1. A. ALIH KODE
Alih kode adalah gejala peralihan bahasa
karena berubah situasi (menurut Appel)
sedangkan menurut Hymes, alih kode bukan
hanya terjadi antarbahasa melainkan juga
terjadi antara ragam-ragam bahasa dan
gaya bahasa yang terdapat dalam satu
bahasa.
3. Dalam kepustakaan linguistik,
penyebab terjadinya alih kode:
a. Pembicara/penutur
b. Pendengar/lawan tutur
c. Perubahan situasi dengan hadirnya
orang ke – 3
d. Perubahan dari formal ke informal/
sebaliknya
e. Perubahan topik pembicaraan
4. Suwito membedakan alih kode
menjadi dua:
a. Alih kode intern adalah alih kode yang
berlangsung sendiri, seperti bahasa
Indonesia ke bahasa Jawa.
b. Alih kode ekstern adalah alih kode yang
terjadi antara dua bahasa sendiri (salah
satu bahasa atau ragam yang ada
dalam verbal repertoir masyarakat
tuturnya) dengan bahasa asing
5. Contoh alih kode intern dan ekstern
Sekretaris : apakah bapak sudah jadi membuat lampiran surat ini?
Majikan : O sudah.inilah
Sekretaris : Terima kasih
Majikan : Surat itu berisi permintaan borongan untuk
memperbaiki kantor sebelah. Saya udah kenal dia.
Orangnya baik,Banyak relasi dan tidak banyak mencari
untung. Lha saiki yen usahane pengen maju kudu wani ngono.....
Sekretaris : Panci ngoten, pak.
Majikan : Panci Ngoten Priye?
Sekretaris : Tegesipun, mbok modalipun agengo kados menopo,
menawi.....
Majikan : ..... Menowo ora akeh hubungane lan deke mbati
kakean, usahane ora bakal maju karepmu?
Sekretaris : Lha enggih, ngoten!
Majikan : O ya. Apa surat untuk jakarta kemarin sudah jadi di
kirim?
Sekretaris : Sudah Pak. Bersama surat pak Ridwan dengan kilat
khusus.
6. B. CAMPUR KODE
Thelander, campur kode adalah apabila
dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa
dan frase-frase yang digunakan terdiri dari
klausa dan frase campuran dan masing
dan masing-masing klausa atau frase itu
tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri.
Menurut Fasold kriteria gramatika campur
kode adalah kalau seseorang
menggunakan satu kata atau frase dari
satu bahasa maka dia telah melakukan
campur kode
7. Ciri menonjol dari campur kode
Kesatuan atau situasi informal. Dalam situasi
formal, jarang terjadi campur kode, kalau
terdapat campur kode dalam keadaan itu
karena tidak ada kata atau ungkapan yang tepat
untuk menggantikan bahasa yang sedang
dipakai sehingga perlu memakai kata dari
bahasa daerah/ bahasa asing. Seorang penutur
misalnya, dalam berbahasa Indonesia banyak
menyelipkan bahasa daerahnya, maka penutur
itu dapat dikatakan telah melakukan campur
kode. Akibatnya, muncul satu ragam bahasa
Indonesia yang keminang-minangan atau
bahasa Indonesia kejawa-jawanan.
8. Contoh campur kode
Lokasi : di bagian iklan surat kabar Harian Indonesia
Bahasa : Indonesia dan Cina Putunghoa
Waktu : senin, 18 November 1998, pukul 11.00 WIB
Penutur : Informan III (Inf) dan pemasang iklan (PI)
Topik : memilih halaman untuk memasang iklan
Inf III : Ni mau pasang di halaman berapa? (Anda mau pasang di
halaman brapa?)
PI : Di baban aja deh (di halaman delapan sajalah)
Inf III : mei you a ! Kalau mau di halaman lain; baiel di baban penuh
lho! Gak ada lagi! (kalau mau di halaman lain Hari selasa
halaman delapan penuh lho. Tidak ada lagi)
PI :na wo xian gaosu wodejingli ba. Ta yao de di baban a (kalau
demikian saya beritahukan derektur dulu. Dia maunya di halaman
delapan)
Inf III : Hao, ni guosu ta ba. Jintian degoang goa han duo. Kalau mau
ni buru-buru datang lagi (baik, kamu beri tau dia. Iklan hari ini
sangat banyak. Kalu mau kamu harus segera datang lagi)
9. SIMPULAN
Dari contoh peristiwa tutur yang diberikan
Haryono itu, akhirnya bisa dikatakan,
bahwa menentukah beda peristiwa alih
kode dan campur kode memang tidak
mudah. Dalam peristiwa tutur itu, bila mau
dikatakan telah terjadi alih kode
berdasarkan rumusan yang telah
dibicarakan adalah tidak mudah, sebab
peralihan bahasa yang terjadi tidak ada
sebabnya, kecuali kemampuan para
partisipan terhadap ragam formal bahasa
indonesia yang memang rendah.
10. SIKAP BAHASA DAN
PEMILIHAN BAHASA
Sikap adalah fenomena kejiwaan, yang
biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan
atau perilaku
Anderson (1974:37) membagi sikap atas dua
macam yaitu (1) sikap kebahasaan dan sikap
nonkebahasaan, seperti sikap politik, sikap
sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan.
Menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata
keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka
panjang, sebagian mengenai bahasa, mengenai
objek bahasa, yang memberikan kecenderungan
kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara
tertentu yang disenanginya.
11. Pap (1979) beranggapan bahwa di
dalam arti sempit sikap bahasa
mengacu kepada (a) penilaian orang
terhadap suatu bahasa (indah atau
tidak, kaya atau miskin, efisien atau
tidak) (b) penilaian penutur suatu
bahasa tertentu sebagai suatu kelompok
etnis dengan watak kepribadian khusus
dsb.
12. Ciri-ciri sikap bahasa yang dikemukakan
oleh Garvin dan Mathiot
1. Kesetiaan bahasa (language loyality) yang mendorong
masyarakat suatu bahasa mempertahankan
bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya
pengaruh bahasa lain
2. Kebanggaan bahasa (language pride) yang
mendorong orang mengebangkan bahasanya dan
menggunakannya sebagai lambang identitas dan
kesatuan masyarakat
3. Kesadaran adanya norma bahasa (awareness of the
norm) yang mendorong orang menggunakan
bahasanya dengan cermat dan santun, dan
merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya
terhadap perbuatan yaitu kegiatan menggunakan
bahasa (language use)
13. Menurut Dittmar, sikap bahasa ditandai oleh
sejumlah ciri yang meliputi:
Pemilihan bahasa dalam masyarakat
multilingual
Distribusi perbendaharaan bahasa
Perbedaan-perbedaan dialektikal
Problema yang timbul sebagai akibat
adanya interaksi antara individu.
14. Faktor-faktor yang mempengaruhi
sikap bahasa
Ada dua faktor yang mempengaruhi manusia mersepon
objek bahasa. Faktor tersebut adalah faktor internal dan
faktor eksternal.
a. Faktor internal antara lain:
Kontak dengan bahasa nasional
pendidikan
pekerjaan atau status ekonomi
emigrasi
b. Faktor eksternal antara lain:
Identitas etnik
Pemakaian bahasa daerah
Ikatan dengan budaya tradisi
Daya budaya tradisional
15. Sikap negatif terhadap suatu
bahasa
Terjadi bila seseorang atau sekelompok orang
tidak mempunyai lagi rasa bangga terhadap
bahasanya, dan mengalihkan rasa bangga itu
pada bahasa lain yang bukan miliknya
Halim (1978:7) berpendapat bahawa jalan yang
harus ditempuh untuk mengubah sikap negatif itu
menjadi sikap positif adalah dengan pendidikan
bahasa yang dilaksanakan atas dasar pembinaan
kaidah dan norma bahasa, di samping norma-
norma sosial dan budaya yang ada d idalam
masyarakat bahasa yang bersangkutan
16. Pemilihan Bahasa
Pemilihan bahasa menurut Fasold (1984:
180) tidak sesederhana yang kita
bayangkan, yakni memilih sebuah bahasa
secara keseluruhan (whole language)
dalam suatu peristiwa komunikasi.
Misalnya, seseorang yang menguasai
bahasa Jawa dan bahasa Indonesia harus
memilih salah satu di antara kedua bahasa
itu ketika berbicara kepada orang lain
dalam peristiwa komunikasi.
17. Dalam pemilihan bahasa terdapat tiga
kategori pemilihan.
Pertama, dengan memilih satu variasi dari bahasa
yang sama (intra language variation). Apabila seorang
penutur bahasa Jawa berbicara kepada orang lain
dengan menggunakan bahasa Jawa krama, misalnya,
maka ia telah melakukan pemilihan bahasa kategori
pertama ini.
Kedua, dengan melakukan alih kode (code switching),
artinya menggunakan satu bahasa pada satu
keperluan dan menggunakan bahasa yang lain pada
keperluan lain dalam satu peristiwa komunikasi.
Ketiga, dengan melakukan campur kode (code mixing)
artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan
bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain.
18. Evin-Tripp (1972) mengidentifikaskan empat
faktor utama sebagai penanda pemilihan bahasa
penutur dalam interaksi sosial
(1) Latar (waktu dan tempat) dan situasi;
(2) partisipan dalam interaksi, (3) topik
percakapan, dan (4) fungsi interaksi.
Faktor pertama dapat berupa hal-hal
seperti makan pagi di lingkungan keluarga,
rapat di kelurahan, selamatan kelahiran di
sebuah keluarga, kuliah, dan tawar-
menawar barang di pasar.
19. Dalam memilih bahasa ada tiga hal
yang dapat dilakukan
1. Alih kode artinya menggunakan satu
bahasa pada satu keperluan, dan
menggunakan bahasa yang lain pada
keperluan lain
2. Kedua dengan melakukan campur kode
artinya menggunakan satu bahasa
tertentu dengan dicampuri serpihan-
serpihan dari bahasa lain
3. Ketiga dengan memilih satu variasi
bahasa yang sama