2. SIKAP BAHASA DAN PEMILIHAN
BAHASA
Kelompok 2
- Ajeng Illa 16.03.1.0011
- Ai Devi 16.03.1.0010
3. SIKAP BAHASA
Dalam bahasa indonesia kata sikap dapat mengacu
pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak,
perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau
tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan
(pendirian, keyakinan, atau pendapat) sebagai
reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian.
Sesungguhnya, sikap itu adalah fenomena
kejiwaan, yang biasanya termanifestasi dalam
bentuk tindakan atau perilaku.
4. Triandis (1971:2-4) berpendapat bahwa sikap adalah
kesiapan berekasi terhadap suatu keadaan atau
kejadian yang dihadapi. Kesiapan ini dapat mengacu
kepada sikap mental atau kepada “sikap perilaku”.
Menurut Allport (1935), sikap adalah kesiapan mental
dan saraf, yang terbentuk melalui pengalaman yang
memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada
reaksi seseorang terhadap semua objek dan keadaan
yang menyangkut sikap itu.
Sedangkan lambert (1967:91-102) menyatakan bahwa
sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu komponen
kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.
5. - Komponen kognitif yaitu berhubungan dengan
pengetahuan mengenai alam sekitar dan
gagasan yang biasanya merupakan kategori yang
dipergunakan dalam proses berpikir.
- Komponen afektif yaitu menyangkut masalah
penilaian baik, suka atau tidak suka, terhadap
sesuatu atau suatu keadaan.
- Komponen konatif yaitu menyangkut perilaku atau
perbuatan sebagai “putusan akhir” kesiapan
rekatif terhadap suatu keadaan.
6. Anderson (1974:37) membagi sikap atas dua macam,
yaitu 1) sikap kebahasaan, 2) sikap non kebahasaan,
seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap
keagamaan. Kedua jenis sikap ini (kebahasaan dan
nonkebahasaan) dapat menyangkut keyakinan atau
kognisi mengenai bahasa. Maka dengan demikian,
menurut anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan
atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagian
mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang
memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk
bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya.
7. Ciri sikap bahasa seperti yang dirumuskan garvin dan mathiot
(1968) telah menunjukkan kenyataan terhadap bahasa
indonesia dewasa ini. Ketiga ciri sikap bahasa yang
dikemukakan garvin dan mathiot yaitu :
1) kesetiaan bahasa
2) kebanggaan bahasa
3) kesadaran adanya norma bahasa
Faktor yang bisa menyebabkan hilangnya rasa bangga
terhadap bahasa sendiri, dan menumbuhkan pada bahasa lain
antara lain faktor politik, ras, etnis, gengsi, dan sebagainya.
Berkenaan dengan sikap bahasa negatif terhadap bahasa
indonesia, Halim (1978:7) berpendapat bahwa jalan yang harus
ditempuh untuk mengubah sikap negatif itu menjadi sikap
bahasa yang positif adalah dengan pendidikan bahasa yang
dilaksanakan atas dasar pembinaan kaidah dan norma bahasa,
disamping norma-norma sosial dan budaya yang ada didalam
masyarakat bahasa yang bersangkutan.
8. PEMILIHAN BAHASA
Menurut Fasold (1984) hal pertama yang terbayang bila kita
memikirkan bahasa adalah “bahasa keseluruhan” di mana kita
membayangkan seseorang dalam masyarakat bilingual atau
multilingual berbicara dua bahasaatau lebih dan harus memilih
yang mana yang harus digunakan.
Dalam hal memilih ini ada 3 jenis pilihan yang dapat dilakukan,
yaitu (1) dengan alih kode, (2) dengan melakukan campur kode
(3) dengan memilih satu variasi bahasa yang sama. Batas- batas
ini kadang mudah ditentukan, namun terkadang agak sukar
karena abtasnya menjadi kabr.
9. Menurut Fasold letak ketiga pilihan itu merupakan titik-tik
kontinum/rangkaian dari sudut pandang sosiolinguistik.
Pemilihan bahasa menurut Fasold dapat dilakukan
berdasarkan 3 pendekatan, yaitu: pendekatan sosiologi,
pendekatan psikologi sosial, dan pendekatan antropologi.
1. Pendekatan sosiologi, seperti yang telah dilakukan Fishman
(1964, 1965, 1968) melihat adanya konteks institusional
tertentu yang disebut domain, di mana satu variasi bahasa
cenderung lebih tepat untuk digunakan daripada variasi lain.
Di Indonesia secara umum digunakan tiga buah bahasa
dengan 3 domain sasaran, yaitu bahasa Indonesia, bahasa
daerah, bahasa asing. Bahasa Indonesia digunakan dalam
domain keindonesiaan, atau domain yang sifatnya nasional,
seperti dalam pembicaraan antarsuku, bahasapengantar
dalam pendidikan, dan dalam surat menyurat dinas, bahaasa
daerah digunakan dalam domain kedaerahna,
10. 2. Pendekatan psikologis sosial tidak meneliti struktur sosial,
seperti domain-domain, melainkan meneliti proses psikologi
manusia seperti motivasi dalam pemelihan suatu bahasa atau
ragam dari suatu bahasa untuk digunakan pada keadaan
tertentu. Dalam kelompok masyarakat Indonesia yang
multilingual tampaknya pemilihan bahasa lebih ditentukan oleh
latar belakang kejiwaan, termasuk motivasi para penuturnya.
Tanner (1976) melaporkan hasil penelitiannya mengenai
penggunaan bahasa oleh sekelompok kecil masyarakat
Indonesia golongan terdidik yang sedang melanjutkan studi di
Amerika Serikat. Kelompok masyarakat Indonesia yang diteliti itu
terdiri dari 26 orang mahasiswa beserta keluarga mereka yang
berasal dari berbagai suku bangsa. Semua dapat berbahasa
Indonesia. bahasa nasional ini mereka gunakan untuk
komunikasi antar suku, baik dalam keadaaan formal maupun
keadaan informal. Pemilihan untuk menggunakan bahasa
Indonesia ini tentunya berdasarkan pertimbangan kejiwaan
bahwa bahasa Indoneisa adalah bahasa nasional.
11. 3. Pendekatan antropologi, dari pandangan antropologi,
pilihan bahasa bertemali dengan perilaku yang
mengungkap nilai-nilai sosial budaya. Seperti juga
psikologi sosial, antropolgi tertarik dengan bagaimana
seorang penutur berhubungan dengan struktur
masyarakat. Perbedaannya adalah bahwa apabila
psikologi sosial memandang dari sudut kebutuhan
psikologis penutur, pendekatan antropologi
memandangnya dari bagaimana seseorang memilih
bahasa untuk mengungkapkan nilai kebudayaan (Fasold
1984: 193).
12. Dengan menggunakan metode observasi terlibat ini
antropolog dapat memberikan perspektif penjelasan
atas pemilihan bahasa berdasarkan persepsinya
sebagai penutur sebuah kelompok atau lebih yang
dimasukinya selama mengadakan penelitian. Implikasi
dari metode ini adalah bahwa pengamat adalah peneliti
yang menjadi anggota kelompok yang ditelitinya
(Wiseman dan Aron 1970: 49). Kesesuaian pendekatan
antropologi dengan penelitian ini terletak pada faktor
kultural yang mempengaruhi pemilihan bahasa
masyarakat tutur.