1. Perubahan paradigma belajar dari pendekatan stimulus-respons ke teori kontrol yang menekankan pada kebutuhan dasar setiap individu dan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri.
2. Penerapan disiplin positif bertujuan membentuk siswa berkarakter melalui pengembangan self-discipline berdasarkan nilai-nilai universal.
3. Ada tiga motivasi perilaku manusia yaitu untuk menghindari hukuman, mendapatkan penghargaan, atau men
1. TUGAS 1.4.a.9. AKSI NYATA “BERBAGI”
1. PERUBAHAN PARADIGMA BELAJAR
2. DISIPLIN POSITIF
3. MOTIVASI PERILAKU MANUSIA
4. KEBUTUHAN DASAR
5. POSISI KONTROL RESTITUSI
6. KEYAKINAN KELAS
7. SEGITIGA RESTITUSI
MOCHAMAT KHOLIQ KELAS 324
CGP ANGKATAN-9 KABUPATEN LUMAJANG
AKSI NYATA MODUL 1.4
2. Dr. William Glasser dalam Control Theory (Choice Theory) meluruskan beberapa
miskonsepsi tentang makna control sebagai awal perubahan dalam paradigma belajar
yang selama ini kita Yakini:
1. Ilusi mengontrol murid
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid
tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang
mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengijinkan
dirinya dikontrol. Saat itu bentuk control guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih
murid tersebut. Teori control menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan
bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.
2. Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif/bujukan adalah bentuk-bentuk control. Segala usaha untuk
mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu adalah suatu usaha
untuk mengontrol murid tersebut.
1. PERUBAHAN PARADIGMA BELAJAR
3. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan
menyadarinya dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi murid
tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
3. Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan
karakter.
Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada
identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka.
Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru
untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini karena
seringkali guru cukup menggunakan suara halus untuk menyampaikan pesan
negatif.
1. PERUBAHAN PARADIGMA BELAJAR
4. 4. Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk
membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima,
selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula,
orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka
waktu Panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada
pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991)
mengatakan bahwa,
“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku
Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah
kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir
tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-
aspek tertentu tentang realitas”.
1. PERUBAHAN PARADIGMA BELAJAR
5. 1. PERUBAHAN PARADIGMA BELAJAR
STIMULUS RESPON TEORI KONTROL
Realitas (kebutuhan) kita sama Realitas (kebutuhan) kita berbeda
Semua orang melihat hal yang sama
Setiap orang memiliki gambaran
berbeda
Kita mencoba mengubah orang agar
berpandangan sama dengan kita.
Kita berusaha memahami pandangan
orang lain tentang dunia
Perilaku buruk dilihat sebagai suatu
kesalahan
Semua perilaku memiliki tujuan.
Orang lain bisa mengontrol saya.
Hanya Anda yang bisa mengontrol diri
Anda.
Saya bisa mengontrol orang lain. Anda tidak bisa mengontrol orang lain.
Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal.
Kolaborasi dan konsensus menciptakan
pilihan-pilihan baru.
6. 2. DISIPLIN POSITIF
Arti Disiplin kebanyakan dihubungkan dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan
pada peraturan. Kata disiplin sering dihubungkan dengan hukuman, padahal sungguh
berbeda.
Dalam budaya kita, kata disiplin dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang
pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata
disiplin dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa :
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun
disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan
sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan
self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian
itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 470)
7. 2. DISIPLIN POSITIF
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. Diane menyatakan
bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’.
Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau
murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham
betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga
motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan
mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga
mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk
memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai agar tercapai tujuan
mulia yang diinginkan.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung
jawab terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada
nilai-nilai kebajikan universal.
8. 2. DISIPLIN POSITIF
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan dan
memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. anak-anak
yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa
berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan
universal
Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk
murid-murid yang berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli,
bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar sepanjang hayat sesuai
dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.
9. Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School
Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari
orang lain.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan
menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka
percaya.
3. MOTIVASI PERILAKU MANUSIA
10. Ada 5 kebutuhan dasar manusia
1. Kebutuhan untuk bertahan hidup (survival)
2. Kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima
(love and belonging)
3. Kebutuhan akan kebebasan (freedom)
4. Kebutuhan akan kesenangan (fun)
5. Kebutuhan akan penguasaan (power)
4. KEBUTUHAN DASAR
11. Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School
Discipline (1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau
kembali penerapan disiplin di dalam ruang- ruang kelas mereka
selama ini. Apakah telah efektif, apakah berpusat,
memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana dan
mengapa? Melalui serangkaian riset dan berdasarkan pada teori
Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi
kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan
dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah
Penghukum, Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan
Manajer.
5. POSISI KONTROL RESTITUSI
12. Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-
orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah
memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-
guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata :
“Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu saja salah!” “Selalu, pasti selalu yang terakhir
selesai”
Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil,
yaitu cara dia.
Pembuat Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut.
Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa
tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa
tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
5. POSISI KONTROL RESTITUSI
13. Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap
berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa
negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara
guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor
untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak
membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman
saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang
mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan
tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
5. POSISI KONTROL RESTITUSI
14. Pemantau: Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi,
kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi
pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi.
Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan
hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang
menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang
pemantau: “Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data
yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini
akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau
5. POSISI KONTROL RESTITUSI
15. Manajer:
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan
solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman
maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi
tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka,
mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid
kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya,
maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun
dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan
berkata “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?” “Jika kamu
memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat
mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan
murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.
5. POSISI KONTROL RESTITUSI
16. Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas :
1. Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang
lebih rinci dan konkrit.
2. Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
3. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
4. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah
diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
5. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di
lingkungan tersebut.
6. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan
keyakinankelas lewat kegiatan curah pendapat.
7. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
6. KEYAKINAN KELAS
17. Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah
pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau
di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga
sekolah bisa melihat hasil curah pendapat.
3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan
Sekolah/Kelas’.
Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
Contoh :
Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif : Berjalanlah di kelas atau koridor.
4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat.
6. KEYAKINAN KELAS
18. Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas
dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani
keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di
tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.
6. KEYAKINAN KELAS
19. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga
mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)
Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan
membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus
memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Ciri-ciri restitusi yang membedakan dengan program disiplin lainnya:
Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
Restitusi memperbaiki hubungan
Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri
Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
Restitusi diri adalah cara yang paling baik
Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan
Restitusi fokus pada solusi
Restitusi menguatkan
Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
7. SEGITIGA RESTITUSI
20. Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama
dari Teori Kontrol, yaitu :
7. SEGITIGA RESTITUSI
Langkah Teori Kontrol
1 Menstabilkan Identitas
Stabilize the Identity
Kita semua akan melakukan hal
terbaik yang bisa kita lakukan
2 Validasi Tindakan yang Salah
Validate the Misbehaviour
Semua perilaku memiliki alasan
3 Menanyakan Keyakinan
Seek the Belief
Kita semua memiliki motivasi internal