1. Dokumen tersebut membahas alasan-alasan poligami Nabi Muhammad SAW yang tidak semata-mata karena hawa nafsu, melainkan untuk kebaikan Islam dan kaum muslimin.
2. Isteri-isteri Nabi turut berperan dalam menyebarkan ajaran Islam dengan mengabarkan akhlak dan amalan Nabi kepada umat.
3. Terdapat pendapat yang memperbolehkan poligami dengan syarat mampu berlaku adil, namun pandangan modernis cenderung mem
1. BAB I
ANALISA DASAR ALASAN POLIGAMI NABI
BUKAN DEMI HAWA NAFSU
Dalam formalitas syariah, poligami memang sah sebagaimana monogami. Rasulullah
SAW pun berpoligami di sepuluh terakhir usianya. Janganlah mudah- mudah mengambil
keputusan berpoligami karena syaratnya berat harus adil, dimana adil itu tidaklah mudah.
Pernikahan Rasulullah semata-mata didasari faktor agama dan bukanlah untuk
kepentingan dunia. Pernikahan itu dilangsungkan untuk suatu hikmah dan bukan untuk
menuruti hawa nafsu belaka. Pernikahan itu dilangsungkan untuk suatu hikmah dan bukan
untuk menuruti hawa nafsu belaka. Pernikahan itu pula untuk mengokohkan, memperkuat
dan menyebarkan dakwah dan bukan untuk bersenang- senang, menyesuaikan diri dengan
situasi dan kondisi ataupun hanya sekedar suatu hobi memperbanyak isteri saja.
Kemudian pernikahan beliau selanjutnya semata-mata adalah untuk kebaikan
Islam dan kaum muslimin.
Kadang pernikahan itu sengaja dilakukan oleh Nabi demi untuk menambah keakraban
orang yang sangat dekat di hatinya, kadang pula demi untuk menambah kecintaan mereka
yang sangat dicintainya. Dan pada kali yang lain pernikahan itu bertujuan untuk melunakkan
hati orang-orang yang sedang dijinakkan untuk menerima agama Islam, sedangkan pada
kesempatan yang lain lagi pernikahan itu bermaksud untuk menambah keikhlasan kepada
Allah dan Rasul-Nya bagi mereka yang sejak awalnya telah berlaku ikhlas.
Tak jarang pula beliau mengharapkan dari pernikahan itu untuk memperbanyak kaum
kerabat dari jalur pernikahan. Agar mereka menjadi pembela- pembelanya, serta pendukung-
pendukung yang handal terhadap agama Allah. Hal itu beliau lakukan dalam suatu
masyarakat yang berasumsi bahwa hubungan kekerabatan karena pernikahan adalah
hubungan yang sangat kokoh sehingga mengharuskan pembelaan dan kesetiaan.
Di lain kesempatan, Nabi memaksudkan dari pernikahannya untuk melapangkan
kesempatan di hadapan kaum muslimin yang telah memenangkan suatu pertempuran, agar
mereka bersedia untuk membebaskan para tawanan perang baik laki-laki maupun perempuan
yang berasal dari suku ataupun bangsa taklukan. Adapun yang menjadi kebaikan bagi Islam
2. dan kaum muslimin dari perbuatan ini adalah keridhaan serta kekaguman para tawanan
tersebut sehingga membuka peluang bagi mereka untuk masuk Islam, dan selanjutnya berdiri
dalam barisan pengibar serta pembela panji-panji Islam.
Sesungguhnya diantara tujuan mulia dari pernikahan beliau adalah untuk memuliakan
dan memberi penghargaan bagi seorang wanita yang lanjut usia sehingga tidak lagi menarik
hati laki-laki. Sementara wanita itu telah menghibahkan dirinya untuk Nabi. Maka Nabipun
menikahi wanita tersebut dan menggolongkannya dalam deratan isteri-isterinya, demi untuk
memuliakan wanita itu sebagaimana yang ia harapkan.
Serupa dengan hal di atas, sesungguhnya pernikahan Nabi kadang adalah untuk
memuliakan suatu kaum yang mengharapkan kemuliaan jika menjalin kekerabatan dengan
Nabi. Oleh karena itu, Umar bin Khaththab sangat sedih ketika ia mendengar kabar bahwa
Rasulullah satu-satunya isteri beliau yang masih gadis adalah sayyidah Aisyah.
Mengapa beliau tidak memilih semua isteri-isterinya atau minimal mayoritas daripada
isterinya, gadis-gadis perawan yang cantik-cantik? Bukankah kita semua mengetahui bahwa
hal itu merupakan hal yang sangat mudah bagi beliau jika saja beliau menghendakinya.
Manakah yang lebih utama bagi seorang laki-laki yang tengah haus terhadap wanita,
gadis-gadis perawankah atau justru wanita-wanita yang telah menjanda? Atau manakah yang
lebih menarik bagi seorang laki-laki yang dimabuk oleh wanita; gadis-gadis yang muda
beliakah atau malah wanita-wanita yang telah memasuki usia senja?
Bukankah pernikahan beliau dengan wanita-wanita yang menjanda serta telah memasuki usia
tua merupakan bukti yang sangat jelas bahwa Nabi adalah manusia yang sangat jauh dari
keinginan untuk bersenang-senang dengan memenuhi kebutuhan biologis semata? Bukankah
hal itu merupakan bukti bahwa beliau merupakan seorang yang tidak haus terhadap lawan
jenisnya, sebagaimana yang digembor-gemborkan oleh musuh-musuh beliau serta musuh-
musuh Islam pada umumnya.
Para ilmuwan klasik berpendapat bahwa Allah mengijinkan untuk menikahi empat
wanita. Menurut mereka kebolehan disini ditambah dengan sebuah kondisi yangimpossible
3. ditunaikan, seperti keadilan dalam kasih sayang, perasaan, cinta, dan semacamnya. Selama
kemampuan berbuat adil di bidang pengadaan nafkah dan akomodasi bisa diperoleh. Alasan
yang mereka kemukakan untuk mendukung pendapatnya adalah sabda nabi dalam
hubungannya dengan ketidakmampuan berbuat adil dalam kebutuhan batin. Nabi bersabda :
“Ya Tuhanku inilah
kemampuanku dalam hal memberikan pembagian kepada isteri-isteriku, karena itu
janganlah memaksaku untuk berbuat sesuatu di luar kemampuanku”(HR Ahmad
Abu Dawud dan Al Nasa’i).
Bahkan Dawun al-Zahiri membolehkan menikahi lebih dari empat wanita. Alasannya
adalah bahwa kata-kata yang ada di ayat 3 surat Al-Nisa’ di bawah tidak menunjukkan
adanya larangan menikah wanita lebih dari empat. Mereka berpegangan bahwa katawaw
yang terdapat dalam firman tersebut berfungsi sebagai penghubung (kata sambung).
Disamping itu, Rasulullah SAW sendiri menikahi wanita muslimah lebih dari empat orang.
Pandangan para modernist tidak membolehkan menikahi wanita lebih dari seorang,
kecuali dalam kondisi tertentu. Alasan mereka adalah bahwa kebolehan menikahi wanita
lebih seorang diikuti dengan sebuah kondisi yang tidak mungkin dipenuhi oleh seorang suami
yaitu kemampuan berbuat adil diantara isteri.
Seperti apa yang ada di surat An-Nisa 3 :
4.
Artinya :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita- wanita (lain) yang kamu
senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Menurut mereka adil dalam surat ini berarti berlaku adil dalam segala hal yang
berhubungan dengan kehidupan keluarga baik kemampuan pengadaan akomodasi seperti
pakaian, makanan dan semacamnya maupun perasaan dan hati seperti rasa cinta dan
semacamnya yang berhubungan dengan kebutuhan batik isteri.
Poligami merupakan suatu tindakan yang tidak boleh (haram), kecuali dalam hal-hal
tertentu saja seorang suami boleh melakukan poligami, seperti karena ketidakmampuan
seorang isteri untuk mengandung atau melahirkan, menurut Al Qur’an surat An-Nisa ayat 3
membolehkan poligami tetapi dengan syarat keharusan mampu meladeni isteri dengan adil
dalam pemberian nafkah lahir dan giliran waktu tinggalnya. Dan syarat ini menurutnya ada 3
kondisi yaitu :
•
Kebolehan berpoligami disesuaikan dengan kondisi dan tuntutan zaman
•
Syarat harus mampu berbuat adil merupakan syarat yang sangat berat. Karena beratnya
persyaratan ini Allah pun menyatakan : “Kalaupun manusia berusaha keras untuk adil, ia
tidaklah akan mampu terlebih dalam hal pembagian cinta dan hal-hal yang berkaitan dengan
hati (batin). Padahal ada hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan : “seorang pria
5. yang mempunyai dua isteri tapi berbuat ketimpangan terhadap salah satunya maka di hari
kiamat nanti orang tersebut akan datang dengan badan yang rusak”.
•
Seorang suami yang tidak bisa melaksanakan syarat-syarat yang dituntut untuk melakukan
poligami haruslah melakukan monogami. Setelah mencatat pentingnya kemampuan bisa
berbuat adil, abduh kemudian mengatakan bahwa tujuan dari syari’ah adalah perkawinan
yang monogami. Agaknya, abduh berpendapat bahwa asas monogami merupakan salah satu
asas perkawinan dalam Islam yang bertujuan untuk landasan dan modal utama guna membina
kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Karena itu, setelah Abduh mencatat An-Nisa’ 129 yang berbunyi :
Artinya :“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di
antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah
kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dia mengakui bahwa para sahabat nabi memang melakukan poligami, tapi hal itu
dilakukan karena kondisi menghendaki demikian, dimana wanita lebih banyak daripada pria.
Karena itu poligami dikatakan hanyalah menjaga wanita.
Adapun hikmah diijinkan berpoligami dalam keadaan darurat dengan syarat
berlaku adil antara lain :
1.
Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan isteri yang
mandul.
2.
Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan isteri, meskipun isteri tidak dapat
melaksanakan tugasnya sebagai isteri atau ia menderita cacat badan atau penyakit yang tidak
dapat disembuhkan.
3.
6. Untuk menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak lainnya.
Data statistik menunjukkan bahwa larangan berpoligami yang dilakukan di beberapa negara
barat mengakibatkan merajalelanya prostitusi dan free sex yang berakibat pula anak-anak
zina lahir mencapai jumlah besar atau tinggi. Misalnya di Perancis 30%, Austria 50%, dan
Belgia 60%.
4.
Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di negara / masyarakat
yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari kaum pria, misalnya akibat peperangan yang
cukup lama seperti perang Irak dan Iran.
Nilai akhlak dan adab juga mengajarkan sekadar sah atau halal tidaklah cukup untuk
melangkah. Dengan begitu, kemudharatan akan terhindarkan, kemanfaatan akan
teroptimalkan. Termasuk untuk melangkah berpoligami. Kepentingan anak- anak dan
kepentingan pasangan yang telah setia menyertai jatuh bangun membina keluarga dari awal
yang harus menjadi pertimbangan utama. Rasulullah pun berpoligami setelah anak-anaknya
dewasa dan setelah Khadijah yang menjadi belahan jiwanya wafat.
Karena di Qur’an jelas ada, Allah jelas membolehkan maka kita sebagai umat yang
beriman tidak boleh menolak karena bisa mengkufuri ayat atau hanya memilih- milih ayat
yang disukai saja. Dalam beragama kita dilarang memilih-milih ajaran- ajaran yang telah
ditetapkan sebagaimana firman Allah QS. Al Baqarah ayat 208 :
7.
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah- langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Sehingga hal ini meurpakan ujian keimanan terhadap ayat-ayat Allah. Yakinlah jika Allah
membolehkan pasti ada kebaikan dan hikmah di dalamnya. Kita tidak perlu terlalu cemas dan
khawatir karena laki-laki yang beriman tidak akan mudah- mudah melakukan poligami jika
tidak ada sebab yang darurat. Untuk itu carilah laki-laki yang beriman. Namun, jika
keputusan poligami ternyata harus terjadi maka
terimalah secara positif.
BAB II
PERAN ISTRI NABI DALAM PENYEBARAN AJARAN ISLAM
Tidak diragukan lagi bahwa isteri-isteri para Nabi telah menyumbangkan bagi
Islam sejumlah hakikat yang erat hubungannya dengan agama ini.
Sebagai contoh, bahwa isteri-isteri Nabi itulah yang telah mengabarkan kepada kita
tentang akhlak beliau serta amalannya yang umumnya tidak bisa dilihat oleh orang lain selain
isteri-isterinya.
Isteri-isteri nabi pula yang menjadi sumber dalam mengeluarkan hukum yang
berhubungan dengan masalah-masalah kewanitaan yang sangat prinsip, dimana hal- hal
seperti itu tidak dapat diketahui kecuali oleh wanita, dan tidak pula ada laki-laki yang
mengetahui problema kaum wanita tersebut kecuali suami mereka sendiri. Sedangkan
masalah-masalah seperti ini berbeda-beda antara wanita yang satu dengan wanita yang
lainnya.
Isteri-isteri Nabi adalah periwayat-periwayat yang menukil hadits-hadits beliau yang
mulia, khususnya hadits-hadits yang beliau ucapkan saat berada di rumah sehingga tidak
dapat didengar oleh orang lain. Demikian pula sebagian daripada para isteri Nabi ada yang
mengoreksi sejumlah hadits yang diriwayatkan oleh selain mereka.
Sebagian daripada isteri-isteri Nabi ada yang menyumbangkan pemikirannya
di bidang fikih serta pandangan-pandanganyang berhubungan dengan sebagian
8. asbabunnuzul (sebab-sebab turunnya) ayat-ayat Al Qur’an yang mulia.
Semua hal tersebut bukanlah perkara yang mengherankan bagi kita, sebab isteri-isteri beliau
adalah wanita-wanita yang sangat serius untuk meriwayatkan segala sesuatu yang diucapkan
maupun yang dilakukan oleh Nabi saat berada di rumahnya. Hal itu mereka lakukan adalah
sebagai realisasi daripada firman Allah, Artinya :
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat
Allah dan Hikmah (sunnah nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha lembut lagi Maha
mengetahui.”
Periwayatan yang dilakukan oleh isteri-isteri Nabi itu, juga merupakan
praktek sabda beliau, “Semoga Allah menjadikan cerah wajah seseorang yang
mendengar perkataanku lalu ia menghafalnya dan memahaminya, kemudian ia
menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Sebab berapa banyak orang yang
meriwayatkan fikih tidak memahaminya, dan berpaa banyak orang yang meriwayatkan fikih
menyampaikan kepada orang yang lebih faham darinya”.
Oleh sebab inilah sehingga para periwayat yangtsiqah (dipercaya) telah
meriwayatkan ratusan hadits dari para isteri Nabi.
BAB IV
TANGGAPAN
Masalah poligami menjadi konflik yang berkepanjangan baik dalam umat Islam
maupun dari luar Islam terutama dari musuh-musuhnya. Hal itu disebabkan adanya sebagian
individu umat Islam yang tidak begitu memahami akan urgensi poligami dalam kehidupan
insan secara naluri maupun urgensinya ditinjau dari segi dakwah Islamiyah. Sehingga kita
masih mendengar adanya nada-nada sumbang yang ditujukan kepada mereka yang
mempraktekkan sunnah Nabi yang merupakan syari’at Ilahi.
Disamping itu masalah poligami ini telah dijadikan sasaran empuk oleh musuh Islam
untuk menghujat Islam dengan ajaran-ajarannya yang agung. Tuduhan dan hujatan itu kadang
langsung diarahkan kepada pembawa risalah ini, seorang Nabi yang diakui kemuliaan akhlak
dan kesucian kehormatannya, bukan saja diakui oleh umat Islam itu sendiri tapi juga oleh
mereka yang bersikap netral dan obyektif dari luar Islam.
9. Poligami Nabi seringkali ditanggapi negatif oleh para musuh Islam, mereka
mengatakan bahwa hal itu merupakan bukti bahwa beliau adalah seorang yang memiliki
kelainan seksual atau seorang yang senang menuruti hawa nafsu. Padahal bila kita telusuri
dengan seksama, akan nampak bagi kita bahwa pernikahan Nabi dengan isteri-isterinya itu
tidak memiliki unsur pemuasan nafsu, akan tetapi terkandung di dalamnya tujuan-tujuan yang
mulia bagi umat Islam khususnya dan sejarah kemanusiaan pada umumnya.
Maka menjadi kewajiban bagi kita semua untuk menjelaskan hakikat yang sebenarnya
agar keagungan kepribadian beliau tidak tercemari oleh isu-isu yang senantiasa disebarkan
oleh mereka yang benci jika ajaran Islam mendapatkan tempat yang layak di hati para
pemeluknya.