2. Budaya positif di sekolah merupakan pembentukan karakter bagi
peserta didik yang nantinya dapat menjadi pembiasaan-
pembiasaan positif bagi perserta didik. Contoh budaya positif
tersebut yaitu senyum,salam, sapa, membuang sampah pada
tempatnya berdoa ketika memulai pembelajaran atau melakukan
kegiatan, toleransi, bertanggung jawab, menjaga kelestarian
lingkungan sekolah, sopan santun, disiplin terhadap peraturan
dan tata tertib di sekolah.
3. perubahan
paradigma stimulus
respon kepada teori
kontroL
• Jika kita mau melakukan perubahan yang positif maka mulailah dari diri kita sendiri, karena
seorang pendidik adalah contoh dan teladan bagi peserta didiknya. Pendidik harus dapat
menciptakan suasana kelas yang nayman, kondusif, indah, bersih dan menyenangkan
sehingga peserta didik merasa nyaman untuk melakukan pembelajran erta dapat
mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya
• .walaupun penuh dengan godaan kalau kita memegang teguh apa yang menjadi keyakinan
kita akan tetap dipertahankan. demikian juga budaya positif akan bisa dilakukan kalau
seorang guru bisa konsisten memberikan contoh positif kepada murid dan lingkungan
sekolah.
4. Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk
tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena
murid sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih
murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku
yang tidak disukai.
.
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar
mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka
waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita
atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
.
5. Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid tersebut memilih untuk
tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena
murid sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih
murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap perilaku
yang tidak disukai.
.
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk mempengaruhi murid agar
mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka
waktu tertentu, kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita
atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
.
6. Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.
Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas gagal.
Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka mengembangkan dialog diri
yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang
melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk
menyampaikan pesan negatif.
• Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk membuat
murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat diterima, selama ada
sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan
menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah
hubungan permusuhan akan terbentuk.
7. • merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di
sekolah-sekolah kita. Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik anak untuk
mengontrol diri dan pembentukan kepercayaan diri.
• Sebelum mempelajari Modul 1.4 saya beranggapan bahwa disiplin sangat erat
hubungannya dengan tata tertib, peraturan dan hukuman padahal itu sungguh
berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman,
justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan kalau perlu tidak digunakan sama
sekali.
• Kita cenderung menghubungkan kata 'disiplin' dengan ketidaknyamanan
8. “..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap
atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama
kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana
Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah
paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu
tentang realitas”.
9.
10. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-
nilai yang mereka percaya.
• Motivasi Perilaku Manusia
Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
11. 2. Hukuman , Konsekuensi dan Restitusi
Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu pelanggaran,
tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang tindakan penegakan peraturan
atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya
berbentuk hukuman atau konsekuensi. Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif
yang dinamakan Restitusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka,
sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen;
2004).
12. Perilaku pasif-agresif
meningkat
Sistem tidak akan
berjalan
bila murid tidak takut.
IDENTITAS GAGAL
HUKUMAN
Sesuatu yang menyakitkan
harus terjadi
Tidak nyaman untuk
murid/anak untuk jangka
waktu panjang.
‘Korban’ mendapatkan
keadilan
Murid/anak akan tersakiti.
Berlaku hanya pada sebuah
institusi; tidak berlanjut pada
kehidupan nyata.
“Peraturannya
adalah….kamu
harus..”
Mode Paksaan
Mendorong menyalahkan diri
Konsep Diri Buruk
Stimulus-Respon
Mendorong kepatuhan
Konsep Diri Baik
KONSEKUENSI
Sesuatu harus terjadi
Murid/anak membenci Murid/anak menghormati
peraturan. peraturan.
NEGATIF NETRAL
“Awas kalau dilakukan lagi ya, “Lakukan apa yang
nanti awas kamu” saya katakan”
Murid/anak dibuat tidak
nyaman.
Penguatan hanya bertahan
dalam jangka waktu pendek.
Memerlukan monitoring dan
supervisi terus menerus dari
guru.
Membantu penerapan
mengikuti peraturan dalam
masyarakat.
“Apa peraturannya?”
“Mampukah kamu
melakukannya? Terima
kasih”.
Murid/anak mendapatkan
penguatan.
Masalah terpecahkan.
Murid belajar bertanggung
jawab untuk perilakunya.
IDENTITAS SUKSES
DISIPLIN
RESTITUSI
Restitusi merupakan pilihan
“Apa yang kamu yakini?”
“Apa yang bisa kamu
lakukan untuk memperbaiki
masalah ini?”
Murid/anak menghormati
dirinya dan orang lain.
POSITIF
“Apakah hal ini yang
sesungguhnya ingin kamu
lakukan?”
Teori Kontrol
Mendorong disiplin positif
Konsep Diri Kuat
Tidak nyaman untuk Menguatkan untuk murid/anak murid/anak
untuk jangka waktu dalam jangka waktu panjang. pendek.
‘Korban’ bisa diabaikan. ‘Korban’ mendapatkan ganti.
Fokus pada pemecahan
masalah dalam jangka waktu
panjang.
13. •
“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah kepada anak-anak agar
berperilaku bertanggung jawab, atau kepada seorang murid agar
mempelajari sesuatu yang baru, atau kepada seorang karyawan
agar melakukan pekerjaan yang berkualitas, kita sedang berasumsi
mereka tidak dapat melakukannya, atau mereka tidak akan
memilih untuk melakukannya.”
(Alfie Kohn)
14. •
Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang dari memberi penghargaan
• Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu
yang kita inginkan, dalam jangka waktu pendek.
• ika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan
bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari
dalam.
• Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka
selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita
pun menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.
15. •
• Penghargaan tidak efektif
• Penghargaan Merusak Hubungan
• Penghargaan Mengurangi Ketepatan
• Penghargaan Menurunkan Kualitas
• Penghargaan Mematikan Kreativitas
• Penghargaan menghukum
16. Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-
huruf dan kata-kata, serta menyadari bahwa ia dapat membaca, timbul
pijar di matanya dan sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu
gembira bahwa ia telah mempelajari dan menguasai suatu keterampilan
baru. Kesadaran akan kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca,
sesungguhnya sudah merupakan sebuah penghargaan.
17. •
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk
memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada
kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)
Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid
untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir
tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana
mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
18. •
Melalui restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan
menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk
membuat evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka
lakukan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mendapatkan
kembali harga dirinya. Restitusi tidak hanya menguntungkan
korban, tetapi juga menguntungkan orang yang telah berbuat
salah.
19. •
ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.
1.Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
2.Restitusi memperbaiki hubungan
3.Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
4.Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
5.Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
6.Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan
7.Restitusi menguatkan
8.Restitusi fokus pada solusi
9.Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
20. •
Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas
Keyakinan kelas adalah salah satu disiplin posistif yang bisa kita terapkan dalam
membangun budaya positif di sekolah. Dengan adanya keyakinan kelas di setiap
kelas diharapkan dapat mewujudjkan tujuan pendidikan yang berorientasi kepada
Profil Pelajar Pancasila. Keyakinan kelas haruslah berisi nilai-nilai kebajikan yang
dimiliki dan dilaksanakan oleh warga kelas.
21. •
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah
usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan
apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari
satu kebutuhan dasar kita, yaitu
• kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),
• kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging),
• kebebasan (freedom),
• kesenangan (fun),
• dan penguasaan (power).
Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai
kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal
memenuhi kebutuhan dasar mereka.
22. •
• Diane Gossen dalam bukunya Restitution-Restructuring School Discipline
(1998) mengemukakan bahwa guru perlu meninjau kembali penerapan
disiplin di dalam ruang-ruang kelas mereka selama ini. Apakah telah efektif,
apakah berpusat, memerdekakan, dan memandirikan murid, bagaimana
dan mengapa?
• Teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi
kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam
melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum,
Pembuat Rasa Bersalah, Teman, Pemantau dan Manajer.
23. •
Lima Posisi Kontrol guru :
• Penghukum
• Pembuat Merasa Bersalah
• Teman
• Pemantau
• Manajer
24. • Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka , sehingga bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.
Sedangkan segitiga restitusi adalah sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan
orangtua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi.
• Langkah-langkah segitiga restitusi adalah :
a. Menstabilkan identitas (kita semua akan melakukan hal yang terbaik yang bisa kita lakukan)
b. Validasi tindakan yang salah (semua perilaku memiliki alasan)
c. Menanyakan keyakinan (kita semua memiliki motivasi internal)
25. • Link Video Kegiatan Desiminasi Sosialisai Budaya Positif :
https://drive.google.com/file/d/1qbUlYhlHzyDpAzlmL1gvomqVy3D-
Vt7s/view?usp=share_link