Modul ini membahas aspek hukum lembaga pembiayaan. Jenis-jenis lembaga pembiayaan diantaranya pembiayaan konsumen, sewa guna usaha, anjak piutang, dan modal ventura. Modul ini juga menjelaskan fungsi asuransi dalam mengalihkan risiko dari tertanggung ke penanggung. Unsur-unsur perjanjian asuransi menurut KUHP antara lain adanya kata sepakat, peralihan risiko, pembayaran premi, dan kewaj
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
5,Giri Yogo,Hapzi Ali,Aspek hukum lembaga pembiayaan,Universitas Mercu Buana,2018
1. MODUL PERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
GIRI YOGO DWISASONGKO
ASPEK HUKUM LEMBAGA
PEMBIAYAAN
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Kode MK Disusun Oleh
Pasca Sarjana Akuntansi …. Giri Yogo Dwisasongko
Abstract : Kompetensi
Aspek Hukum Lembaga
Pembiayaan
Mahasiswa mampu menjelaskan
Aspek Hukum Lembaga Pembiayaan
2. 2 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Lembaga Pembiayaan adalah Keputusan Menteri Keuangan RI No. 448/KMK.017/2000
tentang Perusahaan Pembiayaan, memberikan pengertian lembaga pembiayaan sebagai suatu
kegiatan pembiayaan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk
pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya antara kredit konsumsi
dengan pembiayaan konsumen sama saja. Hanya pihak pemberi kreditnya yang berbeda.
Pembiayaan konsumen sebagai salah satu lembaga pembiayaan lebih banyak diminati oleh
konsumen ketika mereka memerlukan barang yang pembayarannya dilakukan secara
angsuran/cicilan. Barang yang menjadi obyek pembiayaan konsumen umumnya adalah barang-
barang seperti, alat-alat elektronik, sepeda motor, komputer dan alat-alat kepentingan rumah
tangga yang menjadi kebutuhan konsumen. Besarnya pembiayaan yang diberikan kepada konsumen
umumnya relatif kecil, sehingga kandungan risiko yang mesti harus dipikul oleh perusahaan
pembiayaan konsumen juga relatif kecil.
Lembaga pembiayaan termasuk bagian dari lembaga keuangan. Dalam melakukan kegiatan
usahanya, lembaga pembiayaan lebih menekankan pada fungsi pembiayaan. Istilah lembaga
keuangan lebih luas dibandingkan dengan lembaga pembiyaan. Lembaga keuangan meliputi:
1. badan usaha yang mempunyai kekayaan dalam bentuk aset keuangan yang disediakan untuk
menjalankan usaha dibidang jasa keuangan termasuk juga pembiayaan.
2. badan usaha yang hanya menjalankan usaha dibidang jasa pembiayaan, menyediakan dana
dan barang modal tanpa menarik dana secara langsung dari masyarakat.
1). Jenis-Jenis Lembaga Pembiayaan
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan. Dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha dari Perusahaan Pembiayaan
antara lain:
1. Sewa guna usaha (leasing) merupakan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa
guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha
(lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. Kegiatan
sewa guna usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi penyewa guna
usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut. Pengadaan
barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang penyewa guna usaha yang
kemudian disewagunausahakan kembali. Sepanjang perjanjian sewa guna usaha (leasing)
masih berlaku, hak milik atas barang modal objek transaksi sewa guna usaha berada pada
perusahaan pembiayaan.
2. Anjak Piutang (Factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Dalam
Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan
Pembiayaan, dijelaskan bahwa kegiatan anjak piutang dilakukan dalam bentuk piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut.
3. 3 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Kegiatan anjak piutang tersebut, dapat dilakukan dalam bentuk anjak piutang tanpa jaminan
dari penjual piutang (without recourse) dan anjak piutang dengan jaminan dari penjual
piutang (with recourse). Anjak piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (without
recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana perusahaan pembiayaan menanggung
seluruh resiko tidak tertagihnya piutang. Sedangkan anjak piutang dengan jaminan dari
penjual piutang (with recourse) adalah kegiatan anjak piutang dimana penjual piutang
menanggung resiko tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada
perusahaan pembiayaan.
3. Usaha kartu kredit (credit card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang
dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Kegiatan usaha kartu kredit dilakukan
dalam bentuk penerbitan kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh pemegangnya untuk
pembelian barang dan/atau jasa. Perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha
kartu kredit, sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran wajib mengikuti ketentuan
Bank Indonesia.
4. Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kegiatan
pembiayaan konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kebutuhan
konsumen yang dimaksud meliputi antara lain pembiayaan kendaraan bermotor,
pembiayaan alat-alat rumah tangga, pembiayaan barang-barang elektronik, dan pembiayaan
perumahan.
5. Modal Ventura (ventura capital) mulai dikenal sejak munculnya Keppres No. 61 tahun 1988
tentang Lembaga Pembiayaan dan disusul dengan keluarnya SK. Menkeu No.
2151/KMK.013/1988 mengenai Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Modal Ventura sesuai dengan Keppres No. 61 Tahun 1988 serta SK. Menkeu No.
1251/KMK.013/1988, pada dasarnya adalah suatu usaha di bidang pembiayaan dalam
bentuk penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) untuk jangka
waktu tertentu. Berbeda halnya dengan pembiayaan kredit melalui perbankan dimana
resiko kegagalan pengembalian kredit ditanggung oleh pihak debitur, risiko kegagalan modal
ventura ditanggung bersama antara Perusahaan Modal Ventura (PMV) dengan PPU. Di
samping itu, perbedaan lain dengan pembiayaan melalui kredit perbankan dengan
pembiayaan melalui modal ventura tidak dibutuhkan adanya jaminan (anggunan) seperti
yang disyaratkan oleh bank. Modal ventura bekerja bukan atas dasar jaminan yang
diberikan tetapi atas dasar penilaian akan berhasil dan berkembangnya kemajuan
usaha yang dijalankan.Anna Maria Wahyu Setyowati, 1998, Tinjauan Yuridis Peranan
Lembaga Modal Ventura Bagi Pengusaha Kecil Menengah, Projustitia Tahun XVI No. 2 April
1998, hlm. 42 Modal ventura pada hakekatnya bersedia membiayai pada tahap-tahap
tertentu dari suatu usaha (Pasal 4 SK. Menkeu No. 1251/KMK.013/1988). Disamping itu,
pembiayaan yang dilakukan PMV pada PPU merupakan pembiayaan dalam bentuk khusus
yakni ikut serta dalam bentuk penyertaan modal yang sifatnya sementara (Pasal 4 ayat (2)
SK. MENKEU No. 1251.013/1988). Keterlibatan PMV dan PPU didasarkan pada adanya suatu
perjanjian yang disebut Perjanjian Modal Ventura.Ibid Perjanjian modal ventura dari segi
hukum adalah perjanjian tentang kegiatan pembiayaan dan pengembangan perusahaan
4. 4 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
antara pihak pemberi dana (PMV) dan pihak penerima dana (PPU). Berdasarkan perjanjian
tersebut pihak pemberi dana membiayai pendirian, pengembangan, perbaikan atau
pengambil alih perusahaan penerima dana melalui penyertaan saham, pinjaman atau jenis
pembiayaan lainnya. Erman Rajagukguk, Beberapa Pemikiran Bagi Penyusunan Aturan
Hukum Modal Ventura, Makalah disampaikan dalam Seminar Aspek-aspek Hukum Modal
Ventura di Indonesia, Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 30
Nopember – 2 Desember 1992, hlm. 3
6. Perdagangan surat berharga (securities company) adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk surat berharga. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, kegiatan perdagangan surat
berharga dikeluarkan dari kegiatan lembaga pembiayaan. Hal ini disebabkan kegiatan
perdagangan surat berharga lebih merupakan lembaga penunjang pasar modal. Dalam lalu
lintas perdagangan terdapat surat-surat berharga yang mudah diperdagangkan, yang
mengandung suatu nilai dan oleh karenanya dapat berpindah-pindah tangan.R. Suryatin,
Hukum Dagang I dan II, Jakarta: Pradnya Paramita, 1982, hlm. 98 Surat-surat berharga
dapat diperdagangkan, yang gunanya untuk memudahkan pemakaian uang yang akan
diterima dari pihak ketiga dan untuk mempermudah penagihan piutang dari pihak ketiga
itu. CST. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: Aksara Baru,
1979, hlm. 127
2). Fungsi Asuransi
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme pengalihan/transfer resiko atau risk transfer
mechanism, yaitu mengalihkan resiko dari satu pihak yaitu tertanggung kepada pihak lain yaitu
penanggung. Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan
pihak penanggung menyediakan fasilitas pengamanan keuangan atau financial security serta
ketenangan atau peace of mind bagi terganggung. Sebagai imbalannya, maka tertanggung wajib
membayarkan premi dalam jumlah yang relative kecil bila dibandingkan dengan potensi kerugian
yang mungkin akan alaminya.
Tujuan Asuransi - Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Ganti Rugi
Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung menderita
kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan tertangung dari
kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri seperti sebelum menderita kerugian.
Jadi tertanggung hanya oleh boleh memperoleh ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya,
artinya tertanggung tidak boleh mencari keuntungan (speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan
penanggung, ia tidak boleh mencari keuntungan atas interst yang ditanggungnya, kecuali
memperoleh baals jasa atau premi.
2. Tujuan tertanggung
5. 5 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Adalah sebagai berikut :
· Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari resiko yang dihadapinya atas kegiatan
usahanya atas harta miliknya.
· Untuk mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang lebih besar dengan resiko yang lebih
besar pula, karena risiko yang benar itu idiambil oleh penanggung.
· Tujuan Penanggung
Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu :
· Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain menyediakan lapangan kerja, apabila
penanggung membutihkan tenaga pembantu.
· Tujuan Khusus, adalah :
· Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau para tertanggung dengan
mangambil alhi risiko yang dihadapi.
· Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan nasabahnya, sehingga lebih berani
mengikatkan usaha yang lebih besar.
· Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi sedikit dari para nasabahnya
sehingga terhimpun dana besar yang dapat digunakan untuk membiayai pembagian Bangsa dan
Negara.
Hukum Asuransi menurut Pasal 246 KUHP
Merupakan perjanjian antara penanggung dan tertanggung dimana seorang penanggung menerima
premi dengan kewajiban memberikan ganti kerugian atas peristiwa belum tentu terjadi.
Unsur-unsur Asuransi Pasal 246 KUHP
1. Suatu perjanjian asuransi muncul karena adanya kata sepakat ,mungkin Sepakat benda /
Syarat-syaratnya
Sepakat :
Para pihak sepakat mengenai benda2 Syarat-syaratnya dan apapun yang terjadi
Jika tidak ada kata sepakat maka perjanjian asuransi batal. Pasal 251 KUHD
2. Adanya peralihan resiko dari seorang tertanggung kepada penanggung
3. Adanya premi dari tertanggung kepada penanggung
4. Adanya peristiwa tidak tertentu/belum pasti
6. 6 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
5. Adanya ganti kerugian sebagai kewajiban penanggung kepada tertanggung atas peristiwa yang
terjadi
Semakin besar resiko yang ditanggung maka besar premi yang di bayar jadi adanya prinsip
keseimbangan
Menurut pasal 1774 KUHPerdata
Perjanjian pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan (Kans Overenkoms/chance
agreatment)
Misalnya :
- Perjanjian pertaruhan / perjudian
- Perjanjian pertanggungan
- Perjanjian seorang mendapat keuntungan seumur hidup
a. Perjanjian pertanggungan masuk perjanjian untung-untungan karena perjanjian ini dikaitkan
pada peristiwa tak tentu secara teori.
Dalam teori pertanggungan termasuk kepada perjanjian untung-untungan karena peristiwn belum
tentu terjadi
b. Perjanjian pertanggungan tidak termasuk perjanjian untung-untungan karena:
1. Adanya premi dan ganti rugi
Jadi adanya keseimbangan hak dan keajiban
2. Unsur kepentingan adalah syarat mutlak
3. Karena apabila terjadi wanprestasi dapat diajukan kepengadilan
Dalam prakteknya tidak semua perjanjian itu termasuk perjanjian untung-untungan karena :
1. Berkaitan dengan peralihan resiko
- Dalam pertanggungan ada peralihan resiko dari tertanggung kepada penanggung dan orang yang
mendapat resiko mendapatkan premi untuk itu adanya keseimbangan antara premi dengan resiko
- Sedangkan dalam pertaruhan tidak ada keseimbangan atau azas keseimbangan resiko itu tidak
terlalu dipentingkan.
2. Dalam pertanggungan harus ada unsur kepentingan jika tidak ada unsur kepentingan maka
perjanjian asuransi batal.
- Dalam pertaruhan tidak ada unsur kepentingan
7. 7 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
3. Setiap pelanggaran dari asuransi para pihak dapat menggugat dan digugat ke pengadilan
Pertaruan tidak dapat digugat ke pengadilan
Isi Pasal 1774 KUHPerdata
1. Merupakan suatu perbuatan hukum
2. Hasil perjanjian itu adalah tentang untung rugi pada suatu pihak / semua pihak
3. Peristiwa tak tentu yang belum mungkin terjadi
Analisis Kasus:Problematika Perusahaan Pembiayaan Konsumen
"Nama saya dipakai untuk mengambil kredit sepeda motor Suzuki Smash melalui Adira Financia oleh
Bapak Yulianto SE, sehingga saat ini saya didatangi petugas dari Adira karena keterlambatan
angsuran bulan Februari dan Maret 2005. Pada satu tahun pertama angsurannya lancar, sehingga
saya tenang-tenang saja. Awal perkenalan saya dengan Bpk. Yuli, bahwa beliau mengaku sebagai
wartawan Solo Pos dan Paranormal dengan menunjukkan kartu Wartawannya. Beberapa bulan
beliau singgah/tinggal di rumah saya. Saya begitu percaya disuruh mengambilkan kredit motor untuk
kelancaran urusan beliau. Pada waktu saya menanyakan alamat rumahnya, malah beliau marah-
marah dan menjadikan putus hubungan dengan keluarga saya. Dan saya tidak pernah tahu di mana
beliau berada. . . ."
Surat pembaca yang ditulis oleh Sukandar, penduduk Nglipar, Gunungkidul ini pernah dimuat di
harian Kedaulatan Rakyat (7/42005). Peristiwa yang dialami oleh Sukandar ini merupakan salah satu
beberapa persoalan yang berasal dari perusahaan pembiayaan konsumen. Masyarakat lebih
mengenalnya perusahaan "pemberi kredit sepeda motor." Penggunaan istilah ini sebenarnya kurang
tepat, karena istilah kredit hanya digunakan dalam istilah perbankan.
Makin berkembangnya kebutuhan masyarakat saat ini yang diikuti dengan kenaikan harga BBM yang
semakin besar, semakin membentuk suatu masyarakat yang materialistik dan konsumtif tapi tidak
diimbangi dengan kemampuan daya beli dari masyarakat itu sendiri.
Dalam kenyataan ini, maka makin pesatlah pertumbuhan lembaga pembiayaan. Mereka
menawarkan jasa memudahkan cara-cara pembiayaan secara mudah dan cepat dengan berbagai
macam penawaran yang menarik. Akan tetapi perlu disadari pula bahwa keberadaan lembaga
pembiayaan ini tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang menawarkan jasa saja, tetapi juga
memiliki motivasi untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya yang berorientasi bisnis.
Dalam kaitan ini, sering muncul sengketa antara konsumen dengan perusahaan pembiayaan yang
berasal dari isi perjanjian yang telah ditandatangani.
Menghadapi berbagai permasalahan ini Lembaga Ombudsman Swasta (LOS) selaku mitra konsumen
8. 8 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
berusaha memecahkan permasalahan ini melalui jalan mediasi maupun litigasi. Kerangka kerja yang
dipakai LOS adalah bersuaha melindungi dan memberdayakan masyarakat sebagai konsumen seperti
yang telah diatur dan dilindungi dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), No. 8,
Tahun 1999.
Beda Pembiayaan Leasing dan Pembiayaan Konsumen
Di dalam arus lalu lintas perekonomian Indonesia, keberadaan lembaga pembiayaan telah diatur di
dalam Keppres No 39 pasal 1 tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan. Dalam pasal 1 angka 4,
Keppres no 39 tahun 1988, jo pasal 11 huruf b Kepmenkeu no 448/KMK.017/ 2000 ini juga diatur
pengertian tentang perusahaan pembiayaan konsumen. Yang dimaksud dengan perusahaan
pembiayaan konsumen adalah: "badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang
khusus didirikan untukmelakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang-bidang usaha lembaga
pembiayaan."
Berdasarkan Keppres ini, kegiatan yang boleh dilakukan oleh lembaga pembiayaan konsumen
meliputi: modal ventura, sewa guna usaha, pembiayaan konsumen, kartu kredit, dan anjak piutang.
Dalam praktik kesehariannya sering kali ditemukan adanya kerancuan antara penggunaan istilah
antara bidang usaha lembaga pembiayaan leasing (sewa guna usaha) dengan pembiayaan konsumen
saja. Padahal, secara yuridis, keduanya memiliki perbedaan yang esensial. Menurut pasal 1 huruf c
Kepmenkeu No 448/ KMK.017/ 2000 tentang Perusahaan Pembiayaan, dikatakan bahwa sewa guna
usaha (leasing) adalah: "kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal baik secara sewa
guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease) untuk digunakan oleh penyewa usaha (lease) selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala."
Sementara dari pasal 1 huruf g Kepmenkeu No 448/ KMK.017/ 2000 disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan pembiayaan konsumen adalah "kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala konsumen."
Dengan melihat pada esensinya, maka kuranglah tepat untuk menyebut pembiayaan yang dilakukan
oleh lembaga pembiayaan atas sebuah kendaraan bermotor yang dibeli oleh seorang konsumen
dengan tujuan untuk dimiliki dan digunakan secara pribadi sebagai leasing atau sewa guna usaha.
Pada dasarnya untuk dapat memperoleh atau mendapatkan sesuatu (barang) seseorang atau
perusahaan dapat menggunakan tiga cara, yaitu: (a) membeli tunai; (b) meminjam dana di bank
untuk membeli barang; atau (c) memperoleh barang dengan pembiayaan leasing.
Memperoleh barang dengan pembiayaan leasing adalah alternatif yang saat ini cukup banyak dipilih
oleh seseorang maupun perusahaan. Pembiayaan dengan leasing berkaitan dengan bisnis
pembiayaan dan keberadaan perusahaan pembiayaan (multifinance)
Penggunaan istilah lain yang dirasa cukup mengganggu adalah penggunaan kata kredit dalam
kegiatan pembiayaan konsumen ini. Istilah "kredit" ini dipakai untuk menyebut pengucuran dana
atau pemberian pinjaman uang oleh perusahaan pembiayaan untuk membeli kendaraan bermotor
yang digunakan konsumen beserta cara pengembaliannya. Sesungguhnya, proses ini lebih tepat
disebut sebagai pemberian pinjaman dengan sistem angsuran, karena secara yuridis istilah
pemberian kredit hanya digunakan untuk menyebut proses pemberian pinjaman uang dari bank
kepada nasabah. Sementara itu di dalam Keppres No 39 tahun 1988 jo Kepmenkeu 448/ KMK.017/
2000, sudah dinyatakan dengan tegas bahwa perusahaan pembiayaan bukan merupakan bank.
Sayangnya, selama ini masyarakat masaih salah memahaminya sebagai sebuah "kredit".
Pengertian Pembiayaan Konsumen
Semenjak Keppres No 39 tahun 1988 diberlakukan, terhitung sudah lebih dari 17 tahun ketentuan ini
9. 9 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
menjadi payung hukum bagi keberadaan Lembaga Pembiayaan di Indonesia. Akan tetapi, selama itu
pula ketentuan ini meninggalkan berbagai permasalahan yang selalu muncul di masyarakat. Dalam
data yang dimiliki oleh LOS, salah satu contoh kasus yang sering diterima dan masuk adalah
pembiayaan pembelian sepeda motor kepada konsumen.
Pada kasus tersebut, perlu ditelusuri sejauh mana kedua belah pihak melakukan perjanjian antara
konsumen dengan perusahaan, karena secara umum perjanjian yang digunakan tersebut telah
dibuat secara standar atau baku oleh pihak perusahaan pembiayaan. Dalam praktik kesehariannya
banyak konsumen yang mengeluh karena tidak punya kesempatan untuk membaca dan memahami
isi perjanjian itu. Mereka hanya diberikan setumpuk perjanjian untuk ditandatangani, tanpa melalui
proses perundingan dan pemberian penjelasan yang memadai kepada konsumen.
Klausul Baku
Salah satu klausul baku yang sering dimuat dalam perjanjian pembiayaan konsumen adalah
pemberian kuasa dari pihak konsumen selaku debitur kepada pihak perusahaan pembiayaan selaku
kreditur untuk menarik kembali kendaraan bermotor yang menjadi objek perjanjian pembiayaan
konsumen manakala debitur wanprestasi atau lalai. Biasanya hal itu terjadi karena si debitur tidak
dapat berprestasi. Misalnya, debitur terlambat melakukan pembayaran angsuran lebih dari sekali,
ditambah dendanya dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini mengakibatkan ditariknya kendaraan
bermotor itu.
Berkaitan dengan pencantuman klausul penarikan kendaraan bermotor, isi perjanjian ini sebenarnya
telah melanggar ketentuan pasal 18 ayat 1 huruf a UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Menurut pasal tersebut, suatu perjanjian tidak dibenarkan berisi suatu syarat pemberian
kuasa pada salah satu pihak untuk melakukan perbuatan sepihak. Berdasar pasal ini, maka klausul
baku yang ada di dalam perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Konsekuensi dari suatu
perjanjian yang dinyatakan batal demi hukum yaitu bahwa sejak awal perjanjian itu dibuat sudah
dianggap tidak pernah lahir, alias tidak pernah ada.
Selain dinyatakan batal demi hukum, pelaku usaha atau pengurus yang merumuskan klausul baku
juga dapat dikenakan sanksi pidana. Menurut ketentuan pasal 61 sampai 63 UUPK, sanksi pidana
yang dikenakan dapat berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda maksimal Rp.
2.000.000 (dua miliar rupiah)!
Pemberian sanksi ini juga disertai dengan beberapa hukuman tambahan misalnya perampasan
barang tertentu, pembayaran ganti rugi dan lain-lain. Pembatalan perjanjian yang mengandung
klausul baku juga dikuatkan oleh ketentuan dalam KUH Perdata tentang sahnya perjajian. Telah
diuraikan pada tulisan sebelumnya tentang syarat atau sebab halal bagi suatu perjanjian supaya
dapat dianggap sah atau legal. Sebab yang halal itu meliputi: (a). tidak dilarang oleh undang -undang;
(b). tidak berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Dengan dilanggarnya ketentuan
dalam UUPK dan KUH Perdata, maka perjanjian ini batal demi hukum.
Sehubungan dengan persoalan yang melingkupi pembiayaan konsumen, maka langkah yang perlu
segera dilakukan adalah menghentikan praktik-praktik perumusan klausula baku yang dilakukan oleh
perusahaan pembiayaan konsumen. Selain itu, perlu juga dilakukan pendidikan konsumen.
Konsumen perlu menyadari pentingnya memahami dengan sungguh-sungguh isi perjanjian sebelum
ia menandatanganinya. Yang tak kalah pentingnya juga perlu ada pembenaran penggunaan istilah
"kredit sepeda motor", karena istilah kredit hanya berlaku pada dunia perbankan
10. 10 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
sumber : http://bul-ombudsman.blogspot.co.id/2006/03/analisis-kasusproblematika-
perusahaan.html