1. MODUL PERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
GIRI YOGO DWISASONGKO
TINDAK PIDANA PENCUCIAN
UANG
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Kode MK Disusun Oleh
Pasca Sarjana Akuntansi …. Giri Yogo Dwisasongko
Abstract : Kompetensi
Tindak Pidana Pencucian Uang Mahasiswa mampu menjelaskan
Tindak Pidana Pencucian Uang
2. 2 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
A. Pengertian Pencucian Uang
Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul uang/dana atau Harta Kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai
transaksi keuangan agar uang atau Harta Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari
kegiatan yang sah/legal.
Inti dari pencucian uang adalah "mencuci " uang kotor yang didapat dari kegiatan ilegal atau hasil
kejahatan seperti mencuri, merampok, menipu, korupsi, bisnis ilegal agar setelah di "cuci" uang
tampak bersih dan (seakan akan) diapat dengan cara yang legal dan halal.
B. Metode
Pencucian Uang umumnya dilakukan melalui tiga langkah tahapan:
• Langkah pertama yakni uang/dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak
pidana/kejahatan diubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan kecurigaan
melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai cara (tahap
penempatan/placement)
• Langkah kedua adalah melakukan transaksi keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim
dengan tujuan memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening
sehingga sulit untuk dilacak asal muasal dana tersebut yang dengan kata lain
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut
(tahap pelapisan/layering)
• Langkah ketiga (final) merupakan tahapan di mana pelaku memasukkan kembali dana yang
sudah kabur asal usulnya ke dalam harta kekayaan yang telah tampak sah baik untuk
dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun
keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegaiatan bisnis yang sah ataupun untuk
membiayai kembali kegiatan tindak pidana (tahap integrasi)
C. Hukum Pencucian Uang di Indonesia
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam
tiga tindak pidana:
1. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan,membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain
atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
(sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
Harta Kekayaan dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah).
Contoh kasusnya
3. 3 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Pembelian Saham Maskapai Penerbangan Nasional Garuda Indonesia oleh Muhammad
Nazarudin, dimana pembelian saham yang dilakukannya hanya perusahaan-perusahaan
dilingkungan saja dengan tawaran lebih tinggi. Nazarudin melakukan ini untuk menyimpan
uangnya ke dalam sistem yang lebih aman dan berorientasi untuk mendapatkan keuntungan
yang berlipat ganda.
2. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat
(1) UU ini) dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
Contoh kasusnya
Misalnya Penyamaran dana yang dilakukan oleh si X yang merupakan karyawan Bank. Dalam
kasus tersebut, X melakukan perbuatan Tindak Pidana penggelapan dana nasabahnya
dengan mengalihkan dana nasabah ke tabungannya dan seterusnya. Selanjutnya, dana
tersebut ditransfer ke beberapa tabungan adik, ibu serta suaminya. Selain itu dana tersebut
dipakai untuk membeli barang-barang seperti apartemen dan mobil. Atas perbuatan
tersebut, maka X telah menyamarkan asal-usul uang hasil penggelapan tersebut.
3. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam Pasal 5
Setiap orang yang menerima, atau menguasai, penempatan, pentransferan,
pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini)
dipidana karena Tindak Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar.
Melanjutkan contoh kasus dari poin 2 di atas, maka adik, ibu beserta suaminya yang
menerima transferan dari X dan menikmatinya dengan dipakai untuk membeli beberapa barang
seperti apartemen dan mobil, maka juga dapat dikenakan Pasal 5 Undang-undang ini, karena
mereka telah menerima uang yang baik diketahui atau seharusnya patut diduga bahwa
uang tersebut adalah hasil tindak pidana.
* Sanksi bagi pelaku tindak pidana pencucian uang adalah cukup berat, yakni dimulai
dari hukuman penjara paling lama maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10
miliar rupiah.
D. Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
4. 4 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang (UU 8/2010), Indonesia berusaha memenuhi 2
pilar prevention dan enforcement.
Pemenuhan pilar prevention:
1. Pemenuhan elemen customer due diligence terlihat dari diaturnya tentang Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa dalam UU 8/2010 yang diatur di Pasal 18 sampai Pasal 22. Pada
pasal-pasal tersebut diatur bagaimana penyedia jasa keuangan dan penyedia barang/jasa
lainnya ikut berperan serta dalam upaya mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang
dengan berkewajiban “mengenal pengguna jasa” ketika melakukan kegiatan transaksi
dengan nasabah/pelanggan-nya.
2. Pemenuhan elemen reporting terlihat dari diaturnya mengenai pelaporan transaksi
keuangan dalam UU 8/2010 yang diatur di Pasal 23 sampai Pasal 30. Di dalam pasal-pasal
tersebut, dijelaskan mengenai kewajiban penyedia jasa keuangan untuk melaporkan kepada
PPATK berupa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi
Keuangan Tunai (LTKT), dan Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana dari dan ke Luar
Negeri, kemudian kepada penyedia barang/jasa lainnya diwajibkan melaporkan setiap
transaksi yang sedikitnya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pemenuhan elemen
Pelaporan juga terlihat dari diaturnya mengenai pembawaan uang tunai ataupun instrumen
pembayaran lain dari/ke dalam daerah kepabeanan Indonesia dalam Pasal 34 sampai Pasal
36 UU 8/2010, di mana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dilibatkan
Pemenuhan pilar enforcement:
1. Pemenuhan elemen predicate crime terlihat dalam Pasal 2 UU 8/2010, dalam pasal tersebut
dicantumkan 26 jenis tindak pidana yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana asal bagi
terjadinya pencucian uang, ditambah dengan tindak pidana lain yang diancam dengan
penjara 4 tahun atau lebih. Tindak pidana asal merupakan tindak pidana yang mendasari
suatu tindak pidana pencucian uang.
2. pemenuhan elemen investigation. Dalam UU 8/2010 diatur mengenai siapa saja pihak-pihak
yang berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang, diantaranya
Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”), Badan Narkotika Nasional
(“BNN”), serta Dirjen Pajak dan Dirjen Bea dan Cukai
Penjelasan mengenai pemenuhan pilar prevention dan enforcement dalam UU 8/2010 di
atas menggambarkan bahwa secara hukum, Indonesia telah berupaya serius untuk melakukan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. UU 8/2010 merupakan amandemen
dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 (UU 15/2002) sebagaimana telah diubah dengan
5. 5 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 (UU 25/2003) sebagai bentuk penyempurnaan dari
ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang
sebelumnya—penyempurnaan tersebut seperti yang terdapat pada Penjelasan UU 8/2010, yaitu:
redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang; penyempurnaan
kriminalisasi tindak pidana pencucian uang; pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan
sanksi administratif; pengukuhan penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa; penetapan mengenai
jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya; penataan mengenai pengawasan
kepatuhan; pemberian kewenangan kepada pihak pelapor untuk menunda transaksi; perluasan
kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen
pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean; pemberian kewenangan kepada penyidik
tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang; perluasan instansi yang
berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK; penataan kembali kelembagaan PPATK;
penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;
penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang; dan pengaturan
mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.
Contoh kasus:
Kepala PPATK: Bos First Travel Lakukan Pencucian Uang
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengungkapkan adanya dugaan tindak pidana
pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh pasangan pemilik First Travel, Andika
Surachman dan Anniesa Hasibuan. Hal itu dia ungkap berdasarkan hasil penelusuran dan
analisis aliran dana dari dua rekening milik perusahaan tersebut. "Kalau ada upaya untuk
menyamarkan dana hasil kejahatan ya itu TPPU. Mestinya ada TPPU-nya," ujar Kiagus saat
ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2017).
Kiagus mengatakan, hasil penelusuran dan analisis itu telah diserahkan ke penyidik
Bareskrim Mabes Polri. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Kiagus Ahmad Badaruddin saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin
(28/8/2017). (KOMPAS.com/Kristian Erdianto) Sebagian dana yang ada di rekening
digunakan untuk kepentingan bisnis perjalanan umrah dan haji. Selain itu, ada juga aliran
dana yang digunakan untuk investasi bisnis dan kepentingan pribadi.
Meski demikian, Kiagus tidak bisa menyebutkan besarnya nilai aliran dana yang telah
digunakan tersebut. "Secara tepat saya sulit untuk mengungkapkannya. Namanya tentu nggak
hapal. Tapi penggunaannya itu ada untuk memberangkatkan jemaah. Ada yang untuk
investasi. Ada juga digunakan untuk keperluan pribadi tersangka," tuturnya. Secara terpisah,
Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Yenti Garnasih meminta Polri segera
mengenakan pasal pencucian uang kepada ketiga tersangka, yakni Andika Surachman,
Anniesa Hasibuan dan Siti Nuraidah Hasibuan untuk mempermudah penelusuran aset. (baca:
Polri Diminta Segera Jerat Bos First Travel Pasal Pencucian Uang) Dia meyakini aset bos
First Travel sudah menyebar ke mana-mana hingga luar negeri. "Melacaknya lebih mudah
daripada pakai undang-undang penipuan dan penggelapan," ujar Yenti. Yenti menduga
sebagian dana calon jemaah itu diinvestasikan ke luar negeri. Jika tersangka telah dikenakan
sangkaan mencuci uang, maka akses polisi lebih luas untuk meminta penelusuran PPATK
6. 6 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
dan otoritas analisis keuangan di luar negeri. "Harus pakai TPPU ya, karena dia himpun dana
masyarakat banyak banget yang belum dikembaliin. Sampai Rp 1 triliun kan," kata Yenti.
(baca: Hidup Mewah, Bos First Travel Dikawal Bodyguard dan Diantar Hummer)
Sebelumnya, penyidik menetapkan Direktur Utama First Travel Andika Surachman dan
istrinya, Anniesa Hasibuan, sebagai tersangka. Modusnya, yakni menjanjikan calon jemaah
untuk berangkat umrah dengan target waktu yang ditentukan. Hingga batas waktu tersebut,
para calon jemaah tak kunjung menerima jadwal keberangkatan. Bahkan, sejumlah korban
mengaku diminta menyerahkan biaya tambahan agar bisa berangkat. Dalam pengembangan
kasus, polisi juga menjerat adik Anniesa, Siti Nuraidah Hasibuan alias Kiki Hasibuan selaku
Direktur Keuangan sekaligus Komisaris First Travel. Menurut polisi, jumlah korban yang
belum diberangkatkan agen perjalanan First Travel sebanyak 58.682 orang. Mereka adalah
calon jemaah yang sudah membayar paket promo Rp 14,3 juta per orang dalam periode
Desember 2016 hingga Mei 2017. Kalau dihitung kerugiannya, untuk yang paket saja
mencapai Rp 839.152.600.000. Selain itu, sejumlah calon jemaah ada yang masih diminta
membayar carter pesawat sebesar Rp 2,5 juta sehingga jumlah penambahan itu sebesar Rp
9.547.500.000. Jika ditotal menjadi Rp 848.700.100.000. Jumlah tersebut belum termasuk
utang-utang yang belum dibayar First Travel ke sejumlah pihak. First Travel belum
membayar provider tiket penerbangan sebesar Rp 85 miliar. Kedua tersangka juga belum
membayar tiga hotel di Mekkah dan Madinah dengan total Rp 24 miliar. Kemudian, utang
pada provider visa untuk menyiapkan visa jemaah sebesar Rp 9,7 miliar.
sumber : https://nasional.kompas.com/read/2017/08/28/16451231/kepala-ppatk-bos-first-
travel-lakukan-pencucian-uang