Dokumen tersebut membahas cara menghitung pajak penghasilan badan dan orang pribadi dengan menjelaskan metode penghitungan berdasarkan pencatatan dan pembukuan, serta mendefinisikan tarif-tarif dan fasilitas yang berlaku. Juga dijelaskan metode penyusutan dan amortisasi aset menurut akuntansi komersial dan peraturan perpajakan.
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
Persediaan dan penyusutan -- Accounting Tax
1. Bahan Ajar:
CARA MENGHITUNG PPh BADAN dan ORANG PRIBADI
1. dengan Dasar Pencatatan
a. Norma Penghitungan Penghasilan Neto
2. dengan Dasar Pembukuan
a. Metode Pencatan Persediaan
b. Metode Penyusutan menurut Fiskal
— Depresiasi
— Amortisasi
3. Tarif PPh & Fasilitas PPh
3. Klasifikasi Cara
Penghitungan Pajak
Dalam Negeri
Wajib Pajak
Pembukuan
Ph. KP = Ph. Bruto – Biaya Pengurang
Luar Negeri
Pencatatan BUT WP LN lainnya
Ph. KP = Ph. Bruto x Norma Penghitungan
Ph. KP = Ph. Bruto – Biaya Pengurang
Pajak = Tarif x Ph. KP
Pajak = Tarif x Ph. KP
Pajak = Tarif x Ph. KP
Pajak = Tarif x Ph. Bruto
4. Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang
diterbitkan oleh DJP dan disempurnakan terus-menerus
Norma
Penghitungan
Ph. Neto
a. Tidak terdapat dasar penghitungan yang lebih baik (tidak terdapat
pembukuan yang lengkap), atau
b. Pembukuan/catatan peredaran bruto WP ternyata diselenggarakan
secara tidak benar.
digunakan
dalam hal
Pengguna
a. Melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, dan
b. Peredaran bruto dalam 1 tahun kurang dari Rp 4,8 milyar.
syarat
Wajib Pajak Orang Pribadi
yang
a. Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan
pertama dari tahun pajak bersangkutan, dan
b. Menyelenggarakan Pencatatan.
5. Metode Penilaian Harta
No Transaksi Nilai yang Digunakan
a Jual-beli harta Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan/diterima
b Jual-beli harta (hubungan istimewa) Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan/diterima
c Tukar-menukar harta
Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan/diterima, atau
berdasarkan harga pasar
d
Likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan usaha (take over)
Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan/diterima, atau
berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan
e
Pengalihan harta memenuhi Ps. 4 ayat (3)
huruf a, b (hibah, bantuan, sumbangan ke
organisasi yang ditetapkan Pemerintah;
warisan)
Nilai Buku sisa dari pihak yang melakukan pengalihan, atau
nilai yang ditetapkan Dirjen Pajak
f
Pengalihan harta tidak memenuhi Ps. 4
ayat (3) huruf a (hibah, bantuan,
sumbangan ke organisasi yang ditetapkan
Pemerintah)
Nilai Pasar harta tersebut
g Penyertaan modal / saham Nilai Pasar harta tersebut
h Persediaan
Harga Perolehan dengan metode FIFO (First In First Out), atau
rata-rata (average)
6. Penilaian Persediaan – Metode Average
1. Persediaan Awal 100 satuan @ Rp 9.000
2. Pembelian 50 satuan @ Rp 12.000
3. Pembelian 100 satuan @ Rp 11.000
4. Dipakai/Dijual 110 satuan
5. Dipakai/Dijual 120 satuan
KASUS
Average
No Input Output Saldo/Persediaan
a - - 100 @ Rp 9.000 = Rp 900.000
b 50 @ Rp 12.000 = Rp 600.000 -
150 @ Rp 10.000 = Rp 1.500.000
{(900rb + 600rb)/150 = Rp 10.000}
c 100 @ Rp 11.000 = Rp 1.100.000 -
250 @ Rp 10.400 = Rp 2.600.000
{(2.600rb + 1.100rb)/250 = Rp 10.400}
d - 110 @ Rp 10.400 = Rp 1.144.000 140 @ Rp 10.400 = Rp 1.456.000
e - 120 @ Rp 10.400 = Rp 1.248.000 20 @ Rp 10.400 = Rp 208.000
7. Penilaian Persediaan – FIFO
1. Persediaan Awal 100 satuan @ Rp 9.000
2. Pembelian 50 satuan @ Rp 12.000
3. Pembelian 100 satuan @ Rp 11.000
4. Dipakai/Dijual 110 satuan
5. Dipakai/Dijual 120 satuan
KASUS
FIFO
No Input Output Saldo/Persediaan
a - - 100 @ Rp 9.000 = Rp 900.000
b 50 @ Rp 12.000 = Rp 600.000 -
100 @ Rp 9.000 = Rp 900.000
50 @ Rp 12.000 = Rp 600.000
c 100 @ Rp 11.000 = Rp 1.100.000 -
100 @ Rp 9.000 = Rp 900.000
50 @ Rp 12.000 = Rp 600.000
100 @ Rp 11.000 = Rp 1.100.000
d -
100 @ Rp 9.000 = Rp 900.000
10 @ Rp 12.000 = Rp 120.000
40 @ Rp 12.000 = Rp 480.000
100 @ Rp 11.000 = Rp 1.100.000
e -
40 @ Rp 12.000 = Rp 480.000
80 @ Rp 11.000 = Rp 880.000
20 @ Rp 11.000 = Rp 220.000
8. Metode Penyusutan menurut Akuntansi
Komersial
Dasar Waktu
Metode Garis
Lurus
Metode jumlah
angka tahun
Dasar Kriteria Lainnya
Metode
Pembebanan
Menurun
Dasar Penggunaan
Metode saldo
menurun/saldo
menurun ganda
Metode
Jam Jasa
Metode
Unit
Produksi
9. Metode Penyusutan menurut Fiskal
Aset Berwujud
Aset
Bangunan
Depresiasi
Aset Tak Berwujud
Bukan Bangunan
Metode Garis Lurus
Amortisasi
Metode Saldo
Menurun
Metode Garis Lurus Metode Garis Lurus
Metode Saldo
Menurun
Metode Satuan
Produksi
Selain Hak
Penambangan
Hak Penambangan
10. Komersial vs Fiskal
Metode: Garis Lurus Metode: Garis Lurus
Pembebanan Menurun Menurun
(Jumlah Angka Tahun, Menurun, Satuan Produksi
Saldo Menurun Ganda
Jam Jasa
Unit Produksi
- Harta Berwujud
BANGUNAN
1. Bangunan Permanen % dikenakan berdasarkan masa manfaat menggunakan metode garis lurus, dan
(Gedung, Pabrik, % sdh ditentukan 5%
Rumah)
2. Bangunan Tdk % dikenakan berdasarkan masa manfaat menggunakan metode garis lurus, dan
Permanen (barak, asrama) % sdh ditentukan 10%
BUKAN BGNAN
(Kel. Aktiva diatur mnrt % dikenakan berdasarkan masa manfaat sdh diatur menurut masa manfaat
PMK-96/PMK.03/2009) Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok 1 25% 50%
Kelompok 2 12,5% 25%
Kelompok 3 6,25% 12,5%
Kelompok 4 5% 10%
- Harta tak berwujud % dikenakan berdasarkan masa manfaat sdh diatur menurut masa manfaat
(HGU, HGB, HP, goodwill) Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok I 25% 50%
Kelompok II 12,5% 25%
Kelompok III 6,25% 12,5%
Kelompok IV 5% 10%
bidang Penambangan minyak dan gas bumi:
Hak Penguasahaan Hutan (HPH):
= (produksi tahun ini/taksiran produksi dalam konsesi HPH)
X 100%, maksimum 20%
Hak Penambangan selain minyak dan gas bumi:
= (produksi tahun ini/taksiran deposit mineral yg bs ditambang)
X 100%, maksimum 20%
-
= (produksi tahun ini/taksiran deposit minyak mentah (gas bumi)
yg bisa ditambang) x 100%
Uraian
Masa Manfaat
4 tahun
16 tahun
20 tahun
4 tahun
Masa Manfaat
8 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
Komersial Fiskal
11. Komersial vs Fiskal
Kendaraan Sedan atau sejenisnya milik perusahaan
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar
50%, dr jmlh biaya perolehan atau pembelian atau
perbaikan besar mll penyusutan aktiva tetap kelomp.
II
Uraian Komersial Fiskal
-
Beda Teta p Beda Wa ktu
Menurut Akunta ns i komers i a l mrpkn
pengh. s dgkn mnrt ketentua n PPh bkn
pengh. Mi s a l nya di vi den yg di teri ma
PT s bg WP DN dr penyerta a n moda l
s ebes a r 25%/l ebi h pd bdn us a ha yg
di di ri ka n da n berkeduduka n di
Indones i a .
beda wa ktu mrpkn metode yg
di guna ka n a nta ra a kunta ns i
komers i a l denga n ketentua n
fi s ka l , mi s : metode
penyus uta n, metode peni l a i a n
pers edi a a n, penyi s i ha n
pi uta ng ta k terta gi h, ru-l a ba
s el i s i h kurs , ds b.
Menurut a kuta ns i komers i a l mrpkn
pengh., s dgkn mnrt ketentua n PPh
tel a h di kena ka n PPh yg bers i fa t fi na l .
Pengh. Ini di kena ka n pa ja k ters endi ri
(fi na l ) s hg di pi s a hka n (tdk perl u
di ga bung) dg pengh. La i nnya dl m
menghi tung PPh yg teruta ng. Mi s .
Pengh. a ta s bunga depos i to a ta u ta b
l a i nnya yg tel a h di potong PPh Fi na l
ol eh ba nk s ebes a r 20%.
Mnrt a kuta ns i komers i a l mrpkn
beba n (bi a ya ) s dgkn mnrt ketentua n
PPh tdk dpt di beba nka n (Ps l 9 UU
PPh), mi s a l nya s a nks i perpa ja ka n
12. Tarif Depresiasi
Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat
Tarif Depresiasi
Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
25%
12,5%
6,25%
5%
50%
25%
12,5%
10%
II. Bangunan
Permanen
Tidak Permanen
20 tahun
10 tahun
5%
10%
-
13. Contoh Penghitungan Depresiasi
PT. USAHA memiliki aset sebagai berikut :
a. gedung harga perolehan Rp 1 milyar (masa manfaat 20 tahun)
b. mobil harga perolehan Rp 240 juta (mobil termasuk kelompok 1)
Berapa biaya depresiasi yang dapat dibebankan PT. USAHA tiap tahunnya?
KASUS
Garis Lurus
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
Harga Perolehan Rp 240.000.000
1 50% 50% x Rp 240.000.000 = Rp 120.000.000 Rp 120.000.000
2 50% 50% x Rp 120.000.000 = Rp 60.000.000 Rp 60.000.000
3 50% 50% x Rp 60.000.000 = Rp 30.000.000 Rp 30.000.000
4 sekaligus Rp 30.000.000 Rp 0
Saldo Menurun
Gedung
Harga perolehan Rp 1.000.000.000
Depresiasi per tahun = (Rp 1 milyar / 20 thn) = Rp 50.000.000
Mobil
Harga perolehan Rp 240.000.000
Depresiasi per tahun = (Rp 240 juta / 4 thn) = Rp 60.000.000
Jumlah Depresiasi/tahun = Rp 110.000.000
+
Mobil
Gedung Hanya diperbolehkan dengan metode garis lurus
14. Tarif Amortisasi
Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat
Tarif Amortisasi
Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
4 tahun
8 tahun
16 tahun
20 tahun
25%
12,5%
6,25%
5%
50%
25%
12,5%
10%
Hak
Penambangan
Jumlah penambangan/penebangan
Taksiran jumlah deposit
X 100 %Tarif Amortisasi =
Jumlah penambangan/penebangan
Taksiran jumlah deposit
X 100 %Tarif Amortisasi =
Bidang Minyak &
Gas Bumi
Selain Bidang Minyak &
Gas Bumi
Hak Pengusahaan Hutan
Hak Pengusahaan
Sumber Alam maksimal tarif 20% per tahun
15. PT. TAMBANG memiliki aset tak berwujud sebagai berikut :
a. biaya pendirian perusahaan senilai Rp 500 juta (kelompok 1), perusahaan memilih metode
garis lurus.
b. biaya perolehan hak penambangan batubara dengan deposit 50 juta ton sebesar Rp 2 milyar.
c. selama 3 tahun perusahaan memproduksi:
2008 produksi 400.000 ton
2009 produksi 11.500.000 ton
2010 produksi 900.000 ton
Berapa biaya amortisasi masing-masing aset tak berwujud PT. TAMBANG untuk tiap tahun?
Contoh Penghitungan Amortisasi
KASUS
Biaya Pendirian
Perusahaan
Tahun
Jumlah Produksi
(1)
Jumlah Deposit
(2)
Amortisasi
(3) = (1) : (2) x Biaya
2008 400.000 ton 50.000.000 ton 0,8% x Rp 2 milyar = Rp 16.000.000
2009 11.500.000 ton 50.000.000 ton 20% x Rp 2 milyar = Rp 400.000.000
2010 900.000 ton 50.000.000 ton 1,8% x Rp 2 milyar = Rp 36.000.000
Hak
Penambangan
Nilai Aset Rp 500.000.000
Amortisasi per tahun = (Rp 500 juta x 25%) = Rp 125.000.000
Tarif amortisasi tahun 2009 seharusnya 23% (11,5 juta / 50 juta), namun Hak
Penambangan selain minyak & gas bumi tarif maksimal yang dizinkan adalah 20%.
(Pasal 11A ayat (5) UU PPh)
!
16. Penerapan PTKP ditentukan oleh Keadaan pada Awal Tahun Kalender
atau
Awal Bulan dari Bagian Tahun Kalender
Penghasilan Tidak Kena Pajak
UU No. 7
Tahun1983
UU No. 10
Tahun 1994
UU No. 17
Tahun 2000
564/KMK.03/2
004
137/PMK.05/2
005
UU No. 36
Tahun 2008
SE-51/PJ/
2013
Untuk diri Wajib
Pajak (WP)
Rp. 960.000 Rp. 1.728.000 Rp. 2.880.000 Rp. 12.000.000 Rp. 13.200.000 Rp. 15.840.000 Rp. 24.300.000
Tambahan
untuk WP
kawin
Rp. 480.000 Rp. 864.000 Rp. 1.400.000 Rp. 1.200.000 Rp. 1.200.000 Rp. 1.320.000 Rp. 2.025.000
Tambahan
untuk seorang
isteri yang
penghasilannya
digabung
dengan
penghasilan
suami
Rp. 960.000 Rp. 1.728.000 Rp. 2.880.000 Rp. 12.000.000 Rp. 13.200.000 Rp. 15.840.000 Rp. 24.300.000
Tambahan
untuk keluarga
sedarah dan
semenda
dalam garis
keturunan lurus
paling banyak 3
orang
Rp. 480.000 Rp. 864.000 Rp. 1.400.000 Rp. 1.200.000 Rp. 1.200.000 Rp. 1.320.000 Rp. 2.025.000
Berlaku Sejak
1 Januari
1984
1 Januari 1995 1 Januari 2001 1 Januari 2005 1 Januari 2006 1 Januari 2009 1 Januari 2013
17. No Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
1 s.d. Rp 50.000.000 5%
2 di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%
3 di atas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 20%
4 di atas Rp 500.000.000 30%
PPh Orang Pribadi
PPh Badan
No Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tahun
2000
Tahun
2009
Tahun
2010
1 s.d. Rp 50.000.000 10%
28% 25%2 di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000 15%
3 di atas Rp 100.000.000 30%
Tarif Pajak
Fasilitas
Pengurangan
(Ps. 31E)
WP Badan Dalam Negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50 milyaruntuk
Tarif PPh = 50% x Tarif Ps. 17
(untuk bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 milyar)
berupa
18. Contoh Penghitungan –
Fasilitas Tarif Pajak
Peredaran bruto PT. YETT dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp 30 milyar. PT. YETT dalam
tahun pajak tersebut memperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3 milyar.
Berapa pajak terutang PT. YETT untuk tahun pajak 2010?
KASUS
PENGHITUNGAN
1) Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
2) Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp 3.000.000.000 – Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000
Pajak Penghasilan yang terutang:
— (50% x 25%) x Rp 480.000.000 = Rp 60.000.000
— 25% x Rp 2.520.000.000 = Rp 630.000.000
Jumlah PPh terutang Rp 690.000.000
Rp 30 milyar
Rp 4,8 milyar
x Rp 3 milyar Rp 480.000.000