Modul ini membahas tentang linguistik bahasa Jepang dan cabang-cabangnya seperti fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Linguistik bahasa Jepang mempelajari bahasa Jepang sebagai objek kajian dengan menggunakan pendekatan ilmu linguistik umum. Cabang-cabang linguistik bahasa Jepang mencakup studi tentang bunyi, sistem bunyi, pembentukan kata, struktur kal
2. ii
KATA
PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan
modul ini dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan utama penyusunan modul ini adalah untuk menyediakan bahan
ajar yang sesuai untuk digunakan dalam program PPG dalam Jabatan. Oleh
karena itu, baik sistematika, konten, maupun penulisan sudah disesuaikan
agar dapat mendukung peserta PPG dalam jabatan untuk lebih memahami
materi, khususnya materi mengenai Linguistik Bahasa Jepang
(Nihongogaku).
Modul ini memuat 4 KB (Kegiatan belajar) yang bertemakan;
Pengantar Linguistik Umum, Linguistik Bahasa Jepang dan Cabang-
Cabangnya, Sintaksis, serta Semantik dan Pragmatik. Diharapkan
pengetahuan tentang linguistik bahasa Jepang yang dipaparkan dalam
modul ini dapat memperkaya wawasan mengenai bahasa Jepang.
Selain itu, modul ini juga diharapkan dapat membantu memenuhi
tuntutan bagi para pembelajar dan pengajar bahasa Jepang untuk
memahami hakikat linguistik dan pendidikan bahasa Jepang yang harus
dilihat sebagai satu kesatuan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada semua pihak yang telah
banyak membantu dalam penyempurnaan dan penyelesaian modul ini yaitu
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Pendidikan
Ganesha, dan penyelia konten bahasa Jepang yaitu Dr. Dedi Sutedi,
M.A., M.Ed., dan Didik Nurhadi, M.Pd., M.A., Ph.D. Semoga modul ini
bisa memberikan manfaat bagi pembaca.
3. iii
Akhir kata, penulis menyadari kekurangan serta keterbatasan yang ada
dalam modul ini sehingga saran dan masukan dari pembaca sangat
diharapkan.
Salam,
Tim Penulis Modul
4. iv
No Kode: DAR2/Profesional/170/04/2019
PENDALAMAN MATERI BAHASA JEPANG
MODUL 4 KB 2
LINGUISTIK BAHASA JEPANG DAN CABANG-CABANGNYA
Nama Penulis:
Dr. Kadek Eva Krishna Adnyani S.S., M.Si.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
5. v
Daftar Isi
Cover Utama ............................................................................................................i
Kata Pengantar ........................................................................................................ii
Daftar Isi ................................................................................................................iii
Daftar Gambar ........................................................................................................vi
Daftar Tabel .........................................................................................................viii
Daftar Bagan ..........................................................................................................ix
A. Pendahuluan ........................................................................................................i
B. Inti .......................................................................................................................2
1. Capaian Pembelajaran .................................................................................2
2. Pokok-Pokok Materi ...................................................................................2
3. Uraian Materi ..............................................................................................3.
C. Penutup .............................................................................................................33
1. Rangkuman ...............................................................................................33
Daftar Pustaka .......................................................................................................34
6. vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kosakata dari Alofon ................... 8
Tabel 2.2 Alofon dari Vokal Panjang Bahasa Jepang ................... 9
Tabel 2.3 Alofon dan Suku Kata yang Terbentuk ................... 11
Tabel 2.4 Konsonan Frikatif ................... 12
Tabel 2.5 Bunyi Nasal ................... 13
Tabel 2.6 Numeralia Penghitung Benda/Binatang/Manusia ................... 24
Tabel 2.7 Adjektiva dan Nomina ................... 26
Tabel 2.8 Verba Berpasangan ................... 28
7. 1
A. PENDAHULUAN
Modul ini merupakan modul pembelajaran mengenai linguistik bahasa
Jepang dan cabang-cabangnya yang memuat pengantar mengenai fonetik,
fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik bahasa Jepang. Isi materi
ini diharapkan dapat membantu pengajar sekaligus pembelajar bahasa Jepang
untuk memahami linguistik bahasa Jepang yang merupakan satu kesatuan dengan
pendidikan bahasa Jepang.
Mulailah dengan membaca capaian pembelajaran yang ingin dicapai
dalam modul ini. Selanjutnya pelajari isi materi dengan seksama. Selanjutnya
kerjakan tes formatif untuk mengukur hasil belajar dan tingkat pemahaman.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran: Mampu memahami linguistik bahasa Jepang dan
prinsip dasar beberapa cabangnya yaitu fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, pragmatik bahasa Jepang.
2. Pokok-Pokok Materi:
1. Linguistik bahasa Jepang
2. Cabang-cabang linguistik bahasa Jepang
8. 2
3. Uraian Materi
a. Linguistik Bahasa Jepang
Ilmu linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. Ilmu linguistik tumbuh
dan berkembang di benua Eropa mulai akhir abad sembilan belas hingga sekarang,
kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menjadi tulang punggung dari ilmu
bahasa di tiap-tiap negara. Selain ilmu linguistik, sebenarnya masih ada ilmu
bahasa lain yang berasal dari India dan tiongkok, tetapi ilmu bahasa oriental
tersebut tidak populer, hanya dipakai di negara-negara yang terbatas.
Di Jepang, ada ilmu bahasa Jepang tradisional yang tumbuh mulai dari abad
tujuh belas (bahkan sebelum itu) dan berasal dari Tiongkok. Ilmu bahasa Jepang
tradisional ini oleh orang Jepang disebut dengan istilah Kokugogaku yang
bermakna harfiah “ilmu bahasa negara”. Kokugaku dipakai bersama-sama dengan
ilmu linguistik dengan objek yang berbeda. Kokugaku dipakai untuk mempelajari
objek bahasa Jepang saja terutama yang merupakan objek naskah kuno,
sedangkan ilmu linguistik dipakai untuk mempelajari bahasa Jepang bersama
dengan bahasa-bahasa lain yang ada di dunia, dan bahasa Jepang yang dipelajari
adalah bahasa Jepang lisan. Ilmu linguistik ini dalam bahasa Jepang disebut
dengan istilah Gengogaku yang bermakna harfiah “ilmu bahasa” (Tjandra, 2016:
9).
Linguistik Jepang ialah satu bidang ilmu bahasa. Biasanya, linguistik dibagi
menjadi dua bidang ilmu. Yang pertama ialah linguistik umum (general linguistic)
dan yang kedua ialah linguistik khusus. Linguistik umum membahas berbagai
masalah bahasa secara umum seperti: asal-usul bahasa (gengo no kigen),
perkembangan bahasa (gengo no hattasu), evolusi bahasa (gengo no hensen),
rumus evolusi bahasa (gengo no hensen no hôsoku), distribusi bahasa secara
global (gengo no sekai teki bunfû), metode penelitian bahasa (gengo kenkyu no
hôhô), dan lain lain.
Sedangkan, linguistik yang menunjukkan suatu kajian terhadap bahasa
tertentu disebut linguistik khusus. Sebagai contoh ialah penelitian terhadap bahasa
Jepang, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa-bahasa tertentu lainnya.
9. 3
Linguistik Jepang (Nihon gengogaku atau nihongogaku) ialah bidang ilmu
yang menjadikan bahasa Jepang sebagai objek kajiannya. Di jepang, pada
umumnya kajian ini disebut dengan kajian bahasa negara (kokugo gaku). Akan
tetapi istilah kokugo cenderung mengandung pengertian “bahasa bangsa Jepang”
atau “”bahasa tanah air”. Istilah ini terlalu bersifat emotif dan subjektif. Oleh
sebab itu, untuk mengubah kesan terhadap sifat-sifat subjektif tersebut,
digunakan istilah nihon gengogaku atau nihongogaku bukan kokugo gaku.
b. Cabang-cabang Linguistik Bahasa Jepang
Tjandra (2016: 3) menyebutkan bahwa dalam ilmu linguistik, ada yang
disebut strukturalisme. Strukturalisme dalam bahasa Jepang disebut Koozooshugi,
pada dasarnya terdiri dari empat cabang ilmu linguistik, yakni fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik. Keempat cabang ilmu linguistik ini merupakan tulang
punggung dari ilmu tersebut. Dari segi keilmuan, dapat dikatakan fonologi
mempelajari tata bunyi, morfologi mempelajari kosa kata, sintaksis mempelajari
pembentukan kalimat, dan semantik mempelajari makna kata.
Seperti sudah disebutkan pada bab I, Sutedi (2014) menyebutkan bahwa
terdapat beberapa cabang linguistik bahasa Jepang seperti fonetik (onseigaku),
yaitu ilmu yang mengkaji tentang bagaimana bunyi bahasa dihasilkan, bagaimana
bunyi tersebut bisa sampai pada telinga seseorang serta bagaimana orang tersebut
memahaminya, fonologi (oninron), yaitu ilmu yang mengkaji tentang fonem-
fonem dan aksen suatu bahasa, morfologi (keitairon), yaitu ilmu yang mengkaji
tentang jenis-jenis dan proses pembentukan kata dalam suatu bahasa, sintaksis
(tougoron/ sintakusu), yaitu ilmu yang mengkaji tentang struktur kalimat atau
kaidah-kaidah yang mengatur suatu kalimat dalam suatu bahasa, semantik
(imiron), yaitu ilmu yang mengkaji tentang makna kata, frasa, dan klausa dalam
suatu kalimat, pragmatik (goyouron), yaitu ilmu yang mengkaji makna bahasa
dihubungkan dengan situasi dan kondisi pada saat bahasa tersebut digunakan, dan
sosiolinguistik (shakaigengogaku), yaitu salah satu cabang linguistik yang
mengkaji hubungan antara bahasa dan masyarakat.
10. 4
Berikut akan dijabarkan lebih jauh mengenai cabang-cabang ilmu tersebut.
Fonetik (onseigaku) dan Fonologi (oninron)
Soepardjo (2012: 29) menyebutkan bahwa kajian tentang bunyi bahasa
dibagi menjadi dua bidang ilmu. Yang pertama adalah bidang ilmu yang meneliti
dan mengobservasi secara objektif bunyi bahasa sebagai sebuah fenomena baik
secara biologis ataupun psikologis. Bidang ilmu ini disebut fonetik (onseigaku).
Yang kedua adalah bidang ilmu yang meneliti sistem bunyi suatu bahasa dan
perbedaan bunyi-bunyi tersebut antara yang satu dengan yang lainnya sehingga
mampu membedakan makna. Bidang ilmu ini disebut fonologi (oninron).
Fonetik secara garis besar dikelompokkan lagi menjadi tiga bidang ilmu;
1. Fonetik artikulatoris (chôon onseigaku atau articulatory phonetics)
yaitu bidang ilmu yang meneliti bagaimana artikulasi suara terjadi dan
bagaimana suara tersebut didengarnya.
2. Fonetik akustik (onkyô onseigaku atau acoustic phonetics) yaitu
cabangfonetik yang menyelidiki akustik suara dengan memperlakukan
suara sebagai gelombang bunyi.
3. Fonetik auditoris (chokkaku onseigaku atau auditory phonetics) yaitu
ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi bahasa berdasarkan pendengaran
sebagai persepsi bahasa.
Sutedi (2014 : 37) menyebutkan bahwa fonologi (dalam bahasa Jepang
disebut on-inron) merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang lambing
bunyi bahasa berdasarkan pada fungsinya. Cakupan fonologi adalah fonem, aksen,
dan tinggi nada.
Suski (2011) menyebutkan bahwa pembagian bunyi menjadi dua, yaitu
vokal dan konsonan adalah pemahaman yang dibawa dari Eropa. Pembagian ini
sama sekali tidak pernah disebutkan dalam buku bahasa Jepang kuno sebelum
zaman Meiji. Hanya ketika pemikiran barat diperkenalkan ke Jepang, analisis
bunyi mulai dilakukan sesuai klasifikasi vokal dan konsonan. Beberapa buku pada
11. 5
zaman Meiji menyebutkan istilah seperti bunyi ayah, bunyi ibu, dan bunyi anak.
Namun, tidak ada cara untuk mengetahui apakah istilah tersebut merupakan
terjemahan dari istilah fonetis barat. Bunyi dalam bahasa Jepang bisa
diklasifikasikan ke dalam vokal dan konsonan walaupun tidak ada huruf yang
merepresentasikan vokal dan konsonan secara terpisah. Jika dikaitkan dengan
huruf vokal dalam bahasa Inggris, kita bisa menganggap ada lima huruf vokal
bahasa Jepang.
Bunyi bahasa timbul karena ada tiga hal, yaitu: aliran udara, artikulator
dan titik artikulator. Alat ucap manusia terdiri dari bibir, gigi, gusi, lidah, langit-
langit, tenggorokan, pita suara dan lain-lain.
Bunyi vokal terjadi karena aliran udara yang keluar dari paru-paru terus
naik, sehingga menggetarkan pita suara. Jenis bunyi vokal dalam bahasa Jepang
ditentukan oleh lima hal berikut:
1. tinggi rendahnya posisi lidah.
2. posisi lidah
3. bulat tidaknya bentuk bibir
4. berhubungan tidaknya dengan rongga hidung
5. bergetarnya pita suara (Kashima dalam Sutedi, 2014).
Tjandra (2004) menyebutkan bahwa Bunyi bahasa dalam bahasa Jepang
disebut 音声(onsei) dan fonem disebut 音素 (onso). Fonetik disebut 音声学
(onseigaku). Fonemik dan fonologi disebut 音 韻 論 (on‟inron) atau 音素論
(onsoron).Tata bunyi disebut disebut 音 韻 体 系 (on‟in taikei). Pada proses
produksi bunyi bahasa, alat ucap akan bekerja untuk membentuk satu tahapan
praucapan, yaitu tahapan sebelum ucapan, yang segera disusul dengan
pengucapan, yaitu pengeluaran bunyi bahasa. Ada 2 jenis tahapan praucapan :
tanpa hambatan; dan berhambatan.
12. 6
Tahapan praucapan tanpa hambatan adalah tahapan praucapan yang
diciptakan oleh alat ucap tanpa pembentukan suatu hambatan apapun di dalam
rongga mulut dan sekitarnya. Bunyi yang dihasilkan melalui tahapan praucapan
tanpa hambatan adalah vokal.
Tahapan praucapan berhambatan adalah tahapan praucapan yang
diciptakan oleh alat ucap dengan pembentukan suatu hambatan oleh alat ucap itu
sendiri di dalam rongga mulut atau sekitarnya. Bunyi yang dihasilkan melalui
tahapan praucapan berhambatan adalah konsonan.
Terdapat dua jenis hambatan :
1. Hambatan penuh yaitu hambatan sempurna yang dibentuk oleh alat
ucap. Bunyi yang dihasilkan adalah konsonan letup dan konsonan
nasal.
2. Hambatan sebagian yaitu hambatan tidak sempurna yang dibentuk oleh
alat ucap. Bunyi yang dihasilkan adalah konsonan frikatif, afrikat, dan likuida.
Jenis-jenis hambatan dijelaskan sebagai berikut.
a. Hambatan yang dibentuk oleh kedua bibir menghasilkan konsonan bilabial.
b. Hambatan yang dibentuk oleh bibir bawah dan gigi atas akan
menghasilkan konsonan labio dental.
c. Hambatan yang dibentuk ujung lidah dan gigi atas akan menghasilkan
konsonan dental.
d. Hambatan yang dibentuk oleh ujung lidah dengan alveolum akan
menghasilkan konsonan alveolar.
e. Hambatan yang dibentuk lidah tengah dan palatum akan menghasilkan
konsonan palatal.
f. Hambatan yang dibentuk lidah belakang dan velum akan menjadi
konsonan velar.
g. Hambatan yang dibentuk lidah belakang dan uvulum akan menjadi
konsonan uvular.
h. Ujung lidah beserta lidah depan ditempelkan pada alveoulum membentuk
hambatan sebagian dan menghasilkan konsonan likuida.
13. 7
i. Jika hambatan pada h. dengan titik tumpu rapat pada alveoulum tetapi
tidak rapat pada kedua sisinya sehingga arus udara dari paru-paru mengalir
melalui celah kedua sisi lidah maka menghasilkan konsonan lateral.
j. Ujung lidah hanya digetarkan satu kali, akan menghasilkan konsonan flap. k.
Jika flap dilakukan berulang-ulang maka akan menghasilkan konsonan trill.
Artikulator adalah alat ucap yang bertumpu pada rahang bawah dan dapat
digerakkan. Alat ucap yang dapat menjadi artikulator adalah semua bagian lidah,
bibir bawah, gigi bawah, dan uvulum. Titik artikulasi merupakan alat ucap yang
bertumpu pada rahang atas, tidak dapat digerakkan, dan merupakan tempat
bersandarnya arikulator untuk membentuk hambatan yang akan menghasilkan
bunyi bahasa. Alat ucap yang menjadi titik artikulasi adalah bibir atas, gigi atas,
alveolum, palatum, velum, dan pangkal uvulum.
Dalam modul ini akan dipaparkan mengenai bunyi vokal dan konsonan
dalam bahasa Jepang.
Bunyi vokal bahasa Jepang terdiri dari fonem /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/;
dengan penjelasan seperti ini.
1) Fonem /a/ merupakan vokal rendah depan tak bundar.
2) Fonem /i/ merupakan vokal tinggi depan tak bundar.
3) Fonem /u/ merupakan vokal tinggi belakang tak bundar.
4) Fonem /e/ merupakan vokal sedang depan tak bundar.
5) Fonem /o/ merupakan vokal sedang belakang bundar.
Pada pengucapan dalam sebuah kata, bunyi vokal tersebut memiliki alofon.
Berikut alofon dalam bunyi vokal bahasa Jepang.
1) Fonem /a/ hanya memiliki satu alofon yaitu [a]
2) Fonem /i/ memiliki dua alofon yaitu i dan i]
3) Fonem /u/ memiliki empat alofon yaitu [u] , [u] , [ ] dan [u]
4) Fonem /e/ hanya memiliki satu alofon yaitu [e]
5) Fonem /o/ memiliki dua alofon yaitu [o] dan [ɔ]
14. 8
Contoh kosakata dari alofon yang disebutkan, diperlihatkan berikut ini.
Tabel 2.1 Kosakata dari Alofon
NO Fonem Alofon Contoh Makna Distribusi Keterangan
1 /a/ [a] /kasa/
[kasa]
Payung Utama
2 /i/ [i] /mosimosi/
mo∫imo∫i
Halo Utama
i /mosimosi/
mo∫imo∫i
Halo Variasi bebas
3 /u/ [u] /inu/
[inu]
Anjing Utama
[u] /inu/
[inu]
Anjing Variasi bebas
[ ] /icu/
[its ]
Kapan Komplementer
terhadap /u/
Variasi bebas
terhadap [u]
Jika berada
setelah /s/
atau /c/
/kizu/
[kiz ]
Luka Komplementer
terhadap /u/
Jika berada
setelah /z/
[u] /icu/
[itsu]
Kapan Komplementer
terhadap /u/
Variasi bebas
terhadap [ ]
Jika berada
setelah /s/
atau /c/
4 /e/ [e] /ame/
[ame]
Hujan Utama
5 /o/ [o] /ito/
[ito]
Benang Utama
[ɔ] /ito/
[itɔ]
Benang Utama
15. 9
Bahasa Jepang memiliki vokal panjang atau chouon (長音). Fonem vokal
panjang bahasa Jepang dijelaskan seperti di bawah ini.
1) Fonem /a:/ merupakan vokal panjang dari /a/.
2) Fonem /i:/ merupakan vokal panjang dari /i/.
3) Fonem /u:/ merupakan vokal panjang dari /u/.
4) Fonem /e:/ merupakan vokal panjang dari /e/.
5) Fonem /o:/ merupakan vokal panjang dari /o/.
Fonem /a:/ memiliki satu alofon yaitu [a:], lalu fonem /i:/ juga memiliki
satu alofon yaitu [i:]. Untuk vokal panjang /u:/ memiliki tiga alofon yaitu
[u:] [u:], [ :]. Kemudian fonem /e:/ memiliki dua alofon yaitu [e:] dan [ei],
terakhir fonem /o:/ memiliki satu alofon yaitu [o:].
Contoh dari alofon pada vokal panjang bahasa Jepang dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.2 Alofon dari Vokal Panjang Bahasa Jepang
NO Fonem Alofon Contoh Makna Distribusi Keterangan
1 /a:/ [a:] /doa:/
[doa:]
Pintu Utama
2 /i:/ [i:] /i:/
[i:]
Baik Utama
3 /u:/ [u:] /ku:ki/
[ku:ki]
Udara Utama
[u:] /ku:ki/
[ku:ki]
Udara Variasi bebas
[ :] /ko:cu:/
[ko:ts ]
Kapan Komplementer
terhadap /u/
Jika berada
setelah /s/
atau /c/
4 /e:/ [e:] /e:/
[e:]
Ya Utama
[ei] /ke:zai/ Ekonomi Komplementer Diftong
16. 10
[keizai] terhadap /e:/
5 /o/ [o] /kyo:/
[kyo:]
Hari ini Utama
Konsonan bahasa Jepang terdapat delapan belas fonem. Konsonan-
konsonan tersebut memenuhi lingkup seperti tersebut ini.
a) Bunyi Letup ada 6 : /p/ , /t/ , /k/ , /b/ , /d/ , /g/
/p/ adalah bunyi letup bilabial tak bersuara;
/t/ adalah bunyi letup alveolar tak bersuara;
/k/ adalah bunyi letup velar tak bersuara;
/b/ adalah bunyi letup bilabial bersuara;
/d/ adalah bunyi letup alveolar bersuara;
/g/ adalah bunyi letup velar bersuara.
b) Bunyi Frikatif ada 4 : /ɸ/, /s/, /z/, /h/
/ɸ/ adalah bunyi frikatif bilabial tak bersuara;
/s/ adalah bunyi frikatif alveolar tak bersuara;
/z/ adalah bunyi frikatif alveolar bersuara;
/h/ adalah bunyi frikatif glotal tak bersuara.
c) Bunyi Afrikat ada 1 : /c/
/c/ adalah bunyi afrikat alveolar tak bersuara.
d) Bunyi Likwida ada 1 : /r/
/r/ adalah bunyi likwuida.
e) Bunyi Nasal ada 3 : /m/ , /n/ , /N/
/m/ adalah bunyi nasal bilabial;
/n/ adalah bunyi nasal alveolar;
/N/ adalah konsonan nasal uvular.
f) Bunyi Semi-vokal ada 2 : /w/ , /y/
/w/ adalah bunyi semi-vokal bilabial;
/y/ adalah bunyi semi-vokal palatal.
g) Fonem Hambatan ada 1 : /Q/
/Q/ adalah konsonan hambatan berupa bunyi letup atau frikatif.
17. 11
Konsonan letup dalam bahasa Jepang disebut haretsu-on „破裂音‟atau
heisa-on‟閉鎖音‟. Fonem konsonan letup ada enam buah; tiga buah bunyi tak
bersuara; dan tiga buah bunyi bersuara. Keenam fonem itu berdistribusi pada awal
kata dan awal suku kata di tengah kata; tidak ada yang berdistribusi pada akhir
suku kata akhir suku kata di tengah maupun pada akhir kata.
Dari enam fonem tersebut alofon dan suku kata yang terbentuk sebagai
berikut.
Tabel 2.3 Alofon dan Suku Kata yang Terbentuk
NO FONEM ALOFON SUKU KATA CONTOH KETERANGAN
1 /p/ [ph
] [ph
a] [ph
i] [ph
u]
[ph
e] [ph
o]
[ph
ekoph
eko]
2 /t/ [th
] [th
a] [th
i] [th
u]
[th
e] [th
o]
[tamago] [th
i] [th
u]
merupakan suku
kata baru.
3 /k/ [kh
] [kh
a] [kh
i] [kh
u]
[kh
e] [kh
o]
4 /b/ [b] [ba] [bi] [bu]
[be] [bo]
[basu]
5 /d/ [d] [da] [di] [du]
[de] [do]
[doko] Suku kata [di] &
[du] merupakan
suku kata baru
6 /g/ [g] [ga] [gi] [gu]
[ge] [go]
[kagami] Di awal kata
alofon [g] yang
utama dan pada
posisi tengah
kata alofon [g]
bervariasi bebas
ŋ ŋa ŋi ŋu
ŋe ŋo
kaŋami
18. 12
dengan alofon
[ŋ
Kemudian untuk konsonan frikatif ada empat buah seperti yang telah
disebutkan sebelumnya. Dalam bahasa Jepang konsonan frikatif disebut
masatsuon „摩擦音‟. Keempat konsonan frikatif tersebut akan dijelaskan melalui
tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Konsonan Frikatif
NO FONEM ALOFON SUKU KATA CONTOH KETERANGAN
1 /s/ [s] sa ∫i su se
[so]
[suki]
kai∫a
/s/ memiliki satu
konsonan palatal
tak bersuara ∫
dan berdistribusi
komplementer
2 /z/ [z] [za] [dʒi] [zu]
[ze] [zo]
[zo:]
[dʒido ∫a
/z/ memiliki satu
konsonan afrikat
palatal bersuara
[dʒ] dan
berdistribusi
komplementer
3 /ɸ/ [ɸ] [ɸa] [ɸi] [ɸu]
[ɸe] [ɸo]
[ɸairu]
[ɸirumu]
[soɸuto]
[ph
aɸe]
[ɸu] dipisahkan
karena memiliki
deret kosakata
sendiri.
[hi] berdistribusi
komplementer
dengan [çi] dan
menjadi variasi
bebas dari alofon
4 /h/ [h] [ha][hi][he][ho] [hoteru]
[haha]
[hi] atau
[çi]
19. 13
[h]
Selanjutnya, akan dijelaskan mengenai konsonan afrikat. Konsonan afrikat
dalam bahasa Jepang disebut hasatsuon (破擦音). Fonem afrikat /c/ memiliki
alofon bunyi afrikat alveolar tak bersuara [ts] dan bunyi afrikat palatal tak
bersuara t∫ . Alofon afrikat alveolar [ts] di depan vokal /u/. Alofon afrikat palatal
t∫ di depan vokal /i/. Sehingga dalam deret suku kata fonem afrikat ini tidak
dimasukan dalam deret fonem /t/, karena deret fonem tersebut telah memiliki suku
kata [ti] dan [tu] yang berasal dari kosakata serapan seperti [timbukutu] –
Timbuktu-. Contoh dari fonem afrikat ini seperti t∫iQkyu dan tsukau .
Konsonan berikutnya yang akan dibahas adalah konsonan likwida.
Konsonan likwida pada bahasa Jepang disebut dengan ryuuon (流音). Terdapat
tiga alofon dalam konsonan likwida yaitu bunyi flap [ɾ], bunyi tril [r] dan bunyi
lateral [l]. Dalam bahasa Jepang konsonan flap disebut dengan hajikion (弾き音);
konsonan tril disebut dengan furueon ( 震え音); dan konsonan lateral disebut
dengan sokuon ( 側音). Dari ketiga hal tersebut, menurut data fonetik, yang
dominan dimiliki oleh orang Jepang adalah alofon flap [ɾ]. Hal inilah yang
membuat orang Jepang kesusahan dalam mengucapkan bunyi lateral seperti kata
„jalan-jalan‟ dalam bahasa Indonesia.
Kemudian mengenai bunyi nasal dalam bahasa Jepang akan diperlihatkan
tabel berikut ini.
Tabel 2.5 Bunyi Nasal
NO FONEM ALOFON SUKU KATA CONTOH KETERANGAN
1 /n/ [n] [na] [ni] [nu]
[ne] [no]
[naka]
[neru]
2 /m/ [m] [ma] [mi] [mu]
[me] [mo]
[maiasa]
[mimi]
3 /N/ [N] [ph
aN]
[neN]
Distribusi
komplementer
dan menempati
20. 14
akhir kata
[m] [sambyaku]
[∫imbuN
Distribusi
komplementer
dan berada di
depan fonem
/m/, /p/, /b/,
/my/, py/, dan
/by/
[n] [bh
anzai] Distribusi
komplementer
dan berada di
depan fonem /n/,
/t/, /d/, /s/, /z/,
/c/, /ny/, /dy/,
/sy/, /zy/, dan
/cy/
ŋ saŋgai
giŋko
Distribusi
komplementer
dan berada di
depan fonem /k/,
/g/, /ky/, dan /gy/
4 /h/ [h] [ha][hi][he][ho] [hoteru]
[haha]
[hi] atau
[çi]
Sekedar catatan bahwa alofon ŋ merupakan konsonan nasal velar yang
hadir pada dua fonem yaitu fonem /g/ dan fonem /N/.
Berikutnya, terdapat konsonan semivokal. Seperti telah disebutkan
sebelumnya bahwa bunyi semivokal terdapat dua. Fonem /y/ memiliki satu alofon
21. 15
yaitu [y], sedangkan Fonem /w/ hanya memiliki satu alofon yaitu [w]. Pada deret
suku kata fonem /y/ tidak memliki suku kata [yi], begitupan pada deret suku kata
fonem /w/ tidak memiliki suku kata [wu]. Sehingga deret suku kata kedua fonem
tersebut menjadi.
[ya] ...... [yu] [ye] [yo]
[wa] [wi] .... [we] [wo]
Contoh dari kedua fonem tersebut.
a. [yu:yake]
b. [yemeN]
c. [yowai]
d. wakut∫iN
e. [wisuki:]
f. [haiwe:]
Terakhir, akan membahas mengenai fonem hambatan /Q/. Fonem ini
membuat konsonan rangkap dalam sebuah kata. Fonem /Q/ memiliki alofon [p:],
t , k , d , g , s , ∫ , dan h . Contohnya, [kappa], [katta], [sakka:], [beddo],
doraggu , issogu , ni∫∫i , kyahho .
Morfologi (keitairon)
Tjandra (2015 : 1) mengambil definisi berangkat dari pemahaman akan
fonologi. Jika fonologi mempelajari bunyi bahasa, maka bunyi-bunyi bahasa
bergabung menjadi satu satuan bahasa yang mengandung arti dan cabang ilmu
linguistik yang secara khusus mempelajari satuan bahasa terkecil yang
mengandung arti adalah morfologi. Dengan ini maka pemahaman akan morfologi
menjadi tepat.
Jika membicarakan mengenai pembentukan sebuah kata maka kita haruslah
melihat akan kondisi zaman. Kita ingin melihat di zaman sekarang atau
melihatnya dari perkembangan per zaman.Sinkroni merupakan penelitian bahasa
yang dilakukan pada satu zaman, terutama zaman sekarang. Sedangkan diakroni
merupakan penelitian bahasa yang dilakukan mengenai perkembangan dari zaman
ke zaman yang lainnya. Sehingga morfologi yang dibahas dalam modul ini adalah
22. 16
morfologi bahasa Jepang dengan pendekatan sinkroni, walaupun pada penjelasan
khusus diakroni akan dilibatkan juga.
Sutedi (2014: 43) menyebutkan bahwa istilah morfologi dalam bahasa
jepang dikenal dengan sebutan keitaron, objek yang dipelajari yaitu tentang kata
(go/ tango), dan morfem (ketaiso). Morfem (ketaiso) merupakan satuan bahasa
terkecil yang memiliki makna dan tidak bisa dipecahkan lagi ke dalam satuan
makna yang lebih kecil lagi.
Jenis Morfem Bahasa Jepang
Dalam bahasa Jepang, morfem dibagi menjadi 2 yaitu Jiyūkei dan
Ketsugōkei :
1. Jiyūkei (morfem bebas)merupakan morfem yang dapat berdiri sendiri.
Contohnya: 本 hon (buku)、白 shiro (putih)、箱 hako (kotak)、dll.
2. Ketsugōkei (morfem terikat) merupakan morfem yang tidak dapat berdiri
sendiri dan harus diikat dengan morfem lainnya. Contoh: ~く、~られ
る、~て、~ません、~です、dll.
Secara garis besar pembagian jenis kata (hinshi bunrui) dalam bahasa
jepang ada enam macam seperti berikut:
1. Nomina (meishi), yaitu kata benda yang bisa berfungsi sebagai subjek atau
objek dalam kalimat.
2. Verba (doushi) yaitu kata kerja yang bisa berfungsi menjadi prediket
dalam suatu kalimat, mengalami perubahan bentuk (katsyou) dan bisa
berdiri sendiri.
3. Adjektiva (keiyoushi) yaitu kata sifat, mengalami perubahan bentuk dan
bisa berdiri sendiri.
4. Adverbia (fukushi) yaitu kata keterangan, tidak mengalami perubahan
bentuk.
5. kopula (jodoshi), yaitu kata kerja bantu, mengalami perubahan bentukdan
tidak bisa berdiri sendiri.
23. 17
6. partikel (joshi) yaitu kata bantu, tidak bisa berdiri sendiri dan tidak
mengalami perubahan bentuk.
Morfem isi (Naiyou keitaisho) adalah morfem yang menunjukkan makna
aslinya, seperti nomina, adverbial dan gokan dari verba atau adjektiva, sedangkan
morfem fungsi (kinou keitaisho) adalah morfem yang menunjukkan fungsi
gramatikalnya, yakni partikel, gobi dari verba, adjektiva dan kopula.
Proses pembentukan kata dalam bahasa jepang disebut dengan istilah
gokeisei. Hasil pembentukkan kata dalam bahasa jepang sekurang-kurangnya ada
empat macam yaitu: 1. haseigo, 2. fukugougo/ goseigo 3. karikomi/ shouryaku
dan 4. toujigo.
Kata yang terbentuk dari penggabungan naiyou-keitaiso dengan setsuji
disebut haseigo (kata kajian). Proses pembentukkannya: settouji (awalan)
+ morfem isi atau morfem isi + setsubiji (akhiran). Awalan o, go, su, ma, ka bisa
digolongkan ke dalam settouji, sedangkan akhiran sa, mi, teki, suru termasuk ke
dalam setsubiji.
Contoh: O + nomina = o kuruma
Go + nomina = go kazoku
Su + nomina = su de
Ma + nomina = ma mizu
Ka + adjektiva = ka bosoi
Ku + adjektiva = ko urusai
Fungsi settouji O dan Go yaitu sebagai penghalus dan digunakan hanya
untuk orang lain. Fungsi settouji Su untuk menyatakan arti asli/ polos, sehingga
pada kosakata Sude dari kata Te berubah makna menjadi tangan kosong. Settouji
Ma untuk menyatakan kemurnian atau ketulusan; settouji Ka untuk menyatakan
arti sangat; dan Ko menyatakan arti agak/ sedikit.
24. 18
Contoh perpaduan morfem isi + setsubiji:
Gokan dari adjektiva + sa = samusa
Gokan dari adjektiva + mi = amami
Nomina verba + suru = benkyousuru
Nomina + teki = keizaiteki
Contoh: nomina + nomina = ama gasa
Nomina + verba = higaeri
Verba + nomina = tabemono
Verba + verba= verba
Verba + verba = nomina
= toridasu
= ikikaeru
Karikomi merupakan akronim yang berupa suku kata (silabis) dari
kosakata aslinya, sedangkan settouji merupakan singkatan huruf pertama yang
dituangkan dalam huruf romaji.
Contoh karikomi/ shouryaku:
テレビヒオン Terebishon = テレビ terebi
Contoh Tojigo
Water Closet = WC (Sutedi, 2014: 49)
Dalam bahasa jepang, kata yang mengalami perubahan bentuk disebut
yougen, sedangkan kata yang tidak mengalami perubahan bentuk disebut taigen.
25. 19
Yougen terdiri dari doushi (verba), jodoushi (kopula) dan keiyoushi (adjektiva)
(Sutedi, 2014 : 49) .
Kata kerja dalam bahasa jepang mempunyai perubahan (konjugasi)
menurut pemakaiannya dalam kalimat. Konjugasi ini disebut katsuyo.
Berdasarkan perbedaan aturan katsuyo-nya, doushi dibagi menjadi tiga
macam, yaitu:
a. gogan katsuyo doshi, adalah kata kerja yang berakhiran u, tsu, ru, bu, mu,
ku, su, gu. Contoh: kaku, yomu, asobu, au, hanasi dan lain-lain.
b. Ichidan katsuyo doshi, dibagi menjadi 2 macam yaitu:
· kami ichidan katsuyo (kata-kata yang berakhiran iru) contoh: miru, okiru, dll.
dan shimo ichidan katsuyo (kata-kata yang berakhiran eru). Contoh: taberu, deru,
oboeru dll.
c. Henkaku katsuyo doshi, adalah kata kerja yang perubahannya tidak tetap.
Golongan ini terbagi 2 yaitu
· ka-henkaku katsuyo, hanya terdapat satu kata kerja, yaitu kuru (datang).
· sa henkaku katsuyo, hanya terdapat satu kata kerja yaitu suru (melakukan).
Sutedi (2014 : 50) menyebutkan bahwa perubahan bentuk kata disebut
konjugasi, Konjugasi dalam bahasa Jepang:
· Mizenkei, yaitu perubahan bentuk verba yang didalamnya bentuk maksud,
bentuk pasif, bentuk menyuruh.
· Renyokei, yaitu perubahan bentuk verba yang menyangkut bentuk formal bentuk
masu, bentuk –te, bentuk –ta.
· Shusikei, yaitu verba bentuk kamus yang digunakan di akhir kalimat.
· Rentaikei, yaitu verba bentuk kamus yang digunakan sebagai modifikator.
· Kateikei, yaitu perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian.
26. 20
· Meireikei, yaitu perubahan kata kerja dalam bentuk menyuruh.
Tjandra (2015) menjabarkan pembagian kosakata berdasarkan kelas katanya
merupakan ranah dua bidang linguistik yaitu morfologi dan sintaksis. Bahasa
Jepang mengikuti teori linguistik umum memiliki syarat yang sama, seperti:
a. sifat kemandirian kata;
b. kemampuan berkonjugasi;
c. kemampuan menjadi subjek;
d. kemampuan menjadi predikat;
e. kemampuan memodifikasi (menerangkan) kata lainnya;
f. ciri-ciri makna asli dari satuan bersangkutan;
g. kemampuan hadir sebagai unsur pembentuk kalimat
Sehingga berdasarkan ketujuh kriteria tersebut maka kata-kata bahasa
Jepang dibagi menjadi dua belas kelas kata. Dari keduabelas kelas kata tersebut
dalam modul ini hanya dijelaskan mengenai Nomina, Pronomina, Numeralia,
Adjektiva dan Verba.
1. Nomina
a. Nomina dan makna gender
Pada intinya nomina bahasa Jepang sama sekali tidak membedakan gender.
Makna gender haruslah terbentuk dari proses gramatikal seperti bahasa Jerman,
Perancis maupun bahasa Indonesia.
b. Nomina dan makna plural
Makna plural adalah makna yang mengungkapkan jumlah benda lebih dari
satu. Jumlah dari benda yang dapat dihitung baik bernyawa maupun tidak
bernyawa.
c. Nomina dan makna definit
Makna definit adalah makna penunjukan tertentu mengenai satu benda yang
sudah teridentifikasi sebelumnya.
d. Nomina dan etimologisnya.
Terdiri dari Wago, kango, gairaigo, dan konshugo.
27. 21
e. Nomina dan makna kasus
Makna kasus adalah salah satu makna gramatikal yang menyatakan peran
dari sebuah nomina secara gramatikal dalam relasinya terhadap verba predikat dan
kata lain di dalam sebuah kalimat atau dalam rangka pembentuk kalimat.
Dalam nomina kita akan melihat tentang proses morfologis dari
pembentukan kata majemuk dalam bahasa Jepang. Kata majemuk yang dibentuk
dengan unsur nomina terdapat berikut ini.
a. nomina + nomina
contoh: [kutsu] + [∫ita = kutsu∫ita „kaos kaki‟
terebi + baŋgumi = terebibaŋgumi „acara televisi‟
[bakku] + [mira:] = [bakkumira- „spion‟
b. adjektiva + nomina
contoh akai + riboN = akaribon „pita merah‟
aoi + sora = aozora „langit biru‟
c. nomina + verba
contoh tenisu + suru = tenisusuru „main tenis‟
beŋkyo + suru = beŋkyo suru „belajar‟
d. verba + nomina
contoh kau + mono = kaimono „berbelanja‟
[kaku] + [kata] = [kakikata „cara menulis‟
e. numeralia + nomina
contoh: [ɸutatsu + ko = futago „anak kembar‟
hitotsu + baN = hitobaN „satu malam‟
Jadi terdapat lima kata majemuk yang berunsur nomina, yaitu nomina +
nomina, adjektiva + nomina, nomina + verba, verba + nomina, dan numeralia +
nomina. Pada nomina + verba, akan menghasilkan kelas kata verba, sedangkan
pada verba + nomina akan menghasilkan kelas kata nomina.
2. Pronomina
28. 22
Pronomina merupakan kata yang menggantikan nomina. Dalam bahasa
Jepang disebut dengan 代 名 詞 „daimeishi‟. Pronomina digunakan untuk
menggantikan orang, benda, tempat, arah atau hal yang sejenisnya. Pronomina
dalam bahasa Jepang ada dua yaitu pronomina persona atau kata ganti orang, dan
pronomina tunjuk atau biasa diketahui sebagai KOSOADO. Selain itu terdapat
prenomina yaitu kata ganti tunjuk yang melekat pada nominanya, kata ini tidak
mampu berdiri sendiri, ia harus melekat pada benda yang ditunjuk.
Pronomina persona dalam bahasa Jepang disebut 人称代名詞 „ninshoo
daimeishi‟. Pronomina ini digunakan untuk menggantikan orang satu, orang dua,
dan orang tiga. Pronomina bahasa Jepang ada yang bersifat netral dan ada yang
tidak. Dikatakan bersifat netral artinya pemakainya atau orang yang diacu tidak
dikaitkan dengan makna jenis kelamin, usia, generasi, atau status sosial lain.
Pronomina persona yang bersifat netral mengandung makna jumlah, yakni
makna singular atau makna plural. Pronomina persona yang mengandung jenis
kelamin ada dua kategori.
a. Jenis kelamin yang terdapat pada makna kata berarti jenis kelamin dari
orang yang diacu.
b. Jenis kelamin yang terdapat pada pemakai kata berarti tidak ada
kaitannya dengan orang yang diacu.
Dalam gramatika makna a. merupakan makna gender, dan makna b. adalah
satu jenis makna fase bahasa. Sehingga pronomina persona yang mengandung
makna usia adalah pronomina bagi pemakainya maupun orang yang diacu yang
berusia tertentu, ini termasuk salah satu jenis makna fase bahasa.
Contoh pronomina persona netral bermakna jumlah.
a) Orang satu singular: [wata∫i , wataku∫i
b) Orang satu plural: wata∫itat∫i , wataku∫itat∫i , wareware
c) Orang dua singular: [anata] , [otaku]
d) Orang dua plural: anatagata , anatatat∫i
e) Orang tiga singular: [konohito] , [sonohito] , [anohito] , [donohito]
29. 23
f) Orang tiga plural: konohitotat∫i , sonohitotat∫i , anohitotat∫i ,
donohitotat∫i
Pronomina persona juga memiliki keterkaitan dengan makna honorifik.
Contohnya sebagai berikut.
a) Pronomina orang satu standar wata∫i & wata∫itat∫i
b) Pronomina orang satu sopan-formal : wataku∫i & wataku∫itat∫i
c) Pronomina orang satu standar-akrab : [wareware]
d) Pronomina orang dua standar : [anata] & [anatagata]
e) Pronomina orang dua standar-akrab anatatat∫i
Mengenai makna gender, maka pada pronomina persona orang satu dan
orang dua tidak ditemukan makna gender. Sedangkan pada pronomina persona
orang tiga ditemukan adanya makna gender.
maskulin : [kare] & [karera]
feminin : [kanodʒo] & [kanodʒotat∫i]
Selanjutnya mengenai KOSOADO sebagai pronomina contohnya sebagai
berikut.
a) Pronomina benda: kore, sore, dan are.
b) Pronomina tempat: koko, soko, dan asoko.
c) Pronomina arah: kochira, sochira, dan achira.
Sedangkan KOSOADO sebagai prenomina contohnya sebagai berikut.
a) Kono: kono + hon = kono hon
b) Sono: sono + hon = sono hon
c) Ano: ano + hon = ano hon
3. Numeralia
Numeralia merupakan kata benda yang menunjukan jumlah. Dalam bahasa
Jepang disebut dengan 助数詞 „jousuushi‟. Dalam penggunaannya, pada kanji
yang memuat angka cara bacanya disesuaikan dengan konteks yang mengikutinya,
30. 24
sehingga angka satu dapat dibaca it∫i –kun yomi- dalam konteks untuk
menyatakan waktu, hari, bulan, dan sebagainya. Sedangkan untuk cara baca on
yomi [hitotsu] digunakan dalam konteks menyatakan jumlah benda secara umum,
dan pada satuan yang menghitung manusia hanya dipergunakan hingga satuan dua
orang saja.
a) Angka satuan: ichi – juu
b) Angka belasan: juuichi-juuku
c) Angka puluhan: juu-kyuujuu
d) Angka ratusan: hyaku-kyuuhyaku
e) Angka ribuan: sen-kyuusen
f) Angka puluhan ribu: ichiman-kyuuman
g) Angka jutaan: hyakuman-kyuuhyakuman
Untuk numeralia penghitung benda/binatang/manusia akan diperlihatkan
dalam tabel berikut.
Tabel 2.6 Numeralia Penghitung Benda/Binatang/Manusia
No Objek Sufiks Alomorf Contoh Keterangan
benda
(umum)
-tsu - [hitotsu];[ɸutatsu];
[mittsu];[yottsu];
[itsutsu];[muttsu];
[nanatsu];[yattsu];
[kokonotsu];[to:
pengecualian
untuk sepuluh
binatang
(kecil)
-hiki -hiki
-piki
-biki
[ippiki];
[nihiki];
[sambiki]; dst
-
orang -nin - [sanniN];
[yoniN];
Dimulai dari
hitungan ke tiga.
31. 25
[goniN];
[rokuniN]; dst
Untuk satu orang
menjadi [hitori]
dan dua orang
[ɸutari]
binatang
(besar)
-tou - [itto:];
[nito:];
[santo:]; dst
-
binatang
(sayap)
-wa -wa
-ba
[niwa];
[samba]; dst
-
mesin -dai - it∫idai ;
[nidai];dst
-
lantai
(gedung)
-kai -kai
-gai
[ikkai];
saŋgai ; dst
-
kegiatan
(-kali)
-kai - [ikkai];
saŋkai ; dst
-
minuman
(gelas)
-pai -pai
-hai
[ippai];
[nihai]; dst
-
0
kertas
(lembar)
-mai - [ichimai];
[nimai]; dst
-
Penjelasan dalam tabel hanyalah sebagian contoh saja, terdapat numeralia
lain yang terdapat dalam bahasa Jepang.
4. Adjektiva
Adjektiva dalam bahasa Jepang ada dua yaitu kata sifat i ( い形容詞
„ikeiyoushi‟) dan kata sifat na ( 名形容詞 „nakeiyoushi‟). Sejatinya kata sifat
dalam bahasa Jepang adalah ikeiyoushi, sedangkan na keiyoushi merupakan
nomina adjektiva. Nomina adjektiva merupakan kata (kelas kata) yang memiliki
karakteristik nomina dan adjektiva. Untuk mengetahui perbedaannya lihatlah tabel
berikut ini.
32. 26
Tabel 2.7 Adjektiva dan Nomina
NO Adjektiva i Adjektiva na Nomina
1. kini takai benri da isu da
2. kini (negatif) takakunai benri janai isu janai
3. lampau takakatta benri datta isu datta
4. lampau (negatif) takakunakatta benri janakatta isu janakatta
Dilihat dari tabel maka perubahan nomina adjektiva mendekati perubahan
nomina.
Kata majemuk yang berunsur adjektiva dapat dilihat sebagai berikut.
a. adjektiva + verba
contoh: [takai] + [warau = takawarai „tertawa keras‟
takai + sugiru = takasugiru „terlalu mahal‟
b. verba + adjektiva
contoh taberu + yasui = tabeyasui „mudah dimakan‟
miru + nikui = minikui „susah untuk dilihat‟
Sehingga terdapat tiga pola kata majemuk berunsur adjektiva, yaitu
adjektiva + nomina yang telah dijelskan sebelumnya, adjektiva + verba, dan verba
+ adjektiva. Pada adjektiva + verba akan menghasilkan dua kelas kata yang
berbeda, nomina seperti contoh [takawarai] dan verba pada [takasugiru].
5. Verba
Verba (動詞 „doushi‟) bahasa Jepang secara konkrit dapat dibagi menjadi
tiga bagian yaitu verba golongan satu yang berakhiran: u, tsu, ru, bu, nu, mu,
ku ,gu, su; verba golangan dua yang berakhiran iru dan eru; dan terakhir verba
golongan tiga yang terdiri dari kuru dan suru. Masing-masing golongan tersebut
secara morfologis dapat dilihat sebagai.
a) Verba tunggal
33. 27
b) Verba Majemuk
c) Verba berpasangan
Verba tunggal adalah verba yang hanya dibentuk satu morfem. Verba
bahasa Jepang memiliki sistem perubahan bentuk yang disesuaikan pemakaian
secara gramatikal. Sistem ini disebut dengan konjugasi. Bentuk yang paling
mendasar adalah bentuk kamus.
Sub-kelompok golongan satu
Contoh: verba /kiru/ 切る „memotong‟
bentuk negatif : kira-nai
bentuk MASU : kiri-masu
bentuk kamus : kiru
bentuk kondisional : kire-ba
bentuk volisional : kiro-u
Sub-kelompok golongan dua
Contoh: verba /miru/ 見る „melihat‟
bentuk negatif : mi-nai
bentuk MASU : mi-masu
bentuk kamus : miru
bentuk kondisional : mire-ba
bentuk volisional : mi-you
Sub-kelompok golongan tiga
Contoh: verba /suru/ する „melakukan‟
bentuk negatif : shi-nai
bentuk MASU : shi-masu
bentuk kamus : suru
bentuk kondisional : sure-ba
bentuk volisional : shi-you
Verba majemuk adalah verba yang terdiri dari dua morfem leksikal dan
lebih. Ditinjau dari pembentukannya, verba majemuk dapat diidentifikasi menjadi
3 jenis.
34. 28
a) Verba majemuk suru.
b) Verba majemuk tanpa sufiks.
c) Verba majemuk bersufiks.
Verba majemuk suru adalah verba majemuk yang terdiri dari gabungan
nomina verbal berposisi di depan dan verba umum (suru) bermakna „melakukan‟
berposisi di belakang . Dua-duanya mengandung makna leksikal.
Contoh : [∫u risuru 修理する‟reparasi‟ menjadi „memperbaiki‟
o puŋsuru オープンする‟buka‟ menjadi „membuka‟
Verba majemuk tanpa sufiks adalah verba majemuk yang merupakan
gabungan dari dua verba tunggal; verba tunggal berposisi di depan adalah inti, dan
verba tunggal di belakang adalah pelengkap. Dua-duanya juga mengandung
makna leksikal.
Contoh : [kaku] + [owaru] → [kakiowaru]
„menulis‟ „selesai‟ „selesai menulis‟
Verba majemuk bersufiks adalah verba majemuk yang terdiri dari verba
tunggal berposisi di depan dan bermakna leksikal, dengan sufiks yang berasal dari
verba atau adjektif tetapi bermakna gramatikal berposisi di belakang.
Contoh: [ɸuru] + [dasu] = [ɸuridasu]
„turun (hujan)‟ „mengeluarkan‟ „mulai turun (hujan)‟
[kaku] + [nikui] = [kakinikui]
„menulis‟ „susah‟ „susah untuk menulis‟
Verba berpasangan merupakan kelompok verba yang memiliki akar kata
sama, dan membentuk pasangan verba transitif dan intransitif. Berikut contohnya.
Tabel 2.8 Verba Berpasangan
No Transitif Akar kata Intransitif
1 [yaku] yak- [yakeru]
2 [naosu] nao- [naoru]
35. 29
3 [nokosu] noko- [nokoru]
4 mat∫iŋaeru machiga- maciŋau]
5 [nuku] nuk- [nukeru
Verba memiliki proses morfologis lainnya, akan tetapi dalam modul ini
hanya dicukupkan sampai pembahasan ini.
Sintaksis (tougoron)
Tjandra (2014: 3) menyebutkan bahwa dalam bahasa Jepang dikenal adanya
istilah Bumpoojoo No Tan-I bermakna “satuan di dalam tata bahasa”, berarti
sintaksis termasuk tata bahasa atau gramatika. Satuan-satuan yang akan dibahas
mulai dari satuan gramatikal terkecil yaitu KATA yang dalam bahasa Jepangnya
disebut Go. Kemudian adalah Bunsetsu (istilah untuk satuan ini tidak bias
diterjemahkan), setelah itu berturut-turut adalah frasa (dalam bahasa Jepang
disebut Ku), klausa dalam bahasa Jepang disebut Setsu, dan kalimat dalam bahasa
Jepang disebut Bun. Tjandra (2015:3) juga menyebutkan bahwa kosakata bahasa
Jepang selanjutnya dapat diidentifikasi lagi menjadi empat kelompok yaitu wago,
kango, gairaigo, dan konshugo. Hal ini sedikit berbeda dengan Sudjianto dan
Dahidi (2004:99) yang menyebutkan bahwa kata berdasarkan asal-usulnya dibagi
menjadi tiga macam yaitu wago, kango, dan gairaigo.
Nitta dalam Sutedi (2014) menyebutkan bahwa Istilah sintaksis dalam bahasa
Jepang disebut Tougoron ( 統語論 ). Sintaksis adalah cabang linguistik yang
mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Bidang garapan
sintaksis adalah kalimat yang mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur
pembentuknya, serta struktur dan maknanya. Dengan demikian, berbagai unsur
pembentuk kalimat pun merupakan garapan dari sintaksis. Struktur yang
dimaksud mencakup struktur frase, klausa dan kalimat itu sendiri.
Lebih jauh mengenai Sintaksis bahasa Jepang akan diulas pada KB 3.
Semantik (imiron)
36. 30
Sutedi (2014: 127) menyebutkan bahwa semantik (dalam bahasa Jepang
dikenal dengan imiron) merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji
tentang makna.
Objek kajian semantik antara lain :
a. Makna kata (Go no imi) : karena komunikasi dengan menggunakan suatu
bahasa yang sama seperti bahasa jepang, baru akan berjalan dengan lancar
jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut
makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicara.
b. Relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (Go no imi kankei) :
karena hasilnya dapat dijadikan bahan untuk menyusun kelompok kata
berdasarkan kategori tertentu.
c. Makna frasa (ku no imi) : dalam bahasa jepang ada frasa yang hanya
bermakna secara leksikal saja, ada frasa yang bermakna secara
ideomatilalnya saja, dan ada juga yang bermakna kedua-duanya.
d. Makna kalimat (bun no imi) : karena suatu kalimat ditentukan oleh makna
setiap kata dan strukturnya.
Dikenal adanya 3 jenis makna;
a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal dikenal dengan istilah jishoteki-imi atau goiteki-imi,
yaitu makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai
hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya.
Makna gramatikal disebut bunpouteki-imi, yaitu makna yang
muncul akibat proses gramatikalnya.
b. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif disebut meijiteki imi atau gaien, yaitu makna yang
berkaitan dengan dunia luar bahasa, seperti objek atau gagasan dan bisa
dijelaskan dengan analisis komponen makna.
37. 31
Makna konotatif disebut anjiteki-imi atau naihou, yaitu makna
yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan
bicaranya.
c. Makna Dasar dan Makna Perluasan
Makna dasar disebut dengan kihon-gi merupakan makna asli yang
dimiliki oleh suatu kata, yaitu makna bahasa yang digunakan pada masa
sekarang ini.
Tjandra (2016: 11) menyebutkan bahwa semantik adalah ilmu bahasa yang
mempelajari makna dari satuan-satuan bahasa, khususnya semantik leksikal
adalah ilmu bahasa yang mempelajari makna dari kata. Makna leksikal yang
dipelajari ini merupakan makna yang bersifat konseptual karena mengandung isi
acuan yang sesuai dengan makna tersebut.
Tetapi, di pihak lain, ada ilmu pengetahuan di luar ilmu bahasa yang juga
mempelajari makna kata. Cuma makna yang dipelajari tersebut bukan makna
yang bersifat konseptual, melainkan makna yang bersifat asosiatif yakni acuan
yang melambangkan sesuatu yang dikehendaki oleh pemakainya. Ilmu
pengetahuan yang mempelajari makna asosiatif tersebut yang memperlihatkan
hubungan timbal balik antara makna dan suatu tanda di dalam kehidupan adalah
ilmu yang disebut semiotik. Semiotik adalah ilmu pengetahuan yang berada di
luar ilmu bahasa. Singkatnya semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda atau
simbol tertentu.
Misalnya dalam bahasa Jepang ada kata Shiro bermakna leksikal “warna
putih” berarti “warna putih” adalah makna konseptual yang merupakan objek dari
semantik. Tetapi, selain itu, shiro juga bermakna orang yang tidak bersalah.
Makna “orang yang tidak bersalah” adalah acuan yang diacu oleh makna asal
“warna putih”, berarti “orang yang tidak bersalah” menjadi makna asosiatif dari
makna asal “warna putih”.
Dengan kata lain, acuan “orang yang tidak bersalah” menjadi simbol atau
tanda dari makna konseptual “warna putih”. Acuan yang menjadi simbol atau
tanda dari suatu kata merupakan objek dari ilmu semiotik. Pada dasarnya, dapat
dikatakan bahwa ilmu semnatikbertugas menguraikan komposisi dan isi makna
38. 32
konseptual kata, sedangkan ilmu semiotik bertugas memaparkan tanda atau
simbol yang dilambangkan oleh kata tersebut.
Lebih jauh mengenai semantik bahasa Jepang akan dijelaskan pada KB 4.
Pragmatik (goyouron)
Pragmatik (goyouron), yaitu ilmu yang mengkaji makna bahasa dihubungkan
dengan situasi dan kondisi pada saat bahasa tersebut digunakan (Sutedi, 2014).
Hudson dkk (2018) menyebutkan bahwa pada awalnya, penelitian pragmatik
tentang bahasa Jepang cenderung menekankan bagaimana bahasa Jepang dan
penuturnya berbeda dari bahasa barat dan penuturnya berbeda dari bahasa barat
dan penuturnya. Studi-studi sebelumnya sering mengandalkan intuisi dan anekdot
penulis dan membahas norma pragmatis preskriptif dibandingkan terlibat dalam
analisis sistematis wacana yang aktual.
Selama periode booming ekonomi Jepang pasca-perang, Nihonjin-ron “teori
keunikan Jepang” disebarkan melalui literatur akademis dan populer.
Karakterisasi Jepang sebagai masyarakat vertikal atau konsep amae
(ketergantungan) dianggap sebagai fitur unik dari jiwa Jepang. Fitur-fitur tersebut
sering dirujuk oleh para sarjana pragmatik dalam deskripsi mereka tentang norma-
norma untuk penggunaan bahasa dalam pidato Jepang. Dengan cara ini, studi
tentang pragmatik Jepang juga berkontribusi pada penyebaran Nihonjin-ron secara
lebih lanjut.
Lebih lanjut mengenai pragmatik Jepang akan dibahas pada KB 4.
39. 33
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Linguistik yang menunjukkan suatu kajian terhadap bahasa tertentu disebut
linguistik khusus. Sebagai contoh ialah penelitian terhadap bahasa Jepang.
Linguistik Jepang (Nihon gengogaku atau nihongogaku) ialah bidang ilmu yang
menjadikan bahasa Jepang sebagai objek kajiannya. Di Jepang, pada umumnya
kajian ini disebut dengan kajian bahasa negara (kokugo gaku). Akan tetapi istilah
kokugo cenderung mengandung pengertian “bahasa bangsa Jepang” atau “bahasa
tanah air”. Istilah ini terlalu bersifat emotif dan subjektif. Oleh sebab itu, untuk
mengubah kesan terhadap sifat-sifat subjektif tersebut, digunakan istilah nihon
gengogaku atau nihongogaku bukan kokugo gaku.
Dalam ilmu linguistik, ada yang disebut strukturalisme. Strukturalisme
dalam bahasa Jepang disebut Koozooshugi, pada dasarnya terdiri dari empat
cabang ilmu linguistik, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.
Keempat cabang ilmu linguistik ini merupakan tulang punggung dari ilmu
tersebut. Dari segi keilmuan, dapat dikatakan fonologi mempelajari tata bunyi,
morfologi mempelajari kosa kata, sintaksis mempelajari pembentukan
kalimat, dan semantik mempelajari makna kata.
40. 34
DAFTAR PUSTAKA
Hudson, Mutsuko Endo., Matsumoto, Yoshiko., dan Mori, Junko. 2018.
Pragmatics of Japanese: Perspectives on Grammar, Interaction, and
Culture. Amsterdam : John Benjamins Publishing Company.
Kawahara, Shigeto. 2012. Labrune Review. Terdapat pada Jurnal Phonology, vol.
29, Hal. 540-548 doi:10.1017/S09526757 12000267
Miyake, Mark Hideo. 2003. Old Japanese: A Phonetic reconstruction. Inggris:
Routledge
Soepardjo, Djodjok. 2012. Linguistik Jepang. Surabaya: Bintang.
Sutedi, Dedi. 2014. Dasar-Dasar Linguistik Jepang. Edisi Revisi. Bandung:
Humaniora Utama Press.
Suski, P.M. 2011. The Phonetics of Japanese Language. Oxon: Routledge.
Tjandra, Sheddy N. 2004. Fonologi Jepang (Nihongo no Onseigaku). Depok:
Universitas Indonesia.
Tjandra, Sheddy N. 2015. Morfologi Jepang. Jakarta: Bina Nusantara Media
Publishing.
Tjandra, Sheddy N. 2016. Semantik Jepang. Jakarta: Bina Nusantara Media
Publishing.
Tsujimura, Natsuko. 2007. An Introduction To Japanese Linguistics: Second
Edition. Inggris: Blackwell Publishin