2. Paham- Paham tentang Gereja
Gereja Sebagai Umat Allah
Istilah Umat Allah sudah digunakan dalam Perjanjian Lama, yang dimunculkan dan dihidupkan kembali oleh
Konsili Vatikan II. Umat Allah selalu merupakan pilihan dan panggilan. Umat Allah adalah bangsa terpilih, bangsa
terpanggil. Umat Allah dipanggil dan dipilih untuk sesuatu, yakni untuk Tuhan dan dunia. Ia dipilih untuk menjadi
milik Allah dan ikut serta menyelamatkan dunia ini.
Umat Allah dipersatukan dengan Allah melalui satu perjanjian. Umat Allah harus taat kepada perintah-perintah
Allah dan Allah akan setia pada janji-janji-Nya. Hal ini berlaku untuk Umat Allah dalam Perjanjian Lama dan juga
Umat Allah dalam Perjanjian Baru.
3. Paham- Paham tentang Gereja
Makna Gereja sebagai Umat Allah
Kita sudah melihat bahwa Gereja sering diartikan sebagai suatu umat atau menurut istilah Konsili Vatikan II: Umat
Allah. Istilah Umat Allah sebenarnya sudah kuno, sudah dipakai sejak dalam Perjanjian Lama. Kemudian, istilah
tersebut dihidupkan dan dipopulerkan lagi oleh Konsili Vatikan II.
Gereja sungguh merupakan Umat Allah yang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Bapa. Pengertian Gereja
sebagai Umat Allah sungguh dimunculkan tepat pada waktunya, karena pada abad-abad terakhir Gereja sudah
menjadi sangat organisatoris dan struktural-hierarkis.
4. Paham- Paham tentang Gereja
Dasar dan Konsekuensi Gereja Yang Mengumat
Kita masing-masing secara pribadi dipanggil untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan Umat Allah.
Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa kita harus MENGUMAT. Mengapa?
• Hidup mengumat pada dasarnya merupakan hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah
persaudaraan cinta kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Perdana
• Dalam hidup mengumat banyak karisma dan rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk
kekayaan seluruh Gereja
• Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa menghayati martabat yang sama akan bertanggung jawab
secara aktif dalam fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada dunia
5. Paham- Paham tentang Gereja
Konsekuensi dari Gereja yang mengumat
Konsekuensi bagi pimpinan Gereja (hierarki)
- Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan. Pimpinan bukan di atas umat, tetapi di tengah umat.
- Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma dan karunia-karunia yang tumbuh di kalangan umat.
- Mengoptimalkan karunia-karunia yang tumbuh di kalangan umat untuk membangun Umat Allah.
Konsekuensi bagi setiap anggota umat awam
- Menyadari dan menghayati persatuannya sebagai Umat Allah. Orang tidak dapat menghayati kehidupan
imannya secara individu saja.
- Aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala karisma, karunia, dan fungsi yang dipercayakan
kepadanya untuk kepentingan dan misi Gereja di tengah masyarakat. Semua bertanggung jawab dalam hidup
dan misi Gereja.
Konsekuensi hubungan awam dan hierarki
Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam.
Kaum awam bukan pelengkap melainkan partner/rekan hierarki dalam membangun Umat Allah.
6. Paham- Paham tentang Gereja
Gereja Sebagai Persekutuan Yang Terbuka
Sebagaimana paham tentang Gereja sebagai Persekutuan Umat Allah itu muncul disebabkan antara lain oleh
paham dan penghayatan Gereja institusional yang berkembang sebelum Konsili Vatikan II yang terlalu
menekankan segi organisatoris dan struktural hierarkis piramidal. Gereja yang institusional dan hierarkis piramidal
sangat menonjol dalam hal:
organisasi dan struktur Gereja;
kepemimpinan tertahbis (hierarki);
hukum dan peraturan-peraturan;
sikap triumfalistik dan tertutup.
Sebaliknya, Gereja sebagai persekutuan umat lebih menampakkan:
persaudaraan antar-umat;
keterlibatan semua anggota umat dalam hidup menggereja, baik sebagai hierarki dan biarawan-biarawati,
maupun umat/awam;
peranan hati nurani dan tanggung jawab setiap anggota umat;
semangat kemiskinan/kesederhanaan dan sikap terbuka, berdialog dengan kalangan mana saja.
7. Sifat-sifat Gereja
Dalam doa syahadat (credo), kita mengakui Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.
Apakah artinya? Untuk memahami sifat-sifat Gereja tersebut, pertama-tama kita harus memahami
bahwa Gereja kita adalah ilahi sekaligus insani, berasal dari Yesus dan berkembang dalam
sejarah. Sifat-sifat Gereja itu bersifat dinamis dan harus diperjuangkan; tidak sekali jadi dan statis.
Sifat atau ciri Gereja beserta artinya, lambat laun menjadi jelas bagi Gereja itu sendiri.
Keempat sifat Gereja tersebut (satu, kudus, katolik, dan apostolik) kait-mengait dan bukan
merupakan rumus yang siap pakai. Gereja memahaminya dengan merefleksikan dirinya sendiri
serta karya Roh di dalam dirinya.
8. Sifat-sifat Gereja
Gereja Yang Satu
Gereja itu satu, karena dalam Gereja ada kesatuan iman, pimpinan, kebaktian, dan kehidupan sakramental.
Konsili Vatikan II menyatakan bahwa: Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja ialah kesatuan Allah yang
tunggal dalam tiga pribadi, Bapa, Putra, dan Roh Kudus (UR 2). Kesatuan ini tidak sama dengan uniformitas,
karena di luar bidang esensial Injili, Gereja menghayati keanekaragaman. Gereja bersifat fleksibel dan dinamis.
Perwujudan Kesatuan Gereja
Kesatuan Gereja pertama-tama harus diwujudkan dalam persekutuan konkret antara orang beriman yang hidup
bersama dalam satu negara atau daerah yang sama. Tuntutan zaman dan tantangan masyarakat merupakan
dorongan kuat untuk menggalang kesatuan iman dalam menghadapi tugas bersama. Kesatuan Gereja terarah
kepada kesatuan yang jauh melampaui batas-batas Gereja dan terarah kepada kesatuan semua orang yang
“berseru kepada Tuhan dengan hati yang murni”
9. Sifat-sifat Gereja
Memperjuangkan kesatuan Gereja
Usaha-usaha yang dapat kita galakkan untuk menguatkan persatuan kita ke dalam:
Aktif berpartisipasi dalam kehidupan bergereja.
Setia dan taat kepada persekutuan umat, termasuk hierarki, dsb.
Usaha-usaha yang dapat kita galakkan untuk menguatkan persatuan “antar-Gereja?”:
Lebih bersifat jujur dan terbuka kepada satu sama lain. Lebih melihat kesamaan daripada perbedaan.
Mengadakan berbagai kegiatan sosial dan peribadatan bersama, dsb.
10. Sifat-sifat Gereja
Gereja yang Kudus
Gereja itu kudus atau suci, karena sumber dari mana Gereja berasal, ke mana arah yang dituju Gereja, dan unsur-
unsur Ilahi yang ada di dalam Gereja adalah kudus. Kekudusan Gereja bersumber dari kekudusan Kristus.
Gereja menerima kekudusan sebagai anugerah dari Allah dalam Kristus oleh iman. Kekudusan Gereja tidak
datang dari Gereja itu sendiri, tetapi datang dari Allah dan dipersatukan dengan Kristus oleh Roh Kudus. Kristus
ada dalam Gereja dan selalu menyertai Gereja sampai akhir zaman.
11. Sifat-sifat Gereja
Memperjuangkan kekudusan Gereja
Kekudusan Gereja mengalir dari kesatuannya dengan Kristus. Gereja menerima kekudusan sebagai anugerah dari
Allah dalam Kristus oleh iman. Kekudusan tidak datang dari dirinya sendiri, tetapi dari Allah yang mempersatukan
Gereja dengan Kristus dalam Roh Kudus.
Hal yang dapat perjuangkan untuk kekudusan anggota-anggota Gereja adalah:
Saling memberi kesaksian untuk hidup sebagai putra-putri Allah
Memperkenalkan anggota-anggota Gereja yang sudah hidup secara heroik untuk mencapai kekudusan.
Merenungkan dan mendalami Kitab Suci, khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan
arah hidup kita, dsb.
12. Sifat-sifat Gereja
Gereja Yang Katolik
Gereja bersifat katolik artinya bahwa Gereja itu bersifat universal, terbuka untuk umum, terbuka terhadap semua
orang, suku, golongan dan sebagainya. Gereja dipanggil untuk menghormati kebudayaan, adat istiadat, bahkan
agama mana pun. Oleh karena itu, orang Katolik diharapkan berjuang untuk kepentingan, kesejahteraan umum,
memajukan nilai-nilai luhur dan memperjuangkan satu dunia yang lebih baik untuk seluruh umat manusia.
Gereja bersifat katolik berarti terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan
tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu. Kekatolikan Gereja tampak dalam:
Rahmat dan keselamatan yang ditawarkannya.
Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum, dapat diterima dan dihayati oleh siapa pun juga.
13. Sifat-sifat Gereja
Mewujudkan kekatolikan Gereja
Gereja bersifat universal atau umum. Ia bersifat terbuka. Oleh sebab itu perlu diusahakan antara lain:
Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan, adat-istiadat, bahkan agama bangsa mana pun.
Bekerja sama dengan pihak mana pun yang berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di
dunia ini.
Selalu berusaha untuk memprakarsai dan memperjuangkan suatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia.
Untuk setiap orang kristiani diharapkan memiliki jiwa besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan
bermasyarakat, sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa saja yang
baik dan siapa yang berhendak baik.
14. Sifat-sifat Gereja
Gereja yang Apostolik
Gereja yang apostolik berarti Gereja yang berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman
mereka, yang mengalami secara dekat peristiwa Yesus. Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul
dan para nabi dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru “ sudah ada sejak zaman Gereja Perdana.
Gereja itu apostolik karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang diutus oleh Yesus Kristus. Hubungan itu
tampak dalam:
Legitimasi fungsi dan kuasa hierarki dari para rasul. Fungsi dan kuasa hierarki diwariskan dari para rasul.
Ajaran-ajaran Gereja diturunkan dan berasal dari kesaksian para rasul.
Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya berasal dari para rasul.
15. Sifat-sifat Gereja
Mewujudkan keapostolikan Gereja
Keapostolikan Gereja tidak berarti Gereja sekarang hanya merupakan copy dari Gereja para rasul. Gereja harus
senantiasa menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret berpangkal pada sikap iman Gereja para rasul.
Usaha untuk mewujudkan keapostolikan Gereja antara lain:
Setia dan menghayati Injil, sebab Injil merupakan kesaksian iman para rasul.
Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret kita dalam terang Injil
Setia dan loyal kepada hierarki sebagai pengganti para rasul.
16. Kenaggotaan Gereja
Hierarki
Gereja sebagai persekutuan umat mempunyai struktur kepemimpinan (hierarki). Untuk menggembalakan dan
mengembangkan Umat Allah, Kristus Tuhan dalam Gereja-Nya mengadakan aneka pelayanan yang tujuannya demi
kesejahteraan seluruh Umat Allah. Sebab, para pelayan yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara-saudara mereka
supaya semua yang termasuk Umat Allah, dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi, dan dengan
demikian mencapai keselamatan.
17. Kenaggotaan Gereja
Struktur kepemimpinan dalam Gereja
Struktur kepemimpinan (hierarki) dalam Gereja:
• Paus
• Uskup
• Imam
• Diakon
NB: Kardinal bukan jabatan hierarkis dan tidak termasuk dalam struktur hierarki. Kardinal adalah penasihat utama
Paus dan membantu Paus terutama dalam reksa harian seluruh Gereja. Para Kardinal membentuk suatu dewan
Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi usia 80 tahun ke bawah. Seorang Kardinal dipilih oleh
Paus dengan bebas.
18. Kenaggotaan Gereja
Corak kepemimpinan dalam Gereja
• Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu panggilan khusus, di mana campur tangan Tuhan
merupakan unsur yang dominan.
• Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi dan melayani dalam arti semurni-murninya,
walaupun ia sungguh mempunyai wewenang yang berasal d
• Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan, maka tidak dapat dihapus oleh manusia. ari Kristus
sendiri.
19. Sakramen-Sakramen Gereja
Pada saat-saat penting dalam hidup, Kristus menyertai umat-Nya. Kehadiran Kristus ini dirayakan dalam ketujuh
sakramen.
1. Sakramen Permandian (tanda iman)
2. Sakramen Penguatan (tanda kedewasaan iman)
3. Sakramen Tobat
4. Sakramen Ekaristi
5. Sakramen Perminyakan Orang Sakit
6. Sakramen Pernikahan
7. Sakramen Imamat
Pelantikan para pelayan itu dirayakan, disahkan dan dinyatakan dalam tahbisan (sakramen imamat).
20. Panca Tugas Gereja
Dalam kehidupan menggereja terdapat lima atau panca tugas Gereja yaitu
1. Gereja Yang Menguduskan (Liturgia)
2. Gereja yang mewartakan (kerygma)
3. Gereja yang membina persekutuan (koinonia)
4. Gereja yang memberi kesaksian (martyria)
5. Gereja yang melayani (diakonia).
21. Maria Bunda Allah dan Bunda Gereja
Perawan Maria Sebagai Bunda Allah
Penegasan-penegasan dan kesaksian Alkitabiah yang berbicara secara langsung Maria sebagai Bunda Allah
(Theo-tokos) tidak Tampak, hanya secara eksplisit. Namun ungkapan Maria sebagai Bunda Allah dapat dicermati
dengan melihat teks-teks Kitab Suci.
Maria sebagai Bunda Gereja
Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium, mengajarkan:
“Ia [Maria] dianugerahi kurnia serta martabat yang amat luhur, yakni menjadi Bunda Putera Allah, maka juga
menjadi Puteri Bapa yang terkasih dan kenisah Roh Kudus. Karena anugerah rahmat yang sangat istimewa itu
ia jauh lebih unggul dari semua makhluk lainnya, baik di sorga maupun di bumi. Namun sebagai keturunan
Adam, ia termasuk golongan semua orang yang harus diselamatkan. Bahkan “ia [Maria] memang Bunda para
anggota (Kristus). Karena dengan cinta kasih ia menyumbangkan kerjasamanya, supaya dalam Gereja
lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota Kepala itu”. Oleh karena itu ia menerima salam sebagai anggota
Gereja yang serba unggul dan sangat istimewa, pun juga sebagai pola-teladannya yang mengagumkan dalam
iman dan cinta kasih. Menganut bimbingan Roh Kudus Gereja Katolik menghadapinya penuh rasa kasih-
sayang sebagai bundanya yang tercinta.” (Lumen Gentium 53)