SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2007
TENTANG
PENDIDIKAN AGAMA DAN KEAGAMAAN
OLEH :ABNELA FOBIA, SE
JABATAN: KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA
KABUPATEN ROTE NDAO
OLEH :ABNELA FOBIA, SE
JABATAN: KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA
KABUPATEN ROTE NDAO
PENDIDIKAN AGAMA SECARA UMUMM
PASAL II
• Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu
menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat
beragama.
• Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik
dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang
menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni.
PASAL III
1. Setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
wajib menyelenggarakan pendidikan agama.
2. Pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama.
PASAL IV
1. Pendidikan agama pada pendidikan formal dan program pendidikan
kesetaraan sekurang-kurangnya diselenggarakan dalam bentuk mata
pelajaran atau mata kuliah agama.
2. Setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan berhak pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan
diajar oleh pendidik yang seagama.
3. Setiap satuan pendidikan menyediakan tempat menyelenggarakan pendidikan
agama.
PASAL IV
4. Satuan pendidikan yang tidak dapat menyediakan tempat menyelenggarakan
pendidikan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat bekerja sama
dengan satuan pendidikan yang setingkat atau penyelenggara pendidikan
agama di masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan agama bagi peserta
didik.
5. Setiap satuan pendidikan menyediakan tempat dan kesempatan kepada peserta
didik untuk melaksanakan ibadah berdasarkan ketentuan agama yang dianut oleh
peserta didik.
6. Tempat melaksanakan ibadah agama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat
berupa ruangan di dalam atau di sekitar lingkungan satuan pendidikan yang dapat
digunakan peserta didik menjalankan ibadahnya.
7. Satuan pendidikan yang berciri khas agama tertentu tidak berkewajiban membangun
rumah ibadah agama lain selain yang sesuai dengan ciri khas agama satuan
pendidikan yang bersangkutan.
PASAL V
1. Kurikulum pendidikan agama dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan.
2. Pendidikan agama diajarkan sesuai dengan tahap perkembangan kejiwaan peserta
didik.
3. Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran
agamanya dalam kehidupan seharihari dan menjadikan agama sebagai landasan
etika dan moral dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
4. Pendidikan agama mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat diantara
sesama pemeluk agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain.
5. Pendidikan agama membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap dan
berperilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri, kompetitif,
kooperatif, tulus, dan bertanggung jawab.
6. Pendidikan agama menumbuhkan sikap kritis, inovatif, dan dinamis, sehingga
menjadi pendorong peserta didik untuk memiliki kompetensi dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga.
PASAL V
7. Pendidikan agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, mendorong kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan
motivasi untuk hidup sukses.
8. Satuan pendidikan dapat menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan.
9. Muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat berupa tambahan materi, jam
pelajaran, dan kedalaman materi.
PASAL VI
1. Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah disediakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
PASAL VI
1. Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah disediakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
2. Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat disediakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
3. Dalam hal satuan pendidikan tidak dapat menyediakannya, maka Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah wajib menyediakannya sesuai kebutuhan satuan
pendidikan.S
PASAL VII
1. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan agama tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2) sampai
dengan ayat (7), dan Pasal 5 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan sampai denganpenutupan setelah diadakan pembinaan/pembimbingan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:
• satuan pendidikan tinggi dilakukan oleh Menteri setelah memperoleh
pertimbangan dari Menteri Agama;
• satuan pendidikan dasar dan menengah dilakukan oleh bupati/walikota
setelah memperoleh pertimbangan dari Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten/Kota.
• satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan oleh pemerintah
daerah menjadi bertaraf internasional dilakukan oleh kepala pemerintahan
daerah yang mengembangkannyasetelah memperoleh pertimbangan dari
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi atau Kepala Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota.
PASAL VII
3. Ketentuan lebih lanjut tentang sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan agama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, serta tentang pendidik
pendidikan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur dengan Peraturan
Menteri Agama.
BAB III
PENDIDIKAN KEAGAMAAN
PASAL VIII
• Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran
agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.
• Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang
memahami dan mengamalkan nilainilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli
ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan
berakhlak mulia.
PASAL IX
• Pendidikan keagamaan meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Khonghucu.
• Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal.
• Pengelolaan pendidikan keagamaan dilakukan oleh Menteri Agama.
PASAL X
• Pendidikan keagamaan menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang
bersumber dari ajaran agama.
• Penyelenggaraan pendidikan ilmu yang bersumber dari ajaran agama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memadukan ilmu agama dan ilmu
umum/keterampilan terutama bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik
pindah pada jenjang yang sama atau melanjutkan ke pendidikan umum atau
yang lainnya pada jenjang berikutnya.
PASAL XI
• Peserta didik pada pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan
menengah yang terakreditasi berhak pindah ke tingkat yang setara di Sekolah
Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP),
Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah
(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK),
atau bentuk lain yang sederajat setelah memenuhi persyaratan.
• Hasil pendidikan keagamaan nonformal dan/atau informal dapat dihargai
sederajat dengan hasil pendidikan formal keagamaan/umum/kejuruan setelah
lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasiyang
ditunjuk oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
• Peserta didik pendidikan keagamaan formal, nonformal,dan informal yang
memperoleh ijazah sederajat pendidikan formal umum/kejuruan dapat
melanjutkan ke jenjang berikutnya pada pendidikan keagamaan atau jenis
pendidikan yang lainnya.
PASAL XII
• Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi bantuan sumber daya
pendidikan kepada pendidikan keagamaan.
• Pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan
selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional.
• Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang, melakukan akreditasi
atas pendidikan keagamaan untuk penjaminan dan pengendalian mutu
pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan.
• Akreditasi atas pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Agama.
PASAL XIII
• Pendidikan keagamaan dapat berbentuk satuan atau program pendidikan.
• Pendidikan keagamaan dapat didirikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat.
• Pendirian satuan pendidikan keagamaan wajib memperoleh izin dari Menteri
Agama atau pejabat yang ditunjuk.
• Syarat pendirian satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) terdiri atas:
a.Isi pendidikan/kurikulum;
b. Jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan;
c. Sarana dan prasarana yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran;
d. Sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan sekurang-kurangnya
untuk 1 (satu) tahun pendidikan/akademik berikutnya;
e. Sistem evaluasi; dan
f. Manajemen dan proses pendidikan
PASAL XIII
• Ketentuan lebih lanjut tentang syarat-syarat pendirian satuan pendidikan
keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, dan huruf e diatur dengan Peraturan Menteri Agama dengan
berpedoman pada ketentuan Standar Nasional Pendidikan.
• Pendidikan keagamaan jalur nonformal yang tidak berbentuk satuan
pendidikan yang memiliki peserta didik 15 (lima belas) orang atau lebih
merupakan program pendidikan yang wajib mendaftarkan diri kepada Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota.
BAGIAN III
PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK
PASAL 31
• Pendidikan keagamaan Katolik diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal.
• Pendidikan keagamaan Katolik pada jalur pendidikan formal diselenggarakan
pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi.
• Pendidikan keagamaan Katolik pada jalur formal dibina oleh Menteri Agama.
• Penamaan satuan pendidikan keagamaan Katolik jalur pendidikan formal pada
jenjang pendidikan menengah dan tinggi merupakan hak penyelenggara satuan
pendidikan yang bersangkutan.
PASAL 32
PASAL 33
• Pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah merupakan Sekolah Menengah
Agama Katolik (SMAK) atau yang sederajat yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
• Pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah dibina oleh Menteri Agama.
PASAL 34
• Untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan menengah keagamaan
Katolik seseorang harus berijazah SMP atau yang sederajat.
PASAL 35
• Kurikulum pendidikan keagamaan Katolik memuat bahanvkajian tentang agama
Katolik dan kajian lainnya pada jenjang menengah.
• Isi dan materi kurikulum yang menyangkut iman dan moral merupakan wewenang
gereja Katolik dan/atau Uskup.
PASAL 36
• Pengelolaan satuan pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah dilakukan
oleh gereja Katolik/keuskupan.
PASAL 37
• Pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan oleh
gereja Katolik/keuskupan.
• Pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi merupakan satuan
pendidikan tinggi keagamaan yang mendapat ijin dari Menteri Agama.
• Pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan dalam
bentuk Sekolah Tinggi Pastoral/Kateketik/Teologi atau bentuk lain yang sejenis dan
sederajat.
• Penamaan satuan pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi
merupakan hak penyelenggara yang bersangkutan.
• Isi dan/atau materi kurikulum yang menyangkut iman dan moral pendidikan
keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi merupakan kewenangan gereja
Katolik.
• Untuk dapat diterima sebagai peserta didik pada pendidikan tinggi keagamaan Katolik
seseorang harus berijazah SMA atau sederajat.
PASAL 38
• Pengelolaan satuan pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah dilakukan
oleh gereja Katolik/keuskupan.
TERIMA KASIH

More Related Content

Similar to pp55 tahun 2005.pptx

Sistem pendidikan nasional
Sistem pendidikan nasionalSistem pendidikan nasional
Sistem pendidikan nasionalirmasonghyekyo
 
Sistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan NasionalSistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan NasionalDoanks
 
RUU PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN-FINAL 130918 (kirim Pengusul).pdf
RUU PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN-FINAL 130918 (kirim Pengusul).pdfRUU PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN-FINAL 130918 (kirim Pengusul).pdf
RUU PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN-FINAL 130918 (kirim Pengusul).pdfdimasmabauty
 
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknasDrs. HM. Yunus
 
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknas
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknasUndang undang-no-20-tentang-sisdiknas
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknasErlita Izzatunnisa
 
14.delly haryani (06111404014)
14.delly haryani (06111404014)14.delly haryani (06111404014)
14.delly haryani (06111404014)Dewi_Sejarah
 
UU No. 20 Tahun 2003
UU No. 20 Tahun 2003UU No. 20 Tahun 2003
UU No. 20 Tahun 2003suprapto
 
Undang Undang No 20 Tahun 2003
Undang Undang No 20 Tahun 2003Undang Undang No 20 Tahun 2003
Undang Undang No 20 Tahun 2003smpbudiagung
 
Www.unpad.ac.id wp content-uploads_2012_10_uu20-2003-sisdiknas
Www.unpad.ac.id wp content-uploads_2012_10_uu20-2003-sisdiknasWww.unpad.ac.id wp content-uploads_2012_10_uu20-2003-sisdiknas
Www.unpad.ac.id wp content-uploads_2012_10_uu20-2003-sisdiknassujiman ae
 
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasionalAmrizal Ahmad
 
Uu no 20_th_2003
Uu no 20_th_2003Uu no 20_th_2003
Uu no 20_th_2003Swa Mini
 

Similar to pp55 tahun 2005.pptx (20)

Sistem pendidikan nasional
Sistem pendidikan nasionalSistem pendidikan nasional
Sistem pendidikan nasional
 
Uu 02 1989
Uu 02 1989Uu 02 1989
Uu 02 1989
 
Sistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan NasionalSistem Pendidikan Nasional
Sistem Pendidikan Nasional
 
Standar isi
Standar isiStandar isi
Standar isi
 
RUU PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN-FINAL 130918 (kirim Pengusul).pdf
RUU PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN-FINAL 130918 (kirim Pengusul).pdfRUU PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN-FINAL 130918 (kirim Pengusul).pdf
RUU PESANTREN DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN-FINAL 130918 (kirim Pengusul).pdf
 
Standar isi
Standar isiStandar isi
Standar isi
 
Sisdiknas uu no.20 tahun 2003
Sisdiknas uu no.20 tahun 2003Sisdiknas uu no.20 tahun 2003
Sisdiknas uu no.20 tahun 2003
 
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
01.1 uu tahun2003 nomor020 sisdiknas
 
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknas
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknasUndang undang-no-20-tentang-sisdiknas
Undang undang-no-20-tentang-sisdiknas
 
14.delly haryani (06111404014)
14.delly haryani (06111404014)14.delly haryani (06111404014)
14.delly haryani (06111404014)
 
Undang Undang 2003 (sistem pendidikan nasional)
Undang Undang 2003 (sistem pendidikan nasional)Undang Undang 2003 (sistem pendidikan nasional)
Undang Undang 2003 (sistem pendidikan nasional)
 
UU No. 20 Tahun 2003
UU No. 20 Tahun 2003UU No. 20 Tahun 2003
UU No. 20 Tahun 2003
 
Undang Undang No 20 Tahun 2003
Undang Undang No 20 Tahun 2003Undang Undang No 20 Tahun 2003
Undang Undang No 20 Tahun 2003
 
Www.unpad.ac.id wp content-uploads_2012_10_uu20-2003-sisdiknas
Www.unpad.ac.id wp content-uploads_2012_10_uu20-2003-sisdiknasWww.unpad.ac.id wp content-uploads_2012_10_uu20-2003-sisdiknas
Www.unpad.ac.id wp content-uploads_2012_10_uu20-2003-sisdiknas
 
Referensi uu pendidikan
Referensi uu pendidikanReferensi uu pendidikan
Referensi uu pendidikan
 
Uu2003
Uu2003Uu2003
Uu2003
 
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
01.uu no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
 
Uu no 20_th_2003
Uu no 20_th_2003Uu no 20_th_2003
Uu no 20_th_2003
 
UU Sisdiknas
UU SisdiknasUU Sisdiknas
UU Sisdiknas
 
3 tesis bab ii
3 tesis bab ii3 tesis bab ii
3 tesis bab ii
 

More from DinarDorotea

Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.pptKebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.pptDinarDorotea
 
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.pptHarta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.pptDinarDorotea
 
Hukum Adat Waris.ppt
Hukum Adat Waris.pptHukum Adat Waris.ppt
Hukum Adat Waris.pptDinarDorotea
 
AMORIS LAETITIA.ppt
AMORIS LAETITIA.pptAMORIS LAETITIA.ppt
AMORIS LAETITIA.pptDinarDorotea
 
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.pptKOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.pptDinarDorotea
 
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.pptBanggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.pptDinarDorotea
 
Sakramen-Sakramen.ppt
Sakramen-Sakramen.pptSakramen-Sakramen.ppt
Sakramen-Sakramen.pptDinarDorotea
 
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptxPenyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptxDinarDorotea
 
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptxSPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptxDinarDorotea
 
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.pptMemperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.pptDinarDorotea
 
kebudayaan-dan-agama1.pptx
kebudayaan-dan-agama1.pptxkebudayaan-dan-agama1.pptx
kebudayaan-dan-agama1.pptxDinarDorotea
 
Ajaran_Sosial_Gereja.pptx
Ajaran_Sosial_Gereja.pptxAjaran_Sosial_Gereja.pptx
Ajaran_Sosial_Gereja.pptxDinarDorotea
 

More from DinarDorotea (20)

12066254.ppt
12066254.ppt12066254.ppt
12066254.ppt
 
3232640.ppt
3232640.ppt3232640.ppt
3232640.ppt
 
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.pptKebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
Kebijakan Inspektorat dalam Kementerian Agama.ppt
 
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.pptHarta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
Harta Kekayaan Dalam Perkawinan.ppt
 
Hukum Adat Waris.ppt
Hukum Adat Waris.pptHukum Adat Waris.ppt
Hukum Adat Waris.ppt
 
AMORIS LAETITIA.ppt
AMORIS LAETITIA.pptAMORIS LAETITIA.ppt
AMORIS LAETITIA.ppt
 
4086793.ppt
4086793.ppt4086793.ppt
4086793.ppt
 
14095243.ppt
14095243.ppt14095243.ppt
14095243.ppt
 
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.pptKOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
KOMITMEN PENGURUS GEREJA.ppt
 
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.pptBanggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
Banggakah Anda Sebagai orang Katolik.ppt
 
Sakramen-Sakramen.ppt
Sakramen-Sakramen.pptSakramen-Sakramen.ppt
Sakramen-Sakramen.ppt
 
Musi Gereja.ppt
Musi Gereja.pptMusi Gereja.ppt
Musi Gereja.ppt
 
seruan Paulus.ppt
seruan Paulus.pptseruan Paulus.ppt
seruan Paulus.ppt
 
12747774.ppt
12747774.ppt12747774.ppt
12747774.ppt
 
3277742.ppt
3277742.ppt3277742.ppt
3277742.ppt
 
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptxPenyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
Penyusunan Kisi-Kisi Soal.pptx
 
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptxSPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
SPIRITUALITAS GURU AGAMA KATOLIK.pptx
 
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.pptMemperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
Memperjuangkan Masyarakat Adil Damai dan Sejahterah.ppt
 
kebudayaan-dan-agama1.pptx
kebudayaan-dan-agama1.pptxkebudayaan-dan-agama1.pptx
kebudayaan-dan-agama1.pptx
 
Ajaran_Sosial_Gereja.pptx
Ajaran_Sosial_Gereja.pptxAjaran_Sosial_Gereja.pptx
Ajaran_Sosial_Gereja.pptx
 

Recently uploaded

kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxAhmadSyajili
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Surveikustiyantidew94
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompokelmalinda2
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxnursariheldaseptiana
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehBISMIAULIA
 

Recently uploaded (9)

kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
 

pp55 tahun 2005.pptx

  • 1. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN AGAMA DAN KEAGAMAAN OLEH :ABNELA FOBIA, SE JABATAN: KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN ROTE NDAO OLEH :ABNELA FOBIA, SE JABATAN: KEPALA KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN ROTE NDAO
  • 2. PENDIDIKAN AGAMA SECARA UMUMM PASAL II • Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antarumat beragama. • Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
  • 3. PASAL III 1. Setiap satuan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama. 2. Pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama. PASAL IV 1. Pendidikan agama pada pendidikan formal dan program pendidikan kesetaraan sekurang-kurangnya diselenggarakan dalam bentuk mata pelajaran atau mata kuliah agama. 2. Setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan berhak pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. 3. Setiap satuan pendidikan menyediakan tempat menyelenggarakan pendidikan agama.
  • 4. PASAL IV 4. Satuan pendidikan yang tidak dapat menyediakan tempat menyelenggarakan pendidikan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat bekerja sama dengan satuan pendidikan yang setingkat atau penyelenggara pendidikan agama di masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan agama bagi peserta didik. 5. Setiap satuan pendidikan menyediakan tempat dan kesempatan kepada peserta didik untuk melaksanakan ibadah berdasarkan ketentuan agama yang dianut oleh peserta didik. 6. Tempat melaksanakan ibadah agama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat berupa ruangan di dalam atau di sekitar lingkungan satuan pendidikan yang dapat digunakan peserta didik menjalankan ibadahnya. 7. Satuan pendidikan yang berciri khas agama tertentu tidak berkewajiban membangun rumah ibadah agama lain selain yang sesuai dengan ciri khas agama satuan pendidikan yang bersangkutan.
  • 5. PASAL V 1. Kurikulum pendidikan agama dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan. 2. Pendidikan agama diajarkan sesuai dengan tahap perkembangan kejiwaan peserta didik. 3. Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan seharihari dan menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 4. Pendidikan agama mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat diantara sesama pemeluk agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain. 5. Pendidikan agama membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap dan berperilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri, kompetitif, kooperatif, tulus, dan bertanggung jawab. 6. Pendidikan agama menumbuhkan sikap kritis, inovatif, dan dinamis, sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk memiliki kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga.
  • 6. PASAL V 7. Pendidikan agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mendorong kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses. 8. Satuan pendidikan dapat menambah muatan pendidikan agama sesuai kebutuhan. 9. Muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat berupa tambahan materi, jam pelajaran, dan kedalaman materi. PASAL VI 1. Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah disediakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
  • 7. PASAL VI 1. Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah disediakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 2. Pendidik pendidikan agama pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat disediakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. 3. Dalam hal satuan pendidikan tidak dapat menyediakannya, maka Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib menyediakannya sesuai kebutuhan satuan pendidikan.S
  • 8. PASAL VII 1. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan agama tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2) sampai dengan ayat (7), dan Pasal 5 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa peringatan sampai denganpenutupan setelah diadakan pembinaan/pembimbingan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. 2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk: • satuan pendidikan tinggi dilakukan oleh Menteri setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Agama; • satuan pendidikan dasar dan menengah dilakukan oleh bupati/walikota setelah memperoleh pertimbangan dari Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota. • satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan oleh pemerintah daerah menjadi bertaraf internasional dilakukan oleh kepala pemerintahan daerah yang mengembangkannyasetelah memperoleh pertimbangan dari Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi atau Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
  • 9. PASAL VII 3. Ketentuan lebih lanjut tentang sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, serta tentang pendidik pendidikan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur dengan Peraturan Menteri Agama.
  • 10. BAB III PENDIDIKAN KEAGAMAAN PASAL VIII • Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. • Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilainilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.
  • 11. PASAL IX • Pendidikan keagamaan meliputi pendidikan keagamaan Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. • Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. • Pengelolaan pendidikan keagamaan dilakukan oleh Menteri Agama. PASAL X • Pendidikan keagamaan menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaran agama. • Penyelenggaraan pendidikan ilmu yang bersumber dari ajaran agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum/keterampilan terutama bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik pindah pada jenjang yang sama atau melanjutkan ke pendidikan umum atau yang lainnya pada jenjang berikutnya.
  • 12. PASAL XI • Peserta didik pada pendidikan keagamaan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang terakreditasi berhak pindah ke tingkat yang setara di Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat setelah memenuhi persyaratan. • Hasil pendidikan keagamaan nonformal dan/atau informal dapat dihargai sederajat dengan hasil pendidikan formal keagamaan/umum/kejuruan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasiyang ditunjuk oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. • Peserta didik pendidikan keagamaan formal, nonformal,dan informal yang memperoleh ijazah sederajat pendidikan formal umum/kejuruan dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya pada pendidikan keagamaan atau jenis pendidikan yang lainnya.
  • 13. PASAL XII • Pemerintah dan/atau pemerintah daerah memberi bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan. • Pemerintah melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan keagamaan selama tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. • Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang, melakukan akreditasi atas pendidikan keagamaan untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai Standar Nasional Pendidikan. • Akreditasi atas pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Agama.
  • 14. PASAL XIII • Pendidikan keagamaan dapat berbentuk satuan atau program pendidikan. • Pendidikan keagamaan dapat didirikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. • Pendirian satuan pendidikan keagamaan wajib memperoleh izin dari Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk. • Syarat pendirian satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a.Isi pendidikan/kurikulum; b. Jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan; c. Sarana dan prasarana yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran; d. Sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan sekurang-kurangnya untuk 1 (satu) tahun pendidikan/akademik berikutnya; e. Sistem evaluasi; dan f. Manajemen dan proses pendidikan
  • 15. PASAL XIII • Ketentuan lebih lanjut tentang syarat-syarat pendirian satuan pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e diatur dengan Peraturan Menteri Agama dengan berpedoman pada ketentuan Standar Nasional Pendidikan. • Pendidikan keagamaan jalur nonformal yang tidak berbentuk satuan pendidikan yang memiliki peserta didik 15 (lima belas) orang atau lebih merupakan program pendidikan yang wajib mendaftarkan diri kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
  • 16. BAGIAN III PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK PASAL 31 • Pendidikan keagamaan Katolik diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. • Pendidikan keagamaan Katolik pada jalur pendidikan formal diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi. • Pendidikan keagamaan Katolik pada jalur formal dibina oleh Menteri Agama. • Penamaan satuan pendidikan keagamaan Katolik jalur pendidikan formal pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi merupakan hak penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan. PASAL 32
  • 17. PASAL 33 • Pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah merupakan Sekolah Menengah Agama Katolik (SMAK) atau yang sederajat yang terdiri atas 3 (tiga) tingkat. • Pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah dibina oleh Menteri Agama. PASAL 34 • Untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikan menengah keagamaan Katolik seseorang harus berijazah SMP atau yang sederajat. PASAL 35 • Kurikulum pendidikan keagamaan Katolik memuat bahanvkajian tentang agama Katolik dan kajian lainnya pada jenjang menengah. • Isi dan materi kurikulum yang menyangkut iman dan moral merupakan wewenang gereja Katolik dan/atau Uskup.
  • 18. PASAL 36 • Pengelolaan satuan pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah dilakukan oleh gereja Katolik/keuskupan. PASAL 37 • Pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan oleh gereja Katolik/keuskupan. • Pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi merupakan satuan pendidikan tinggi keagamaan yang mendapat ijin dari Menteri Agama. • Pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan dalam bentuk Sekolah Tinggi Pastoral/Kateketik/Teologi atau bentuk lain yang sejenis dan sederajat. • Penamaan satuan pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi merupakan hak penyelenggara yang bersangkutan. • Isi dan/atau materi kurikulum yang menyangkut iman dan moral pendidikan keagamaan Katolik jenjang pendidikan tinggi merupakan kewenangan gereja Katolik. • Untuk dapat diterima sebagai peserta didik pada pendidikan tinggi keagamaan Katolik seseorang harus berijazah SMA atau sederajat.
  • 19. PASAL 38 • Pengelolaan satuan pendidikan keagamaan Katolik tingkat menengah dilakukan oleh gereja Katolik/keuskupan.