1. Gaudium et Spes 16
Menurut Konsili Vatikan II dalam dokumen Gaudium et Spes
(kegembiraan dan harapan) artikel 16: “Di lubuk hati
nuraninya, manusia menemukan hukum yang tidak
diterimanya dari dirinya sendiri melainkan harus ditaati.
Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai
dan melaksanakan apa yang baik dan menghindari apa yang
jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk
hatinya: jalankan ini dan elakkan itu. Hati nurani ialah inti
manusia yang paling rahasia, sanggar suci di situ ia seorang
diri bersama Allah, yang pesanNya menggema dalam
hatinya. Berkat hati nurani dikenallah secara ajaib hukum,
yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan
terhadap sesama.”
2. Selanjutnya dalam Konsili Vatikan II khususnya dalam
Gaudium et Spes artikel 16, dikatakan bahwa manusia tidak
boleh tunduk dan mengalah pada situasi yang membelenggu
suara hati. Dengan bantuan Roh Allah, kita dimampukan
untuk mengalahkan kekuatan dahsyat yang menguasai suara
hati kita yang oleh Santo Paulus disebut kuasa atau
keinginan daging. Perbuatan daging: percabulan, kecemaran,
hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan,
perselisihan, iri hati, amarah, egois, kemabukan
dll. Perbuatan/buah Roh: kasih, suka cita, damai sejahtera,
kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, dll.
3. Katekismus Gereja Katolik 1807
Keadilan sebagai kebajikan moral adalah kehendak yang tetap dan teguh
untuk memberi kepada Allah dan sesama, apa yang menjadi hak mereka.
Keadilan terhadap Allah dinamakan orang "kebajikan penghormatan kepada
Allah" [virtus religionis]. Keadilan terhadap manusia mengatur, supaya
menghormati hak setiap orang dan membentuk dalam hubungan antar
manusia, harmoni yang memajukan kejujuran terhadap pribadi-pribadi dan
kesejahteraan bersama. Manusia yang adil yang sering dibicarakan Kitab
Suci, menonjol karena kejujuran pikirannya dan ketepatan tingkah lakunya
terhadap sesama. "Janganlah engkau membeIa orang kecil dengan tidak
sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi
engkau harus mengadili sesamamu dengan kebenaran" (Im 19:15). "Hai
tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, karma juga
mempunyai tuan di surga" (Kol 4:1).
4. Nostra Aetate 2
Pandangan terhadap Hinduisme dan Budhisme. Gereja
Katolik
tidak menolak yang dalam agama-agama itu (hinduisme dan
budhisme) serba benar dan suci. Dengan sikap hormat dan
tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup,
kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam
banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya
sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar
kebenaran
yang menyinari semua orang. Namun Gereja Katolik tiada
hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus,
yakni “jalan, kebenaran dan hidup’ (Yoh. 14:6);
5. dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan,
dalam Dia
pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (2Kor
5:18-19). Maka Gereja mendorong para puteranya, supaya dengan
bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja sama
dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi
kesaksian tentang iman serta peri hidup kristiani, mengakui,
memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan
moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada
mereka. (NA, art.2)
6. 1. Tahun 1891 ketika Paus Leo XIII mengeluarkan Ensiklik
Rerum Novarum. Dalam ensiklik itu Paus dengan tegas
menentang kondisi-kondisi yang tidak manusiawi yang
menjadi situasi buruk bagi kaum buruh dalam masyarakat
industri. Paus menyatakan 3 faktor kunci yang mendasari
kehidupan ekonomi, yaitu para buruh, modal, dan
Negara.
2. Pada tahun 1931, Paus Pius XI menulis ensiklik
Quadragessimo Anno. Dalam ensiklik itu, Paus Pius XI
menanggapi masalah-masalah ketidak-adilan sosial dan
mengajak semua pihak untuk mengatur kembali tatanan
social, mengecam kapitalisme dan persaingan bebas serta
komunisme yang menganjurkan pertentangan kelas dan
pendewaan kepemimpinan kediktatoran kelas buruh
7. 3. Paus Yohanes XXIII
Mater et Magistra (1961) dan Pacem in Terris (1963).
Menyampaikan sejumlah petunjuk bagi umat Kristiani
dan para pengambil kebijakan dalam menghadapi
kesejangan di antara bangsa-bangsa yang kaya dan
miskin, dan ancaman terhadap perdamaian dunia. Paus
mengajak orang-orang Kristiani dan “semua orang yang
bekehendak baik” bekerja sama menciptakan lembaga-
lembaga social (local, nesional, ataupun internasional),
sekaligus menghargai martabat manusia dan
menegakkan keadilan serta perdamaian.
8. 4. Paus Paulus VI
Populorum Progressio (1967), menanggapi jeritan
kemiskinan dan kelaparan dunia, menunjukkan adanya
ketidakadilan struktural. Ia menghimbau Negara-negara kaya
maupun miskin agar bekerja sama dalam semangat
solidaritas untuk membangun “tata keadilan dan
membaharui tata dunia”.
5. Paus Paulus VI tahun 1971
Octogessimo Adveniens
surat ini diketengahkan bahwa kesulitan menciptakan
tatanan baru melekat dalam proses pembangunan tatanan
itu sendiri. Paus Paulus VI sekaligus menegaskan peranan
jemaat-jemaat Kristiani dalam mengemban tanggung jawab
ini.
9. 6. Tahun 1981, Paus Yohanes Paulus II,
Laborem Exercens. membahas makna kerja manusia.
Manusia dengan bekerja mengembangkan karya Allah
dan memberi sumbangan bagi terwujudnya rencana
penyelamatan Allah dalam sejarah. Tenaga kerja harus
lebih diutamakan dari pada modal dan teknologi
7. Paus Yohanes Paulus II (1987),
Sallicitudo Rei Socialis ,mengangkat kembali tentang
pembangunan yang mengeksploitasi orang-orang kecil.
Beliau berbicara tentang struktur-struktur dosa yang
membelenggu masyarakat.
10. 8. Paus Yohanes Paulus II (1991)
Contessimus Annus , mengungkapkan bahwa Gereja
hendaknya terus belajar untuk bergumul dengan
soal-soal social.