Makalah 1 Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum PAI.pdf
1. MAKALAH
Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum PAI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu: Dr. H. Mahfudz Sidiq, MM
Oleh:
Kelompok 1
1. MUHAMMAD ZAINUR ROSIKIN
NIM. 2103805091001
2. RESA RISALAH IMAN
NIM. 1903805091003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
UNIVERSITAS ISLAM JEMBER
TAHUN 2023
2. ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan Rahmat dan Taufiq-Nya kepada penulis sehingga makalah yang
berjudul, “Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum PAI” dapat terselesaikan
dengan baik.
Sholawat dan salam mudah-mudahan senantiasa tetap terlimpahkan kepada
baginda Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan segenap kaum muslimin yang
memperoleh syafaatnya hingga hari kiamat.
Dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas ini telah penulis usahakan
untuk menyajikan karya ilmiah ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian tidaklah
menutup kemungkinan kalau terdapat kekurangan-kekurangan yang masih perlu
mendapat perhatian dan perbaikan, karena sebagai manusia biasa tidak akan pernah
hampa dari kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan. Akhirnya diucapkan
banyak terima kasih kepada yang terhormat dosen pengampu mata kuliah
Pengembangan Kurikulum PAI Bapak Dr. H. Mahfudz Sidiq, MM yang telah
memberi kami kesempatan menelaah dan mengkaji Konsep Dasar Pengembangan
Kurikulum PAI berdasarkan materi yang tersedia dalam mata kuliah ini.
Sebagai manusia biasa, sekali lagi kami memohon maaf yang sebesar-
besarnya bilamana terdapat kekurangan atau kesalahan dalam bentuk dan keadaan apa
pun baik dalam makalah atau pun presentasi kami. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua khususnya bagi kami sebagai pemateri. Amin...
Penulis
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................4
A. Pengertian Kurikulum.................................................................................................................4
B. Latar Belakang Munculnya berbagai Macam Konsep Kurikulum.............................................7
C. Model Konsep Kurikulum.........................................................................................................11
D. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam...........................................................................................16
E. Pengembangan Kurikulum PAI..................................................................................................17
F. Fungsi Kurikulum PAI ...............................................................................................................18
G. Proses Pengembangan Kurikulum ..............................................................................................19
H. Tujuan Pengembangan Kurikulum .............................................................................................19
I. Kurikulum dan Tujuan Pendidikan............................................................................................20
J. Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Islam..........................................................................20
BAB III .................................................................................................................................................22
KESIMPULAN.....................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................23
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum sampai saat ini masih hangat untuk diperbincangkan. Sebab kurikulum
mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan, bahkan bisa
dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci dalam pendidikan, hal ini
berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan, yang pada akhirnya
menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum
menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah,
daerah, wilayah maupun nasional.[1
] Semua orang berkepentingan dengan kurikulum,
sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun
informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi
muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil
yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup
sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan
hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan peserta didik nantinya, maka pengembangan kurikulum tidak
bisa dikerjakan sembarangan[2]harus berorentasi kepada tujuan yang jelas sehingga akan
menghasilkan hasil yang baik dan sempurna.
Disamping itu, program pendidikan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan diorentasikan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedang dan akan terjadi. Oleh karena itu, kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru
bersama-sama masyarakat pemakai.
Untuk bisa merancang kurikulum yang demikian, guru harus memiliki peranan
yang amat sentral. Oleh karena itu pula, kompetensi manajemen pengembangan kurikulum
perlu dimiliki oleh setiap guru di samping kompetensi teori belajar.
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan
diselenggarakan dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk
1 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), hal. 5
2 Sofan Amri, dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran; Pengaruhnya Terhadap
Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT. Prestasi Pustaka Publisher, 2010), hal. 61-62
5. 2
mengejawantahan ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung
dalam visi, misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan
pendidikannya. Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah
satu perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam.[3]
Di tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks
pengembangan kurikulum, sering kali para guru PAI merasa kebingungan dalam
menghadapinya. Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderung bersifat top-down
innovation dengan strategi power coersiveatau strategi pemaksaan dari atasan (pusat) yang
berkuasa. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan
mutu pendidikan agama Islam ataupun untuk meningkatkan efisiensi serta efektifitas
pelaksanaan PAI dan sebagainya.
Kurikulum sebagai salah satu variabel pendidikan memegang peranan penting
dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Sebagaimana diungkapkan Nana Syaodih,[4]
kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, serta sebagai penentu arah, isi,
dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan
suatu lembaga pendidikan.
Dalam kehidupan yang penuh kompetensi, tuntutan masyarakat terhadap kualitas
semakin tinggi. Hal ini dikarenakan masyarakat yakin sekolah mampu menjawab dan
mengantisipasi tantangan masa depan. Dalam konteks inilah beberapa sekolah berupaya
menerapkan konsep kurikulum sekolah yang berbeda dengan sekolah lain dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya masing-masing.
Kurikulum sebagai variabel sekaligus sebagai program belajar bagi siswa, disusun
secara sistematis dan logis oleh sekolah guna mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum
sebagai program belajar adalah niat, rencana, atau harapan. Oleh karena itu dapat pula
dikatakan bahwa kurikulum adalah hasil belajar yang diniati.
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap
seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan
kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara
sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan konsep-konsep yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum yang tidak didasarkan pada konsep yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
3 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 1
4 Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 1997, hal. 5
6. 3
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum PAI ?
b. Apa saja Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum PAI ?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
diatas, maka dalam penulisan makalah ini mempunyai tujuan yakni:
a. Untuk memahami Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum PAI.
b. Untuk mengetahui Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum PAI.
c. Untuk mendeskripsikan Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum PAI.
7. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang pengembangan kurikulum PAI, perlu
dikemukakan terlebih dahulu apa itu kurikulum. Kata “Kurikulum”berasal dari kata
Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak
tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari star
hingga finish. Jarak dari star sampai finish ini kemudian yang disebut dengan currere.[5]
Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang
terang, atau jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya.[6]
Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru
dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta
nilai-nilai.[ 7 ] Al-Khauly (1981) menjelaskan bahwa al-Manhaj sebagai seperangkat
rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan
pendidikan yang diinginkan.
Sementara itu menurut E. Mulyasa[8]bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai hasil kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.
Berdasarkan study yang telah dilakukan oleh banyak ahli, dapat disimpulkan
bahwa pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut
pandangan lama dan pandangan baru.
Pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan
bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk
memperolah ijazah.[9]
Pengertian kurikulum secara tradisional di atas mempunyai implikasi sebagai berikut :
5 M. Ahmad, Dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia,1998), hal, 9
6 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Kalam Mulia, 2004), hal. 128
7 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi, Op-Cit, hal, 1
8 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 46.
9 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal.
3
8. 5
1. Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran sendiri pada hakikatnya
adalah pengalaman nenek moyang di masa lampau. Berbagai pengalaman tersebut dipilih,
dianalisis, serta disusun secara sistematis dan logis, sehingga muncul mata pelajaran
seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya.
2. Mata pelajaran adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga penyampaian
mata pelajaran pada siswa akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai
kecerdasan berfikir.
3. Mata pelajaran menggambarkan kebudayaan masa lampau. Adapun pengajaran berarti
penyampaian kebudayaan kepada generasi muda.
4. Tujuan mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah. Ijazah diposisikan
sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan belajar.
5. Adanya aspek keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang
sama. Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam
penyusunan kurikulum.
6. Sistem penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem penuangan (imposisi).
Akibatnya, dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih banyak bersikap aktif, sedangkan
siswa hanya bersifat pasif belaka.[10]
Sebagai perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat lain seperti yang
dikemukakan oleh Romine (1954). Pandangan ini dapat digolongkan sebagai pendapat
yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut :
“Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences
which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not”
Implikasi perumusan di atas adalah sebagai berikut :
1. Tafsiran tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas
mata pelajaran (courses), tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang menjadi
tanggung jawab sekolah.
2. Sesuai dengan pandangan ini, berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan
ekstrakurikuler) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu, tidak ada
pemisahan antara intra dan ekstrakurikulum.
3. Pelaksanaan kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan
dilaksanakan baik di dalam maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
10 Ibid, hal. 4.
9. 6
4. Sistem penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau
pengalaman yang akan disampaikan. Oleh karena itu, guru harus mengadakan berbagai
kegiatan belajar mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi siswa.
5. Tujuan pendidikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran (courses) atau bidang
pengetahuan yang tersusun (subject), melainkan pembentukan pribadi anak dan belajar
cara hidup di dalam masyarakat.[11]
Dari dua sudut pandangan kurikulum di atas bahwa pengertian yang lama tentang
kurikulum lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata
pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu
lembaga pendidikan. Demikian pula definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor
2/1989.
Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003
dikembangkan kearah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga
komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara
pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya.[12] Menurut
Dedy Pradibto,[13] kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi,dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara
kegiatan.
Menurut yang berpandangan tradisional, kurikulum ialah sejumlah pelajaran yang
harus ditempuh siswa di suatu sekolah. Sedangkan menurut yang berpandangan modern,
kurikulum lebih dari sekedar rencana pembelajaran, kurikulum dianggap sebagai sesuatu
yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berikut beberapa definisi kurikulum menurut para ahli:
Macdonald, kurikulum adalah pernyataan mengenai tujuan.
11 Ibid, hal. 5.
12 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi, Op-Cit, hal. 2
13 Dedy Pradibto,. Belajar Sejati Versus Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius, 2007, hal. 210
10. 7
Nunan, kurikulum adalah semua kegiatan yang dalam kegiatan-kegiatan tersebut
para siswa terlibat secara aktif dalam aturan sekolah yang meliputi apa yang
dipelajari siswa, bagaimana mereka belajarnya, bagaimana guru membantu mereka
dalam belajar, materi apa yang digunakan, dengan menggunakan gaya dan metode
penilaian yang bagaimana serta fasilitas apa yang digunakan untuk mendukung
berjalannya semua kegiatan tersebut.
Tanner & Tanner, kurikulum adalah suatu rencana tertulis.
Richards, kurikulum adalah kegiatan yang esensial karena kegiatan tersebut
mencoba menelaah bagaimana meningkatkan kualitas pengajaran melalui
penggunaan perencanaan, pengembangan, penelaahan dan pelaksanaan dalam
semua aspek program secara sistematis.
Saylor & Alexander, kurikulum adalah pengalaman nyata yang dialami peserta
didik dengan bimbingan sekolah.
Olivia, kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban atas
kebutuhan dan tantangan.
B. Latar Belakang Munculnya berbagai Macam Konsep Kurikulum
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki
berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang
harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan
untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat
peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam
mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.
1. Standar Nasional pendidikan adalah pernyataan mengenai kualitas hasil dan komponen-
komponen sistem yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah
hukum R.I. pada jenjang, jenis atau jalur pendidikan tertentu. Standar nasional pendidikan
mencakup standar isi, standar pembelajaran, standar pengembangan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, dan standar evaluasi pendidikan yang wajib dicapai oleh
masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
2. Pengajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar di suatu lingkungan
belajar tertentu dalam upaya pendidikan tertentu.
3. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
dirinya melalui pengalaman belajar yang tersedia pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan
tertentu.
11. 8
4. Satuan pendidikan adalah lembaga penyelenggaraan pendidikan, seperti kelompok
bermain, tempat penitipan anak, taman kanak-kanak, sekolah, perguruan tinggi, kursus dan
kelompok belajar.[14]
5. Kurikulum sebagai program studi. Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran
yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di Instansi pendidikan lainnya.
6. Kurikulum sebagai konten. Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan
timbulnya belajar.
7. Kurikulum sebagai kegiatan berencana. Kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal
yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
8. Kurikulum sebagai hasil belajar. Seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh
suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh
hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
9. Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Transper dan refleksi butir-butir kebudayaan
masyarakat, agar dimiliki dan difahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
10. Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Keseluruhan pengalaman belajar yang
direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
11. Kurikulum sebagai produksi. Seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai
hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.[15]
Dalam sistem pendidikan kurikulum sebagai salah satu komponen, namun kurikulum itu
sendiri juga mempunyai beberapa komponen. Hasan Langgulung memandang bahwa
kurikulum mempunyai empat komponen utama, yaitu :
1. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang
yang bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
2. Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas, dan
pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut
dengan mata pelajaran.
3. Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan
memotivasi murid untuk membawa mereka kea rah yang dikehendaki oleh kurikulum.
14 Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal.
91.
15 Muhain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya, (Bandung : PT. Trigenda Karya, 1993), hal. 185
12. 9
4. Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum
dan hasil proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.[16]
Model konsep kurikulum muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai aliran dalam
pendidikan, karena kurikulum memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori
pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa teori
kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan teori pendidikan. Nana Syaodih
mengemukakan empat teori pendidikan,[17] yaitu:
1. Pendidikan Klasik
Aliran pendidikan klasik-tradisional yang melahirkan konsep kurikulum
rasionalisasi atau subjek akademis. Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat
klasik, seperti perenialisme, essensialisme, dan eksistensialisme dan memandang bahwa
pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan
budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.
Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan
dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis.
Faktanya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan
peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas dari
pendidik. Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek
akademis, yaitu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta
melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses penelitian, melalui metode
ekspositori dan inkuiri.
2. Pendidikan Pribadi
Aliran pendidikan pribadi melahirkan konsep kurikulum aktualisasi diri atau
humanistik. Teori pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah
memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-
potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta
didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik
hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong,
fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik.
Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya adalah Francis Parker dan John Dewey,
16 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna, 1988), hal. 303.
17 Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 1997, hal. 21-22
13. 10
memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran
berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat
refleksinya itu, ia dapat memahami dan menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih
merupakan ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai
dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing.
Pendidikan romantik berpangkal dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang
tabula rasa, yang memandang setiap individu dalam keadaan fitrah, memiliki nurani
kejujuran, kebenaran dan ketulusan. Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi
pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan
memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari
lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas
pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis).
3. Pendidikan Interaksional
Aliran pendidikan interaksionis melahirkan konsep kurikulum rekontruksi sosial.
Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran
manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan
manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja
sama dan interaksi.
Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada
peserta didik dan dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi
antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran
manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog.
Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Peserta
didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut, memberikan
interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam konteks kehidupan.
Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
Pendidikan interaksional menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum
rekonstruksi sosial, yaitu model kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan
para peserta didik pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan
yang dihadapi manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk
memecahkannya.
14. 11
4. Pendidikan Teknologi
Aliran pendidikan teknologis melahirkoan konsep kurikulum teknologi. Teknologi
pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan
klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara
keduanya ada yang berbeda. Dalam tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah
pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan
pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi
pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus.
Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang
mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau
desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan
para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai
sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-
keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat.
Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director of learning), lebih banyak tugas-
tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan. Teknologi pendidikan
menjadi sumber untuk pengembangan model kurikulum teknologis, yaitu model kurikulum
yang bertujuan memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik, melalui
metode pembelajaran individual, media buku atau pun elektronik, sehingga mereka dapat
menguasai keterampilan-keterampilan dasar tertentu.
C. Model Konsep Kurikulum
Menurut Zaenal Arifin,[18] model konsep kurikulum tidak terlepas dari apa yang
dikemukakan Hilda Tiba dalam bukunya Curriculum Devolepment Theory and Practice,
bahwa terdapat tida fungsi kurikulum, yaitu:
Sebagai transmisi, yaitu mewarisi nilai-nilai budaya, dapat direalisasikan melalui
konsep kurikulum subjek akademik.
Sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan dan rekontruksi sosial, dapat
diwujudkan melalui konsep kurikulum rekontruksi sosial.
Sebagai pengembangan individu, dapat direfleksikan melalui konsep kurikulum
humanistik (aktualisasi diri).
Menurut Moh Ali,[19] kurikulum sebagai suatu rencana yang menjadi panduan dalam
menjalankan roda proses pendidikan di sekolah akan mempunyai bentuk yang berbeda-
18 Arifin, Zainal. Pendekatan Dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2001, hal. 127
15. 12
beda sebagai akibat dipegangnya konsep tentang fungsi pendidikan itu. Oleh sebab konsep
tentang fungsi pendidikan itu bermacam-macam, maka konsep kurikulum pun bermacam-
macam pula. McNeil (1981), mengkategorikan konsep kurikulum ini ke dalam empat
macam, yaitu:
1. Konsep Kurikulum Subjek Akademik
Kurikulum ini merupakan model konsep kurikulum yang paling tua, sejak sekolah
yang pertama dulu berdiri. Kurikulum ini menekankan pada isi atau materi pelajaran yang
bersumber dari disiplin ilmu. Penyusunannya relatif mudah, praktis, dan mudah
digabungkan dengan model konsep yang lain. Kurikulum ini bersumber dari pendidikan
klasik, perenialisme(kurikulum berfokus pada pengembangan diri) danesensialisme
(kurikulum berfokus pada keterampilan penting), yang berorientasi pada masa lalu. Semua
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai telah ditentukan oleh pemikir masa lalu. Fungsi
pendidikan adalah memelihara dan mewariskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-
nilai budaya masa lalu kepada generasi yang baru.
Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan, belajar adalah berusaha
menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang
yang menguasai seluruh atau sebagaian besar pendidikan yang diberikan oleh guru. (Nana
Syaodih Sukmadinata, 1997:81) Jadi seorang guru harus berhati-hati dalam bertindak dan
harus menjadi teladan bagi murid-muridnya, karena ucapan dan tindakan guru akan
dicontoh oleh murid-muridnya sebagaimana dalam pepatah jawa bahwa guru adalah
digugu dan ditiru.
Menurut Moh Ali, (1992:14) konsep kurikulum akademis melahirkan bentuk-
bentuk kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran. Bahan-bahan mata pelajaran
yang menjadi kurikulum diseleksi dari disiplin-disiplin ilmu terkait yang dipandang dapat
mengembangkan proses kognitif. Bentuk lain dari kurikulum yang lahir berdasarkan
konsep kurikulum akademis adalah kurikulum inti atau core curriculum. Kurikulum ini
berisi mata pelajaran dan bahan pelajaran yang bersifat fundamental, dan dianggap paling
penting untuk dikuasai setiap siswa.
Menurut Arifin (2001:129), ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum
subjek akademik memiliki karateristik tertentu, antara lain:
a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan disiplin
ilmu. Dengan pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu, para siswa diharapkan memiliki
19 Ali, Mohammad. Pengembangan Kurikulum Di Sekolah. Bandung: CV Sinar Baru Offset, 1992, hal. 10
16. 13
konsep-konsep dan cara-cara yang dapat terus dikembangkan dalam masyarakat yang lebih
luas. Sekolah harus memberikan banyak kesempatan kepada para siswa untuk
merealisasikan kemampuan mereka untuk menguasai warisan budaya.
b. Isi atau materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh para
ahli lalu diorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan. Pola organisasi materi yang
digunakan dalam kurikulum subjek akademik adalah:
Correlatet curriculum adalah konsep yang dipelajari dalam satu pelajaran
dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
Unifiet atau Concentrated curriculumadalah bahan pelajaran yang tersusun dalam
tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai mata pelajaran
atau disiplin ilmu.
Integrated curriculum adalah bahan ajar yang diintegrasikan dalam suatu persoalan,
kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
Problem solving curriculum adalah topik pemecahan masalah sosial dengan
menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari berbagai mata
pelajaran atau disiplin ilmu.
c. Metode, metode yang paling banyak digunakan dalam kurikulum subjek akademik
adalah metode eksposotori dan inkuiri.
d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi.
Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan yang lain.
Kritikan tersebut sekaligus menunjukkan kelemahan konsep kurikulum ini, yaitu:
Terlalu menonjolkan domain kognitif-akademis sehingga domain afektif,
psikomotor, sosial, emosional menjadi terabaikan;
Konsep yang dikembangkan para ahli belum tentu sesuai dengan minat dan
kebutuhan peserta didik;
Tidak semua siswa dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah;
Tidak semua anak-anak menjadi ilmuwan profesional;
Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian.
2. Konsep Kurikulum Humanistik
Konsep kurikulum ini dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik.
Kurikulum ini berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi yaitu John Mewey dan J.J.
Rousseau, yang lebih menekankan pada pengembangan kepribadian peserta didik secara
utuh dan seimbang antara perkembangan segi intelektual, afektif, dan psikomotor.
Kurikulum ini menekankan pengembangan dan kemampuan dengan memperhatikan minat
17. 14
dan kebutuhan peseta didik dan pembelajarannya berpusat pada peserta didik.
Pembelajaran segi-segi sosial, moral, dan afektif mendapat perhatian utama dalam model
kurikulum ini.
Mereka percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan
kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanistik juga berpegang pada konsep
Psikologi Gestalt, bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang menyeluruh.
Pendidikan diarahkan pada membina manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan
intelektual tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai dll). Dalam hal
ini ada beberapa aliran dalam pendidikan humanistik yaitu pendidikan
konfluen,kritikisme,radikal dan mistikisme modern.[20]
Menurut Zaenal Arifin[21]kurikulum humanistik bersifat child-cebtred (berpusat
pada anak didik) yang menekankan ekspresi diri secara kreatif individualis, dan aktivitas
pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari luar. Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum
humanistik adalah:
a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang akan
dipelajari.
b. Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan tindakan
(kognitif, efektif, dan psikomotor).
c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan pokok
serta kehidupan anak ditinjau dari segi emosi dan intelektual.
d. Diri anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat mengenal
dirinya.
e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan (Pribadi yang utuh)
dalam masyarakat.
Sedangkan ditinjau dari kerangka dasar kurikum, konsep kurikulum humanistik
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis.
Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangan pribadinya secara utuh, membantu
anak menemukan dan mengaktualisasikan diri, yang berkenaan dengan intelektual,
emosional maupun performance.
20 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 1997, hal. 86
21 Zainal Arifin,. Pendekatan Dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2001, hal. 133
18. 15
Proses, yaitu terbangunnya emosional yang kondusif antara guru dan siswa.
Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena itu sifatnya
subjektif, baik dari guru maupun siswa.
3. Konsep Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Konsep kurikulum ini lebih memusatkan perhatiannya pada problema-problema yang
dihadapi dalam masyarakat, kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional.
Menurut mereka pendidikan bukanlah merupakan upaya sendiri, tetapi merupakan
kegiatan bersama, interaksi, dan kerjasama. Melalui interaksi dan kerjasama ini peserta
didik berusaha memecahkan problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat
menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Sekolah bukan hanya dapat membantu
bagaimana berpartisipasi sebaik-baiknya dalam kegiatan sosial.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata,[22] kurikulum rekonstruksi sosial memiliki desain
kurikulum yang berbeda dengan model kurikulum lain, beberapa ciri dari kurikulum ini
adalah:
a. Asumsi, tujuan utama dari kurikulum ini adalah menghadapkan para peserta didik pada
tantangan-tantangan, ancaman-ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan
yang dihadapi manusia.
b. Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah sosial mendesak.
c. Pola-pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda, di tengah-tengahnya
sebagai poros dipilih suatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno.
Kurikulum Rekonstruksi Sosial memiliki komponen-komponen yang sama dengan model
kurikulum yang lain, tetapi isi dibentuk berbeda, diantaranya sebagai berikut:
Tujuan dan isi, setiap tahun program pendidikan mempunyai tujuan yang berbeda
disesuaikan dengan masalah sosial yang ada di suatu tempat.
Metode, dalam pembelajaran rekonstruksi sosial pengembang berusaha mencari
keselarasan antara tujuan nasional dengan tujuan peserta didik.
Evaluasi, para peserta didik juga dilibatkan, keterlibatan para peserta didik
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
4. Konsep kurikulum Teknologis (kompetensi)
Kompetensi dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai
yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Perkembangan teknologi
mempengaruhi setiap bidang dan aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Sejak
22 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 1997, hal. 92
19. 16
dahulu teknologi telah diterapkan dalam pendidikan, tetapi yang digunakan adalah
teknologi sederhana seperti penggunaan papan tulis dan kapur, pena dan tinta, sabak dan
grib, dan lain-lain. Dewasa ini sesuai dengan tahap perkembangannya yang digunakan
adalah teknologi maju, seperti audio dan video cassette, overhead projektor, film slide dan
motion film, mesin pembelajaran, computer, CD-Room, andinternet.
Ada beberapa ciri dari kurikulum kompetensi yang dikembangkan dari konsep teknologi
pendidikan, yaitu:
a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kemampuan akademik, kemampuan vokasional,
kemampuan pribadi yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi.
b. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses
mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons yang
diharapkan, respons tersebut diperkuat.
c. Bahan ajar atau kompetensi yang luas atau besar dirinci bagian-bagian atau sub
kompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan obyektif.
d. Evaluasi dilaksanakan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit, ataupun
semester. Fungsi dari evaluasi ini adalah sebagai umpan balik bagi peserta didik dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran, sebagai umpan balik bagi peserta didik
pada akhir suatu program atau semester, juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan
pengembangan kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum.
D. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam
mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai dasar-dasar
yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum,
susunan dan organisasi kurikulum.
Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam,
yaitu :
1). Dasar Psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang
diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of children).
2). Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntunan yang sah dari masyarakat
(the legitimate demands of society)
3). Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita
hidup (the kind of universe in which we live).[23]
23 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op-Cit, hal. 131
20. 17
Sementara itu Al-Syaibani menawarkan dasar-dasar kurikulum sebagai berikut :
1). Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan segala
aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus berdasarkan
pada al-Qur’an, al-Shunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
2). Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara
filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan
pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik
ditinjau dari sisi ontology, epistimologi, maupun aksiologi.
3). Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam
perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik,
sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya.
4). Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang
tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan
kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat
kebiasaan, seni dan sebagainya. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam sudah
tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan
perkembangannya.[24]
E. Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai :
1. kegiatan menghasilkan kurikulum PAI atau
2.proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan
kurikulum PAI yang lebih baik; dan atau
3. kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum
PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami
perubahan-perubahan paradigma[25] walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigm
sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari
fenomena berikut :
1. Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-
ajaran agama Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur
24 Ibid, hal. 132.
25 Contoh, tasrif, teladan, pedoman; dipakai untuk menunjukan gugusan sistem pemikiran; bentuk kasus dan
pola pemecahannya. Pius A Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : PT. Arkola,
1994), hal. 566.
21. 18
tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai
tujuan pembelajaran PAI;
2. Perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, absolutis kepada cara berfikir historis,
empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai
agama Islam;
3. Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para
pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut;
4. Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada
para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas
dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan
cara-cara mencapainya.[26]
F. Fungsi Kurikulum PAI
1. Bagi sekolah/madrasah yang bersangkutan:
a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau dalam
istilah KBK disebut standar kompetensi PAI, meliputi fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi tamatan/lulusan, kompetensi bahan
kajian PAI, kompetensi mata pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA),
kompetensi mata pelajaran kelas (I, II, III, IV, V, VI, VIII, IX, X, XI, XII).
b. Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam di
sekolah/madrasah.
2. Bagi sekolah/madrasah di atasnya :
a. Melakukan penyesuaian.
b. Menghindari keterulangan sehingga boros waktu
c. Menjaga kesinambungan
3. Bagi masyarakat :
a. Masyarakat sebagai pengguna lulusan (users), sehingga sekolah/madrasah harus
mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan
PAI.
b. Adanya kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum
PAI.[27]
26 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi, Op-Cit, hal. 10-11
27 Ibid, hal. 11-12.
22. 19
G. Proses Pengembangan Kurikulum
Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi,
yaitu : administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu
pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid, serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-
pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum
adalah : administrator, guru, dan orang tua.[28]
Dalam mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dimaksud di sini adalah
kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun
perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam
program. Ide kurikulum bisa berasal dari :
1. Visi yang direncanakan. Visi (vision) adalah the statement of ideas or hopes, yakni
pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga
pendidikan dalam jangka panjang.
2. Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk
studi lanjut.
3. Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman.
4. Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5. Kecenderungan era globalisasi yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar
sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi.[29]
H. Tujuan Pengembangan Kurikulum
Istilah yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum adalah
goalsdan objectives. makna tujuan, khususnya tujuan pendidikan nasional adalah berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaktif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[30]
Secara lebih jauh, tujuan berfungsi sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-
tujuan spesifik (objectives), kegiatan belajar, implementasi kurikulum, dan evaluasi untuk
mendapatkan balikan (feedback).
28 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek, Op-Cit, hal. 155.
29 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan
Tinggi, Op-Cit, hal. 12-13.
30 Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005), hal. 98.
23. 20
Mengingat pentingnya tujuan, tidak heran jika perumusan tujuan menjadi langkah
pertama dalam pengembangan kurikulum. Filosofi yang dianut pendidikan atau sekolah
biasanya menjadi dasar pengembangan tujuan. Oleh karena itu, tujuan hendaknya
merefleksikan kebijakan, kondisi masa kini dan masa datang, prioritas, sumber-sumber
yang sudah tersedia, serta kesadaran terhadap unsur-unsur pokok dalam pengembangan
kurikulum.[31]
I. Kurikulum dan Tujuan Pendidikan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pencapaian akhir pendidikan
dapat dilakukan sekaligus, akan tetapi secara bertahap, dan setiap tahap atau menuju
sasaran yang sama. Tahap-tahap yang dikembangkan dalam pendidikan umum adalah
berakhir pada tujuan Nasional sebagai tujuan umum yang secara terbatas ditentukan pula
oleh falsafah Negara itu masing-masing. Bahkan pada zaman modern ini kita dapati
pendidikan merupakan pantulan dari falsafah suatu bangsa dan ialah yang merupakan juru
bicara dari semangat bangsa tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan kepentingan setiap
Negara, berdasarkan falsafah bangsa itu, maka ke situ pulalah pendidikan itu diarahkan.
Selanjutnya untuk mencapai pendidikan (sekolah) menyusun kurikulum tertentu sebagai
pedoman dalam proses pembelajaran.[32]
J. Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang berfalsafah al-Qur’an sebagai sumber utamanya,
menjadikan al-Qur’an sebagai sumber utama penyusunan kurikulumnya.
Muhammad Fadhil al-Jamili mengemukakan bahwa al-Qur’an al-Karim adalah
kitab terbesar yang menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam.
Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Qur’an dan
ditambah dengan al-Hadits yang melengkapinya.
Di dalam al-Qur’an dan Hadits ditemukan kerangka dasar dan dapat dijadikan
sebagai pedoman dan penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka dasar tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Sesuai dengan al-Qur’an bahwa yang menjadi kurikulum ini (intra curiculer)
pendidikan Islam adalah “Tauhid” dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tidak
dapat dirubah. Pemantapan kalimat tauhid sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan
memperdengarkan adzan dan iqomah terhadap bayi yang dilahirkan.
31 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Op-Cit, hal. 187.
32 Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010), hal. 73.
24. 21
2. Kurikulum inti (Intra Curiculer) selanjutnya adalah perintah ‘Membaca’ ayat-ayat
Allah yang meliputi 3 macam ayat yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan wahyu. (2) ayat
Allah yang ada pada diri manusia, dan (3) ayat Allah yang terdapat di dalam alam semesta
di luar diri manusia.
Firman Allah SWT:
Artinya : “Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang maha Pemurah yang mengajarkan
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”. (Q.S. al-Alaq : 1-5).
Ditinjau dari segi kurikulum sebenarnya firman Allah SWT itu merupakan bahan
pokok pendidikan yang mencakup seluruh Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh
manusia[ 33 ]. Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan
(cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization),
pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity),[ 34 ] juga sekaligus merupakan bahan
pendidikan itu sendiri. Mungkin taka ada satu kurikulum pendidikan di dunia ini yang
tidak mencantumkan membaca sebagai materinya, bahkan umumnya membaca ini
ditempatkan dari sekolah dasar, perguruan tinggi dengan berbagai variasi.
Kelima ayat tersebut pada dasarnya telah mencakup kerangka kurikulum pendidikan Islam
yang wajib dijabarkan sebagai berikut :
1. Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Tekanan yang
terkandung dalam ayat ini adalah kemampuan membaca yang dihubungkan dengan nama
Tuhan sebagai Pencipta. Hal ini erat hubungannya dengan ilmu naqli (perennial
knowledge).
2. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Ayat tersebut mendorong manusia
untuk mengintropeksi menyelidiki tentang dirinya dimulai dari proses kejadian dirinya.
Manusia ditantang dan dirangsang untuk mengungkapkan hal itu mulai imaginasi maupun
pengalamannya (acquired knowledge).
3. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajarkan manusia dengan
perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Motifasi
yang terkandung dalam ayat ini adalah agar manusia terdorong untuk mengadakan
eksplorasi alam dan sekitarnya dengan kemampuan membaca dan menulisnya.[35]
33 Ibid, hal. 79.
34 Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna), hal. 166
35 Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, Op-Cit, hal. 80-81.
25. 22
BAB III
KESIMPULAN
Dewasa ini, pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah sangat disadari
dalam sistem pendidikan nasional. Ini dikarenakan kurikulum merupakan alat yang krusial
dalam merealisasikan program pendidikan, baik formal maupun nonformal, sehingga
gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut. Dengan kata
lain sistem kurikulum pada hakikatnya adalah sistem pendidikan itu sendiri.
Sejalan dengan tuntunan zaman, perkembangan masyarakat, serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan sudah menginjakan kakinya ke dalam dunia
inovasi. Inovasi dapat berjalan dan mencapai sasarannya, jika program pendidikan tersebut
direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan tuntunan zaman.
Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan da misi
pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai bila isi pendidikan tepat dan relevan dengan
tujuan tersebut. dengan kata lain bahwa isi yang tepat atau kurikulum yang sesuai yang
akan mengantarkan ke arkea rahapai tujuan pendidikan.
Tentu bahwa tujuan kurikulum pendidikan agama Islam adalah membentuk
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT disertai dengan akhlaqul Karimah
yang agung, sehingga akan terlahir generasi yang paripurna.
26. 23
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad. Pengembangan Kurikulum Di Sekolah. Bandung: CV Sinar Baru
Offset, 1992
Arifin, Zainal. Pendekatan Dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2001
Contoh, tasrif, teladan, pedoman; dipakai untuk menunjukan gugusan sistem pemikiran;
bentuk kasus dan pola pemecahannya. Pius A Partanto, M. Dahlan al-Barry,
Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : PT. Arkola, 1994)
Dedy Pradibto,. Belajar Sejati Versus Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius, 2007
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2006)
Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010)
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna)
Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005)
Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna, 1988
M. Ahmad, Dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia,1998)