Penyimpangan keimanan umat islam berupa tradisi pemberian sesajen dan solusi dalam mengatasinya di lingkungan medan johor
1. MINI RISET DAN REKAYASA IDE
PENYIMPANGAN KEIMANAN UMAT ISLAM BERUPA
TRADISI PEMBERIAN SESAJEN DAN SOLUSI DALAM
MENGATASINYA DI LINGKUNGAN MEDAN JOHOR
Tugas ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama
Islam
Dosen pengampu : Dr. Ramli, MA.
DISUSUN
OLEH
Nama : Linda Rosita
Nim : 4173131020
Kelas : Kimia Dik B 2017
Jurusan : Kimia
Program : S-1 Pendidikan
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
2. DAFTAR ISI
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang masalah................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
3. Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Dasar Teori...................................................................................................... 3
BAB III METODE
1. Lokasi dan tempat penelitian........................................................................... 6
2. Populasi dan sampel........................................................................................ 6
3. Jenis penelitian................................................................................................. 6
4. Sumber data ................................................................................................... 6
5. Metode pengumpulan data.............................................................................. 7
6. Teknik analisis data ........................................................................................ 7
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Identitas Masyarakat ....................................................................................... 8
2. Hasil Wawancara ............................................................................................ 8
3. Pembahasan ................................................................................................... 9
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan .................................................................................................... 15
2. Saran .............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16
3. KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah
dan rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan tugas Mini Riset (MR) ini, tak lupa pula shalawat
bertangkaikan salam saya hadiahkan kepada putra Abdullah buah hati Aminah ialah Nabi
besar kita Muhammad SAW, yang selalu kita harapkan syafaatnya di hari kelak, dan semoga
kita menjadi salah satu orang yang mendapatkannya kelak. Amin.
Saya menyadari bahwa dalam proses penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari
peran dan sumbangsih pemikiran serta intervensi dari banyak pihak. Karena itu dalam
kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang membantu saya dalam menyelesaikan penulisan makalah ini yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Terimakasih juga saya ucapkan kepada dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam
yang telah membimbing saya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini, dengan
selesainya makalah ini saya berharap agar makalah ini nantinya bisa menjadi bukti bahwa
saya telah melaksanakan tugas Mini Riset yang dilakukan pada 14 Mei 2019. Semoga
makalah ini bermanfaat. Amin.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amin
Medan, 14 Mei 2019
LINDA ROSITA
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia memiliki kebudayaannya masing - masing, dan masing - masing
manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide - ide, gagasan, nilai - nilai,
norma - norma, peraturan - peraturan yang ada pada masyarakat ( Koentjaraningrat, 1990 :
186 - 187 ). Wujud dari kebudayaan yang diungkapkan tersebut terdapat juga di dalam sistem
religi ( kepercayaan ) yang ada pada setiap masyarakat, dan juga merupakan kenyataan hidup
dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan dan adat istiadat yang dimiliki
oleh masyarakat merupakan alat pengatur dan memberi arahan kepada setiap tindakan,
prilaku dan karya manusia yang menghasilkan benda - benda kebudayaan.
Sesajen merupakan sesajian - sesajian yang berbentuk benda, makanan, binatang,
bunga, dan lain - lain yang dipersembahkan ( diberi ) sebagai tanda penghormatan atau rasa
syukur kepada Tuhan, dewa, roh nenek moyang, mahluk halus yang dianggap dapat
mendatangkan keberuntungan, menolak kesialan dan rasa syukur terhadap semua yang terjadi
di masyarakat dengan berbagai macam ritual religi ( Suyono, 1985). Sesajen juga salah satu
bentuk objek atau peristiwa ritual yang terdapat dalam sebuah religi. Sesajen dapat
memberitahukan tanda kepada seseorang dalam tingkah laku ritual.
Sesajen merupakan warisan budaya tradisional yang biasa dilakukan untuk memuja
para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat ( pohon, batu, persimpangan, dan lain - lain )
yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti :
Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri ( dewi padi dan
kesuburan ) yang masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa. Sesajen memiliki nilai yang
sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayainya, Tujuan dari
pemberian sesajen ini untuk mencari berkah. Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan di
tempat - tempat yang dianggap keramat dan mempunyai nilai magis yang tinggi. Prosesi
tersebut telah terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan sudah berasal dari nenek moyang kita
yang mempercayai adanya pemikiran - pemikiran yang religius. Kegiatan ini dilakukan oleh
masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau terkabulnya sesuatu yang bersifat duniawi.
Masyarakat Medan Johor baru-baru banyak yang melakukan ritual tradisi sesajen untuk
memperingati hari-hari besar dalam Islam. Jenis sesajen yang digunakan berupa bunga, air,
5. buah - buahan (jeruk, apel, dan lain - lain), makanan, hewan berupa ayam yang
dipersembahkan kepada Tuhan, roh nenek moyang dan mahluk halus melalui berbagai
upacara religi . Hal tersebut dilakukan dengan maksud tujuan untuk menghormati pendahulu,
untuk mengingat mereka agar orang yang tinggal dirumah ini (rumah yang diberikan sesajen)
sehat selalu ( Darwan, 2008).
Berdasarkan latar belakang inilah peneliti ingin membahas mengenai, apa sebenarnya
makna sesajen bagi masyarakat Medan Johor ? darimana makna pesan tebentuk, dan apakah
memang selama ini masyarakat telah mampu memahami makna pesan yang ada dalam
sesajen tersebut?
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana makna sesajen bagi masyarakat Medan Johor?
2. Apa saja factor yang mendorong masyarakat Medan Johor melakukan tradisi
sesajen?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari tradisi sesajen yang dilakukan
masyarakat Medan Johor?
1.3 Tujuan Penelitian
4. Mengetahui makna sesajen bagi masyarakat Medan Johor
5. Mengetahui factor yang mendorong masyarakat Medan Johor melakukan tradisi
sesajen.
6. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tradisi sesajen yang dilakukan
masyarakat Medan Johor.
6. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERMASALAHAN DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT TERKAIT
IMAN DAN TAUHID.
Di Indonesia pada penghujung pertengahan 2015 tentu masih segar dalam ingatan
peristiwa Tolikara Papua dimana jama’h umat tertentu yang sedang beribadah dibubarkan
oleh sekelompok umat agama lain yang berakibat konflik horizontal. Aksi pembubaran
penganut agama manapun yang sedang menjalankan ibadahnya secara telanjang
menunjukkan ketiadaan atau kurangnya sikap menghormati penganut agama lain yang
berbeda. Yang lebih memprihatinkan dalam laporan penelitian dari Pusat Pengkajian Islam
dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta seperti dikedepankan oleh AbdAllah (2015) tentang
“Paham Eksklusif dalam Pendidikan Islam” menunjukkan adanya paham intoleransi
keagamaan melalui penyajian buku ajar di sekolah yang kurang mengedepankan aspek
dialogis. Berkenaan dengan tema teologis, misalnya, penjelasan tentang apa dan siapa itu
kafir, musyrik, dan munafik masih dijelaskan dalam konteks masa Nabi yang seringkali
bersifat politis sehingga yang harus diperangi dan dibunuh. Sedangkan tema yang bersifat
furuiyah (berkaitan dengan praktek agama), seperti bacaan salat, jumlah rakaat salat tarawih,
dan bacaan qunut, masih mengedepankan satu pandangan tertentu.
Disamping hal-hal diatas ada juga beberapa hal yang menjadikan penipisan Iman ummat
muslim terhadap keimanannya kepada Allah SWT yakni tradisi ritual masyarakat di daerah-
daerah yang terkadang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam (Sutopo, 2010).
B. ASAS KEIMANAN DALAM ISLAM
Dalam Islam, wujud Iman seseorang diasaskan pada penegakannya kepada rukun Iman
melalui kepercayaan hati, pengakuan dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Rukun
Iman yang dimaksud adalah percaya kepada Allah SWT yang menjadikan seluruh alam ini,
percaya kepada malaikat, percaya kepada kitab-kitab Allah SWT dengan membenarkan
bahwa seluruh kitab-kitab yang diturunkan itu datangnya dari Allah SWT, Iman kepada rasul
dengan membenarkan bahwa Allah mengutus kepada setiap ummat ini seorang rasul untuk
membimbing mereka, Iman kepada hari akhir adalah meyakini sepenuh hati bahwa hari
kiamat akan terjadi. Islam adalah agama yang sempurna, kesempurnaannya dapat dilihat pada
ajarannya. (Syaltut, 1994). Islam mengatur segala aspek dan prinsip-prinsip kehidupan
7. manusia, Islam dapat menjawab tantangan zaman yang terus berkembang.Islam adalah satu-
satunya agama yang sempurna mengatur tata cara ibadah, moralitas, sosial, ekonomi,
kebudayaan, politik dan hubungan internasional. Islam tidak mengenal konsep sekularisme
dan sekularisasi dalam kehidupan sosial dan politik
C. PENYIMPANGAN TRADISI SESAJEN
Setiap masyarakat memiliki beraneka ragam kepercayaan ( Religi ) yang menjadi
keyakinannya. Setiap kepercayaan dan keyakinannya tersebut diwujudkan dalam tingkah
lakunya sehari - hari.
Sesajen merupakan salah satu kepercayaan yang terdapat pada agama Hindu yang
diberikan kepada Tuhan, dewa, roh leluhur ( nenek moyang ), dan lain - lain yang dilakukan
dengan berbagai macam kegiatan upacara ritual religi. sesajen yang diberikan kepada
Tuhan, dewa, roh nenek moyang, dan lain - lain, kadang - kadang memang kurang masuk
akal. Namun demikian, bagi pendukung budaya yang bersangkutan yang dipentingkan
adalah sikap dasar spiritual yang berbau emosi religi, bukan logika. Karena itu, dalam tradisi
sesajen biasanya terdapat upacara berupa sesaji sebagai bentuk persembahan atau
pengorbanan kepada mahluk spiritual yang kadang - kadang sulit diterima nalar. Hal ini
semua sebagai perwujudtan bakti mahluk kepada kekuatan supranatural. Selain itu, ritual
pemberian sesajen menurutnya mempunyai fungsi bagi setiap masyarakat yaitu :
1. Mampu mengintegrasikan dan menyatukan rakyat dengan memperkuat kunci dan
nilai utama kebudayaan. Berarti ritual menjadi alat pemersatu atau integrasi.
2. Ritual menjadi sarana pendukungnya untuk mengungkapkan emosi, khususnya nafsu
- nafsu negatif.
3. Ritual akan mampu melepaskan tekanan - tekanan sosial.
Pada saat manusia menghidangkan sesaji, menurut Robertson Smith ( dalam
Koentjaraningrat, 1990 : 68 ) memiliki fungsi sebagai aktivitas untuk mendorong rasa
solidaritas dengan para dewa. Dewa dianggap sebagai komunitas istimewa. Hal tersebut
juga ditegaskan oleh Preusz bahwa pusat dari religi dan kepercayaan adalah ritus atau
upacara. Menurutnya, upacara religi akan bersifat kosong, tak bermakna, apabila tingkah
laku manusia didalamnya didasarkan pada akal rasional dan logika, tetapi secara naluri
manusia memiliki suatu emosi mistikal yang mendorongnya untuk berbakti kepada kekuatan
tertinggi yang menurutnya tampak konkret di sekitarnya, dalam keteraturan dari alam, serta
proses pergantian musim, dan kedahsyatan alam dalam hubungannya dengan masalah hidup
dan maut.
8. Sehubungan dengan hal tersebut, Van ball ( Koentjaraningrat, 1993 : 42 ) menyatakan
bahwa sesajian adalah pemberian kepada dewa dan mahluk halus dalam dunia gaib yang
mana pada umumnya mempunyai fungsi sebagai pemberian. Marcel Mauss ( Suparlan,
1992) berpendapat pemberian dalam suatu nteraksi sosial ialah sebagai lambang
pengukuhan suatu hubungan antara si pemberi dan penerima. Kemudian lebih dikukuhkan
lagi dengan pemberian balasan dan pemberian ini melibatkan kelompok - kelompok dan
masyarakat yang bersangkutan secara menyeluruh. Pemberian sesajen kepada Tuhan, dewa,
dan roh halus merupakan sebuah hadiah yang mempunyai tujuan yang lebih baik untuk
membeli perdamaian.
9. BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di kediaman nenek Kartini di Jalan Luku V No.29
Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. Selain itu penelitian ini juga
dilakukan di kediaman Ustadz Ruslan Idris Batubara bertempat di Jalan Al-Falaah 6.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 April 2019. Penelitian ini membutuhkan
waktu 2 hari.
3.2. Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di Kelurahan Kwala
Bekala Kecamatan Medan Johoryang berjumlah 100 orang. Jumlah sampel yang
diambil hanya satu orang dari keseluruhan populasi, berdasarkan metode non
probability sampling, yaitu penarikan sampel tidak penuh dilakukan dengan
menggunakan hukum probabilitas yaitu bahwa tidak semua unit populasi memiliki
kesempatan untuk dijadikan sampel penelitian (Sarwono 2008:120).
3.3. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan data kualitatif. Data kualitatif adalah data
informasi yang berbentuk kalimat verbal bukan berupa simbol angka atau bilangan.
Data kualitatif didapat melalui suatu proses menggunakan teknik analisis
mendalam dan tidak bisa diperoleh secara langsung. Dalam penelitian ini data
kualitatif diambil dari hasil wawancara peneliti dengan narasumber sesuai dengan
pendapat dan fakta yang ada mengenai masalah tradisi sesajen.
3.4. Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri atau dirinya
sendiri baik dengan cara tertentu atau pada periode tertentu (Ratna, 20017). Data
primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari narasumber, dalam hal ini data
diperoleh melalui wawancara peneliti dengan narasumber.
10. 2. Data Sekunder
Data sekunder adalah yang diperoleh secara tidak langsung baik lewat
dokumentasi, buku-buku, literature, penelitian terdahulu, dan internet.
3.5. Metode pengumpulan data
Dalam metode penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama (key
instrument), seperti dikemukakan Faisal bahwa ” dalam penelitian naturalistik peneliti
sendirilah menjadi instrumen utama yang terjun ke lapangan serta berusaha
mengumpulkan informasi.”
Hakikat peneliti sebagai insrtumen kunci diaplikasikan dalam penggunaan teknik
pengumpulan data kualitatif, yang terdiri dari; wawancara dan dokumen (catatan atau
arsip). Secara keseluruhan, peneliti sendiri terjun ke lapangan sebagai instrumen
utama, dalam penelitian ini. Sebagai insrtumen utama dalam penelitian ini maka
peneliti sendiri yang menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu :
a. Wawancara
Wawancara, terhadap informan sebagai narasumber data dan informasi
dilakukan dengan tujuan penggalian informasi tentang fokus penelitian.
Dengan kata lain, keterlibatan yang agak lebih aktif, yaitu dengan mencoba
berpartisipasi dan melibatkan serta berusaha mendekatkan diri dengan para aktor.
Dengan kata lain untuk mengenal kriteria guru yang profesional, baik dalam
kegiatan memimpin, mengarahkan, mengawasi dan memberikan dukungan pada
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Wawancara terhadap informan sebagai
narasumber data dan informasi, dilakukan dengan tujuan penggalian informasi
tentang fokus penelitian.
b. Pengkajian Dokumen
Seluruh data dikumpulkan, dan ditafsirkan oleh peneliti, tetapi dalam kegiatan
ini peneliti didukung instrumen sekunder, yaitu foto, catatan dan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian.
3.6. Teknik analisis data
Di penelitian ini menggunakan teknik analisis data kulititatif merupakan suatu
kegiatan sesudah data dari subjek peneitian atau sumber data-data lain semua
terkumpul. Teknik analisis data kualitatif di dalam penelitian kualitatif yaitu
memaparkan hasil wawancara antara peneliti dan narasumber.
11. BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Identitas Masyarakat
1. Nama : Kartini
2. Usia : 70
3. Alamat : Jalan Luku V No.29 Kelurahan Kwala Bekala
Kecamatan Medan Johor.
3.2. Hasil Wawancara
Hasil penelitian berupa wawancara dengan nenek Kartini
Wawancara : Menurut saudara apa yang dimaksud dengan sesajen?
Narasumber : Sesajen itu adalah rasa hormat kita terhadap orang-orang terdahulu
seperti nenek moyang dll yang sudah meninggal.
Wawancara : Apa fungsi sesajen?
Narasumber : untuk menghormati pendahulu, untuk mengingat mereka agar orang
yang tinggal dirumah ini (rumah yang diberikan sesajen) sehat selalu.
Wawancara : Mengapa harus dibuat sesajen?
Narasumber : karena sesajen itu suatu upacara yang turun menurun dari mamaknya
nenek (orang tua dulu) dalam merayakan hari-hari besar, serta agar orang-orang yang
ada dirumah tidak sakit.
Wawancara : Kapan saudara meletakkan sesajen?
Narasumber : saat mau puasa, selesai lebaran, malam jum’at kliwon, 1, 2, 3, 7, 40
hari 1, 3, 7 tahun orang itu meninggal, hari raya haji (hari-hari besar).
Wawancara : Menurut pengetahuan saudara, bagaimana sesajen dalam hukum Islam?
Narasumber : dilarang, tetapi kegiatan itu yang selalu dilakukan secara turun-
menurun, jadi saya ikut melakukannya.
Wawancara : Bahan apa saja yang dijadikan sesajen?
Narasumber : tumpang, ayam, telur, nasi putih, sayur, bunga, kopi, teh manis, air
putih.
Wawancara : adakah keluarga saudara yang mengingatkan kepada saudara
bahwasannya sesajen dilarang dalam hukum Islam ?
12. Narasumber : ada cucu saya, dia selalu memarahi saya kalau melakukan itu, tetapi
karena rumahnya agak jauh sehingga saya melakukannya diam-diam. Kalau untuk
sekarang saya tidak pernah melakukannya lagi karena dihari-hari besar saya pulang ke
Palembang.
Hasil penelitian berupa wawancara dengan tokoh agama
Wawancara : Bagaimana pandangan dalam hukum Islam tentang orang yang masih
melakukan sesajen di bulan ramadhan seperti meletakkan makanan dibawah kolong
tempat tidur, orang itu beranggapan bahwa keluarga mereka yang sudah meninggal
datang?
Narasumber : Didalam Islam tidak dibenarkan, sesajen itu hanya tradisi leluhur
yang percaya pada tahayyul dan pada kekuatan gaib selain Allah SWT, Kemudian
lebih cenderung dilakukan orang-orang hindu dulu atau orang yang punya aliran
kepercayaan kekuatan yang datangnya seperti dari pohon, hutan dan gunung maka
sesajen itu cenderung dibuat untuk memohon pertolongan kepada selain Allah SWT.
Dalam Islam itu tidak benar dan merupakan tahayyul karena orang yang sudah
meninggal tidak mungkin dapat kembali ke alam dunia, maka kita mengingatnya
bukan dengan membuat sesajen tetapi dengan berdoa dan bersedekah.
Wawancara : Bagaimana cara agar mengatasi perilaku praktek sesajen ini?
Narasumber : Caranya kita kembali kepada ajaran agama Islam, pengguna sesajen
itu adalah orang yang kurang yakin bahwa kekuatan gaib yang bisa mengatur dunia
ini adalah Allah SWT. Orang yang imannya lemah dan ibadahnya kurang
menganggap sesajen itu boleh, tetapi orang yang betul-betul percaya kepada Allah
SWT meyakini bahwa sesajen itu perbuatan musyrik dan syirik karena menduakan
Allah SWT. Makanya dilarang dalam Islam.Maka caranya adalah diberitahu bahwa
Islam melarang praktek sesajen karena bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Wawancara : Bagaimana apabila keluarga mereka tau sesajen itu dilarang tetapi
dibiarkan saja itu tetap dilakukan?
Narasumber : Dalam sebuah hadist dijelaskan barang siapa yang mencegah
kemungkaran, maka cegah dengan tangan bagi yang memiliki kekuasaan, kalau tidak
bisa dengan tangan maka dengan ucapan, kalau keduanya tidak bisa maka harus
membenci dengan hati, artinya kita diam bukan karena dibiarkan, tetapi karena
dilarang dan tidak mau ya sudah kita tidak terlibat lagi.
13. 3.3. Pembahasan
Di era modern ini, kita masih sering mendengar kata sesajen. Kita juga masih sering
melihat sesajen tersebut terutama di lingkungan pedesaan bahkan di kalangan masyarakat
Islam sekalipun. Sesajen seolah memiliki nilai sakral di sebagaian besar masyarakat kita pada
umumnya. Acara sakral ini dilakukan untuk mencari berkah di tempat-tempat tertentu yang
diyakini keramat atau di berikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib,
semacam keris, trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi.
Yang menjadi permasalahan sekarang adalah banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa
acara tersebut merupakan hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan
keagamaan. Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa
diberi sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan
sesaji akan kualat (celaka, terkena kutukan).
Tak bisa diingkari lagi bahwa fenomena ini memang terjadi di tengah-tengah kita, bahkan
dengan jumlah yang tidak sedikit. Seseorang yang paling berpendidikan sekalipun kadang tak
luput dari hal-hal yang demikian. Mereka yang terdidik untuk berpikir secara rasional
ternyata kerasionalan itu hilang begitu saja ketika berhadapan dengan hal yang demikian.
Yang sangat disesalkan, di antara penduduk negeri ini banyak yang tidak sadar dari
maksiat mereka dengan musibah yang menimpa. Mereka malah melakukan praktik-praktik
kesyirikan, membuat sesajen penolak bala yang dipersembahkan kepada roh-roh penguasa
laut, penguasa gunung, penguasa darat, dan sebagainya.
Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagaian besar
masyarakat kita pada umumnya acara sakral ini dilakukan untuk ngalap berkah (mencari
berkah) di tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau di berikan kepada benda-benda
yang diyakini memiliki kekuatan ghaib, semacam keris, trisula dan sebagainya untuk tujuan
yang bersifat duniawi. Sedangkan waktu penyajiannya di tentukan pada hari-hari tertentu.
Seperti malam jum'at kliwon, selasa legi dan sebagainya. Anehnya perbuatan yang
sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme ini masih marak dilakukan oleh
orang-orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita
bahwa sebenarnya manusianya secara naluri/ fitrah meyakini adanya penguasa yang maha
besar, yang pantas dijadikan tempat meminta, mengadu, mengeluh, berlindung, berharap dan
lain-lain. Fitrah inilah yang mendorong manusia terus mencari Penguasa yang maha besar.
14. Pada akhirnya ada yang menemukan batu besar, pohon-pohon rindang, kubur-kubur, benda-
benda kuno dan lain-lain, lalu di agungkanlah benda-benda tersebu.
Islam datang membimbing manusia agar tetap berjalan diatas fitrah. namun fitrah yang di
maksud dalam Islam adalah fitrah yang lurus sesuai dengan syari'at Islam. Allah S.W.T
menerangkan tentang fitrah yang lurus tersebut dalam Al Qur'an surat Ar-Ruum ayat 30;
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Yang
dimaksud dengan fitrah Allah dalam ayat diatas yaitu ciptaan Allah. manusia diciptakan
Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama
tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah karena
pengaruh lingkungan.
Oleh karena itu, maka mempersembahkan ibadah ini kepada selain Allah SWT (baik itu
jin, makhluk halus ataupun manusia) dengan tujuan untuk mengagungkan dan mendekatkan
diri kepadanya, yang dikenal dengan istilah sesajen, adalah perbuatan dosa yang sangat besar,
bahkan merupakan perbuatan syirik besar yang bisa menyebabkan pelakunya keluar dari
agama Islam (menjadi kafir).
Di sinilah pentingnya memahami tradisi secara arif. Kalau memang tidak sejalan dengan
syariat, maka kita tidak perlu ragu mengatakan bahwa itu keliru. Perkara itu tetap dijalankan,
adalah soal kedua yang berpulang pada keyakinan masing-masing. Jadi masalahnya bukan
perlu atau tidak perlu dipertentangkan. Tapi lurus atau tidak bagi seorang muslim. Sorang
muslim harus dididik, bahwa apapun yang dialaminya berupa kepahitan, merupakan musibah
yang perlu disikapi dengan sabar seraya berikhtiar untuk menghilangkannya dengan cara-cara
yang manusiawi religius. Tauhid menegaskan, bahwa hanya kepada Allah kita mohon
keselamatan.
Allah berfirman dalam surat Al-An‘am ayat 136; “Dan mereka (orang-orang musyrik)
memperuntukkan dari hasil tanaman dan binatang-binatang ternak Yang diciptakan oleh
Allah itu, sebagian bagi Allah (dan sebagian lagi untuk berhala-berhala mereka), lalu mereka
berkata: ini untuk Allah - menurut anggapan mereka - dan ini untuk berhala-berhala kami."
kemudian apa yang telah ditentukan untuk berhala-berhala mereka, maka ia tidak sampai
kepada Allah (kerana mereka tidak membelanjakannya pada jalan Allah), dan apa yang telah
15. ditentukan untuk Allah, sampai pula kepada berhala-berhala mereka (kerana mereka
membelanjakannya pada jalan itu). amatlah jahatnya apa yang mereka hukumkan itu.”
Sesajen adalah syirik dan berbahaya, sama bahayanya dengan kemusyrikan yang lain, di
antara bahaya itu adalah:
1. Merupakan Pelecehan Terhadap Martabat Manusia
Apabila seseorang menyembah kepada sesama makhluk, yang tidak dapat memberikan
manfa’at dan menimpakan bahaya, maka berarti telah menjatuhkan martabat
kemanusiaannya ke tempat yang terendah. Allah telah memuliakan manusia dan
menga-runiai akal kepada mereka, maka apakah layak dan pantas seorang yang
berakal dan terhormat menyembah dan merendahkan diri di hadapan patung, pohon,
jin, khadam, keris, batu dan yang semisalnya. Maka tidak ada pelecehan terhadap
martabat manusia yang lebih parah daripada kemusyrikan.
2. Membenarkan Khurafat (Tahayul)
Dari keyakinan syirik inilah muncul berbagai khurafat yang tersebar di masyarakat,
mitos dan legenda yang penuh dengan takhayul, kisah-kisah yang sama sekali tidak
bisa diterima oleh akal sehat dan tidak dapat dibenarkan oleh hati nurani manusia.
3. Syirik adalah Kezhaliman Terbesar
Allah berfirman; “Sesungguhnya kemusyrikan itu adalah kezhaliman yang besar.”
(Lukman: 13).
16. BAB V
SOLUSI
Untuk menyingkirkan aqidah yang sesat ini, kita perlu menggalang sinergi dengan
berbagai kalangan umat. Tentu saja masing-masing elemen umat ini punya perbedaan-
perbedaan, namun dibandingkan dengan persamaan-persamaannya, tetap lebih banyak
persamaannya. Ketahuilah bahwa umat ini akan sangat kuat dan aqidah yang rusak itu bisa
dengan mudah kita hilangkan, manakala kita bekerja tidak sendirian, melainkan bersama-
sama.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah
(menyeluruh) dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya
syeitan adalah musuh besar bagi kalian.” (QS.Al-Baqarah : 208).
Berbicara tentang adat-istiadat (tradisi) bukan lagi sesuatu yang langka bagi
masyarakat Indonesia. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah adat
istiadat mengacu pada tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi ke generasi
lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat
(Kamus besar bahasa Indonesia,1988:5,6). Adapun makna lainnya adat-istiadat disebut
sebagai suatu hal yang dilakukan berulang-ulang secara terus menerus hingga akhirnya
melekat, dipikirkan dan dipahami oleh setiap orang tanpa perlu penjabaran.
Jika ditinjau dari sudut pandang Islam, Alqur’an sebagai pedoman hidup telah
menjelaskan bagaimana kedudukan tradisi (adat-istiadat) dalam agama itu sendiri. Karena
nilai-nilai yang termaktub dalam sebuah tradisi dipercaya dapat mengantarkan
keberuntungan, kesuksesan, kelimpahan, keberhasilan bagi masyarakat tersebut. Akan tetapi
eksistensi adat-istiadat tersebut juga tidak sedikit menimbulkan polemik jika ditinjau dari
kacamata Islam.Tradisi turun laut dengan membawa beberapa sajian makanan misalnya
dipercaya dapat membawa keberuntungan bagi para nelayan yang baru memiliki perahu agar
kelak tidak terjadi malapetaka.
Setiap aturan-aturan, anjuran, perintah tentu saja akan memberi dampak positif dan
setiap larangan yang diindahkan membawa keberuntungan bagi hidup manusia. Salah satu
larangan yang akan membawa maslahat bagi manusia adalah menjauhkan diri dari kebiasaan-
kebiasaan nenek moyang terdahulu yang bertentangan dengan ajaran Islam. Hal tersebut
sebagaimana yang Allah firmankan dalam AlQur’an :
17. “Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,”
mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang
kami (melakukannya).” Padahal,nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan
tidak mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqarah:170)
ayat tersebut menjelaskan kepada kita tentang orang-orang yang lebih patuh pada
ajaran dan perintah nenek moyangnya daripada Syariat yang diwahyukan oleh Allah didalam
Al-Qur’an. Seperti adanya kepercayaan-kepercayaan tertentu pada ritual-ritual yang
menjanjikan keselamatan, ketenangan hidup, penolak bala yang menjadi salah satu tradisi
masyarakat Indonesia di berbagai daerah.
Adanya syariat tidak berupaya menghapuskan tradisi/adat –istiadat, Islam menyaringi
tradisi tersebut agar setiap nilai-nilai yang dianut dan diaktualisasikan oleh masyarakat
setempat tidak bertolak belakang dengan Syariat. Sebab tradisi yang dilakukan oleh setiap
suku bangsa yang nota bene beragama Islam tidak boleh menyelisihi syariat. Karena
kedudukan akal tidak akan pernah lebih utama dibandingkan wahyu Allah Ta’ala. Inilah
pemahaman yang esensi lagi krusial yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Keyakinan
Islam sebagai agama universal dan mengatur segala sendi-sendi kehidupan bukan hanya pada
hubungan transendental antara hamba dan Pencipta tetapi juga aspek hidup lainnya seperti
ekonomi, sosial, budaya, politik dan lain sebagainya. Kadangkala pemahaman parsial inilah
yang masih diyakini oleh ummat Islam. Oleh karena itu, sikap syariat Islam terhadap adat-
istiadat senantiasa mendahulukan dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Hadist dibanding adat atau
tradisi.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat, sesat yang nyata.” (QS.Al-Ahzab:36)
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berIslam secara kaffah yaitu secara
batin dan dzahir. Seorang muslim tidak mencukupkan dirinya pada aspek ibadah, tetapi lalai
pada persoalan akidah, pun demikian pula sebaliknya memahami aqidah tetapi lalai dari sisi
ibadah. Seorang muslim juga tidak boleh lalai dalam memperhatikan akhlaknya kepada Allah
dan pada sesama manusia. Akhlak kepada Allah inilah yang dibuktikan dengan sikap
menerima, mentaati syariat Allah dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. jiJka
18. hal ini bisa teraktualisasi pada diri seorang muslim maka tidak akan kita temukan lagi sikap
menolak pada syariat baik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah NabiNya.
19. BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa narasumber, maka penulis menyimpulkan
sebagai berikut :
1. Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang
masih mempercayainya, tujuan dari pemberian sesajen ini adalah untuk
menghormati pendahulu, untuk mengingat mereka agar orang yang tinggal
dirumah ini (rumah yang diberikan sesajen) sehat selalu.pemberian sesajen ini
biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunya nilai
magis yang tinggi.
2. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mengapa tradisi sesajen ini masih
digunakan oleh masyarakat Medan Johor yaitu factor adat atau budaya yang masih
tumbuh dari generasi ke generasi. Karena dalam hal ini bahwa kaitan antara
keadaan masyarakat kini dan sejarah sebelumnya, kaitan masyarakat dengan masa
lalunya tak pernah mati sama sekali. Kedua yaitu factor keyakinan, karena sudah
ada sejak zaman snenek moyang secara turun temurun dan hal itu sudah menjadi
keyakinan. Mereka takut arwah leluhur, rezekinya sedikit,dll. Terakhir factor
pendidikan, tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi pola fikir mereka.
3. Dampak terhadap keyakinan masyarakat tersebut mendeteksi perbuatan syirik dan
harus dihindari, tetapi masyarakat Medan Johor menganggap bahwa wilayah yang
mereka tempati merupakan ajarann dari nenek moyang dan mereka menganggao
ini semua adalah warisan.
5.2. Saran
1. Diharapkan kepada pemerintah desa atau pemuka (tokoh masyarakat) desa Medan
Johor agar dapat selalu memberikan pemahaman-pemahaman yang lebih
mendalam lagi mengenai tradisi sesajen yang sudah berlangsung tersebut. Agar
jangan sampai generasi-generasi seelanjutnya mengagung-agungkan sesajen
sebagai pemberi berkah selamat ketika mengadakan suatu acara dan supaya
masyarakat bisa menjalankan syariat agama Islam dengan baik dan benar sesuai
ajaran Islam.
2. Kepada masyarakat Medan Johor lebih dapat menyaring lagi tentang kebiasaan
yang ditanamkan didalam kehidupan. Tradisi sesajen yang berdampak negative
20. terhadap keyakinan meminta perindungan dan keberkahan selain kepada Allah
seharusnya harus digeser agar terhindar dari dampak negative tersebut sebaiknya
masyarakat lebih dapat mengkaji apa sesungguhnya makna dan tujuan tradisi
sesajen.
21. DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. (2004). Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Darwan. (2008). Islam Kaffah Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Medan.
Jakarta : Perdana Publishing.
Sabiq, Sayid. (2002). Aqidah Islam. Bandung: Penerbit Diponegoro.
Said, Nur. (2017). Pendidikan Toleransi Beragam Untuk Humanisme Islam di Indonesia.
Jurnal Stain Kudus. Vol 12(2). Hal : 101-120.
Suparlan, Mahdi. (1992). Pola Penyimpangan Muslim Terhadap Ajaran Agamanya. Jurnal
Studi dan Penelitian Pendidikan Islam. Vol 1 (1). Hal : 34-46.
Sutopo, Irawan. (2010). Beragam Ekspresi :Islam Indonesia Dalam Praktek. Jurnal
Sosiologi..Vol 15 (2). Hal : 45-49.
Syaltut, Mahmud. (1994). Aqidah dan Syariah Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Taymiyah, Ibnu. (1983). Aqidah Islam. Bandung : Al-Ma’arif.