Makalah ini membahas tentang pembidangan hukum Islam dalam bidang muamalah khususnya asuransi dan multi level marketing, dengan menjelaskan pengertian muamalah, ruang lingkup fiqh muamalah, pengertian asuransi dan asuransi syariah serta sistem kerja multi level marketing."
1. MAKALAH FILSAFAT HUKUM ISLAM
KELOMPOK 5
PEMBIDANGAN HUKUM ISLAM DALAM BIDANG
MUAMALAH (Asuransi dan Multi Level Marketing)
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam
Dosen Pengampu : Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si
Disusun Oleh :
1. Ahmad Zulfi Aufar 11150440000003
2. Suparman 11150440000022
3. Aldi Prasetyo 11150440000039
4. Muhammad Noor 11150440000083
5. Harun Ar-Rosyid 11150440000123
HUKUM KELUARGA 4C
FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
2. i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
kuasanya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dan
sholawat serta salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman kebenaran.
Terima kasih kepada bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si yang telah
memberikan tugas agar kita dapat mengerti dan memahami tentang pembidangan
hukum Islam dalam hukum muamalah khususnya di bidang asuransi dan multi level
marketing.
Tujuan penulisan ini untuk menginformasikan kepada pembaca tentang
pembidangan hukum Islam dalam hukum muamalah khususnya di bidang asuransi
dan multi level marketing dan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh bapak
Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi
penulis dan umumnya untuk seluruh pembaca sehingga tujuan yang diharapkan bisa
tercapai.
Kami menyadari bahwa penulisan ini banyak kekurangan. Apabila ada
kesalahan pada tulisan ini kami sangat memerlukan kritik dan saran teman teman
kurang lebihnya mohon maaf.
3. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, tidak hanya mengatur hubungan
antara manusia dengan pencipta-Nya (hablum minallah), melainkan hubungan
antara manusia dan sesamanya (hablum minannas).[1] Kedua hal tersebut tidak
dapat dipisahkan. Terlebih dalam hal menjalankan tugasnya sebagai khalifah
untuk memakmurkan bumi, suatu tugas yang tidak dapat diemban oleh semua
makhluk meskipun malaikat sebagai hamba Allah SWT yang taat menjalankan
perintah-Nya.
Dalam melaksanakan kekhalifahannya itu, Allah SWT menciptakan
manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk
ciptaan-Nya yang lain. Perbedaan tersebut diberikan pada manusia antara lain
seperti akal, nafsu, naluri, ilmu dan agama. Dengan kelebihan tersebut segala
aktivitas yang dilakukan oleh manusia memiliki aturan pokok yang telah diatur di
dalam syari’at Islam.
Berbagai inovasi pelaku dunia usaha terutama perdagangan dalam upaya
untuk menciptakan srrategi yang tepat untuk membidik konsumen. Strategi
pemasaran yang menjadi kunci pokok keberhasilan dalam perkembangan produk
untuk sampai pada konsumen terus berusaha mengembangkan pemasaran yang
awalnya hanya dapat menawarkan barang atau jasa.
Salah satu inovasi dunia usaha yaitu asuransi dan multi level marketing.
Mengenai kedua masalah itu kami membuat rumusan masalah sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan muamalah?
2. Apa saja ruang lingkup fiqh muamalah?
3. Apa itu asuransi dan asuransi syari’ah?
4. 2
4. Apa macam-macam asuransi?
5. Bagaimana hukum asuransi?
6. Apa perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi
konvensional?
7. Apa yang dimaksud dengan Multi Level Marketing?
8. Bagaimana sistem kerja Multi Level Marketing?
9. Bagaimana hukum bisinis MLM?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk menginformasikan kepada pembaca
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang pembidangan hukum
Islam dalam bidang muamalah khususnya dalam asuransi dan multi level
marketing.
5. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perngertian Muamalah
Kata muamalah berasal dari kata bahasa Arab ()المعاملة yang secara
etimologi sama dan semakna dengan al-muf’alah (saling berbuat). Kata ini
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa
orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.1
Sedangkan pengertian muamalah secara istilah, menurut Khudhari Beik:
“Muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar
manfaatnya”. Sedangkan menurut Rasyid Ridha: “Muamalah adalah tukar
menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah di
tentukan”.2
B. Ruang lingkup fiqh muamalah
Ruang lingkup fiqh muamalah di bagi dua: ruang lingkup yang bersifat
adabiyah (yaitu ijab dan qabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah
satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan,
penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada
kaitanya dengan peredaran harta dalam hidup masyarakat).
Ruang lingkup pembahasan madiyah ialah masalah, jual beli (al-bai’ al-
tijarah), gadai (al-rahn), jaminan dan tanggungan (kafalan dan dlaman),
pemindahan utang (hiwalah), jatuh bangkrut (taflis), batasan bertindak (al-hajru),
perseroan atau pekongsian (al-syirkah), perseroan harta dan tenaga (al-
mudarabah), sewa-menyewa (al-ijarah), pemberian hak guna pakai (al-ariyah),
barang titipan (al-wadli’ah), barang temuan (al-luqathah), garapan tanah (al-
mujara’ah), sewa-menyewa tanah (al-mukhabarah), upah (ujarat al’mal), gugatan
(al-syuf’ah), sayembara (al-ji’alah), pembagian kekayaan bersama(al-qismah),
pemberian (al-hibbah), pembebasan (al-ibra), damai (al-shulhu), dan ditambah
1
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), hlm. Vii.
2
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, cet.5, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 5.
6. 4
dengan beberapa masalah mu’ashirah (mahaditsah), separti masalah bunga bank,
asuransi, keredit, dan masalah-masalah baru lainya.3
C. Pengertian Asuransi dan Asuransi Syari’ah
Kata asuransi berasal dari kata Belanda, assurantie yang dalam hukum
Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari kata tersebut
kemudian timbul istilah assurandeur bagi penanggung dan geassurerde bagi
tertanggung.4
Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta’min, penanggung
disebut mu’ammin, tertanggung disebut mu’amman lahu, atau musta’min. At-
ta’min diambil dari dari amana yang artinya memberi perlindungan, ketenangan,
rasa aman dan bebas dari rasa takut, seperti yang tersebut dalam surah QS.
Quraisy (106) ayat (4):
ِٓي
ذ
ٱَّلٓٓ ِۢفۡو
َ
ٓخ ِۡنمٓمُهَنَامَءَٓو ٖوعُِنٓجمٓمُهَمَع ۡط
َ
أ٤
Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy (106) ayat (4))
Pengertian dari at-ta’min adalah seorang membayar/ menyerahkan uang
cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapat sejumlah uang sebagai mana
yang telah di sepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang
hilang. Sedangkan menurut Wirjono Prodjodikuro dalam bukunya Hukum
Asuransi di Indonesia, memaknai asuransi sebagai “suatu persetujuan dimana
pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima
sejumlah uang peremi sebagai uang penganti kerugian, yang mungkin akan
diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari sesuatu peristiwa yang belum jelas.5
3
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 5.
4
Syarif Hidayatullah, Qawaid Fiqhihiyyah dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan
Syariah Kontemporer, (Jakarta, Gramata Publishing, 2012), hlm. 189.
5
Ahmad Chairul Hadi, Hukum Asuransi Syari’ah, Konsep Dasar, Aspek Hukum, dan
Sistem Oprasionalnya, (Ciputat: UIN Press, 2015), hlm.2.
7. 5
Menurut ahli fiqh kontemporer Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan
asuransi berdasarkan pembagianya. Dia membagi asuransi dalam dua bentuk,
pertama: asuransi tolong menolong adalah kesepakatan sejumlah orang untuk
membayar sejumlah uang sebagia ganti rugi ketika salah seorang diantara mereka
mendapat kemudaratan. Kedua; asuransi dengan pembagian tetap adalah akad
yang mewajibkan seseorang mebayar uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas
beberapa pemengang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapat
kecelakaan, ia diberi gannti rugi. Di Indonesia sendiri, asuransi Islam sering
dikenal dengan istilah takaful. Yang berarti menjamin atau saling menanggung.
Muhammad Syakir Sula mengartikan takaful dalam pengertian muaamalah
adalah saling memikul risiko diantara seasama orang, sehingga antar satu dengan
yang lainya menjadi penanggun atas risiko yang lainya.6
Menurut UU No.2 Tahun 1992: “Asuransi, atau pertanggungan adalah
perjanjian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak
penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi
untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugianm kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal, atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2011
disebutkan: “Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful, Tadhamun) adalah usaha saling
melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru’ memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan yang sesuai dengan syariah).7
6
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakata: Kencana, 2006), hl.177.
7
Syarif Hidayatullah, Qawaid Fiqhihiyyah dan Penerapannya Dalam Transaksi Keuangan
Syariah Kontemporer, hlm. 190.
8. 6
Asuransi syariah di bangun atas dasar saling tolong-menolong, saling
menjamin, tidak semata-mata berorientasi bisnis atau keuntungan. Dijelaskan
dalam QS. Al-Maidah ayat 2:
ٓ
َ َ
ٓلَع
ْ
وا
ُ
نَاوَع
َ
تَوِٓ ِب
ۡ
ٱلَٓٓوَٓو
ۡ
قذٱتلٓىٓٓ
َ َ
ٓلَع
ْ
وا
ُ
نَاوَع
َ
ٓت
َ
َلَوِٓم
ۡ
ثِ
ۡ
ٱۡلَٓٓوِٓن َوۡدُع
ۡ
ٱلَٓٓوٓ
ْ
وا
ُ
ق
ذ
ٱتَٓٓ ذ
ٱللٓٓ
ذ
نِإَٓ ذ
ٱللٓ
ُِٓيدد
َ
شِٓاب
َ
قِع
ۡ
ٱلٓ٢
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah
ayat 2).
Dari ayat ini dapat diartikan bahwa setiap orang yang menyetor peremi
menurut jumlah yang telah ditentukan, harus disertai dengan niat membantu.
Apabila ada peserta yang mengalmi musibah maka di ambillah sejumlah uang
untuk membantu peserta yang mengalami musibah tersebut, dengan perinsip ini
para peserta bekerjasama untuk saling tolong menolong kepada peserta yang
mengalami musibah yang diambil dari dana premi yang dikelola oleh perusahaan
asuransi.8
D. Macam-macam Asuransi
1. Asuransi Berbasis Bisnis
Asuransi Bisnis ialah asuransi dimana pihak pemberi jaminan berdiri
sendiri dari peminta jaminan; dimana pihak yang memberikan jaminan
melakukan akad dengan masing-masing orang yang meminta jaminan
melakukan akad dengan masing-masing orang yang meminta jaminan
(pemegang polis asuransi) dalam batas tertentu sebagai konfensasi atas
premi asuransi (yang harus dibayar oleh pihak peminta jaminan tersebut),
dan pihak penjamin harus membayar sejumlah uang asuransi, ketika
8
Ahmad Chairul Hadi, Hukum Asuransi Syari’ah, Konsep Dasar, Aspek Hukum, dan
Sistem Oprasionalnya, hlm.9.
9. 7
kecelakaan yang diasuransikan benar-benar terjadi. Dan ini tanpa ada
ikatan apapun antara para pemegang polis asuransi. Kemudian, bila ada
kelebihan dair jumlah uang yang harus dibayarnya kepada pihak yang
mengklaim, maka itu adalah haknya, tetapi bila dia harus membayar lebih
(dari jumlah kalkulasi premi yang telah di bayarkan oleh pihak yang
mengklaim) sampai dia merugi, maka kerugian ditanggungnya sendiri.
2. Asuransi Takaful
Disebut juga sebagai asuransi timbal balik atau asuransi kooperatif. Yakni
sejenis asuransi dimana pihak pemberi asuransi dengan penerima jasa
asuransi berada dalam satu pihak sebagai pengelola asuransi. Caranya
adalah dengan mengadakan perjanjian bersama sejumlah orang yang biasa
menghadapi hal-hal berbahaya dengan komitmen akan memberikan
kepada mereka sejumlah uang kontan sebagai kompensasi bagi setiap
anggota yang tertimpa bahaya yang sudah dimasukkan dalam daftar
tanggungan asuransi. Pihak pemberi dan penerima jasa asuransi dalam hal
ini berada dalam satu pihak. Kalau jumlah premi yang dibayarkan kepada
pihak asuransi lebih banyak dari jumlah yang harus disetorkan, kelebihan
itu akan diberikan kepada para penerima jasa asuransi lainnya. Kalau
kurang, mereka semua diminta untuk menutupinya. Mereka tidak berupaya
memperoleh keuntungan melalui usaha asuransi ini, bahkan untuk
meringankan kerugian yang terkadang dialami mereka, kerja sama itu
diputar dengan perantaraan para anggotanya.
3. Asuransi Sosial
Kadang asuransi bisa bersifat sosial. Yakni yang biasa dilakukan oleh
pihak pemerintah dengan tujuan memberikan asuransi buat masa depan
rakyatnya. Yakni dengan cara memotong sebagian gaji para pegawai dna
pekerja. Dan di akhir masa pengabdian mereka, mereka diberi pensiun
tetap bulanan. Kalau ia mengalami kecelakaan karena pekerjaan, ia juga
diberi biaya pengobatan disampnig kompensasi yang layak.
4. Asuransi Bahaya
10. 8
Yakni asuransi terhadap harta benda yang dimiliki. Yakni apabila bahaya
tersebut berkaitan dengan harta yang diasuransikan bukan personnya.
Seperti asuransi kebakaran, asuransi pencurian, asuransi perjalanan laut
dan sejenisnya
5. Asuransi Jiwa
Yakni asuransi yang berkaitan dengan bahaya yang mengancam seseorang
yang diasuransikan, seperti asuransi kematian, asuransi kecelakaan,
asuransi sakit dan sejenisnya.
6. Asuransi Jaminan
Yakni asuransi kompentatif yang diberikan kepada pihak yang menerima
asuransi.9
E. Hukum Asuransi
Dalam periode pra Islam adalah tradisi bangsa Arab untuk pembunuh
membayar uang darah (diyat) sebagai kompensasi bagi keluarga terbunuh. Adalah
hak bag keluarga yang meninggal untuk meminta kompensasi dari suku atau
kelurga yang bersalah. Dengan adanya teradisi ini ahirnya dapat menghilangkan
kebiasaan balas dendam yang berkesudahan. Sebelumnya tradisi ini dilakukan
dengan cara darah dibayar dengan darah. Hal ini menimbulkan dendam yang
sangat berkepanjangan. Dan uang darah timbul dalam usaha untuk mengekang
pembunuhan. Ia mebawa kosiliasi antara kedua pihak yang berperang guna untuk
menyembuhkan luka yang berada pada keduanya. Yang biasanaya harus
dibayarkan adalah 100 unta dalam kasus kehilangan nyawa, 1/3 darinya untuk
luka yang dalam, 5 unta untuk kehilangan sebuah tangan, satu mata, atau satu
gigi. Apabila uang darahb dibayarkan dengan tunai bisa mencapai 1000 atau
kadang-kadang 1200 dinar (koin emas) dan cara pembayaranya pada umumnya
disebarkan lebih dari periode tiga atau empat tahun.10
9
Abdullah al-Mushlih & Shalah al-Shawi, Ma La Yasa’ at-Tajira Jahluhu, Penerjemah:
Abu Umar Basyir, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 273.
10
Ahmad Chairul Hadi, Hukum Asuransi Syari’ah, Konsep Dasar, Aspek Hukum, dan
Sistem Oprasionalnya, hlm.33.
11. 9
Dalam ajaran Islam, asuransi sebenarnya sudah dipraktikkan sejak zaman
Rasulullah saw. Cikal-bakal konsep asuransi syariah menurut sebagian ulama
adalah ad-diyah `alā al-`āqilah. Al-`āqilah adalah kebiasaan suku Arab jauh
sebelum Islam datang. Jika salah seorang anggota suku terbunuh oleh anggota
suku lain, pewaris korban akan dibayar uang darah (al-diyah) sebagai kompensasi
oleh saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebut
dikenal dengan al-`āqilah. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitabnya Fatḥ al-Bārī,
sebagaimana dikutip oleh Syakir Sula, mengatakan bahwa pada perkembangan
selanjutnya setelah Islam datang, sistem `āqilah disahkan oleh Rasulullah menjadi
bagian dari Hukum Islam.11
Masalah asuransi dalam pandangan ajaran Islam termasuk masalah
ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin, karena tidak
dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan Sunnah secara eksplisit. Para Imam mujtahid
seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan
apar mujtahid yang semasa denganya tidak memberikan fatwa mengenai asuransi
karena pada masanya asuransi belum dikenal. Sistem asuransi baru dikenal di
dunia timur pada abad XIX Masehi. Dunia barat sudah mengenal sistem asuransi
sejak abad XIV Masehi. Sedangkan para ulama mujtahid besar hidup pada abad II
s.d IX Masehi.
Dikalangan ulama atau cendikiawan muslim terdapat empat pendapat
tentang hukum asuransi.
1) Mengaharamkan asuransi adalam segala benntuknya seperti sekarang ini,
termasuk asuransi jiwa. Kelompok ini antara lain Syayid Syabiq yang
diungkapa dalam kitabnya Fiqh al-sunnah, Abdullah Al-Qalqili, Muhammad
Yusuf Al-Qardawi, dan Muhammad Bakhit al-Mut’i, alasanya:
Asuransi sama dengan judi
Mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti
Mengandung unsur riba
11
M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 31.
12. 10
Mengandung unsur eksploitasi apabila pemegang polis tidak bisa
melanjutkan pembeyaran preminya, bisa hilang atau kurang uang
premi yang telah dibayarkan.
Premi yang telah dibayar oleh pemegang polis diputar dalam peraktik
riba (karena uang tersebut dikereditkan dan di bungakan)
Asuransi termasuk akad sarfi, artinya jual-beli atau tukar menukar
mata uang tidak dengan uang tunai.
Hidup dan matinya manusia di jadikan objek bisnis, yang berarti
mendahului takdir tuhan.
2) Membolehkan asuransi dalam peraktik dewasa ini. Pendapat in di kemukakan
oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa.
Alasanya:
Tidak ada nash Al-Qur’an atau nash al-Hadits yang melarang asuransi.
Kedua pihak yang berjanji (asurador dan dengan yang
mempertanggungkan) dengan penuh kerelaan menerima oprasi ini
dilakukan dengan memikul taggung jawab masing-masing.
Asuransi tidak merugikan salah satu atau kedua belah pihak, dan
bahkan asuransi menguntungkan kedua belah pihak.
Asuransi mengandung kepentingan umum sebab premi-premi yang
terkumpul dapat diinvestasikan (disalurkan kembali untuk dijadikan
modal) untuk peroyek yang peroduktif dan untuk dijadikan modal.
Asuransi termasuk akad mudharabah, maksudnya asuransi merupakan
akad kerjasama bagi hasil antara pemegang polis (pemilik modal)
dengan pihak perusahaan asuransi yang mengatur modal atas dasar
bagi hasil.
Asuransi termasuk syirkah at-ta’awuniyah.
Dianalogikan dengan sistem pensiun, seperti taspen.
Asuransi dilakukan untuk kemaslahatan umum dan kepentingan
bersama.
13. 11
Asuransi menjaga banyak manusia dari kecelakaan harta benda,
kekayaan, dan keperibadian.
3) Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan menghamkan yang bersifat
komersial semata.
Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Abu Zarrah. Alasan yang
dapat digunakan untuk mebolehkan asuransi yang bersifat sosial sama dengan
alasan pendapat kedua, sedangkan alasan pengharaman asuransi komersial
dilihat dari garis besarnya sama dengan alasan pendapat utama.
4) Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat karena tidak ada dalil-dalil
syar’i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkanya. Apabila hukum
asuransi dikatagorikan syubhat, konsekuensinya adalah ummat Islam di tuntut
untuk berhati-hati dalam mengahadapi asuransi. Ummat Islam baru
dibolehkan mennjadi polis atau mendirikan perusaan asuransi apabila dalam
keadaan darurat.12
F. Perbedaan Antara Asuransi Syari’ah dengan Asuransi Konvensional
Prinsip Asuransi Konvensional Asuransi Syariah
Konsep
Perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan
mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan
menerima premi asuransi,
untuk memberikan
penggantian kepada
tertanggung
Sekumpulan orang yang
saling membantu, saling
menjamin, dna bekerja
sama, dengan cara,
masing-masing
mengeluarkan dana
tabarru’.
Asa -
al-Mas’uliyah, al-
Ta’awun. Dan al-Hafizh
Akad
Tabaduli atau
Mu’awadhah
Tijarah (Mudharabah)
dan Tabarru’ (Hibah)
12
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 309.
14. 12
Implikasi Akad
Adanya unsur gharar,
maisir, dan riba.
Bersih dari unsur Gharar,
Maisir, dan Riba
Jaminan/Risk
Trasfer of Risk, Trasfer
of Fund
Sharing of Risk, Sharing
of Fund
Pengelolaan Dana
Tidak ada pemisahan
dana, yang berakibat
pada terjadinya dana
hangus (untuk produk
saving life)
Produk saving life terjadi
pemisahsan dana (dana
derma dan dana peserta),
sehingga tidak mengenal
istilah hangus. Sedangkan
untuk general life dan
term insurance bersifat
tabarru’
Kepemilikan Dana
Premi peserta menjadi
milik perusahaan.
Perusahaan bebas
menggunakan dan
menginvestasikan.
Premi/dana milik peserta,
perusahaan asuransi
syariah hanya sebagai
pemegang amanah.
Investasi
Tidak dibatasi atas halal-
haramnya objek investasi
Dibatasi oleh halal-haram
(nilai-nilai).
Loading
Cukup besar terutama
untuk komisi agen, bisa
menyerap premi than
pertama dan kedua (yang
mengakibatkan terjadinya
hangus)
Komisi agen tidak
dibebankan kepada
peserta tapi dana
pemegang saham.
Sekalipun dari peserta
diambil hanyha 2-30%
saja. Sehingga tidak
hangus.
Unsur Premi
Tabel mortality, bunga,
dan biaya-biaya asuransi
Iuran atau kontribusi dari
unsur tabarru’ dan
tabungan. Tabarru’
15. 13
dihitung dari table
mortality tanpa hitungan
bunga.
Sumber Pembayaran
Klaim
Dari rekening
perusahaan. Sebagai
konsekuensi penanggung
terhadap tertanggung.
Dari rekening tabarru’
DPS Tidak ada Ada
G. Pengertian MLM
Secara etimologi, multilevel marketing (MLM) adalah pemasaran yang
dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang sering disebut dengan istilah up
line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Bisnis MLM ini menerapkan
sistem pemasaran modern melalui jaringan kerja (network) distribusi yang
berjenjang, yang dibangun secara permanen dengan memosisikan pelanggan
sekaligus sebagai tenaga pemasaran.
Terkadang, MLM sering disebut juga direct selling (bisnis penjualan
langsung). Pendapat ini didasari pelaksanaan penjualan MLM yang memang
dilakukan secara langsung oleh wiraniaga kepada konsumen, tidak melalui
perantara, toko swalayan, kedai dan warung, tetapi langsung kepada pembeli.
Definisi MLM banyak dikemukakan oleh para pakar ekonomi. Rivai
(2012: 298) mendefinisikan MLM sebagai sistem penjualan yang memanfaatkan
konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung sekaligus sebagai konsumen
dengan menggunakan beberapa level di dalam sistem pemasarannya.
Senada dengan definisi di atas, Sabiq mengemukakan bahwa MLM adalah
suatu metode bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi
yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan
istilah upline dan downline. Inti dari bisnis MLM ini digerakkan dengan jaringan,
baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun horizontal kiri kanan ataupun
gabungan antara keduanya.
16. 14
Definisi secara operasional diungkapkan oleh Wahyudi bahwa MLM
adalah menjual atau memasarkan langsung suatu produk, baik berupa barang atau
jasa konsumen sehingga biaya distribusi dari barang yang dijual atau dipasarkan
tersebut sangat minim bahkan sampai ke titik nol, yang artinya bahwa dalam
bisnis MLM ini tidak diperlukan biaya distribusi. Dengan kata lain, bisnis MLM
menghilangkan biaya promosi dari barang yang hendak dijual karena distribusi
dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang.
Definisi MLM secara lengkap dikemukakan oleh Fauzia adalah bisnis
dengan tehnik membangun organisasi jaringan distribusi dan pemasaran secara
mandiri, dengan memangkas saluran pemasaran barang konsumsi dan barang
produksi. Sebuah produk atau jasa dalam MLM akan ditawarkan secara satu-satu
dan dijual langsung (direct selling) oleh tenaga penjual kepada konsumen yang
juga merangkap menjadi penjual (distributor). Ketika seorang konsumen MLM
memilih untuk menjadi konsumen dan juga penjual, maka sebagai up line ia harus
merekrut konsumen baru untuk menjadi down line-nya. Down line tersebut lalu
mendaftar terlebih dahulu kepada perusahaan MLM dan berhak menjadi member
perusahaan tersebut, sehingga tidak mengherankan, pemasaran dengan sistem
komunikasi yang khas tersebut mampu membentuk suatu jaringan (network
marketing) yang solid. Oleh karena itu, terkadang bisnis MLM ini sering juga
disebut dengan network marketing.13
H. Sistem kerja MLM
MLM merupakan sistem penjualan secara langsung kepada konsumen
yang dilakukan secara berantai, di mana seorang konsumen dapat menjadi
distributor produk dan dapat mempromosikan orang lain untuk bergabung dalam
rangka memperluas jaringan distributornya. Dalam rangkaian distributor terdapat
istilah ”Upline-Downline”.
Bisnis MLM lebih memanfaatkan “kekuatan manusia” daripada
institusi ritel dan lainnya, untuk mempromosikan dan menjual produk (barang
atau jasa). MLM juga menitikberatkan pada kekuatan kontak pribadi dan persuasif
13
AnitaRahmawaty, Jurnal Equilibrium: Bisnis Multilevel Marketing Dalam Perspektif
Islam, Volume 2, No.1, Juni 2014, hlm. 7.
17. 15
dalam penjualan, di mana si penjual berfungsi lebih dari sekedar seorang juru tulis
Dengan kata lain, setiap distributor memiliki dua fungsi dasar (ganda), yaitu
menjual produk (barang atau jasa) serta membangun jaringan distribusi melalui
perekrutan distributor lainnya untuk juga menjual produk dan jasa perusahaan.
Setiap distributor baru yang dibawa masuk ke dalam perusahaan, akan terdorong
untuk mengajak distributor berikutnya ke dalam perusahaan. Hasilnya, seorang
distributor yang aktif menjalankan fungsi ganda di atas akan membangun sebuah
sub struktur berjenjang, yang dikenal dengan istilah jaringan downline. Setiap
anggota di dalam jaringan downline tersebut juga memiliki kesempatan yang sama
untuk membangun jaringan downline-nya sendiri.
Setiap anggota mandiri (distributor) akan mendapatkan komisi dari
penjualan yang dilakukannya sendiri dan juga mendapatkan sebagian kecil komisi
dari penjualan yang dilakukan oleh para distributor di jaringan downlinenya
Selain itu, biasanya tersedia berbagai bonus kinerja (performance bonus) dan
hadiah berupa royalty bonus apabila volume penjualan pribadi maupun grup
downline-nya mencapai level tertentu. Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia bahwa komisi adalah imbalan
yang diberikan perusahaan MLM kepada mitra usaha yang besarnya dihitung
berdasarkan hasil kerja nyata sesuai volume atau nilai hasil penjualanbarang dan
atau jasa, baik secara pribadi maupun jaringannya. Sedangkan bonus adalah
tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha karena
berhasil melebihi target penjualan barang dan atau jasa yang ditetapkan
perusahaan MLM.
Dengan demikian, komisi yang diberikan dalam bisnis MLM dihitung
berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan
melakukan pembelian barang. Upline akan mendapatkan bagian komisi tertentu
sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan bawahan. Sedangkan harga barang yang
ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang
menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran
distribusi.
18. 16
Menurut Efayanti, terdapat beberapa kompensasi yang diperoleh dari
bisnis MLM, yaitu sebagai berikut: (1) komisi dari penjualan perorangan; (2)
bonus kelompok; (3) bonus kepemimpinan; (4) pendapatan redusial; dan (5)
bonus lainnya dari perusahaan, seperti potongan harga dan royalti. Bonus-bonus
yang mencatat hasil penjualan. MLM berbeda dengan sistem penjualan lainnya.
Dalam bisnis MLM, distributor multilevel tidak hanya berusaha menjual barang
kepada konsumen secara eceran, tetapi juga mencari distributor lain untuk
menjual produk (barang atau jasa) kepad konsumen. yang disediakan oleh
perusahaan merupakan rangsangan yang diberikan kepada distributor agar
mensponsori lebih banyak orang dan melatihnya untuk dapat menjual lebih
banyak barang.
Secara sistematis, sistem kerja MLM, sebagaimana diungkapkan oleh
Rivai dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, pihak perusahaan berusaha
menjaring konsumen untuk menjadi member dengan cara mengharuskan calon
konsumen membeli paket produk perusahaan dengan harga tertentu. Kedua,
dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi satu
formulir keanggotaan (member) dari perusahaan. Ketiga, sesudah menjadi
member, maka tugas berikutnya adalah mencari member baru dengan cara seperti
di atas, yaitu membeli produk perusahaan dan mengisi formulir keanggotaan.
Keempat, para member baru juga bertugas mencari calon member baru lainnya
dengan cara seperti di atas, yaitu membeli produk perusahaan dan mengisi
formulir keanggotaan. Kelima, jika member mampu menjaring member baru yang
banyak, maka ia akan mendapat bonus. Semakin banyak member yang dapat
dijaring, maka semakin banyak pula bonus yang didapatkan karena perusahaan
merasa diuntungkan oleh banyaknya member yang sekaligus menjadi konsumen
paket produk perusahaan. Keenam, dengan adanya para member baru yang
sekaligus menjadi konsumen paket produk perusahaan, maka member yang berada
pada level pertama, kedua, dan seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara
estafet dari perusahaan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pola bisnis MLM adalah
membangun bisnis dari rumah (home based business) atau pola pemarasa jaringan
19. 17
progresif. Seorang yang mengikuti pola bisnis MLM merupakan distributor atau
member yang menempati suatu posisi dalam jenjang karir sistem tersebut.
Distributor mempunyai seorang upline yaitu pihak yang mengajaknya
(mensponsori) dalam bisnis MLM, sedangkan distributor itu sendiri disebut
downline, yaitu pihak yang disponsori. Seorang downline akan menjadi upline jik
telah memiliki downline lain di bawahnya. Sekumpulan distributor yang
membentuk struktur upline-downline akan membentuk suatu jaringan. Dalam
jaringan terdapat “kaki” dan level. Kaki adalah bagian dari jaringan yang ditinjau
secara vertikal, dan level adalah bagian dari jaringan yang ditinjau secara
horizontal. Jaringan yang telah terbentuk akan terus tumbuh tanpa ada batasnya,
selama para member terus mensponsori pihak baru untuk masuk dalam bisnis
MLM sehingga jaringan akan terus membesar dan meluas, mulai dari berawal
hanya mensponsori satu atau dua orang, hingga memiliki downline mungkin
sampai ratusan. Pertumbuhan kelompok tersebut secara teoritis akan
berlipat,sebagaimana dikemukakan oleh Efayanti (2006: 12) seperti gambar
berikut ini.14
I. Kebolehan dan Keharaman MLM
Semua bisnis yang menggunakan sistem MLM, dalam literatur fiqh
termasuk dalam kategori muamalah yang dibahas dalam bab al-buyu’ (jual-beli).
Dalam kajian fiqh kontemporer, menurut Wahyudi bisnis MLM ini dapat ditinjau
dari dua aspek yaitu: (1) produk barang atau jasa yang dijual; dan (2) sistem
penjualannya (selling marketing).
Pertama, berkaitan dengan produk atau barang yang dijual apakah halal
atau haram tergantung kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan
Allah seperti unsur babi, khamr, bangkai atau darah. Begitu pula dengan jasa yang
dijual apakah mengandung unsur kemaksiatan seperti praktik perzinaan,
perjudian, gharar dan spekulatif.
Kedua, berkaitan dengan sistem penjualannya, bisnis MLM tidak hanya
sekedar menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu
14
AnitaRahmawaty, Jurnal Equilibrium: Bisnis Multilevel Marketing Dalam Perspektif
Islam, Volume 2, No.1, Juni 2014, hlm. 7.
20. 18
jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa
marketing fee, bonus, dan sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan
status keanggotaan distributor. Jasa marketing yang bertindak sebagai perantara
antara produsen dan konsumen ini, dalam terminologi fiqh disebut sebagai
“Samsarah/simsar” (perantara perdagangan yaitu orang yang menjualkan barang
atau mencarikan pembeli untuk memudahkan jual beli). Kegiatan
samsarah/simsar dalam bentuk distributor, agen atau member, dalam fiqh
termasuk akad ijarah yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan
imbalan, insentif atau bonus (ujrah). Pada dasarnya, semua ulama memandang
boleh (mubah) jasa ini.
Namun demikian, untuk keabsahan bisnis ini harus memenuhi
syaratsyarat, sebagaimana dikemukakan oleh Wahyudi di antaranya adalah:
distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak
menjalankan bisnis yang haram dan syubhat. Selain itu, distributor berhak
menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak
perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan
para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya. Pola
bisnis ini sejalan dengan firman Allah SWT. sebagai berikut:
ٓ
ْ
وا
ُ
فۡو
َ
أ
َ
فٓ
َ
لۡي
َ
ك
ۡ
ٱلَٓٓوٓ
َ
انَزيِم
ۡ
ٱلٓٓ
ْ
وا ُس
َ
خۡب
َ
ٓت
َ
َلَوٓ َاسذٱنلٓٓۡم
ُ
هَءاَي
ۡ
ش
َ
أ
Artinya: Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu
kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, (Q.S al-A’raf
ayat 85).
Dalam hadis dari Abdullah bin Umar yang diriwayatkan oleh Ibn Majah
disebutkan sebagai berikut:
عنعبداللابنعمرقال:قالرسولاللصيلاللعليهوسلم:
اعطوااَلجرياجرهقبلانجيفعرقه
21. 19
“Berilah para pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya.” (H.R. Ibn
Majah).
Sementara itu, berkaitan dengan jumlah upah atau imbalan jasa yang harus
diberikan kepada makelar atau distributor adalah menurut perjanjian sesuai
dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
Dengan demikian, pada dasarnya hukum bisnis MLM ini adalah mubah
berdasarkan kaidah fiqh sebagai berikut:
اَلصليفالمعاملةاَلباحةاَلانيدلديلللَعحتريمها
”Pada dasarnya segala bentuk mu’amalah itu boleh dilakukan sampai ada
dalil yang melarangnya”.15
Menurut Rivai, sistem bisnis MLM diperbolehkan oleh syariat Islam
dengan syarat: (1) transaksi (akad) antara pihak penjual (al-ba’i) dan pembeli (al-
musytari) dilakukan atas dasar suka sama suka (‘an taradhin) dan tidak ada
paksaan;
(2) barang yang diperjualbelikan (al-mabi’) suci, bermanfaat dan
transparan sehingga tidak ada unsur kesamaran atau penipuan (gharar); dan (3)
barang-barang yang diperjualbelikan memiliki harga yang wajar.16
Namun demikian, jika bisnis MLM tidak mengikuti syariat Islam, seperti
bisnis money game, maka hukumnya haram. Yang termasuk dalam kategori
tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, dalam transaksi bisnis MLM, seorang anggota memiliki dua
kedudukan, yaitu: (1) sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara
langsung dari perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, dia akan
mendapatkan bonus berupa potongan harga; (2) sebagai makelar, karena selain
membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru.17
Berkaitan
dengan hukum melakukan dua akad dalam satu transaksi, yaitu sebagai pembeli
15
Ahmad Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-masalah yang Praktis, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.130.
16
Veithzal Rivai, Islamic Marketing: Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan
Praktik Marketing Rasulullah SAW, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012),hlm.300
17
Veithzal Rivai, Islamic Marketing: Membangun dan Mengembangkan Bisnis dengan
Praktik Marketing Rasulullah SAW, hlm. 301
22. 20
dan makelar, maka Islam telah melarang berdasarkan hadis yang diriwayatkan
oleh Ahmad, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi dari Abu Hurairah, sebagai berikut:
نيهرسولاللصيلاللعليهوسلمعنبيعتنييفبيعة
“Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam
satu pembelian” (HR. Ahmad, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi).
Kedua, dalam bisnis MLM terdapat makelar berantai. Sebenarnya makelar
(samsarah) dibolehkan dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama
mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk dan
mempertemukannya dengan pembelinya. Sedangkan makelar dalam MLM yang
bukan memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi, tidak dibolehkan karena
akadnya mengandung gharar dan spekulatif.
Ketiga, dalam bisnis MLM tersebut terdapat unsur penipuan, yaitu jika
seseorang membeli produk yang ditawarkan bukan karena ingin memanfaatkan
produk tersebut, tetapi sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan poin yang
nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang
diharapkan tersebut belum tentu didapatkan.
Keempat, dalam bisnis MLM tersebut terdapat unsur gharar (spekulatif)
karena anggota yang sudah membeli produk tadi mengharap keuntungan yang
lebih banyak, tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan
keuntungan tersebut atau malah merugi.
Kelima, dalam bisnis MLM tersebut terdapat hal-hal yang bertentangan
dengan kaidah umum jual beli, yaitu kaidah al-ghunmu bi al-ghurmi, yang artinya
keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau risiko yang
dihadapinya. Di dalam MLM tersebut, ada pihak-pihak yang paling dirugikan
yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah karena merekalah yang
sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya
dinikmati oleh orang-orang yang berada pada level atas. Mereka yang disebut
terakhir inilah yang akan terus-menerus mendapatkan keuntungan tanpa bekerja,
sementara orang lain di level bawah mungkin sudah kesulitan untuk melakukan
perekrutan karena jumlah anggota sudah sangat banyak.
23. 21
Keenam, sebagian ulama mengemukakan bahwa transaksi dengan sistem
MLM yang islami mengandung riba fadl, karena anggotanya membayar sejumlah
kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya,
seakanakan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda.
Sementara produk yang dijual kepada konsumen, tidak lain hanya sebagai sarana
untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota sehingga
keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.18
18
AnitaRahmawaty, Jurnal Equilibrium: Bisnis Multilevel Marketing Dalam Perspektif
Islam, Volume 2, No.1, Juni 2014, hlm. 79.
24. 22
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Asuransi adalah persetujuan antara kedua belah pihak, dimana pihak yang
menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah
uang premi sebagai uang penganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh
yang dijamin, karena akibat dari sesuatu peristiwa yang belum jelas.
Sedangkan macam-macam asuransi terdiri dari, asuransi berbasis bisnis,
takaful, sosial, bahaya, jiwa, dan asuransi jaminan.
Dikalangan ulama atau cendikiawan muslim terdapat empat pendapat tentang
hukum asuransi : Mengaharamkan asuransi adalam segala benntuknya seperti
sekarang ini; Membolehkan asuransi dalam peraktik dewasa ini;
Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan menghamkan yang bersifat
komersial semata; Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat karena tidak
ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau menghalalkanya.
Secara etimologi, multilevel marketing (MLM) adalah pemasaran yang
dilakukan melalui banyak level (tingkatan),
Definisi MLM secara lengkap bisnis dengan tehnik membangun organisasi
jaringan distribusi dan pemasaran secara mandiri, dengan memangkas saluran
pemasaran barang konsumsi dan barang produksi.
Hukum MLM diperbolehkan oleh syariat Islam dengan syarat: (1) transaksi
(akad) antara pihak penjual (al-ba’i) dan pembeli (al-musytari) dilakukan atas
dasar suka sama suka (‘an taradhin) dan tidak ada paksaan.
25. 23
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, Ahmad. 2006. Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis. Jakarta: Kencana.
Hadi, Ahmad Chairul. 2015. Hukum Asuransi Syari’ah, Konsep Dasar, Aspek
Hukum, dan Sistem Oprasionalnya. Ciputat: UIN Press.
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalat. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Hidayatullah, Syarif. 2012. Qawaid Fiqhihiyyah dan Penerapannya Dalam
Transaksi Keuangan Syariah Kontemporer. Jakarta: Gramata Publishing.
Mushlih, Al, Abdullah. 2004. Ma La Yasa’ at-Tajira Jahluhu, Penerjemah: Abu
Umar Basyir, Fikih Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.
Rivai, Veithzal. 2012. Islamic Marketing: Membangun dan
Mengembangkan Bisnis dengan Praktik Marketing Rasulullah SAW. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Suhendi, Hendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sula, M. Syakir. 2004. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional. Jakarta: Gema Insani Press.
Wirdyaningsih. 2006. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.Jakarta: Kencana.