2. Latar Belakang
Mengacu teori George Terry tentang ‘manajemen’ (Planing,
Organizing, Actuating, dan Controlling), tugas Inspektorat
Jenderal adalah menjalankan fungsi manajemen
‘controlling’.
Ciri bangsa yang sudah maju antara lain adalah
menjalankan peran ‘pengawasan’ secara kuat. Seluruh
sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara terkontrol
scr baik. Seluruh aparatur negara, swasta, dan masyarakat
(3 pilar Good Governance) memiliki komitmen yang tinggi
dlm menjalankan perannya scr profesional dan jauh dari
penyimpangan, shg terwujud suasana kehidupan yang
tertib, aman, adil, dan sejahtera menuju peradaban bangsa
dan negara yang tinggi (madani).
3. Latar Belakang (lanjutan...)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Inspektorat
Jenderal Kementerian Agama mempunyai kewajiban untuk
melakukan pengawasan intern terhadap seluruh program dan
kegiatan Kementerian Agama. Pengawasan tersebut dilakukan
melalui kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan
pengawasan lainnya.
Dengan pengawasan Inspektorat Jenderal diharapkan seluruh
sendi-sendi organisasi Kementerian Agama dapat berfungsi
secara maksimal sehingga terwujud tata kelola birokrasi
Kementerian Agama yang profesional berbasiskan semangat
religi, bahwa bekerja adalah ibadah.
Hal ini agar tugas Kementerian Agama yaitu melakukan
pembangunan di bidang agama terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara dapat diwujudkan dan seluruh aparatur
Kementerian Agama mampu menjadi tauladan sbg aparatur
negara yang paling bermoral dan paling taat dalam beragama.
4. 4
LATAR BELAKANG (LANJUTAN...)
Dalam beberapa tahun terakhir, kinerja Indonesia dalam
pemberantasan korupsi sangat rendah
Praktek koruptif dan tindak pidana korupsi terjadi secara
sistematis, terstruktur dan kian meluas
Pada 9 Desember 2004, telah dikeluarkan Inpres No. 5
Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
Misal Diktum 8: Pengawas Internal harus memberikan
dukungan maksimal terhadap upaya-upaya penindakan
korupsi yang dilakukan oleh Kepolisian RI, Kejaksaan RI,
KPK RI, dengan cara mempercepat pemberian informasi
yang berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi dan
mempercepat pemberian izin pemeriksaan terhadap saksi
atau tersangka
Pada 11 Desember 2003, Indonesia diantara 94 negara
meratifikasi Konvensi PBB Memerangi Korupsi (UN Convention
Againts Corruption)
5. DASAR HUKUM
UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggungjawab Keuangan Negara;
UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah;
PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah;
PP Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
PP 53/2010 ttg Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
6. DASAR HUKUM (lanjutan...)
Inpres 5/2004 ttg Percepatan Pemberantasan Korupsi;
Inpres 7/1999 ttg Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama di Daerah;
Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Pengawasan di Lingkungan Departemen Agama.
Per-MenPAN dan RB Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah;
PerMENPAN & RB 09/2007 ttg Pedoman Umum Penetapan
Indikator Kinerja Utama di Lingk Instansi Pemerintah;
Per-MenPAN PER/21/M.PAN/11/2008 ttg Pedoman Penyusunan
Standar Operating Prosedur (SOP) Administrasi Pemerintahan.
7. “Terwujudnya Masyarakat Indonesia Taat
Beragama, Rukun, Cerdas, Mandiri dan
Sejahtera Lahir Batin”
1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama.
2. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama.
3. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah,
perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan
pendidikan keagamaan.
4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.
5. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih
dan berwibawa.
MISI
VISI
8. Lanjutan…
Tujuan jangka panjang pembangunan bidang
agama yang hendak dicapai oleh Kementerian
Agama adalah terwujudnya masyarakat Indonesia
yang taat beragama, maju, sejahtera, dan cerdas
serta saling menghormati antar pemeluk agama
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
TUJUAN
9. RPJMN 2010-2014
VISI, MISI &TUJUAN
KEMENTERIAN AGAMA
SASARAN STRATEGI
NASIONAL
11 PROGRAM
KEMENTERIAN AGAMA
KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR KINERJA
UTAMA (IKU)
1 Peningkatan kualitas kehidupan beragama
2 Peningkatan kerukunan umat beragama
3
Peningkatan kualitas Raudhatul Athfal,
Madrasah, Perguruan Tinggi Agama,
pendidikan agama, dan pendidikan
keagamaan
4
Peningkatan kualitas penyelenggaraan
ibadah haji
5
Penciptaan tata kelola
kepemerintahan yang bersih dan
berwibawa
Peningkatan kualitas pemahaman dan
pengamalan keagamaan,
Peningkatan kualitas pelayanan
keagamaan,
Optimalisasi potensi ekonomi yang
dikelola oleh pranata keagamaan,
Pemberdayaan lembaga sosial keagamaan.
SASARAN STRATEGI NASIONAL
10. RPJMN 2010-2014
VISI, MISI &TUJUAN
KEMENTERIAN AGAMA
SASARAN STRATEGI
NASIONAL
11 PROGRAM
KEMENTERIAN AGAMA
KEGIATAN PRIORITAS
INDIKATOR KINERJA
KUNCI (IKU)
1 Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya Kementerian Agama (Setjen)
2
3
4
5
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Negara Kementerian Agama (Setjen)
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas
Aparatur Kementerian Agama (Itjen)
Penelitian Pengembangan dan Pendidikan
Pelatihan Kementerian Agama (Litbang&Diklat)
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU)
Pendidikan Islam (Pendis)
Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam)
Bimbingan Masyarakat Kristen (Bimas Kristen)
Bimbingan Masyarakat Katolik (Bimas Katolik)
Bimbingan Masyarakat Hindu (Bimas Hindu)
Bimbingan Masyarakat Buddha (Bimas Budha)
6
7
8
9
10
11
PROGRAM KEMENTERIAN
AGAMA
11. INDIKATOR KINERJA UTAMA
(IKU)
• Setiap Unit Kerja harus menetapkan
Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai
target ukuran keberhasilan dari tujuan
dan sasaran strategis Kementerian
Agama.
• IKU harus mengacu pada visi, misi dan
sasaran Kementerian Agama.
• IKU Kementerian Agama dijabarkan ke
dalam IKU Unit Eselon I dan demikian
seterusnya sampai unit kerja terkecil di
bawahnya.
• Pencapaian IKU merupakan hasil
kumulatif dari pencapaian IKU unit kerja
di bawahnya.
12. PERFORMANCE-BASED BUDGETING
• Penganggaran didasarkan pada
kebutuhan riil biaya untuk menunjang
pelaksanaan program dalam rangka
mencapai output dan outcome yang
ditetapkan sebagai indikator kinerja.
• Penganggaran disusun dengan prinsip
efisiensi, efektivitas dan ekonomis.
• Output dan outcome dari program dan
kegiatan yang akan dicapai dirumuskan
dengan kualitas dan kuantitas terukur
sejalan dengan besaran penggunaan
anggaran.
14. KANTOR KEMENTERIAN
AGAMA PROVINSI &
KABUPATEN/KOTA
1
Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya Kementerian
Agama
2
5
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Negara Kementerian Agama
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
Pendidikan Islam
Bimbingan Masyarakat Islam
Bimbingan Masyarakat Kristen
Bimbingan Masyarakat Katolik
Bimbingan Masyarakat Hindu
Bimbingan Masyarakat Buddha
6
7
8
9
10
11
15. PERGURUAN TINGGI
AGAMA NEGERI
1
Dukungan Manajemen Dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kemenag.
2
3
4
5
Peningkatan Sarana dan Prasarana
Aparatur Negara Kemenag.
Pengawasan dan Peningkatan
Akuntabilitas Aparatur Kemenag.
Penelitian Pengembangan dan
Pendidikan Pelatihan Kemenag.
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah
Pendidikan Islam
Bimbingan Masyarakat Islam
Bimbingan Masyarakat Kristen
Bimbingan Masyarakat Katolik
Bimbingan Masyarakat Hindu
Bimbingan Masyarakat Buddha
6
7
8
9
10
11
SATUAN KERJA
YANG MENANGANI HANYA PROGRAM TERTENTU
16. SATUAN KERJA
YANG MENANGANI HANYA PROGRAM TERTENTU
LAJNAH
PENTAHSIHAN
MUSHAF ALQUR’AN,
BALAI LITBANG
AGAMA & BALAI
DIKLAT
KEAGAMAAN
1
Dukungan Manajemen Dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Agama
2
3
4
5
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Negara Kementerian Agama
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas
Aparatur Kementerian Agama
Penelitian Pengembangan dan Pendidikan
Pelatihan Kementerian Agama
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
Pendidikan Islam
Bimbingan Masyarakat Islam
Bimbingan Masyarakat Kristen
Bimbingan Masyarakat Katolik
Bimbingan Masyarakat Hindu
Bimbingan Masyarakat Buddha
6
7
8
9
10
11
17. SATUAN KERJA
YANG MENANGANI HANYA PROGRAM TERTENTU
MIN,
MTSN &
MAN
1
Dukungan Manajemen Dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Agama
2
3
4
5
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur
Negara Kementerian Agama
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas
Aparatur Kementerian Agama
Penelitian Pengembangan dan Pendidikan
Pelatihan Kementerian Agama
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
Pendidikan Islam
Bimbingan Masyarakat Islam
Bimbingan Masyarakat Kristen
Bimbingan Masyarakat Katolik
Bimbingan Masyarakat Hindu
Bimbingan Masyarakat Buddha
6
7
8
9
10
11
18. SASARAN PENGAWASAN NASIONAL
YANG DITETAPKAN MENPAN DAN RB
Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN
Target IPK Tahun 2014 “5” dan Opini BPK (WTP) Tahun 2014 Pusat 100% dan
Pemda 60%
• Meningkatkan kepatuhan pengelolaan keuangan negara
• Meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara
• Meningkatkan status opini BPK terhadap pengelolaan keuangan negara
• Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang
• Penerapan SPI
• Peningkatan peran APIP sebagai quality assurance dan consulting
• Peningkatan ketaatan, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi
Peningkatan kualitas pertanggungjawaban pengelolaaan keuangan negara
19. TUJUAN PENGAWASAN NASIONAL
1. Mendorong reformasi birokrasi di bidang pengawasan
khususnya yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP);
2. Menetapkan arah kebijakan dan Program Pengawasan
Intern Pemerintah pd tahun 2011-2014 dalam rangka
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik;
3. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih dan bebas KKN;
4. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengawasan
intern pemerintah melalui sinergi pengawasan yang
dilakukan oleh APIP;
5. Menjadi dasar penyusunan Jakwas Tahunan dan PKPT
masing-masing APIP Tahun 2011-2014.
20. TUGAS DAN FUNGSI
INSPEKTORAT JENDERAL
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun
2010 tugas Inspektorat Jenderal Kemenag adalah
melaksanakan pengawasan intern di lingkungan
Kementerian Agama.
Adapun fungsi Itjen sebagai berikut:
a. Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern
di lingkungan Kementerian Agama;
b. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan
Kementerian Agama terhadap kinerja dan keuanan
melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan
kegiatan pengawasan lainnya;
c. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas
penugasan Menteri Agama;
d. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan
Kementerian Agama;
e. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.
22. MISI ITJEN
1. Melaksanakan pengawasan fungsional secara profesional dan
independen;
2. Melakukan penguatan sistem pengawasan yang efektif dan
terintegrasi;
3. Meningkatkan kompetensi dan integritas moral aparatur
pengawasan;
4. Meningkatkan peran konsultan dan katalisator aparat
pengawasan;
5. Mendorong akselerasi penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan;
6. Menumbuhkembangkan pengawasan preventif melalui Pengawasan
dengan pendekatan agama;
7. Mewujudkan pelayanan administrasi pengawasan yang cepat, tepat, dan
akurat berbasis teknologi informasi;
8. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka
peningkatan kualitas pengawasan.
23. INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)
ITJEN
1.Meningkatnya ketaatan aparatur
Kementerian Agama terhadap peraturan
perundang-undangan;
2.Meningkatnya mutu kinerja aparatur;
3.Meningkatnya akuntabilitas kinerja
satuan organisasi /satuan kerja
Kementerian Agama.
24. KEBIJAKAN
PENGAWASAN ITJEN
1. Pengawasan diarahkan pada kinerja 11 program Kementerian Agama
dlm rangka mewujudkan tata kelola Kemenag yang bersih dan
berwibawa dan memiliki kinerja yang maksimal;
2. Penetapan sasaran pengawasan didasarkan pada analisis resiko audit.
Yaitu satker atau program yang memiliki resiko tinggi menjadi
prioritas pengawasan.
3. Orientasi audit diarahkan pada penilaian kinerja satker (out put dan
out come) yang dpt dilihat dalam realisasi indikator kinerjanya.
Standar ukuran penilaiannya adalah dg menilai tingkat 3 E (efektif,
efisien, dan ekonomis);
4. Evaluasi pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah
(SAKIP) dilaksanakan dlm rangka penilaian akuntabilitas kinerja
satker;
5. Prioritas pengawasan Tahun 2012 diarahkan pada program
pendidikan yg memiliki anggaran terbesar, perencanaan sbg sumber
awal permasalahan satker, dan laporan keuangan;
6. Pengawasan preventif dilaksanakan melalui program PPA dan
pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
(WBK).
25. PERAN ITJEN
Watch dog: melakukan pengawasan fungsional
terhadap auditi dengan melihat, membandingkan,
mengukur dan menilai kinerja auditi dibandingkan
dengan standar kebijakan Menteri dan peraturan
yang berlaku dan kmd memberikan rekomendasi.
Katalis: usaha membangun sistem dan mendorong
terwujudnya Kemenag menjadi lembaga
pemerintahan yang baik dan bersih (good
governance dan clean government).
Konsultan: bimbingan dan konsultasi terhadap
peningkatan kinerja aparatur berbasis hasil
pengawasan.
26. JENIS PENGAWASAN
YG DILAKSANAKAN ITJEN
• UU 15/2004 menjelaskan bahwa ada
3 jenis pemeriksaan, yaitu:
Pemeriksaan Kinerja, Reviu Laporan
Keuangan, dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu;
• PP 60/2008 menjelaskan jenis-jenis
pengawasan: audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya.
27. PROGRAM PENGAWASAN
Program Pengawasan Itjen diarahkan pada 11 Program Kementerian
Agama dalam rangka pengendalian dan penjaminan mutu kinerja
Kementerian Agama;
Berdasarkan tujuannya, kegiatan pengawasan dapat dibagi menjadi
dua, yaitu kegiatan utama yang langsung berkaitan dengan quality
controll and quality assurance dan kegiatan pendukung (pengawasan
lainnya);
Kegiatan pengawasan utama:
- Audit dengan fokus audit kinerja dan audit investigatif
- Reviu
- Evaluasi
- Pemantauan/Monitoring;
Kegiatan Pengawasan lainnya:
- Sosialisasi mengenai pengawasan
- Pendidikan dan pelatihan
- Pembimbingan dan konsultansi
- Pengelolaan hasil pengawasan
- Pemaparan hasil pengawasan
28. AUDIT
Audit adalah proses identifikasi masalah,
analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan
secara independen, obyektif dan professional
berdasarkan standar audit, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas,
efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi
pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah.
29. Jenis Audit
Jenis Audit (PP 60 Tahun 2008 Pasal 50) :
Audit Kinerja
Audit kinerja atas pengelolaan keuangan negara antara lain:
a. audit atas penyusunan dan pelaksanaan anggaran;
b. audit atas penerimaan, penyaluran, dan penggunaan dana;
c. audit atas pengelolaan aset dan kewajiban.
Sedangkan audit kinerja atas pelaksanaan tugas dan fungsi antara
lain audit atas kegiatan pencapaian sasaran dan tujuan.
Audit dengan Tujuan Tertentu
Audit dengan tujuan tertentu antara lain audit investigatif, audit atas
penyelenggaraan SPIP, dan audit atas hal-hal lain di bidang keuangan
30. Lanjutan ……
Berdasarkan PP 60 Tahun 2008 Pasal 48 ayat 2 selain melakukan audit
Inspektorat Jenderal juga melakukan:
1. Reviu
Reviu adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan
bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan,
standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan
2. Evaluasi
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu
kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan
menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu kegiatan dalam mencapai tujuan
3. Pemantauan
Pemantauan adalah proses penilaian kemajuan suatu program atau kegiatan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
4. Kegiatan Pengawasan Lainnya
Kegiatan pengawasan lainnya antara lain berupa sosialisasi mengenai
pengawasan, pendidikan dan pelatihan pengawasan, pembimbingan dan
konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil
pengawasan.
31. AUDIT KINERJA
Bertujuan menilai efektifitas, efisiensi, ekonomis, dan
ketaatan;
• Audit kinerja dilakukan untuk memberikan pengukuran
dan penilaian terhadap kinerja satuan
organisasi/kerja.
• Audit kinerja dilakukan dengan cara melihat,
menganalisa, mengukur, dan menilai laporan kinerja
satuan organisasi dan membuktikannya dengan bukti
fisiknya. Laporan kinerja diukur dan dinilai
berdasarkan penetapan kinerja yang telah ditetapkan.
32. OBYEK UTAMA AUDIT KINERJA
Pengelolaan dana APBN, dengan fokus
program/ kegiatan strategis;
Pelayanan Publik;
Optimalisasi Penerimaan Negara;
PHLN;
Masalah yang menjadi fokus perhatian
pimpinan;
Bersifat khas (mis. audit/pemeriksaan akhir
masa jabatan Kepala Satker).
33. AUDIT DENGAN TUJUAN
TERTENTU
1. Audit Kasus (fraud audit/audit
investigasi);
2. Audit Khusus (special audit): audit
keuangan, audit perencanaan, audit
PNBP, audit wakaf produktif, audit
pendidikan, dll.
34. AUDIT INVESTIGATIF
* Bertujuan menyelidiki/mengusut kasus yang
menimbulkan kerugian keuangan negara dan
kasus indisipliner pegawai;
* Dilaksanakan berdasarkan pengaduan
masyarakat, pengembangan temuan audit
reguler atau permintaan pimpinan instansi
pemerintah/aparat penegak hukum.
35. REVIU KEUANGAN
Review keuangan merupakan salah satu jenis
pengawasan keuangan dengan melakukan
review terhadap laporan keuangan yang telah
dibuat oleh entitas pelaporan.
Laporan keuangan adalah bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan
negara/daerah selama suatu periode.
Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan
yang terdiri dari satu atau lebih entitas
akuntansi yang berkewajiban menyampaikan
laporan pertanggungjawaban berupa laporan
keuangan.
36. REVIU (lanjutan...)
Merupakan kegiatan penilaian/telaahan hasil
kegiatan suatu instansi pemerintah;
APIP wajib melakukan reviu terhadap
Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga
(LK-KL) sbg amanat PP No. 8 Tahun 2006;
Dilaksanakan sebelum LK-KL diserahkan
kepada Kementerian Keuangan sbg dasar
penyusunan LK-PP.
37. PEMANTAUAN
Merupakan kegiatan APIP yang penting selain audit;
Bertujuan menjaga, mengawal secara terus menerus
agar pelaksanaan program/kegiatan berjalan sesuai
dengan rencana dan tujuan yang ditetapkan dan
bersinergi dengan kegiatan pengawasan lainnya;
Sarana untuk memberikan rekomendasi tindakan
korektif terhadap on going activity;
Obyek pemantauan/monitoring antara lain:
Kegiatan yang bersifat strategis;
Tindaklanjut hasil pengawasan;
Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004.
38. EVALUASI
Evaluasi menghasilkan rekomendasi;
Obyek evaluasi antara lain:
Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP);
Evaluasi penggunaan dana APBN;
Evaluasi aspek tertentu penyelenggaraan program
Kemenag;
Evaluasi LAKIP;
Evaluasi Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004.
39. SOSIALISASI
o Sosialisasi dilaksanakan terutama dalam rangka menyebarluaskan
informasi mengenai kebijakan baru pengawasan dalam rangka
peningkatan kualitas kinerja 11 program yang dilaksanakan oleh
Kementerian Agama;
o Tujuan sosialisasi adalah terwujudnya pengawasan preventif dalam
rangka pencegahan perbuatan menyimpang para aparatur Kementerian
Agama;
o Sosialisasi yang rutin dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal adalah
Sosialisasi Program Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA). Pada
tahun 2012 sosialisasi PPA ditujukan pada 5 Kanwil Kemenag. Sosialisasi
PPA merupakan salah satu jenis pengawasan preventif yang
dilaksanakan oleh Itjen dalam rangka membangun kesadaran rasional
para aparatur Kemenag bahwa kita semua selalu diawasi oleh Tuhan.
Dengan kesadaran selalu diawasi oleh Tuhan akan berakibat mereka
tidak akan ada niat melakukan perbuatan menyimpang.
o Selain sosialisasi PPA, Itjen juga akan melakukan sosialisasi Zona
Integritas, Sosialisasi Hasil Evaluasi LAKIP, Sosiasilasi Indikator Kinerja,
dll.
40. PRIORITAS PENGAWASAN 2012
1. Pada tahun 2011 Itjen telah melakukan Rapat Kordinasi
Kebijakan Pengawasan dengan mengundang seluruh
Unit Eselon I Pusat, seluruh Rektor dan Ketua Perguruan
Tinggi Agama Negeri, seluruh Kepala Kanwil, dan seluruh
Kepala Kemenag Kab/Kota se-Indonesia.
2. Rakorjakwas td telah menghasilkan kesepakatan bahwa
pada tahun 2012 Itjen akan memprioritaskan
pengawasan terhadap:
a. Laporan Keuangan (LK);
b. Perencanaan (Kinerja dan anggaran);
c. Pendidikan; dan
d. Perwujudan Program Wilayah Bebas dari Korupsi
(WBK) yang di dalamnya termasuk PPA dan PIAK.
41. Ruang Lingkup Pemeriksaan Keuangan
Undang-Undang No 15 Tahun 2004
Pemeriksaan Keuangan Negara meliputi pemeriksaan atas
Pengelolaan Keuangan Negara dan tanggung jawab Keuangan
Negara.
Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban
Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara
secara tertib, taat pada peraturan perundang undangan, efisien,
ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan. Tanggungjawab dan tanggung gugat
atas amanat yang diemban diwujudkan dalam bentuk laporan
pertanggungjawaban keuangan.
Dalam rangka mendukung keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan negara, keuangan negara wajib dikelola secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Untuk mewujudkan
hal itu maka perlu dilakukan pengawasan yang independen dan
obyektif.
42. Pengertian Audit dan Perbendaharaan Negara
Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti
yang dilakukan secara independen, obyektif dan professional
berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggung
jawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang
dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara). Perbendaharaan dimaksud adalah pelaksanaan pendapatan
dan belanja negara, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran
negara, pengelolaan kas, pengelolaan piutang dan utang negara,
pengelolaan investasi dan barang milik negara, pengelolaan investasi
dan barang milik negara keuangan negara, penyusunan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, penyelesaian kerugian
negara, pengelolaan Badan Layanan Umum, perumusan standar,
kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN
43. Tujuan Audit Pengelolaan Keuangan Negara
1. Keterkaitan antara pelaksanaan tugas dan fungsi dengan
penganggaran atau perencanaan program/kegiatan.
2. Keandalan sistem akuntansi/pencatatan keuangan.
3. Kesesuaian mekanisme pertanggungjawaban keuangan dengan
ketentuan.
4. Efektivitas pengawasan terhadap pengelolaan keuangan.
Sejalan dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pengawasan di Lingkungan Kementerian
Agama yang menegaskan bahwa audit sebagai bagian dari pengawasan
dengan maksud untuk menilai efisiensi, efektivitas dan keekonomisan
pengelolaan keuangan suatu obyek audit. Hasil yang diharapkan dari
audit atas pengelolaan keuangan negara adalah sebagai berikut:
44. Pengertian Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan
pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan
dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban
Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan
negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan
secara efektif, efisien dan ekonomis (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara)
45. Pengelolaan Keuangan Negara
3 (Tiga) sisi pendekatan definisi Keuangan Negara menurut
UU Nomor 17 Tahun 2003 yaitu:
1. Obyek
Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun
berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
46. 2. Subyek
Seluruh obyek yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan
Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan
keuangan negara
3. Tujuan
Seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan obyek, mulai dari perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggungjawaban.
Lanjutan
47. Syarat Kompetensi, Kode etik, dan Standar Audit
(PP 60 Tahun 2008 Pasal 51)
Pelaksanaan audit intern di lingkungan Instansi
Pemerintah dilakukan oleh pejabat yang mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan dan yang telah memenuhi
syarat kompetensi keahlian sebagai auditor
Syarat kompetensi keahlian sebagai auditor dipenuhi
melalui keikutsertaan dan kelulusan program sertifikasi
yang diselenggarakan oleh BPKP selaku pembina jabatan
fungsional auditor
48. Laporan Hasil Audit
Setelah melaksanakan tugas pengawasan, aparat
pengawasan intern pemerintah wajib membuat laporan
hasil pengawasan dan menyampaikannya kepada
pimpinan Instansi Pemerintah yang diawasi (PP 60 Tahun
2008 Pasal 51)
Secara berkala, Inspektorat Jenderal menyusun dan
menyampaikan ikhtisar laporan hasil pengawasan kepada
menteri/pimpinan lembaga dengan kewenangan dan
tanggung jawabnya dengan tembusan kepada Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PP 60 Tahun
2008 Pasal 54)
49. Penyelesaian Hasil Audit
(Lampiran PP 60 Tahun 2008)
1. Instansi Pemerintah sudah memiliki mekanisme untuk
meyakinkan ditindaklanjutinya temuan audit atau reviu
lainnya dengan segera
2. Pimpinan Instansi Pemerintah tanggap terhadap temuan
dan rekomendasi audit dan reviu lainnya guna
memperkuat pengendalian intern.
3. Instansi Pemerintah menindaklanjuti temuan dan
rekomendasi audit dan reviu lainnya dengan tepat
51. KELEMAHAN UMUM
DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
1. Kemampuan SDM pengelola keuangan masih kurang
memadai;
2. Penetapan anggaran dalam perencanaan banyak tidak
didasarkan pada analisis yang kuat, programnya banyak
yang mirip;
3. Rencana dan program penggunaan anggaran dalam satu
tahun belum dibuat;
4. Dalam membelanjakan anggaran sering terjebak pada
nominal yang sudah ditetapkan dalam DIPA. Harga yg ada
dlm DIPA adalah harga tertinggi;
5. Penggelembungan/markup harga pengadaan/ pengiriman
barang dan jasa;
52. Lanjutan.....
6. Pengadaan barang dan jasa fiktif atau tidak sesuai dengan
kontrak/spesifikasi;
7. Pajak pembelian/pengadaan kurang mendapatkan
perhatian, tidak dipotong;
8. Adanya kelebihan pembayaran gaji/honor, biaya konsultan;
uang Perjalanan Dinas;
9. Pelaksanaan pembelanjaan barang/jasa dipecah-pecah
dengan tujuan agar tidak terkena lelang atau tidak terkena
pajak;
10. BKU tidak dikerjakan sesuai dengan prinsip akuntansi dan
tidak dilengkapi dengan buku pembantu;
53. Lanjutan …….
11. Masih ada Satker yang belum membuat laporan realisasi
penggunaan anggaran secara berkala;
12. Pengeluaran anggaran tidak didukung oleh bukti
pengeluaran/kuitansi yang sah;
13. Pemeriksaan kas oleh atasan langsung bendaha-rawan
belum dilaksanakan minimal 3 bulan sekali;
14. Bukti pembayaran kuitansi tidak dilengkapi dengan materai
dan faktur;
15. Kuitansi belum ditandatangani oleh penerima dan belum
disetujui pembayarannya;
16. Pengelolaan PNBP tidak sesuai dengan ketentuan;
54. Lanjutan …….
17. Diskon pengadaan barang dan jasa tidak disetor ke kas
Negara;
18. Penutupan Buku Kas Umum setiap bulan tidak disertai
register penutupan kas;
19. Pada saat penutupan buku tgl. 31 Desember masih
terdapat anggaran yang tidak terserap, tapi belum disetor
ke kas negara;
20. Terdapat pelaksanaan program/kegiatan tidak sesuai
dengan perintah DIPA/RKAKL;
55. Lanjutan ....
21. Realisasi anggaran tidak sesuai dengan mata anggaran
yang tercantum dalam DIPA, seperti anggaran belanja
barang untuk belanja modal dan sebaliknya, belanja modal
untuk bansos;
22. Realisasi belanja modal untuk belanja bantuan sosial;
23. Bantuan Sosial untuk instansi vertikal;
24. Masih terdapat Hasil belanja modal belum dicacatkan
sesuai aturan;
25. Keterlambatan dalam pengadaan dan pengiriman belanja
barang. Denda atas keterlambatan juga terlambat
dilakukan;
56. Lanjutan.....
26. Masih diketemukan sejumlah pengeluaran keuangan
yang belum disalurkan;
27. Proses penyusunan neraca akuntansi tidak didukung
rekonsiliasi antara unit akuntansi barng dan unit
akuntansi keuangan;
28. Masih ada Pejabat pembuat komitmen yang merangkap
sebagai panitia lelang;
29. Belum atau tidak dimilikinya peralatan penyimpanan
uang (brankas);
30. Pengarsipan dokumen tidak rapi dan penga-manannya
sangat kurang;
58. Latar Belakang Pembangunan ZI menuju
WBK di Kemenag
1. Inpres Nomor 5 Tahun 2004 menginstruksikan agar Menag
melakukan langkah-langkah percepatan pemberantasan
korupsi di K/L-nya, dengan menetapkan program WBK;
2. Inpres 5 Tahun 2004 dipertegas lagi dengan Inpres 9 Tahun
2011 dan Inpres Nomor 17 Tahun 2011 namun, implementasi
Program Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) minim sekali dan
secara keseluruhan, keberhasilan upaya pencegahan korupsi
melalui ke tiga Inpres tersebut s.d. saat ini, kurang optimal;
3. Pemberantasan korupsi harus dilakukan melalui penindakan
dan pencegahan. Penindakan menghasilkan detterence effect,
dan pencegahan menghasilkan dampak yang besar dan
bersifat jangka panjang, tapi kurang menghasilkan detterence
effect. Keduanya perlu disinergikan;
4. Untuk mewujudkan satker WBK, harus dilakukan melalui
pembangunan Zona Integritas (ZI), dengan didahului
penandatanganan dokumen pakta integritas berdasarkan
Per.MENPAN dan RB Nomor 49 Tahun 2011.
59. adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada
K/L/Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat
(komitmen) untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan
melayani
Zona Integritas (ZI)
adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu
unit kerja pada ZI yang memenuhi syarat indikator mutlak
dan memperoleh hasil penilaian indikator operasional di
antara 80 dan 90
Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)
adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada suatu
unit kerja pada ZI yang memenuhi syarat indikator mutlak
dan memperoleh hasil penilaian indikator operasional 90
atau lebih
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
Pengertian Umum
60. adalah Unit kerja/Satuan Kerja di lingkungan Kementerian Agama
serendah-rendahnya Eselon III dengan mempertimbangkan peran
unit tersebut menyelenggarakan fungsi pelayanan langsung kepada
masyarakat dan mengelola anggaran/aset yang relatif besar sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan
Pengertian … (Lanjutan)
Unit Kerja
adalah unit kerja yang ditugasi untuk memberikan dorongan
dan dukungan administratif dan teknis kepada unit kerja dalam
melaksanakan kegiatan pencegahan korupsi. Tugas UPI secara
ex-officio dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP), dalam hal ini Inspektorat Jenderal Kemenag
Unit Penggerak Integritas (UPI)
adalah tim yang secara independen akan melakukan penilaian
terhadap unit kerja yang dicalonkan memperoleh predikat WBK.
Keanggotaan tim terdiri dari unsur Kementerian PAN dan RB, KPK,
dan ORI, dan/atau instansi lainnya yang bertugas untuk dan atas
nama Kementerian PAN dan RB, KPK, dan ORI
Tim Penilai Independen
61. PETA ZI, WBK, WBBM
ZONA INTEGRITAS
KEMENTERIAN
AGAMA
WBK/WBBM
(UNIT
KERJA/SATUAN
KERJA)
62. PAKTA INTEGRITAS & PENYELENGGARAAN
NEGARA YG BERSIH & BEBAS DARI KKN
Di masa depan nanti, Pakta
Integritas akan menjadi best
practices di semua lini
pembangunan. Pemerintahan
Indonesia masa depan, Insya
Allah, akan bersih dari semua
wujud tindak pidana KKN
(Presiden RI, 14/08/2009)
Pulau
Integrit
as/
Bebas
Dari
Korupsi
Pelaksanaan
Instruksi Presiden
Nomor 5 Tahun 2004
dan Nomor 17
Tahun 2011
Pakta
Integri
tas
63. Penandatanganan
Dokumen Pakta
Integritas (PI)
(Inpres 17/2011)
Pencanangan
Pembangunan ZI
secara terbuka
Proses Pembangunan
ZI:
Program pencegahan
korupsi: LHKPN, Kode
Etik, Whistle Blower,
PIAK, pengendalian
Gratifikasi, dll.
APIP sebagai Unit
Penggerak Integritas
(UPI)
Identifikasi
Pengajuan Calon
Unit Kerja WBK
kepada MenPAN &
RB
Monitoring dan
Penilai-an oleh Tim
Independen
(KemPAN & RB,
KPK, ORI)
• Indikator Mutlak
• Indikator
Operasional
- Indikator Utama
- Indikator
Penunjang
Penetapan Unit
Kerja sebagai
WBK/WBBM*
1 2
3
4
5
6
*Penetapan WBK dilakukan oleh MenPAN & RB berdasarkan usulan
Tim Independen
* Penetapan WBBM dilakukan oleh Presiden berdasarkan usulan Tim
Independen kepada Presiden melalui Menpan dan RB
Pembangunan ZI menuju WBK
64. Indikaktor Penilaian WBK
Indikator
Mutlak
tingkat Satker
[8]
Indikator
Operasional:
a. Utama (10),
bobot 60%
b.Penunjang (8),
bobot 40%
WBK
(min diatas
80)
WBBM
(min diatas
90)
Indikator Mutlak pada tingkat K/L/Pemda adalah Opini
Keuangan BPK sekurang-kurangnya WDP pada saat
pengajuan calon WBK
65. Indikator Mutlak
Unsur Indikator
1. nilai minimum indeks integritas berdasarkan penilaian KPK;
2. nilai minimum indeks kepuasan masyarakat berdasarkan penilaian
Kementerian PAN dan RB;
3. jumlah maksimum kerugian negara (KN) yang belum diselesaikan (%)
berdasarkan penilaian BPK;
4. jumlah maksimum temuan in-efektif (%) berdasarkan peni- laian APIP;
5. jumlah maksimum temuan in-efisien (%) berdasarkan penilai- ian APIP;
6. persentase maksimum jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin karena
penyalahgunaan pengelolaan keuangan berdasarkan keputusan Pejabat
Pembina Kepegawaian;
7. persentase maksimum jumlah pengaduan masyarakat yang tidak
diselesaikan berdasarkan hasil pemeriksaan APIP;
8. persentase maksimum jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman karena tindak
pidana korupsi berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
66. Indikator Utama, Bobot 60%
1. penandatanganan Dokumen Pakta Integritas;
2. LHKPN;
3. akuntabilitas kinerja;
4. laporan keuangan;
5. kode etik;
6. sistem perlindungan pelapor (whistle blower system);
7. program pengendalian gratifikasi;
8. kebijakan penanganan benturan kepentingan (conflict of interest);
9. program inisiatif anti korupsi;
10. kebijakan pembinaan purna tugas (Post employment policy);
Indikator Operasional
67. Indikator Penunjang, Bobot 40%
1. promosi jabatan secara terbuka;
2. rekruitment secara terbuka;
3. mekanisme pengaduan masyarakat;
4. pengukuran kinerja individu;
5. e-Procurement;
6. keterbukaan informasi publik.
7. pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan (BPK-RI, BPKP, KPK,
Itjen Kemenag);
8. penerapan peraturan disiplin PNS sesuai PP Nomor 53 Tahun
2010;
Indikator Operasional
69. NO. DIMENSI PERMASALAHAN
1. Pola pikir dan
budaya kerja (mind
set and culture set)
Belum mampu menciptakan birokrat yang
profesional, yang berorientasi pada pelayanan
yang lebih baik dan kinerja yang optimal
2. Akuntabilitas
Pemerintah
Masih terdapat kesalahan dan penyalahgunaan
wewenang dalam administrasi kepemerintahan
3. Peraturan
perundangan
Masih banyak peraturan perundang-undangan
yang overlapping, tidak konsisten, multi-
interpretasi, yang perlu ditinjau ulang,
diselaraskan, dan disempurnakan
4. Pelayanan
Masyarakat
Pelayanan kepada masyarakat masih belum
memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat, dan
hak dasar yang dimiliki oleh warganegara
5. Manajemen SDM Manajemen SDM belum diimplementasikan
secara total untuk meningkatkan kinerja
pegawai dan organisasi
PERMASALAHAN BIROKRASI
70. 1.SDM (kompetensi dan
penyebaran tidak
sesuai dengan
kebutuhan, etos kerja,
dan kesejahteraan rendah)
2. Struktur Organisasi (gemuk,
tidak proporsional, tidak
efektif dan tidak efisien
3. Prosedur kerja (belum
ada SPO, berbelit-belit
dan biaya tinggi.
1.Tingginya
harapan
masyarakat,
ditambah
masyarakat
yang tidak
sabar,
2.Mutu pelayanan
masih rendah;
3. Tidak
sinkronnya
struktur
organisasi.
DIHADAPKAN
PADA
KONDISI OBJEKTIF BIROKRASI
KEMENAG
71. PENGERTIAN
Suatu proses untuk mengubah proses dan
prosedur birokrasi publik, dan sikap serta
tingkah laku birokrat untuk mencapai
efektivitas birokrasi dan tujuan
pembangunan nasional
SASARAN PERUBAHAN
1. Proses dan Prosedur (instrumental)
2. Lembaga (structural)
3. Sikap dan Tingkah Laku (mental &
cultural)
PENGERTIAN DAN SASARAN
REFORMASI BIROKRASI
72. VISI DAN MISI REFORMASI
BIROKRASI
VISI
Memantapkan birokrasi yang profesional dan memiliki
integritas tinggi yang mampu menyediakan pelayanan
yang bermutu dan mendukung manajemen
pemerintahan yang demokratis untuk mewujudkan good
governance pada tahun 2025
MISI
1. Menyempurnakan regulasi, melalui formulasi, revisi dan
perbaikan
2. Restrukturisasi organisasi; proses kerja; manajemen
pola karir, mutasi dan rekrtumen pegawai; remunerasi
3. Optimalisasi TIK
4. Memperkuat mekanisme pengawasan
5. Merubah mind set dan culture set
73. GOAL & OBJECTIVES
REFORMASI BIROKRASI
GOALS
Aparatur negara yang profesional dengan karakteristik:
mampu beradaptasi, integritas, kinerja tinggi, bebas KKN,
mampu melayani, berdedikasi, tidak beraliansi politis,
menjunjung nilai dan kode etik pegawai negeri.
OBJECTIVES
Meningkatnya kinerja birokrasi yang berorientasi hasil
melalui perubahan yang terencana, bertahap dan integral
pada komponen birokrasi pemerintah, yaitu: peraturan
perundang-undangan, organisasi, proses kerja,
manajemen SDM, pola pikir & budaya kerja, sistem
akuntabilitas, kualitas pelayanan, dan sistem monitoring
dan evaluasi, serta pegawasan.
74. MANFAAT REFORMASI
BIROKRASI
Masyarakat
• Pelayanan yang lebih
sederhana, nyaman melalui
otomatisasi dan pelayanan
terpadu;
• Akses pelayanan yang mudah.
Pegawai
• Mendukung kinerja menjadi
lebih baik;
• Meningkatkan pemahaman
bahwa pekerjaan mereka
adalah career, bukan job.
Kementerian
Pencapaian visi dan misi lebih
optimal melalui pelaksanaan
tugas dan fungsi yang
maksimal.
75. AREA PERUBAHAN DALAM
REFORMASI
Organisasi
Proses
Kerja
SDM
Regulasi
Pengawasa
n
Akuntabilit
as
Pelayanan
Publik
Culture set
& mind set
Organisasi yang tepat ukuran dan fungsi
Proses kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur, yang
menunjang prinsip good governance
Aparatur yang memiliki integritas, netral, kompeten,
capable, profesional, kinerja tinggi dan sejahtera
Regulasi yang kondusif, tepat dan tidak tumpang
tindih
Meningkatkan pemerintahan yang bebas KKN
Meningkatkan akuntabilitas kinerja birokrasi
Memenuhi pelayanan yang excellent
Birokrasi yang berintegritas dan berkinerja tinggi
77. KONDISI YANG DIHARAPKAN
2014
2025
• Jumlah Aparatur yang proporsional dan
profesional
• Tata kelola kepemerintahan yang baik
dan bersih
• Birokrasi yang akuntabel dan memiliki
kapasitas
• Mobilitas pegawai antar pusat dan daerah
• Penghasilan dan kesejahteraan Aparatur
meningkat
• Tata kelola kepemerintahan
yang baik dan mantap
melalui birokrasi negara
yang profesional, integritas
tinggi, dan berorientasi
pada pelayanan publik.