SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
Semantik
Ungkapan Tabu
Kelompok 5
Ajeng Illa
Hana A. Suganda
Pengertian Ungkapan Tabu
 Ungkapan adalah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk
menyatakan suatu maksud dengan arti kiasan Tarigan dalam
(Prawirasumantri, 1998:212)
 Menurut Prawirasumantri (1998:212) Ungkapan tabu adalah
ungkapan yang tidak boleh digunakan dalam suasana tertentu,
terutama dalam hubungannya dengan kepercayaan. Larangan itu
disebabkan anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan
percaya bahwa ungkapan yang dimaksud dapat menimbulkan
bahaya. Oleh karena itu, ungkapan- ungkapan itu dihindari
sedemikian rupa. Akibatnya masyarakat mencoba untuk mencari
ungkapan- ungkapan pengganti atau mengubah bunyi ungkapan-
ungkapan bersangkutan.
Contoh
Kata ‘kuli’ pada zaman sekarang, misalnya kuli
bangunan, kuli pabrik merupakan sebuatan biasa namun
pada zaman perang dunia ke II, pemakaian kata ‘kuli’
akan menimbulkan kemarahan karena kata tersebut
dipandang kasar. Kekasaran pada kata jongos atau kuli
bukan disebabkan bunyinya, melainkan asosiasi yang
ditimbulkannya, yakni kedudukan yang rendah.
Jenis Ungkapan Tabu
Menurut Slametmuljana dalam (Prawirasumantri,
1998:212) dalam bahasa Indonesia ada dua jenis
pengganti ungkapan tabu, yaitu eufeumisme (eufeumia)
dan disfemia.
Eufeumisme
Pengertian
Eufeumisme bersal dari bahasa
Yunani : Eufeumia yang artinya
penggunaan kata yang baik. Eufeumia
dalam masyarakat semata-mata
berhubungan dengan kehidupan
keagamaan atau kepercayaan, yaitu
penggantian kata-kata dalam upacara
keagamaan yang dianggap
mempunyai daya untuk
membangkitkan bahaya.
Jenis-jenis
Eufeumisme dibagi menjadi 3:
1. Eufeumisme dalam bidang
kepercayaan
2. Eufeumisme dalam bidang
sopan santun
3. Eufeumisme dalam bidang
sosial
Eufeumisme dalam bidang kepercayaan
Kata-kata atau ungkapan yang dapat menimbulkan bahaya disebut
kata tabu atau ungkapan tabu. Sebenernya ketabuan kata atau
ungkapan itu tergantung pada situasi pemakaian. Situasi-situasi
tertentu tidak mengijinkan untuk menggunakan kata-kata atau
ungkapan-ungkapan tertentu dalam lingkungan masyarakat bahasa
tertentu. Dengan demikian kita dapat mengumpulkan kata-kata atau
ungkapan-ungkapan tabu dalam setiap lingkungan masyarakat
menurut situasi pemakaiannya.
Contoh
Di lingkungan petani, terdapat banyak tikus di sawah
mereka, namun untuk membujuk tikus supaya tidak
merusak tanaman padi, petani menyebutnya dengan
‘den bagus’.
Eufeumisme dalam bidang sopan santun
Sopan santun adalah pengungkapan bahasa yang sesuai dengan
keinginan lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Segala kata
atau ungkapan yang dapat menyinggung atau melukai perasaan
orang lain harus dihindari atau dihilangkan. Misalnya kata cacat
dalam pemakaian bahasa tertentu perlu dihindari karena dapat
melukai perasaan orang lain yang menderita cacatnya. Seperti orang
yang menderita cacat mata disebut tunanetra.
Eufeumisme dalam bidang sosial
Dalam pemakaian bahasa di masyarakat nilai rasa sosial yang
diungkapkan melalui kata-kata memegang peranan penting.
Situasi zaman merupakan faktor penting yang turut
menetapkan nilai rasa sosial kata yang bersangkutan
dipandang tidak sesuai lagi
Contoh
Misalnya, ungkapan peremajaan dapat dipakai untuk
mengganti pengertian bagi tenaga-tenaga tua yang
mengundurkan diri untuk memberi kesempatan kepada
tenaga-tenaga muda. Oleh karena itu, apabila kita bermaksud
mengganti tenaga-tenaga tual oleh tenaga-tenaga muda dapat
dipakai ungkapan peremajaan, dilarang memakai ungkapan
pengehentian atau apalagi pemecatan karena kata
penghentian dan pemecatan dapat melukai perasaaan orang
yang bersangkutan.
Kesimpulan
Bahwa betapa besar pengaruh ungkapan halus yang
sesuai dengan zamannya terhadap jiwa manusia.
Walaupun pada dasarnyaperbuatan yang dilakukan itu
sama saja, namun perbedaan sebutan dapat
menimbulkan perbedaan pandangan dan nilai rasa yang
ada pada diri manusia.
Disfemia
Disfemia adalah ungkapan atau nilai rasa yang sifatnya
memperkasar perasaaan. Ungkapan ini dilakukan untuk
mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa
dengan kata yang bermakna kasar. Hal ini biasanya terjadi
pada situasi yang tidak menyenangkan atau dalam keadaan
marah.
Contoh
Misalnya,kata mati mempunyai makna kata netral berbeda
dengan mampus yang mengandung nilai rasa yang kasar. Kata
mampus dapat digunakan untuk manusia ang bersifat seperti
binatang atau orang jahat.
“Mampus kamu!” kalimat tersebut menggambarkan bahwa
orang yang berbicara tersebut sedang marah.
Jelaslah dengan memperhatikan contoh diatas, kata tersebut
tidak boleh dipergunakan di dalam masyarakat karena
mengandung nilai rasa yang kasar dan hina. Oleh karena itu,
masyarakat menyebut kata-kata kasar itu ‘kasarism’ sebagai
olok-olok. (Slametmuljana dalam Prawirasumantri, 1998:219)
Strategi Penghindaran Kata Tabu
Menurut Slametmuljana dalam (Prawirasumantri, 1998:219-
220) Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh
masyarakat bahasa untuk menghindari pemakaian kata-kata
atau ungkapan-ungkapan tabu, dengan jalan sebagai berikut:
1. Mengganti bunyi kata atau ungkapan tabu, misalnya kata asu
menjadi asem
2. Menyebut kata atau ungkapan tabu dengan singkatan, misalnya
wanita pelacur menjadi wanita P
3. Menggunakan gaya bahasa metafora atau kiasan, misalnya ular
disebut akar
4. Menggunakan kata lain berdasarkan kata yang sudah ada, misalnya
dihentikan ari pekerjaan menjadi peremajaan
5. Menyebut kata atau ungkapan tabu dengan kata asing, misalnya
kakus menjadi toilet
6. Menciptakan kata baru untuk mengganti kata atau ungkapan tabu
yang dipandang tidak sesuai, misalnya tunanetra untuk menggantikan
kata buta
7. Menggunakan kata lain yang dianggap lebih sesuai dengan suasana
zaman, misalnya pekerja untuk mengganti kuli
8. Menggunakan ungkapan lain yang memberikan kesan dan pandangan
yang baik, misalnya kembali ke pangkuan ibu pertiwi untuk
mengganti kata menyerah
Menurut Achmad(2012:96) mengemukakan bahwa pergeseran
makna terjadi pada kata-kata frase bahasa Indonesia yang disebut
eufeumisme (melemahkan makna). Caranya dapat dengan
mengganti simbolnya (kata frase) dengan yang baru dan maknanya
bergeser. Biasanya terjadi pada kata-kata yang dianggap memiliki
makna yang menyinggung perasaan orang yang mengalaminya.
Menurut Djajasudarma dalam (Ahcmad, 2012:96-97), perhatikanlah
contoh berikut:
1. Bui, tahanan atau tempat orang ditahan atau dipenjara
setelah mendapat putusan hakim untuk menjalani hukuman.
Sekarang muncul lemabaga pemasyarakatan dan maknanya
bergeser selain tempat untuk menahan terpidana menjadi
tempat untuk mengubah tingkah laku terpidana agar
kelakdapat diterima kembali oleh masyarakat
2. Dipecat menjadi dipensiunkan atau diberhentikan dengan
hormat
3. Ditahan menjadi dirumahkan
4. Sogok menyogok menjadi menyalahgunakan wewenang, upeti
Menurut Achmad(2012:97) pergeseran makna terjadi pada kata
kata atau frase yang bermakna terlalu menyinggung perasaaan
orang lain yang mengalaminya, oleh karena itu kita tidak
mengatakan orang yang sudah tua di depan mereka yang sudah
tua bila dirasakan menyinggung perasaan orang yang
bersangkutan seperti halnya tunanetra (buta) tunarungu (tuli)
tunawisma (gelandangan) dan lain sebagainya.
Penggunaan bahasa dalam hal ini selalu memanfaatkan potensinya
untuk memakai semua unsur yang terdapat di dalam bahasanya.
Pengguna bahasa berusaha agar lawan bicara tidak terganggu
secara psikologis. Oleh karena itu, muncul pergeseran makna.
Dikatakan pergeseran makna dan bukan pembatasan makna,
karena dengan penggantin lambang (simbol makna semual masih
berkaitan erat tetapi ada makna tambahan (eufeumisme) yang
menghaluskan (pertimbangan akibat psikologis bagi lawan bicara
atau orang yang mengalami makna yang diungkapkan kata atau
frase yang disebutkan).
Menurut Parera (2002;115-116)
Tabu Sebagai Faktor Psikologis Pergeseran Dan Perubahan
Makna.
Tabu adalah sebuah kata yang bersal dari bahasa-bahasa
Pollinesia diserap ke dalam bahasa Inggris dan bahasa Eropa
yang lain sebagai sebuah istilah. Tabu memang menafaatkan
bahasa sebagai sarana. Sebagai akibatnya pasti muncul
pergeseran dan perubahan makna.
Tabu pada satu pihak berarti “sesuatu yang suci dan perlu
dihormati”, tatapi pada pihak yang lain berarti “larangan,
pembatasan, berbahaya, tidak bersih, aneh, ghaib, luar biasa”.
Tabu memang penting dalam analisis makna karena dengan tabu
terdapat pergeseran dan perubahan makna. Tabu dikaitkan
dengan larangan untuk menyebutkan persone tertentu, binatang
dan benda tertentu tetapi juga tabu untuk beberapa nama. Pada
peristiwa tertentu kata tabu akan digantikan dengan entuk yang
disebut eufeumisme atau penghalusan bahasa.
Menurut Parera (2002;116-117) Tabu-tabu dapat
dikelompokkan berdasarkan motivasi psikologis yang berada
dibelakangnya:
1. Tabu bersumber pada ketakutan,
2. Tabu yang berhubungan dengan sesuatu yang genting dan
tidak mengenakan,
3. Tabu yang bersumber pada rasa kesopanan, dan
4. Tabu yang berhubungan dengan masalah kesusilaan
Tabu Bersumber Pada Ketakutan
Berhubungan dengan subjek dan objek yang bersifat supernatural
telah menyebabkan larangan untuk menyebutkan nama secara
langsung. Untuk menyebutkan nama Tuhan atau Allah orang Inggris
menyapa dengan Lord, orang Perancis dengan Seigneur, orang Jawa
dengan Gusti, orang Sikka dengan Amapu (Bapak Sang Pemilik) atau
‘Yang Di Atas’.
Tabu Untuk Persoalan Yang Genting
Dan Tidak Mengenakkan
Pada umumnya terdapat kecenderungan yang manusiawi untuk
menghindarkan rujukan langsung dengan peristiwa-peristiwa yang
kurang menyenangkan dan genting. Masyarakat sering
menciptakan eufeumisme untuk menyebutkan penyakit dan
kematian. Untuk menyebutka seorang yang telah meninggal,
misalnya, seorang anak, dalam bahasa Sikka dikatakan ‘me potat’
(anak yang telah hilang, tidak ada lagi). Dalam bahasa Indonesia
dikatakan telah ‘telah mendahului kita’ untuk orang yang
meninggal. Untuk menyebutkan kekurangan-kekurangan fisik dan
mental yang berhubungan dengan manusia, dalam bahasa
Indonesia diciptakan atau dikatakan dengan kata-kata arkhaik
atau kata-kata yang bersumber pada bahasa yang sudah mati
(biasanya bahasa Jawa Kuna dan Sanskrit), misalnya tunagrahita,
tunarungu, tunanetra.
Tabu Berhubungan Dengan Masalah
Kesusilaan
Ada 3 bidang yang berhubungan dengan tabu kesusilaan, yakni
tabu yang langsung berhubungan dengan seks, beberapa fungsi
dari organ tubuh, dan sumpah serapah. Misalnya, untuk
menyebutkan kelamin produksi pria disebut ‘burung’, untuk
menyebutkan bagian tubuh wanita yang menonjol di dada
disebut ‘buah dada’ atau diganti dengan kata ‘payudara’. Untuk
menyebutkan peristiwa yang sering dialami oleh wanita setiap
bulan dikatakn dengan ‘datang bulan’ atau dalam bahasa
sehari-hari dikatakan ‘ada halangan’ atau pula dikatakan
‘sedang mens’ (untuk menstruasi)
Daftar Pustaka
Prawirasumantri, Abud. 1997/1998. Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta. Departemen Pendidikan dan kebudayaan Bagian Proyek
Penataran Guru SLTP setara D-III
Achmad. 2012. Linguistik Umum. Jakarta. Penerbit Erlangga
Parera. 2004. Teori Semantik. Jakarta. Penerbit Erlangga
Terimakasih
Khamsahamida
Arigato
Thankyou

More Related Content

What's hot

Mata kuliah-fonologi
Mata kuliah-fonologiMata kuliah-fonologi
Mata kuliah-fonologi
Niicha Juwita
 
Bahasa indonesia - pengucapan dan artikulasi huruf
Bahasa indonesia - pengucapan dan artikulasi hurufBahasa indonesia - pengucapan dan artikulasi huruf
Bahasa indonesia - pengucapan dan artikulasi huruf
SMAN 01 GIRI
 

What's hot (20)

tindak tutur
tindak tuturtindak tutur
tindak tutur
 
DIGLOSIA
DIGLOSIADIGLOSIA
DIGLOSIA
 
Bahasa dan pikiran hipotesis saphir whorf
Bahasa dan pikiran hipotesis saphir whorfBahasa dan pikiran hipotesis saphir whorf
Bahasa dan pikiran hipotesis saphir whorf
 
Bahasa standar,nonstandar, dan bahasa ilmiah
Bahasa standar,nonstandar, dan bahasa ilmiahBahasa standar,nonstandar, dan bahasa ilmiah
Bahasa standar,nonstandar, dan bahasa ilmiah
 
Performansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi ChomskyPerformansi dan kompetensi Chomsky
Performansi dan kompetensi Chomsky
 
Sistem membaca cepat dan efektif
Sistem membaca cepat dan efektifSistem membaca cepat dan efektif
Sistem membaca cepat dan efektif
 
Mata kuliah-fonologi
Mata kuliah-fonologiMata kuliah-fonologi
Mata kuliah-fonologi
 
Presentasi Diksi
Presentasi DiksiPresentasi Diksi
Presentasi Diksi
 
Ppt bahasa baku dan bahasa nonbaku
Ppt bahasa baku dan bahasa nonbakuPpt bahasa baku dan bahasa nonbaku
Ppt bahasa baku dan bahasa nonbaku
 
KEDWIBAHASAAN (BILINGUALISME)
KEDWIBAHASAAN (BILINGUALISME)KEDWIBAHASAAN (BILINGUALISME)
KEDWIBAHASAAN (BILINGUALISME)
 
Pragmatik
PragmatikPragmatik
Pragmatik
 
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksisKesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
Kesalahan berbahasa pada tataran sintaksis
 
Ragam Bahasa Indonesia
Ragam Bahasa IndonesiaRagam Bahasa Indonesia
Ragam Bahasa Indonesia
 
Analisis kesalahan berbahasa tataran fonologi
Analisis kesalahan berbahasa tataran fonologiAnalisis kesalahan berbahasa tataran fonologi
Analisis kesalahan berbahasa tataran fonologi
 
Bahasa indonesia - pengucapan dan artikulasi huruf
Bahasa indonesia - pengucapan dan artikulasi hurufBahasa indonesia - pengucapan dan artikulasi huruf
Bahasa indonesia - pengucapan dan artikulasi huruf
 
Kohesi gramatikal 1
Kohesi gramatikal 1Kohesi gramatikal 1
Kohesi gramatikal 1
 
Medan makna
Medan maknaMedan makna
Medan makna
 
Kalimat Fakta dan opini pada editorial
Kalimat Fakta dan opini pada editorialKalimat Fakta dan opini pada editorial
Kalimat Fakta dan opini pada editorial
 
Sinonimdanantonim
SinonimdanantonimSinonimdanantonim
Sinonimdanantonim
 
Penyuntingan naskah karangan
Penyuntingan naskah karanganPenyuntingan naskah karangan
Penyuntingan naskah karangan
 

Similar to Semantik ungkapan tabu

5. diksi dalam kalimat
5. diksi dalam kalimat5. diksi dalam kalimat
5. diksi dalam kalimat
busitisahara
 
Tabu dalam bahasa
Tabu dalam bahasaTabu dalam bahasa
Tabu dalam bahasa
Reen Na
 

Similar to Semantik ungkapan tabu (20)

Bahan bmm 3111
Bahan bmm 3111Bahan bmm 3111
Bahan bmm 3111
 
Wawasan tentang penggunaan kata-dan-diksi-.ppt
Wawasan tentang penggunaan kata-dan-diksi-.pptWawasan tentang penggunaan kata-dan-diksi-.ppt
Wawasan tentang penggunaan kata-dan-diksi-.ppt
 
Semantik bahasa indonesia
Semantik bahasa indonesiaSemantik bahasa indonesia
Semantik bahasa indonesia
 
Semantik
SemantikSemantik
Semantik
 
Kesantunan berbahasa (1)
Kesantunan berbahasa (1)Kesantunan berbahasa (1)
Kesantunan berbahasa (1)
 
Hbml3303 810901126140
Hbml3303 810901126140Hbml3303 810901126140
Hbml3303 810901126140
 
PPT PILIHAN KATA ATAU DIKSI (BAHASA INDONESIA)
PPT PILIHAN KATA ATAU DIKSI (BAHASA INDONESIA)PPT PILIHAN KATA ATAU DIKSI (BAHASA INDONESIA)
PPT PILIHAN KATA ATAU DIKSI (BAHASA INDONESIA)
 
bahasa_indo_kelompok_3[1].pptx
bahasa_indo_kelompok_3[1].pptxbahasa_indo_kelompok_3[1].pptx
bahasa_indo_kelompok_3[1].pptx
 
Diksi
DiksiDiksi
Diksi
 
Semantik makna
Semantik maknaSemantik makna
Semantik makna
 
KATA BAKU ISTILAH DALAM BAHASA INDONESIA.pptx
KATA BAKU ISTILAH DALAM BAHASA INDONESIA.pptxKATA BAKU ISTILAH DALAM BAHASA INDONESIA.pptx
KATA BAKU ISTILAH DALAM BAHASA INDONESIA.pptx
 
Bahan mentah
Bahan mentahBahan mentah
Bahan mentah
 
Macam macam majas
Macam macam majasMacam macam majas
Macam macam majas
 
bahasa indo kelompok 3.pptx
bahasa indo kelompok 3.pptxbahasa indo kelompok 3.pptx
bahasa indo kelompok 3.pptx
 
5. diksi dalam kalimat
5. diksi dalam kalimat5. diksi dalam kalimat
5. diksi dalam kalimat
 
kata-dan-diksi.ppt
kata-dan-diksi.pptkata-dan-diksi.ppt
kata-dan-diksi.ppt
 
Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]
Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]
Tata Bahasa Indonesia [Mindmapping dan Landasan Teori]
 
Tabu dalam bahasa
Tabu dalam bahasaTabu dalam bahasa
Tabu dalam bahasa
 
Fungsi Bahasa dan Tata Bahasa
Fungsi Bahasa  dan Tata BahasaFungsi Bahasa  dan Tata Bahasa
Fungsi Bahasa dan Tata Bahasa
 
Diksi dan Kalimat Efektif
Diksi dan Kalimat EfektifDiksi dan Kalimat Efektif
Diksi dan Kalimat Efektif
 

More from AjengIlla

mengidentifikasi latar belakang perlunya pendidikan kewarganegaraan
mengidentifikasi latar belakang perlunya pendidikan kewarganegaraanmengidentifikasi latar belakang perlunya pendidikan kewarganegaraan
mengidentifikasi latar belakang perlunya pendidikan kewarganegaraan
AjengIlla
 
Sejarah sastra-periodisasi tahun 1920-balai pustaka
Sejarah sastra-periodisasi tahun 1920-balai pustakaSejarah sastra-periodisasi tahun 1920-balai pustaka
Sejarah sastra-periodisasi tahun 1920-balai pustaka
AjengIlla
 
Profesi pendidikan - organisasi profesi keguruan
Profesi pendidikan - organisasi profesi keguruanProfesi pendidikan - organisasi profesi keguruan
Profesi pendidikan - organisasi profesi keguruan
AjengIlla
 
sejarah sastra di indonesia pada tahun 1970 1980
sejarah sastra di indonesia pada tahun 1970 1980sejarah sastra di indonesia pada tahun 1970 1980
sejarah sastra di indonesia pada tahun 1970 1980
AjengIlla
 
sastra nusantara - bahasa indonesia-keindonesiaan
sastra nusantara - bahasa indonesia-keindonesiaansastra nusantara - bahasa indonesia-keindonesiaan
sastra nusantara - bahasa indonesia-keindonesiaan
AjengIlla
 
sastra nusantara-mite, legenda, dongeng, foklor, upacara adat
sastra nusantara-mite, legenda, dongeng, foklor, upacara adatsastra nusantara-mite, legenda, dongeng, foklor, upacara adat
sastra nusantara-mite, legenda, dongeng, foklor, upacara adat
AjengIlla
 
perencanaan pembelajaran-belajar dan tipe belajar
perencanaan pembelajaran-belajar dan tipe belajarperencanaan pembelajaran-belajar dan tipe belajar
perencanaan pembelajaran-belajar dan tipe belajar
AjengIlla
 
pengertian pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran
pengertian pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaranpengertian pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran
pengertian pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran
AjengIlla
 
sosiolingusitik-pelbagai variasi dan jenis bahasa
sosiolingusitik-pelbagai variasi dan jenis bahasasosiolingusitik-pelbagai variasi dan jenis bahasa
sosiolingusitik-pelbagai variasi dan jenis bahasa
AjengIlla
 
sikap bahasa dan pemilihan bahsa - sosiolinguistik
sikap bahasa dan pemilihan bahsa - sosiolinguistiksikap bahasa dan pemilihan bahsa - sosiolinguistik
sikap bahasa dan pemilihan bahsa - sosiolinguistik
AjengIlla
 
apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
 apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
AjengIlla
 

More from AjengIlla (20)

mengidentifikasi latar belakang perlunya pendidikan kewarganegaraan
mengidentifikasi latar belakang perlunya pendidikan kewarganegaraanmengidentifikasi latar belakang perlunya pendidikan kewarganegaraan
mengidentifikasi latar belakang perlunya pendidikan kewarganegaraan
 
Sejarah sastra-periodisasi tahun 1920-balai pustaka
Sejarah sastra-periodisasi tahun 1920-balai pustakaSejarah sastra-periodisasi tahun 1920-balai pustaka
Sejarah sastra-periodisasi tahun 1920-balai pustaka
 
Puisi dalam pengantar kajian sastra
Puisi dalam pengantar kajian sastraPuisi dalam pengantar kajian sastra
Puisi dalam pengantar kajian sastra
 
Psikolinguistik-bahasa indonesia
Psikolinguistik-bahasa indonesiaPsikolinguistik-bahasa indonesia
Psikolinguistik-bahasa indonesia
 
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaer
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaerPsikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaer
Psikolingistik-pengenalan dasar-abdul chaer
 
Profesi pendidikan - organisasi profesi keguruan
Profesi pendidikan - organisasi profesi keguruanProfesi pendidikan - organisasi profesi keguruan
Profesi pendidikan - organisasi profesi keguruan
 
Problematika pengembangan paragraf-
Problematika pengembangan paragraf-Problematika pengembangan paragraf-
Problematika pengembangan paragraf-
 
studi wacana-pengajaran wacana
studi wacana-pengajaran wacanastudi wacana-pengajaran wacana
studi wacana-pengajaran wacana
 
sejarah sastra di indonesia pada tahun 1970 1980
sejarah sastra di indonesia pada tahun 1970 1980sejarah sastra di indonesia pada tahun 1970 1980
sejarah sastra di indonesia pada tahun 1970 1980
 
sastra nusantara - bahasa indonesia-keindonesiaan
sastra nusantara - bahasa indonesia-keindonesiaansastra nusantara - bahasa indonesia-keindonesiaan
sastra nusantara - bahasa indonesia-keindonesiaan
 
sastra nusantara-mite, legenda, dongeng, foklor, upacara adat
sastra nusantara-mite, legenda, dongeng, foklor, upacara adatsastra nusantara-mite, legenda, dongeng, foklor, upacara adat
sastra nusantara-mite, legenda, dongeng, foklor, upacara adat
 
perencanaan pembelajaran-belajar dan tipe belajar
perencanaan pembelajaran-belajar dan tipe belajarperencanaan pembelajaran-belajar dan tipe belajar
perencanaan pembelajaran-belajar dan tipe belajar
 
kompetensi guru-pendidikan
kompetensi guru-pendidikankompetensi guru-pendidikan
kompetensi guru-pendidikan
 
metode penelitian eksperimen
metode penelitian eksperimenmetode penelitian eksperimen
metode penelitian eksperimen
 
pengertian pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran
pengertian pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaranpengertian pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran
pengertian pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran
 
sosiolingusitik-pelbagai variasi dan jenis bahasa
sosiolingusitik-pelbagai variasi dan jenis bahasasosiolingusitik-pelbagai variasi dan jenis bahasa
sosiolingusitik-pelbagai variasi dan jenis bahasa
 
sikap bahasa dan pemilihan bahsa - sosiolinguistik
sikap bahasa dan pemilihan bahsa - sosiolinguistiksikap bahasa dan pemilihan bahsa - sosiolinguistik
sikap bahasa dan pemilihan bahsa - sosiolinguistik
 
apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
 apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
 
kajian intertekstual-kajian drama indonesia
kajian intertekstual-kajian drama indonesiakajian intertekstual-kajian drama indonesia
kajian intertekstual-kajian drama indonesia
 
berbicara -debat- pidato -bahasa indonesia
berbicara -debat- pidato -bahasa indonesiaberbicara -debat- pidato -bahasa indonesia
berbicara -debat- pidato -bahasa indonesia
 

Recently uploaded

.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
furqanridha
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
ErikaPutriJayantini
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
MaskuratulMunawaroh
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
subki124
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
DewiUmbar
 
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdfSurat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
EirinELS
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 

Recently uploaded (20)

.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx.....................Swamedikasi 2-2.pptx
.....................Swamedikasi 2-2.pptx
 
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas pptsistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
sistem digesti dan ekskresi pada unggas ppt
 
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTXAKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
AKSI NYATA TOPIK 1 MERDEKA BELAJAR. PPTX
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
443016507-Sediaan-obat-PHYCOPHYTA-MYOPHYTA-dan-MYCOPHYTA-pptx.pptx
 
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptxPPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
PPT SOSIALISASI PENGELOLAAN KINERJA GURU DAN KS 2024.pptx
 
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMPBioteknologi Konvensional dan Modern  kelas 9 SMP
Bioteknologi Konvensional dan Modern kelas 9 SMP
 
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdfAksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
Aksi Nyata Menyebarkan Pemahaman Merdeka Belajar.pdf
 
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMASBAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
 
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdfSurat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
Surat Pribadi dan Surat Dinas 7 SMP ppt.pdf
 
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru PenggerakSkenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
Skenario Lokakarya 2 Pendidikan Guru Penggerak
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 

Semantik ungkapan tabu

  • 3. Pengertian Ungkapan Tabu  Ungkapan adalah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan suatu maksud dengan arti kiasan Tarigan dalam (Prawirasumantri, 1998:212)  Menurut Prawirasumantri (1998:212) Ungkapan tabu adalah ungkapan yang tidak boleh digunakan dalam suasana tertentu, terutama dalam hubungannya dengan kepercayaan. Larangan itu disebabkan anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan percaya bahwa ungkapan yang dimaksud dapat menimbulkan bahaya. Oleh karena itu, ungkapan- ungkapan itu dihindari sedemikian rupa. Akibatnya masyarakat mencoba untuk mencari ungkapan- ungkapan pengganti atau mengubah bunyi ungkapan- ungkapan bersangkutan.
  • 4. Contoh Kata ‘kuli’ pada zaman sekarang, misalnya kuli bangunan, kuli pabrik merupakan sebuatan biasa namun pada zaman perang dunia ke II, pemakaian kata ‘kuli’ akan menimbulkan kemarahan karena kata tersebut dipandang kasar. Kekasaran pada kata jongos atau kuli bukan disebabkan bunyinya, melainkan asosiasi yang ditimbulkannya, yakni kedudukan yang rendah.
  • 5. Jenis Ungkapan Tabu Menurut Slametmuljana dalam (Prawirasumantri, 1998:212) dalam bahasa Indonesia ada dua jenis pengganti ungkapan tabu, yaitu eufeumisme (eufeumia) dan disfemia.
  • 6. Eufeumisme Pengertian Eufeumisme bersal dari bahasa Yunani : Eufeumia yang artinya penggunaan kata yang baik. Eufeumia dalam masyarakat semata-mata berhubungan dengan kehidupan keagamaan atau kepercayaan, yaitu penggantian kata-kata dalam upacara keagamaan yang dianggap mempunyai daya untuk membangkitkan bahaya. Jenis-jenis Eufeumisme dibagi menjadi 3: 1. Eufeumisme dalam bidang kepercayaan 2. Eufeumisme dalam bidang sopan santun 3. Eufeumisme dalam bidang sosial
  • 7. Eufeumisme dalam bidang kepercayaan Kata-kata atau ungkapan yang dapat menimbulkan bahaya disebut kata tabu atau ungkapan tabu. Sebenernya ketabuan kata atau ungkapan itu tergantung pada situasi pemakaian. Situasi-situasi tertentu tidak mengijinkan untuk menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan tertentu dalam lingkungan masyarakat bahasa tertentu. Dengan demikian kita dapat mengumpulkan kata-kata atau ungkapan-ungkapan tabu dalam setiap lingkungan masyarakat menurut situasi pemakaiannya.
  • 8. Contoh Di lingkungan petani, terdapat banyak tikus di sawah mereka, namun untuk membujuk tikus supaya tidak merusak tanaman padi, petani menyebutnya dengan ‘den bagus’.
  • 9. Eufeumisme dalam bidang sopan santun Sopan santun adalah pengungkapan bahasa yang sesuai dengan keinginan lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Segala kata atau ungkapan yang dapat menyinggung atau melukai perasaan orang lain harus dihindari atau dihilangkan. Misalnya kata cacat dalam pemakaian bahasa tertentu perlu dihindari karena dapat melukai perasaan orang lain yang menderita cacatnya. Seperti orang yang menderita cacat mata disebut tunanetra.
  • 10. Eufeumisme dalam bidang sosial Dalam pemakaian bahasa di masyarakat nilai rasa sosial yang diungkapkan melalui kata-kata memegang peranan penting. Situasi zaman merupakan faktor penting yang turut menetapkan nilai rasa sosial kata yang bersangkutan dipandang tidak sesuai lagi
  • 11. Contoh Misalnya, ungkapan peremajaan dapat dipakai untuk mengganti pengertian bagi tenaga-tenaga tua yang mengundurkan diri untuk memberi kesempatan kepada tenaga-tenaga muda. Oleh karena itu, apabila kita bermaksud mengganti tenaga-tenaga tual oleh tenaga-tenaga muda dapat dipakai ungkapan peremajaan, dilarang memakai ungkapan pengehentian atau apalagi pemecatan karena kata penghentian dan pemecatan dapat melukai perasaaan orang yang bersangkutan.
  • 12. Kesimpulan Bahwa betapa besar pengaruh ungkapan halus yang sesuai dengan zamannya terhadap jiwa manusia. Walaupun pada dasarnyaperbuatan yang dilakukan itu sama saja, namun perbedaan sebutan dapat menimbulkan perbedaan pandangan dan nilai rasa yang ada pada diri manusia.
  • 13. Disfemia Disfemia adalah ungkapan atau nilai rasa yang sifatnya memperkasar perasaaan. Ungkapan ini dilakukan untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang bermakna kasar. Hal ini biasanya terjadi pada situasi yang tidak menyenangkan atau dalam keadaan marah.
  • 14. Contoh Misalnya,kata mati mempunyai makna kata netral berbeda dengan mampus yang mengandung nilai rasa yang kasar. Kata mampus dapat digunakan untuk manusia ang bersifat seperti binatang atau orang jahat. “Mampus kamu!” kalimat tersebut menggambarkan bahwa orang yang berbicara tersebut sedang marah. Jelaslah dengan memperhatikan contoh diatas, kata tersebut tidak boleh dipergunakan di dalam masyarakat karena mengandung nilai rasa yang kasar dan hina. Oleh karena itu, masyarakat menyebut kata-kata kasar itu ‘kasarism’ sebagai olok-olok. (Slametmuljana dalam Prawirasumantri, 1998:219)
  • 15. Strategi Penghindaran Kata Tabu Menurut Slametmuljana dalam (Prawirasumantri, 1998:219- 220) Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh masyarakat bahasa untuk menghindari pemakaian kata-kata atau ungkapan-ungkapan tabu, dengan jalan sebagai berikut:
  • 16. 1. Mengganti bunyi kata atau ungkapan tabu, misalnya kata asu menjadi asem 2. Menyebut kata atau ungkapan tabu dengan singkatan, misalnya wanita pelacur menjadi wanita P 3. Menggunakan gaya bahasa metafora atau kiasan, misalnya ular disebut akar 4. Menggunakan kata lain berdasarkan kata yang sudah ada, misalnya dihentikan ari pekerjaan menjadi peremajaan 5. Menyebut kata atau ungkapan tabu dengan kata asing, misalnya kakus menjadi toilet 6. Menciptakan kata baru untuk mengganti kata atau ungkapan tabu yang dipandang tidak sesuai, misalnya tunanetra untuk menggantikan kata buta 7. Menggunakan kata lain yang dianggap lebih sesuai dengan suasana zaman, misalnya pekerja untuk mengganti kuli 8. Menggunakan ungkapan lain yang memberikan kesan dan pandangan yang baik, misalnya kembali ke pangkuan ibu pertiwi untuk mengganti kata menyerah
  • 17. Menurut Achmad(2012:96) mengemukakan bahwa pergeseran makna terjadi pada kata-kata frase bahasa Indonesia yang disebut eufeumisme (melemahkan makna). Caranya dapat dengan mengganti simbolnya (kata frase) dengan yang baru dan maknanya bergeser. Biasanya terjadi pada kata-kata yang dianggap memiliki makna yang menyinggung perasaan orang yang mengalaminya. Menurut Djajasudarma dalam (Ahcmad, 2012:96-97), perhatikanlah contoh berikut: 1. Bui, tahanan atau tempat orang ditahan atau dipenjara setelah mendapat putusan hakim untuk menjalani hukuman. Sekarang muncul lemabaga pemasyarakatan dan maknanya bergeser selain tempat untuk menahan terpidana menjadi tempat untuk mengubah tingkah laku terpidana agar kelakdapat diterima kembali oleh masyarakat 2. Dipecat menjadi dipensiunkan atau diberhentikan dengan hormat 3. Ditahan menjadi dirumahkan 4. Sogok menyogok menjadi menyalahgunakan wewenang, upeti
  • 18. Menurut Achmad(2012:97) pergeseran makna terjadi pada kata kata atau frase yang bermakna terlalu menyinggung perasaaan orang lain yang mengalaminya, oleh karena itu kita tidak mengatakan orang yang sudah tua di depan mereka yang sudah tua bila dirasakan menyinggung perasaan orang yang bersangkutan seperti halnya tunanetra (buta) tunarungu (tuli) tunawisma (gelandangan) dan lain sebagainya. Penggunaan bahasa dalam hal ini selalu memanfaatkan potensinya untuk memakai semua unsur yang terdapat di dalam bahasanya. Pengguna bahasa berusaha agar lawan bicara tidak terganggu secara psikologis. Oleh karena itu, muncul pergeseran makna. Dikatakan pergeseran makna dan bukan pembatasan makna, karena dengan penggantin lambang (simbol makna semual masih berkaitan erat tetapi ada makna tambahan (eufeumisme) yang menghaluskan (pertimbangan akibat psikologis bagi lawan bicara atau orang yang mengalami makna yang diungkapkan kata atau frase yang disebutkan).
  • 19. Menurut Parera (2002;115-116) Tabu Sebagai Faktor Psikologis Pergeseran Dan Perubahan Makna. Tabu adalah sebuah kata yang bersal dari bahasa-bahasa Pollinesia diserap ke dalam bahasa Inggris dan bahasa Eropa yang lain sebagai sebuah istilah. Tabu memang menafaatkan bahasa sebagai sarana. Sebagai akibatnya pasti muncul pergeseran dan perubahan makna. Tabu pada satu pihak berarti “sesuatu yang suci dan perlu dihormati”, tatapi pada pihak yang lain berarti “larangan, pembatasan, berbahaya, tidak bersih, aneh, ghaib, luar biasa”. Tabu memang penting dalam analisis makna karena dengan tabu terdapat pergeseran dan perubahan makna. Tabu dikaitkan dengan larangan untuk menyebutkan persone tertentu, binatang dan benda tertentu tetapi juga tabu untuk beberapa nama. Pada peristiwa tertentu kata tabu akan digantikan dengan entuk yang disebut eufeumisme atau penghalusan bahasa.
  • 20. Menurut Parera (2002;116-117) Tabu-tabu dapat dikelompokkan berdasarkan motivasi psikologis yang berada dibelakangnya: 1. Tabu bersumber pada ketakutan, 2. Tabu yang berhubungan dengan sesuatu yang genting dan tidak mengenakan, 3. Tabu yang bersumber pada rasa kesopanan, dan 4. Tabu yang berhubungan dengan masalah kesusilaan
  • 21. Tabu Bersumber Pada Ketakutan Berhubungan dengan subjek dan objek yang bersifat supernatural telah menyebabkan larangan untuk menyebutkan nama secara langsung. Untuk menyebutkan nama Tuhan atau Allah orang Inggris menyapa dengan Lord, orang Perancis dengan Seigneur, orang Jawa dengan Gusti, orang Sikka dengan Amapu (Bapak Sang Pemilik) atau ‘Yang Di Atas’.
  • 22. Tabu Untuk Persoalan Yang Genting Dan Tidak Mengenakkan Pada umumnya terdapat kecenderungan yang manusiawi untuk menghindarkan rujukan langsung dengan peristiwa-peristiwa yang kurang menyenangkan dan genting. Masyarakat sering menciptakan eufeumisme untuk menyebutkan penyakit dan kematian. Untuk menyebutka seorang yang telah meninggal, misalnya, seorang anak, dalam bahasa Sikka dikatakan ‘me potat’ (anak yang telah hilang, tidak ada lagi). Dalam bahasa Indonesia dikatakan telah ‘telah mendahului kita’ untuk orang yang meninggal. Untuk menyebutkan kekurangan-kekurangan fisik dan mental yang berhubungan dengan manusia, dalam bahasa Indonesia diciptakan atau dikatakan dengan kata-kata arkhaik atau kata-kata yang bersumber pada bahasa yang sudah mati (biasanya bahasa Jawa Kuna dan Sanskrit), misalnya tunagrahita, tunarungu, tunanetra.
  • 23. Tabu Berhubungan Dengan Masalah Kesusilaan Ada 3 bidang yang berhubungan dengan tabu kesusilaan, yakni tabu yang langsung berhubungan dengan seks, beberapa fungsi dari organ tubuh, dan sumpah serapah. Misalnya, untuk menyebutkan kelamin produksi pria disebut ‘burung’, untuk menyebutkan bagian tubuh wanita yang menonjol di dada disebut ‘buah dada’ atau diganti dengan kata ‘payudara’. Untuk menyebutkan peristiwa yang sering dialami oleh wanita setiap bulan dikatakn dengan ‘datang bulan’ atau dalam bahasa sehari-hari dikatakan ‘ada halangan’ atau pula dikatakan ‘sedang mens’ (untuk menstruasi)
  • 24. Daftar Pustaka Prawirasumantri, Abud. 1997/1998. Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta. Departemen Pendidikan dan kebudayaan Bagian Proyek Penataran Guru SLTP setara D-III Achmad. 2012. Linguistik Umum. Jakarta. Penerbit Erlangga Parera. 2004. Teori Semantik. Jakarta. Penerbit Erlangga