3. Pidato Konstruktif
• Setiap anggota debat haruslah merencanakan suatu pidato konstruktif yang
diturunkan dari argumen-argumen dan fakta-fakta dalam laporannya serta
disesuaikan atau diadaptasikan baik dengan kebutuhan-kebutuhan para
pendengarnya maupun kepada argumen-argumen yang mungkin timbul dari para
penyanggahnya. Apabila suatu tim terdiri dari dua atau lebih pembicara bersama-
sama mengemukakan suatu kasus negatif, mereka harus mencapai kata sepakat
mengenai arah perkembangan serta pembagian argumen-argumen.
• Pidato-pidato hendaklah tetap bersifat fleksibel pada pendahuluan sanggahan kalau
perlu bagi kesinambungan penyesuaian terhadap argumen yang dikemukakan.
Karena waktu yang tersedia bagi pembicara atau pidato debat memang terbatas,
masalah-masalah yang dipilih serta usul yang diajukan dalam pengembangan kasus
merupakan pertimbangan penting. Analisis yang bijaksana serta tenggang hati
hendaklah membimbing setiap pembicara dalam menentukan argumen yang
dipergunakan, hal-hal yang harus ditekankan, fakta-fakta yang paling persuasif,
minat serta kepercayaan umum atau khusus para pendengar yang dapat
dimanfaatkan, serta susunan ide-ide yang dapat menimbulkan daya pikat paling
kuat.
4. Pidato Sanggahan
• Dalam pidato sanggahan tidak diperkenankan adanya argumen-argumen
konstruktif yang baru. Tetapi, fakta-fakta tambahan demi memperkuat yang
telah dikemukakan dapat diperkenalkan dalam mengikhtisarkan kasus
tersebut. Pembicara penyanggah hendaklah menganalisis kasus para
penyanggahnya, hendaklah menyangkal se-efektif mungkin, dan
menunjukan setiap kelemahan, ketidak-konsekuenan, atau kekurangan-
kekurangan pada posisi lawan.
• Pidato sanggahan tidak dapat dikatakan baik dan sempurna kalau ternyata
gagal memperlihatkan kekuatan kasus tersebut secara keseluruhan. Sang
pembicara hendaknya mengakhiri serta menyimpulkan pembicaraannya
dengan mengarahkan kembali perhatian pendengar kepada pokok
persoalan utama dengan jalan memperlihatkan secara khusus bagaimana
pembuktiannya menjawab masalah tersebut secara lebih memuaskan
ketimbang yang dilakukan penentang atau oposisinya itu.
5. Sikap dan Teknik Berdebat
• Seorang pendebat haruslah bersifat rendah hati, wajar, ramah, dan sopan
tanpa kehilangan kekuatan dalam argumen-argumennya. Dia harus
menghindarkan pernyataan yang berlebih-lebihan terhadap kasusnya dan
mempergunakan kata-kata dan ekspresi yang samar dan tidak dikehendaki
oleh fakta-faktanya, dengan kata lain justru tidak menunjang kasus yang
dikemukakannya.
• Para anggota debat tidak mengizinkan diri mereka berbuat marah karena
adanya sindiran tajam ataupun tuduhan tidak langsung dari para lawan
mereka. Daya tahan ampuh yang bersifat lelucon dan humor memang
diperlukan, tapi serangan yang bertubi-tubi terhadap pribadi para lawan
tidak dibenarkan sama sekali. Sikap tenang dan santai serta sopan santun
akan menimbulkan kesan yang paling baik. Pada setiap peristiwa pembicara
harus mengingat bahwa tujuan utamanya adalah komunikasi langsung dan
persuasif dengan para pendengarnya.
7. Jenis-jenis Keputusan pada Perdebatan
Antarperguruan Tinggi
Keputusan
oleh para
hakim.
Keputusan
dengan kritik
Keputusan
oleh para
pendengar
8. 2. Perdebatan Tanpa Keputusan Resmi
Banyak perguruan tinggi yang lebih mengutamakan perdebatan tanpa
keputusan karena mereka ingin memusatkan perhatian terhadap
pemberitahuan atau pelaporan kepada para pendengar saja. Kalau
perdebatan resmi diikuti suatu diskusi panel dengan pertanyaan-pertanyaan,
para pendengar dapat mempelajari lebih banyak lagi mengenai topik atau
tema perdebatan. Juga, para anggota dapat memelajari lebih banyak lagi
masalah penyesuaian kepada pendengar. Diskusi itu akan memperlihatkan
sampai di mana taraf dan kemampuan para pendebat dapat meyakinkan
para pendengar, dan pertanyaan yang diajukan akan mencerminkan butir-
butir yang belum dibuat jelas, serta argumen yang tidak ditunjang secara
memuaskan.
9. 3.Pentingnya Keputusan
Keputusan yang curang yang diambil oleh para hakim yang tidak mahir akan
teknik perdebatan dengan mudah dapat mengecilkan hati para (maha)
siswa yang ingin mencoba menjadi pembicara yang cerdas mengenai
masalah umum, dan ingin mempelajari norma etis profesional terhadap apa
yang benar dan salah dalam perdebatan. Hendaknya memilih hakim yang
berwewenang dan tidak berprasangka sehingga keputusan yang diambil
benar-benar jujur, adil, dan selanjutnya mengajukan sasaran atau tujuan
suatu program perdebatan. Keanekaragaman pengalaman dalam
kemampuan barangkali sangat dibutuhkan oleh kebanyakan anggota debat.
Akan tetapi, penekanan yang berlebihan pada keputusan, jelas akan
mengubah bahkan mengacaukan program perdebatan dan membuatnya
menjadi suatu permainan atau pertandingan belaka.
10. Turnamen debat
Sebagai suatu cara untuk memberi kesempatan yang banyak bagi para
anggota debat untuk mengadakan praktek terhadap usul tunggal suatu
perdebatan, dan juga untuk mencobakan argumen mereka pada beberapa
tim lawan yang berbeda-beda maka jelas bahwa turnamen debat
mempunyai beberapa nilai yang berhubungan dengan pendidikan.
1. Prosedur Turnamen
Debat
2. Masalah-masalah dalam
Turnamen Debat
11. Norma-norma dalam
berdebat dan bertanya
• Norma-norma dalam berdebat
1. Pengetahuan yang sempurna
mengenai pokok pembicaraan;
2. Kompetensi atau kemampuan
menganalisis;
3. Pengertian mengenai prinsip-
prinsip argumentasi;
4Apresiasi terhadap kebenaran
fakta-fakta;
5. Kecakapan menemukan buah
pikiran yang keliru dengan
penalaran;
6. Keterampilan dalam pembukuan
kesalahan;
7. Pertimbangan dalam persuasi;
serta
8. Keterarahan, kelancaran, dan
kekuatan dalam cara/penyampaian
pidato. (Mulgrave, 1954 : 75)
12. • Norma-norma dalam bertanya
• Mengetahui segala sesuatu mengenai usul atau proposal yang akan didiskusikan sebelum kita mengajukan
pertanyaan kepada pembicara.
• Hendaklah kita bersungguh-sungguh mencari informasi.
• Janganlah kita ingin menguji pembicara.
• Singkat atau tepat; rumuskanlah terlebih dahulu pertanyaan kita baik-baik sebelum diajukan kepada
pembicara.
• Janganlah kita terlalu berbelit-belit sampai ke hal-hal yang kecil dan tetek bengek, sebab hal itu menjurus ke
arah verbalisme saja;
• Bersihkanlah pertanyaan kita dari prasangka emosional.
• Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan; janganlah kita bersifat menuduh, menyalahkan, menggoda, mengusik,
menggertak, menakut-nakuti, atau membingungkan pembicara. Tunjukkanlah sikap yang wajar bukan sikap
yang menipu.
• Pertanyaan kita haruslah mempunyai tujuan tertentu, yaitu: memeroleh informasi, menjernihkan suatu
masalah, mencari penjelasan penalaran yang terlibat, ataupun meninjau kembali fakta-fakta yang telah
dikemukakan oleh pembicara.
• Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan khusus.
• Hindarkanlah jauh-jauh cara berpikir yang menyesatkan, yang tidak masuk akal; pertanyaan-pertanyaan
janganlah disengaja untuk mendemonstrasikan keterampilan kita sendiri. (Powers, 1951 : 311).