SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
Download to read offline
i
ii
PENDALAMAN MATERI BAHASA JEPANG
MODUL 4 KB 4
SEMANTIK DAN PRAGMATIK
Nama Penulis:
Dr. Kadek Eva Krishna Adnyani S.S., M.Si.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
iii
Daftar Isi
Cover Utama ............................................................................................................i
Kata Pengantar ........................................................................................................ii
Daftar Isi ................................................................................................................iii
Daftar Gambar ........................................................................................................vi
Daftar Tabel .........................................................................................................viii
Daftar Bagan ..........................................................................................................ix
A. Pendahuluan .......................................................................................................1
B. Inti ......................................................................................................................1
1. Capaian Pembelajaran .................................................................................1
2. Pokok-Pokok Materi ...................................................................................1
3. Uraian Materi ..............................................................................................1.
C. Penutup .............................................................................................................23
1. Rangkuman ...............................................................................................23
Daftar Pustaka .......................................................................................................24
iv
Daftar Gambar
Gambar 4.1. Objek Kajian Bidang Ilmu Linguistik ................... 2
1
A. PENDAHULUAN
Modul ini merupakan modul pembelajaran semantik yang memuat lingkup
kajian makna secara semantik dan pragmatik, relasi makna (sinonim, antonim,
hiponimi dan hipernimi), serta makna kata frasa, dan kalimat. Isi materi ini
diharapkan dapat membantu pengajar sekaligus pembelajar bahasa Jepang untuk
memahami dasar-dasar semantik dan pragmatik bahasa Jepang yang akan sangat
berguna dalam kegiatan belajar-mengajar.
Mulailah dengan membaca capaian pembelajaran yang ingin dicapai
dalam modul ini. Selanjutnya pelajari isi materi dengan seksama. Selanjutnya
kerjakan tes formatif untuk mengukur hasil belajar dan tingkat pemahaman.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran: mampu memahami lingkup kajian makna secara
semantik dan pragmatik, relasi makna (sinonim, antonim, hiponimi dan
hipernimi), serta makna kata frasa, dan kalimat.
2. Pokok-Pokok Materi:
a. Lingkup kajian makna secara semantik
b) Lingkup kajian makna secara pragmatik
c) Relasi makna: sinonim, antonim, hiponimi dan hipernimi
d) Makna kata, frasa dalam idiom, kalimat
3. Uraian Materi
Sebelum mulai membahas mengenai semantik dan pragmatik, mari kita
mencermati secara seksama mengenai perbandingan antara objek kajian semantik
2
dan bidang ilmu linguistik lain termasuk pragmatik. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Objek Kajian Bidang Ilmu Linguistik
Pada gambar 4.1. semakin di tengah posisinya, maka semakin khusus
cakupannya dan sebaliknya, semakin berada di luar, cakupannya semakin luas.
Kita mulai dengan fonetik yang objek kajiannya adalah bunyi. Selanjutnya ada
fonologi yang objek kajiannya adalah fonem, morfologi yang objek kajiannya
kata, sintaksis yang objek kajiannya frasa dan kalimat, semantik yang objek
kajiannya makna harfiah dari frasa dan kalimat, dan terakhir, ada pragmatik yang
objek kajiannya adalah arti dalam suatu konteks wacana.
Crystal (2011: 428-429) menyebutkan bahwa semantik adalah cabang besar
linguistik yang mempelajari makna bahasa. Istilah ini juga digunakan dalam
filosofi dan logika, namun tidak dalam cakupan makna atau penekanan yang sama
dengan seperti di dalam linguistik. Istilah semantik linguistik sering digunakan
untuk membuat perbedaan ini jelas.
3
Tjandra (2014: 2) menyebutkan bahwa semantik atau imiron (ilmu makna)
adalah ilmu yang mempelajari makna kata. Makna leksikal secara singkat adalah
makna kamus yaitu makna yang bersifat tidak mengikat, mengacu kepada acuan
berupa benda atau maksud hati / pikiran yang berwujud konkret maupun abstrak,
atau keadaan atau aksi perbuatan yang dapat ditangkap dengan panca indera.
Makna gramatikal adalah makna yang mengacu kepada suatu acuan gramatika
tertentu yang muncul dalam rangka pembentukan kalimat yang selalu bersifat
mengikat kehadiran morfem atau kata yang lain dan memperlihatkan hubungan
yang ada antara satu morfem dengan morfem lain atau antara satu kata dengan
kata lain yang melibatkan kemunculan makna gramatikal tersebut.
Bussmann (1998: 1048) menyebutkan bahwa semantik adalah istilah yang
digunakan oleh Bréal pada tahun 1897 untuk subdisiplin dari linguistik yang
berfokus pada analisis dan deskripsi dari apa yang disebut dengan „arti harfiah‟
ungkapan linguistik. Tergantung pada fokusnya, ada beberapa aspek yang penting
untuk dikaji; (a) struktur semantis internal dari ungkapan linguistik individual,
seperti digambarkan oleh analisis komponensial, postulasi arti, atau stereotip; (b)
relasi semantis antara ekspresi linguistik seperti sinonim dan antonym; (c) arti
keseluruhan kalimat sebagai keseluruhan arti dari leksem-leksem individual,
sebagaimana halnya hubungan gramatikal antara leksem-leksem tersebut; (d)
Hubungan antara ungkapan linguistik –atau artinya- dengan realita
ekstralinguistik (semantik referensial).
Chaer dan Muliastuti (2014) menyebutkan bahwa semantik (Inggris:
semantiks) diturunkan dari kata bahasa Yunani Kuno sema (bentuk nominal) yang
berarti "tanda" atau "lambang". Bentuk verbalnya adalah semaino yang berarti
menandai" atau "melambangkan". Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di
sini sebagai padanan kata "sema" itu adalah tanda linguistik (Prancis: signe
linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Sudah
disebutkan bahwa tanda linguistik itu terdiri dari komponen penanda (Prancis:
signifie) yang berwujud bunyi, dan komponen petanda (Prancis: signifie) yang
berwujud konsep atau makna.
4
Kata semantik ini, kemudian disepakati oleh banyak pakar untuk menyebut
bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda linguistik itu dengan
hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang
mempelajari makna-makna yang terdapat dalam satuan-satuan bahasa. Oleh
karena itu, semantik secara gamblang dapat dikatakan sebagai ilmu yang
mempelajari makna. Selain semantik, dalam studi tentang makna ada pula bidang
studi yang disebut semiotika (sering juga disebut semiologi dan semasiologi).
Bedanya, kalau semantik objek studinya adalah makna yang ada dalam bahasa
maka semiotika objek studinya adalah makna yang ada dalam semua sistem
lambang dan tanda.
Jadi, sebetulnya objek kajian semiotika lebih luas daripada objek kajian
semantik. Malah sebenarnya, studi semantik itu sesungguhnya berada di bawah
atau termasuk dalam kajian semiotik, sebab bahasa juga termasuk sebuah sistem
lambang. Dalam hal ini kiranya perlu dijelaskan dulu perbedaan antara lambang
dengan tanda. Lambang adalah sejenis tanda dapat berupa bunyi (seperti dalam
bahasa), gambar (seperti dalam tanda-lalu lintas), warna (seperti dalam lalu lintas),
gerak-gerik anggota tubuh dan sebagainya yang secara konvensional digunakan
untuk melambangkan atau menandai sesuatu. Misalnya, kata yang berbunyi
(kuda), digunakan untuk melambangkan sejenis binatang berkaki empat yang
biasa dikendarai, dan warna merah dalam lampu lalu lintas untuk melambangkan
tidak boleh berjalan terus. Sedangkan tanda adalah sesuatu yang menandai sesuatu
yang lain. Misalnya, adanya asap hitam membubung tinggi di kejauhan adalah
tanda adanya.
Objek studi semantik adalah makna bahasa. Lalu, apakah semantik
mempelajari juga makna-makna, seperti yang terdapat dalam ungkapan bahasa
bunga, bahasa warna, dan bahasa perangko? Tentu saja tidak, sebab makna-makna
yang terdapat dalam ungkapan bahasa bunga, bahasa warna dan bahasa perangko
itu bukanlah merupakan makna bahasa melainkan makna dari sistem komunikasi
yang lambangnya berupa bunga, warna dan perangko. Jadi, sebenarnya tidak
termasuk objek kajian semantik, melainkan menjadi objek kajian semiotika.
Berlainan dengan sasaran analisis bahasa lainnya, semantik merupakan cabang
5
linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lain, seperti
sosiologi, antropologi, dan psikologi.
Sosiologi mempunyai kepentingan dengan semantik karena sering dijumpai
kenyataan bahwa Kegunaan kata-kata tertentu untuk menyatakan suatu makna
dapat mendapat identitas kelompok dalam masyarakat. Seperti penggunaan kata
uang dan duit meskipun kedua kata itu memiliki makna yang sama, tetapi jelas
menunjukkan kelompok sosial yang berbeda. Bidang studi antropologi
mempunyai kepentingan dengan semantik, antara lain karena analisis makna
sebuah bahasa dapat memberikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya
pemakainya. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk
membedakan konsep padi, "gabah", "beras", dan "nasi" karena masyarakat Inggris
tidak memiliki budaya makan nasi. Untuk keempat konsep itu bahasa Inggris
hanya punya satu kata, yaitu rice, sedangkan bahasa Indonesia memiliki kata
untuk keempat konsep itu karena masyarakat Indonesia memiliki budaya makan
nasi. Sebaliknya, masyarakat Indonesia yang tidak pernah digeluti salju hanya
mempunyai satu kata untuk konsep salju, yaitu salju. Itu pun merupakan kata
serapan dari bahasa Arab, padahal dalam bahasa Eskimo ada lebih dari 20 kata
untuk mengungkap konsep salju karena barangkali sepanjang waktu bangsa
Eskimo selalu bergelut dengan salju.
a. Lingkup Kajian Makna secara Semantik
Tjandra (2016) menyebutkan bahwa semantik adalah ilmu bahasa yang
mempelajari makna dari satuan-satuan bahasa, khususnya semantik leksikal
adalah ilmu bahasa yang mempelajari makna dari kata. Makna leksikal yang
dipelajari ini merupakan makna yang bersifat konseptual karena mengandung isi
acuan yang sesuai dengan makna tersebut.
Lebih jauh, Tjandra (2014: 2) juga menyebutkan bahwa semantik atau
imiron (ilmu makna) adalah ilmu yang mempelajari makna kata. Makna leksikal
secara singkat adalah makna kamus yaitu makna yang bersifat tidak mengikat,
mengacu kepada acuan berupa benda atau maksud hati / pikiran yang berwujud
6
konkret maupun abstrak, atau keadaan atau aksi perbuatan yang dapat ditangkap
dengan panca indera. Makna gramatikal adalah makna yang mengacu kepada
suatu acuan gramatika tertentu yang muncul dalam rangka pembentukan kalimat
yang selalu bersifat mengikat kehadiran morfem atau kata yang lain dan
memperlihatkan hubungan yang ada antara satu morfem dengan morfem lain atau
antara satu kata dengan kata lain yang melibatkan kemunculan makna gramatikal
tersebut.
Tetapi, di pihak lain, ada ilmu pengetahuan di luar ilmu bahasa yang juga
mempelajari makna kata. Cuma makna yang dipelajari tersebut bukan makna
yang bersifat konseptual, melainkan makna yang bersifat asosiatif yakni acuan
yang melambangkan sesuatu yang dikehendaki oleh pemakainya. Ilmu
pengetahuan yang mempelajari makna asosiatif tersebut yang memperlihatkan
hubungan timbal balik antara makna dan suatu tanda di dalam kehidupan adalah
ilmu yang disebut semiotik. Semiotik adalah ilmu pengetahuan yang berada di
luar ilmu bahasa. Singkatnya semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda atau
simbol tertentu.
Misalnya dalam bahasa Jepang ada kata Shiro bermakna leksikal “warna
putih” berarti “warna putih” adalah makna konseptual yang merupakan objek dari
semantik. Tetapi, selain itu, shiro juga bermakna orang yang tidak bersalah.
Makna “orang yang tidak bersalah” adalah acuan yang diacu oleh makna asal
“warna putih”, berarti “orang yang tidak bersalah” menjadi makna asosiatif dari
makna asal “warna putih”.
Dengan kata lain, acuan “orang yang tidak bersalah” menjadi simbol atau
tanda dari makna konseptual “warna putih”. Acuan yang menjadi simbol atau
tanda dari suatu kata merupakan objek dari ilmu semiotik. Pada dasarnya, dapat
dikatakan bahwa ilmu semnatikbertugas menguraikan komposisi dan isi makna
konseptual kata, sedangkan ilmu semiotik bertugas memaparkan tanda atau
simbol yang dilambangkan oleh kata tersebut.
Sutedi (2014: 127) menyebutkan bahwa semantik (dalam bahasa Jepang
dikenal dengan imiron) merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji
tentang makna.
7
Objek kajian semantik antara lain :
a. Makna kata (Go no imi) : karena komunikasi dengan menggunakan suatu
bahasa yang sama seperti bahasa jepang, baru akan berjalan dengan lancar
jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut
makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicara.
b. Relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (Go to go no imi
kankei) : karena hasilnya dapat dijadikan bahan untuk menyusun
kelompok kata berdasarkan kategori tertentu.
c. Makna frasa (ku no imi) : dalam bahasa Jepang ada frasa yang hanya
bermakna secara leksikal saja, ada frasa yang bermakna secara
ideomatilalnya saja, dan ada juga yang bermakna kedua-duanya.
d. Makna kalimat (bun no imi) : karena suatu kalimat ditentukan oleh makna
setiap kata dan strukturnya.
Jenis dan Perubahan Makna
a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal dikenal dengan istilah jishoteki-imi atau goiteki-imi,
yaitu makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai
hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya.
Makna gramatikal disebut bunpouteki-imi, yaitu makna yang
muncul akibat proses gramatikalnya.
b. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna denotatif disebut meijiteki imi atau gaien, yaitu makna yang
berkaitan dengan dunia luar bahasa, seperti objek atau gagasan dan bisa
dijelaskan dengan analisis komponen makna.
Makna konotatif disebut anjiteki-imi atau naihou, yaitu makna
yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan
bicaranya.
8
c. Makna Dasar dan Makna Perluasan
Makna dasar disebut dengan kihon-gi merupakan makna asli yang
dimiliki oleh suatu kata, yaitu makna bahasa yang digunakan pada masa
sekarang ini.
Beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang, diantara lain :
Dari konkret ke abstrak
Contoh kata atama (頭)<kepala> dan ude (腕)<lengan>
merupakan benda konkret dan berubah menjadi abstrak ketika digunakan
seperti berikut ini :
頭がいい (atama ga ii) = kepandaian
腕が上がる (ude ga agaru) = kemampuan
Dari ruang ke waktu
Contoh kata mae (前)<depan> dan nagai (長い)<panjang>
yang menyatakan arti <ruang>, berubah menjadi <waktu> seperti berikut
ini :
三年前 (san nen mae) = yang lalu
長い時間 (nagai jikan) = lama
Perubahan penggunaan indra
Contoh kata ookii (大きい) <besar> semula bila diamati dengan
indra penglihatan (mata), berubah ke indra penglihatan (telinga)
大きい声 (ookii koe) = suara keras
Dari khusus ke umum (generalisasi)
Kata kimono (着物) yang semula berarti „pakaian tradisional
jepang‟ digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umum yaitu fuku
(服).
9
Dari umum ke khusus (spesialisasi)
Kata hana (花) <bunga secara umum> dan tamago (卵) <telur
secara umum> digunakan untuk menunjukkan hal yang lebih khusus
seperti dalam penggunaan berikut :
花見 (hana mi) = bunga
sakura
卵を食べる (tamago o taberu) = telur ayam
Perubahan nilai ke arah positif
Contohnya kata boku (僕) <saya> dulu digunakan untuk budak
atau pelayan, tapi sekarang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Perubahan nilai ke arah negatif
Contoh kata kisama (貴様)<kamu> dulu sering digunakan untuk
menjukan kata anata (あなた) <anda>, tetapi sekarang digunakan untuk
orang yang dianggap rendah saja.
b. Lingkup Kajian Makna secara Pragmatik
Ilmu yang mengkaji tentang makna kata, frasa, dan klausa dalam suatu
kalimat dikenal dengan pragmatik (goyouron). Hudson dkk (2018) menyebutkan
bahwa selama 4 dekade terakhir, bahasa Jepang disebut sebagai salah satu bahasa
(selain bahasa dari benua Eropa) yang paling banyak dipelajari dalam hal
pragmatik. Dikarenakan oleh karakteristik yang ditampilkan oleh bahasa Jepang
dalam hal strukturnya, sebagaimana keunikan budaya yang diperlihatkan oleh
masyarakat tutur, studi bahasa Jepang telah berkontribusi terhadap pemahaman
mengenai bahasa manusia dengan mengkonfirmasi atau tidak mengkonfirmasi
penerapan beragam prinsip-prinsip pragmatik.
Sutedi (2014: 130) menyebutkan bahwa lingkup kajian makna semantik
dengan pragmatik perlu dibedakan mengingat kedua bidang tersebut sama-sama
mengkaji tentang makna. Misalnya pada kalimat: Kimi tokei o motte ru? <kamu
punya/bawa jam?>. Jika diucapkan pada anak kecil, maka anak yang tidak
10
memakai jam akan menjawab: Iya, mottenai <tidak>, sedangkan anak yang
memakai jam akan menjawab dengan bangga: Hai, motte ru <Ya, punya>.
Lain halnya jika kalimat tersebut ditujukan pada orang dewasa, ia akan
menjawab, misalnya: 10ji 45-fun da yo <pukul 10:45>. Dengan demikian, kalimat
yang sama jika diucapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda, akan berbeda
pula maknanya. Hal seperti inilah yang menjadi objek garapan pragmatik. Jadi
kajian semantik dan pragmatik sama-sama menggarap makna kalimat tapi garapan
semantik menyangkut makna secara aslinya (makna dalam bahasa) sedangkan
untuk garapan pragmatik berupa makna kalimat yang tergantung pada situasi dan
kondisinya (makna luar bahasa).
Tjandra (2016: 62) menjelaskan mengenai 3 jenis makna yang merupakan
bidang dari pragmatik yaitu: makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
a) Makna lokusi adalah makna asli, apa adanya, atau makna secara harfiah.
Bisa juga disebut sebagai makna denotatif.
b) Makna Ilokusi adalah makna yang ditangkap oleh petutur atau pendengar
sebagai mitra tutur atau lawan bicara. Bisa juga disebut sebagai makna
konotatif oleh mitra tutur / lawan bicara.
c) Makna perlokusi adalah makna yang dikehendaki oleh penutur dan mau
disampaikan kepada lawan bicara. Bisa juga disebut sebagai makna
konotatif oleh penutur.
Contoh: makna kata takaramono di dalam percakapan berikut.
Situasi : Laki-laki A berbicara kepada temannya B tentang saudara C yang adalah
teman baiknya atau orang yang disayanginya.
A kepada B:
それはおれの宝物だから、付いて行こう。
Sore wa ore no takaramono dakara, tsuite ikou.
11
Karena itu adalah harta karun milik saya, saya akan mengikutinya.
Makna lokusi “harta karun” adalah makna denotatif
Karena itu adalah barang yang amat berharga milik dia, dia akan mengikutinya.
Makna ilokusi “barang yang amat berharga” adalah makna konotatif oleh petutur/
pendengar.
Karena dia adalah orang yang amat penting bagi saya, saya mau menyusul.
Makna perlokusi “orang yang amat penting bagi saya” adalah makna konotatif
oleh penutur.
Chaniago, dkk. (1997: 15) mengemukakan bahwa suatu cabang ilmu bahasa,
pragmatik memiliki kajian atau bidang telaahan tertentu yaitu deiksis,
praanggapan, tindak ujaran, dan implikatur percakapan.
1. Deiksis
Deiksis berhubungan dengan referensi atau penunjukkan kepada sesuatu
yang ada dalam teks, baik yang sudah disebut maupun yang akan disebut dan
penunjukkan kepada sesuatu yang di luar kalimat atau teks. Dalam kajian
pragmatik ada lima macam deiksis, yaitu
a. Deiksis orang ialah pemberian bentuk kepada personal atau orang, yang
mencakup ketiga kelas kata ganti diri, yaitu kata ganti orang pertama, kata ganti
orang kedua, dan kata ganti orang ketiga, baik bentuk tunggal maupun bentuk
jamak. Misalnya: saya, aku, untuk kata ganti orang pertama tunggal;kami, untuk
kata ganti orang pertama jamak; engkau, kamu, Saudara, untuk kata ganti orang
kedua tunggal dan kalian untuk kata ganti orang kedua jamak; ia, dia untuk kata
ganti orang ketiga tunggal dan mereka untuk kata ganti orang ketiga jamak.
b. Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi atau ruang yang
merupakan tempat dalam peristiwa berbahasa itu. Misalnya: di sini, di situ, di
sana.
12
c. Deiksis waktu adalah pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu
dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat. Misalnya: kini, pada waktu
itu, kemarin, kemarin dulu, lusa, bulan ini.
d. Deiksis wacana adalah pemberian bentuk kepada bagian-bagian tertentu
dalam wacana yang telah disebut atau yang akan disebut, yang telah diuraikan
atau yang sedang dikembangkan. Misalnya: ini, itu yang terdahulu; yang berikut,
di bawah ini, sebagai berikut.
e. Deiksis sosial menunjukkan atau mengungkapkan adanya perbedaan-
perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peran serta, yaitu antara
pembicara dan pendengar yang dituju.
2. Praanggapan (presupposition)
Merupakan suatu dugaan yang menjadi prasyarat untuk menentukan benar
tidaknya suatu pernyataan yang kita dengar. Purwo dalam Chaniago, dkk. (1997:
16) memberikan beberapa macam praanggapan (Tanda /--- menunjukkan
pranggapan).
Contoh:
a. Gambaran yang tertentukan
1) Tono (tidak) melihat orang yang berkepala dua /--- Ada orang berkepala dua.
2) Anak di belakang rumah itu anak manja /--- Ada anak di belakang rumah.
b. Kata verbal yang mengandung kenyataan (faktive)
1) (tidak) aneh kalau orang Amerika itu sua durian /--- orang Amerika itu suka
durian.
2) Marta (tidak) menyesal membuang benda itu /--- Marta membuang benda itu. 7
c. Kata verbal implikatur
1) Saya (tidak) lupa beli buku /--- saya harus membeli buku.
2) Saya berhasil menipu anak itu /--- Saya menipu anak itu.
13
d. Kata verbal yang mengganti keadaan
1) Dia sudah/ belum berhenti membaca surat itu /--- Dia membaca surat itu.
2) Dia sudah/ belum selesai membaca surat itu /--- Dia membaca surat itu.
e. Pengulang
1) Dia kembali berkuasa /--- Dia pernah berkuasa.
2) Dia (tidak) akan mencuri lagi /--- Dia pernah mencuri.
f. Kata waktu
1) Aku (tidak) mencuci piring, ketika Ali tidur /--- Ali tidur.
2) Sejak saya pindah ke Amerika, Amat (tidak) membenci ibunya /--- Saya pindah
ke Amerika.
g. Kalimat yang ada topik atau fokusnya
1) (bukan) Ali yang mencuri uang itu /--- Ali mencuri uang.
2) Yang menyanyi itu (bukan) Ali /--- Ada orang yang menyanyi.
3) Yang dicuri anak itu (bukan) uang /--- Anak itu mencuri sesuatu.
h. Kata bandingan
1) Anak saya (tidak) bisa melompat lebih jauh dari Ali /--- Ali bisa melompat.
2) Anak saya (tidak) bisa melompat sejauh Ali /--- Ali bisa melompat.
i. Aposisi Renggang
1) Paijem, yang saya perkenalkan kepadamu kemarin, (tidak) akan pulang pagi ini
/--- saya memperkenalkan Paijem kepadamu kemarin.
2) Pencuri itu, yang sedang ditangkap itu, masih muda /--- orang itu ditangkap.
j. Kondisional yang berlawanan
1) Kalau/ Andaikata anak itu bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan terlambat
/--- Anak itu bangun sebelum jam lima.
14
2) Kalau/ Andaikata anak itu tidak bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan
melihat pencurian itu /--- Anak itu bangun sebelum jam lima.
k. Praanggapan pertanyaan
1) Kamu membeli apa di toko itu? /--- kamu membeli sesuatu di toko itu.
2) Mengapa dia membencimu? /--- Dia membencimu
3. Tindak ujaran (speech act)
Berhubungan dengan adanya keinginan untuk menindakkan sesuatu dari
pembicara atau penulis melalui kalimat yang diucapkan atau ditulisnya. Chaniago
(1997) menjelaskan tiga jenis tindakan dalam tindak ujaran (speech act) yaitu:
a. Tindak Lokusi (Locutionary act) adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.
Tindak lokusi yang mengaitkan suatu topik dengan keterangan dalam suatu
ungkapan. Tindak lokusi memandang suatu kalimat/ ujaran sebagai suatu
proposisi yang terdiri dari subjek/ topik dan predikat/ komentar.
b. Tindak Ilokusi (illocutionary act) merupakan pengucapan suatu pernyataan,
tawaran, janji, pertanyaan, pujian, permintaan, dan sebagainya yang dinyatakan
dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. Tindak ilokusi
memandang suatu kalimat/ ujaran sebagai tindakan bahasa, misalnya menyuruh,
memanggil, menyatakan setuju, menyampaikan keberatan, dan sebagainya.
c. Tindak Perlokusi (perlocution act) ialah hasil atau efek yang ditimbulkan oleh
suatu ungkapan pada pendengar atau lawan tutur sesuai dengan situasi dan kondisi
pengucapan sebuah kalimat.
4. Implikatur percakapan (conversational implicature)
Merupakan kegiatan menganalisis ucapan pembicara untuk menentukan
makna yang tersirat/ terselubung dari ucapan yang dikeluarkan oleh pembicara itu.
Implikatur percakapan contohnya,
A : Rasanya kerongkonganku terasa kering sekali.
B : Kan ada warung di ujung jalan itu.
15
Pada percakapan di atas, B tidak secara terus terang menanggapi ucapan A.
Meskipun demikian, apa yang diucapkannya secara tidak langsung menanggapi
ucapan A itu. Pernyataan tentang warung memberikan implikasi bahwa terdapat
minuman di situ. Jadi, baik A maupun B dapat membeli minuman di situ sehingga
kerongkongannya tidak akan terasa kering lagi. Selain dua macam implikatur di
atas terdapat pula aturan percakapan (conversational maxim) atau maksim yang
dikemukakan oleh Grice.
Grice mengemukakan empat maksim dalam percakapan yaitu:
a. Maksim Kuantitas Maksim kuantitas menetapkan bahwa setiap peserta
pembicaraan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sesuai dengan yang
diperlukan oleh lawan bicaranya.
b. Maksim Kualitas Maksim atau aturan kualitas menetapkan bahwa setiap peserta
pembicaraan harus mengatakan hal yang sebenarnya.
c. Maksim Hubungan atau Relevansi. Maksim relevansi menetapkan bahwa setiap
peserta pembicaraan harus memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah
pembicaraan.
d. Maksim Cara atau Maksim Pelaksanaan Maksim cara atau maksim pelaksanaan
menetapkan setiap peserta pembicaraan berbicara secara langsung, tidak kabur,
tidak taksa (ambiguity), dan tidak berlebihan secara runtut.
c. Relasi makna: sinonim, antonim, polisemi
Sutedi (2014: 140) mengungkapkan jika suatu imitokuchou (fitur semantik)
terdapat dalam beberapa kata, maka kata-kata tersebut dapat digolongkan ke
dalam satu medan makna yang sama. Misalnya, untuk imitokuchou dari kotoba o
hassuru (bertutur), terkandung dalam verba: hanasu (bicara), iu (berkata), shaberu
(ngomong), noberu (mengutarakan), kataru (bercerita), sasayaku (berbisik),
tsubuyaku (menggerutu), donaru (menghardik), wameku (berteriak), dan
sebagainya. Dari medan makna tersebut bisa dikelompokkan lagi berdasarkan
kategori tertentu sehingga bisa membuat suatu kelompok kata yang disebut
dengan goi. Pengelompokkan tersebut bisa berdasarkan relasi makna seperti
berikut:
16
a. Ruigi Kankei (Hubungan Kesinoniman)
Sinonim merupakan beberapa kata yang maknanya hampir sama.
Momiyama (dalam Sutedi, 2014: 145) mengidentifikasi suatu sinonim sebagai
berikut :
- Chokkanteki (intuitif bahasa) bagi para penutur asli dengan
berdasarkan pada pengalaman hidupnya. Bagi penutur asli, jika
mendengar suatu kata, maka secara langsung dapat merasakan bahwa
kata tersebut bersinonim atau tidak.
- Beberapa kata jika diterjemahkan ke dalam bahasa asing, akan menjadi
satu kata. Misalnya, kata oriru,kudaru, sagaru, dan furu dalam bahasa
Indonesia bisa dipadankan dengan kata „turun‟.
- Dapat menduduki posisi yang sama dalam suatu kalimat dengan
perbedaan makna yang kecil.
- Dalam menegaskan suatu makna, kedua-duanya bisa digunakan secara
bersamaan (sekaligus). Misalnya, pada klausa kaidan o agaru dan
klausa kaidan o noboru sama-sama berarti „menaiki tangga’.
Sutedi (2014: 140) menyebutkan bahwa dua buah kata atau lebih yang
mempunyai salah satu imitokuchou yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang
bersinonim. Misalnya, kata agaru dan noboru. Akan tetapi, meskipun bersinonim,
hanya pada konteks tertentu saja karena tidak ada sinonim yang benar-benar sama
persis, melainkan dalam konteks tertentu pasti ditemukan suatu perbedaannya,
meskipun kecil. Pada kata agaru dan noboru, perbedaannya terletak pada fokus
(shouten) gerak tersebut. Verba agaru menekankan pada tempat tujuan
(toutatsuten) dalam artti tibanya di tempat tujuan tersebut (hasil), sedangkan
noboru menekankan pada jalan yang dilalui (keiro) dari gerak tersebut (proses).
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan
analisis makna dalam sinonim antara lain :
a. Menentukan objek yang akan diteliti
b. Mencari literatur yang relevan
c. Mengumpulkan jitsurei
d. Mengklasifikasikan setiap jitsurei
17
e. Membuat pasangan kata yang akan dianalisis
f. Melakukan analisis
g. Membuat kesimpulan
b. Han-gi Kankei (Hubungan keantoniman)
Tjandra (2016: 131) menjelaskan bahwa antonim adalah lawan kata dari
sinonim. Jadi antonim adalah kata-kata yang maknanya berlawanan. Berlawanan
dalam arti menurut tolok ukur yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Antonim
banyak ditemukan dalam kelas kata adjektif dan verba. Antonim pada adjektif
adalah mengenai keadaan di dalam kehidupan manusia atau alam semesta dan
antonim pada verba adalah mengenai aksi oleh manusia atau yang lain.
Keantoniman tersebut adalah mengenai suatu medan makna tertentu.
Sutedi (2014: 141) menyebutkan bahwa keantoniman dua buah kata dapat
juga dilihat dari imitokuchou-nya. Kendatipun sebagian besar imitokuchou-nya
sama, tetapi jika ada salah satu imitokuchou dianggap berlawanan, maka
hubungan kata tersebut bersifat antonim. Misalnya, kata noboru yang telah
disinggung sebelumnya, dapat dikontraskan dengan kata kudaru „turun‟ sehingga
akan nampak bahwa kedua kata tersebut berhubungan antonim. Perbedaan verba
noboru dan kudaru terletak pada arah gerak tersebut, yaitu dari atas ke bawah dan
dari bawah ke atas.
Jenis-jenis hubungan antonim antara lain mencakup:
- Oposisi mutlak (souhoteki-hangi-kankei): bisa diuji dengan formula,
jika bukan A pasti B. Contohnya, jika bukan hadir, maka pasti absen.
Tidak ada pilihan lain.
- Oposisi kutub (ryoukyokuteki-hangi-kankei): suatu hal dengan dua
jenis kata yang berlawanan baik secara ruang, waktu ataupun secara
kuantitas. Oposisi ini sifatnya tidak mutlak sehingga formula jika
bukan A pasti B tidak berlaku. Contohnya, antara kata choujou
(puncak gunung) dan fumoto (kaki gunung) di dalamnya masih ada
kata chuufuku (perut gunung).
18
- Oposisi Hierarki (renzokuteki-hangi-kankei): hubungan yang
menyatakan deret jenjang atau tingkatan dalam suatu skala pengukuran.
Jika diuji dengan formula jika A, maka bukan B bisa diterima. Tetapi
untuk formula kalau bukan A pasti B tidak bisa diterima. Contohnya,
Tarou wa karada ga ookukunai (Taro badannya tidak besar), maka
badan Taro tersebut belum tentu chiisai (kecil) karena makna besar
dan kecil dalam kalimat tersebut relatif.
- Posisi hubungan rasional (gyakui-kankei): terjadi dalam peristiwa/
perkara dari sudut mana kita memandang perkara tersebut. Misalnya,
pada kata saka (jalan mendaki) jika dilihat dari atas, maka digunakan
kudarizaka (turunan) dan sebaliknya jika dilihat dari bawah maka
digunakan kata noborizaka (tanjakan) padahal merujuk objek yang
sama.
c. Jouge-kankei (hubungan hiponimi dan hipernimi)
Tjandra (2016: 134) menjelaskan bahwa kata-kata yang bermakna leksikal
dan maknanya saling berdekatan akan membentuk medan makna yang sama.
Kata-kata dari medan makna sama ini ada yang maknanya bersifat lebih luas dari
yang lain, ada juga yang lebih sempit. Dalam medan makna yang sama, kata yang
bermakna lebih luas akan melingkupi kata yang bermakna lebih sempit. Kata yang
bermakna lebih luas menjadi berkedudukan lebih tinggi (hipernim) dan kata yang
bermakna sempit berkedudukan lebih rendah (hiponim).
Sutedi (2014: 143) menyebutkan bahwa hubungan hiponimi dan hipernimi
merupakan hubungan antara dua kata misalnya A dan B, bisa dikatakan bahwa A
termasuk ke dalam (bagian dari) B atau B meliputi (mencakup/membawahi) A.
Contohnya, antara kata kudamono (buah-buahan) dan ringo (apel). Kata
kudamono merupakan hipernimi (jouigo) sedangkan kata ringo (apel) merupakan
hiponimi (kaigo). Untuk mengujinya, bisa gunakan formula A to iu B atau dengan
A merupakan salah satu jenis dari B.
19
d. Makna kata, frasa dalam idiom, atau kalimat
Makna Kata
Komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama baru akan
berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam
komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan lawan
bicara. Akan tetapi, baik dalam kamus maupun buku pelajaran bahasa Jepang,
tidak setiap kata maknanya dimuat secara keseluruhan.
Dalam bahasa Jepang, banyak sinonim (ruigigo) dan sangat sulit untuk bisa
dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu persatu. Ditambah, masih minimnya
buku-buku atau kamus dalam bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan
jelas tentang perbedaan dan persamaan dari setiap sinonim tersebut. Oleh karena
itu, penelitian tentang sinonim masih perlu dilakukan.
Selain itu, kata yang juga penting untuk diteliti adalah polisemi (tagigo). Satu
kata yang berpolisemi dalam bahasa Jepang, jika dipadankan ke dalam bahasa
Indonesia bisa menjadi beberapa kata yang berbeda. Oleh karena itu hubungan
antarmakna dalam setiap polisemi harus dideskripsikan dengan jelas (Sutedi,
2014: 128).
Makna Frasa Dalam Idiom
Sutedi (2014: 173) menyebutkan bahwa Frasa dalam bahasa jepang
disebut “ku” (句), dilihat dari strukturnya terdiri dari perpaduan dua kata atau
lebih, yang jenisnya berbeda-beda. Misalnya frasa utsukushii keshiki
„pemandangan indah‟ merupakan perpaduan antara adjektiva I dan nomina;
totemo utsukushii „sangat indah‟ adalah perpaduan dari adverbia dan adjektiva;
Yukiko no tomodachi (teman Yukiko) adalah perpaduan dari nomina dan nomina;
koohi o nomu „minum kopi‟ adalah perpaduan dari nomina, partikel, dan verba;
yukkuri aruku „berjalan perlahan‟ hasil perpaduan dari adverbia dan verba; totemo
yukkuri „sangat lamban‟ yakni perpaduan dari nomina, partikel, verba.
Momiyama (dalam Sutedi, 2014) membagi jenis frasa dalam bahasa
20
Jepang berdasarkan pada maknanya menjadi 3 macam, yaitu :
a. Futsuu no ku (普通の句)
b. Rengo (連語)
c. Kan-youku (慣用句)
a. Futsuu no ku 普通の句
- Merupakan frasa biasa
- Terdiri dari dua kata atau lebih
- Makna dapat diketahui dengan cara memahami setiap makna yang
membentuk frasa tersebut.
- Sebagian dari kata yang membentuk frasa tersebut bisa diubah dengan
yang lainnya secara bebas.
Contoh : frasa 美しい花 (bunga yang indah) bisa dibuat frasa きれいな花
(bunga yang cantik).
b. Rengo (連語)
- Frasa yang makna keseluruhannya bisa diketahui dari makna setiap kata
yang menyusun frasa tersebut
- Setiap kata tersebut tidak bisa diganti dengan kata yang lainnya meskipun
sebagai sinonimnya.
Contoh : frasa kaze o hiku (masuk angin) tidak bisa diubah menjadi kaze o
toru.
Jadi dalam rengo, setiap kata sudah menjadi satu pasangan yang tidak bisa
diganti dengan yang lain. Dalam bahasa Jepang, frase seperti ini cukup
banyak jumlahnya dan perlu dihapal oleh pembelajar.
c. Kanyoku (慣用句)
- Frasa yang hanya memiliki makna idiom saja.
- Makna tersebut tidak bisa diketahui meskipun kita memahami makna
setiap kata yang membentuk frasa tersebut.
21
- 顔が広い kao ga hiroi dikenal banyak orang
- 口が軽い kuchi ga karui suka membocorkan rahasia
- 足が出る ashi ga deru pengeluaran melebihi yang dianggarkan
- 胸が痛む mune ga itamu sangat sedih: menyesakkan dada
- Dilihat dari strukturnya, kanyoku dibagi menjadi 4 tipe, yaitu
(1) Tidak bisa diselipi apapun: contohnya pada frasa hone o oru (mematahkan
tulang) yang dalam bahasa Indonesia dekat maknanya dengan ungkapan
“membanting tulang”. Frasa ini digunakan dalam kalimat secara satu set
dan tidak bisa diselipi oleh kata yang lainnya.
(2) Tidak bisa berubah posisi (menjadi suatu modifikator): contohnya pada
idiom hara o tateru (membuat perut berdiri) yang artinya membuat marah.
Idiom ini sama sekali tidak bisa berubah urutan tetapi kalau dalam bentuk
hara o tateta watashi (saya yang marah) tidak menjadi masalah sebab
bentuk asalnya hara o tateta tidak berubah.
(3) Tidak bisa diganti dengan kata yang lain (sinonim atau antonim): misalnya
pada idiom hana ga takai (hidungnya tinggi) digunakan untuk menyatakan
arti <sombong>. Sebagian dari frasa tersebut tidak bisa diganti dengan
kosakata yang lainnya baik sebagai sinonim maupun antonimnya,
misalnya menjadi hana ga hikui (hidung rendah) dengan maksud
menyatakan tidak sombong.
(4) Ada yang hanya dalam bentuk menyangkal saja dan tidak bisa diubah ke
dalam bentuk positif: contohnya pada frasa udatsu ga agaranai
(kehidupannya tidak meningkat) tidak bisa diubah menjadi udatsu ga
agaru.
Idiom dalam bahasa Jepang, ada banyak jumlahnya. Berikut adalah
beberapa contoh yang berhubungan dengan organ tubuh:
22
Makna Kalimat
Sutedi (2014: 179) menyebutkan bahwa sama halnya dalam kata, dalam
kalimat juga ada kalimat yang maknanya sama yaitu dougibun (動議文) dan ada
juga kalimat yang bermakna ganda yaitu ryougibun (両義文).
例 動議文 : (1) 太郎は次郎を殴った。
Tarou wa Jirou o nagutta.
Tarou memukul Jirou
(2) 次郎は太郎に殴られた。
Jirou wa Tarou ni Nagurareta.
Jirou dipukul Tarou
Dua kalimat di atas, meskipun strukturnya berbeda tetapi maknanya sama.
Kesamaan makna yang dimaksud yaitu bahwa dalam kedua kalimat tersebut
sebagai pelaku, yakni yang memukul adalah Taro, sedangkan yang menjadi
korban atau yang dipukul adalah Jiro. Kedua kalimat tersebut merupakan
dougibun karena satu sama lainnya bisa menjadi zentei. Artinya jika Taro
memukul Jiro adalah benar, maka bisa dipastikan bahwa Jiro dipukul oleh Taro.
Perbedaaanya, pada contoh 1, Taro dijadikan topik, sedangkan pada contoh 2, Jiro
yang menjadi topik.
Mengenai makna ganda atau ryougibun, dapat dilihat pada contoh berikut.
例 両義文 : 私は山田さんと田中さんを待っている。
Watashi wa Yamada san to Tanaka san o
matte iru.
Yamada.
Saya sedang menunggu Tanaka dengan
Makna ganda yang dimiliki kalimat di atas yaitu:
(1) 私は山田さんと一緒に、田中さんを待っている。
Watashi wa Yamada san to isshoni, Tanaka san o motte iru.
Saya bersama dengan Yamada, sedang menunggu Tanaka
(2) 私は、山田さんと田中さんを待っている。
Watashi wa, Yamada san to Tanaka san o matte iru.
Saya, sedang menunggu Yamada dan Tanaka.
23
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Objek kajian semantik antara lain :
1. Makna kata (Go no imi) : karena komunikasi dengan menggunakan suatu
bahasa yang sama seperti bahasa jepang, baru akan berjalan dengan lancar
jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut
makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicara.
2. Relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (Go to go no imi
kankei) : karena hasilnya dapat dijadikan bahan untuk menyusun
kelompok kata berdasarkan kategori tertentu.
3. Makna frasa (ku no imi) : dalam bahasa jepang ada frasa yang hanya
bermakna secara leksikal saja, ada frasa yang bermakna secara
ideomatilalnya saja, dan ada juga yang bermakna kedua-duanya.
4. Makna kalimat (bun no imi) : karena suatu kalimat ditentukan oleh makna
setiap kata dan strukturnya.
Tjandra (2016: 62) menjelaskan mengenai 3 jenis makna yang merupakan
bidang dari pragmatik yaitu: makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
a) Makna lokusi adalah makna asli, apa adanya, atau makna secara harfiah.
Bisa juga disebut sebagai makna denotatif.
b) Makna Ilokusi adalah makna yang ditangkap oleh petutur atau pendengar
sebagai mitra tutur atau lawan bicara. Bisa juga disebut sebagai makna
konotatif oleh mitra tutur / lawan bicara.
c) Makna perlokusi adalah makna yang dikehendaki oleh penutur dan mau
disampaikan kepada lawan bicara. Bisa juga disebut sebagai makna
konotatif oleh penutur.
Daftar Pustaka
Bussmann, Hadumod. 1998. Routledge Dictionary of Language and
Linguistics.
London:
Routledge.
Chaer, Abdul dan Liliana Muliastuti. 2014. Makna dan Semantik.
(diakses 18
April 2018). Tersedia dari:
http://repository.ut.ac.id/4770/1/PBIN4215- M1.pdf.
Chaniago, Sam Muchtar, dkk. 1997. Pragmatik. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Crystal, David. 2011. A Dictionary of Linguistics and
Phonetics. Oxford: Blackwell Publishing.
Hudson, Mutsuko Endo., Matsumoto, Yoshika., dan Mori, Junko.
2018.
Pragmatics of Japanese: Perspectives on Grammar, Interaction, and
Culture. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company.
Santoso, Joko. 2014. Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis. (diakses 20
April
2018). Tersedia dari: http://repository.ut.ac.id/4742/1/PBIN4107-M1.pdf
Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa
Jepang.
Jakarta: Oriental.
Tjandra, Sheddy N. 2014. Sintaksis Jepang. Jakarta: Binus Media &
Publishing. Tjandra, Sheddy N. 2015. Morfologi Jepang.
Jakarta: Binus Media & Publishing. Tjandra, Sheddy N. 2016.
Semantik Jepang. Jakarta: Binus Media & Publishing.
Tsujimura, Natsuko. 2007. An Introduction to Japanese
Linguistics. Oxford: Blackwell Publishing.
Verhaar, J.W.M. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah
Mada
University Press.

More Related Content

What's hot

Silabus Bahasa Inggris 1
Silabus Bahasa Inggris 1Silabus Bahasa Inggris 1
Silabus Bahasa Inggris 1tiranurfitria19
 
semantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiasemantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiaNUR DIANA
 
Contrasting Indonesian & English Vowels
Contrasting Indonesian & English VowelsContrasting Indonesian & English Vowels
Contrasting Indonesian & English VowelsUnggul DJatmika
 
Tataran linguistik semantik
Tataran linguistik semantikTataran linguistik semantik
Tataran linguistik semantikRomza Baher
 
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahanPermasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahanberbagikarya
 
Sumbangan sosiolinguistik terhadap pengajaran bahasa
Sumbangan sosiolinguistik terhadap pengajaran bahasaSumbangan sosiolinguistik terhadap pengajaran bahasa
Sumbangan sosiolinguistik terhadap pengajaran bahasasopyan1
 
Word vs lexeme by pak faizal
Word vs lexeme by pak faizalWord vs lexeme by pak faizal
Word vs lexeme by pak faizalFaisal Pak
 
Kelompok 2 Psikolinguistik - Teori-teori Linguistik
Kelompok 2 Psikolinguistik - Teori-teori LinguistikKelompok 2 Psikolinguistik - Teori-teori Linguistik
Kelompok 2 Psikolinguistik - Teori-teori LinguistikRicky Subagya
 
Berbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikBerbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikAstri Plenyet
 
Morphology Word and Its Parts (Root and Afixes)
Morphology Word and Its Parts (Root and Afixes)Morphology Word and Its Parts (Root and Afixes)
Morphology Word and Its Parts (Root and Afixes)Reni Riyani
 
Memahami Dasar-Dasar Teori Makna Semantik
Memahami Dasar-Dasar Teori Makna SemantikMemahami Dasar-Dasar Teori Makna Semantik
Memahami Dasar-Dasar Teori Makna SemantikYudha Fadillah
 
Makalah semantik tentang makna
Makalah semantik tentang maknaMakalah semantik tentang makna
Makalah semantik tentang maknaMuhammad Idris
 
Reference, Sense, and Referring Expression in Semantics
Reference, Sense, and Referring Expression in SemanticsReference, Sense, and Referring Expression in Semantics
Reference, Sense, and Referring Expression in SemanticsErsa Dewana
 
Bahasa baku
Bahasa bakuBahasa baku
Bahasa bakumbanarti
 
Microliguistic contrastive analysis.
Microliguistic contrastive analysis.Microliguistic contrastive analysis.
Microliguistic contrastive analysis.zahraa Aamir
 

What's hot (20)

Silabus Bahasa Inggris 1
Silabus Bahasa Inggris 1Silabus Bahasa Inggris 1
Silabus Bahasa Inggris 1
 
semantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiasemantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesia
 
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksisKesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
 
Contrasting Indonesian & English Vowels
Contrasting Indonesian & English VowelsContrasting Indonesian & English Vowels
Contrasting Indonesian & English Vowels
 
variasi dan jenis bahasa
variasi dan jenis bahasavariasi dan jenis bahasa
variasi dan jenis bahasa
 
Tataran linguistik semantik
Tataran linguistik semantikTataran linguistik semantik
Tataran linguistik semantik
 
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahanPermasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
Permasalahan padanan kata dan beberapa pendekatan penerjemahan
 
Sumbangan sosiolinguistik terhadap pengajaran bahasa
Sumbangan sosiolinguistik terhadap pengajaran bahasaSumbangan sosiolinguistik terhadap pengajaran bahasa
Sumbangan sosiolinguistik terhadap pengajaran bahasa
 
Word vs lexeme by pak faizal
Word vs lexeme by pak faizalWord vs lexeme by pak faizal
Word vs lexeme by pak faizal
 
Kelompok 2 Psikolinguistik - Teori-teori Linguistik
Kelompok 2 Psikolinguistik - Teori-teori LinguistikKelompok 2 Psikolinguistik - Teori-teori Linguistik
Kelompok 2 Psikolinguistik - Teori-teori Linguistik
 
Berbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistikBerbagai kajian-linguistik
Berbagai kajian-linguistik
 
Morphology Word and Its Parts (Root and Afixes)
Morphology Word and Its Parts (Root and Afixes)Morphology Word and Its Parts (Root and Afixes)
Morphology Word and Its Parts (Root and Afixes)
 
Memahami Dasar-Dasar Teori Makna Semantik
Memahami Dasar-Dasar Teori Makna SemantikMemahami Dasar-Dasar Teori Makna Semantik
Memahami Dasar-Dasar Teori Makna Semantik
 
Reference & sense
Reference & senseReference & sense
Reference & sense
 
Makalah semantik tentang makna
Makalah semantik tentang maknaMakalah semantik tentang makna
Makalah semantik tentang makna
 
Reference, Sense, and Referring Expression in Semantics
Reference, Sense, and Referring Expression in SemanticsReference, Sense, and Referring Expression in Semantics
Reference, Sense, and Referring Expression in Semantics
 
Bahasa baku
Bahasa bakuBahasa baku
Bahasa baku
 
Microliguistic contrastive analysis.
Microliguistic contrastive analysis.Microliguistic contrastive analysis.
Microliguistic contrastive analysis.
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2
 
Morfologi
MorfologiMorfologi
Morfologi
 

Similar to MAKNA BAHASA

New microsoft office word document
New microsoft office word documentNew microsoft office word document
New microsoft office word documentFajar Pambudi
 
Bab 1modul pjj
Bab 1modul pjjBab 1modul pjj
Bab 1modul pjjshamrina85
 
Esensial Sesi 2 Semantik.pptx
Esensial Sesi 2 Semantik.pptxEsensial Sesi 2 Semantik.pptx
Esensial Sesi 2 Semantik.pptxMaryanieMulyono
 
Tugas makalah tik_megawati_karlina_037117016
Tugas makalah tik_megawati_karlina_037117016Tugas makalah tik_megawati_karlina_037117016
Tugas makalah tik_megawati_karlina_037117016megawatikarlina
 
Semantik dan peristilahan
Semantik dan peristilahanSemantik dan peristilahan
Semantik dan peristilahanSaliza M. Ali
 
Semantik dan peristilahan bahasa melayu
Semantik dan peristilahan bahasa melayuSemantik dan peristilahan bahasa melayu
Semantik dan peristilahan bahasa melayunoorabib
 
Asignment semantik terkini 20 sept 2013.............
Asignment semantik terkini  20 sept 2013.............Asignment semantik terkini  20 sept 2013.............
Asignment semantik terkini 20 sept 2013.............Othman BinLeman
 
Tataran linguistik semantik
Tataran linguistik semantikTataran linguistik semantik
Tataran linguistik semantikAlfian Akatsuki
 
08cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-308cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-3Laila Mohd Sarjan
 
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)Laila Mohd Sarjan
 
08cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-308cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-3Oh Jenny
 

Similar to MAKNA BAHASA (20)

New microsoft office word document
New microsoft office word documentNew microsoft office word document
New microsoft office word document
 
Bab 1modul pjj
Bab 1modul pjjBab 1modul pjj
Bab 1modul pjj
 
Makalah semanti1
Makalah semanti1Makalah semanti1
Makalah semanti1
 
SEMANTIK.pptx
SEMANTIK.pptxSEMANTIK.pptx
SEMANTIK.pptx
 
Semantik makna
Semantik maknaSemantik makna
Semantik makna
 
makalah semantik
makalah semantikmakalah semantik
makalah semantik
 
Semantik
SemantikSemantik
Semantik
 
Esensial Sesi 2 Semantik.pptx
Esensial Sesi 2 Semantik.pptxEsensial Sesi 2 Semantik.pptx
Esensial Sesi 2 Semantik.pptx
 
Tugas makalah tik_megawati_karlina_037117016
Tugas makalah tik_megawati_karlina_037117016Tugas makalah tik_megawati_karlina_037117016
Tugas makalah tik_megawati_karlina_037117016
 
Semantik Pragmatis
Semantik PragmatisSemantik Pragmatis
Semantik Pragmatis
 
Semantik dan peristilahan
Semantik dan peristilahanSemantik dan peristilahan
Semantik dan peristilahan
 
Bmm3111
Bmm3111Bmm3111
Bmm3111
 
Semantik 1-abs2
Semantik 1-abs2Semantik 1-abs2
Semantik 1-abs2
 
Semantik dan peristilahan bahasa melayu
Semantik dan peristilahan bahasa melayuSemantik dan peristilahan bahasa melayu
Semantik dan peristilahan bahasa melayu
 
Asignment semantik terkini 20 sept 2013.............
Asignment semantik terkini  20 sept 2013.............Asignment semantik terkini  20 sept 2013.............
Asignment semantik terkini 20 sept 2013.............
 
Tataran linguistik semantik
Tataran linguistik semantikTataran linguistik semantik
Tataran linguistik semantik
 
Semantik
SemantikSemantik
Semantik
 
08cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-308cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-3
 
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
08cisi pelajaran -interaksi-3 (1)
 
08cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-308cisi pelajaran -interaksi-3
08cisi pelajaran -interaksi-3
 

More from PPGHybrid1

Kelompok 6 anuitas lain
Kelompok 6 anuitas lainKelompok 6 anuitas lain
Kelompok 6 anuitas lainPPGHybrid1
 
PPT TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
PPT TKP M3KB3 - Sistem Jaringan DrainasePPT TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
PPT TKP M3KB3 - Sistem Jaringan DrainasePPGHybrid1
 
Modul TKP M3KB2 - Saluran dan Bangunan Utama Irigasi
Modul TKP M3KB2 - Saluran dan Bangunan Utama IrigasiModul TKP M3KB2 - Saluran dan Bangunan Utama Irigasi
Modul TKP M3KB2 - Saluran dan Bangunan Utama IrigasiPPGHybrid1
 
PPT TKP M3KB1 - Perkembangan Irigasi dan Peranannya dalam Pertanian
PPT TKP M3KB1 - Perkembangan Irigasi dan Peranannya dalam PertanianPPT TKP M3KB1 - Perkembangan Irigasi dan Peranannya dalam Pertanian
PPT TKP M3KB1 - Perkembangan Irigasi dan Peranannya dalam PertanianPPGHybrid1
 
PPT TKP M2KB4 - Struktur Statis Tak Tertentu
PPT TKP M2KB4 - Struktur Statis Tak TertentuPPT TKP M2KB4 - Struktur Statis Tak Tertentu
PPT TKP M2KB4 - Struktur Statis Tak TertentuPPGHybrid1
 
PPT TKP M2KB3 - Mekanika Bahan
PPT TKP M2KB3 - Mekanika BahanPPT TKP M2KB3 - Mekanika Bahan
PPT TKP M2KB3 - Mekanika BahanPPGHybrid1
 
PPT TKP M2KB2 - Struktur Statis Tertentu
PPT TKP M2KB2 - Struktur Statis TertentuPPT TKP M2KB2 - Struktur Statis Tertentu
PPT TKP M2KB2 - Struktur Statis TertentuPPGHybrid1
 
PPT TKP M2KB1 - Struktur dan Pembebanan
PPT TKP M2KB1 - Struktur dan PembebananPPT TKP M2KB1 - Struktur dan Pembebanan
PPT TKP M2KB1 - Struktur dan PembebananPPGHybrid1
 
PPT TKP M1-KB4 PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN
PPT TKP M1-KB4 PERAWATAN DAN PEMELIHARAANPPT TKP M1-KB4 PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN
PPT TKP M1-KB4 PERAWATAN DAN PEMELIHARAANPPGHybrid1
 
PPT TKP M1-KB3 INSTALASI AIR BERSIH DAN AIR KOTOR BANGUNAN
PPT TKP M1-KB3 INSTALASI AIR BERSIH DAN AIR KOTOR BANGUNANPPT TKP M1-KB3 INSTALASI AIR BERSIH DAN AIR KOTOR BANGUNAN
PPT TKP M1-KB3 INSTALASI AIR BERSIH DAN AIR KOTOR BANGUNANPPGHybrid1
 
PPT TKP M1-KB2 PEKERJAAN ARSITEKTUR
PPT TKP M1-KB2 PEKERJAAN ARSITEKTURPPT TKP M1-KB2 PEKERJAAN ARSITEKTUR
PPT TKP M1-KB2 PEKERJAAN ARSITEKTURPPGHybrid1
 
PPT TKP M1-KB1 PONDASI
PPT TKP M1-KB1 PONDASIPPT TKP M1-KB1 PONDASI
PPT TKP M1-KB1 PONDASIPPGHybrid1
 
Modul TKP M6KB4 - Penjadwalan Proyek Konstruksi
Modul TKP M6KB4 - Penjadwalan Proyek KonstruksiModul TKP M6KB4 - Penjadwalan Proyek Konstruksi
Modul TKP M6KB4 - Penjadwalan Proyek KonstruksiPPGHybrid1
 
Modul TKP M6KB3 - Analisa Harga Satuan Pekerjaan
Modul TKP M6KB3 - Analisa Harga Satuan PekerjaanModul TKP M6KB3 - Analisa Harga Satuan Pekerjaan
Modul TKP M6KB3 - Analisa Harga Satuan PekerjaanPPGHybrid1
 
Modul TKP M6KB2 - Menghitung Volume Pekerjaan Konstruksi
Modul TKP M6KB2 - Menghitung Volume Pekerjaan KonstruksiModul TKP M6KB2 - Menghitung Volume Pekerjaan Konstruksi
Modul TKP M6KB2 - Menghitung Volume Pekerjaan KonstruksiPPGHybrid1
 
Modul TKP M6KB1 - Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Modul TKP M6KB1 - Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan KerjaModul TKP M6KB1 - Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Modul TKP M6KB1 - Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan KerjaPPGHybrid1
 
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNANMODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNANPPGHybrid1
 
MODUL TKP M5KB3 - GAMBAR BANGUNAN AIR
MODUL TKP M5KB3 - GAMBAR BANGUNAN AIRMODUL TKP M5KB3 - GAMBAR BANGUNAN AIR
MODUL TKP M5KB3 - GAMBAR BANGUNAN AIRPPGHybrid1
 
MODUL TKP M5KB2 - GAMBAR BANGUNAN JALAN _ JEMBATAN
MODUL TKP M5KB2 - GAMBAR BANGUNAN JALAN _ JEMBATANMODUL TKP M5KB2 - GAMBAR BANGUNAN JALAN _ JEMBATAN
MODUL TKP M5KB2 - GAMBAR BANGUNAN JALAN _ JEMBATANPPGHybrid1
 
MODUL TKP M5KB1 - GAMBAR BANGUNAN GEDUNG
MODUL TKP M5KB1 - GAMBAR BANGUNAN GEDUNGMODUL TKP M5KB1 - GAMBAR BANGUNAN GEDUNG
MODUL TKP M5KB1 - GAMBAR BANGUNAN GEDUNGPPGHybrid1
 

More from PPGHybrid1 (20)

Kelompok 6 anuitas lain
Kelompok 6 anuitas lainKelompok 6 anuitas lain
Kelompok 6 anuitas lain
 
PPT TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
PPT TKP M3KB3 - Sistem Jaringan DrainasePPT TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
PPT TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
 
Modul TKP M3KB2 - Saluran dan Bangunan Utama Irigasi
Modul TKP M3KB2 - Saluran dan Bangunan Utama IrigasiModul TKP M3KB2 - Saluran dan Bangunan Utama Irigasi
Modul TKP M3KB2 - Saluran dan Bangunan Utama Irigasi
 
PPT TKP M3KB1 - Perkembangan Irigasi dan Peranannya dalam Pertanian
PPT TKP M3KB1 - Perkembangan Irigasi dan Peranannya dalam PertanianPPT TKP M3KB1 - Perkembangan Irigasi dan Peranannya dalam Pertanian
PPT TKP M3KB1 - Perkembangan Irigasi dan Peranannya dalam Pertanian
 
PPT TKP M2KB4 - Struktur Statis Tak Tertentu
PPT TKP M2KB4 - Struktur Statis Tak TertentuPPT TKP M2KB4 - Struktur Statis Tak Tertentu
PPT TKP M2KB4 - Struktur Statis Tak Tertentu
 
PPT TKP M2KB3 - Mekanika Bahan
PPT TKP M2KB3 - Mekanika BahanPPT TKP M2KB3 - Mekanika Bahan
PPT TKP M2KB3 - Mekanika Bahan
 
PPT TKP M2KB2 - Struktur Statis Tertentu
PPT TKP M2KB2 - Struktur Statis TertentuPPT TKP M2KB2 - Struktur Statis Tertentu
PPT TKP M2KB2 - Struktur Statis Tertentu
 
PPT TKP M2KB1 - Struktur dan Pembebanan
PPT TKP M2KB1 - Struktur dan PembebananPPT TKP M2KB1 - Struktur dan Pembebanan
PPT TKP M2KB1 - Struktur dan Pembebanan
 
PPT TKP M1-KB4 PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN
PPT TKP M1-KB4 PERAWATAN DAN PEMELIHARAANPPT TKP M1-KB4 PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN
PPT TKP M1-KB4 PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN
 
PPT TKP M1-KB3 INSTALASI AIR BERSIH DAN AIR KOTOR BANGUNAN
PPT TKP M1-KB3 INSTALASI AIR BERSIH DAN AIR KOTOR BANGUNANPPT TKP M1-KB3 INSTALASI AIR BERSIH DAN AIR KOTOR BANGUNAN
PPT TKP M1-KB3 INSTALASI AIR BERSIH DAN AIR KOTOR BANGUNAN
 
PPT TKP M1-KB2 PEKERJAAN ARSITEKTUR
PPT TKP M1-KB2 PEKERJAAN ARSITEKTURPPT TKP M1-KB2 PEKERJAAN ARSITEKTUR
PPT TKP M1-KB2 PEKERJAAN ARSITEKTUR
 
PPT TKP M1-KB1 PONDASI
PPT TKP M1-KB1 PONDASIPPT TKP M1-KB1 PONDASI
PPT TKP M1-KB1 PONDASI
 
Modul TKP M6KB4 - Penjadwalan Proyek Konstruksi
Modul TKP M6KB4 - Penjadwalan Proyek KonstruksiModul TKP M6KB4 - Penjadwalan Proyek Konstruksi
Modul TKP M6KB4 - Penjadwalan Proyek Konstruksi
 
Modul TKP M6KB3 - Analisa Harga Satuan Pekerjaan
Modul TKP M6KB3 - Analisa Harga Satuan PekerjaanModul TKP M6KB3 - Analisa Harga Satuan Pekerjaan
Modul TKP M6KB3 - Analisa Harga Satuan Pekerjaan
 
Modul TKP M6KB2 - Menghitung Volume Pekerjaan Konstruksi
Modul TKP M6KB2 - Menghitung Volume Pekerjaan KonstruksiModul TKP M6KB2 - Menghitung Volume Pekerjaan Konstruksi
Modul TKP M6KB2 - Menghitung Volume Pekerjaan Konstruksi
 
Modul TKP M6KB1 - Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Modul TKP M6KB1 - Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan KerjaModul TKP M6KB1 - Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Modul TKP M6KB1 - Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
 
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNANMODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
MODUL TKP M5KB4 - GAMBAR UTILITAS BANGUNAN
 
MODUL TKP M5KB3 - GAMBAR BANGUNAN AIR
MODUL TKP M5KB3 - GAMBAR BANGUNAN AIRMODUL TKP M5KB3 - GAMBAR BANGUNAN AIR
MODUL TKP M5KB3 - GAMBAR BANGUNAN AIR
 
MODUL TKP M5KB2 - GAMBAR BANGUNAN JALAN _ JEMBATAN
MODUL TKP M5KB2 - GAMBAR BANGUNAN JALAN _ JEMBATANMODUL TKP M5KB2 - GAMBAR BANGUNAN JALAN _ JEMBATAN
MODUL TKP M5KB2 - GAMBAR BANGUNAN JALAN _ JEMBATAN
 
MODUL TKP M5KB1 - GAMBAR BANGUNAN GEDUNG
MODUL TKP M5KB1 - GAMBAR BANGUNAN GEDUNGMODUL TKP M5KB1 - GAMBAR BANGUNAN GEDUNG
MODUL TKP M5KB1 - GAMBAR BANGUNAN GEDUNG
 

Recently uploaded

421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 

Recently uploaded (20)

421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 

MAKNA BAHASA

  • 1. i
  • 2. ii PENDALAMAN MATERI BAHASA JEPANG MODUL 4 KB 4 SEMANTIK DAN PRAGMATIK Nama Penulis: Dr. Kadek Eva Krishna Adnyani S.S., M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2019
  • 3. iii Daftar Isi Cover Utama ............................................................................................................i Kata Pengantar ........................................................................................................ii Daftar Isi ................................................................................................................iii Daftar Gambar ........................................................................................................vi Daftar Tabel .........................................................................................................viii Daftar Bagan ..........................................................................................................ix A. Pendahuluan .......................................................................................................1 B. Inti ......................................................................................................................1 1. Capaian Pembelajaran .................................................................................1 2. Pokok-Pokok Materi ...................................................................................1 3. Uraian Materi ..............................................................................................1. C. Penutup .............................................................................................................23 1. Rangkuman ...............................................................................................23 Daftar Pustaka .......................................................................................................24
  • 4. iv Daftar Gambar Gambar 4.1. Objek Kajian Bidang Ilmu Linguistik ................... 2
  • 5. 1 A. PENDAHULUAN Modul ini merupakan modul pembelajaran semantik yang memuat lingkup kajian makna secara semantik dan pragmatik, relasi makna (sinonim, antonim, hiponimi dan hipernimi), serta makna kata frasa, dan kalimat. Isi materi ini diharapkan dapat membantu pengajar sekaligus pembelajar bahasa Jepang untuk memahami dasar-dasar semantik dan pragmatik bahasa Jepang yang akan sangat berguna dalam kegiatan belajar-mengajar. Mulailah dengan membaca capaian pembelajaran yang ingin dicapai dalam modul ini. Selanjutnya pelajari isi materi dengan seksama. Selanjutnya kerjakan tes formatif untuk mengukur hasil belajar dan tingkat pemahaman. B. INTI 1. Capaian Pembelajaran: mampu memahami lingkup kajian makna secara semantik dan pragmatik, relasi makna (sinonim, antonim, hiponimi dan hipernimi), serta makna kata frasa, dan kalimat. 2. Pokok-Pokok Materi: a. Lingkup kajian makna secara semantik b) Lingkup kajian makna secara pragmatik c) Relasi makna: sinonim, antonim, hiponimi dan hipernimi d) Makna kata, frasa dalam idiom, kalimat 3. Uraian Materi Sebelum mulai membahas mengenai semantik dan pragmatik, mari kita mencermati secara seksama mengenai perbandingan antara objek kajian semantik
  • 6. 2 dan bidang ilmu linguistik lain termasuk pragmatik. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1. Objek Kajian Bidang Ilmu Linguistik Pada gambar 4.1. semakin di tengah posisinya, maka semakin khusus cakupannya dan sebaliknya, semakin berada di luar, cakupannya semakin luas. Kita mulai dengan fonetik yang objek kajiannya adalah bunyi. Selanjutnya ada fonologi yang objek kajiannya adalah fonem, morfologi yang objek kajiannya kata, sintaksis yang objek kajiannya frasa dan kalimat, semantik yang objek kajiannya makna harfiah dari frasa dan kalimat, dan terakhir, ada pragmatik yang objek kajiannya adalah arti dalam suatu konteks wacana. Crystal (2011: 428-429) menyebutkan bahwa semantik adalah cabang besar linguistik yang mempelajari makna bahasa. Istilah ini juga digunakan dalam filosofi dan logika, namun tidak dalam cakupan makna atau penekanan yang sama dengan seperti di dalam linguistik. Istilah semantik linguistik sering digunakan untuk membuat perbedaan ini jelas.
  • 7. 3 Tjandra (2014: 2) menyebutkan bahwa semantik atau imiron (ilmu makna) adalah ilmu yang mempelajari makna kata. Makna leksikal secara singkat adalah makna kamus yaitu makna yang bersifat tidak mengikat, mengacu kepada acuan berupa benda atau maksud hati / pikiran yang berwujud konkret maupun abstrak, atau keadaan atau aksi perbuatan yang dapat ditangkap dengan panca indera. Makna gramatikal adalah makna yang mengacu kepada suatu acuan gramatika tertentu yang muncul dalam rangka pembentukan kalimat yang selalu bersifat mengikat kehadiran morfem atau kata yang lain dan memperlihatkan hubungan yang ada antara satu morfem dengan morfem lain atau antara satu kata dengan kata lain yang melibatkan kemunculan makna gramatikal tersebut. Bussmann (1998: 1048) menyebutkan bahwa semantik adalah istilah yang digunakan oleh Bréal pada tahun 1897 untuk subdisiplin dari linguistik yang berfokus pada analisis dan deskripsi dari apa yang disebut dengan „arti harfiah‟ ungkapan linguistik. Tergantung pada fokusnya, ada beberapa aspek yang penting untuk dikaji; (a) struktur semantis internal dari ungkapan linguistik individual, seperti digambarkan oleh analisis komponensial, postulasi arti, atau stereotip; (b) relasi semantis antara ekspresi linguistik seperti sinonim dan antonym; (c) arti keseluruhan kalimat sebagai keseluruhan arti dari leksem-leksem individual, sebagaimana halnya hubungan gramatikal antara leksem-leksem tersebut; (d) Hubungan antara ungkapan linguistik –atau artinya- dengan realita ekstralinguistik (semantik referensial). Chaer dan Muliastuti (2014) menyebutkan bahwa semantik (Inggris: semantiks) diturunkan dari kata bahasa Yunani Kuno sema (bentuk nominal) yang berarti "tanda" atau "lambang". Bentuk verbalnya adalah semaino yang berarti menandai" atau "melambangkan". Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata "sema" itu adalah tanda linguistik (Prancis: signe linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Sudah disebutkan bahwa tanda linguistik itu terdiri dari komponen penanda (Prancis: signifie) yang berwujud bunyi, dan komponen petanda (Prancis: signifie) yang berwujud konsep atau makna.
  • 8. 4 Kata semantik ini, kemudian disepakati oleh banyak pakar untuk menyebut bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda linguistik itu dengan hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain, bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna-makna yang terdapat dalam satuan-satuan bahasa. Oleh karena itu, semantik secara gamblang dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari makna. Selain semantik, dalam studi tentang makna ada pula bidang studi yang disebut semiotika (sering juga disebut semiologi dan semasiologi). Bedanya, kalau semantik objek studinya adalah makna yang ada dalam bahasa maka semiotika objek studinya adalah makna yang ada dalam semua sistem lambang dan tanda. Jadi, sebetulnya objek kajian semiotika lebih luas daripada objek kajian semantik. Malah sebenarnya, studi semantik itu sesungguhnya berada di bawah atau termasuk dalam kajian semiotik, sebab bahasa juga termasuk sebuah sistem lambang. Dalam hal ini kiranya perlu dijelaskan dulu perbedaan antara lambang dengan tanda. Lambang adalah sejenis tanda dapat berupa bunyi (seperti dalam bahasa), gambar (seperti dalam tanda-lalu lintas), warna (seperti dalam lalu lintas), gerak-gerik anggota tubuh dan sebagainya yang secara konvensional digunakan untuk melambangkan atau menandai sesuatu. Misalnya, kata yang berbunyi (kuda), digunakan untuk melambangkan sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dan warna merah dalam lampu lalu lintas untuk melambangkan tidak boleh berjalan terus. Sedangkan tanda adalah sesuatu yang menandai sesuatu yang lain. Misalnya, adanya asap hitam membubung tinggi di kejauhan adalah tanda adanya. Objek studi semantik adalah makna bahasa. Lalu, apakah semantik mempelajari juga makna-makna, seperti yang terdapat dalam ungkapan bahasa bunga, bahasa warna, dan bahasa perangko? Tentu saja tidak, sebab makna-makna yang terdapat dalam ungkapan bahasa bunga, bahasa warna dan bahasa perangko itu bukanlah merupakan makna bahasa melainkan makna dari sistem komunikasi yang lambangnya berupa bunga, warna dan perangko. Jadi, sebenarnya tidak termasuk objek kajian semantik, melainkan menjadi objek kajian semiotika. Berlainan dengan sasaran analisis bahasa lainnya, semantik merupakan cabang
  • 9. 5 linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lain, seperti sosiologi, antropologi, dan psikologi. Sosiologi mempunyai kepentingan dengan semantik karena sering dijumpai kenyataan bahwa Kegunaan kata-kata tertentu untuk menyatakan suatu makna dapat mendapat identitas kelompok dalam masyarakat. Seperti penggunaan kata uang dan duit meskipun kedua kata itu memiliki makna yang sama, tetapi jelas menunjukkan kelompok sosial yang berbeda. Bidang studi antropologi mempunyai kepentingan dengan semantik, antara lain karena analisis makna sebuah bahasa dapat memberikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya pemakainya. Sebagai contoh, dalam bahasa Inggris tidak ada kata untuk membedakan konsep padi, "gabah", "beras", dan "nasi" karena masyarakat Inggris tidak memiliki budaya makan nasi. Untuk keempat konsep itu bahasa Inggris hanya punya satu kata, yaitu rice, sedangkan bahasa Indonesia memiliki kata untuk keempat konsep itu karena masyarakat Indonesia memiliki budaya makan nasi. Sebaliknya, masyarakat Indonesia yang tidak pernah digeluti salju hanya mempunyai satu kata untuk konsep salju, yaitu salju. Itu pun merupakan kata serapan dari bahasa Arab, padahal dalam bahasa Eskimo ada lebih dari 20 kata untuk mengungkap konsep salju karena barangkali sepanjang waktu bangsa Eskimo selalu bergelut dengan salju. a. Lingkup Kajian Makna secara Semantik Tjandra (2016) menyebutkan bahwa semantik adalah ilmu bahasa yang mempelajari makna dari satuan-satuan bahasa, khususnya semantik leksikal adalah ilmu bahasa yang mempelajari makna dari kata. Makna leksikal yang dipelajari ini merupakan makna yang bersifat konseptual karena mengandung isi acuan yang sesuai dengan makna tersebut. Lebih jauh, Tjandra (2014: 2) juga menyebutkan bahwa semantik atau imiron (ilmu makna) adalah ilmu yang mempelajari makna kata. Makna leksikal secara singkat adalah makna kamus yaitu makna yang bersifat tidak mengikat, mengacu kepada acuan berupa benda atau maksud hati / pikiran yang berwujud
  • 10. 6 konkret maupun abstrak, atau keadaan atau aksi perbuatan yang dapat ditangkap dengan panca indera. Makna gramatikal adalah makna yang mengacu kepada suatu acuan gramatika tertentu yang muncul dalam rangka pembentukan kalimat yang selalu bersifat mengikat kehadiran morfem atau kata yang lain dan memperlihatkan hubungan yang ada antara satu morfem dengan morfem lain atau antara satu kata dengan kata lain yang melibatkan kemunculan makna gramatikal tersebut. Tetapi, di pihak lain, ada ilmu pengetahuan di luar ilmu bahasa yang juga mempelajari makna kata. Cuma makna yang dipelajari tersebut bukan makna yang bersifat konseptual, melainkan makna yang bersifat asosiatif yakni acuan yang melambangkan sesuatu yang dikehendaki oleh pemakainya. Ilmu pengetahuan yang mempelajari makna asosiatif tersebut yang memperlihatkan hubungan timbal balik antara makna dan suatu tanda di dalam kehidupan adalah ilmu yang disebut semiotik. Semiotik adalah ilmu pengetahuan yang berada di luar ilmu bahasa. Singkatnya semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda atau simbol tertentu. Misalnya dalam bahasa Jepang ada kata Shiro bermakna leksikal “warna putih” berarti “warna putih” adalah makna konseptual yang merupakan objek dari semantik. Tetapi, selain itu, shiro juga bermakna orang yang tidak bersalah. Makna “orang yang tidak bersalah” adalah acuan yang diacu oleh makna asal “warna putih”, berarti “orang yang tidak bersalah” menjadi makna asosiatif dari makna asal “warna putih”. Dengan kata lain, acuan “orang yang tidak bersalah” menjadi simbol atau tanda dari makna konseptual “warna putih”. Acuan yang menjadi simbol atau tanda dari suatu kata merupakan objek dari ilmu semiotik. Pada dasarnya, dapat dikatakan bahwa ilmu semnatikbertugas menguraikan komposisi dan isi makna konseptual kata, sedangkan ilmu semiotik bertugas memaparkan tanda atau simbol yang dilambangkan oleh kata tersebut. Sutedi (2014: 127) menyebutkan bahwa semantik (dalam bahasa Jepang dikenal dengan imiron) merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna.
  • 11. 7 Objek kajian semantik antara lain : a. Makna kata (Go no imi) : karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa jepang, baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicara. b. Relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (Go to go no imi kankei) : karena hasilnya dapat dijadikan bahan untuk menyusun kelompok kata berdasarkan kategori tertentu. c. Makna frasa (ku no imi) : dalam bahasa Jepang ada frasa yang hanya bermakna secara leksikal saja, ada frasa yang bermakna secara ideomatilalnya saja, dan ada juga yang bermakna kedua-duanya. d. Makna kalimat (bun no imi) : karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Jenis dan Perubahan Makna a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal Makna leksikal dikenal dengan istilah jishoteki-imi atau goiteki-imi, yaitu makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensinya sebagai hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya. Makna gramatikal disebut bunpouteki-imi, yaitu makna yang muncul akibat proses gramatikalnya. b. Makna Denotatif dan Makna Konotatif Makna denotatif disebut meijiteki imi atau gaien, yaitu makna yang berkaitan dengan dunia luar bahasa, seperti objek atau gagasan dan bisa dijelaskan dengan analisis komponen makna. Makna konotatif disebut anjiteki-imi atau naihou, yaitu makna yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicaranya.
  • 12. 8 c. Makna Dasar dan Makna Perluasan Makna dasar disebut dengan kihon-gi merupakan makna asli yang dimiliki oleh suatu kata, yaitu makna bahasa yang digunakan pada masa sekarang ini. Beberapa jenis perubahan makna dalam bahasa Jepang, diantara lain : Dari konkret ke abstrak Contoh kata atama (頭)<kepala> dan ude (腕)<lengan> merupakan benda konkret dan berubah menjadi abstrak ketika digunakan seperti berikut ini : 頭がいい (atama ga ii) = kepandaian 腕が上がる (ude ga agaru) = kemampuan Dari ruang ke waktu Contoh kata mae (前)<depan> dan nagai (長い)<panjang> yang menyatakan arti <ruang>, berubah menjadi <waktu> seperti berikut ini : 三年前 (san nen mae) = yang lalu 長い時間 (nagai jikan) = lama Perubahan penggunaan indra Contoh kata ookii (大きい) <besar> semula bila diamati dengan indra penglihatan (mata), berubah ke indra penglihatan (telinga) 大きい声 (ookii koe) = suara keras Dari khusus ke umum (generalisasi) Kata kimono (着物) yang semula berarti „pakaian tradisional jepang‟ digunakan untuk menunjukkan pakaian secara umum yaitu fuku (服).
  • 13. 9 Dari umum ke khusus (spesialisasi) Kata hana (花) <bunga secara umum> dan tamago (卵) <telur secara umum> digunakan untuk menunjukkan hal yang lebih khusus seperti dalam penggunaan berikut : 花見 (hana mi) = bunga sakura 卵を食べる (tamago o taberu) = telur ayam Perubahan nilai ke arah positif Contohnya kata boku (僕) <saya> dulu digunakan untuk budak atau pelayan, tapi sekarang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Perubahan nilai ke arah negatif Contoh kata kisama (貴様)<kamu> dulu sering digunakan untuk menjukan kata anata (あなた) <anda>, tetapi sekarang digunakan untuk orang yang dianggap rendah saja. b. Lingkup Kajian Makna secara Pragmatik Ilmu yang mengkaji tentang makna kata, frasa, dan klausa dalam suatu kalimat dikenal dengan pragmatik (goyouron). Hudson dkk (2018) menyebutkan bahwa selama 4 dekade terakhir, bahasa Jepang disebut sebagai salah satu bahasa (selain bahasa dari benua Eropa) yang paling banyak dipelajari dalam hal pragmatik. Dikarenakan oleh karakteristik yang ditampilkan oleh bahasa Jepang dalam hal strukturnya, sebagaimana keunikan budaya yang diperlihatkan oleh masyarakat tutur, studi bahasa Jepang telah berkontribusi terhadap pemahaman mengenai bahasa manusia dengan mengkonfirmasi atau tidak mengkonfirmasi penerapan beragam prinsip-prinsip pragmatik. Sutedi (2014: 130) menyebutkan bahwa lingkup kajian makna semantik dengan pragmatik perlu dibedakan mengingat kedua bidang tersebut sama-sama mengkaji tentang makna. Misalnya pada kalimat: Kimi tokei o motte ru? <kamu punya/bawa jam?>. Jika diucapkan pada anak kecil, maka anak yang tidak
  • 14. 10 memakai jam akan menjawab: Iya, mottenai <tidak>, sedangkan anak yang memakai jam akan menjawab dengan bangga: Hai, motte ru <Ya, punya>. Lain halnya jika kalimat tersebut ditujukan pada orang dewasa, ia akan menjawab, misalnya: 10ji 45-fun da yo <pukul 10:45>. Dengan demikian, kalimat yang sama jika diucapkan pada situasi dan kondisi yang berbeda, akan berbeda pula maknanya. Hal seperti inilah yang menjadi objek garapan pragmatik. Jadi kajian semantik dan pragmatik sama-sama menggarap makna kalimat tapi garapan semantik menyangkut makna secara aslinya (makna dalam bahasa) sedangkan untuk garapan pragmatik berupa makna kalimat yang tergantung pada situasi dan kondisinya (makna luar bahasa). Tjandra (2016: 62) menjelaskan mengenai 3 jenis makna yang merupakan bidang dari pragmatik yaitu: makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi. a) Makna lokusi adalah makna asli, apa adanya, atau makna secara harfiah. Bisa juga disebut sebagai makna denotatif. b) Makna Ilokusi adalah makna yang ditangkap oleh petutur atau pendengar sebagai mitra tutur atau lawan bicara. Bisa juga disebut sebagai makna konotatif oleh mitra tutur / lawan bicara. c) Makna perlokusi adalah makna yang dikehendaki oleh penutur dan mau disampaikan kepada lawan bicara. Bisa juga disebut sebagai makna konotatif oleh penutur. Contoh: makna kata takaramono di dalam percakapan berikut. Situasi : Laki-laki A berbicara kepada temannya B tentang saudara C yang adalah teman baiknya atau orang yang disayanginya. A kepada B: それはおれの宝物だから、付いて行こう。 Sore wa ore no takaramono dakara, tsuite ikou.
  • 15. 11 Karena itu adalah harta karun milik saya, saya akan mengikutinya. Makna lokusi “harta karun” adalah makna denotatif Karena itu adalah barang yang amat berharga milik dia, dia akan mengikutinya. Makna ilokusi “barang yang amat berharga” adalah makna konotatif oleh petutur/ pendengar. Karena dia adalah orang yang amat penting bagi saya, saya mau menyusul. Makna perlokusi “orang yang amat penting bagi saya” adalah makna konotatif oleh penutur. Chaniago, dkk. (1997: 15) mengemukakan bahwa suatu cabang ilmu bahasa, pragmatik memiliki kajian atau bidang telaahan tertentu yaitu deiksis, praanggapan, tindak ujaran, dan implikatur percakapan. 1. Deiksis Deiksis berhubungan dengan referensi atau penunjukkan kepada sesuatu yang ada dalam teks, baik yang sudah disebut maupun yang akan disebut dan penunjukkan kepada sesuatu yang di luar kalimat atau teks. Dalam kajian pragmatik ada lima macam deiksis, yaitu a. Deiksis orang ialah pemberian bentuk kepada personal atau orang, yang mencakup ketiga kelas kata ganti diri, yaitu kata ganti orang pertama, kata ganti orang kedua, dan kata ganti orang ketiga, baik bentuk tunggal maupun bentuk jamak. Misalnya: saya, aku, untuk kata ganti orang pertama tunggal;kami, untuk kata ganti orang pertama jamak; engkau, kamu, Saudara, untuk kata ganti orang kedua tunggal dan kalian untuk kata ganti orang kedua jamak; ia, dia untuk kata ganti orang ketiga tunggal dan mereka untuk kata ganti orang ketiga jamak. b. Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi atau ruang yang merupakan tempat dalam peristiwa berbahasa itu. Misalnya: di sini, di situ, di sana.
  • 16. 12 c. Deiksis waktu adalah pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu atau saat suatu ungkapan dibuat. Misalnya: kini, pada waktu itu, kemarin, kemarin dulu, lusa, bulan ini. d. Deiksis wacana adalah pemberian bentuk kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah disebut atau yang akan disebut, yang telah diuraikan atau yang sedang dikembangkan. Misalnya: ini, itu yang terdahulu; yang berikut, di bawah ini, sebagai berikut. e. Deiksis sosial menunjukkan atau mengungkapkan adanya perbedaan- perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peran serta, yaitu antara pembicara dan pendengar yang dituju. 2. Praanggapan (presupposition) Merupakan suatu dugaan yang menjadi prasyarat untuk menentukan benar tidaknya suatu pernyataan yang kita dengar. Purwo dalam Chaniago, dkk. (1997: 16) memberikan beberapa macam praanggapan (Tanda /--- menunjukkan pranggapan). Contoh: a. Gambaran yang tertentukan 1) Tono (tidak) melihat orang yang berkepala dua /--- Ada orang berkepala dua. 2) Anak di belakang rumah itu anak manja /--- Ada anak di belakang rumah. b. Kata verbal yang mengandung kenyataan (faktive) 1) (tidak) aneh kalau orang Amerika itu sua durian /--- orang Amerika itu suka durian. 2) Marta (tidak) menyesal membuang benda itu /--- Marta membuang benda itu. 7 c. Kata verbal implikatur 1) Saya (tidak) lupa beli buku /--- saya harus membeli buku. 2) Saya berhasil menipu anak itu /--- Saya menipu anak itu.
  • 17. 13 d. Kata verbal yang mengganti keadaan 1) Dia sudah/ belum berhenti membaca surat itu /--- Dia membaca surat itu. 2) Dia sudah/ belum selesai membaca surat itu /--- Dia membaca surat itu. e. Pengulang 1) Dia kembali berkuasa /--- Dia pernah berkuasa. 2) Dia (tidak) akan mencuri lagi /--- Dia pernah mencuri. f. Kata waktu 1) Aku (tidak) mencuci piring, ketika Ali tidur /--- Ali tidur. 2) Sejak saya pindah ke Amerika, Amat (tidak) membenci ibunya /--- Saya pindah ke Amerika. g. Kalimat yang ada topik atau fokusnya 1) (bukan) Ali yang mencuri uang itu /--- Ali mencuri uang. 2) Yang menyanyi itu (bukan) Ali /--- Ada orang yang menyanyi. 3) Yang dicuri anak itu (bukan) uang /--- Anak itu mencuri sesuatu. h. Kata bandingan 1) Anak saya (tidak) bisa melompat lebih jauh dari Ali /--- Ali bisa melompat. 2) Anak saya (tidak) bisa melompat sejauh Ali /--- Ali bisa melompat. i. Aposisi Renggang 1) Paijem, yang saya perkenalkan kepadamu kemarin, (tidak) akan pulang pagi ini /--- saya memperkenalkan Paijem kepadamu kemarin. 2) Pencuri itu, yang sedang ditangkap itu, masih muda /--- orang itu ditangkap. j. Kondisional yang berlawanan 1) Kalau/ Andaikata anak itu bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan terlambat /--- Anak itu bangun sebelum jam lima.
  • 18. 14 2) Kalau/ Andaikata anak itu tidak bangun sebelum jam lima dia (tidak) akan melihat pencurian itu /--- Anak itu bangun sebelum jam lima. k. Praanggapan pertanyaan 1) Kamu membeli apa di toko itu? /--- kamu membeli sesuatu di toko itu. 2) Mengapa dia membencimu? /--- Dia membencimu 3. Tindak ujaran (speech act) Berhubungan dengan adanya keinginan untuk menindakkan sesuatu dari pembicara atau penulis melalui kalimat yang diucapkan atau ditulisnya. Chaniago (1997) menjelaskan tiga jenis tindakan dalam tindak ujaran (speech act) yaitu: a. Tindak Lokusi (Locutionary act) adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak lokusi yang mengaitkan suatu topik dengan keterangan dalam suatu ungkapan. Tindak lokusi memandang suatu kalimat/ ujaran sebagai suatu proposisi yang terdiri dari subjek/ topik dan predikat/ komentar. b. Tindak Ilokusi (illocutionary act) merupakan pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji, pertanyaan, pujian, permintaan, dan sebagainya yang dinyatakan dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan. Tindak ilokusi memandang suatu kalimat/ ujaran sebagai tindakan bahasa, misalnya menyuruh, memanggil, menyatakan setuju, menyampaikan keberatan, dan sebagainya. c. Tindak Perlokusi (perlocution act) ialah hasil atau efek yang ditimbulkan oleh suatu ungkapan pada pendengar atau lawan tutur sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan sebuah kalimat. 4. Implikatur percakapan (conversational implicature) Merupakan kegiatan menganalisis ucapan pembicara untuk menentukan makna yang tersirat/ terselubung dari ucapan yang dikeluarkan oleh pembicara itu. Implikatur percakapan contohnya, A : Rasanya kerongkonganku terasa kering sekali. B : Kan ada warung di ujung jalan itu.
  • 19. 15 Pada percakapan di atas, B tidak secara terus terang menanggapi ucapan A. Meskipun demikian, apa yang diucapkannya secara tidak langsung menanggapi ucapan A itu. Pernyataan tentang warung memberikan implikasi bahwa terdapat minuman di situ. Jadi, baik A maupun B dapat membeli minuman di situ sehingga kerongkongannya tidak akan terasa kering lagi. Selain dua macam implikatur di atas terdapat pula aturan percakapan (conversational maxim) atau maksim yang dikemukakan oleh Grice. Grice mengemukakan empat maksim dalam percakapan yaitu: a. Maksim Kuantitas Maksim kuantitas menetapkan bahwa setiap peserta pembicaraan memberikan kontribusi yang secukupnya atau sesuai dengan yang diperlukan oleh lawan bicaranya. b. Maksim Kualitas Maksim atau aturan kualitas menetapkan bahwa setiap peserta pembicaraan harus mengatakan hal yang sebenarnya. c. Maksim Hubungan atau Relevansi. Maksim relevansi menetapkan bahwa setiap peserta pembicaraan harus memberikan kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. d. Maksim Cara atau Maksim Pelaksanaan Maksim cara atau maksim pelaksanaan menetapkan setiap peserta pembicaraan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa (ambiguity), dan tidak berlebihan secara runtut. c. Relasi makna: sinonim, antonim, polisemi Sutedi (2014: 140) mengungkapkan jika suatu imitokuchou (fitur semantik) terdapat dalam beberapa kata, maka kata-kata tersebut dapat digolongkan ke dalam satu medan makna yang sama. Misalnya, untuk imitokuchou dari kotoba o hassuru (bertutur), terkandung dalam verba: hanasu (bicara), iu (berkata), shaberu (ngomong), noberu (mengutarakan), kataru (bercerita), sasayaku (berbisik), tsubuyaku (menggerutu), donaru (menghardik), wameku (berteriak), dan sebagainya. Dari medan makna tersebut bisa dikelompokkan lagi berdasarkan kategori tertentu sehingga bisa membuat suatu kelompok kata yang disebut dengan goi. Pengelompokkan tersebut bisa berdasarkan relasi makna seperti berikut:
  • 20. 16 a. Ruigi Kankei (Hubungan Kesinoniman) Sinonim merupakan beberapa kata yang maknanya hampir sama. Momiyama (dalam Sutedi, 2014: 145) mengidentifikasi suatu sinonim sebagai berikut : - Chokkanteki (intuitif bahasa) bagi para penutur asli dengan berdasarkan pada pengalaman hidupnya. Bagi penutur asli, jika mendengar suatu kata, maka secara langsung dapat merasakan bahwa kata tersebut bersinonim atau tidak. - Beberapa kata jika diterjemahkan ke dalam bahasa asing, akan menjadi satu kata. Misalnya, kata oriru,kudaru, sagaru, dan furu dalam bahasa Indonesia bisa dipadankan dengan kata „turun‟. - Dapat menduduki posisi yang sama dalam suatu kalimat dengan perbedaan makna yang kecil. - Dalam menegaskan suatu makna, kedua-duanya bisa digunakan secara bersamaan (sekaligus). Misalnya, pada klausa kaidan o agaru dan klausa kaidan o noboru sama-sama berarti „menaiki tangga’. Sutedi (2014: 140) menyebutkan bahwa dua buah kata atau lebih yang mempunyai salah satu imitokuchou yang sama, bisa dikatakan sebagai kata yang bersinonim. Misalnya, kata agaru dan noboru. Akan tetapi, meskipun bersinonim, hanya pada konteks tertentu saja karena tidak ada sinonim yang benar-benar sama persis, melainkan dalam konteks tertentu pasti ditemukan suatu perbedaannya, meskipun kecil. Pada kata agaru dan noboru, perbedaannya terletak pada fokus (shouten) gerak tersebut. Verba agaru menekankan pada tempat tujuan (toutatsuten) dalam artti tibanya di tempat tujuan tersebut (hasil), sedangkan noboru menekankan pada jalan yang dilalui (keiro) dari gerak tersebut (proses). Langkah-langkah dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan analisis makna dalam sinonim antara lain : a. Menentukan objek yang akan diteliti b. Mencari literatur yang relevan c. Mengumpulkan jitsurei d. Mengklasifikasikan setiap jitsurei
  • 21. 17 e. Membuat pasangan kata yang akan dianalisis f. Melakukan analisis g. Membuat kesimpulan b. Han-gi Kankei (Hubungan keantoniman) Tjandra (2016: 131) menjelaskan bahwa antonim adalah lawan kata dari sinonim. Jadi antonim adalah kata-kata yang maknanya berlawanan. Berlawanan dalam arti menurut tolok ukur yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Antonim banyak ditemukan dalam kelas kata adjektif dan verba. Antonim pada adjektif adalah mengenai keadaan di dalam kehidupan manusia atau alam semesta dan antonim pada verba adalah mengenai aksi oleh manusia atau yang lain. Keantoniman tersebut adalah mengenai suatu medan makna tertentu. Sutedi (2014: 141) menyebutkan bahwa keantoniman dua buah kata dapat juga dilihat dari imitokuchou-nya. Kendatipun sebagian besar imitokuchou-nya sama, tetapi jika ada salah satu imitokuchou dianggap berlawanan, maka hubungan kata tersebut bersifat antonim. Misalnya, kata noboru yang telah disinggung sebelumnya, dapat dikontraskan dengan kata kudaru „turun‟ sehingga akan nampak bahwa kedua kata tersebut berhubungan antonim. Perbedaan verba noboru dan kudaru terletak pada arah gerak tersebut, yaitu dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Jenis-jenis hubungan antonim antara lain mencakup: - Oposisi mutlak (souhoteki-hangi-kankei): bisa diuji dengan formula, jika bukan A pasti B. Contohnya, jika bukan hadir, maka pasti absen. Tidak ada pilihan lain. - Oposisi kutub (ryoukyokuteki-hangi-kankei): suatu hal dengan dua jenis kata yang berlawanan baik secara ruang, waktu ataupun secara kuantitas. Oposisi ini sifatnya tidak mutlak sehingga formula jika bukan A pasti B tidak berlaku. Contohnya, antara kata choujou (puncak gunung) dan fumoto (kaki gunung) di dalamnya masih ada kata chuufuku (perut gunung).
  • 22. 18 - Oposisi Hierarki (renzokuteki-hangi-kankei): hubungan yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan dalam suatu skala pengukuran. Jika diuji dengan formula jika A, maka bukan B bisa diterima. Tetapi untuk formula kalau bukan A pasti B tidak bisa diterima. Contohnya, Tarou wa karada ga ookukunai (Taro badannya tidak besar), maka badan Taro tersebut belum tentu chiisai (kecil) karena makna besar dan kecil dalam kalimat tersebut relatif. - Posisi hubungan rasional (gyakui-kankei): terjadi dalam peristiwa/ perkara dari sudut mana kita memandang perkara tersebut. Misalnya, pada kata saka (jalan mendaki) jika dilihat dari atas, maka digunakan kudarizaka (turunan) dan sebaliknya jika dilihat dari bawah maka digunakan kata noborizaka (tanjakan) padahal merujuk objek yang sama. c. Jouge-kankei (hubungan hiponimi dan hipernimi) Tjandra (2016: 134) menjelaskan bahwa kata-kata yang bermakna leksikal dan maknanya saling berdekatan akan membentuk medan makna yang sama. Kata-kata dari medan makna sama ini ada yang maknanya bersifat lebih luas dari yang lain, ada juga yang lebih sempit. Dalam medan makna yang sama, kata yang bermakna lebih luas akan melingkupi kata yang bermakna lebih sempit. Kata yang bermakna lebih luas menjadi berkedudukan lebih tinggi (hipernim) dan kata yang bermakna sempit berkedudukan lebih rendah (hiponim). Sutedi (2014: 143) menyebutkan bahwa hubungan hiponimi dan hipernimi merupakan hubungan antara dua kata misalnya A dan B, bisa dikatakan bahwa A termasuk ke dalam (bagian dari) B atau B meliputi (mencakup/membawahi) A. Contohnya, antara kata kudamono (buah-buahan) dan ringo (apel). Kata kudamono merupakan hipernimi (jouigo) sedangkan kata ringo (apel) merupakan hiponimi (kaigo). Untuk mengujinya, bisa gunakan formula A to iu B atau dengan A merupakan salah satu jenis dari B.
  • 23. 19 d. Makna kata, frasa dalam idiom, atau kalimat Makna Kata Komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan lawan bicara. Akan tetapi, baik dalam kamus maupun buku pelajaran bahasa Jepang, tidak setiap kata maknanya dimuat secara keseluruhan. Dalam bahasa Jepang, banyak sinonim (ruigigo) dan sangat sulit untuk bisa dipadankan ke dalam bahasa Indonesia satu persatu. Ditambah, masih minimnya buku-buku atau kamus dalam bahasa Indonesia yang membahas secara rinci dan jelas tentang perbedaan dan persamaan dari setiap sinonim tersebut. Oleh karena itu, penelitian tentang sinonim masih perlu dilakukan. Selain itu, kata yang juga penting untuk diteliti adalah polisemi (tagigo). Satu kata yang berpolisemi dalam bahasa Jepang, jika dipadankan ke dalam bahasa Indonesia bisa menjadi beberapa kata yang berbeda. Oleh karena itu hubungan antarmakna dalam setiap polisemi harus dideskripsikan dengan jelas (Sutedi, 2014: 128). Makna Frasa Dalam Idiom Sutedi (2014: 173) menyebutkan bahwa Frasa dalam bahasa jepang disebut “ku” (句), dilihat dari strukturnya terdiri dari perpaduan dua kata atau lebih, yang jenisnya berbeda-beda. Misalnya frasa utsukushii keshiki „pemandangan indah‟ merupakan perpaduan antara adjektiva I dan nomina; totemo utsukushii „sangat indah‟ adalah perpaduan dari adverbia dan adjektiva; Yukiko no tomodachi (teman Yukiko) adalah perpaduan dari nomina dan nomina; koohi o nomu „minum kopi‟ adalah perpaduan dari nomina, partikel, dan verba; yukkuri aruku „berjalan perlahan‟ hasil perpaduan dari adverbia dan verba; totemo yukkuri „sangat lamban‟ yakni perpaduan dari nomina, partikel, verba. Momiyama (dalam Sutedi, 2014) membagi jenis frasa dalam bahasa
  • 24. 20 Jepang berdasarkan pada maknanya menjadi 3 macam, yaitu : a. Futsuu no ku (普通の句) b. Rengo (連語) c. Kan-youku (慣用句) a. Futsuu no ku 普通の句 - Merupakan frasa biasa - Terdiri dari dua kata atau lebih - Makna dapat diketahui dengan cara memahami setiap makna yang membentuk frasa tersebut. - Sebagian dari kata yang membentuk frasa tersebut bisa diubah dengan yang lainnya secara bebas. Contoh : frasa 美しい花 (bunga yang indah) bisa dibuat frasa きれいな花 (bunga yang cantik). b. Rengo (連語) - Frasa yang makna keseluruhannya bisa diketahui dari makna setiap kata yang menyusun frasa tersebut - Setiap kata tersebut tidak bisa diganti dengan kata yang lainnya meskipun sebagai sinonimnya. Contoh : frasa kaze o hiku (masuk angin) tidak bisa diubah menjadi kaze o toru. Jadi dalam rengo, setiap kata sudah menjadi satu pasangan yang tidak bisa diganti dengan yang lain. Dalam bahasa Jepang, frase seperti ini cukup banyak jumlahnya dan perlu dihapal oleh pembelajar. c. Kanyoku (慣用句) - Frasa yang hanya memiliki makna idiom saja. - Makna tersebut tidak bisa diketahui meskipun kita memahami makna setiap kata yang membentuk frasa tersebut.
  • 25. 21 - 顔が広い kao ga hiroi dikenal banyak orang - 口が軽い kuchi ga karui suka membocorkan rahasia - 足が出る ashi ga deru pengeluaran melebihi yang dianggarkan - 胸が痛む mune ga itamu sangat sedih: menyesakkan dada - Dilihat dari strukturnya, kanyoku dibagi menjadi 4 tipe, yaitu (1) Tidak bisa diselipi apapun: contohnya pada frasa hone o oru (mematahkan tulang) yang dalam bahasa Indonesia dekat maknanya dengan ungkapan “membanting tulang”. Frasa ini digunakan dalam kalimat secara satu set dan tidak bisa diselipi oleh kata yang lainnya. (2) Tidak bisa berubah posisi (menjadi suatu modifikator): contohnya pada idiom hara o tateru (membuat perut berdiri) yang artinya membuat marah. Idiom ini sama sekali tidak bisa berubah urutan tetapi kalau dalam bentuk hara o tateta watashi (saya yang marah) tidak menjadi masalah sebab bentuk asalnya hara o tateta tidak berubah. (3) Tidak bisa diganti dengan kata yang lain (sinonim atau antonim): misalnya pada idiom hana ga takai (hidungnya tinggi) digunakan untuk menyatakan arti <sombong>. Sebagian dari frasa tersebut tidak bisa diganti dengan kosakata yang lainnya baik sebagai sinonim maupun antonimnya, misalnya menjadi hana ga hikui (hidung rendah) dengan maksud menyatakan tidak sombong. (4) Ada yang hanya dalam bentuk menyangkal saja dan tidak bisa diubah ke dalam bentuk positif: contohnya pada frasa udatsu ga agaranai (kehidupannya tidak meningkat) tidak bisa diubah menjadi udatsu ga agaru. Idiom dalam bahasa Jepang, ada banyak jumlahnya. Berikut adalah beberapa contoh yang berhubungan dengan organ tubuh:
  • 26. 22 Makna Kalimat Sutedi (2014: 179) menyebutkan bahwa sama halnya dalam kata, dalam kalimat juga ada kalimat yang maknanya sama yaitu dougibun (動議文) dan ada juga kalimat yang bermakna ganda yaitu ryougibun (両義文). 例 動議文 : (1) 太郎は次郎を殴った。 Tarou wa Jirou o nagutta. Tarou memukul Jirou (2) 次郎は太郎に殴られた。 Jirou wa Tarou ni Nagurareta. Jirou dipukul Tarou Dua kalimat di atas, meskipun strukturnya berbeda tetapi maknanya sama. Kesamaan makna yang dimaksud yaitu bahwa dalam kedua kalimat tersebut sebagai pelaku, yakni yang memukul adalah Taro, sedangkan yang menjadi korban atau yang dipukul adalah Jiro. Kedua kalimat tersebut merupakan dougibun karena satu sama lainnya bisa menjadi zentei. Artinya jika Taro memukul Jiro adalah benar, maka bisa dipastikan bahwa Jiro dipukul oleh Taro. Perbedaaanya, pada contoh 1, Taro dijadikan topik, sedangkan pada contoh 2, Jiro yang menjadi topik. Mengenai makna ganda atau ryougibun, dapat dilihat pada contoh berikut. 例 両義文 : 私は山田さんと田中さんを待っている。 Watashi wa Yamada san to Tanaka san o matte iru. Yamada. Saya sedang menunggu Tanaka dengan Makna ganda yang dimiliki kalimat di atas yaitu: (1) 私は山田さんと一緒に、田中さんを待っている。 Watashi wa Yamada san to isshoni, Tanaka san o motte iru. Saya bersama dengan Yamada, sedang menunggu Tanaka (2) 私は、山田さんと田中さんを待っている。 Watashi wa, Yamada san to Tanaka san o matte iru. Saya, sedang menunggu Yamada dan Tanaka.
  • 27. 23 C. PENUTUP 1. Rangkuman Objek kajian semantik antara lain : 1. Makna kata (Go no imi) : karena komunikasi dengan menggunakan suatu bahasa yang sama seperti bahasa jepang, baru akan berjalan dengan lancar jika setiap kata yang digunakan oleh pembicara dalam komunikasi tersebut makna atau maksudnya sama dengan yang digunakan oleh lawan bicara. 2. Relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (Go to go no imi kankei) : karena hasilnya dapat dijadikan bahan untuk menyusun kelompok kata berdasarkan kategori tertentu. 3. Makna frasa (ku no imi) : dalam bahasa jepang ada frasa yang hanya bermakna secara leksikal saja, ada frasa yang bermakna secara ideomatilalnya saja, dan ada juga yang bermakna kedua-duanya. 4. Makna kalimat (bun no imi) : karena suatu kalimat ditentukan oleh makna setiap kata dan strukturnya. Tjandra (2016: 62) menjelaskan mengenai 3 jenis makna yang merupakan bidang dari pragmatik yaitu: makna lokusi, ilokusi, dan perlokusi. a) Makna lokusi adalah makna asli, apa adanya, atau makna secara harfiah. Bisa juga disebut sebagai makna denotatif. b) Makna Ilokusi adalah makna yang ditangkap oleh petutur atau pendengar sebagai mitra tutur atau lawan bicara. Bisa juga disebut sebagai makna konotatif oleh mitra tutur / lawan bicara. c) Makna perlokusi adalah makna yang dikehendaki oleh penutur dan mau disampaikan kepada lawan bicara. Bisa juga disebut sebagai makna konotatif oleh penutur.
  • 28.
  • 29. Daftar Pustaka Bussmann, Hadumod. 1998. Routledge Dictionary of Language and Linguistics. London: Routledge. Chaer, Abdul dan Liliana Muliastuti. 2014. Makna dan Semantik. (diakses 18 April 2018). Tersedia dari: http://repository.ut.ac.id/4770/1/PBIN4215- M1.pdf. Chaniago, Sam Muchtar, dkk. 1997. Pragmatik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Crystal, David. 2011. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Oxford: Blackwell Publishing. Hudson, Mutsuko Endo., Matsumoto, Yoshika., dan Mori, Junko. 2018. Pragmatics of Japanese: Perspectives on Grammar, Interaction, and Culture. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company. Santoso, Joko. 2014. Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis. (diakses 20 April 2018). Tersedia dari: http://repository.ut.ac.id/4742/1/PBIN4107-M1.pdf Sudjianto dan Ahmad Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Oriental. Tjandra, Sheddy N. 2014. Sintaksis Jepang. Jakarta: Binus Media & Publishing. Tjandra, Sheddy N. 2015. Morfologi Jepang. Jakarta: Binus Media & Publishing. Tjandra, Sheddy N. 2016. Semantik Jepang. Jakarta: Binus Media & Publishing. Tsujimura, Natsuko. 2007. An Introduction to Japanese Linguistics. Oxford: Blackwell Publishing. Verhaar, J.W.M. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.