konteks, hubungan antara
penutur dan lawan bicaranya. Sasaran analisisnya padaperformasi berbahasa.
Bahasa dianggap fenomena sosial. Selain itu, analisis ini berfokus pada kalimat,
alinea, dan wacana.
Berikut adalah analisis yang dilakukan melaului pendekatan fungsionalis.
1. [ 学生が買った] 宝くじ
[Gakusei ga katta] takarakuji
Lotre [yang dibeli mahasiswa]
Contoh: (その)宝くじは、学生が買った。
(Sono) takarakujiwa, gakusei ga katta
Lotre (itu) adalah yang dibeli oleh mahasiswa.
2. [宝くじを買った] 学生
[takarakuji o katta] gakusei
Mahasiswa [yang membeli lotre]
32. 26
((その)学生は、宝くじを買った。)
(Sono) gakusei wa, takarakuji o katta
Mahasiswa (itu) adalah yang membeli lotre.
Bagian inti dari klausa relatif (1) adalah lotre lalu diterangkan
dengan yang dibeli oleh mahasiswa. Keterangan ini digunakan untuk
menjawab pertanyaan lotre yang mana? Jawabannya yaiu lotre yang dibeli oleh
mahasiswa bukan lotre yang lainnya. Begitu pula untuk klausa relatif (2), bagian
utamanya adalah mahasiswa, lalu dijelaskan bahwa mahasiswa tersebut adalah
mahasiswa yang membeli lotre, bukan mahasiswa yang lainnya. Jadi fungsi dari
klausa relatif adalah untuk menerangkan nomina pokok (inti) dari klausa tersebut
(Sutedi, 2014:
115).
33. 27
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut Tougoron ( 統 語 論 ).
Sintaksis adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-
unsur pembentuk kalimat. Bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang
mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta struktur dan
maknanya. Dengan demikian, berbagai unsur pembentuk kalimat pun merupakan
garapan dari sintaksis. Struktur yang dimaksud mencakup struktur frase, klausa
dan kalimat itu sendiri (Sutedi, 2014: 64).
Nitta (dalam Sutedi, 2014) menyebutkan bahwa kalimat berdasarkan
strukturnya secara garis besar terdiri dari dua macam, yaitu yang tidak
memiliki unsur predikat dan yang memiliki unsur predikat. Kalimat yang tidak
memiliki unsur predikat disebut dokuritsugobun (独 立語 文), sedangkan kalimat
yang memiliki unsur predikat disebut jutsugobun (述語文).
Dokuritsugobun di atas hanya digunakan untuk menyatakan panggilan atau
jawaban (sahutan), mengungkapkan rasa terkejut atau marah pada saat berbicara.
Kalimat ini tidak bisa digunakan untuk menyatakan keadaan masa lampau,
sedangkan kalimat yang yang berkonstruksi predikatif (jutsugobun) bisa
digunakan untuk menyatakan peristiwa masa lampau. Dalam kalimat yang
berkonstruksi predikatif (Jutsugobun) masih bisa digolongkan lagi berdasarkan
pada jenis kata yang digunakan sebagai predikatnya yaitu kalimat
yang predikatnya menggunakan verba, adjektiva atau nomina.
34. 28
Daftar Pustaka
Kim, Tae. (2017). Introduction to Particles. Diunduh dari :
http://www.guidetojapanese.org/learn/grammar/particlesintro
Sudjianto dan Ahmad Dahidi. (2004). Pengantar Linguistik Bahasa Jepang.
Jakarta: Oriental.
Sutedi, Dedi. (2014). Dasar-Dasar Linguistik Jepang. Edisi Revisi. Bandung:
Humaniora Utama Press
Tjandra, Sheddy N. (2014). Sintaksis Jepang. Jakarta: Binus Media & Publishing.
Tjandra, Sheddy N. (2015). Morfologi Jepang. Jakarta: Binus Media & Publishing.
Tsujimura, Natsuko. (2007). An Introduction to Japanese Linguistics. Oxford:
Blackwell Publishing.
Verhaar, J.W.M. (2010). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.